14
Karsinoma Esofagus, Komplikasi dan Pencegahannya Gian Alodia Risamasu 102011344 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta Pendahuluan Esofagus merupakan organ berupa tabung muskular yang berfungsi dalam transport bahan-bahan yang ditelan. Panjangnya kira-kira 24 cm, menghubungkan faring yang terletak sekitar vertebra servikal 6, dan esophagogastric junction yang berada tepat di bawah diafragma pada ketinggian vertebra torakal 11. Jika dihitung dari gigi seri (incisivus) panjang esofagus ini kira-kira 40 cm. Mukosa esofagus terdiri atas epitel berlapis gepeng yang merupakan kelanjutan dari mukosa faring, lamina propria berupa jaringan ikat longgar yang berada langsung di bawah epitel, dan lamina muskularis mukosa. Di bawah mukosa terdapat lapisan submukosa yang terdiri atas serat elastik dan kolagen. Lapisan muskular pada 50% sampai 60% bagian bawah esofagus merupakan otot Alamat Korespondensi: Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510 Telephone: (021) 5694-2061 (hunting), Fax: (021) 563-1731 Email: [email protected] 1

Makalah PBL Blok 16

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pbl blok 16Sistem Digestivus

Citation preview

Page 1: Makalah PBL Blok 16

Karsinoma Esofagus, Komplikasi dan Pencegahannya

Gian Alodia Risamasu

102011344

Mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta

Pendahuluan

Esofagus merupakan organ berupa tabung muskular yang berfungsi dalam transport

bahan-bahan yang ditelan. Panjangnya kira-kira 24 cm, menghubungkan faring yang terletak

sekitar vertebra servikal 6, dan esophagogastric junction yang berada tepat di bawah diafragma

pada ketinggian vertebra torakal 11. Jika dihitung dari gigi seri (incisivus) panjang esofagus ini

kira-kira 40 cm. Mukosa esofagus terdiri atas epitel berlapis gepeng yang merupakan kelanjutan

dari mukosa faring, lamina propria berupa jaringan ikat longgar yang berada langsung di bawah

epitel, dan lamina muskularis mukosa. Di bawah mukosa terdapat lapisan submukosa yang

terdiri atas serat elastik dan kolagen. Lapisan muskular pada 50% sampai 60% bagian bawah

esofagus merupakan otot polos, pada 5% bagian proksimal adalah otot skelet, sisanya berupa

campuran otot polos dan otot skelet.1

Seperti saluran cerna lainnya, pada esofagus dapat tumbuh tumor baik jinak maupun

ganas. Tumor ganas yang paling sering ditemukan di esofagus adalah karsinoma sel skuamosa.

Penyebab tumor esofagus tidak diketahui, namun faktor risiko yang diduga mempengaruhi

adalah faktor genetik dan iritasi asam yang kronik pada gastroesofageal reflus disease (GERD).

Hampir 95% kanker esofagus merupakan karsinoma yang berasal dari epitel berlapis gepeng

(squamous cell carcinoma) yang melapisi lumen esofagus.2

Alamat Korespondensi:Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaArjuna Utara No. 6 Jakarta 11510Telephone: (021) 5694-2061 (hunting),Fax: (021) 563-1731Email: [email protected]

1

Page 2: Makalah PBL Blok 16

Anamnesis

Anamnesis riwayat medis yang cermat harus mencakup penilaian terhadap kesehatan

umu pasien. Riwayat diet yang teliti perlu ditanyakan. Demikian pula, penggunaan obat oleh

pasien yang harus ditinjau kembali. Faktor-faktor psikologi dapat memainkan peranan sebagai

penyebab, gejala depresi atau histeria harus dicatat.3

Pada skenario yang didapat, pasien datang dengan keluhan muntah setiap makan yang

semakin berat sejak 1 minggu smrs. Sebenarnya sudah sekitar 1 bulan pasien muntah-muntah

setiap makan, tapi awalnya minum masih bisa. Seminggu terakhir minum juga dimuntahkan.

Muntah sekitar 10-15 menit sehabis makan. Sejak 10 tahun pasien dikatakan sakit maag. Dalam

3 tahun terakhir badan makin kurus, semua pakaian menjadi longgar.

