30
Makalah Permasalahan Pengeloloan Dana BOS BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Meningkatnya kebutuhan dalam pendidikan, mendorong pemerintah Indonesia menyalurkan berbagai bantuan demi kelangsungan pendidikan di Indonesia, salah satunya adalah dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana bantuan operasional Sekolah (BOS) diperuntukkan bagi setiap sekolah tingkat dasar di Indonesia dengan tujuan meningkatkan beban biaya pendidikan demi tuntasnya wajib belajar sembilan tahun yang bermutu. Namun kebijakan Dana BOS bukan berarti behentinya permsalahan pendidikan, masalah baru muncul terkait dengan penyelewengan dana BOS, dan ketidakefektifan pengelolan dana BOS, tujuan dari pemerintah sendiri baik, namun terkadang sistem yang ada menjadi bumerang dan menghadirkan masalah baru, selain itu pribadi dan budaya manusia Indonesia ikut berpengaruh terhadap penyelewengan dan ketidakefektifan pengelolaan dana BOS. Oleh karena itu dibutuhkan kerja sama semua elemen dalam mewujudkan efektifitas pengelolaan dana BOS.

Makalah Permasalahan Pengeloloan Dana BOS

Embed Size (px)

Citation preview

Makalah Permasalahan Pengeloloan Dana BOS

BAB IPENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah

Meningkatnya kebutuhan dalam pendidikan, mendorong pemerintah Indonesia

menyalurkan berbagai bantuan demi kelangsungan pendidikan di Indonesia, salah satunya

adalah dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana bantuan operasional Sekolah (BOS)

diperuntukkan bagi setiap sekolah tingkat dasar di Indonesia dengan tujuan meningkatkan

beban biaya pendidikan demi tuntasnya wajib belajar sembilan tahun yang bermutu.

Namun kebijakan Dana BOS bukan berarti behentinya permsalahan pendidikan, masalah

baru muncul terkait dengan penyelewengan dana BOS, dan ketidakefektifan pengelolan dana

BOS, tujuan dari pemerintah sendiri baik, namun terkadang sistem yang ada menjadi

bumerang dan menghadirkan masalah baru, selain itu pribadi dan budaya manusia Indonesia

ikut berpengaruh terhadap penyelewengan dan ketidakefektifan pengelolaan dana BOS. Oleh

karena itu dibutuhkan kerja sama semua elemen dalam mewujudkan efektifitas pengelolaan

dana BOS.

Oleh karena itu, kami memilih untuk mengangkat masalah pengelolaan dana BOS serta

permasalahannya, sehingga mudah-mudahan makalah kecil ini bisa memberikan gambaran

bagi para pembaca terkait dengan pengelolaan dana BOS serta permaslahannya, solusi yang

muncul bukan berarti solusi terbaik, ini hanyalah sedikit sumbangan pemikiran dari kami

untuk perkembangan pendidikan di Indonesia.

1.2  Rumusan Masalah

Untuk mempermudah pembahasan dalam makalah ini, kami menyusun bebrapa rumusan

masalah dalam penyusunan makalah ini, rumusan terseut diantaranya :

1. Apa permasalah yang muncul dalam pengelolaan dana bos?

2. Apa penyebab dari timbulnya permasalahan tersebut?

3. Bagaimana akibat dari permasalahan tersebut?

4. Bagaimana solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut?

1.3  Tujuan Penulisan

Makalah ini kami susun dengan tujuan untuk :

1. Mengetahui pengertian dan landasan-landasan umum program dana Bantuan

Operasional Sekolah (BOS).

2. Agar dapat mengetahui bagaimana realisasi dana Bantuan Operasional Sekolah

(BOS).

3. Dapat memahami kondisi-kondisi dunia pendidikan khususnya di tingkat dasar.

4. Agar dapat mempelajari kasus-kasus yang terjadi di dunia pendidikan yang muncul di

lapangan.

1.4  Manfaat Penulisan

Kami berharap makalah ini bisa memeberikan manfaat baik bagi penyusun dan juga pembaca

pada umumnya, diantaranya :

1. Untuk menambah wawasan tentang program dana Bantuan Operasional Sekolah

(BOS)

2. Dapat mempelajari kasus-kasus yang terjadi di dunia pendidikan khususnya mengenai

dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)

3. Dapat mengetahui penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang terjadi.

BAB II 

PEMBAHASAN

2.1  LATAR BELAKANG DANA BOS

Bantuan Operasional Sekolah (BOS) merupakan pengembangan lebih lajut dari Program

Jaring Pengaman Sosial (JPS) Bidang Pendidikan, yang dilaksanakan pemerintah pada kurun

1998-2003, dan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM yang dilaksanakan dalam

kurun 2003-2005. BOS dimaksudkan sebagai subsidi biaya operasional sekolah kepada

semua peserta didik wajib belajar, yang untuk tahun 2009 jumlahnya mencapai 26.866.992

siswa sekolah dasar, yang disalurkan melalui satuan pendidikan. Dengan Program BOS,

satuan pendidikan diharapkan tidak lagi memungut biaya operasional sekolah kepada peserta

didik, terutama mereka yang miskin.

Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka

menengah dan jangka panjang. Namun, sampai dengan saat ini masih banyak orang miskin

yang memiliki keterbatasan akses untuk memperoleh pendidikan bermutu, hal ini disebabkan

antara lain karena mahalnya biaya pendidikan. Disisi lain, Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara

berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yang dikenal dengan Program Wajib

Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Konsekuensi dari hal tersebut maka pemerintah

wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan

dasar (SD/MI dan SMP/Mts serta satuan pendidikan yang sederajat).

Kenaikan harga BBM beberapa tahun belakangan dikhawatirkan akan menurunkan

kemampuan daya beli penduduk miskin. Hal tersebut dapat menghambat upaya penuntasan

Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun, karena penduduk miskin akan

semakin sulit memenuhi kebutuhan biaya pendidikan.

Salah satu program di bidang pendidikan adalah Bantuan Operasional Sekolah (BOS)

yang menyediakan bantuan bagi sekolah dengan tujuan membebaskan biaya pendidikan bagi

siswa yang tidak mampu dan meringankan beban bagi siswa yang lain dalam rangka

mendukung pencapaian Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun.

Melalui program ini, pemerintah pusat memberikan dana kepada sekolah-sekolah

setingkat SD dan SMP untuk membantu mengurangi beban biaya pendidikan yang harus

ditanggung oleh orangtua siswa. BOS diberikan kepada sekolah untuk dikelola sesuai dengan

ketentuan yang ditetapkan pemerintah pusat. Besarnya dana untuk tiap sekolah ditetapkan

berdasarkan jumlah murid.

