22
TUGAS MATA PELAJARAN PEND.AGAMA ISLAM MAKALAH dan PRESENTASI PERNIKAHAN DINIDisusun Oleh: AAN ANITA Apik kondang ANGGI SETIAWAN DIANA OKTAFIYA NIA WULANDARI RISKA DIANA RUSTIKA NURALI SARI’AH SLAMET SUHERDI SUSY IRAWATI APRILA NINGSIH

Makalah PAI (Poernikahan Dini)

  • Upload
    jihanw1

  • View
    971

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah PAI (Poernikahan Dini)

TUGAS MATA PELAJARAN PEND.AGAMA ISLAM

MAKALAH dan PRESENTASI“PERNIKAHAN DINI”

Disusun Oleh:

AAN ANITA Apik kondang ANGGI SETIAWAN DIANA OKTAFIYA NIA WULANDARI RISKA DIANA RUSTIKA NURALI SARI’AH SLAMET SUHERDI SUSY IRAWATI APRILA NINGSIH

Jln. Raya cikedung – terisi kec.cikedung kab.indramayu

Page 2: Makalah PAI (Poernikahan Dini)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang1.2 Tujuan1.3 Manfaat

BAB II LANDASAN TEORI2.1 Definisi Pernikahan Dini2.2 Cinta dan Perkawinan

BAB III PEMBAHASAN3.1 Hukum Pernikahan 3.2 Dampak Pernikahan Dini3.3 Upaya Menyikapi atau Mencegah Terjadinya Pernikahan Dini

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN4.1 Kesimpulan4.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Page 3: Makalah PAI (Poernikahan Dini)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangStatistik kejadian pernikahan dini meningkat berlalunya waktu. Terutama

pasca beredarnya berbagai pemberitaan di seluruh jenis media (audio, visual dan audiovisual) akan pernikah dini yang dilakukan tidak hanya 1-2 selebritis namun segelintir orang dengan tingkat pemberitaan tinggi sehingga menyebabkan proses conditioning terjadi di masyarakat konsumen berita. Proses conditioning sendiri adalah proses adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat akan berbagai budaya baru yang terjadi namun akibat pemberitaan yang berulang-ulang budaya tersebut semakin cepat dapat diterima oleh masyarakat dan dijadikan bagian dari budaya masyarakat itu sendiri.

Berbagai pemberitaan tersebut lah (spesifikasi : pemberitaan pernikahan dini yang dilakukan oleh selebritis) yang melatarbelakangi kami untuk memilih topik “Pernikahan Dini” sebagai topik yang diangkat dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari berbagai pemberitaan akan “Pernikahan Dini” yang terjadi, masih banyak orang yang salah mengartikan pernikahan dini dan tidak mengerti baik-buruknya jenis pernikahan ini. Hal itu juga termasuk salah satu faktor yang melatar belakangi diangkatnya topik “Pernikahan Dini” ini.

Kami berharap agar makalah ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya sebagai sumber informasi terkait topik pernikahan siri. Maka dari itu, kami tim penyusun berusaha sebaik-baiknya untuk mengumpulkan berbagai informasi dari berbagai sumber dan narasumber untuk dimasukkan ke dalam makalah ini agar kelak dapat dijadikan sebagai referensi oleh pihak-pihak yang membutuhkan.

1.2 TujuanTujuan pembuatan makalah ini antara lain :

a. agar siswa (pembaca makalah dan audiens presentasi) memahami berbagai definisi akan pernikahan dini.

b. agar siswa dan siswi mengerti dan mengetahui landasan hukum terkait memnikah diusia dini baik ditinjau dari sudut pandang Islam dan pembahasan berbagai rancangan undang-undang.

c. agar siswa mengetahui dampak positif dan dampak negatif dari prenikahan dini.

d. siswa dapat mengeluarkan berbagai pendapatnya terkait pernikahan diusia dini dan berdiskusi satu sama lain.

e. Memenuhi salah satu syarat atau tugas mata pelajaran pendidikan agama islam.