Hal yang harus ditanyakan adalah mengenai keluhan muntah pasien. Tanyakan apa isi

muntahan, apakah ada darah atau lendir. Tanyakan bagaimana konsistensi muntah, apakah cair,

atau kental, dan sebagainya. Tanyakan juga bagaimana frekuensi muntah selama 1 hari, apakah

selalu sehabis makan, atau saat pagi saja, malam saja. Tanyakan volume muntah, apakah segelas,

atau kebih banyak dari itu.

Tanyakan secara khusus mengenai gambaran sistemik penyakit seperti, demam,

penurunan berat badan, dan gejala lain ynag dirasakan pasien. Temukan akibat fungsional seperti

pasien tak dapat berjalan, makan, dan lain-lain. Tanyakan mengenai penyakit maag yang diderita

pasien, apakah sudah pernah diobati sebelumnya, apa obat yang pernah dikonsumsi, dan

bagaimana perubahan kondisi fisik pasien seteleh mengkonsumsi obat tersebut. Tanyakan apa

pekerjaan pasien, lingkungan tempat tinggalnya, makanan sehari-hari yang dimakan. Tanyakan

juga riwayat penyakit keluarga, apakah ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit

yang sama.

Pemeriksaan Fisik

Hasil pemeriksaan fisik jarang dapat membantu menegakkan diagnosis kanker esofagus,

tetapi penemuan adanya kelainan fisis akan bermanfaat dalam menentukan prognosis.1

2

Page 3: Makalah PBL Blok 16

Pada kanker esofagus adanya limfadenopati, hepatomegali, pneumonia, dan sindrom

Horner menunjukan bahwa kankernya sudah stadium lanjut. Limfadenopati dijumpai di daerah

servikal supraklavikular dan aksila.1

Differential Diagnose

Akalasia

Akalasia adalah gangguan motorik yang mengenai segmen otot polos di duapertiga

bawah esofagus, akibat dari degenerasi neuron pleksus mienterik intramural. Akibat terjadi

gangguan relaksasi LES (lower esophageal sphincter) dan hilangnya peristaltik, yang

menimbulkan disfagia, nyeri dada dan regurgitasi. Akalasia menyebabkan obstruksi fungsional

dan berkurangnya peristaltik di esofagus, sehingga mengganggu pengosongannya. Obstruksi

fungsional ini bias diatasi bila tekanan hidrostatik makanan melebihi tekanan LES. Hal ini yang

menjelaskan kenapa pada tahap awal akalasia masih bisa menelan makanan padat. Mayoritas

usia 25-60 tahun sering menderita penyakit ini. Kelainan ini tidak berhubungan dengan faktor

herediter dan memerlukan waktu bertahun-tahun hingga timbul gejala.2 Bila ditinjau dari etiologi

akalasia dibagi menjadi 2 bagian, yaitu: akalasia primer, yang diduga disebabkan oleh virus

neurotopik yang berakibat lesi pada nukleus dorsalis vagus pada batang otak dan ganglia

misenterikus pada esofagus; dan akalasia sekunder yang dapat disebabkan oleh infeksi (misalnya

Penyakit Chagas), tumor intraluminer seperti tumor kardia atau pendorongan ekstra luminer

seperti pseudokista pankreas.

Penyakit Refluks Gastroesofageal (Gastroesophageal reflux disease / GERD)

Refluks gastroesofageal sebenarnya merupakan proses fisiologis normal yang banyak

dialami orang sehat, terutama sesudah makan. GERD adalah kondisi patologis dimana sejumlah

isis lambung berbalik (refluks) ke esofagus melebihi jumlah normal, dan menimbulkan berbagai

keluhan. Refluks ini juga ternyata menimbulkan simptom ekstraesofageal, disamping penyulit

intraesofageal seperti striktur, Barrett’s esphagus atau bahkan karsinoma esophagus. GERD

dapat terjadidi segala usia, namun prevalensinya meningkat pada usia diatas 40 tahun. Simptom

khas dari GERD adalah heartburn, yaitu rasa terbakar di dada disertai nyeri dan regurgitasi (rasa

asam pahit dari lambung terasa di lidah).2

3

Page 4: Makalah PBL Blok 16

GERD terjadi karena ketidakseimbangan faktor ofensif dan defensif, yang melalui 3

mekanisme : 1). Refluks spontan pada saat relaksasi LES yang tidak adekuat, 2). Aliran retrograd

yang mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan. Aliran balik dari gaster ke esofagus

melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah (>3 mmHg). 3).

