22
PELAKSANAAN TINDAK UJARAN 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Kajian wacana sebetulnya telah lama dimulai berabad-abad yang lalu dengan nama “seni berbicara atau retorika”. Bidang kajian ini mencapai kejayaannya pada abad pertengahan. Pada abad-abad selanjutnya, bidang kajian ini telah memudar dari perhatian orang terutama pada awal abad XX. Pada awal itu, orang memusatkan perhatiannya pada analisis kalimat atau unsur-unsur yang lebih kecil. Kalimat dipandang sentral dan otonom sehingga analisisnya terlepas dari konteks. Kajian wacana mencapai perkembangan dalam menentukan bentuk dan arah sekitar awal tahun 1970-an. Berbicara mengenai wacana khususnya wacana lisan akan sangat erat kaitannya dengan pragmatik. Seperti kita ketahui dalam komunikasi, satu maksud atau satu fungsi dapat diungkapkan dengan berbagai bentuk/struktur. Untuk maksud “menyuruh” orang lain, penutur dapat mengungkapkannya dengan kalimat imperatif, kalimat deklaratif, atau bahkan dengan kalimat interogatif. Dengan demikian, pragmatik lebih cenderung ke fungsionalisme daripada ke formalisme. Pragmatik berbeda dengan semantik, pragmatik mengkaji maksud

Makalah (Situasi Tutur Dan Tindak Tutur)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jjj

Citation preview

Page 1: Makalah (Situasi Tutur Dan Tindak Tutur)

PELAKSANAAN TINDAK UJARAN

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Kajian wacana sebetulnya telah lama dimulai berabad-abad yang lalu

dengan nama “seni berbicara atau retorika”. Bidang kajian ini mencapai

kejayaannya pada abad pertengahan. Pada abad-abad selanjutnya, bidang kajian

ini telah memudar dari perhatian orang terutama pada awal abad XX. Pada awal

itu, orang memusatkan perhatiannya pada analisis kalimat atau unsur-unsur yang

lebih kecil. Kalimat dipandang sentral dan otonom sehingga analisisnya terlepas

dari konteks. Kajian wacana mencapai perkembangan dalam menentukan bentuk

dan arah sekitar awal tahun 1970-an.

Berbicara mengenai wacana khususnya wacana lisan akan sangat erat

kaitannya dengan pragmatik. Seperti kita ketahui dalam komunikasi, satu maksud

atau satu fungsi dapat diungkapkan dengan berbagai bentuk/struktur. Untuk

maksud “menyuruh” orang lain, penutur dapat mengungkapkannya dengan

kalimat imperatif, kalimat deklaratif, atau bahkan dengan kalimat interogatif.

Dengan demikian, pragmatik lebih cenderung ke fungsionalisme daripada

ke formalisme. Pragmatik berbeda dengan semantik, pragmatik mengkaji maksud

ujaran dengan satuan analisisnya berupa tindak tutur (speech act), sedangkan

semantik menelaah makna satuan lingual (kata atau kalimat) dengan satuan

analisisnya berupa arti atau makna.

Kajian pragmatik lebih menitikberatkan pada ilokusi dan perlokusi

daripada lokusi sebab di dalam ilokusi terdapat daya ujaran (maksud dan fungsi

tuturan), perlokusi berarti terjadi tindakan sebagai akibat dari daya ujaran tersebut.

Sementara itu, di dalam lokusi belum terlihat adanya fungsi ujaran, yang ada

barulah makna kata/kalimat yang diujarkan.

Berbagai tindak tutur yang terjadi di masyarakat, baik tindak tutur

representatif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif, tindak tutur langsung dan

tidak langsung, maupun tindak tutur harafiah dan tidak harafiah, atau kombinasi

dari dua/lebih tindak tutur tersebut, merupakan bahan sekaligus fenomena yang

Page 2: Makalah (Situasi Tutur Dan Tindak Tutur)

sangat menarik untuk dikaji secara pragmatis. Berdasarkan uraian di atas ada

beberapa masalah yang akan dibahas yaitu: apakah yang dimaksud dengan situasi

tutur, tindak tutur, tuturan performatif dan konstatif serta jenis-jenis tindak tutur.