1.3 Manfaata. Dengan penjelasan yang detail dan berbagai kajian akan negatif-positifnya

pernikahan diusia dini, siswa akan dapat mengerti bahwa menikah diusia dini lebih banyak menimbulkan hal negatif dan pada akhirnya dapat dijadikan pencegahan akan terjadinya pernikahan dini.

Page 4: Makalah PAI (Poernikahan Dini)

b. Membantu berbagai kalangan untuk menyamakan pikiran akan tidak baiknya menikah diusia dini terutama untuk latar belakang non-kekurangan biaya.

c. Membantu mensosialisasikan apa sebenarnya pernikahan dini itu dan tindakan apa yang dapat kita lakukan untuk mengurangi angka terjadinya pernikahan diusia dini.

d. Menambah pengetahuan siswa agar memahami berbagai fakta, pro dan kontra terkait pernikahan diusia dini dan hukum-hukum yang terkait di dalam pernikahan dini.

Page 5: Makalah PAI (Poernikahan Dini)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Definisi Pernikahan Dini

Pernikahan Dini merupakan sebuah nama yang lahir dari komitmen moral dan

keilmuan yang sangat kuat, sebagai sebuah solusi alternative, setidaknya menurut

penawaran Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono pada tahun 1983, melalui tulisannya

berjudul Bagaimana Kalau Kita Galakkan Perkawinan Remaja? Ketika fitnah syahwat

kian tak terkendali, ketika seks pranikah semakin merajalela, terutama yang dilakukan

oleh kaum muda yang masih duduk di bangku-bangku sekolah, tidak peduli apakah

dia SMP bahkan SD, apalagi SMA maupun perguruan tinggi.

Tapi sederet pertanyaan dan kekhawatiranpun muncul. Nikah diusia remaja,

mungkinkah? Siapkah mental dan materinya? Bagaimana respon masyarakat? Apa

tidak mengganggu sekolah? Dan masih banyaksederetpertanyaanlainnya.

Dari sisi psikologis, memang wajar kalau banyak yang merasa khawatir. Bahwa

pernikahan di usia muda akan menghambat studi atau rentan konflik yang berujung

perceraian, karena kekurangsiapan mental dari kedua pasangan yang masih belum

dewasa betul. Hal ini terbaca jelas dalam senetron “Pernikahan Dini” yang pernah

ditayangkan di salah satu stasiun televisi. Beralasan memang, bahwa mental dan

kedewasaan lebih berarti dari sekedar materi, untuk menciptakan sebuah rumah

tangga yang sakinah seperti yang diilustrasikan oleh sinetron tersebut.

1. Pernikahan Dini dalam Perspektif  Psikologi

Sebetulnya, kekhawatiran dan kecemasan timbulnya persoalan-persoalan psikis dan

sosial telah dijawab dengan logis dan ilmiah oleh Muhammad Fauzil Adhim dalam

bukunya “Indahnya Pernikahan Dini”, juga oleh Clarke-Stewart & Koch lewat

bukunya “Children Development Through”: bahwa pernikahan di usia remaja dan

masih di bangku sekolah bukan sebuah penghalang untuk meraih prestasi yang lebih

Page 6: Makalah PAI (Poernikahan Dini)

baik, bahwa usia bukan ukuran utama untuk menentukan kesiapan mental dan

kedewasaan seseorang bahwa menikah bisa menjadi solusi alternatif untukmengatasi

kenakalan kaum remaja yang kian tak terkendali.

Di kedua buku itu (dan juga di sekitar kita) ada banyak bukti empiris dan tidak perlu

dipaparkan disini bahwa menikah di usia dini tidak menghambat studi, bahkan justru

bisa menjadi motivasi untuk meraih puncak prestasi yang lebih cemerlang (seperti

tertera sederet nama orang sukses yang melakukan pernikahan dini). Selain itu,

menurut bukti-bukti (bukan hanya sekedar teori) psikologis, pernikahan dini juga

sangat baik untuk pertumbuhan emosi dan mental, sehingga kita akan lebih mungkin

mencapai kematangan yang puncak (Muhammad Fauzil Adhim, Indahnya Pernikahan

Dini, 2002). Bahkan menurut Abraham M. Maslow, pendiri psikologi humanistik

yang menikah di usia 20 tahun, orang yang menikah di usia dini lebih mungkin

mencapai taraf aktualisasi diri lebih cepat dan lebih sempurna dibanding dengan

mereka yang selalu menunda pernikahan. Pernikahan yang sebenarnya, menurut M.