Meningkatnya tekanan intra abdomen. Mekanisme 1 dan 2 merupakan contoh dari faktor ofensif,

sedangkan mekanisme 3 merupakan contoh faktor defensif1

Dispepsia

Dispepsia merupakan kumpulan gejala yang terdiri darirasa nyeri / tidak nyaman di

epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa penuh, sendawa, regurgitasi, rasa

panas yang menjalar di dada. Dispepsia merupakan keluhan utama yang dalam waktu tertentu

dapat dialami oleh seseorang. belum ada data epidemiologi di Indonesia. Bila didapatakn tanda

alarm, yaitu mual muntah yang tidak sembuh dengan terapi yang lazim, terapi empiris gagal,

anemia, melena, dan / hematemesis, penurunan berat badan yang signifikan akibat penyakit,

disfagia, maka investigasi yang berupa pemeriksaan laboratorium, radiologik dan endoskopik

harus dijalankan.2

Secara garis besar, penyebab sindrom dispepsia ini dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu

kelompok penyakit organik (seperti tukak peptik, gastritis, batu kandung empedu, dll) dan

kelompok di mana sarana penunjang diagnostik yang konvensional atau baku (radiologi,

endoskopi, laboratorium) tidak dapat memperlihatkan adanya gangguan patologis struktural atau

biokomiawi. Atau dengan kata lain, kelompok terakhir ini disebut sebagai gangguan fungsional.1

Pemeriksaan Penunjang

Foto toraks. Pada foto toraks, air-fluid level di daerah mediastinum menunjukan adanya

cairan yang tertahan di dalam lumen esofagus yang berdilatasi. Mungkin terapat kelainan berupa

metastasis tumor di paru-paru, metastasis ke tulang, pneumonia, pneumoperikardium, deviasi

trakea, efusi pleura, dan limfadenopati.1

Esofagografi memakai barium sering merupakan prosedur pertama dan penting dalam

diagnosis dan penentuan stadium kanker. Lokasi tumor, panjang lesi, dan kelainan jaringan

4

Page 5: Makalah PBL Blok 16

sekitar tumor dapat dinilai melalui pemeriksaan esofagus dengan menggunakan suspensi barium.

CT scan memperlihatkan stadium, resektabilitas dan perencanaan terapi endoskopik paliatit.1

Computed tomography (CT), pada pasien yang sesuai dengan pertimbangan bedah

(mengingat prevalensi komorbiditas yang signifikan) pemeriksaan CT pada dada dan perut atas

akan menyingkirkan metastasis ke paru dan / hati dan bisa mengidentifikasi invasi lokal ke

struktur lain yang penting seperti perikardium dan aorta. Ultrasonografi endoskopik, lebih

sensitif dari CT dalam mendeteksi invasi tumor lokal.4

Laparoskopi untuk menentukan stadium kadang-kadang dilakukan sebelum

mengupayakan kuratif, karena penyebaran keganasan ke kelenjar getah bening bisa terlewatkan

pada CT scan.4

Working Diagnose

Gambaran Klinis. Karsinoma esofagus merupakan pembunuh terselubung karena pada

stadium awal tidak menimbulkan keluhan sedangkan pada saat ada keluhan umumnya sudah

terjadi metastasis. Harapan terbaik untuk pengelolaannya adalah jika tumor ditemukan pada

seseorang yang asimtomatik yang mengalami evaulasi untuk suatu sebab. Keluhan-keluhan

pasien yang bersifat samar-samar dan tidak progresif mengakibaatkan diagnosis sering

terlambat.1

Oleh karena keluhan-keluhan pada stadium awal seringkali masih dapat ditoleransi dan

mudah diatasi, biasanya pasien akan menangguhkan beberapa bulan sebelum datang berobat.1

Disfagia merupakan gejala paling sering ditemukan, terjadi pada lebih dari 90% kasus.

