29
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Secara keseluruhan angka mortalitas trauma thoraks adalah 10 %, dimana trauma thoraks menyebabkan satu dari empat kematian karena trauma yang terjadi di Amerika Utara. Banyak penderita meninggal setelah sampai di rumah sakit dan banyak kematian ini seharusnya dapat dicegah dengan meningkatkan kemampuan diagnostik dan terapi. Kurang dari 10 % dari trauma tumpul thorax dan hanya 15 – 30 % dari trauma tembus thoraks yang membutuhkan tindakan torakotomi. Mayoritas kasus trauma thoraks dapat diatasi dengan tindakan teknik prosedur yang akan diperoleh oleh dokter yang mengikuti suatu kursus penyelamatan kasus trauma thoraks. B. IDENTIFIKASI MASALAH 1. Apa yang terjadi pada Tn. M setelah kecelakaan? 2. Mengapa pemeriksaan GCS Tn. M 14? 3. Apa saja gejala lain yang dialami Tn. M selain nyeri dada? 4. Apa penyebab dari gejela-gejala tersebut? 5. Bagaimana patofsiologi dari penyakit tersebut? 6. Bagaimana penatalaksanaannya? 7. Bagaimana askep dari penyakit tersebut? 1

Makalah Trauma Thoraks

  • Upload
    cuikshe

  • View
    229

  • Download
    6

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Secara keseluruhan angka mortalitas trauma thoraks adalah 10 %, dimana trauma

thoraks menyebabkan satu dari empat kematian karena trauma yang terjadi di Amerika

Utara. Banyak penderita meninggal setelah sampai di rumah sakit dan banyak kematian

ini seharusnya dapat dicegah dengan meningkatkan kemampuan diagnostik dan terapi.

Kurang dari 10 % dari trauma tumpul thorax dan hanya 15 – 30 % dari trauma tembus

thoraks yang membutuhkan tindakan torakotomi. Mayoritas kasus trauma thoraks dapat

diatasi dengan tindakan teknik prosedur yang akan diperoleh oleh dokter yang mengikuti

suatu kursus penyelamatan kasus trauma thoraks.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Apa yang terjadi pada Tn. M setelah kecelakaan?

2. Mengapa pemeriksaan GCS Tn. M 14?

3. Apa saja gejala lain yang dialami Tn. M selain nyeri dada?

4. Apa penyebab dari gejela-gejala tersebut?

5. Bagaimana patofsiologi dari penyakit tersebut?

6. Bagaimana penatalaksanaannya?

7. Bagaimana askep dari penyakit tersebut?

C. HIPOTESA

1. Tn. M mengalami trauma thoraks.

2. Karena tingkat kesadaran Tn. M menurun akibat kecelakan tersebut.

3. Pucat, keringat dingin, gelisah, adanya jejas di thoraks, dan lain-lain.

4. Akibat terbenturnya dada saat kecelakaan.

5. Lampiran di makalah.

6. Dengan melakukan operasi secepat mungkin.

7. Mengatasi berbagai gejala yang ditimbulkan akibat kecelakaan.

D. TUJUAN PEMBELAJARAN

1

Mengetahui dan memahami tentang Trauma Thoraks.

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN TRAUMA THORAKS

Trauma adalah cedera/ruda paksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland,

2002). Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat

gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001). Trauma adalah penyebab kematian

utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan

obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang

disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001). Trauma dada adalah trauma tajam atau

tembus thoraks yang dapat menyebabkan tamponade jantung, perdarahan,

pneumothoraks, hematothoraks, hematompneumothoraks (FKUI, 1995). Trauma thoraks

adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa

tajam atau tumpul. (Hudak, 1999).

Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thoraks yang dapat

menyebabkan kerusakan pada dinding thoraks ataupun isi dari cavum thoraks yang

disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat

thoraks akut. Trauma thoraks diklasifikasikan dengan tumpul dan tembus. Trauma

tumpul merupakan luka atau cedera yang mengenai rongga thoraks yang disebabkan oleh

benda tumpul yang sulit diidentifikasi keluasan kerusakannya karena gejala-gejala umum

dan rancu (Brunner & Suddarth, 2002).

