26
MAKALAH PERITONITIS KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kami nikmat sehat jasmani dan rohani sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini . Rasa terima kasih juga kami ucapkan kepada bapak Ns. Supadi, M.Kep, SP.MB dosen mata kuliah keperawatan dewasa yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menambah wawasan kami. Dalam Makalah ini berisikan tentang “PERITONITIS”, kami mengharapkan kritik dan saran agar kami dapat lebih baik. Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca dan khususnya bagi penulis. Cirebon, 30 Oktober 2010 Tim penyusun

makalah peritonitis (2).doc

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: makalah peritonitis (2).doc

MAKALAH PERITONITIS

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kami panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kami

nikmat sehat jasmani dan rohani sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini .

Rasa terima kasih juga kami ucapkan kepada bapak Ns. Supadi, M.Kep, SP.MB dosen mata

kuliah keperawatan dewasa yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menambah

wawasan kami.

Dalam Makalah ini berisikan tentang “PERITONITIS”, kami mengharapkan kritik dan saran

agar kami dapat lebih baik. Semoga makalah ini dapat berguna bagi  pembaca dan khususnya bagi

penulis.

Cirebon, 30 Oktober 2010

Tim penyusun

 

Page 2: makalah peritonitis (2).doc

DAFTAR ISI

Kata Pengantar........................................................................................ i  

Daftar Isi ………………………………………………………………       ii

BAB I Pendahuluan    

1.1.Latar Belakang................................................................................ .... 1

1.2.Tujuan Penulisan............................................................................. .... 2

BAB II Pembahasan

2.1 Peritonitis........................................................................................ .... 3

2.2 Etiologi........................................................................................... .... 3

2.3 Patofisiologi.................................................................................... .... 5

2.4 Klasifikasi....................................................................................... .... 8

2.5 Tanda dan Gejala............................................................................ .. 10

2.6 Komplikasi...................................................................................... .. 11

2.7 Pemeriksaan Penunjang.................................................................. .. 11

2.8 Diagnosa Keperawatan yang Muncul............................................. .. 11

2.9 Intervensi........................................................................................ .. 11 

2.10 Penatalaksanaan Medis................................................................. .. 13

2.11 Dampak KDM.............................................................................. .. 13

2.12 Pengobatan................................................................................... .. 14

2.13 Prognosis...................................................................................... .. 15

BAB III Penutup

3.1. Kesimpulan....................................................................................... 16

3.2. Saran................................................................................................. 17 

Daftar Pustaka

Page 3: makalah peritonitis (2).doc

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga perut yang

biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan

penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada perforasi, perdarahan

intraabdomen, infeksi, obstruksi dan strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang

mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.

Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran

infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal),

ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen.

Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri (secara inokulasi kecil-

kecilan); kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, resistensi yang menurun, dan adanya

benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya

peritonitis.

Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap keterlambatan

akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Ketepatan

diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Dalam penulisan referat ini akan dibahas mengenai penanganan peritonitis. Peritonitis selain

disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen yang berupa inflamasi dan penyulitnya, juga oleh ileus

obstruktif, iskemia dan perdarahan. Sebagian kelainan disebabkan oleh cidera langsung atau tidak

Page 4: makalah peritonitis (2).doc

langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan ini adalah mahasiswa dapat memahami penyakit yang terjadi pada organ

abdomen terutama pada peritoneum, dan penulis berharap mahasiswa tidak hanya memahami penyakit

tersebut tapi mahasiswa juga dapat mengetahui penyebab gejala pengobatan dan pencegahan dari

penyakit yang di alami khususnya penyakit peritonitis.

Page 5: makalah peritonitis (2).doc

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Peritonitis

Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa rongga abdomen dan

meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis /

kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan

tanda-tanda umum inflamasi.