Esofagus mudah berdistensi sehingga pasien baru akan menyadari adanya kelainan jika hampir

separuh diameter lumen esofagus sudah terkena. Pada keadaan ini penyakit sudah terlampau

lanjut untuk direksesi. Bebrapa macam upaya biasanya dilakukan pasien untuk mengatasi

disfagia yaitu: 1) sering minum pada saat makan, 2) makan makanan yang lebih cair, dan 3)

makan secara lambat. Disfagia akan progresif sejalan dengan lamanya sakit. Pada mulanya,

disfagia terjadi saat menelan makanan padat, kemudian tidak dapat menelan makanan padat dan

kemudian akhirnya tidak dapat menelan makanan cair termasuk saliva yang selalu akan meleleh

keluar dari mulut. Berbeda dengan spasme esofagus, disfagia pada kanker esofagus bersifat

5

Page 6: Makalah PBL Blok 16

kronik dan progresif. Berat badan yang menurun selalu ditemukan. Adanya anoreksia merupakan

tanda prognostik yang negatif.1

Odinofagia (nyeri saat menelan) ditemukan lebih jarang dibandingkan dengan disfagia.

Nyeri terus-menerus, tidak bersifat tajam / seperti ditusuk, nyeri menyebar ke punggung.1

Adanya suara serak menandakan invasi ke N. Laringeus rekurens atau aspirasi kronik.

Batuk kronik dapat terjadi karena aspirasi kronik atau fistula trakeoesofageal yang pada

gilirannya juga mengakibatkan batuk-batuk selagi menelan. Komplikasi pulmonal lainnya yang

sering terjadi adalah pneumonia. Perdarahan pada tumor mengakibatkan anemia defisiensi besi,

atau hematemesis dan melena.1

Etiologi dan Patogenesis

Pada karsinoma esofagus tidak diektahui adanya suatu faktor tunggal tertentu sebagai

penyebab terjadinya kanker ini. Aneka ragam faktor etiologi diperkirakan berperan dalam

etiopatogenesis kanker tersebut yaitu faktor lingkungan, faktor diet, kebiasaan merokok dan

konsumsi alkohol, iritasi kronik pada mukosa, dan kultural.1

Faktor lingkungan yang berperan misalnya, lokasi geografis, kadar molibdium dalam

tanah yang rendah, kadar garam dalam tanah, dan suhu. Faktor diet misalnya, jika pasien diet

aflatoksin, asbestos, defisiensi vit.A, vit.E, dan vit.C, riboflavin, niasin, dan zink. Faktor

kebiasaan misalnya alkohol dan rokok. Iritasi kronik pada mukosa oleh faktor fisis, karena

radiasi, akalasia, skleroterapi injeksi. Faktor kultural misalnya, status sosial-ekonomi dan ras.1

Patogenesisnya bersifat multifaktorial, berbagai faktor yang telah disebutkan diatas

berperan dalam patogenesis karsinoma esofagus. Selain itu, faktor genetik juga berperan, seperti

displasia ektodermal, epidermolisis bulosa, disposisi rasial.5

Epidemiologi

Di Amerika Serikat, kanker esofagus relatif jarang dijumpai akan tetapi sangat letal. Pada

tahun 2003 ditemukan 13.900 kasus baru dan 13.000 kematian akibat penyakit ini. Penyakit ini

sering ditemukan di daerah yang dikenal dengan julukan Asian esophageal cancer belt yang

terbentang dari tepi selatan laut Kaspi di sebelah barat sampai ke utara Cina meliputi Iran, Asia

6

Page 7: Makalah PBL Blok 16

Tengah, Afganistan, Siberia dan Mongolia. Selain itu kanker esofagus banyak terdapat di

Finlandia, Islandia, Afrika Tenggara, dan Perancis Barat Laut. Di Amerika Utara dan Eropa

Barat, penyakit ini lebih sering terdapat pada laki-laki kulit hitam berusia lebih dari 50 tahun

dengan status sosio-ekonomi rendah.2

Penatalaksanaan

Sebelum merencanakan dan memberikan terapi pada karsinoma esofagus, perlu

dilakukan penentuan stadium (staging) dan pengelompokan stadium tumor seperti tampak pada

tabel berikut ini1 :

Tabel 1. TNM StagingTumor primer (T)TXTOTisT1T2T3T4

Tumor primer tidak dapat dinilaiTumor primer tidak terbuktiCarcinoma in situInvasi ke lamina propria atau submukosaInvasi ke tunika muskularis propriaInvasi ke tunika adventisiaInvasi ke struktur sekitar

Kelenjar getah bening (KGB) regional (N)NXNON1

Kelenajar getah bening regional tidak dapat dinilaiTidak ada metastasis jauhAda metastasis ke KGB regional

Metastasis jauh (M)MXM0M1

Adanya metastasis jauh tidak dapat dinilaiTidak ada metastasis jauhAda metastasis jauh

