Upload
indrisseptadina
View
216
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tentan upaya pencegahan osteoporosis
Citation preview
Makalah Osteoporosis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Osteoporosis dapat dijumpai tersebar di seluruh dunia dan sampai saat ini masih
merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat terutama di negara berkembang. Di Amerika
Serikat osteoporosis menyerang 20-25 juta penduduk, 1 diantara 2-3 wanita post-menopause dan
lebih dari 50% penduduk di atas umur 75-80 tahun. Masyarakat atau populasi osteoporosis yang
rentan terhadap fraktur adalah populasi lanjut usia yang terdapat pada kelompok di atas usia 85
tahun, terutama terdapat pada kelompok lansia tanpa suatu tindakan pencegahan terhadap
osteoporosis. Proses terjadinya osteoporosis sudah di mulai sejak usia 40 tahun dan pada wanita
proses ini akan semakin cepat pada masa menopause.
Sekitar 80% penderita penyakit osteoporosis adalah wanita, termasuk wanita muda yang
mengalami penghentian siklus menstruasi. Hilangnya hormon estrogen setelah menopause
meningkatkan risiko terkena osteoporosis. Penyakit osteoporosis yang kerap disebut penyakit
keropos tulang ini ternyata menyerang wanita sejak masih muda. Tidak dapat dipungkiri
penyakit osteoporosis pada wanita ini dipengaruhi oleh hormon estrogen. Namun, karena gejala
baru muncul setelah usia 50 tahun, penyakit osteoporosis tidak mudah dideteksi secara dini.
Meskipun penyakit osteoporosis lebih banyak menyerang wanita, pria tetap memiliki
risiko terkena penyakit osteoporosis. Sama seperti pada wanita, penyakit osteoporosis pada pria
juga dipengaruhi estrogen. Bedanya, laki-laki tidak mengalami menopause, sehingga
osteoporosis datang lebih lambat. Jumlah usia lanjut di Indonesia diperkirakan akan naik 414
persen dalam kurun waktu 1990-2025, sedangkan perempuan menopause yang tahun 2000
diperhitungkan 15,5 juta akan naik menjadi 24 juta pada tahun 2015. Dapat dibayangkan betapa
besar jumlah penduduk yang dapat terancam penyakit osteoporosis.
Beberapa fakta seputar penyakit osteoporosis yang dapat meningkatkan kesadaran akan
ancaman osteoporosis berdasar Studi di Indonesia:
• Prevalensi osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun untuk wanita sebanyak 18-36%,
• sedangkan pria 20-27%, untuk umur di atas 70 tahun untuk wanita 53,6%, pria 38%.
• Lebih dari 50% keretakan osteoporosis pinggang di seluruh dunia kemungkinan terjadi di Asia
pada 2050
• Mereka yang terserang rata-rata berusia di atas 50 tahun, Satu dari tiga perempuan dan satu dari
lima pria di Indonesia terserang osteoporosis atau keretakan tulang.
• Dua dari lima orang Indonesia memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis. (depkes, 2006)
Berdasar data Depkes, jumlah penderita osteoporosis di Indonesia jauh lebih besar dan
merupakan Negara dengan penderita osteoporosis terbesar ke 2 setelah Negara Cina.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Masyarakat Indonesia dapat mengetahui dampak bahaya dari penyakit osteoporosis sehingga
dapat dilakukan pencegahan sebelum terjadinya penyakit osteoporosis.
Untuk memperkecil angka osteoporosis khususnya di NAD dan Indonesia umumnya.
Untuk mengetahui cara penatalaksanaan dan pengobatan pada pasien Osteoporosis.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS MEDIS
A. DEFENISI
Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa tulang total. Terdapat
perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari
kecepatan pembentukan tulang, mengakibatkan penurunan masa tulang total. Tulang secara
progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah, tulang menjadi mudah fraktur dengan stres
yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada tulang normal.
Osteoporosis adalah penyakit tulang yang mempunyai sifat-sifat khas berupa massa
tulang yang rendah, disertai mikro arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang
dapat akhirnya menimbulkan kerapuhan tulang.
B. KLASIFIKASI
1. Osteoporosis Primer
Tipe 1 adalah tipe yang timbul pada wanita pascamenopause
Tipe 2 terjadi pada orang lanjut usia baik pria maupun wanita
2. Osteoporosis Skunder
disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan :
Kelainan hepar
Kegagalan ginjal kronis
Kurang gerak
Kebiasaan minum alkohol
Pemakai obat-obatan atau corticosteroid
Kelebihan kafein
Merokok
3. Osteoporosis Idiopatik
Yaitu : Osteoporosis yang tidak di ketahui penyebabnya dan di temukan pada Usia kanak-
kanak (juvenil), Usia remaja (adolesen), Pria usia pertengah.
C. ETIOLOGI
Osteoporosis postmenopausal terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada
wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita.
Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia diantara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul
lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki risiko yang sama untuk
menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah
menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam.
Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang
berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan
pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut.
Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita.
Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal.
Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder, yang
disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh
gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-
obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan).
Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan ini.
Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak
diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi
hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari
rapuhnya tulang.