Peritonitis merupakan sebuah proses peradangan pada membrane serosa yang melingkupi

kavitas abdomen dan organ yang terletak didalamnyah. Peritonitis sering disebabkan oleh infeksi

peradangan lingkungan sekitarnyah melalui perforasi usus seperti rupture appendiks atau divertikulum

karena awalnya peritonitis merupakan lingkungan yang steril. Selain itu juga dapat diakibatkan oleh

materi kimia yang irritan seperti asam lambung dari perforasi ulkus atau empedu dari perforasi kantung

empeduatau laserasi hepar. Pada wanita sangat dimungkinkan peritonitis terlokalisasi pada rongga

pelvis dari infeksi tuba falopi atau rupturnya kista ovari. Kasus peritonitis akut yang tidak tertangani

dapat berakibat fatal.

2.2 Etiologi

Bentuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) dan

peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena ninfeksi intra abdomen,tetapi biasanya terjadi pada

pasien yang asites terjadi kontaminasi hingga kerongga peritoneal sehinggan menjadi translokasi

bakteri munuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang terjadi penyebaran hematogen

jika terjadi bakterimia dan akibat penyakit hati yang kronik. Semakin rendah kadar protein cairan

asites, semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan abses. Ini terjadi karena ikatan opsonisasi yang

rendah antar molekul komponen asites pathogen yang paling sering menyebabkan infeksi adalah

Page 6: makalah peritonitis (2).doc

bakteri gram negative E. Coli 40%, Klebsiella pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas, Proteus dan

gram lainnya 20% dan bakteri gram positif yaitu Streptococcus pnemuminae 15%, jenis Streptococcus

lain 15%, dan golongan Staphylococcus 3%, selain itu juga terdapat anaerob dan infeksi campur

bakteri. Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi

transmural) organ-organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal terutama disebabkan bakteri

gram positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Peritonitis tersier terjadi karena infeksi

peritoneal berulang setelah mendapatkan terapi SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat, bukan

berasal dari kelainan organ, pada pasien peritonisis tersier biasanya timbul abses atau flagmon dengan

atau tanpa fistula. Selain itu juga terdapat peritonitis TB, peritonitis steril atau kimiawi terjadi karena

iritasi bahan-bahan kimia, misalnya cairan empedu, barium, dan substansi kimia lain atau prses

inflamasi transmural dari organ-organ dalam (Misalnya penyakit Crohn).

 

2.3 Patofisiologi

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.

Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu

dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi

menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi

usus.

Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran.

Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel.

Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius,

sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh

mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan

Page 7: makalah peritonitis (2).doc

juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu

terjadi hipovolemia.

Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem. Oedem

disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan

cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal

dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia.

Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta

muntah.Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana

intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.

Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi

menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik

berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan

elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria.

Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu

pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.

Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena adanya

gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk

mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai

terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai

terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren

dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga

dapat terjadi peritonitis.

Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan kuman S. Typhi

yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang tercemar. Sebagian kuman

dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk keusus halus dan mencapai jaringan limfoid

Page 8: makalah peritonitis (2).doc

plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi ditempat ini komplikasi perdarahan dan

perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam

selama kurang lebih 2 minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri

perut, nyeri tekan, defans muskuler, dan keadaan umum yang merosot karena toksemia.

Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritoneum yang mulai di epigastrium

dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis generalisata. Perforasi lambung dan duodenum

bagian depan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi ini tampak kesakitan

hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium

karena rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas. Kemudian

menyebar keseluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi

bakteria, kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsangan

peritoneum berupa mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini akan mengurangi keluhan untuk

sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.

Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh

hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma. Obstruksi

tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan,makin lama mukus

tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga

menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan

oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga udem bertambah kemudian

aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren

dinding apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik lokal

maupun general.

Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul abdomen dapat

mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga intra peritonial.

Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari organ berongga tersebut, mulai dari gaster

Page 9: makalah peritonitis (2).doc

yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi feses. Rangsangan kimia onsetnya paling cepat

dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan

terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan bila

bagian bawah seperti kolon, mula-mula tidak terjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan

waktu untuk berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena perangsangan

peritoneum.

2.4 Klasifikasi

Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

A. Peritonitis Bakterial Primer

1.      Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum peritoneum

dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen.

Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus.

Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:

Spesifik : misalnya Tuberculosis

 

2.      Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis an Tonsilitis.

Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan intraabdomen,

imunosupresi dan splenektomi.

Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus

sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.