2

B. ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI TRAUMA THORAKS

1. Tamponade jantung, disebabkan luka tusuk dada yang tembus ke mediastinum/daerah

jantung.

2. Hematotoraks, disebabkan luka tembus toraks oleh benda tajam, traumatik atau

spontan.

3. Pneumothoraks, spontan (bula yang pecah) ; trauma (penyedotan luka rongga dada) ;

iatrogenik (“pleural tap”, biopsi paru-paru, insersi CVP, ventilasi dengan tekanan

positif) (FKUI, 1995).

C. MANIFESTASI KLINIS TRAUMA THORAKS

1. Tamponade jantung

a. Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung.

b. Gelisah

c. Pucat, keringat dingin

d. Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis)

e. Pekak jantung melebar

f. Bunyi jantung melemah

g. Terdapat tanda-tanda paradoxical

h. Pulse pressure

i. ECG terdapat low voltage seluruh lead.

j. Perikardiosentesis keluar darah (FKUI, 1995).

2. Hematothoraks

a. Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD

b. Gangguan pernapasan (FKUI, 1995).

3. Pneumothoraks

a. Nyeri dada mendadak dan sesak napas

b. Gagal pernapasan dengan sianosis

c. Kolaps sirkulasi

d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang

terdengar jauh atau tidak terdengar sama sekali.

e. Pada auskultasi terdengar bunyi klik (Ovedoff, 2002).

3

f. Jarang terdapat luka rongga dada, walaupun terdapat luka internal hebat seperti

aorta yang ruptur. Luka tikaman dapat penetrasi melewati diafragma dan

menimbulkan luka intra-abdominal (Mowschenson, 1990).

D. FAKTOR RESIKO TRAUMA THORAKS

1. Penyebab dari trauma tumpul thoraks adalah kecelakaan, tabrakan mobil atau

terjatuh dari sepeda motor.

2. Tension pneumothoraks-trauma dada pada selang dada, penggunaan ventilasi

mekanik yang berlebihan, penggunaan balutan tekan pada luka dada tanpa

pelonggaran balutan.

3. Tusukan paru dengan prosedur invasif

4. Fraktur tulang iga

5. Tindakan medis (operasi)

6. Pukulan daerah thoraks

E. KOMPLIKASI TRAUMA THORAKS

1. Fraktur Tulang Iga

Fraktur tulang iga paling sering terjadi pada trauma dada dan sering pada dewasa

daripada anak-anak. Iga 1 s/d 4 sulit terjadi, kematian > 50% dan iga 5 s/d 9 paling

sering patah. Sedangkan iga 10 s/d 12 jarang patah relative elastis dan letaknya

menggantung, bila terjadi fraktur curigai kerusakan intra abdomen. Dan bisa

4

menyebabkan flail chest dengan 2 iga berurutan patah, dan ini sering terjadi pada

fraktur iga. Fraktur iga juga bisa menyebabkan hipoksemia dan gagal nafas.

2. Fraktur tulang dada (sternum)

Fraktur ini angka kejadiannya 5% dari trauma dada. Jika terjadi fraktur ini perlu

proses/daya yang besar, resusitasi jantung/paru dapat juga menyebabkan patah

sternum, hiperfleksi (tertekuk). Sering terjadi pada trauma muka dan kepala,

benturan searah sama dan sering terjadi di corpus dari pada xiphoid. Akibat fraktur

ini timbul nyeri lokasi jelas (tajam), berkurang setelah 2 hingga 6 minggu, nyeri

bertambah dengan gerakan.

3. Fraktur Tulang Klavicula

Fraktur ini jarang terjadi kalaupun terjadi jarang terjadi komplikasi. Pada

umumnya terjadi kerusakan syaraf pleksus brakialis, pembuluh darah subklavia &

struktur intra thoraks lain.

4. Fraktur tulang Vertebra torakal

Fraktur inii dapat dilihat dari adanya perdarahan sebagai massa paraspinal pada

foto torak. Terjadinya fraktur ini dapat dicurigai adanya perlukaan korda spinalis.

