Upload
okkie-mharga-sentana
View
24
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ujian
Citation preview
I. Anodontia (Kompetensi 1)
A. Definisi
Anodontia adalah suatu kondisi dimana tidak tumbuhnya gigi pada manusia yang
didapatkan sejak lahir. Anodontia dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe, Complete or total
anodontia dan partial or sub-total anodontia. Complete or total anodontia adalah tidak
tumbuhnya semua gigi sejak lahir, sedangkan partial or sub total anodontia adalah tidak
tumbuhnya satu atau beberapa gigi sejak lahir. (Purkait, 2002) Partial or sub-total anodontia
terbagi lagi menjadi hipodontia dan oligodontia. Hipodontia yaitu penderita yang kekurangan
1 sampai 6 gigi dari jumlah gigi yang normal dan oligodontia yaitu suatu keadaan dimana
penderita kekurangan lebih dari 6 gigi dari jumlah normal. (Ima, 2008).
B. Gambar
Gambar 1. Anodontia Gambar 2. Oligodontia
Gambar 3. Hypodontia Gambar 4. Rontgen Panoramic Complete
Anondotia
1
Gambar 5. Perbedaan Hipodontia, Oligodontia, dan Anodontia
C. Etiologi
Anodontia dan hypodontia ditemukan sebagai bagian dari suatu sindroma, yang
merupakan kelainan yang disertai dengan berbagai gejala yang timbul secara bersamaan,
misalnya pada sindroma Ectodermal dysplasia. Hypodontia dapat timbul pada seseorang
tanpa ada riwayat kelainan pada generasi keluarga sebelumnya, tapi bisa juga merupakan
kelainan yang diturunkan (Unpad, 2009). Faktor lingkungan dapat menyebabkan pecahnya
benih gigi ketika masih dalam kandungan, misalnya radiasi, trauma, infeksi, gangguan nutrisi
dan hormonal (Dhika, 2011)
D. Klasifikasi :
1. Hipodontia adalah keadaan dimana pada rahang tidak tumbuh 1-6 gigi.
2. Oligodontia adalah keadaan dimana lebih dari 6 gigi tidak tumbuh.
3. Anodontia adalah keadaan dimana semua gigi tidak tumbuh, dan lebih sering mengenai
gigi-gigi tetap dibandingkan gigi-gigi sulung diklasifikasikan lagi menjadi :
a. Anodontia total adalah keadaan dimana pada rahang tidak ada lagi gigi susu
maupun gigi tetap.
b. Anodontia parsial adalah keadaan dimana pada rahang terdapat satu atau lebih
gigi yang tidak tumbuh dan lebih sering terjadi pada gigi permanen daripada gigi
susu (Hikmah, 2008).
2
E. Patogenesis
Gigi berasal dari dua jaringan embrional :ektoderm, yang membentuk enamel, dan
mesoderm yang membentuk dentin, sementum, pulpa, dan juga jaringan-jaringan penunjang.
Perkembangan gigi geligi pada masa embrional dimulai pada minggu ke-6 intrauterin
ditandai dengan proliferasi epitel oral yang berasal dari jaringan ektodermal membentuk
lembaran epitel yang disebut dengan primary epithelial band. Primary epithelial band yang
sudah terbentuk ini selanjutnya mengalami invaginasi ke dasar jaringan mesenkimal
membentuk 2 pita pada masing-masing rahang yaitu pita vestibulum yang berkembang
menjadi segmen bukal yang merupakan bakal pipi dan bibir dan pita lamina dentis yang
akan berperan dalam pembentukan benih gigi. Pertumbuhan dan perkembangan gigi dibagi
dalam 3 tahap, yaitu perkembangan, kalsifikasi, dan erupsi. Tahap perkembangan gigi dibagi
lagi menjadi inisiasi, proliferasi, histodiferensiasi, morfodiferensiasi, dan aposisi. Penderita
anodontia mengalami halangan pada proses pembentukan benih gigi dari epitel mulut, yakni
pada tahap inisiasi.
F. Gejala
Anodontia ditandai dengan tidak terbentuknya semua gigi, dan lebih sering mengenai
gigi-gigi tetap dibandingkan gigi-gigi sulung. Hypodontia atau oligodontia bila yang tidak
terbentuk hanya beberapa gigi saja (Dani, 2011)
.
G. Pemeriksaan
Diagnosa anodontia biasanya membutuhkan pemeriksaan radiografik untuk
memastikan bahwa semua benih gigi benar-benar tidak terbentuk. Pada kasus hypodontia,
pemeriksaan radiografik panoramik berguna untuk melihat benih gigi mana saja yang tidak
terbentuk (Dani, 2011).
H. Terapi
Terapi yang sering digunakan adalah dengan pembuatan gigi tiruan (Unpad, 2009).
3
II. Impacted Teeth (Kompetensi 1)
A. Definisi
Gigi impaksi atau gigi terpendam adalah gigi yang gagal erupsi ke dalam lengkung
rahang pada kisaran waktu yang diperkirakan, biasanya oleh gigi didekatnya atau jaringan
patologis sehingga gigi tersebut tidak keluar dengan sempurna mencapai oklusi yang normal
didalam deretan susunan gigi geligi lain yang sudah erupsi (Fadillah,dkk., 2011)
B. Gambar
Gambar 1. Impaksi Gigi Gambar 2. Rontgen Panoramik Impaksi Gigi
Gambar 3. Klasifikasi Impaksi Gigi
C. Etiologi
1. Benih gigi miring.
2. Infeksi kronik pada ginggiva yang menutupi → gigi sulit menembus ginggiva
karena ginggiva menebal.
3. Hiperdensitas tulang yang menutupi.
4. Premature loss gigi sulung .
4
D. Gejala
1. Inflamasi, yaitu pembengkakan di sekitar rahang dan warna kemerahan pada gusi
di sekitar gigi yang diduga impaksi.
2. Resorpsi gigi tetangga, karena letak benih gigi yang abnormal sehingga
meresorpsi gigi tetangga.
3. Kista (folikuler).
4. Rasa sakit atau perih di sekitar gusi atau rahang dan sakit kepala yang lama.
Gejala biasanya muncul ketika gigi berusaha menembus gusi sehingga muncul nyeri
yang sangat hebat dan menjalar ke area sekitar wajah (Kessman, 2011). Timbul gejala-gejala
lain seperti sakit kepala, telinga berdengung, sakit leher, rematik, kencing manis, gangguan
jantung, gangguan pada kulit, badan cepat lelah atau gejala-gejala lain pada tubuh yang tidak
bisa diobati maka gigi ini mulai dicurigai sebagai penyebab sehingga penderita dirujuk ke
dokter gigi (Micni dan Roseno, 2011).