Pengelompokan StadiumStadium 0Stadium IStadium IIA

Stadium IIIB

Stadium III

Stadium IV

TisT1T2T3T1T1T3T4Setiap T

NONONONON1N1N1Setiap NSetiap N

MOMOMOMOMOMOMOMOM1

Penentuan tingkatan tumor ini dimulai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang

teliti, dilengkapi dengan pemeriksaan laboratorium. Prosedur dilanjutkan dengan esofagografi

7

Page 8: Makalah PBL Blok 16

memakai suspensi barium, foto dada, CT scan dada dan abdomen. Pada kasus-kasus tertentu

perlu dilakukan bronkoskopi, mediastinoskopi, atau sidik tulang. Pasien dengan lesi TO, atau

dengan lesi T1 atau T2 dan NO MO merupakan kandidat baik untuk terapi operatif. Metastasis

jauh (M1) menunjukan prognosis buruk, dan kenyataan inilah yang seringkali dijumpai pada saat

pasien datang dan diagnosis ditegakkan. Prognosis karsinoma esofagus buruk, five-years survival

rate setelah diagnosis dan tanpa terapi adalah kurang dari 5%.1

Reseksi total hanya dapat dikerjakan pada 40% kasus, dan sering terjadi tumor residif.

Pascabedah reseksi total five-years survival rate menunjukan jumlah yang kurang dari 20%.

Mortalitas pascabedah yang ditemukan sebesar 20% disebabkan oleh fistula anastomosis, abses

subfrenik, dan komplikasi kardiopulmonal.1

Karsinoma esofagus bersifat radiosensitif. Pada kebanyakan pasien, radiasi eksternal

memberikan efek penyusutan tumor. Komplikasi akibat radiasi sering berupa striktura, fistula

dan perdarahan. Kadang-kadang dijumpai komplikasi kardiopulmonal.1

Kemoterapi dapat diberikan sebagai pelengkap terapi bedah dan terapi radiasi. Biasanya

digunakan kemoterapi kombinasi misalnya kombinasi sisplatin bersama bleomisin dan 5-FU

memberikan respons sempurna pada 37% dan respons parsial pada 20%.1

Pada kasus inoperabel, terapi paliatif dapat berupa dilatasi berulang secara endoskopik,

pemasangan protesis melewati tumor dengan menggunakan stent, atau dikenakan gastrotomi.

Pada kasus yang obstruktif, massa tumor juga dapat dikikis dengan menggunakan sinar laser.1

Prognosis

Pada stadium 0, five-years survival rate setelah operasi > 95%, 50-80% pada stadium I,

30-40% pada stadium IIA, 10-30% pada stadium IIB, dan 10-15% pada stadium III. Stadium IV

mendapat kemoterapi mempunyai median survival kurang dari 1 tahun.

8

Page 9: Makalah PBL Blok 16

Kesimpulan

Hipotesis diterima ! Karsinoma esofagus merupakan tumor yang sangat agresif dengan

prognosis yang buruk. Biasanya tumor ini ditemukan dalam stadium lanjut dimana penyembuhan

sudah sulit dilakukan. Tujuan terapi adalah untuk mengatasi disfagia serta mencegah

progresifitas tumor semaksimal mungkin. Reseksi esofagus masih merupakan pilihan utama

penanganan karsinoma esofagus. Dengan perawatan perioperatif dan standar teknik operasi yang

baik, angka morbiditas dan mortalitas operasi karsinoma esofagus telah dapat diturunkan.

Daftar Pustaka

1. Abdurachman SA. Karsinoma esofagus. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,

Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna

Publishing; 2009. h. 497-50.

2. Ndraha Suzanna. Tumor esofagus. Dalam: Bahan ajar gastroenterohepatologi. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Ukrida; 2013. h. 16-8.

3. S Lawrence, J Kurt / Friedman, Isselbacher. Anoreksia, nausea, vomitus, dan dispepsia.

Dalam: Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. Prinsip-prinsip ilmu

penyakit dalam. Edisi ke-1. Jakarta: EGC; 2000. h. 247.

4. Davey Patrick. Kanker esofagus. Dalam: At a glance medicine. Jakarta : Erlangga; 2005. h.

229.

5. Mitchell, Kumar, Abbas, Fausto. Patogenesis, tumor ganas. Dalam: Dasar patologis

penyakit. Edisi ke-7. Jakarta: EGC; 2009. h.472.

9