Fraktur ini mengakibatkan komplikasi kilotorak.

5. Luka jaringan lunak

Luka jaringan lunak dan kulit dada dipakai untuk memperkirakan luka bagian

dada dalam. Pada perawatan lama, luka terbuka dapat menjadi sumber infeksi,

terutama bila terdapat luka bakar.

6. Emfisema subcutis

Emfisema subcutis menyebabkan laserasi pada larings/esophagus, dan dapat

mengakibatkan udara masuk ke mediastinum dan leher dan udara ini mengalir lewat

planus fasialis menimbulkan emfisema subkutis yang luas. Laserasi pada pleura

parietalis (patah iga) dengan pneumotorak – enfisema subcutis dada. Masuk ke

periorbita, sehingga kelopak mata sulit dibuka, ke bawah bisa meluas ke perineum

dan skrotum.

7. Trauma pleura

a. Pneumotoraks

Akibat robekan pleura viseralis/parietalis udara akan masuk ke rongga

pleura. Trauma tumpul mengakibatkan patah tulang melukai pleura dan

5

parenkin paru, maka terjadi robekan trakeobronkial. Luka terbuka dinding dada

& udara kesedot ke rongga torak. Terjadi tension pneumotorak, jenis tertutup

dan progresif, dapat terjadi kolap paru dan bergesernya mediastinum.

Pneumotoraks dapat menyebabkan gangguan kardiovaskuler dan syok.

Komplikasinya berupa empiema, disamping disertai hemotoraks atau kilotorak.

b. Hemotorak

Terjadi sering karena adanya ruptur a.interkostalis, darah di rongga torak

menekan pada paru menyebabkan kolaps/atelektasis, jantung dan mediastinun,

tergantung banyaknya volume darah.

c. Empiema

Mengakibatkan hemotorak kronik terinfeksi atau WSD/pungsi pleura tidak

steril.

8. Jejas paru

Dapat terjadi peradangan; sebab benturan tumpul, eksudasi inflamasi dari

komponen dan sel radang alveolar & parenkim paru (pneumonitis). Bila murni jejas

paru dalam 1 – 2 hari gambaran pada foto torak akan membaik/normal paling lama

hari 10. Komplikasinya, yaitu pneumonitis, abses paru dan empiema, bisa juga

terjadi kista paru (udara/darah) atau kedua2nya, fokus infeksi/hemoptisis.

9. Jantung: tamponade jantung ; ruptur jantung ; ruptur otot papilar ; ruptur klep

jantung.

10. Pembuluh darah besar: hematothoraks.

11. Esofagus: mediastinitis.

12. Diafragma: herniasi visera dan perlukaan hati, limpa dan ginjal (Mowschenson,

1990).

6

F. PATOFISIOLOGI TRAUMA THORAKS

Web of Caution Hemotothoraks

7

Terapi ventilasi mekanik yang

berlebihan

Pendarahan jaringan interstinum, Pendarahan intra alveolar, kolaps arteri & kapiler-kapiler kecil, hingga tahanan perifer pembuluh darah

paru meningkat

Reabsorpsi darah oleh pleura tidak memadai/tidak optimal

Trauma thoraks

Rongga dada terbentur

Tindakan medis (operasi)

Fraktur tulang igaTusukan paru

Nyeri, adanya luka pascatrauma, pergerakan Fragmen tulang

Akumulasi darah di kantong pleura

Cedera jaringan lunak, cedera/hilangnya kontinuitas strktur tulang

MK:- Nyeri- Kerusakan integritas jaringan- Resiko tinggi infeksi

Gangguan ventilasi: Pengembangan paru tidak optimal, gangguan difusi, distribusi, dan transportasi oksigen

Terpasang bullow drainase/WSD

MK:- Ketidakefektifan pola napas- Gangguan pertukaran gas

MK:- Resiko tinggi trauma

MK:- Nyeri- Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh- Gangguan mobilitas fisik- Gangguan pemenuhan ADL- Kecemasan- Ketidaktahuan/pemenuhan informasi