2.2  MEKANISME PENCAIRAN BOS

Pengalokasian/pencairan dana BOS dilaksanakan sebagai berikut:

1. Tim Manajemen Pusat mengumpulkan data jumlah siswa tiap sekolah melalui Tim

Manajemen BOS Provinsi, kemudian menetapkan alokasi dana BOS tiap provinsi.

2. Atas dasar data jumlah siswa tiap sekolah, Tim Manajemen BOS Pusat membuat

alokasi dana BOS tiap provinsi yang dituangkan dalam DIPA provinsi.

3. Tim Manajemen BOS Provinsi dan Tim Manajemen BOS Kabupaten/Kota

melakukan verifikasi ulang data jumlah siswa tiap sekolah sebagai dasar dalam

menetapkan alokasi di tiap sekolah.

4. Tim Manajemen BOS Kabupaten/Kota menetapkan sekolah yang bersedia menerima

BOS melalui Surat Keputusan (SK). SK penetapan sekolah yang menerima BOS

ditandatangani oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan Dewan

Pendidikan. SK yang telah ditandatangani dilampiri daftar nama sekolah dan besar

dana bantuan yang diterima (Format BOS-02A dan Format BOS-02B). Sekolah yang

bersedia menerima BOS harus menandatangani Surat Perjanjian Pemberian Bantuan

(SPPB).

5. Tim Manajemen BOS Kab/Kota mengirimkan SK alokasi BOS dengan melampirkan

daftar sekolah ke Tim Manajemen BOS Provinsi, tembusan ke Bank/Pos penyalur

dana dan sekolah penerima BOS.

2.3 PENGGUNAAN DANA BOS

            Penggunaan dana BOS di sekolah harus didasarkan pada kesepakatan dan keputusan

bersama antara Tim Manajemen BOS Sekolah, Dewan Guru, dan Komite Sekolah yang harus

didaftar sebagai salah satu sumber penerimaan dalam RKAS/RAPBS, di samping dana yang

diperoleh dari Pemda atau sumber lain yang sah. Hasil kesepakatan penggunaan dana BOS

(dan dana lainnya tersebut) harus dituangkan secara tertulis dalam bentuk berita acara rapat

yang dilampirkan tanda tangan seluruh peserta rapat yang hadir.

            Dari seluruh dana BOS yang diterima oleh sekolah, sekolah wajib menggunakan

sebagian dana tersebut untuk membeli buku teks pelajaran atau mengganti yang telah rusak.

Buku yang harus dibeli untuk tingkat SD adalah buku mata pelajaran Pendidikan Agama,

serta mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan, sedangkan tingkat SMP adalah buku

mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dan mata pelajaran Teknologi Informasi dan

Komunikasi.

Adapun dana BOS selebihnya digunakan untuk membiayai kegiatan-kegitan berikut:

1. Pembiayaan seluruh kegiatan dalam rangka penerimaan siswa baru, yaitu biaya

pendaftaran, penggandaan formulir, administrasi pendaftaran, dan pendaftaran ulang,

pembuatan spanduk sekolah gratis, serta kegiatan lain yang berkaitan langsung

dengan kegiatan tersebut (misalnya untuk fotocopy, konsumsi panitia, dan uang

lembur dalam rangka penerimaan siswa baru, dan lainnya yang relevan).

2. Pembelian buku referensi dan pengayaan untuk dikoleksi di perpustakaan (hanya bagi

sekolah yang tidak menerima DAK).

3. Pembelian buku teks pelajaran lainnya (selain yang wajib dibeli) untuk dikoleksi di

perpustakaan.

4. Pembiayaan kegiatan pembelajaran remedial, pembelajaran pengayaan, pemantapan

persiapan ujian, olahraga, kesenian, karya ilmiah remaja, pramuka, palang merah

remaja, unit kesehatan sekolah, dan sejenisnya (misalnya untuk honor jam mengajar

tambahan di luar jam pelajaran, biaya transportasi dan akomodasi siswa/guru dalam

rangka mengikuti lomba, fotocopy, membeli alat olahraga, alat kesenian,

perlengkapan kegiatan ekstrakulikuler, dan biaya pendaftaran mengikuti lomba).

5. Pembiayaan ulangan harian, ulangan umum, ujian sekolah, dan laporan hasil belajar

siswa (misalnya untuk fotocopy/penggandaan soal, honor koreksi ujian, dan honor

guru dalam rangka penyusunan rapor siswa).

6. Pembelian bahan-bahan habis pakai seperti buku tulis, kapur tulis, pensil, spidol,

kertas, bahan praktikum, buku induk siswa, buku inventaris, langganan koran/majalah

pendidikan, minuman dan makanan ringan untuk kebutuhan sehari-hari di sekolah,

serta pengadaan suku cadang alat kantor.

7. Pembiayaan langganan daya dan jasa, yaitu listrik, air, telepon, internet, termasuk

untuk pemasangan barujika sudah ada jaringan di sekitar sekolah. Khusus di sekolah

yang tidak ada jaringan listrik, dan jika sekolah tersebut memerlukan listrik untuk

proses belajar mengajar di sekolah, maka diperkenankan untuk membeli genset.

8. Pembiayaan perawatan sekolah, yaitu pengecetan, perbaikan atap bocor, perbaikan

pintu dan jendela, perbaikan mebeler, perbaikan sanitasi sekolah, perbaikan lantai

ubin/keramik, dan perawatan fasilitas sekolah lainnya.

9. Pembayaran honorarium bulanan guru honorer dan tenaga kependidikan honorer.

Untuk sekolah SD diperbolehkan untuk membayar honor tenaga yang membantu

administrasi BOS.

10. Pengembangan profesi guru seperti pelatihan, KKG/MGMP dan KKKS/MKKS.

Khusus untuk sekolah yang memperoleh hibah/block grant pengembangan

KKG/MGMP atau sejenisnya pada tahun anggaran yang sama tidak diperkenankan

menggunakan dana BOS untuk peruntukan yang sama.

11. Pemberian bantuan biaya transportasi bagi siswa miskin yang menghadapi masalah

biaya transport dari dan ke sekolah. Jika dinilai lebih ekonomis, dapat juga untuk

membeli alat transportasi sederhana yang akan menjadi barang inventaris sekolah

(misalnya sepeda, perahu penyebrangan, dll).

12. Pembiayaan pengelolaan BOS seperti alat tulis kantor (ATK), penggandaan, surat-

menyurat, insentif bagi bendahara dalam rangka penyusunan laporan BOS dan biaya

transportasi dalam rangka mengambil dana BOS di Bank/PT Pos.

13. Pembelian komputer dekstop untuk kegiatan belajar siswa, maksimum 1 set untuk SD

dan 2 set untuk SMP, pembelian 1 unit printer, serta kelengkapan komputer seperti

hard disk, flash disk, CD/DVD, dan suku cadang komputer/printer.