Sedangkan tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui pengertian dari

situasi tutur,tindak tutur,tuturan performatif dan konstatif serta jenis-jenis tindak

tutur.

2. Pembahasan

2.1 Peristiwa Tutur

Peristiwa tutur (Inggris: speech event) adalah terjadinya atau

berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang

melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan,

di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu (Chaer, 1995: 61). Jadi interaksi yang

berlangsung antara seorang pedagang dan pembeli di pasar pada waktu tertentu

dengan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasinya adalah sebuah peristiwa

tutur. Peristiwa serupa kita dapati juga dalam acara diskusi di ruang kuliah, rapat

dinas di kantor, sidang di pengadilan, dan sebagainya.

Bagaimana dengan percakapan di bus kota atau di kereta api yang terjadi di antara

penumpang yang tidak saling kenal, pada mulanya dengan topik yang tidak

menentu, tanpa tujuan, dengan ragam bahasa yang berganti-ganti, apakah dapat

juga disebut dengan sebuah peristiwa tutur?, secara sosiolingiustik percakapan

tersebut tidak dapat disebut sebagai sebuah peristiwa tutur sebab pokok

percakapannya tidak menentu (berganti-ganti menurut situasi), tanpa tujuan,

dilakukan oleh orang-orang yang tidak sengaja untuk bercakap-cakap, dan

menggunakan ragam bahasa yang berganti-ganti.

Sebuah percakapan baru dapat disebut sebagai sebuah peristiwa tutur apabila

memenuhi syarat-syarat seperti yang disebutkan di atas, atau seperti dikatakan

Dell Hymes (dalam Chaer, 1995:62), seorang pakar sosiolinguistik terkenal,

bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen, yang bila huruf-

huruf pertamannya dirangkaikan menjadi akronim “Speaking”. Kedelapan

komponen itu adalah sebagai berikut.

S (setting and Scene)

P (participants)

Page 3: Makalah (Situasi Tutur Dan Tindak Tutur)

E (ends: purpose and goal)

A (Act sequences)

K (key: tone or spirit of act)

I ( instrumentalities)

N (norms of interaction and interpretation)

G (genres)

Setting and scene. Disini setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur

berlangsung, sedangkan scene mengacu pada situasi, tempat dan waktu atau

situasi psikologis pembicaraan. Waktu, tempat, dan situasi tuturan yang berbeda

dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda juga. Berbicara di

lapangan sepak bola pada waktu ada pertandingan sepak bola dalam situasi yang

ramai tentu berbeda dengan pembicaraan di ruang perpustakaan pada waktu

banyak orang membaca dan dalam keadaan sunyi. Dilapangan sepak bola kita bisa

berbicara dengan keras tapi di ruang perpustakaan harus bicara seperlahan

mungkin.

Participan adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa pembicara dan

pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima pesan. Dua orang

yang bercakap-cakap dapat berganti peran sebagai pembicara atau pendengar,

tetapi dalam khotbah masjid, khotib sebagai pembicara dan jemaah sebagai

pendengar tidak dapat bertukar peran. Status social partisipan sangat menentukan

ragam bahasa yang digunakan. Misalnya, seorang anak akan menggunakan ragam

atau gaya bahasa yang berbeda bila berbicara dengan orang tuanya atau gurunya

bila dibandingkan kalau dia berbicara dengan teman-teman sebayanya.

End, merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Peristiwa tutur yang terjadi di

ruang pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan suatu kasus perkara; namun

para partisipan di dalam peristiwa tutur itu mempunyai tujuan yang berbeda. Jaksa

ingin membuktikan kesalahan si terdakwa, pembela berusaha membuktikan

bahwa terdakwa tidak bersalah, sedangkan hakim berusaha memberikan

keputusan yang adil.