Edema trakheal/faringealPeningkatan produksi sekret dan Penurunan

kemampuan batuk efektif

MK:- Ketidakefektifan jalan

napas

Keluhan sistemis, mual, intake nutrisi tidak adekuat, malaise, kelemahan dan keletihan,

serta ketidaktahuan akan pragnosis

MK:- Resiko tinggi infeksi

G. PENATALAKSANAAN TRAUMA THORAKS

1. Penatalaksanaan

a. Fraktur tulang Vertebra torakal

Bila dicurigai adanya dislokasi vertebra atau patah pasien harus ditempatkan

pada bed datar dan pasien tidak digeser-geser. Dan awasi gerakan napas dengan

ketat, reflek batuk sering tidak adekuat.

b. Luka jaringan lunak

Luka harus segera dibersihkan & ditutup, mencegah infeksi dan memperkesil

resiko kebocoran udara ke rongga torak.

c. Emfisema subcutis

Evaluasi luasnya enfisema perlu dilakukan dengan memberikan tanda. Bila

emfisema tidak bertambah, maka udara diserap oleh tubuh, hal ini terjadi pada

pasien dengan ventilator, maka lakukan dekompresi mediastinum.

d. Pneumotoraks

Penangan cepat dan segera, perlu WSD walaupun kecil, segera tutup dengan

WSD jika terjadi robekan trakeobronkial tutup luka setelah pasien stabil, sambil

menunggu pasang WSD lakukan pungsi pleura dengan kateter vena (abokat).

e. Hemotorak

Penanganan pasang WSD, Apabila darah keluar lebih dari 400 cc/2 jam/lebih

dari 500 cc dalam 1 jam pertama setelah wsd, bertambah /jam lakukan operasi.

f. Empiema

Penatalaksanaan WSD dan antibiotik sistemik, bila gagal lakukan dekortikasi

lakukan pungsi pleura dengan kateter vena (abokat).

2. Terapi

a. Jika perdarahan yang terjadi dan kematian disebabkan oleh karena renjatan

perdarahan ( hemorrhagic shock ), maka diperlukan transfusi dan infus yang

cepat melalui vena femoralis.

b. Dilakukan pemeriksaan fisik untuk menilai keadaan rongga thoraks, apakah

terdapat luka, kontusio, deformitas, fraktur klavikula, sternum, iga, dan

perubahan mediastinum.

c. Bila keadaan telah memungkinkan, maka dilakukan foto thoraks dalam posisi

setengah berdiri. Dari hasil foto ini dapat dinilai apakah terdapat hemotoraks,

fraktur iga, kelainan sternum, dan perubahan mediastinum.

8

d. Bila perdarahan yang terjadi tetapi tidak dapat diatasi, maka dilakukan tindakan

torakotomi.

e. Apabila terdapat “ tension pneumothoraks “, maka segera lakukan aspirasi

dengan memasukkan klanula pada ICS II midklavikula, kemudian dilanjutkan

dengan pemasangan WSD.

f. Apabila fraktur iga disertai hemothoraks, maka dilakukan drainase. Bila timbul

rasa nyeri diberikan analgetik.

g. Apabila terdapat kontusio paru maka, pengobatan yang diberikan sama seperti

pada kagagalan pernafasan ( respiratory failure ).

h. Apabila terdapat kontusio jantung, maka dilakukan thorakotomi.

i. Apabila terjadi temponade jantung, maka lakukan tindakan perikardioktomi.

j. Apabila terjadi ruptur aorta, maka dilakukan aortografi dan selanjutnya tindakan

thorakotomi.

k. Apabila terdapat ruptur diafragma, maka lakukan eksplorasi abdomen dan

selanjutnya diafragma dijahit kembali.

l. Apabila terdapat ruptur trakea, maka dilakukan pemasangan intubasi yang

cukup panjang dan selanjutnya dilakukan eksplorasi dan trakea dijahit kembali.

m. Pneumomediastinum ditandai dengan adanya emfisema yang hebat, dimana

pada pemeriksaan radiologi tampak bayangan “radiolucent”, maka dilakukan

pengeluaran udara dengan cara insisi dan multipel.

n. Apabila terdapat sindroma dada tumpul (flail chest), maka dilakukan

pemasangan PEEP (Tekanan Positif Akhir Ekspirasi).

H. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TRAUMA THORAX DENGAN

TRAUMA TUMPUL

a. Pengkajian

1) Riwayat kesehatan sekarang

- Hemoptysis (batuk berdarah)

- Memar pada dada

- Susah bernapas

- Batuk dengan produksi dengan sputum purulen.

- Nyeri dada pada gerakan pernapasan

- Dispnea mendadak

- Rasa berat dan tertekan

9

- Kecemasan

- Koping tidak efektif

2) Riwayat kesehatan dahulu

Pernah mengalami trauma, kecelakaan.

Penggunaan ventilasi mekanik yang berlebihan.

Fraktur tulang iga.

Tindakan medis (operasi) sebelumnya.

3) Riwayat kesehatan keluarga

Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit yang berhubungan dengan paru.

4) Pemeriksaan fisik

a) Keadaan umum : penurunan kesadaran

b) Tanda-tanda vital

- Tekanan darah : meningkat

- Nadi : meningkat

- Pernapasan : meningkat

- Suhu : meningkat jika terjadi infeksi.

c) Kepala

Kepala tidak ada benjolan, lingkar kepala normal, rambut tidak rontok

d) Wajah

Meringis menahan sakit, muka pucat, bisa sampai sianosis.

e) Mata

Konjungtiva : anemis

Sclera : ikhterik

Pupil : refleks cahaya +/+

f) Hidung

Pernapasan cuping hidung

g) Mulut

Membran mukosa pucat, bernafas dengan bibir yang dirapatkan.

h) Leher

Vena jugularis distensi selama ekspirasi

JVP meningkat

i) Ekstermitas

Kekuatan otot melemah, penipisan massa otot, ujung jari dingin, kapiler

refil > 3 detik, pucat sampai sianosis.

10

j) Thorax

Paru-paru

- Inspeksi:

Adanya jejas/bekas trauma, perlukaan/lesi pada thoraks.

Ekspansi dada yang asimetris (pergerakan dada tertinggal pada

sisi yang sakit), iga melebar, dan rongga dada asimetris

(cembung pada sisi yang sakit) serta penggunaan otot bantu

pernapasan.

Trakhea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat dan terdapat

retraksi klavikula/dada.

- Palpasi:

Taktil fremitus menurun pada sisi yang sakit, pergerakan dinding

dada yang tertinggal di dada yang sakit.

Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar.

- Auskultasi:

Sering didapatkan adanya bunyi napas ronki dan wheezing sesuai

tingkat keparahan obstruktif pada bronkhiolus.

- Perkusi:

Suara pada sisi yang sakit mulai pekak dan semakin ke atas akan

didapatkan bunyi hiperresonan kerena adanya darah dan udara di

rongga pleura.

Jantung

- Inspeksi: ictus cordis tampak

- Palpasi:

Ictus teraba 4 jari RIC midclavikula sinistra.

Batas jantung terdorong ke arah thoraks yang sehat apabila

takanan interpleura tinggi.

- Auskultasi: adanya bising, bunyi jantung melemah.

- Perkusi: pekak jantung melebar

k) Abdomen

Inspeksi: tidak ada lesi, distensi abdomen (+)

Palpasi: nyeri tekan.

Auskultasi: bising usus jelas

Perkusi: timpani

11

5) Pemeriksaan penunjang

a) Pemeriksaan radiologi

- Foto thoraks:

PA menyatakan adanya akumulasi cairan

Tampak adanya gambaran medistinal shif, warna putuh/bercak merata

pada semua lapang paru.

Edema paru

- AGD

PO2 menurun <80, PCO2 meningkat >45,

saturasi oksigen menurun,

kadar Hb menurun <10 gr%,

volume tidak menurun <500 ml,

kapasitas vital paru menurun, dan

torasentesis menyatakan darah/cairan serosanguinosa.

b. Analisis Data

Data Masalah Etiologi

DS:

- Klien mengatakan bahwa ia batuk bernanah.