14. Jika komponen 1 s.d 13 di atas telah terpenuhi pendanaannya dari BOS dan masih

terdapat sisa dana, maka sisa dana BOS tersebut dapat digunakan untuk membeli alat

peraga, media pembelajaran, mesin ketik, mebeler sekolah, dan peralatan untuk UKS.

Bagi sekolah yang telah menerima DAK, tidak diperkenankan menggunakan dana

BOS untuk peruntukan yang sama.

Penggunaan dana BOS untuk transportasi dan uang lelah bagi guru PNS diperbolehkan hanya

dalam rangka penyelenggaraan suatu kegiatan sekolah selain kewajiban jam mengajar.

Besaran atau satuan biaya untuk transportasi dan uang lelah guru PNS yang bertugas di luar

jam mengajar tersebut harus mengikuti batas kewajaran. Pemerintah Daerah wajib

mengeluarkan peraturan tentang batas kewajaran tersebut di daerah masing-masing dengan

mempertimbangkan faktor sosial ekonomi, faktor geografis dan faktor lainnya.

2.4  PERMASALAHAN PENGELOLAAN DANA BOS DAN SOLUSINYA

2.4.1        Deskripsi Masalah

Mulai pertengahan 2010, kemendiknas mulai menggunakan mekanisme baru penyaluran

dana BOS. Dana BOS tidak lagi langsung ditransfer dari bendahara negara ke rekening

sekolah, tetapi ditransfer ke kas APBD selanjutnya ke rekening sekolah.

Kemendiknas beralasan, mekanisme baru ini bertujuan untuk memberikan kewenangan

lebih besar kepada pemerintah daerah dalam penyaluran dana BOS. Dengan cara ini,

diharapkan pengelolaan menjadi lebih tepat waktu, tepat jumlah, dan tak ada penyelewengan.

Harus diakui, masalah utama dana BOS terletak pada lambatnya penyaluran dan pengelolaan

di tingkat sekolah yang tidak transparan. Selama ini, keterlambatan transfer terjadi karena

berbagai faktor, seperti keterlambatan transfer oleh pemerintah pusat dan lamanya keluar

surat pengantar pencairan dana oleh tim manajer BOS daerah.

Akibatnya, kepala sekolah harus mencari berbagai sumber pinjaman untuk mengatasi

keterlambatan itu. Bahkan, ada yang meminjam kepada rentenir dengan bunga tinggi. Untuk

menutupi biaya ini, kepsek memanipulasi surat pertanggungjawaban yang wajib disampaikan

setiap triwulan kepada tim manajemen BOS daerah. Ini mudah karena kuitansi kosong dan

stempel toko mudah didapat.

Kepsek memiliki berbagai kuitansi kosong dan stempel dari beragam toko. Kepsek dan

bendahara sekolah dapat menyesuaikan bukti pembayaran sesuai dengan panduan dana BOS,

seakan- akan tidak melanggar prosedur.

Tidaklah mengherankan apabila praktik curang dengan mudah terungkap oleh lembaga

pemeriksa, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawas Keuangan dan

Pembangunan. Ibarat berburu di kebun binatang, BPK dengan mudah membidik dan

menangkap buruan. BPK dengan mudah menemukan penyelewengan dana BOS di sekolah.

BPK Perwakilan Jakarta, misalnya, menemukan indikasi penyelewengan pengelolaan

dana sekolah, terutama dana BOS tahun 2007-2009, sebesar Rp 5,7 miliar di tujuh sekolah di

DKI Jakarta. Sekolah-sekolah tersebut terbukti memanipulasi surat perintah jalan (SPJ)

dengan kuitansi fiktif dan kecurangan lain dalam SPJ.

Contoh manipulasi antara lain kuitansi percetakan soal ujian sekolah di bengkel AC

mobil oleh SDN 012 RSBI Rawamangun. SPJ dana BOS sekolah ini ternyata menggunakan

meterai yang belum berlaku. Bahkan lebih parah lagi, BPK tidak menemukan adanya SPJ

dana BOS 2008 karena hilang tak tentu rimbanya.

Berdasarkan audit BPK atas pengelolaan dana BOS tahun anggaran 2007 dan semester I

2008 pada 3.237 sekolah sampel di 33 provinsi, ditemukan nilai penyimpangan dana BOS

lebih kurang Rp 28 miliar.

Penyimpangan terjadi pada 2.054 atau 63,5 persen dari total sampel sekolah itu. Rata-

rata penyimpangan setiap sekolah mencapai Rp 13,6 juta. Penyimpangan dana BOS yang

terungkap antara lain dalam bentuk pemberian bantuan transportasi ke luar negeri, biaya

sumbangan PGRI, dan insentif guru PNS.

Periode 2004-2009, kejaksaan dan kepolisian seluruh Indonesia juga berhasil menindak

33 kasus korupsi terkait dengan dana operasional sekolah, termasuk dana BOS. Kerugian

negara dari kasus ini lebih kurang Rp 12,8 miliar. Selain itu, sebanyak 33 saksi yang terdiri

dari kepsek, kepala dinas pendidikan, dan pegawai dinas pendidikan telah ditetapkan sebagai

tersangka.

Perubahan mekanisme penyaluran dana BOS sesuai dengan mekanisme APBD secara

tidak langsung mengundang keterlibatan birokrasi dan politisi lokal dalam penyaluran dana

BOS. Konsekuensinya, sekolah menanggung biaya politik dan birokrasi.

Sekolah harus rela membayar sejumlah uang muka ataupun pemotongan dana sebagai

syarat pencairan dana BOS. Kepsek dan guru juga harus loyal pada kepentingan politisi lokal

ketika musim pilkada. Dengan demikian, praktik korupsi dana BOS akan semakin marak

karena aktor yang terlibat dalam penyaluran semakin banyak.

2.4.2        Penyebab dan Akibat Masalah

Penyebab timbulnya masalah-masalah dalam program BOS yaitu:

1.      Pengalokasian dana tidak didasarkan pada kebutuhan sekolah tapi pada ketersediaan

anggaran. Hendaknya pengalokasian dana didasarkan pada kebutuhan sekolah, agar tidak

terjadi saling tumpang tindih antara kebutuhan dengan anggaran yang disediakan.

Adakalanya sekolah yang kebutuhannya sedikit, dan ada sekolah yang kebutuhannya banyak.

Jika anggaran semua sekolah sama, di sekolah yang kebutuhannya sedikit akan memancing

timbulnya korupsi karena anggaran yang berlebih, sedangkan di sekolah yang kebutuhannya

banyak akan tetap mengalami kekurangan karena kebutuhannya tidak terpenuhi.

2.      Alokasi dana BOS ‘dipukul rata’ untuk semua sekolah di semua daerah, pada tiap sekolah

memiliki kebutuhan dan masalah berbeda

3.      Korupsi dana pada tingkat pusat (Kemendiknas) terutama berkaitan dengan dana safe 

guarding.