Act sequence, mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran . Bentuk ujaran dan isi

ujaran ini berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana

penggunaannya, dan hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik

Page 4: Makalah (Situasi Tutur Dan Tindak Tutur)

pembicaraan. Bentuk ujaran dalam kuliah umum, dalam percakapan biasa, dan

dalam pesta adalah berbeda. Begitu juga dengan isi yang dibicarakan.

Key, mengacu pada nada, cara, dan semangat di mana suatu pesan disampaikan

dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong, dengan

mengejek, dan sebagainya. Hal ini dapat juga ditunjukkan dengan gerak tubuh dan

isyarat.

Instrumentalities, mengacu pada jalur bahasa yang digunakan , seperti jalur lisan,

tertulis, melalui telegraf atau telepon. Instrumentalities ini juga mengacu pada

kode ujaran yang digunakan, seperti bahasa, dialeg ragam atau register.

Norm of Interaction and Interpretation, mengacu pada norma atau aturan dalam

berinteraksi. Misalnya, yang berhubungan dengan cara berinterupsi, bertanya, dan

sebagainya. Juga mengacu pada norma penafsiran terhadap ujaran dari lawan

bicara.

Genre, mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi, pepatah,

doa dan sebagainya.

Dari uraian yang dikemukakan Hymes itu dapat kita lihat betapa kompleksnya

terjadinya peristiwa tutur yang kita lihat, atau kita alami sendiri dalam kehidupan

sehari-hari.

3.1 Tindak Tutur

Tindak Ujaran merupakan aksi (tindakan) dengan menggunakan bahasa

(Djajasudarma,1994: 63). Bahasa digunakan pada hampir semua aktivitas. Kita

menggunakan bahasa untuk menyatakan informasi (permohonan informasi,

memerintah, mengajukan, permohonan, mengingatkan, bertaruh, menasehati, dan

sebagainya). Kemudian tindak tutur (istilah kridalaksana penuturan atau speech

act, speech event) adalah pengajaran kalimat untuk menyatakan agar suatu

maksud dari pembicara diketahui oleh pendengar (Kridalaksana,1984: 154). Chaer

(1995: 65), menyatakan bahwa tindak tutur merupakan gejala individu, bersifat

psikolinguistik dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si

penutur dalam mengahdapi situasi tertentu.

Dari pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur adalah

kemampuan seorang individu melakukan tindak ujaran yang mempunyai maksud

Page 5: Makalah (Situasi Tutur Dan Tindak Tutur)

tertentu sesuai dengan situasi tertentu. Dari definisi tersebut dapat dilihat bahwa

tindak tutur yang lebih ditekankan ialah arti tindakan dalam tuturannya. Hal ini

sesuai dengan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi, yang bertujuan untuk

merumuskan maksud dan melahirkan perasaan penutur. Selain itu, tindak tutur

juga mencakup ekspresi psikologis (misalnya berterima kasih dan memohon

maaf), dan tindak sosial seperti mempengaruhi tingkah laku orang lain (misalnya

mengingatkan dan memerintahkan) atau membuat kontrak (misalnya berjanji dan

menamai).

Searle di dalam bukunya Speech Acts: An Essay in The Philosophy of Language

(dalam Wijana,1996: 17). Mengemukakan bahwa secara pragmatis setidak-

tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur,

yaitu tindak lokusi (locutionary act), tindak ilokusi (illocutionary act), dan tindak

perlokusi (perlocutionary act).\

2.2.1 Tindak Lokusi

Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu. Tindak tutur

ini disebut sebagai The Act of Saying Something.

Bila diamati secara seksama konsep lokusi itu adalah konsep yang berkaitan

dengan proposisi kalimat. Kalimat atau tuturan dalam hal ini dipandang sebagai

satu satuan yang terdiri dari dua unsur, yakni subjek/ topik dan predikat/ coment

(Nababan dalam Wijana, 1996:18). Lebih jauh tindak lokusi adalah tindak tutur

yang relative paling mudah untuk diidentifikasi karena pengidentifikasiannya

cenderung dapat dilakukan tanpa menyertakan konteks tuturan yang tercakup

dalam situasi tutur.