Maslow, dimulai dari saat menikah. Pernikahan akan mematangkan seseorang

sekaligus memenuhi separuh dari kebutuhan-kebutuhan psikologis manusia, yang

pada gilirannya akan menjadikan manusia, mampu mencapai puncak pertumbuhan

kepribadian yang mengesankan ibid).

Bagaimana dengan hasil penelitian di salah satu kota di Yogya bahwa angka

perceraian meningkat signifikan karena pernikahan dini? Ternyata, setelah diteliti,

pernikahan dini yang rentan perceraian itu adalah pernikahan yang diakibatkan

“kecelakaan” (yang disengaja). Hal ini bisa dimaklumi, sebab pernikahan karena

kecelakaan lebih karena keterpaksaan, bukan kesadaran dan kesiapan serta orientasi

nikah yang kuat.

Adapun urgensi pernikahan terhadap upaya menanggulangi kenakalan remaja

barangkali tidak bias dibantah. Takut rasanya ketika kita mendengar hasil sebuah

penelitian bahwa 90% mahasiswi di salah satu kota besar di negara muslim ini sudah

tidak perawan lagi. Pergaulan bebas atau free sex sama sekali bukan nama yang asing

di telinga kaum remaja, saat ini. Kita akan menyaksikan kehancuran yang

berlangsung pelan-pelan, tapi sangat mengerikan para gadis (yang sudah tidak gadis

lagi) hamil di luar nikah. Untuk menanggulangi musibah kaum remaja ini hanya satu

jawabnya: nikah.

Page 7: Makalah PAI (Poernikahan Dini)

1. Pernikahan Dini dalam Perspektif Agama

Jika menurut psikologis, usia terbaik untuk menikah adalah usia antara 19 sampai 25,

maka bagaimana dengan agama? Rasulullah saw.Bersabda:

“Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian telah mencapai ba’ah, maka

kawinlah. Karena sesungguhnya kawin lebih bisa menjaga pada pandangan mata dan

lebih menjaga kemaluan. Bila tidak mampu melaksanakannya maka berpuasalah

karena puasa baginya adalah kendali (dari gairah seksual)” (HR. Imam yang lima).

Hadits di atas dengan jelas dialamatkan kepada syabab (pemuda). Siapakah syabab

itu? Mengapa kepada syabab? Menurut mayoritas ulama, syabab adalah orang yang

telah mencap aqil baligh dan usianya belum mencapai tiga puluh tahun. Aqil baligh

bisa ditandai dengan mimpi basah (ihtilam) atau masturbasi (haid bagi wanita) atau

telah mencapai usia limabelas tahun. Ada apa dengan syabab?

Sebelumnya, menarik diperhatikan sabda Nabi savv,

“perintahkanlah anak-anakmu mengerjakan shalat ketika mereka berumur tujuh

tahun, dan pukullah mereka karena tidak mengerjakannya setelah berusia sepuluh

tahun dan pisahkan tempat tidurnya” (Ahmad dan Abu Dawud).

Pesan Nabi di atas, selain bermakna sebagai pendidikan bagi anak juga menyimpan

sebuah isyarat bahwa padausia sepuluh tahun, seorang anak telah memiliki potensi

menuju kematangan seksual. Sebuah isyarat dari Nabi saw, Sembilan belas Abad

yang silam. Kini, dengan kemajuan teknologi yang kian canggih, media informasi

(baik cetak atau elektronik) yang terus menyajikan tantangan seksual bagi kaum

remaja, maka tak heran apabila sering terjadi pelecehan seksual yang dilakukan oleh

anak ingusan yang masih di bangku sekolah dasar. Karenanya, Sahabat Abdullah bin

Mas’ud ra, selalu membangun orientasi menikah kepada para pemuda yang masih

single dengan mengajak mereka berdoa agar segera diberi isteri yang shalihah.