E. Pemeriksaan
Pemeriksaan radiografi diperlukan untuk menentukan klasifikasi impaksi. Yavuz dan
Buyukkurt mengklasifikasi berdasarkan kedalaman kaninus impaksi dalam 3 tingkat yaitu:
1. Level A : Korona kaninus impaksi berada pada garis servikal dari gigi
tetangganya.
2. Level B : Korona kaninus impaksi berada diantara garis servikal dan apikal dari
akar gigi tetangganya.
3. Level C : Korona kaninus impaksi berada dibawah apikal dari akar gigi
tetangganya.
5
(Rery, 2010)
F. Diagnosis
Keluhan yang ditemukan berupa
1. Perikoronitis dengan gejala :
Rasa sakit di region tersebut, pembengkakan, timbul bau mulut, ditemukan
pembesaran limfonodi submandibula.
2. Karies pada gigi tersebut..
3. Parestesi dan neuralgia pada bibir bawah.
Pemeriksaan ekstraoral : Adanya pembengkakan.
Adanya pembesaran limfonodi.
Adanya parestesi.
Pemeriksaan intraoral : Keadaan gigi erupsi atau tidak.
Adanya karies, perikoronitis.
Adanya parestesi.
Warna mukosa bucal, labial, dan gingival.
Adanya abses gingival.
Posisi gigi tetangga, hubungan dengan gigi tetangga.
Ruang antara gigi dengan ramus (pada molar tiga mandibula)
(Rery, 2010)
G. Terapi
Kontraindikasi pencabutan gigi yang tidak erupsi atau impaksi
Anjuran pencabutanGigi yang tidak erupsi atau impaksi
Indikasi kuat pencabutan gigi yang tidak erupsi atau impaksi
Indikasi
lain
Jika diperkirakan terjadi erupsi sempurna Gigi mengalami infeksi
Jika terdapat satu ataubeberapa episode infeksi, seperti perikoronitis, selulitis, abses atau patologi lainnya
Transplantasi autogenous pada soket gigi molar satu
Jika resiko pencabutan Pada pasien beresiko dan Jika gigi mengalami Fraktur mandibula pada regio gigi
6
melebihi manfaatnya,terutama yangberhubungan dengan kesehatan pasien
akses perawatan dental terbatas
karies dan tidak dapatdirestorasi atau kariespada gigi tetangga, yang tidak dapat dirawat tanpa pencabutan
molar tiga atau gigi yang terlibat dalam reseksi tumor
Impaksi dalam tanpariwayat atau tanda-tanda patologi
Pada pasien yangmemiliki riwayat resiko potensial, seperti pernah menjalani radioterapi atau bedah jantung
Jika terjadi penyakitperiodontal akibat posisi gigi impaksi, dan mempengaruhi gigi tetangganya
Pencabutan profilaktik dapat dilakukan dalambeberapa kondisi medis tertentu
Jika resiko komplikasipembedahan tinggi atau diperkirakan dapat terjadi fraktur mandibula
Pada transplan gigi, bedah ortognatik, atau prosedur bedah lokal lain yang relevan
Dalam kasus kistadentigerous atau patologi serupa lainnya
Gigi molar tiga yangerupsi sebagian atau tidak erupsi, dekat dengan permukaan, sebelum dilakukan pembuatan gigitiruan atau bertetangga dengan daerah penanaman implan
Jika direncanakan untuk melakukan pencabutan gigi impaksi di bawah pengaruh AL, maka pencabutan profilaktikgigi kontralateral yang tak-bergejala dikontraindikasikan
Jika direncanakan untuk melakukan pencabutan gigi di bawah pengaruh AU dan gigi kontralateralberesiko menimbulkan gangguan erupsi
Dalam kasus resorpsieksternal gigi molar tiga atau molar dua, jika diduga disebabkan oleh gigi molar tiga
AL = anestesi lokal; AU = anestesi umum. [Kriteria ini dikeluarkan pada tahun 2000. Sumber:http://www.sign.ac.uk]
III. MALOCCLUSION (Kompetensi 1)
A. Definisi
Maloklusi (malocclusion) adalah setiap keadan yang menyimpang dari oklusi normal atau
dapat juga diartikan sebagai suatu kelainan susunan gigi geligi atas dan bawah yang
berhubungan dengan bentuk rongga mulut serta fungsinya.
B. Gambar
Gambar 1. Crossbite Gambar 2. Overbite
7
Gambar 3. Malocclusion tampak samping
Gambar 4. Crowdeed Gambar 5. Rontgen Panoramik Maloklusi
C. Etiologi
Etiologi maloklusi terbagi 2, yaitu etiologi primer dan etiologi pendukung :
1. Etiologi Primer
a. Kesalahan dalam marfologi/pertumbuhannya dapat merubah hubungan dan fungsi
oklusi
b. Variasi gigi dalam ukuran, bentuk, jumlah dan posisi gigi semua dapat menyebabkan
maloklusi
2. Etiologi pendukung
a. Perkembangan abnormal yang tidak diketahui penyebabnya. Misalnya : deferensiasi
yang penting pada perkembangan embrio
b. Trauma prenatal atau setelah kelahiran dapat menyebabkan kerusakan atau kesalahan
bentuk dentofacial
Penyebab umum pada malocclusion adalah ketidakseimbangan antara ukuran rahang dan
ukuran gigi atau antara ukuran rahang bagian atas dan bawah (Fahmi,2010).
8
D. Klasifikasi
Terdapat tiga klasifikasi maloklusi menurut Angle berdasarkan atas posisi molar pertama
rahang atas dan bawah :
a. Maloklusi Angle kelas I
Mesiobukal molar pertama atas beroklusi dengan cekung bukal molar
pertama bawah.
b. Maloklusi Angle kelas II
Gigi molar pertama rahang bawah terletak relatif lebih ke distal dari posisi molar
pertama rahang atas
c. Maloklusi Angle kelas III
Posisi gigi molar pertama rahang bawah relative lebih mesial dari posisi molar
pertama rahang atas
(Pramono, 2010)
9
E. Pemeriksaan
Maloklusi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada pengunyahan dan bicara.
Gangguan pengunyahan yang terjadi yaitu dapat berupa rasa tidak nyaman saat mengunyah
dan juga mengakibatkan nyeri kepala dan leher. Selain itu pemeriksaan maloklusi dapat
dilakukan foto rontgen gigi (apikal, panoramic). (Anonim, 2011).