2.2.2 Tindak Ilokusi

Sebuah tuturan selain berfungsi untuk mengatakan atau

menginformasikan sesuatu dapat juga dipergunakan untuk melakukan sesuatu.

Bila hal ini terjadi, tindak tutur yang terbentuk adalah tindak tutur ilokusi. Tidak

ilokusi disebut juga The Act of Doing Something.

Contoh: Rambutmu sudah panjang

Page 6: Makalah (Situasi Tutur Dan Tindak Tutur)

Kalimat diatas bila diucapkan oleh seorang laki-laki kepada pacarya, mungkin

berfungsi untuk menyatakan kekaguman atau kegembiraan. Akan tetapi, bila

diutarakan oleh seorang ibu kepada anak lelakinya, atau oleh seorang istri kepada

suaminya, kalimat ini dimaksudkan untuk menyuruh atau memerintahkan anak

atau suami tersebut untuk memotong rambutnya.

Dari uraian tersebut jelaslah bahwa tindak ilokusi sangat sukar diidentifikasi

karena terlebih dahulu harus mempertimbangkan siapa penutur dan lawan tutur,

kapan dan dimana tindak tutur itu terjadi, dan sebagainya. Dengan demikian

tindak ilokusi merupakan bagian sentral untuk memahami tindak tutur.

2.2.3 Tindak Perlokusi

Sebuah tuturan yang diutarakan oleh seseorang seringkali mempunyai

daya pengaruh (perlocituonary force), atau efek bagi yang mendengarkannya.

Efek atau daya pengaruh ini dapat secara sengaja atau tidak sengaja dikreasikan

oleh penuturnya. Tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk

mempengaruhi lawan tutur disebut dengan tindak perlokusi. Tindak ini disebut

The Act of Affecting Someone.

2.3 Tuturan Performatif dan Konstatif

2.3.1 Tuturan Performatif

Tuturan performatif (performative utterance): tuturan yang

memperlihatkan bahwa suatu perbuatan telah diselesaikan pembicara dan bahwa

dengan mengungkapkannya berarti perbuatan itu diselesaikan pada saat itu juga

misalnya: dalam ujaran Saya mengucapkan terima kasih, pembicara

mengujarkannya dan sekaligus menyelesaikan perbuatan “mengucapkan”

(Kridalaksana, 1984: 2001). Secara ringkas dikatakan pula bahwa tuturan

performatif adalah tuturan untuk melakukan sesuatu (perform the action).

Tuturan performatif tidak dievaluasi sebagai benar atau salah, tetapi

sebagai tepat atau tidak tepat, misalnya: I promise that I shall be there (Saya

berjanji bahwa saya akan hadir di sana) dan performatif primer atau tuturan

primer I shall be there (Saya akan hadir di sana) Geoffrey Leech (dalam Chaer,

1995: 280).

Page 7: Makalah (Situasi Tutur Dan Tindak Tutur)

Contoh lain:

1. Saya berterima kasih atas kebaikan Saudara. (Tindakan berterima kasih: the

act of thanking)

2. Saya mohon maaf atas keterlambatan saya. (Tindakan mohon maaf: the act

of apologizing).

3. Saya namakan anak saya Parikesit. (Tindakan memberi nama: the act of

naming).

4. Saya bertaruh Mike Tyson pasti menang. (Tindakan bertaruh: the act of

betting).

5. Saya nyatakan Anda berdusa suami-isteri. (Tindakan menyatakan/

menikahkan: the act of marrying).

6. Saya serahkan semua harta saya kepada anak saya. (Tindakan

menyerahkan: the act of bequeting).