Salah satu faktor dominan yang sering membuat kita terkadang takut melangkah

adalah kesiapan dari sisi ekonomi. Ini memang wajar. Tapi sebagai hamba yang

Page 8: Makalah PAI (Poernikahan Dini)

beriman. Bukankah Allah telah menjamin rezeki hamba-Nya yang mau menikah,

seperti yang tersirat dalam suratal-Nur ayat 32 yang artinya, “dan jika mereka miskin

maka Allah akan membuatnya kaya dengan karunia-Nya”. Bukankah Rasul-Nya juga

menjamin kita dengan sabdanya, “Barang siapa yang ingin kaya, maka kawinlah.

2.2. Cinta dan Perkawinan

Satu hari, Plato bertanya pada gurunya, “Apa itu cinta? Bagaimana saya bisa

menemukannya?”

Gurunya menjawab, “Ada ladang gandum yang luas didepan sana. Berjalanlah kamu

dan tanpa boleh mundur kembali, kemudian ambillah satu saja ranting. Jika kamu

menemukan ranting yang kamu anggap paling menakjubkan, artinya kamu telah

menemukan cinta”

Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan tangan kosong, tanpa

membawa apapun.

Gurunya bertanya, “Mengapa kamu tidak membawa satupun ranting?”

Plato menjawab, “Aku hanya boleh membawa satu saja, dan saat berjalan tidak boleh

mundur kembali (berbalik). Sebenarnya aku telah menemukan yang paling

menakjubkan, tapi aku tak tahu apakah ada yang lebih menakjubkan lagi di depan

sana, jadi tak kuambil ranting tersebut Saat kumelanjutkan berjalan lebih jauh lagi,

baru kusadari bahwasanya ranting – ranting yang kutemukan kemudian tak sebagus

ranting yang tadi, jadi tak kuambil sebatangpun pada akhirnya”

“Gurunya kemudian menjawab ” Jadi ya itulah cinta”

Di hari yang lain, Plato bertanya lagi pada gurunya, “Apa itu perkawinan? Bagaimana

saya bisa menemukannya?”

Gurunya pun menjawab “Ada hutan yang subur didepan sana. Berjalanlah tanpa boleh

mundur kembali (menoleh) dan kamu hanya boleh menebang satu pohon saja. Dan

tebanglah jika kamu menemukan pohon yang paling tinggi, karena artinya kamu telah

menemukan apa itu perkawinan”

Page 9: Makalah PAI (Poernikahan Dini)

Plato pun menjawab, “Sebab berdasarkan pengalamanku sebelumnya, setelah

menjelajah hampir setengah hutan, ternyata aku kembali dengan tangan kosong. Jadi

dikesempatan ini, aku lihat pohon ini, dan kurasa tidaklah buruk-buruk amat, jadi

kuputuskan untuk menebangnya dan membawanya kesini. Aku tidak mau

menghilangkan kesempatan untuk mendapatkannya

Gurunyapun kemudian menjawab, “Dan ya itulah perkawinan”

Cinta itu semakin dicari, maka semakin tidak ditemukan.

Cinta adanya di dalam lubuk hati, ketika dapat menahan keinginan dan harapan yang

lebih.

Ketika pengharapan dan keinginan yang berlebih akan cinta, maka yang didapat

adalah kehampaan… tiada sesuatupun yang didapat, dan tidak dapat dimundurkan

kembali.

Waktu dan masa tidak dapat diputar mundur.

Terimalah cinta apa adanya.

Perkawinan adalah kelanjutan dari Cinta.

Adalah proses mendapatkan kesempatan, ketika kamu mencari yang terbaik diantara

pilihan yang ada, maka akan mengurangi kesempatan untuk mendapatkannya.