4.      Dinas pendidikan meminta sodokan atau memaksa sekolah untuk membuat pengadaan

barang kepada perusahaan tertentu yang sudah ditunjuk dinas.

5.      Kepala sekolah menggunakan dana BOS untuk kepentingan pribadi melalui penggelapan,

mark up, atau mark down.

6.      Uang yang dikeluarkan oleh orang tua murid cenderung bertembah mahal walaupun sudah

ada dana BOS.

Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Jelas terlihat bahwa didalam implementasinya, fungsi

pengawasan sangat kurang. Tidak ada partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas dalam

proses implementasi anggaran di semua tingkat penyelenggara, Kemendiknas, dinas

pendidikan, maupun sekolah. Pada tingkat pusat, proses penganggaran pun turut dimonopoli

oleh Kemendiknas, akibatnya kepentingan Kemendiknas lah yang lebih terpenuhi, bukan

mendahulukan yang perlu.

Penyebab yang lain misalnya pada tingkat penyelenggara (Sekolah dan perguruan tinggi),

tidak ada aturan mengenai mekanisme penyusunan anggaran, warga dan stakeholder tidak

memiliki akses untuk mendapat informasi mengenai anggaran sehingga mereka tidak bisa

melakukan pengawasan. Lembaga pengawasan internal seperti Itjen, Bawasda, Bawasko, pun

tidak mampu menjalankan fungsi. Serta pada tingkat sekolah, semua kebijakan baik akademis

maupun finansial direncanakan dan dikelola kepala sekolah, dan komite sekolah dibajak oleh

kepala sekolah sehingga menjadi kepanjangan tangan kepala sekolah.

Kami berpendapat, cara penyelewengan dana BOS yang paling bisa terjadi adalah melalui

setoran awal kepada dinas sebelum dana BOS dicairkan atau didalam sekolah itu sendiri

berhubung sekolah tidak melakukan kewajiban mengumumkan APBS (Anggaran Pendapatan

Belanja Sekolah) pada papan pengumuman sekolah. Selain itu, penyusunan APBS terutama

pengelolaan dana bersumber dari BOS kurang melibatkan partisipasi orang tua murid.

Akhirnya, kebocoran dana BOS di tingkat sekolah tidak dapat dihindari. Serta dokumen SPJ

(Surat Pertanggungjawaban) dana BOS yang kurang atau bahkan tidak dapat diakses oleh

publik apabila ada kebutuhan informasi atau kejanggalan dalam pengelolaan dana BOS.

2.4.3        Solusi Permasalahan

Permasalahan yang muncul dalam pengelolaan dana BOS memang sudah banyak

disinyalir di beberapa tempat, namun tentunya juga hal ini tidak bisa digeneralisasikan di

semua tempat dan kondisi penyalahgunaan wewenang tersebut terjadi, namun jika dilihat dari

segi peluang atau kesempatan, banyak sekali peluang yang bisa digunakan oleh oknum untuk

bisa melakukan penyelewengan. Oleh karena itu hal yang paling penting adalah

meminimalisir kesempatan dan peluang supaya tidak bisa terjadi dan tidak ada kesempatan

oknum untuk keluar dari aturan yang sudah berlaku.

Menghapuskan kebijakan pendidikan yang bersubsidi jelas bukan menjadi solusi, karena

memang pada intinya pendidikan adalah kebutuhan primer yang harus terpenuhi, dan juga

Undang-Undang kita telah mengamanatkan untuk memberikan layanan gratis untuk

pendidikan dasar. Oleh karena itu, penghapusan sama sekali kebijakan BOS bukan

merupakan solusi bagi kemelut pengelolaan dana BOS.

Namun, setidaknya ada beberapa langkah yang kemungkinan bisa diambil oleh pemerintah

untuk menanggulangi permasalahan ini diantaranya :

1.      Peninjauan Kembali Kebijakan

UUD 1945 menyatakan bahwa pendidkan adalah hak bagi semua warga, terlebih

pendidikan dasar untuk wajib belajar Sembilan tahun menjadi hak utama bagi warga Negara

dan Negara wajib mengusahakan pembiayaannya. Ini menjadi amanat besar dan latar

belakang utama kenapa dana BOS hadir dalam proses pendidikan wajib belajar 9 tahun.

Namun pada kenyataannya tidak semua sekolah dan tidak semua warga Negara

membutuhkan dan harus diberi subsidi untuk pendidikan dasar ini, hal ini terbukti dengan

beberapa sekolah yang tidak menerima dana BOS,  tapi tetap menjual kualitas kepada

customernya.

Peninjauan kembali bukan berarti penghapusan program, tapi pembaharuan design

program BOS bisa menjadi solusi. Bisa saja pemerintah mengatur kembali pendanaan untuk

sekolah yang sudah maju secara financial dan juga aturan yang khusus untuk warga Negara

yang sudah tidak layak untuk mendapatkan subsidi.

2.      Dana Berkeadilan

Adil bukan berarti sama rata, bisa saja besaran antara yang satu dengan yang lainnya

berbeda, tapi secara teknis dan hakikatnya besaran itu bisa mencukupi serta bisa digunakan

secara efektif dan efisien. Oleh karena itu dana yang berkeadilan sudah saatnya diberlakukan

untuk pengelolaan subsidi pendidikan. Tidak sepantasnya peserta didik yang orang tuanya

mampu secara financial, tapi masuk dan bersekolah di sekolah yang mendapatkan subsidi

dari pemerintah, sehingga disini dibutuhkan peran serta dari sekolah untuk benar-benar

mendata peserta didik yang layak disubsidi.

Jika dana berkeadilan ini benar-benar diterapkan dalam system pengelolaan dana subsidi

pendidikan, bisa saja kedepan orang tua akan beranggapan jika dia tergolong kedalam warga

yang layak mendapatkan subsidi maka dia harus menyekolahkan anaknya pada sekolah

bersubsidi, sedangkan untuk warga yang tidak masuk kedalam kategori layak subsidi

menyekolahkan anaknya ke sekolah yang tidak bersubsidi. Sehingga konsentrasi dana akan

benar-benar terarahkan untuk peningkatan kualitas pendidikan, dan tidak ada kesenjangangn

kualitas antara sekolah yang bersubsidi dengan sekolah yang tidak bersubsidi. Namun

tentunya dana berkeadilan ini dibutuhkan sifat manusia Indonesia yang baik, tidak

mendahulukan ego dalam bertindak dan sadar akan kepentingan umum atau social.