F. Terapi
Perawatan maloklusi meliputi :
a. Penggunaan brace
Tekanan yang konstan dari brace akan meluruskan dan membantu mendorong gigi ke
posisi yang benar
b. Mencabut gigi
Mencabut gigi yang terlalu padat akan memberikan ruang bagi gigi yang lain untuk
berada pada posisi yang benar.
c. Operasi
Tindakan operasi dilakukan pada kasus yang melibatkan tulang rahang.
(Admin, 2009)
IV. DEBRIS (Kompetensi 1)
A. Definisi
Secara umum, oral debris adalah lapisan lunak yang terdapat di atas permukaan
gigi yang terdiri atas mucin, bakteri dan sisa makanan yang putih kehijau-hijauan dan
jingga. Namun, debris lebih banyak mengandung sisa makanan (Panjaitan, 2000).
B. Gambar
10
Gambar 1. Debris
C. Kriteria
Perhitungan Debris Index (DI-S)
(USU, 2009)
D. Terapi
Kondisi debris dapat dicegah dengan rajin menggosok gigi dengan cara dan pasta gigi
yang tepat, minimal 2 kali sehari saat pagi bangun tidur, dan malam sebelum tidur. Dapat
pula menggunakan cairan pembersih mulut atau penggunaan dental fllos.
11
Skor Kriteria
0 Tidak ada debris
1Debris lunak menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi atau adanya stain ekstrinsik tanpa debris pada daerah tersebut
2Debris lunak meliputi lebih dari 1/3 tetapi kurang dari 2/3 permukaan gigi
3Debris lunak menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi
V. PLAQUE (Kompetensi 1)
A. Definisi
Plak gigi adalah suatu lapisan lunak yang terdiri dari kumpulan mikroorganisme yang
berkembang biak diatas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi
yang tidak dibersihkan (USU, 2009). Pada awal pembentukan plaque, jenis kokus gram
positif terutama streptokokus. Debris lebih banyak mengandung sisa makanan, sedangkan
plak lebih banyak kandungan mikoorganismenya (Panjaitan, 2000).
B. Gambar
Gambar 1. Plak gigi
C. Etiologi
Plaque merupakan kumpulan koloni bakteri dan mikroorganisme lain yang bercampur
dengan produk-produknya, sel-sel mati dan sisa makanan. Metabolisme anaerob dari koloni
ini menghasilkan asam yang menyebabkan :
Demineralisasi permukaan gigi
Iritasi gusi di sekitar gigi ginggivitis (merah, bengkak, gusi berdarah)
Plak gigi dapat termineralisasi dan membentuk calculus.
D. Diagnosis
12
PI = Jumlah nilai PI untuk gigi = ¼ Jumlah PI setiap area Banyaknya gigi yang diperiksa Banyaknya gigi yang diperiksa
Penumpukan plak dalam jumlah sedikit yang tidak terlihat secara visual dapat dideteksi
dengan disclosing material. Bahan pewarna (disclosing material) yang biasa digunakan
adalah iodine, mercurochrome, bahan pewarna makanan seperti gincu kue berwarna merah
dan bismarck brown. Ada juga larutan fuschin dan eritrosin, tapi tidak dianjurkan lagi karena
terbukti bersifat karsinogenik.
Bahan pewarna ada yang berbentuk cairan dan tablet. Untuk bahan pewarna cairan,
cairan pewarna diteteskan beberapa tetes ke kapas yang dibulatkan, lalu dioleskan pada
seluruh permukaan gigi, kemudian kumur dengan air atau cairan pewarna dibiarkan di dalam
mulut selama 15-30 detik baru dibuang. Sedangkan penggunaan bahan pewarna tablet, tablet
dikunyah dan kemudian biarkan bercampur dengan saliva dan biarkan saliva di dalam mulut
sekitar 30 detik baru dibuang (USU, 2009).
E. Perhitungan Plaque Index
Kriteria penilaian Plaque Index :
0 = tidak ada plak pada daerah gingiva
1 = selapis tipis plak melekat pada tepi gingiva dan daerah yang berdekatan dengan gigi.
2 = pengumpulan deposit lunak yang sedang disertai poket gingival dan pada tepi gingiva
dan/ atau berdekatan dengan permukan gigi
3 = banyaknya deposit lunak yang disertai poket gingival dan/ atau pada tepi gingiva dan
berdekatan dengan permukaan gigi (USU, 2009)
F. Terapi
Menggosok gigi secara benar minimal dua kali sehari menggunakan pasta gigi yang
mengandung fluoride dan obat kumur setelah menyikat gigi (Dimatteo, 2009). Apabila gigi
sudah dalam kondisi terdapat plaque maka untuk membersihkannya harus dilakukan dental
scaling.
13
VI. CALCULUS (Kompetensi 1)
A. Definisi
Calculus adalah material keras dari garam inorganik yang terdiri dari kalsium
karbonat dan fosfat yang bercampur dengan debris, mikroorganisme, dan sel epitel yang
telah terdeskuamasi. Dengan meningkatnya kandungan mineral dari air liur, plak akan
mengeras menjadi kalkulus.
B. Gambar
Gambar 1. Calculus Gambar 2. Scalling Calculus
C. Etiologi
Penyebab timbulnya kalkulus adalah adanya akumulasi plak yang berlebihan dan akhirnya mengeras (Dimatteo, 2009).
D. Kriteria Perhitungan Index
14
15
Kriteria
0Tidak ada kalkulus
1Kalkulus supra gingiva menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi
2Kalkulus supra gingiva menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi, tetapi tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi yang terkena, atau adanya kalkulus sub gingiva berupa flek di sekeliling leher gigi
3Kalkulus supra gingiva menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi yang tekena. Adanya kalkulus sub gingiva berupa pita yang tidak terputus di sekeliling leher gigi
Skor kalkulus diperoleh dari jumlah skor permukaan gigi dibagi jumlah gigi yang
diperiksa. Skor indeks oral higiene individu diperoleh dengan menjumlahkan nilai indeks
debris (DI-S) dan indeks kalkulus (CI-S), dengan interval OHI-S : Sangat baik = 0; Baik =
0,1-1,2; Sedang = 1,3-3,0; Buruk : 3,1-6,0. (Aini,2011).