DO:

- Hemoptysis

- Batuk produktif dengan sputum purulen

Bersihan jalan

nafas tidak efektif

Adanya akumulasi sekret di jalan

napas.

DS:

- Klien mengatakan bahwa ia susah bernapas dan

sesak napas secara tiba-tiba.

DO:

- Tanda-tanda vital

Tekanan darah : meningkat

Nadi : meningkat

Pernapasan : meningkat

Suhu : meningkat jika adanya infeksi

- Saturasi oksigen menurun

- Sesak napas

- Napas cuping hidung

Ketidakefektifan

pola pernapasan.

Menurunnya ekspansi paru

sekunder terhadap akumulasi

darah dan udara serta terjadinya

peningkatan tekanan positif dalam

rongga pleura.

DS: Gangguan Penumpukan cairan di alveolus,

12

- Klien mengatakan bahwa ia sesak napas yang

sangat cepat dan saat bernapas seperti ada

bunyi.

DO:

- PO2 menurun <80

- PCO2 meningkat >45

- Saturasi oksigen menurun

pertukaran gas penurunan membran efektif

pertukaran gas.

DS:

- Klien mengatakan bahwa dadanya terasa nyeri

dan sakit.

DO:

- Tanda-tanda vital:

Tekanan darah : meningkat

Nadi : meningkat

Pernapasan : meningkat

Suhu : meningkat jika adanya infeksi

- Skala nyeri 7

Nyeri Trauma jaringan dan refleks

spasme otot sekunder.

DS:

- Klien mengatakan bahwa badannya panas.

DO:

- Tanda-tanda vital:

Tekanan darah : meningkat

Nadi : meningkat

Pernapasan : meningkat

Suhu : meningkat jika adanya infeksi

- Adanya pembengkakan serta kemerahan pada

tempat luka

Resiko tinggi

infeksi

Tempat masuknya organisme

sekunder terhadap trauma.

c. Diagnosa keperawatan

1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya akumulasi sekret

di jalan napas.

2) Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan menurunnya

ekspansi paru sekunder terhadap akumulasi darah dan udara serta terjadinya

peningkatan tekanan positif dalam rongga pleura.

3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penumpukan cairan dialveolus,

penurunan membran efektif pertukaran gas.

4) Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder.

13

5) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder

terhadap trauma.

d. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kiteria Hasil Intervensi Aktivitas

Bersihan jalan nafas

tidak efektif

berhubungan dengan

adanya akumulasi sekret

di jalan napas.

Tujuan : Setelah dilakukan

tindakan keperawatan selama 24

jam diharapkan kebutuhan jalan

napas efektif.

Kiteria hasil :

- Mengeluarkan sekret tanpa

kesulitan.

- Menunjukkan perilaku untuk

memperbaiki/

mempertahankan bersihan

jalan nafas.

- Rata-rata respirasi dalam

batas normal.

- Pertukaran gas optimal.

Manajemen

jalan napas

Suction jalan

napas

Terapi oksigen

1. Posisikan pasien untuk

memaksimalkan ventilasi.

2. Auskultasi bunyi nafas,

tandai area penuruna atau

hilangnya ventilasi dan

adanya bunyi tambahan.

3. Atur posisi untuk

mengurangi dispnea.

4. Pantau status pernapasan

dan oksigenasi, sesuai

dengan kebutuhan.

5. Pastikan kebutuhan

oral/trakheal suctioning.

6. Auskultasi suara napas

sebelum dan sesudah

suctioning.

7. Informasikan pada pasien

dan keluarga tentang

suctioning.

8. Berikan sadasi

9. Gunakan alat steril

10. Hentikan suctioning dan

berikan oksigen apabila

pasien menunjukkan

bradikardi.

11. Bersihkan sekresi mulut,

hidung, dan trakea.

12. Sediakan peralatan oksigen,

system humidifikasi secara

teratur pantau jumlah

oksigen yang diberikan

pada pasien sesuai dengan

indikasi.

14

Monitor tanda-

tanda vital

13. Batasi merokok

14. Monitor aliran oksigen

dalam liter.

15. Monitor posisi pemasangan

alat oksigen.

16. Monitor tekanan darah,

nadi, suhu, dan pernapasan.