7. Saya akan pergi sekarang. (Tindakan pergi: the act of going).

Adapun Ciri-ciri tindakan performatif, yaitu:

1. Subyek harus orang pertama, bukan orang kedua atau ketiga.

2. Tindakan sedang/akan dilakukan.

Syarat-syarat lainnya yang disebut syarat tuturan performatif (felicity

condition), antara lain, adalah:

1. Orang yang menyatakan tuturan dan tempatnya harus sesuai atau cocok.

Contoh: Saya nyatakan Anda berdua suami-isteri.

Penuturnya adalah penghulu (naib), pendeta, rama, tempatnya di KUA, Gereja,

Pura, Masjid, objeknya 2 orang (berdua).

2. Tindakan harus dilakukan secara sungguh-sungguh oleh penutur.

Contoh: Saya mohon maaf atas kesalahan saya.

Harus diucapkan sungguh-sungguh, tidak dengan tindakan menginjak kaki mitra

tutur-nya.

Syarat itu juga belum cukup, kemudian diperbaharui lagi oleh John Searle

(dalam Wijana, 1996: 26-27) sebagai berikut.

1. Penutur harus memiliki niat yang sungguh-sungguh dalam

mengemukakan tuturannya.

Contoh: Saya berjanji akan setia padamu. (the act of promising).

Page 8: Makalah (Situasi Tutur Dan Tindak Tutur)

2. Penutur harus yakin bahwa ia mampu melakukan tindakan itu. atau

mampu melakukan apa yang dinyatakan dalam tuturannya. Misalnya:

Sesuk kowe

tak-tukokke sepur (yakin tidak, kalau tidak berarti bukan tuturan

performatif).

3. Tuturan harus mempredikasi tindakan yang akan dilakukan, bukan yang

telah dilakukan.

contoh: Saya berjanji akan setia.

4. Tuturan harus mempredikasi tindakan yang akan dilakukan oleh penutur,

bukan oleh orang lain. Misalnya: Saya berjanji bahwa saya akan selalu

datang tepat waktu.

5. Tindakan harus dilakukan secara sungguh-sungguh oleh kedua belah pihak.

Misalnya: Aku njaluk pangapura marang sliramu, tumindakku kang ora

ndadekake renaning penggalihmu. (Orang perta dan kedua melakukan

tindakan secara sungguh-sungguh).

Kalau tuturan tidak memenuhi kelima syarat tersebut, maka tuturan itu

dikatakan tidak valid (infelicition).

2.3.2 Tuturan Konstatif

Tuturan konstatif sering disebut juga tuturan deskriptif (constative

utterance), tuturan yang digunakan untuk menggambarkan atau memeriakan

peristiwa, proses, keadaan, dan sebagainya. Dan sifatnya betul atau tidak betul

(Kridalaksana, 1984: 201). Austin (dalam Wijana,1996: 27), menyatakan bahwa

tuturan konstatif dapat dievaluasi dari segi benar dan salah.

Contoh: Ali pergi ke Jakarta

Saya tidur di hotel

2.4 Jenis-Jenis Tindak Tutur

Menurut Djajasudarma (1994: 64), tindak ujar/tutur dapat diklasifikasikan

ke dalam tindak tutur langsung (direct speech acts) dan tindak tutur tidak

langsung (indirect speech acts). Tindak tutur langsung menunjukkan fungsinya

dalam keadaan (tindakan) langsung dan literal (penuturan sesuai dengan

Page 9: Makalah (Situasi Tutur Dan Tindak Tutur)

kenyataan), sedangkan tindak tutur tidak langsung biasanya diidentifikasikan

dengan kalimat performatif yang implisit.

2.4.1 Tindak Tutur Langsung dan Tindak Tutur Tidak Langsung

Secara formal berdasarkan modusnya, kalimat dibedakan menjadi kalimat

berita ( deklaratif), kalimat Tanya (interogatif), dan kalimat perintah (imperatif).

