13
Tugas Manajemen Perpajakan PPN Disusun Oleh : Andre Kurniawan Renal Rifai Sixnaldi Universitas Andalas PPAK Padang

Makalah PPn

Embed Size (px)

DESCRIPTION

good

Citation preview

Tugas Manajemen PerpajakanPPN

Disusun Oleh :Andre KurniawanRenal RifaiSixnaldi

Universitas AndalasPPAKPadang2015PPN dan PPnBMA. Pajak Pertambahan Nilai ( PPN)Pajak pertambahan nilai (value added tax) pertama kali diperkenalkan oleh Carl Friedrich Von Siemens, seorang Industrialis dan konsultan pemerintah Jerman pada tahun 1919. Pemerintah Indonesia mulai mengadopsi system Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada tanggal 1 April 1985 untuk menggantikan Pajak Penjualan (PPn) yang sudah berlaku di Indonesia sejak tahun 1951.Dengan Undang-undang Darurat Nomor 19 Tahun 1951, Pajak Penjualan berlaku di Indonesia sejak 1 Oktober 1951. Undang-undang ini dinamakan UU PPn 1951.Kemudian dengan UU Nomor 35 Tahun 1953, UU Darurat tersebut ditetapkan menjadi Undang-Undang. UU PPn 1951 yang sudah memberikan dedikasinya selama lebih dari 30 tahun, dalam Reformasi Sistem Perpajakan Nasional 1983 yang lebih dikenal dengan sebutan Tax Reform 1983, diganti dengan PajakPertambahan Nilai. Adapun latar belakang penggantian ini, adalah :1) UU PPn 1951 telah berulang kali diubah sehingga sulit dipahami dan dilaksanakan.2) Dalam pelaksanaannya UU PPn 1951 menimbulkan pengenaan pajak berganda sehingga PPn menjadi tidak netral baik dalam perdagangan di dalam negeri maupun internasional.3) Mengandung dualisme sistem pemungutan, yaitu bagi wajib pajak yang mampu menyelenggarakan pembukuan menggunakan self assessment system sedangkan bagi yang tidak mampu menyelenggarakan pembukuan menggunakanofficial assessment system.4) Variasi tarif yang cukup banyak, sampai 9 macam tarif, menyulitkan tindakan pengawasan terhadap kepatuhan wajib pajak. Sisi negatif PPn ini, terutama pengenaan pajak berganda mendorong wajib pajak untuk menghindar dari pengenaan PPn bahkan kalau perlu mereka melakukan penggelapan pajak. Menghindar dari pengenaan pajak (tax avoidance) masih tergolong sebagai tindakan legal misalnya beberapa perusahaan dalam satu rangkaian beberapa mata rantai jalur produksi atau distribusi yang sejenis melakukan peleburan usaha, sehingga beberapa mata rantai produksi atau distribusi lolos dari pengenaan PPn. Misalnya perkebunan kapas, pabrik benang, pabrik tekstil, perusahaan garmen meleburkan diri menjadi satu perusahaan garmen terpadu. Dengan demikian, maka penyerahan bahan baku antar divisi tersebut tidak dapat dikenakan PPn karena berada dalam satu perusahaan terpadu. Bagi pengusaha yang lain yang lebih suka mengambil jalan pintas, lebih memilih menyelundupkanataumenggelapkan pajak dengan cara melaporkan jumlah peredaran bruto lebih rendah daripada yang sebenarnya.Pajak pertambahan nilai yaitu pajak dikenakan oleh karena adanya perbuatan yaitu penyerahan barang dan jasa di daerah pabean di Indonesia.

BAB IIPEMBAHASANKarateristik PPN1. Pajak tidak langsung, maksudnya pemikul beban pajak dan penanggung jawab atas pembayaran pajak ke kantor pelayanan pajak adalah subjek yang berbeda.2. Multitahap, maksudnya pajak dikenakan di tiap mata rantai produksi dan distribusi.3. Pajak objektif, maksudnya pengenaan pajak didasarkan pada objek pajak.4. Menghindari pengenaan pajak berganda.5. Dihitung dengan metode pengurangan tidak langsung (indirect subtraction), yaitu dengan memperhitungkan besaran pajak masukan dan pajak keluaran.Objek Pajak 1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha2. Impor Barang Kena Pajak3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean6. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.7. Kegiatan membangun sendiri tidak dalam lingkungan kegiatan/usaha8. Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan.