3.      Pengwasan yang Efektif dan Efisien

Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen atau administrasi. Pengawasan

merupakan tindakan yang berfungsi untuk memperhatikan kondisi yang terjadi di lapangan

dengan kondisi yang diharapkan dari pembuat kebijakan. Kebijakan subsidi pendidikan yang

tertuang dalam program BOS sudah seharusnya mendapatkan pengawasan yang baik dari

pemerintah, karena ini merupakan program atau kebijakan pemerintah, sehingga perhatian

untuk proses pengawasan pun harus diperhatikan. Selama ini pengawasan yang terjadi pada

pengelolaan dana BOS cukup pada tataran pelaporan saja, sedangkan implementasi

kenyataan di lapangan masih kurang, pihak pengawas, kantor dinas atau pemerintah, merasa

cukup dengan laporan yang ada diatas kertas saja, padahal jika dilihat di lapangan, belum

tentu sesuai dengan apa yang ada dalam laporan, sehingga disini benar-benar dibutuhkan

pengawasan yang efektif dan efisien untuk menanggulangi penyalahgunaan wewenang dalam

penggunaan dana BOS. Pengawsan melekat dan pengefektifan tenaga pengawasan yang ada

bisa jadi menjadi solusi bagi pengawasan yang efektif.

4.      Pendampingan Dari Ahli Yang Kompeten

Tidak sedikit juga sekolah yang melakukan kesalahan dan penyelewengan tidak dengan

sengaja, ada juga factor ketidaktahuan, atau ketidaksengajaan, sehingga oleh oknum-oknum

pendidikan diperdaya dan disalahgunakan. Oleh karena itu, pendampingan dari ahli yang

kompeten bisa menjadi solusi untuk masalah ini. Ahli yang dimaksud bukan hanya professor

atau dosen dari ahli keuangan, tapi minimal orang atau lembaga social yang faham

pengelolaan pendidikan, sehingga pemahaman terhadap pengelolaan pendidikan akan

menajdi dasar yang kuat bagi teknis pelaksanaan pengelolaan dana BOS. Hal ini dikarenakan

di sekolah belum ada tenaga professional yang menangani manajemen sekolah, tenaga yang

ada hanyalah lulusan SMA atau bahakan SMP, sedangkan untuk mengelola dana sebesar ini

dibutuhkan beberapa kompetensi yang utama, disamping tentunya kompetensi manajerial.

Pendampingan bisa saja dari mahasiswa Administrasi Pendidikan, atau lembaga social

lainnya yang bisa ikut mengawal dan menjadi mitra pendamping bagi sekolah. Hal ini bisa

saja menekan penyalahgunaan dan ketidak tepatan penggunaan dana BOS di sekolah, terlebih

lagi di daerah yang kemampuan guru dan tenaga kependidikan lainnya relatif berbeda dengan

sekolah yang sudah lain.

BAB III

PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Pendidikan merupakan kebutuhan primer bagi manusia. Pendidikan juga memegang

peran penting dalam pembangunan, sehingga kemajua pendidikan sangat dibutuhkan bagi

suatu bangsa yang ingin menuju kemajuan. Untuk kemajuan pendidikan, dibutuhkan

konsentrasi yang tinggi dari berbagai elemen bangsa terutama pemerintah. Dalam UUD 1945,

dinyatakan bahwa pendidikan merupakan hak bagi setap warga Negara, dan untuk program

wajib belajar pendidikan dasar, pemerintah berkewajiban untuk mengupayakan

pendanaannya. Selain itu, Perkembangan pendanaan pemerintah melalui APBN mengalami

perkembangan, pengurangan subsidi untuk BBM mempengaruhi besaran subsidi untuk

bidang lainnya, begitu juga dengan pendidikan, salah satu hasinya yaitu adanya pendanaan

Bantuan Operasioanl Sekolah (BOS) dalam pendidikan.

Mekanisme pencairan BOS pada awalnya berasal dari pusat, tapi sejak pertengahan 2010

dana BOS ditransfer ke pemerintah daerah yang akan menjadi sumber APBD. Shingga saat

ini sekolah-sekolah tidak menerima langsung dari rekening pusat, tapi bersumber pada

APBD. Penggunaan dana BOS diperuntukan bagi seluruh biaya operasional ruti sekolah,

sedangkan untuk biaya pembangunan tidak berasal dari BOS.

Penyalahgunaan pengelolaan dana BOS banyak ditemukan di beberapa daerah, kasus

yang paling sering adalah penggelembungan jumlah siswa, penyalahgunan dana, dan bahkan

data dan pelaporan fiktif sering menghiasi surat kabar tentang penyelewengan dana BOS. Hal

ini bisa juga dipicu oleh system yang berjalan, lemahnya pengawasan dan partisipasi public

yang kurang, sehingga menyebabkan tujuan dari adanya subsidi BOS sendiri menjadi kurang

dan cenderung berkurang kebermanfaataannya.

Untuk itu diperlukan tindakan preventif dari setiap lembaga dan elemen dari bangsa ini

untuk kemajuan dan pengefektifan pengelolaan dana BOS. Diantaranya solusi yang kami

tawarkan adalah kembali mengkaji kebijakan yang sudah ditetapkan, karena satu kebijakan

tidak mungkin langsung cocok pada tataran implemntasi. Selain itu, kebijakan dana

berkeadilan juga bisa menjadi salah satu solusi dari permasalahan, karena kondisi orang tua

dan siswa serta sekolah tidak semua sama, sehingga yang mendapatan subsidi adalah orang-

orang yang benar-benar layak mendapatkan subsidi. Pengawasan yang lebih efektif dan

efisien juga mendukung pencapaian tujuan dana BOS. Solusi lain yang bisa dicoba adalah

pendampingan oleh ahli yang kompeten bisa mempermudah pengelolaan dan efektifitas

penggunaan dana BOS, mahasiswa Administrasi Pendidikan, serta ahli dalam bidang

manajerial pendidikan bisa menjadi pendamping utama dan ikut membantu dalam

mengarahkan, hal ini dikarenakan kurangnya tenaga profesioanal terkait administrasi dan

manajemen sekolah yang ada di sekolah.

3.2  Saran

Dari pemaparan makalah kami ini kami bisa sedikit memberikan saran kepada bebrpa

pihak, baik pemabaca, pelaku pendidikan, ataupun pelaksana teknis pendidikan, diantaranya :

1. Para stakeholder pendidikan (guru, kepala sekolah, siswa, orang tua murid,

masyarakat) harus ikut mengawasi dan berpartisipasi aktif dalam proses pengelolaan

dan BOS. Hal ini akan sangat berpengaruh kepada efektifitas penggunaan dan BOS.

2. Para pelaku pendidikan atau pihak lembaga pendidikan untuk bisa kooperatif dan

terbuka, asas tranparansi dan akuntabilitas harus dijadikan patokan dalam pengelolaan

dana BOS

3. Kepada pemangku kebijakan untuk tetap mengkaji dan mengevaluasi kbijakan yang

dikeluarkan, termasuk efektifitas pengelolaan dana BOS.