Secara konvensional kalimat berita digunakan untuk memberitahukan sesuatu

(informasi), kalimat Tanya untuk menanyakan sesuatu, dan kalimat perintah untuk

menyatakan perintah, ajakan, permintaan atau permohonan. Bila kalimat berita

difungsikan secara konvensional untuk mengatakan sesuatu, kalimat tanya untuk

bertanya dan kalimat untuk menyuruh, mengajak, memohon dan sebagainya,

tindak tutur yang terbentuk adalah tindak tutur tidak langsung (direct speech act).

Contoh:

Sidin memiliki lima ekor kucing

Di manakah letak pulau Bali?

Ambilkan baju saya!

Disamping itu untuk berbicara secara sopan, perintah dapat diutarakan dengan

kalimat berita atau kalimat Tanya agar orang yang diperintah tidak merasa dirinya

diperintah. Bila hal ini yang terjadi, terbentuklah tindak tutur tidak langsung

(indirect speech act).

Contoh: Ada makanan di lemari

Dimana sapunya?

Tuturan yang diutarakan secara tidak langsung biasanya tidak dapat dijawab

secara langsung, tetapi harus segera dilaksanakan maksud yang terimplikasi di

dalamnya.

2.4.2 Tindak Tutur Literal dan Tindak Tutur Tidak Literal

Berdasarkan keliteralannya, tindak tutur dapat dibedakan menjadi tuturan

literal dan tuturan tidak literal. Tindak tutur literal adalah tuturan yang sesuai

dengan maksud atau modusnya. Misalnya; Buka mulutnya! (makna lugas: buka).

Tindak tidak literal adalah tuturan yang tidak sesuai dengan maksud dalam

tulisan/tuturan. Misalnya; Buka mulutnya! (makna tidak lugas: tutup). Dalam

Page 10: Makalah (Situasi Tutur Dan Tindak Tutur)

bahasa kadang-kadang terjadi, yang bagus dikatakan jelek (hal ini disebut banter

[bEnte]), yang jelek dikatakan bagus (disebut ‘ironi’)

.

2.4.3 Interaksi Berbagai Jenis Tindak Tutur

Bila tindak tutur langsung dan tidak langsung disinggungkan

(diinteraksikan) dengan tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal, akan

didapatkan tindak tutur-tindak tutur berikut ini:

1. Tindak tutur langsung literal

2. Tindak tutur tidak langsung literal

3. Tindak tutur langsung tidak literal

4. Tindak tutur tidak langsung tidak literal

2.4.3.1 Tindak Tutur Langsung Literal

Tindak tutur langsung literal (direct literal speech act) adalah tindak tutur

yang diutarakan dengan modus tuturan dan makna yang sama dengan maksud

pengutaraannya. Maksud memerintah disampaikan dengan kalimat perintah,

memberitakan dengan kalimat berita, menanyakan dengan kalimat Tanya, dan

sebagainya.

2.4.3.2 Tindak Tutur Tidak Langsung Literal

Tindak tutur tidak langsung literal (indirect literal speevh act). Adalah

tindak tutur yang diungkapkan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan

maksud pengutaraannya, tetapi makna kata-kata yang menyusunnya sesuai dengan

apa yang dimaksudkan penuturnya. Dalam tindak tutur ini maksud memerintah

diutarakan dengan kalimat berita atau kalimat tanya.

2.4.3.3 Tindak Tutur Langsung Tidak Literal

Tindak tutur langsung tidak literal (direct nonliteral speech act) adalah

tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang sesuai dengan dengan

maksud tuturan, tetapi kata-kata yang menyusunnya tidak memiliki makna yang

sama dengan maksud penuturnya. Maksud memerintah diungkapkan dengan

kalimat perintah, dan maksud menginformasikan dengan kalimat berita.

Page 11: Makalah (Situasi Tutur Dan Tindak Tutur)

Hal lain yang perlu diketahui adalah kalimat Tanya tidak dapat digunakan untuk

mengutarakan tindak tutur langsung tidak literal.