Barang Kena Pajak yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilaia. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya;b. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;c. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya;d. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.Jasa Kena Pajak yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilaia. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;b. Jasa di bidang pelayanan sosial;c. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;d. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi;e. Jasa di bidang keagamaan;f. Jasa di bidang pendidikan;g. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan;h. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan;i. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air;j. Jasa di bidang tenaga kerja;k. Jasa di bidang perhotelan;l. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.Subjek Pajak Dalam hah Pajak Pertambahan Nilai , Subjek pajak disebut Pengusaha Kena Pajak (PKP) dikaitkan dengan Objek Pajaknya.Objek PajakSubjek Pajak

Penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena PajakPengusaha kena pajak

Impor barang kena pajakDirektorat Jenderal Bea Cukai

Ekspor barang kena pajakPengusaha kena pajak

Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean Orang pribadi / Badan

Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabeanOrang pribadi / Badan

Penyerahan barang kena pajak / jasa kena pajak oleh pemungut PPNPemungut PPN

Kegiatan mambangun sendiriOrang pribadi / Badan

Penyerahan aktivaPengusaha kena pajak

Tarif Pajak Pertambahan Nilai a. Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen).b. Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang Kena Pajak adalah 0% (nol persen).c. Dengan Peraturan Pemerintah, tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi serendah-rendahnya 5% (lima persen) dan setinggi-tingginya 15% (lima belas persen).Dasar Pengenaan Pajak ( DPP)Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak yang terutang, teridir dari :1. Harga Jual ( Untuk penyerahan Barang Kena Pajak )2. Nilai Penggantian ( Untuk penyerahan Jasa Kena Pajak )3. Nilai Impor ( Untuk penyerahan Barang Kena Pajak )4. Nilai Ekspor ( Untuk penyerahan Barang Kena Pajak )5. Nilai Lain Untuk pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor Untuk pemberian cuma-cuma BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual rata-rata Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film Untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran Untuk Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, adalah harga pasar wajar Untuk penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang adalah harga pokok penjualan atau harga perolehan Untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang adalah harga lelang; Untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10 % (sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih; atau Untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.Cara Menghitung Pajak1. Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 UU PPN dengan Dasar Pengenaan Pajak.2. Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama.3. Dalam hal belum ada Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak, maka Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan.4. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak.5. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dimintakan kembali atau dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.6. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak.7. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.8. Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pengusaha yang dikenakan Pajak Penghasilan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, dapat dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.9. Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk: Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha; Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van, dan kombi kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan; Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; P erolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bukti pungutannya berupa Faktur Pajak Sederhana; Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5); Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6); Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak; Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan.10. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.BAB IIIKESIMPULAN1. Pajak pertambahan nilai yaitu pajak dikenakan oleh karena adanya perbuatanyaitu penyerahan barang dan Jasa di daerah pabean di indonesia.2. PajakPertambahanNilai(PPN)adalahpajakyangdikenakanatassetiappertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. DI Indonesia menganut sistem tariff tunggal untuk PPN, yaitu sebesar 10 persen.3. Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha sebagaimana dimaksud pada penjelasandiatas,yangmelakukanpenyerahanBarangKena pajakdanataupenyerahan jasa kena pajak yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang PPN.4. Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang berwujud yangmenurut sifat atauhukumnya dapat berupa barang bergerak atau barangtidak bergerak, dan barang tidak berwujud yang dikenal paak berdasarkan undang-undang PPN.5. Jasa KenaPajak(JKP)adalahsetiapkegiatanpelayananberdasarkansuatu perikatan atau perbuatanhukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk pemesan yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang PPN 1984.

Daftar Pustakahttp://www.pajak.go.id/content/mengenal-lebih-dekat-pajak-pertambahan-nilai. Tentang Mengenal lebih dekat Pajak Pertambahan Nilai.Diakses, 26 Maret 2014.http://id.wikipedia.org/wiki/Pajak_pertambahan_nilai. Tentang Pajak Pertambahan Nilai. Diakses, 27 Maret 2014.http://www.pajak.go.id/sites/default/files/BookletPPN.pdf. Tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pelaporan Usaha Untuk Dikukuhkan Sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).Diakses, 27 Maret 2014.http://www.pajak.go.id/content/seri-ppn-dan-ppnbm-cara-menghitung-ppn-dan-ppn bm. Tentang Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM). Diakses, 27 Maret 2014.S.R., Soemarso. 2007. Perpajakan Pendekatan Komprehensif. Jakarta: Salemba Empat.