17. Monitor suara paru

18. Monitor frekuensi dan

irama napas.

Ketidakefektifan pola

pernapasan yang

berhubungan dengan

menurunnya ekspansi

paru sekunder terhadap

akumulasi darah dan

udara serta terjadinya

peningkatan tekanan

positif dalam rongga

pleura.

Tujuan: setelah di lakukan

tindakan perawatan selama 24

jam klien menunjukan pernapasan

normal.

Kiteria hasil :

- Menyatakan/ menunjukkan

hilangnya dispnea.

- Mempertahankan jalan nafas

paten dengan bunyi nafas

bersih.

- Proses ventilasi dalam batas

normal.

- Tanda-tanda vital dalam

batas normal

Manajemen

jalan napas

Terapi Oksigen

Ventilasi

mekanik

1. Posisikan pasien untuk

memaksimalkan ventilasi.

2. Auskultasi bunyi nafas,

tandai area penuruna atau

hilangnya ventilasi dan

adanya bunyi tambahan.

3. Atur posisi untuk

mengurangi dispnea.

4. Pantau status pernapasan

dan oksigenasi, sesuai

dengan kebutuhan.

5. Bersihkan sekresi mulut,

hidung, dan trakea.

6. Sediakan peralatan oksigen,

system humidifikasi secara

teratur pantau jumlah

oksigen yang diberikan

pada pasien sesuai dengan

indikasi.

7. Batasi merokok

8. Monitor aliran oksigen

dalam liter.

9. Monitor posisi pemasangan

alat oksigen.

10. Monitor kelemahan otot

respirasi.

11. Monitor penurunan volume

ekhalasi dan peningkatan

takanan inspirasi.

12. Secara rutin pantau setting

15

Monitoring

respirasi

ventilator.

13. Pastikan mengganti sirkuit

alat ventilator setiap hari.

14. Monitor tekanan ventilator

dan suara napa.

15. Posisikan pasien untuk

memfasilitasi ventilasi atau

perfusi.

16. Monitor rata-rata,

kedalaman irama dan usaha

respirasi.

17. Catat pergerakan dada,

amati kesimetrikasan,

penggunaan otot tambahan,

retraksi otot supravaskular

dan interkosta.

18. Monitor kelelahan otot

diafragma (gerakan

paradoksis)

19. Auskultasi suara paru

setelah tindakan untuk

mengetahui hasilnya.

Gangguan pertukaran gas

berhubungan dengan

penumpukan cairan

dialveolus, penurunan

membran efektif

pertukaran gas.

Tujuan : Setelah di lakukan

tindakan keperawatan selama 24

jam diharapkan tidak terjadi

infeksi.

Kiteria hasil :

- Tidak sesak napas.

- Fungsi paru dalam batas

normal.

- Mendemonstrasikan

peningkatan ventilasi dan

oksigenasi yang adekuat.

- Memelihara kebersihan paru

dan bebas dari tanda distress

pernapasan.

- Tanda-tanda vital rentang

normal.

Manajemen

asam dan basa

1. Pantau kehilangan asam

(seperti : muntah,

pengeluasan nasogastrik,

diare dan diuresis) sesuai

dengan kebutuhan.

2. Ataur posisi untuk

memudahkan ventilasi yang

adekuat (seperti: membuka

jalan nafas dan mengangkat

kepala di tempat tidur.

3. Pantau gejala gagal nafas

(seperti: PaO2 rendah dan

menaikkan tingkat PaCO2

dan kelelahan otot

pernafasan

4. Pantau pola pernafasan

5. Pantau proses transfer O2

dijaringan (seperti:PaO2,

16

Manajemen

cairan dan

elektrolit

SaO2 , dan tingkat

hemoglobin dan curah

jantung), sesuai dengan

kebutuhan.

6. Dapatkan specimen lab

untuk memonitor level

vairan / elektrolit (seprti:

Ht, BUN, sodium, protein,

potassium).

7. Beri cairan

8. Beri terapi nasogastrik

untuk menggantikan out

put.

9. Beri serat pada selang

makan pasien untuk

mengurangi penghilangan

cairan dan elektrolit.