Akuntabilitas Pengelolaan Dana BOS

Detail

Dibuat: Senin, 27 April 2015 07:47

Ditulis oleh Trisulo

Akuntabilitas Pengelolaan Dana BOS

Oleh : Trisulo

Widyaiswara BDK Denpasar

ABSTRAKSI

Penyaluran dana BOS membawa konsekuensi wajib dipenuhinya azas-azas dalam penyelenggaraan keuangan negara.  Penanggungjawab dana BOS dituntut memberikan laporan pertanggungjawaban yang mekanismenya tertuang dalam peraturan terkait dengan prinsip utama transparansi dan akuntabilitas.  Ditemuinya ketidakpatuhan dalam pelaksanaan memerlukan pendalaman lebih lanjut sebagai upaya memastikan penyebab permasalahan, apakah karena mekanisme yang tidak tepat, atau karena sebab lainnya.

 

Keywords : BOS, Akuntabilitas, Pertanggungjawaban

A. Pendahuluan

         Dijelaskan dalam UUD Negara RI pasal 31 ayat (2) bahwa “setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Pada akhirnya membawa konsekuensi alokasi belanja negara di bidang pendidikan sebesar 20% dari APBN. Dalam perkembangannya adalah, muncul kebijakan pemerintah dalam alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah.  

         Dalam Undang-undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, dijelaskan sebagai upaya pemerintah dalam meningkatkan harkat/martabat bangsa. Ditulis dalam Bab II pasal 3 yang berbunyi :

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

         Pasal 34 ayat 2 juga menyebutkan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, sedangkan dalam ayat 3 menyebutkan bahwa wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

         Konsekuensi dari amanat Undang-undang tersebut adalah pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP), SMU serta satuan pendidikan lain yang sederajat.

         Dari sisi pendanaan, pemerintah juga mengalokasikan dana cukup besar dan meningkat setiap tahunnya sebagaimana tabel di bawah ini : 

 Bandingkanlah jumlah total tersebut dengan biaya pembangunan jembatan penghubung Kota Surabaya dengan Madura Suramadu yang menelan biaya 4,2 Triliun, dan pembangunan jalan tol Bali Mandara di perairan Benoa Provinsi Bali yang menelan biaya 2,4 triliun.  Ini artinya, bila ada penyimpangan “kecil” pada alokasi dana BOS telah mampu menghilangkan potensi pembangunan yang cukup besar. B. Masih terdapat penyimpangan

a. Tahap perencanaan, adalah dengan menggelembungkan data jumlah siswa. Siswa yang sudah pindah atau lulus tetap dimasukkan dalam daftar penerima dana BOS dengan harapan dana yang diperoleh sekolah bertambah.  Modus lainnya dengan mengajukan anggaran belanja fiktif, memperbanyak anggaran tak terduga, menjalin kolusi dengan panitia, membikin belanja barang habis pakai secara berulang-ulang, dobel anggaran, hingga menerima program titipan.

b. Tahap pencairan, kebocoran dana BOS terjadi dengan modus memperlambat pencairan hingga pemberian gratifikasi atau uang terima kasih. Modus-modusnya rapi dan tak kasat mata. Pada tahap pembelanjaan, modus membocorkan dana BOS dengan menurunkan kualitas spesifikasi barang. Pengelola dana BOS telah berkolusi dengan instansi/penyedia barang.

c. Tahap pelaporan, bukan hanya keterlambatan pelaporan.  Tetapi juga penyajian laporan meliputi transparansi dan akuntabilitas laporan.  Kasus-kasus demikian banyak ditemukan di berbagai daerah ketika pemeriksa/pengawas membandingkan dokumen rencana kerja anggaran sekolah (RKAS) dengan laporan pertanggungjawaban (LPj). Spesifikasi barang di RKAS dengan LPj banyak yang berbeda.  Dampaknya tak hanya kualitas yang tak sesuai standar, tapi ada alokasi dana yang sengaja dihilangkan.  (sumber : http://awasibos.org/liputan/biaya-pendidikan-dana-bos-bocor-dengan-berbagai-modus/)

          Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.07/2013, alokasi BOS mulai 1 Januari 2014 adalah sebesar Rp580.000,00 per siswa per tahun untuk SD/SLB, dan sebesar Rp710.000,00 per siswa pertahun untuk SMP/SMPLB/SMPT. Jumlah ini meningkat lagi pada 2015

yaitu Rp800.000,00 untuk SD/SLB, sebesar Rp1.000.000,00 untuk SMP/SMPLB/SMPT, serta sebesar Rp1.200.000,00 untuk SMU per siswa per tahun.          Mekanisme penyalurannya di lingkup sekolah sebenarnya sangat sederhana. Sekolah (dalam tim) mengajukan rencana penggunaan Dana BOS, dan selanjutnya dana BOS disalurkan ke sekolah sesuai rencana penggunaan.  Namun, dalam prakteknya masih ditemukan penyimpangan pengalokasian dan BOS.           Diantara modus penyimpangan alokasi dana BOS adalah : 

         Contoh kasusnya adalah, Periode 2004-2009, kejaksaan dan kepolisian seluruh Indonesia juga berhasil menindak 33 kasus korupsi terkait dengan dana operasional sekolah, termasuk dana BOS. Kerugian negara dari kasus ini lebih kurang Rp 12,8 miliar. Selain itu, sebanyak 33 saksi yang terdiri dari kepsek, kepala dinas pendidikan, dan pegawai dinas pendidikan telah ditetapkan sebagai tersangka.  Perubahan mekanisme penyaluran dana BOS sesuai dengan mekanisme APBD secara tidak langsung mengundang keterlibatan birokrasi dan politisi lokal dalam penyaluran dana BOS. Konsekuensinya, sekolah menanggung biaya politik dan birokrasi (sumber : http://www.arifin-kumpulanmakalah.blogspot.com/2012/03/makalah-permasalahan-pengeloloan-dana.html )

 

         Berdasarkan pengamatan awal penulis di lapangan, serta membandingkan banyak berita di media massa.   Sementara ini, pihak sekolah mengeluh dengan mekanisme pertanggungjawaban dana BOS, terutama pada level pendidikan dasar (Ibtidaiyah/Tsanawiyah).  Mereka memandang mekanismenya terlalu rumit, sehingga kadang mengganggu konsentrasi dalam proses belajar mengajar.  Bahkan ada salah satu sekolah yang menolak menerima dana BOS, atau menerima dengan terpaksa karena kesulitan membuat laporan pertanggungjawaban.