Ketika kesempurnaan ingin kau dapatkan, maka sia – sialah waktumu dalam

mendapatkan

perkawinan itu, karena sebenarnya kesempurnaan itu hampa adanya.

Page 10: Makalah PAI (Poernikahan Dini)

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Hukum Pernikahan

Pasal 6 ayat 2 UU No. 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa untuk melangsungkan suatu

perkawinan seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat ijin dari

kedua orang tua.

Namun dalam prakteknya didalam masyarakat sekarang ini masih banyak dijumpai

sebagian masyarakat yang melangsungkan perkawinan di usia muda atau di bawah

umur. Sehingga Undang-undang yang telah dibuat, sebagian tidak berlaku di suatu

daerah tertentu meskipun Undang-Undang tersebut telah ada sejak dahulu. Di

Indonesia pernikahan dini berkisar 12-20% yang dilakukan oleh pasangan baru.

Biasanya, pernikahan dini dilakukan pada pasangan usia muda usia rata-rata umurnya

antara 16-20 tahun. Secara nasional pernikahan dini dengan usia pengantin di bawah

usia 16 tahun sebanyak 26,95%. Di Tasikmalaya sendiri khususnya di desa

Mandalagiri kecamatan Leuwisari kabupaten Tasikmalya yang telah melangsungkan

perkawinan pada usia muda berjumlah lebih dari 15 orang.

Padahal pernikahan yang ideal untuk perempuan adalah 21-25 tahun sementara laki-

laki 25-28 tahun. Karena di usia itu organ reproduksi perempuan secara psikologis

sudah berkembang dengan baik dan kuat serta siap untuk melahirkan keturunan secara

fisik pun mulai matang. Sementara laki-laki pada usia itu kondisi psikis dan fisiknya

sangat kuat, hingga mampu menopang kehidupan keluarga untuk melindungi baik

sera psikis emosional, ekonomi dan sosial.

Melakukan pernikahan tanpa kesiapan dan pertimbangan yang matang dari satu sisi

dapat mengindikasikan sikap tidak affresiatif terhadap makna nikah dan bahkan lebih

jauh bisa merupakan pelecehan terhadap kesakralan sebuah pernikahan. Sebagian

masyarakat yang melangsungkan perkawinan usia muda ini dipengaruhi karena

Page 11: Makalah PAI (Poernikahan Dini)

adanya beberapa faktor-faktor yang mendorong mereka untuk melangsungkan

perkawinan usia muda atau di bawah umur.

3.2. Dampak Pernikahan Dini

Baru saja kita mendengar berita diberbagai media tentang kyai kaya yang menikahi

anak perempuan yang masih belia berumur 12 tahun. Berita ini menarik perhatian

khalayak karena merupakan peristiwa yang tidak lazim. Apapun alasannya,

perkawinan tersebut dari tinjauan berbagai aspek sangat merugikan kepentingan anak

dan sangat membahayakan kesehatan anak akibat dampak perkawinan dini atau

perkawinan di bawah umur. Berbagai dampak pernikahan dini atau perkawinan

dibawah umur dapat dikemukakan sbb.:

1. Dampak terhadap hukum

Adanya pelanggaran terhadap 3 Undang-undang di negara kita yaitu:

a. UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan

Pasal 7 (1) Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19

tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.

Pasal 6 (2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21

tahun harus mendapat izin kedua orang tua.

b. UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Pasal 26 (1) Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:

mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak

1.) menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya dan;

2.) mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.

c. UU No.21 tahun 2007 tentang PTPPO

Patut ditengarai adanya penjualan/pemindah tanganan antara kyai dan orang tua anak

yang mengharapkan imbalan tertentu dari perkawinan tersebut.

Amanat Undang-undang tersebut di atas bertujuan melindungi anak, agar anak tetap

memperoleh haknya untuk hidup, tumbuh dan berkembang serta terlindungi dari

perbuatan kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi.