E. Terapi
Karang gigi atau calculus harus dibersihkan dengan alat yang disebut scaler atau root
planing. Scaling mengeluarkan deposit dari permukaan gigi, utamanya permukaan gigi yang
nampak dalam rongga mulut. Sedangkan root planing mengeluarkan bagian gigi yang
nekrotik dan tidak sehat dari permukaan akar gigi. Scaler ada yang manual ataupun dengan
ultrasonic (Gunawan, 2009).
VII. DENTAL DECAY (Kompetensi 1)
A. Definisi
Dental decay atau lebih sering disebut karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang
mengalami kalsifikasi yang ditandai oleh demineralisasi dari bagian inorganik dan
destruksi dari substansi organik dari gigi, penyakit ini ditandai dengan kerusakan
jaringan, dimulai dari permukaan gigi (pit, fissure, daerah interproksimal) meluas ke arah
pulpa (Susanto, 2009).
B. Gambar
16
Gambar 1. Dental Decay
C. Etiologi
Ada empat faktor penting yang dapat menimbulkan karies, yaitu:
1. Mikroorganisme
Bakteri meyebabkan terjadinya karies karena mempunyai kemampuan untuk :
a. Membentuk asam dari substrat (asidogenik).
b. Menghasilkan kondisi dengan pH rendah (<5).
c. Bertahan hiduop dan memproduksi asam terus menerus pada kondisi dengan
pH yang rendah (asidurik).
d. Melekat pada permukaan licin gigi.
e. Menghasilkan polisakarida tak larut dalam saliva dan cairan dari makanan
guna membentuk plak
Bakteri yang sering menyebabkan karies adalah Lactobacilus, Steptococcus, dan
Actinomyces.
2. Substrat
17
PPenjamu
Dan gigi
substrat
Tidak tidak
Karies karies
waktu
Mikroorganisme
Tidak Tidak
Karies karies
karies
Substrat yang dimaksud adalah karohidrat makanan yang digunakan untuk
mensintesa asam dan polisakarida ekstrasel bagi bakteri. Karbohidrat kompleks
relatif lebih tidak kariogenik karena tidak dicerna sempurna di mulut, sedangkan
karbohidrat sederhana akan meresap ke dalam plak dan dimetabolisme dengan
cepat oleh bakteri. Kariogenesis karbohidrat bervariasi menurut frekuensi makan,
bentuk fisik, komposisi kimia, cara masuk, dan adanya zat makanan lain.
3. Pejamu dan gigi
Hal-hal yang mempengaruhi antara lain morfologi gigi, lingkungan gigi, dan
posisi gigi.
4. Waktu
Kemampuan saliva untuk meremineralisasi selama proses karies, menandakan
bahwa roses tersebut terdiri atas periode perusakan dan perbaikan yang silih
berganti, sehingga bila saliva berada dalamlingkungan gigi, maka karies tidak
akan menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau minggu, melainkan dalam
hitungan bulan (Susanto, 2009)
D. Patogenesis
Penyebab utama karies adalah adanya proses demineralisasi pada email. Sisa makanan
yang bergula (termasuk karbohidrat) atau susu yang menempel pada permukaan email akan
bertumpuk menjadi plak, dan menjadi media pertumbuhan yang baik bagi bakteri. Bakteri
yang menempel pada permukaan bergula tersebut akan menghasilkan asam dan melarutkan
permukaan email sehingga terjadi proses demineralisasi. Terjadi perkembangan lesi di email
yaitu penguraian molekul hidroksi apatit di permukaan email sehingga permukaan yang
semula utuh dapat pecah dan terbentuk lubang atau cavitas. Apabila caries email diabaikan
maka proses caries dapat berlanjut, bakteri masuk ke dentin, sehingga demineralisasi terus
berlangsung. Demineralisasi ini semakin diperparah oleh sisa bahan makanan yang masuk
ke dalam cavitas, plak yang terbentuk di dalam cavitas, dan kesulitan proses pembersihan
sampai ke dalam cavitas sehingga remineralisasi semakin sulit terjadi. Lama kelamaan
lingkungan kompleks dentin pulpa dapat mengalami kerusakan (Asmalia, 2010).
E. Klasifikasi
18
Karies gigi diklasifikasikan dalam beberapa cara :
Menurut lokasi karies pada gigi :
a. karies pit dan fissure
b. karies pada permukaan yang halus
Menurut dalamnya dan struktur jaringan yang terkena :
a. karies superfisialis atau email
karies mengenai lapisan email dan menyebabkan iritasi pulpa. Pada tahap ini biasanya
pasien belum mengeluh sakit.
b. karies media atau dentin
karies sudah mengenai lapisan dentin dan menyebabkan reaksi hiperemi pada pulpa.
Nyeri bila terkena rangsangan panas atau dingin, dan akan berkurang bila rangsangan
dihilangkan.
c. karies profunda atau pulpa
karies mengenai pulpa, rasa sakit terjadi spontan tanpa rangsangan.
Menurut waktu terjadinya :
a. karies primer
karies yang terjadi pada lokasi yang belum pernah memiliki riwayat karies.
b. karies sekunder
karies yang rekuren, karies timbul pada lokasi yang telah memiliki riwayat karies
sebelumnya.
Menurut tingkat progresifitasnya :
a. karies akut
berkembang dan memburuk dengan cepat,
b. karies kronis
c. karies terhenti (Susanto, 2009)
19
F. Diagnosis
a. Karies Dini/karies email tanpa kavitas Anamnesis : terdapatnya bintik putih pada gigi
Pemeriksaan
Ekstra oral : tidak ada kelainanIntra oral : Kavitas (-) , lesi putih (+)
b. Karies dini/karies email dengan kavitas Anamnesis : Gigi kadang terasa ngilu
Pemeriksaan
Ekstra oral : tidak ada kelainanIntra oral : Kavitas (+) baru mengenai email
c. Karies dengan dentin terbuka/dentin Hipersensitif Anamnesis :
- Kadang-kadang rasa ngilu waktu kemasukan makanan
- Waktu minum dingin, asam dan asin
- Rasa ngilu hilang setelah rangsangan dihilangkan
- Tidak ada rasa sakit spontan
Pemeriksaan
Pemeriksaan ekstraoral : tidak ada kelainanPemeriksaan intraoral : kavitas baru mengenai email
(Julianti, 2008)
G. Pemeriksaan Untuk untuk mendeteksi karies di email digunakan sonde tajam dan untuk
mendeteksi cavitas dini pada permukaan halus. Pada beberapa lokasi perlu dilakukan dental
X-ray (Asmalia, 2009)
H. TerapiPenataksanaan karies gigi ditentukan oleh stadium saat karies terdeteksi:
1. Penambalan (filling) dilakukan untuk mencegah progresi karies lebih lanjut.
Penamblan biasa yang dilakukan pada karies yang ditemukan pada saat iritasi atau
20
hiperemia pulpa. Bahan yang digunakan yaitu amalgam, compsite resin dan glass
ionomer atau dengan inlay.