 

         Para penanggungjawab sekolah memandang prosedur pelaporan dan pertanggungjawaban dan BOS adalah hal baru yang sulit bagi mereka.  Alasan lain adalah, karena pertanggungjawaban BOS adalah mekanisme yang terpisah atau bukan bidang tugas kependidikan atau belajar mengajar.  Lalu apakah yang sebenarnya menjadi faktor penyebab fakta penyimpangan dana BOS, dan apa hubungannya dengan pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan, dalam prespektif keuangan negara.

 

C. Mekanisme pertanggungjawaban

 Sistem penganggaran berbasis kinerja menuntut kepatuhan dari hulu ke hilir dari proses perencanaan sampai pertanggungjawaban.  Lahirnya kebijakan Dana BOS bukan berarti behentinya permasalahan pendidikan, namun memunculkan masalah baru terkait dengan penyelewengan dana BOS, dan ketidakefektifan pengelolan dana BOS.   Tujuan baik pemerintah, tidak diimbangi dengan sistem yang ada , sehingga menjadi bumerang dan menghasilkan masalah baru.     Terdapat temuan pengelolaan dana BOS tidak akuntabel (dikutip dari http://awasibos.org/kabar/darurat-revisi-kebijakan-bos/ ) antara lain adalah:

1.

a. Konsumsi UN/UAS  (makan & minum). Nilai nominal di RKAS dengan SPJ berbeda), tidak ada daftar hadir penerima konsumsi, kwitansi tidak wajar, tanggal di kwitansi dengan tanggal pelaksanaan tidak sesuai.

b. Biaya praktek ujian renang. Nilai nominal tidak sesuai, les renang 3 juta tidak ada tiket masuk berapa, yang ikut berapa, hanya glondongan saja.

c. Pembelian bahan bangunan. SPJ pada kwitansi nama toko merujuk toko bangunan akan tetapi isi kwitansi (transaksi) berupa foto kopi.

d. Rapat pembelian buku. Daftar hadir kosong dan berita acara tidak ada.e. Penggandaan naskah soal ujian sekolah. Tanggal penawaran penggandaan soal

naskah, penerimaan naskah soal dan pelaksanaan tidak sesuai.f. Honorarium tenaga honorer. Jumlah penerimaan tidak wajar, honor kepala sekolah,

guru dan satpamnya sama.g. Pembelian rak buku. Kwitansi dari penyedia tidak wajar-toko reklame menyediakan

rak buku.h. Sebagian besar tidak mencantumkan kode mata anggaran, nomor bukti tidak ada,

sehingga susah dilacak.

ix. Ketidaksesuaian antara buku kas umum dengan bukti pengeluaran.

j. Banyak pengeluaran yang tidak ada kwitansinya.k. Jumlah anggaran ATK dan FC di RKAS selama 3 bulan sejumlah Rp.39.517.900.

ATK dalam PPDB ini mereka banyak membeli kertas HVS, 70gram 10rim, HVS warna, HVS buram 10 rim, padahal itu hanya butuh formulir. Kemudian ada juga fotocopy sampai 2juta.

l. Ada 2 nota dalam sekali pembelanjaan yang dipertanyakan, karena nota lembar pertama total jumlahnya salah, jumlah nota 2 ditulis ke nota 1 begitupun sebaliknya.

m. PPN 10% dari alat tulis ATK dan dicatat dalam nota toko.n. Dalam nota tidak dilengkapi dengan tanggal.o. Tanda tangan dalam daftar hadir dipertanyakan.p. Dimungkinkan manipulasi dalam buku kas umum, karena dalam satu bulan, saldo 

berbeda, tetapi pengeluaran sama.q. Dalam juknis menyebutkan, bahwa uang lelah guru yang bertugas di luar jam

mengajar hanya menyebut batas kewajaran, tidak ada regulasi tentang batas kewajaran (kasus di bulan April 2012).

r. Dalam juknis disebutkan bahwa BOS boleh diperuntukkan peningkatan profesi guru, sementara di dana APBD juga ada untuk peningkatan profesi guru, dan peningkatan sertifikasi pun ada sendiri.

s. Banyak ditemukan nota gelondongan, tidak ada tanggalnya.t. Triwulan I: kwitansi No.15 nota pendukung tidak bertanggal, dan nama pembeliu. Kwitansi No. 16 dan No,17, kwitansi tidak ada materai dan tidak ada nota

pendukungnyav. Pencairan dari Bank tidak masuk dalam buku kas umum

w. Di dalam kas umum ada pinjaman dari keuangan sekolah dan tidak jelas pengembaliannya

x. Saldo di buku kas umum hampir selalu nol.y. Saldo April 18juta. Tapi bulan Mei ada nota pengeluaran untuk pembayaran pinjaman

bulan sebelumnya kwitansi No.3 laporan triwulan II.z. Pembayaran pajak di bulan Mei atas transaksi di bulan Januari.

aa. Bentuk nota dan tulisan sama, tapi stempel berbeda-beda.bb. Daftar hadir siswa komplit/tidak ada yang absen, dalam kegiatan ekstrakurikuler,

termasuk gurunya.cc. Daftar hadir tidak sesuai dengan periode laporan.dd. Penggelembungan volume (tidak sesuai dengan jumlah peserta. Misal daftar hadir:

30 orang, 2 kali kegiatan, tapi pembelian konsumsinya 139 box itu (23 Oktober).ee. Barang yang dibeli kurang spesifik dituliskan dalam nota.

ff. Nota yang tidak lazim: penggandaan LKS Remedial No.6 (triwulan IV) sebesar Rp. 2.311.000,- Penggandaan LKS remedial untuk 40 kali kegiatan dengan seluruh siswa. (biasanya memang untuk semua siswa, sekalian remedial seluruh siswa).

gg. Ekstrakurikuler bahasa Inggris dobel honor, satu untuk guru 3 orang, satunya untuk narasumber. Daftar hadirnya 18, honornya 20 kali. Sekali hadir 75 kali.

       

Temuan-temuan tersebut menjadi fakta bahwa pelaporan dana BOS dianggap tidak akuntabel.  Namun, penulis ingin mengambil beberapa contoh dari fakta di atas sebagai berikut : 

1. Biaya praktek ujian renang. Nilai nominal tidak sesuai, les renang 3 juta tidak ada tiket masuk berapa, yang ikut berapa, hanya glondongan saja.

2. Pembelian bahan bangunan. SPJ pada kwitansi nama toko merujuk toko bangunan akan tetapi isi kwitansi (transaksi) berupa foto kopi.

3. Rapat pembelian buku. Daftar hadir kosong dan berita acara tidak ada.4. Terkait dengan pelaporan pajak, dan lain-lain

 Pertanyaannya adalah mengapa kesalahan tersebut bisa terjadi.  Apakah kesengajaan, ketidaktahuan, atau motif lain yang belum terungkap ?  