Page 12: Makalah PAI (Poernikahan Dini)

Sungguh disayangkan apabila ada orang atau orang tua melanggar undang-undang

tersebut. Pemahaman tentang undang-undang tersebut harus dilakukan untuk

melindungi anak dari perbuatan salah oleh orang dewasa dan orang tua. Sesuai

dengan 12 area kritis dari Beijing Platform of Action, tentang perlindungan terhadap

anak perempuan.

2. Dampak biologis

Anak secara biologis alat-alat reproduksinya masih dalam proses menuju kematangan

sehingga belum siap untuk melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya, apalagi

jika sampai hamil kemudian melahirkan. Jika dipaksakan justru akan terjadi trauma,

perobekan yang luas dan infeksi yang akan membahayakan organ reproduksinya

sampai membahayakan jiwa anak. Patut dipertanyakan apakah hubungan seks yang

demikian atas dasar kesetaraan dalam hak reproduksi antara isteri dan suami atau

adanya kekerasan seksual dan pemaksaan (penggagahan) terhadap seorang anak.

3.  Dampak Psikologis

Secara psikis anak juga belum siap dan mengerti tentang hubungan seks, sehingga

akan menimbulkan trauma psikis berkepanjangan dalam jiwa anak yang sulit

disembuhkan. Anak akan murung dan menyesali hidupnya yang berakhir pada

perkawinan yang dia sendiri tidak mengerti atas putusan hidupnya. Selain itu, ikatan

perkawinan akan menghilangkan hak anak untuk memperoleh pendidikan (Wajar 9

tahun), hak bermain dan menikmati waktu luangnya serta hak-hak lainnya yang

melekat dalam diri anak.

4. Dampak Sosial

Fenomena sosial ini berkaitan dengan faktor sosial budaya dalam masyarakat patriarki

yang bias gender, yang menempatkan perempuan pada posisi yang rendah dan hanya

dianggap pelengkap seks laki-laki saja. Kondisi ini sangat bertentangan dengan ajaran

agama apapun termasuk agama Islam yang sangat menghormati perempuan

(Rahmatan lil Alamin). Kondisi ini hanya akan melestarikan budaya patriarki yang

bias gender yang akan melahirkan kekerasan terhadap perempuan.

Page 13: Makalah PAI (Poernikahan Dini)

5. Dampak perilaku seksual menyimpang

Adanya prilaku seksual yang menyimpang yaitu prilaku yang gemar berhubungan

seks dengan anak-anak yang dikenal dengan istilah pedofilia. Perbuatan ini jelas

merupakan tindakan ilegal (menggunakan seks anak), namun dikemas dengan

perkawinan se-akan2 menjadi legal. Hal ini bertentangan dengan UU.No.23 tahun

2002 tentang Perlindungan Anak khususnya pasal 81, ancamannya pidana penjara

maksimum 15 tahun, minimum 3 tahun dan pidana denda maksimum 300 juta dan

minimum 60 juta rupiah. Apabila tidak diambil tindakan hukum terhadap orang yang

menggunakan seksualitas anak secara ilegal akan menyebabkan tidak ada efek jera

dari pelaku bahkan akan menjadi contoh bagi yang lain. Dari uraian tersebut jelas

bahwa pernikahan dini atau perkawinan dibawah umur (anak) lebih banyak mudharat

daripada manfaatnya. Oleh karena itu patut ditentang. Orang tua harus disadarkan

untuk tidak mengizinkan menikahkan/mengawinkan anaknya dalam usia dini atau

anak dan harus memahami peraturan perundang-undangan untuk melindungi anak.

Masyarakat yang peduli terhadap perlindungan anak dapat mengajukan class-action

kepada pelaku, melaporkan kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesai (KPAI),

LSM peduli anak lainnya dan para penegak hukum harus melakukan penyelidikan dan

penyidikan untuk melihak adanya pelanggaran terhadap perundangan yang ada dan

bertindak terhadap pelaku untuk dikenai pasal pidana dari peraturan perundangan

yang ada. (UU No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU Perkawinan, UU

PTPPO).