2. Perawatan saluran akar (PSA) atau root canal treatment dilakukan bila sudah
terjadi pulpitis atau karies sudah mencapai pulpa. Setelah dilakukan PSA, dibuat
restorasi yang dinamakan Onlay.
3. Ektraksi gigi merupakan pilihan terakhir dalam penatalaksanaan karies gigi.
Ekstraksi dilakukan bila jaringan gigi sudah sangat rusak sehingga tidak dapat
direstorasi. Gigi yang telah diekstraksi perlu diganti dengan pemasangan gigi palsu
(denture), implant atau jembatan (brigde) (Asmalia, 2009).
VIII. PULPITIS (Kompetensi 1)
A. Definisi
Pulpitis adalah peradangan pada pulpa gigi yang menimbulkan rasa nyeri.
Pulpa adalah bagian gigi paling dalam, yang mengandung saraf dan pembuluh darah
(Medicastore, 2010). Pulpitis adalah proses radang pada jaringan pulpa gigi,yang pada
umumnya merupakan kelanjutan dari proses karies (Lodro, 2010).
B. Gambar
Gambar 1. Pulpitis
C. Etiologi
21
Penyebab pulpitis yang paling sering ditemukan adalah pembusukan gigi, penyebab
kedua adalah cedera. Pulpa terbungkus dalam dinding yang keras sehingga tidak memiliki
ruang yang cukup untuk membengkak ketika terjadi peradangan. Yang terjadi hanyalah
peningkatan tekanan di dalam gigi. Peradangan yang ringan, jika berhasil diatasi, tidak akan
menimbulkan kerusakan gigi yang permanen. Peradangan yang berat bisa mematikan pulpa.
Meningkatnya tekanan di dalam gigi bisa mendorong pulpa melalui ujung akar, sehingga
bisa melukai tulang rahang dan jaringan di sekitarnya (Medicastore, 2010).
D. Patogenesis
Pu lp i t i s dapa t t e r j ad i ka r ena adanya j e j a s , j e j a s t e r s ebu t dapa t
be rupa kuman beserta produknya yaitu toksin, dan dapat juga karena faktor fisik dan
kimia (tanpa kuman). Namun pada praktek sehari-hari pulpitis biasanya terjadi diawali
dengan karies yang tebentuk karena kerusakan email akibat dari fermentasi
karbohidrat oleh bakteri-bakteri penghasil asam (pada umumnya Streptococus
mutans) yang menyebabkan proses demineralisasi lebih cepat dari proses mineralisasi. Bila karies
sudah terbentuk dan tidak mendapat perawatan, maka proses demineralisasi terus
berlanjut dan menyebabkan karies semakin meluas ke dalam gigi sehingga
menembus lapisan-lapisan email, dentin dan pada akhirnya akan mencapai ke dalam
ruang pulpa. Bila karies sudah mencapai ke dalam ruang pulpa maka bakteri akan
masuk kedalam ruangan tersebut dan mengakibatkan peradangan pada jaringan pulpa. Jika
peradangan hanya sebagian (pada cavum dentis) maka disebut pulpitis akut
parsial,dan jika mengenai seluruh jaringan pulpa maka disebut pulpitis akut
totalis (Zainuri, 2010).
E. Pembagian Klasifikasi Pulpitis
1. Pulpitis reversible merupakan proses inflamasi ringan yang apabila penyebabnya
dihilangkan maka inflamasi menghilang dan pulpa akan kembali normal. Pulpitis
reversible bersifat asimtomatik dapat disebabkan karena karies yang baru muncul
dan akan kembali normal bila karies dihilangkan dan gigi direstorasi dengan
baik, apabila ada gejala (bersifat simtomatik) biasanya berbentuk pola khusus.
22
Aplikasi stimulus dingin atau panas, dapat menyebabkan rasa sakit yang tajam.
Jika stimulus ini dihilangkan, nyeri akan segera reda.
2. Pulpitis irreversible merupakan inflamasi parah yang tidak akan bisa pulih
walaupun penyebabnya dihilangkan dan lambat atau cepat pulpa akan menjadi
nekrosis. Pulpa irreversible ini seringkali merupakan akibat atau perkembangan
dari pulpitis reversible. Pada awal pemeriksaan klinik pulpitis irreversibel
ditandai dengan suatu paroksisme (serangan hebat), rasa sakit dapat disebabkan
oleh hal berikut: perubahan temperatur yang tiba-tiba, terutama dingin; bahan
makanan manis ke dalam cavitas atau pengisapan yang dilakukan oleh lidah atau
pipi; dan sikap berbaring yang menyebabkan bendungan pada pembuluh darah
pulpa. Rasa sakit biasanya berlanjut jika penyebab telah dihilangkan, dan dapat
datang dan pergi secara spontan, tanpa penyebab yang jelas.
3. Nekrosis pulpa adalah matinya pulpa, dapat sebagian atau seluruhnya, tergantung
pada seluruh atau sebagian yang terlibat. Nekrosis, meskipun suatu inflamasi
dapat juga terjadi setelah jejas traumatik yang pulpanya rusak sebelum terjadi
reaksi inflamasi. Nekrosis ada dua jenis yaitu koagulasi dan likuifaksi
(pengentalan dan pencairan). Pada jenis koagulasi, bagian jaringan yang dapat
larut mengendap atau diubah menjadi bahan solid. Pengkejuan adalah suatu
bentuk nekrosis koagulasi yang jaringannya berubah menjadi masa seperti keju,
yang terdiri atas protein yang mengental, lemak dan air. Nekrosis likuefaksi
terjadi bila enzim proteolitik mengubah jaringan menjadi massa yang melunak,
suatu cairan atau debris amorfus. Pulpa terkurung oleh dinding yang kaku, tidak
mempunyai sirkulasi daerah kolateral, dan venul serta limfatiknya kolaps akibat
meningkatnya tekanan jaringan sehingga pulpitis irreversible akan menjadi
nekrosis likuifaksi. Jika eksudat yang dihasilkan selama pulpitis irreversible
diserap atau didrainase melalui kavitas karies atau daerah pulpa yang tebuka ke
dalam rongga mulut, proses nekrosis akan tertunda; pulpa di daerah akar akan
tetap vital dalam jangka waktu yang cukup lama. Sebaliknya, tertutup atau
ditutupnya pulpa yang terinflamasi mengakibatkan proses nekrosis pulpa yang
cepat dan total serta timbulnya patosis periapikal (Dentisha, 2010).