B. Peritonitis Bakterial Akut Sekunder (Supurativa)

Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal atau tractus

urinarius. Pada umumnya organism tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme

Page 10: makalah peritonitis (2).doc

dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakterii anaerob, khususnya spesies

Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi.

Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu peritonitis. Kuman

dapat berasal dari:

Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum peritoneal.

Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh bahan kimia, perforasi

usus sehingga feces keluar dari usus.

Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya appendisitis.

C. Peritonitis tersier, misalnya:

Peritonitis yang disebabkan oleh jamur

Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan.

Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya empedu, getah lambung,

getah pankreas, dan urine.

D. Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:

Aseptik/steril peritonitis

Granulomatous peritonitis

Hiperlipidemik peritonitis

Talkum peritonitis

2.5 Tanda dan Gejala

Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang

sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang

hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut

akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari

palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum. Pada wanita dilakukan

pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru disease.

Page 11: makalah peritonitis (2).doc

Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi

(misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan

penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan

analgesic), penderita dnegan paraplegia dan penderita geriatric.

 

2.6 Komplikasi

      Eviserasi Luka

      Pembentukan abses

2.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Test laboratorium

      Leukositosis

      Hematokrit meningkat

      Asidosis metabolik

2. X. Ray

Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan :

      Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.

      Usus halus dan usus besar dilatasi.

      Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.

2.8 Diagnosa Keperawatan yang Muncul

1. Nyeri bd proses inflamasi, demam dan kerusakan jaringan.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd muntah dan penghisapan usus.

2.9 Intervensi

Page 12: makalah peritonitis (2).doc

Diagnosa Keperawatan I :

Nyeri bd proses inflamasi, demam dan kerusakan jaringan

Tujuan :

Persepsi klien tentang nyeri menurun, ditandai penurunan skala nyeri, dan tidak meringis.

Intervensi :

Kaji dan catat karakter dan beratnya nyeri setiap 1-2 jam

Setelah diagnosis, berikan narkotik, analgetik dan sedatif sesuai program untuk meningkatkan

kenyamanan dan istirahat.

Pertahankan tirah baring ; istirahat, lingkungan yang tenang.

Pertahankan posisi nyaman ; semifowler.

Diagnosa Keperawatan II :

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd muntah dan penghisapan usus.

Tujuan :

Nutrisi pasien adekuat, ditandai BB stabil, albumin serum 3,5 s/d 5,5 g/dl.

Intervensi :

Pertahankan pasien puasa sesuai program selama fase akut.

Bila mengalami ileus, selang NG akan dipasang untuk dekompresi abdomen.

Berikan cairan secara bertahap bila motilitas telah kembali, dibuktikan bising usus, penurunan

distensi dan pasase flatus.

Bila diprogramkan dukung pasien dengan nutrisi parenteral.

Berikan pengganti cairan, elektrolit dan vitamin sesuai program.

Page 13: makalah peritonitis (2).doc

2.10 Penatalaksanaan Medis

1. Bila peritonitis meluas dan pembedahan dikontraindikasikan karena syok dan kegagalan

sirkulasi, maka cairan oral dihindari dan diberikan cairan vena untuk mengganti elektrolit dan

kehilangan protein. Biasanya selang usus dimasukkan melalui hidung ke dalam usus untuk

mengurangi tekanan dalam usus.

2. Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah dan perbaikan dapat

diupayakan.

3. Pembedahan mungkin dilakukan untuk mencegah peritonitis, seperti apendiktomi. Bila

perforasi tidak dicegah, intervensi pembedahan mayor adalah insisi dan drainase terhadap abses.

2.11 Dampak KDM

Ruptur perineu → Luka → Terputusnya kontinuitas jaringan → memudahkan mikroorganisme masuk

kedalam tubuh → Pengeluaran zat-zat mediator kimia → kuman berkembang biak → Bradikinin,

histamine, serotonin → menyebabkan infeksi → Rangsangan ujung saraf(nociseptor) → Saraf afferent

Thalamus Cortex cerebri → Saraf afferent Nyeri → dipersepsikan Nyeri

 

2.12 Pengobatan

Prinsip umum terapi pada peritonitis adalah :

a)      Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena.

b)      Terapi antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi nifas.