10. Pasang infus IV

11. Monitor tanda dan gejala

retensi cairan.

12. Beri suplemen elektrolit

Nyeri berhubungan

dengan trauma jaringan

dan refleks spasme otot

sekunder.

Tujuan: Setelah dilakukan

tindakan keperawatan selama 42

jam diharapkan nyeri

berkurang/hilang.

KH:

- Nyeri berkurang/dapat

diadaptasi.

- Dapat mengidentifikasikan

Manajemen

nyeri

1. Lakukan penilaian nyeri

secara komprehensif

dimulai dari lokasi,

karakteristik, durasi,

frekuensi, intensitas dan

penyebab.

2. Pertimbangkan pengaruh

budaya terhadap respons

17

aktivitas yang

meningkat/menurunkan

nyeri.

- Pasien tidak gelisah

Pemberian

analgesik

nyeri.

3. Tentukan dampak nyeri

terhadap kehidupan sehari-

hari (tidur, nafsu makan,

aktivitas, kesadaran, mood,

hubungan sosial,

performens kerja dan

melakukan tanggung jawab

sehari-hari).

4. Mengurangi atau

mengapuskan faktor-faktor

yang memperketat atau

meningkatkan nyeri

(seperti:ketakutan, fatique,

sifat membosankan,

ketiadaan pengetahuan).

5. Menyediakan analgesik

yang dibutuhkan dalam

mengatasi nyeri.

6. Anjurkan untuk istirahat

atau tidur yang adekuat

untuk mengurangi nyeri.

7. Cek order medis mengenai

obat, dosis dan

frekuensianalgesik yang

diberikan.

8. Cek riwayat alergi obat.

9. Pilih analgesik yang tepat

atau kombinasi analgesik

ketika lebih dari satu obat

yang diresepkan.

10. Tentuka pilihan analgesik

(narkotik, non narkotik,

NSAID) berdasarkan jenis

dan beratnya penyakit.

11. Instruksikan untuk

meminta pengobatan nyeri

PRN sebelum nyeri

menjadi hebat.

12. Monitor tanda-tanda vital

18

sebelum dan sesudah

pemberian obat analgetik

narkotik dengan dosis

pertama, atau catat jika ada

tanda yang tidak biasa

muncul.

13. Impementasikan tindakan

untuk menurunkan dampak

negatif analgesik

(seperti:konstipasi dan

irigasi lambung)

Resiko tinggi infeksi

berhubungan dengan

Tujuan: Setelah di lakukan

tindakan keperawatan selama 24

jam diharapkan tidak terjadi

infeksi.

KH:

- tidak ada tanda-tanda

infeksi seperti pus.

- luka bersih tidak lembab

dan tidak kotor.

- Tanda-tanda vital dalam

batas normal atau dapat

ditoleransi.

Pengontrolan

infeksi

Perawatan luka

Proteksi infeksi

1. Gunakan alat-alat yang baru

dan berbeda setiap akan

melakukan tindakan

keperawatan ke pasien.

2. Cuci tangan sebelum dan

sesudah melakukan tindakan

kepada pasien.

3. Gunakan sarung tangan

yang steril, jika

memungkinkan.

4. Bersihkan kulit pasien

dengan pembersih

antibakteri.

5. Bersihkan balutan yang

melekat dan debris.

6. Catat karekteristik luka

7. Bersihkan dengan sabun

antibakterial.

8. Gunakan TENS

(transcutaneous Elactrical

Nerve Stimulation) untuk

perbaikan perawatan luka.

9. Balut dengan tepat.

10. Gunakan balutan yang

oklusif.

11. Monitor tanda-tanda dan

gejala sistemik dan local

dari infeksi.

12. Monitor daerah yang mudah

19

terinfeksi.

13. Lakukan perawatan kulit

untuk area yang edema.

14. Inspeksi kulit dan membran

mukosa yang memerah,

panas, atau kering.

15. Inspeksi kondisi dari luka

operasi.

16. Beri agen imun

17. Instruksi pasien untuk

mendapatkan antibiotik

sesuai resep.

20