23
F. Terapi
a.Pulpitis Reversibel
Jika karies media dapat langsung dilakukan penumpatan, tetapi jika karies porfunda
perlu pulp capping terlebih dahulu, apabila 1 minggu kemudian tidak ada keluhan dapat
langsung dilakukan penumpatan (Seraficha, 2009).
b. Pulpitis Ireversibel
Terapi pulpitis ireversibel adalah pulpektomi (Seraficha, 2009).
IX. PERIODONTITIS (Kompetensi 1)
A. Definisi
Periodontitis adalah peradangan atau infeksi pada jaringan penyangga gigi. Yang
termasuk jaringan penyangga gigi adalah gusi, tulang yang membentuk kantong tempat gigi
berada, dan ligamen periodontal (selapis tipis jaringan ikat yang memegang gigi dalam
kantongnya dan juga berfungsi sebagai media peredam antara gigi dan tulang). Suatu
keadaan dapat disebut periodontitis bila perlekatan antara jaringan periodontal dengan gigi
mengalami kerusakan. Selain itu tulang alveolar juga mengalami kerusakan. Periodontitis
dapat berkembang dari gingivitis yang tidak dirawat. Infeksi akan meluas dari gusi ke arah
tulang di bawah gigi sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih luas pada jaringan
periodontal. Bila ini terjadi, gusi dapat mengalami penurunan, sehingga permukaan akar
terlihat dan sensitivitas gigi terhadap panas dan dingin meningkat (Hamsafir, 2010)
B. Gambar
24
GGambar 1. Periodontitis
C. Etiologi
Periodontitis umumnya disebabkan oleh plak. Plak adalah lapisan tipis biofilm yang
mengandung bakteri, produk bakteri, dan sisa makanan. Lapisan ini melekat pada
permukaan gigi dan berwarna putih atau putih kekuningan. Plak yang menyebabkan
gingivitis dan periodontitis adalah plak yang berada tepat di atas garis gusi. Bakteri dan
produknya dapat menyebar ke bawah gusi sehingga terjadi proses peradangan dan terjadilah
periodontitis (Adulgopar, 2009).
D. Patogenesis
Periodontitis dimulai dengan gingivitis dan bila kemungkinan terjadi proses
inflamasi, maka pada kebanyakan pasien, tetapi tidak semua pasien terjadi proses
inflamasi secara bertahap dan akan memasuki jaringan periodontal yang lebih dalam.
Bersama dengan proses inflamasi akan timbul potensi untuk menstimulasi resorpsi
jaringan periodontal dan pembentukan poket periodontal.
Tipe poket periodontal
Poket periodontal merupakan suatu pendalaman sulkus gingiva dengan migrasi apikal
dari apitelium junction dan rusaknya ligamen periodontal serta tulang alveolar.
Ada dua tipe poket periodontal yang didasarkan pada hubungan antara epitelium junction
dengan tulang alveolar.
1. Poket periodontal suprabony yaitu dasar poket merupakan bagian koronal dari
puncak tulang alveolar.
2. Poket periodontal infrabony yaitu dasar poket merupakan bagian apikal dari puncak
tulang alveolar.
Pembentukan poket periodontal
Poket periodontal adalah sulkus gingiva yang mengalami pendalaman karena
migrasi apikal junctional epithelium dan kerusakan ligamen periodontal serta tulang
alveolar. Pembesaran gingiva juga berperan dalam meningkatkan kedalaman poket.
25
Sementara mekanisme yang pasti dari pembentukan poket belum diketahui secara
lengkap. Page dan Schoeder, dua orang ahli patologis yang terkemuka, membuat
klasifikasi tahap patogenesis sebagai berikut:
1. Permulaan terjadinya lesi :
Karekteristik dari permulaan lesi adalah vaskulitis pembuluh-pembuluh
darah yang mengarah ke dalam junctional epithelium, meningkatnya aliran cairan
gingiva, gerakan leukosit ke dalam junctional epithelium dan sulkus gingiva,
protein serum ekstraseluler, perubahan aspek koronal dari junctional epithelium,
dan hilangnya serabut-serabut kolagen disekitar pembuluh darah gingiva.
2. Lesi tingkat awal :
Lesi awal terlihat dimulai dengan karakteristik permulaan lesi dalam
jumlah yang besar, munculnya sel-sel limfoit di bawah junctional epithelium
dimana ada konsentrasi akut, perubahan fibroblas, serabut-serabut kolagen
gingiva mengalami kerusakan yang lebih parah, dan proliferasi awal sel-sel basal
pada junctional epithelium.
3. Lesi yang telah terbentuk :
Dengan adanya lesi yang telah terbentuk manifestasi inflamasi akut akan
bertahan;didominasi oleh sel-sel plasma; akumulasi immunoglobulin di bagian
ekstravaskular;kerusakan serabut-serabut kolagen terus berlanjut; proliferasi,
migrasi apikal dan terlihat perluasan junctional epithelium ke lateral; dan ada
kemungkinan pembentukan poket periodontal awal, tetapi tidak terjadi kerusakan
tulang yang cukup besar.
4. Lesi tingkat lanjut :
Lesi tingkat lanjut adalah tipikal dari periodontitis dan mempunyai
karakteristik sebagai kelanjutan dari gambaran lesi yang telah terbentuk,
penyebaran lesi ke dalam tulang alveolar dan ligamen periodontal yang
mengakibatkan kerusakan tulang, hilangnya serabut-serabut kolagen yang
berdekatan dengan poket epithelium, fibrosis pada daerah yang lebih periferal,
adanya sel-sel plasma yang telah berubah, pembentukan poket periodontal,
periode eksaserbasi dan periode aktifitas patologis yang sangat kecil, perubahan
26
sumsum tulang menjadi jaringan fibrous, dan secara umum terlihat adanya reaksi
jaringan inflamasi dan immunopatologis (Iis, 2009).