Karena pemeriksaan-pemeriksaan ini memerlukan waktu, maka pengobatan perlu dimulai tanpa

menunggu hasilnya. Dalam hal ini dapat diberikan penicillin dalam dosis tinggi atau antibiotika dengan

spectrum luas, seperti ampicillin dan lain-lain.

Page 14: makalah peritonitis (2).doc

c)       Terapi analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri.

Antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah. Intubasi usus dan

pengisapan membantu dalam menghilangkan distensi abdomen dan meningkatkan fungsi usus. Cairan

dalam rongga abdomen dapat menyebabkan tekanan yang membatasi ekspansi paru dan menyebabkan

distress pernapasan.

     Terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan oksigenasi secara adekuat,

tetapi kadang-kadang intubasi jalan napas dan bantuan ventilasi diperlukan.

d)      Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki penyebab.

            Tindakan pembedahan diarahkan kepada eksisi terutama bila terdapat apendisitis, reseksi

dengan atau tanpa anastomosis (usus), memperbaiki pada ulkus peptikum yang mengalami perforasi

atau divertikulitis dan drainase pada abses. Pada peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau penyakit

radang panggul pada wanita, pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan. Diberikan antibiotik yang

tepat, bila perlu beberapa macam antibiotik diberikan bersamaan.

Disamping pengobatan dengan antibiotika, tindakan-tindakan untuk mempertinggi daya tahan

badan tetap perlu dilakukan. Perawatan baik sangat penting, makanan yang mengandung zat-zat yang

diperlukan hendaknya diberikan dengan cara yang cocok dengan keadaan penderita, dan bila perlu

transfusi darah dilakukan.

Pada sellulitis pelvika dan pelvioperitonitis perlu diamat-amati dengan seksama apakah terjadi

abses atau tidak. Jika terjadi abses, abses harus dibuka dengan menjaga supaya nanah tidak masuk

kedalam rongga peritoneum dan pembuluh darah yang agak besar tidak sampai dilukai.

2.13 Prognosis

Prognosis untuk peritonitis lokal dan ringan adalah baik, sedangkan pada peritonitis umum

prognosisnya mematikan akibat organisme virulen.

 

14 

Page 15: makalah peritonitis (2).doc

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus visera dalam

rongga perut. Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding

perut sebelah dalam. Peritonitis yang terlokalisir hanya dalam rongga pelvis disebut pelvioperitonitis.

Penyebab peritonitis antara lain : penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi, penyakit

radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual, infeksi dari rahim dan

saluran telur, kelainan hati atau gagal jantung, peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan,

dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal), iritasi tanpa infeksi.

Patofisologi peritonitis adalah reaksi awal peritoneum terhadap invasi bakteri adalah keluarnya

eksudat fibrinosa. Terbentuk kantong-kantong nanah (abses) diantara perlekatan fibrinosa, yang

menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya

menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrinosa, yang kelak dapat

menyebabkan terjadinya obstruksi usus.

Prinsip umum terapi pada peritonitis adalah :

a)      Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena.

b)      Terapi antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi nifas.

c)      Terapi analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri.

d)     Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki penyebab.

3.2 Saran

Kita sebagai seorang perawat dalam mengatasi masalah peritonitis di masyarakat dapat

memberikan berbagai cara untuk mencegah peritonitis dan diharapkan mahasiswa/i dapat memberikan

Page 16: makalah peritonitis (2).doc

asuhan keperawatan khususnya pada klien yang mengalami peritonitis yang sesuai dengan apa yang

dipelajari.

 

Page 17: makalah peritonitis (2).doc

Daftar Pustaka

Silvia A. Price. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, ECG ; Jakarta Diagnosa

Keperawatan NANDA 2005-2006 Prima Medika : Jakarta

Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta

 Peritonitis,http://www.medikastore.com/med/peritonitis_pyk.php?dktg=7&UID 200705.

Bahan kuliah System Gastroenterohepatologi, Makassar: 2005

Subanada, Supadmi, Aryasa, dan Sudaryat. 2007. Beberapa Kelainan Gastrointestinal yang

Memerlukan Tindakan Bedah. Dalam: Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta: CV Sagung Seto