Namun, terlepas dari kekeliruan sistem atau kualitas sumber daya manusianya, temuan tersebut akan mempengaruhi proses berikutnya, yaitu pelaporan dan pertanggungjawaban.   Penanggungjawab dana BOS di level provinsi berkewajiban membuat laporan realisasi penyaluran pada setiap akhir periode.  Dengan deretan penyimpangan sebagaimana disampaikan di atas, mengakibatkan seringnya terjadi keterlambatan penyajian laporan. 

 

         Di sisi lain, penanggungjawab dana BOS juga harus merujuk pada Undang-undang No.1/2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 21(1) menerangkan bahwa Pembayaran atas beban APBN/APBD tidak boleh dilakukan sebelum barang/jasa diterima.  Akibat yang terjadi dalam prakteknya, dana BOS baru dicairkan oleh Pengguna/Kuasa Pengguna Anggaran setelah pihak sekolah menyiapkan seluruh bukti-bukti pengeluaran sesuai Rencana Kerja Anggaran Sekolah (RKAS).  Ini artinya, sebelum dana BOS diterima oleh pihak sekolah, harus sudah terdapat pengeluaran/bukti pengeluaran.   Alur pelaporan keuangan penulis gambarkan seperti bagan di bawah ini, untuk menunjukkan dampak penyimpangan dana BOS terhadap penyajian laporan keuangan.

Dapat pula diihtisarkan bahwa, bila terjadi penyimpangan/temuan seperti di atas maka berakibat tertundanya pencairan dana BOS berikutnya.  Ini artinya, akan terjadi penumpukan realisasi di akhir tahun, yang berdampak pelaporan/pertanggungjawaban tidak akuntabel.

 

D. Alternatif Pemecahan Masalah

      Sesuai Pasal 1 UU 15 tahun 2004 dijelaskan bahwa Tanggung Jawab Keuangan Negara merupakan kewajiban Pemerintah untuk melaksanakan pengelolaan keuangan negara secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, dan transparan, dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

     Akuntabilitas publik merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban atas segala bentuk aktivitas yang dilakukan oleh seseorang pemegang kuasa terhadap orang atau badan yang meminta pertanggungjawaban tersebut. Akuntabilitas ini dilakukan sebagai bentuk transparansi dari kegiatan operasional suatu instansi.

         Namun demikian terdapat beberapa dimensi dalam akuntabilitas publik. Dikemukakan oleh Hapwood dan Tomkins juga Elwood yang diterjemahkan oleh Mahmudi dalam bukunya ”Manajemen Sektor Publik”, bahwa:

 ”Dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh lembaga-lembaga publik tersebut antara lain: 

1. Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran 2. Akuntabilitas Manajerial3. Akuntabilitas Program4. Akuntabilitas Kebijakan5. Akuntabilitas Finansial” (2005:10)

       Maka pertanyaannya, dalam dimensi manakah pihak sekolah sebagai pengelola dana BOS. Karena masing-masing dimensi menuntut pertanggungjawaban yang berbeda. Menjadi ironi bila pemerintah bermaksud memberikan kontra prestasi langsung kepada masyarakat di satu sisi.  Di sisi lain, masyarakat yang terlibat (dalam hal ini penanggungjawab BOS Sekolah) tidak dapat melakukannya dengan sempurna.  Mungkin masyarakat penyandang BOS telah melaksanakan amanah dengan nyata (dimensi kejujuran dan program), tetapi tidak memenuhi akuntabilitas Finansial. 

        Apakah pemerintah tidak khawatir dengan fenomena beberapa sekolah yang “ketakutan” untuk menerima dana BOS.  Karena faktanya di sekolah terpencil atau madrasah, hanya ada seorang kepala sekolah dan seorang tenaga terampil yang merangkap tugas guru.  Yang dari sisi jumlah personil saja tidak memadai, bagaimana pula dengan pengembangan sumber daya manusia untuk kegiatan pengelolaan dana BOS.

           Seyogyanya dapat diambil dua kebijakan menjadi titik temu.  Dari pihak sekolah misalnya, perlu penyempurnaan pengaturan yaitu transparansi RKAS, dengan kewajiban mengumumkannya secara terbuka.  Ini akan memicu “rasa” tanggung jawab dari penyandang Dana BOS.  Pengawasan dari masyarakat, menurut hemat penulis dewasa ini lebih bermanfaat mendidik daripada pengawasan dari aparat pengawas pemerintah.

          Dari sisi Kuasa Bendahara Umum Negara, pertanggungjawaban dana BOS cukup sederhana.  Pelaporan penyaluran dengan penjelasan jumlah yang disalurkan dan penerimanya.  Bila lebih disetor ke Kas Negara. Bila kurang, pemerintah telah menyiapkan dana cadangan untuk itu.  Nampaknya perlu dibuat penyederhanaan pertanggungjawaban dana BOS di tingkat Kuasa

Pengguna Anggaran.  Bayangkan bila 50 madrasah di Bali menolak menerima dana BOS, maka bukan hanya terjadi penyerapan anggaran yang tidak optimal.  Tetapi juga tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa berada dalam masalah.

E. Simpulan

Dalam sebuah sistem, semua komponen pasti terkait.   Perlu ketelitian dalam membuat kebijakan yang memiliki dampak langsung terhadap sistem.  Dana BOS menjadi pembicaraan seru pada lembaga-lembaga pendidikan, serta insan yang terkait.  Kita tidak bisa memandang bahwa Dana BOS hanya masalah yang terkait dengan sekolah atau pendidikan.  Faktanya, proses penyalurannya memberi dampak terhadap laporan keuangan pemerintah.

 Kedepan perlu dirancang pengaturan yang bersinergi, tujuan mencerdaskan bangsa terwujud, pelaporan keuangan lebih akurat dan akuntabel.

 

F. Bahan Bacaan

        Giyanto. Akuntabilitas Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Di Sekolah Dasar Negeri Belah I Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan. Naskah Publikasi Diajukan Kepada Program Studi Manajemen Pendidikan Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2013.

 Mardiasmo. Akuntansi Sektor Publik (Edisi Kedua). Yogyakarta: Andi (2004).

 Krismiaji. Sistem Informasi Akuntansi. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. 2002.

 Mahmudi. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. (2005).

 Jogianto HM. Sistem Teknologi Informasi. Andi. Yogyakarta. 2005.

 Robert G Murdick, dkk, Sistem Informasi Untuk Manajemen Modern, Jakarta : Erlangga, 1991.

  Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 201/PMK.07/2013 Tentang Pedoman Umum dan Alokasi BOS Tahun 2014.

 Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara.

 Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.

 Undang-undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara.

 Undang-undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

 Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

 http://awasibos.org/liputan/biaya-pendidikan-dana-bos-bocor-dengan-berbagai-modus/

 http://awasibos.org/kabar/darurat-revisi-kebijakan-bos/