E. Diagnosis
Pada pemeriksaan mulut dan gigi, gusi tampak bengkak dan berwarna merah
keunguan.Akan tampak endapan plak atau karang di dasar gigi disertai kantong yang
melebar di gusi. Dengan kedalaman kantong dalam gusi dengan suatu alat tipis dan
dilakukan rontgen gigi untuk mengetahui jumlah tulang yang keropos. Semakin banyak
tulang yang keropos, maka gigi akan lepas dan berubah posisinya. Gigi depan seringkali
menjadi miring ke luar. Pada pemeriksaan intra oral dapat dijumpai perkusi yang positif,
dalam keadaan biasa, periodontitis tidak menimbulkan nyeri kecuali jika gigi sangat longgar
sehingga ikut bergerak ketika mengunyah atau jika terbentuk abses (pengumpulan
nanah/piore).
Gejala-gejala dari periodontitis adalah:
1. Perdarahan gusi
2. Perubahan warna gusi
3. Bau mulut (halitosis)
(Iis, 2009).
F. Terapi
Perawatan periodontitis dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu:
Fase I : fase terapi inisial, merupakan fase dengan cara menghilangkan beberapa faktor
etiologi yang mungkin terjadi tanpa melakukan tindakan bedah periodontal atau
melakukan perawatan restoratif dan prostetik. Berikut ini adalah beberapa prosedur yang
dilakukan pada fase I :
1. Memberi pendidikan pada pasien tentang kontrol plak.
2. Scaling dan root planning
27
3. Perawatan karies dan lesi endodontik
4. Menghilangkan restorasi gigi yang over kontur dan over hanging
5. Penyesuaian oklusal (occlusal ajustment)
6. Splinting temporer pada gigi yang goyah
7. Perawatan ortodontik
8. Analisis diet dan evaluasinya
9. Reevaluasi status periodontal setelah perawatan tersebut di atas
Fase II : fase terapi korektif, termasuk koreksi terhadap deformitas anatomikal seperti
poket periodontal, kehilangan gigi dan disharmoni oklusi yang berkembang sebagai suatu
hasil dari penyakit sebelumnya dan menjadi faktor predisposisi atau rekurensi dari
penyakit periodontal. Berikut ini adalah bebertapa prosedur yang dilakukun pada fase ini:
1. Bedah periodontal, untuk mengeliminasi poket dengan cara antara lain:
kuretase gingiva, gingivektomi, prosedur bedah flap periodontal, rekonturing
tulang (bedah tulang) dan prosedur regenerasi periodontal (bone and tissue
graft)
2. Penyesuaian oklusi
3. Pembuatan restorasi tetap dan alat prostetik yang ideal untuk gigi yang hilang.
Fase III: fase terapi pemeliharaan, dilakukan untuk mencegah terjadinya kekambuhan
pada penyakit periodontal. Berikut ini adalah beberapa prosedur yang dilakukan pada
fase ini:
1. Riwayat medis dan riwayat gigi pasien.
2. Reevalusi kesehatan periodontal setiap 6 bulan dengan mencatat skor plak, ada
tidaknya inflamasi gingiva, kedalaman poket dan mobilitas gigi.
3. Melakukan radiografi untuk mengetahui perkembangan periodontal dan tulang
alveolar tiap 3 atau 4 tahun sekali.
28
4. Scalling dan polishing tiap 6 bulan seksli, tergantung dari efektivitas kontrol
plak pasien dan pada kecenderungan pembentukan calculus.
5. Aplikasi tablet fluoride secara topikal untuk mencegah karies (Adulgopar,
2009).
X. GINGIVITIS (Kompetensi 1)
A. Definisi
Gingivitis adalah peradangan pada gusi (gingiva). Gingivitis hampir selalu terjadi
akibat penggosokan dan flosing (membersihkan gigi dengan menggunakan benang
gigi) yang tidak benar, sehingga plaque tetap ada di sepanjang garis gusi.
Plak merupakan suatu lapisan yang terutama terdiri dari bakteri. Plaque lebih sering
menempel pada tambalan yang salah atau di sekitar gigi yang terletak bersebelahan
dengan gigi palsu yang jarang dibersihkan. Jika plaque tetap melekat pada gigi
selama lebih dari 72 jam, maka akan mengeras dan membentuk karang gigi. Plak
merupakan penyebab utama dari gingivitis (Nurasiah, 2009).
B. Gambar
29
Gambar 1. Gingivitis
C. Etiologi
Gingivitis hampir selalu terjadi akibat penggosokan dan flosing (membersihkan gigi
dengan menggunakan benang gigi) yang tidak benar, sehingga plak tetap ada di sepanjang
garis gusi. Plak merupakan suatu lapisan yang terutama terdiri dari bakteri. Plak lebih sering
menempel pada tambalan yang salah atau di sekitar gigi yang terletak bersebelahan dengan
gigi palsu yang jarang dibersihkan. Jika plak tetap melekat pada gigi selama lebih dari 72
jam, maka akan mengeras dan membentuk karang gigi. Plak merupakan penyebab utama
dari gingivitis. Faktor lainnya yang akan semakin memperburuk peradangan adalah:
a. kehamilan b. pubertas c. pil KB.
(Medicastore, 2010)D. Patogenesis
Sisa-sisa makanan yang tidak dibersihkan secara seksama menjadi tempat pertumbuhan
bakteri. Dengan meningkatnya kandungan mineral dari air liur, plak akan mengeras menjadi
karang gigi (kalkulus). Karang gigi dapat terletak di leher gigi dan terlihat oleh mata sebagai
garis kekuningan atau kecoklatan yang keras dan tidak dapat dihilangkan hanya dengan
menyikat gigi. Kalkulus juga dapat terbentuk di bagian dalam gusi (saku gusi/poket).
Kalkulus adalah tempat pertumbuhan yang baik bagi bakteri, dan dapat menyebabkan
radang gusi sehingga gusi mudah berdarah.
30
E. Diagnosa
Gusi yang mudah berdarah adalah salah satu tanda-tanda dari radang gusi (gingivitis).
Gingivitis biasanya ditandai dengan gusi bengkak, warnanya merah terang, dan mudah
berdarah dengan sentuhan ringan.
F. Terapi
Kondisi medis yang menyebabkan atau memperburuk gingivitis harus diatasi. Kebersihan
mulut yang buruk, caries serta adanya cavitas pada gigi akan menjadi predisposisi untuk
terjadinya superinfeksi, nekrosis, rasa nyeri serta perdarahan pada gusi. Dengan sikat gigi
yang lunak dan perlahan, anjuran kumur-kumur dengan antiseptic yang mengandung
klorheksidin 0,2% untuk mengendalikan plak dan mencegah infeksi mulut. Pembersihan
karang gigi supraginggiva dapat dilakukan bertahap.