D. FAKTOR – FAKTOR RESIKO PENYEBAB OSTEOPOROSIS
1. Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Di Ubah
a. Faktor Mekanis Atau Usia Lanjut
Faktor mekanis merupakan faktor yang terpenting dalarn proses penurunan massa tulang sehubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun demikian telah terbukti bahwa ada interaksi panting antara faktor mekanis dengan faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya aktivitas fisis
akan menurun dengan bertambahnya usia, dan karena massa tulang merupakan fungsi beban mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya usia.
b. Jenis Kelamin
Osreoporosis tiga kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria, perbedaan ini
disebabkan oleh faktor hormonal dan rangka tulang yang lebih kecil.
c. Faktor Genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang. Beberapa orang
mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam pada
umumnya mempunyai struktur tulang lebih kuat dan berat dari pada bangsa kulit putih. Jadi
seseorang yang mempunyai tulang kuat biasanya jarang terserang osteoporosis.
d. Riwayat Keluarga Atau Keturunan
Riwayat keluarga juga mempengaruhi penyakit osteoporosis, pada keluarga yang
mempunyai riwayat osteoporosis, anak-anak yang dilahirkannya cenderung mempunyai penyakit
yang sama.
e. Bentuk Tubuh
Kerangka tubuh dan skoliosis vertebra yang lemah juga dapat menyebabkan penyakit
osteoporesis. Keadaan ini terutama terjadi pada wanita antara usia 50-60 tahun dengan identitas
tulang yang rendah dan di atas usia 70 tahun dengan keadaan tubuh yng tidak ideal.
2. Faktor Resiko Yang Dapat Di Ubah
a. Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses penurunan massa tulang sehubungan dengan bertambahnya uisia, terutama pada wanita post menopause. Kalsium, merupakan nutrisi yang sangat penting, wanita-wanita pada masa pascamenopause, dengan masukan kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak baik, akan mengakibatkan keseimbangan kalsiumnya menjadi berkurang maka kemungkinan terjadinya osteoporosis ada, pada wanita dalam masa menopause keseimbangan kalsiumnya akan terganggu akibat masukan serta absorbsinya kurang dan ekskresi melalui urin yang bertambah dapat menyebabkan kekurangan atau kehilangan estrogen serta pergeseran keseimbangan kalsium sejumlah 25 mg per sehari pada masa menopause.
b. Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi penurunan massa tulang. Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino yang mengandung sulfat
melalui urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium. Pada umumnya protein tidak dimakan secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila makanan tersebut mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium yang negatif.
c. EstrogenBerkurangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya gangguan
keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium dari makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.
d. Rokok Dan KopiMerokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan penurunan
massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.
e. AlkoholAlkoholi merupakan masalah yang sering ditemukan. Individu dengan pengguna alkohol
mempunyai kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti tentang pengguna alkohol.
f. Gaya hidup.Aktifitas fisik yang kurang dan imobilisasi dengan penurunan penyangga berat badan
merupakan stimulus penting bagi resorpsi tulang. Beban fisik yang terintegrasi merupakan penentu dari puncak massa tulang.
E. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal terjadi proses yang terus menerus dan terjadi secara seimbang yaitu proses
resorbsi dan proses pembentukan tulang (remodelling). Setiap ada perubahan dalam
keseimbangan ini, misalnya proses resorbsi lebih besar dari proses pembentukan, maka akan
terjadi penurunan massa tulang
Proses konsolidasi secara maksimal akan dicapai pada usia 30-35 tahun untuk tulang bagian
korteks dan lebih dini pd bagian trabekula
Pada usia 40-45 th, baik wanita maupun pria akan mengalami penipisan tulang bagian korteks
sebesar 0,3-0,5 %/tahun dan bagian trabekula pada usia lebih muda
Pada pria seusia wanita menopause mengalami penipisan tulang berkisar 20-30 % dan pd wanita
40-50 %
Penurunan massa tulang lebih cepat pd bagian-bagian tubuh seperti metakarpal, kolum femoris,
dan korpus vertebra
Bagian-bagian tubuh yg sering fraktur adalah vertebra, paha bagian proksimal dan radius bagian
distal.
F. MANIFESTASI KLINIS
Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata. Ciri-ciri khas nyeri akibat fraktur kompressi pada
vertebra (paling sering Th 11 dan 12 ) adalah:
Nyeri timbul mendadak
Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang
Nyeri berkurang pada saat istirahat di t4 tidur
Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan dan akan bertambah oleh karena melakukan aktivitas
Deformitas vertebra thorakalis Penurunan tinggi badan
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan non-invasif yaitu ;
Pemeriksaan analisis aktivasi neutron yang bertujuan untuk memeriksa kalsium total dan massa
tulang.
Pemeriksaan absorpsiometri
Pemeriksaan komputer tomografi (CT)
Pemeriksaan biopsi yaitu bersifat invasif dan berguna untuk memberikan informasi mengenai
keadaan osteoklas, osteoblas, ketebalan trabekula dan kualitas meneralisasi tulang. Biopsi
dilakukan pada tulang sternum atau krista iliaka.
Pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan kimia darah dan kimia urine biasanya dalam batas
normal.sehingga pemeriksaan ini tidak banyak membantu kecuali pada pemeriksaan biomakers
osteocalein (GIA protein).
H. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah meningkatkan kepadatan tulang. Semua wanita, terutama
yang menderita osteoporosis, harus mengkonsumsi kalsium dan vitamin D dalam jumlah yang
mencukupi. Wanita pasca menopause yang menderita osteoporosis juga bisa mendapatkan
estrogen (biasanya bersama dengan progesteron) atau alendronat, yang bisa memperlambat atau
menghentikan penyakitnya. Bifosfonat juga digunakan untuk mengobati osteoporosis.
Pria yang menderita osteoporosis biasanya mendapatkan kalsium dan tambahan vitamin
D, terutama jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tubuhnya tidak menyerap kalsium dalam
jumlah yang mencukupi. Jika kadar testosteronnya rendah, bisa diberikan testosteron.
Patah tulang karena osteoporosis harus diobati. Patah tulang panggul biasanya diatasi dengan
tindakan pembedahan. Patah tulang pergelangan biasanya digips atau diperbaiki dengan
pembedahan. Pada kolaps tulang belakang disertai nyeri punggung yang hebat, diberikan obat
pereda nyeri, dipasang supportive back brace dan dilakukan terapi fisik.
Penanganan yang dapat di lakukan pada klien osteoporosis meliputi :
a. Diet
b. Pemberian kalsium dosis tinggi
c. Pemberian vitamin D dosis tinggi
d. Pemasangan penyangga tulang belakang (spina brace) untuk mengurangi nyeri punggung.
e. Pencegahan dengan menghindari faktor resiko osteoporosis (mis. Rokok, mengurangi
konsumsi alkohol, berhati-hati dalam aktifitas fisik).
f. Penanganan terhadap deformitas serta fraktur yang terjadi.
I. PENCEGAHAN
Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dengan mengkonsumsi kalsium yang
cukup.
Mengkonsumsi kalsium dalam jumlah yang cukup sangat efektif, terutama sebelum tercapainya
kepadatan tulang maksimal (sekitar umur 30 tahun). Minum 2 gelas susu dan tambahan vitamin
D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita setengah baya yang sebelumnya
tidak mendapatkan cukup kalsium. Sebaiknya semua wanita minum tablet kalsium setiap hari,
dosis harian yang dianjurkan adalah 1,5 gram kalsium.
Melakukan olah raga dengan beban
Olah raga beban (misalnya berjalan dan menaiki tangga) akan meningkatkan kepadatan tulang.
Berenang tidak meningkatkan kepadatan tulang.
Mengkonsumsi obat (untuk beberapa orang tertentu)
Estrogen membantu mempertahankan kepadatan tulang pada wanita dan sering diminum
bersamaan dengan progesteron. Terapi sulih estrogen paling efektif dimulai dalam 4-6 tahun
setelah menopause; tetapi jika baru dimulai lebih dari 6 tahun setelah menopause, masih bisa
memperlambat kerapuhan tulang dan mengurangi resiko patah tulang. Raloksifen merupakan
obat menyerupai estrogen yang baru, yang mungkin kurang efektif daripada estrogen dalam
mencegah kerapuhan tulang, tetapi tidak memiliki efek terhadap payudara atau rahim. Untuk
mencegah osteroporosis, bisfosfonat (contohnya alendronat), bisa digunakan sendiri atau
bersamaan dengan terapi sulih hormon.
Hindari :
Makanan tinggi protein
Minum alkohol
Merokok
Minum kopi
Minum antasida yang mengandung aluminium
BAB. III
PENUTUP
Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa tulang total. Terdapat
perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari
kecepatan pembentukan tulang, pengakibatkan penurunan masa tulang total. Tulang secara
progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah; tulang menjadi mudah fraktur dengan stres
yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada tulang normal. Klasifikasi osteoporosis yaitu :
1. Osteoporosis Primer
Tipe 1 adalah tipe yang timbul pada wanita pascamenopause
Tipe 2 terjadi pada orang lanjut usia baik pria maupun wanita
2. Osteoporosis Skunder disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan :
Cushing's disease
Hyperthyroidism
Hyperparathyroidism
Hypogonadism
Kelainan hepar
Kegagalan ginjal kronis
Kurang gerak
Kebiasaan minum alkohol
Pemakai obat-obatan/corticosteroid
Kelebihan kafein dan merokok
3. Osteoporosis Idiopatik
Yaitu : Osteoporosis yang tidak di ketahui penyebabnya dan di temukan pada :
1. Usia kanak-kanak (juvenil)
2. Usia remaja (adolesen)
3. Pria usia pertengah
DAFTAR PUSTAKA
1. Potter, Patricia A ( 2005 ). Buku Dasar Fudamental Keperawatan, Keperawatan ; Konsep,
proses, dan praktik, EGC. Jakarta.
2. K.St Pamoentjak, Dr. Med. Ahmad (2003). Kamus Kedokteran arti dan keterangan istilah.
Jakarta.
3. Frost HM, Thomas CC. Bone Remodeling Dynamics. Springfield, IL: 1963.