2.4.3.4.Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal

Tindak tutur tidak langsung tidak literal (indirect nonliteral speech

act) adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat dan makna

kalimat yang tidak sesuai dengan maksud yang hendak diutarakan.

SIMPULAN

Peristiwa tutur (Inggris: speech event) adalah terjadinya atau

berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang

melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan,

di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu.

Dell Hymes (dalam Chaer, 1995:62), seorang pakar sosiolinguistik

terkenal, menyatakan bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan

komponen, yang bila huruf-huruf pertamanya dirangkaikan menjadi akronim

“Speaking”. Kedelapan komponen itu adalah S (setting and Scene), P

(participants), E (ends: purpose and goal), A (Act sequences), K (key: tone or

spirit of act), I ( instrumentalities), N (norms of interaction and interpretation), G

(genres).

Tindak tutur adalah kemampuan seorang individu melakukan tindak ujaran

yang mempunyai maksud tertentu sesuai dengan situasi tertentu. Dari definisi

tersebut dapat dilihat bahwa tindak tutur yang lebih ditekankan ialah arti tindakan

dalam tuturannya. Hal ini sesuai dengan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi,

yang bertujuan untuk merumuskan maksud dan melahirkan perasaan penutur.

Selain itu, tindak tutur juga mencakup ekspresi psikologis (misalnya berterima

kasih dan memohon maaf), dan tindak sosial seperti mempengaruhi tingkah laku

orang lain (misalnya mengingatkan dan memerintahkan) atau membuat kontrak

(misalnya berjanji dan menamai). secara pragmatis setidak-tidaknya ada tiga jenis

tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yaitu tindak lokusi

(locutionary act), tindak ilokusi (illocutionary act), dan tindak perlokusi

(perlocutionary act).

Page 12: Makalah (Situasi Tutur Dan Tindak Tutur)

Tuturan performatif (performative utterance): tuturan yang

memperlihatkan bahwa suatu perbuatan telah diselesaikan pembicara dan bahwa

dengan mengungkapkannya berarti perbuatan itu diselesaikan pada saat itu juga.

sedangkanTuturan konstatif sering disebut juga tuturan deskriptif (constative

utterance), tuturan yang digunakan untuk menggambarkan atau memeriakan

peristiwa, proses, keadaan, dan sebagainya, dan sifatnya betul atau tidak betul.

Tindak tutur dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atau dibedakan menjadi;

(1) tindak tutur langsung, (2) tindak tutur tidak langsung, (3) tindak tutur literal,

(4) tindak tutur tidak literal, (5) tindak tutur langsung literal, (6) tindak tutur

langsung tidak literan, (7) tindak tutur tidak langsung literal, dan (8) tindak tutur

tidak langsung tidak literal.

Page 13: Makalah (Situasi Tutur Dan Tindak Tutur)

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 1995. Sosiolinguistik Perkenalan Awal.

Jakarta: PT Rineka Cipta.

Djajasudarma, 1994. Pragmatik Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Kridalaksana, Harimurti. 1984. Fungsi Bahsa dan Sikap Bahasa. Bandung:

Ganaco.

Martutik dan Bustanul Arifin. 2004. Analisis Wacana. Malang: Bayu Media

Publishing.

Sudaryat, Yayat. 2009. Makna dalam Wacana. Bandung: CV. Yrama Widya.

Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyak

Diposkan oleh Budiawan di 18.37 Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook

Page 14: Makalah (Situasi Tutur Dan Tindak Tutur)

PELAKSANAAN TINDAK UJARAN

MAKALAH INI DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH PSIKOLINGUISTIK

DOSEN PENGAMPU:

1. Prof. Dr. Hj. RATU WARDARITA, M. Pd.

2. AGUSTINAWATI, S. Pd. M.Pd.

OLEH:

Aliah (20116011046)

Nuraini Astuti (20116011038)

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS PGRI

PALEMBANG

TAHUN AKADEMIK 2012/2013