3.3. Upaya Menyikapi atau mencegah Terjadinya Pernikahan Dini

Sedikit di permukaan atau terekspos dan sangat marak di dasar atau di tengah

masyarakat luas. Dalih utama yang digunakan untuk memuluskan jalan melakukan

pernikahan dengan anak di bawah umur adalah mengikuti sunnah Nabi SAW. Namun,

dalih seperti ini biasa jadi bermasalah karena masih terdapat banyak pertentangan di

kalangan umat muslim tentang kesahihan informasi mengenai pernikahan anak di

bawah umur yang dilakukan Nabi SAW dengan Aisyah r.a. Selain itu, peraturan

perundang – undangan yang belaku di Indonesia dengan sangat jelas menentang

keberadaan pernikahan anak di bawah umur. Jadi tidak ada alasan lagi pihak – pihak

tertentu untuk melegalkan tindakan mereka yang berkaitan dengan pernikahan anak di

bawah umur. Pemerintah harus berkomitmen serius dalam menegakkan hukum yang

Page 14: Makalah PAI (Poernikahan Dini)

berlaku terkait pernikahan anak di bawah umur sehingga pihak – pihak yang ingin

melakukan pernikahan dengan anak di bawah umur berpikir dua kali terlebih dahulu

sebelum melakukannya. Selain itu, pemerintah harus semakin giat mensosialisasikan

undang – undang terkait pernikahan anak di bawah umur beserta sanksi – sanksi bila

melakukan pelanggaran dan menjelaskan resiko – resiko terburuk yang bisa terjadi

akibat pernikahan anak di bawah umur kepada masyarakat, diharapkan dengan upaya

tersebut, masyarakat tahu dan sadar bahwa pernikahan anak di bawah umur adalah

sesuatu yang salah dan harus dihindari. Upaya pencegahan pernikahan anak dibawah

umur dirasa akan semakin maksimal bila anggota masyarakat turut serta berperan

aktif dalam pencegahan pernikahan anak di bawah umur yang ada di sekitar  mereka.

Sinergi antara pemerintah dan masyarakat merupakan jurus terampuh sementara ini

untuk mencegah terjadinya pernikahan anak di bawah umur sehingga kedepannya di

harapkan tidak akan ada lagi anak yang menjadi korban akibat pernikahan tersebut

dan anak – anak Indonesia bisa lebih optimis dalam menatap masa depannya kelak. 

Page 15: Makalah PAI (Poernikahan Dini)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Melakukan pernikahan tanpa kesiapan dan pertimbangan yang matang dari

satu sisi dapat mengindikasikan sikap tidak affresiatif terhadap makna nikah dan

bahkan lebih jauh bisa merupakan pelecehan terhadap kesakralan sebuah pernikahan.

Sebagian masyarakat yang melangsungkan perkawinan usia muda ini dipengaruhi

karena adanya beberapa faktor-faktor yang mendorong mereka untuk melangsungkan

perkawinan usia muda atau di bawah umur. Perkawinan hanya diizinkan jika pihak

pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.

Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun

harus mendapat izin kedua orang tua.

B. Saran

Menikahlah kamu diusia yang cukup matang. Idealnya untuk perempuan

adalah 21-25 tahun sementara laki-laki 25-28 tahun. Karena di usia itu organ

reproduksi perempuan secara psikologis sudah berkembang dengan baik dan kuat

serta siap untuk melahirkan keturunan secara fisik pun mulai matang. Sementara laki-

laki pada usia itu kondisi psikis dan fisiknya sangat kuat, hingga mampu menopang

kehidupan keluarga untuk melindungi baik sera psikis emosional, ekonomi dan sosial.

Page 16: Makalah PAI (Poernikahan Dini)

DAFTAR PUSTAKA

a. Artikel “Rancangan Undang-Undang Materil oleh Peradilan Agama Bidang Perkawinan”

b. Google.com keyword : definisi PERNIKAHAN DINIc. Buku Agama Islam Sekolah Menengah Atas kelas XII d. www.2pik.co.cc e. www.apikkondang.co.nr