XI. ORAL SQUAMOUS CELL CARCINOMA (Kompetensi 1)
A. Definisi
Karsinoma sel skuamosa merupakan tumor ganas yang berasal dari sel-sel epitel
skuamosa yang cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan biasanya menimbulkan
metastase (Budhy, 2008)
B. Gambar
31
Karsinoma Sel Skuamosa pada Mukosa Bucal Karsinoma Sel Skuamosa pada Lidah
Karsinoma Sel Skuamosa pada Dasar Mulut Karsinoma Sel Skuamosa pada Bibir
Karsinoma Sel Skuamosa pada Palatum Karsinoma sel Skuamosa pada Gingival
C. Etiologi
Penyebab Karsinoma sel skuamosa yang pasti belum diketahui. Penyebabnya diduga
berhubungan dengan bahan karsinogen dan faktor predisposisi. Insiden kanker mulut
32
berhubungan dengan umur yang dapat mencerminkan waktu penumpukan, perubahan
genetik dan lamanya terpapar inisiator dan promotor ( seperti: bahan kimia, iritasi fisik,
virus, dan pengaruh hormonal ), aging selular dan menurunnya imunologik akibat aging.
Faktor predisposisi yang dapat memicu berkembangnya kanker mulut antara lain adalah
tembakau, menyirih, alkohol, dan faktor pendukung lain seperti penyakit kronis, faktor gigi
dan mulut, defisiensi nutrisi, jamur, virus, serta faktor lingkungan (Yanto, 20011)
D. Patogenesis
Patogenesis molekuler karsinoma sel skuamosa mencerminkan akumulasi perubahan
genetik yang terjadi selama periode bertahun-tahun. Perubahan ini terjadi pada gen-gen yang
mengkode protein yang mengendalikan siklus sel, keselamatan sel, motilitas sel dan
angiogenesis. Setiap mutasi genetik memberikan keuntungan pertumbuhan yang selektif,
membiarkan perluasan klonal sel-sel mutan dengan peningkatan potensi malignansi.
Karsinogenesis merupakan suatu proses genetik yang menuju pada perubahan morfologi
dan tingkah laku seluler. Gen-gen utama yang terlibat pada karsinoma sel skuamosa meliputi
proto-onkogen dan gen supresor tumor (tumor suppresor genes/TSGs). Faktor lain yang
memainkan peranan pada perkembangan penyakit meliputi kehilangan alel pada rasio lain
kromosom, mutasi pada proto-onkogen dan TSG, atau perubahan epigenetik seperti metilasi
atau histonin diasetilasi DNA. Faktor pertumbuhan sitokin, angiogenesis, molekul adesi sel,
fungsi imun dan regulasi homeostatik pada sel-sel normal yang mengelilingi juga
memainkan peranan (Yanto, 2011)
E. Diagnosis
Gambaran klinis karsinoma sel skuamosa pada stadium awal sering tidak menunjukkan
gejala yang jelas. Tidak ada keluhan dan tidak sakit. Umumnya berupa leukoplakia,
eritroplakia ataupun erosi dan pada stadium lanjut dapat berbentuk eksofitik yang berupa
papula dan nodul, ataupun endofitik yang dapat berupa ulser, erosi, fisur.
Gambaran klinis kanker rongga mulut pada berbagai lokasi rongga mulut mungkin
memiliki beberapa perbedaan. Kanker pada mukosa bukal pada dasarnya tidak menimbulkan
keluhan pada tahap awal. Lama timbulnya keluhan rata-rata adalah sekitar 9 bulan. Kanker
pada mukosa bukal biasanya timbul sebagai massa yang menonjol, kecil serta berulserasi
33
yang paling sering berhubungan dengan leukoplakia ataupun eritroplakia. Bila tumor
bertambah besar, tumor akan mudah terkena trauma selama pengunyahan, sehingga menjadi
berulserasi. Infeksi dapat menimbulkan pembengkakan pipi dan menimbulkan rasa sakit.
Gejala yang dialami penderita karsinoma lidah tergantung pada letak kanker tersebut.
Bila terletak pada bagian 2/3 anterior lidah, keluhan utamanya adalah timbulnya suatu massa
yang seringkali terasa tidak sakit. Bila timbul pada 1/3 posterior, kanker tersebut selalu tidak
diketahui oleh penderita dan rasa sakit yang dialami biasanya dihubungkan dengan rasa sakit
tenggorokan.
Pada sebagian besar penelitian, kanker pada bibir umumnya lebih sering menyerang bibir
bawah. Lebih kurang 2/3 karsinoma bibir terdiri dari karsinoma sel skuamosa diferensiasi
baik, selebihnya merupakan karsinoma diferensiasi sedang dan karsinoma tanpa diferensiasi.
Pada umumnya pertumbuhan karsinoma pada bibir relatife lambat. Pada awal pertumbuhan
yang paling umum adalah ulser. Kanker pada bibir mempunyai gambaran klinis yang
bervariasi dari kanker eksofitik yang besar diatas proses ulserasi yang dalam sampai
pembengkakan ringan dari tepi vermilion, atau lesi berkerak yang tidak mencurigakan.
Secara klinis, kanker pada dasar lidah terdapat lesi ulserasi dengan tepi yang menonjol
dan indurasi yang terletak didekat frenulum lingual. Dasar ulser menunjukan permukaan
granular dan adanya eritroplakia sebesar 97%. Pada umumnya kanker pada dasar lidah
disebabkan iritasi kronik dari alkohol dan rokok.
Kanker pada gingiva dimulai sebagai ulserasi, sering berhubungan dengan leukoplakia.
Adanya kanker pada gingiva dapat menembus jauh kedalam, cukup cepat menyerang tulang
dibawahnya atau bertumbuh keluar secara eksopitik.
Pembengkakan, sakit, dan ulserasi adalah gejala yang paling umum pada penderita
kanker palatum. Kanker pada palatum umumnya menyerang masyarakat yang mempunyai
kebiasaan menghisap rokok secara terbalik, karsinoma palatum berbentuk ulser dilateral
garis tengah daerah glandular palatum keras (Yanto, 2011).
F. Diagnosa
Diagnosa karsinoma sel skuamosa rongga mulut ditegakkan melalui :a. Pemeriksaan klinisPemeriksaan klinis adalah pemeriksaan dengan cara anamnesa dan pemeriksaan fisik.
34
Anamnesa kepada penderita dan keluarganya tentang identitas pasien, keluhan utama,
riwayat penyakit yang diderita, riwayat penyakit gigi dan mulut masa lalu, riwayat medik,
riwayat keluarga dan sosial. Sedangkan pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan umun,
pemeriksaan lokal, dan status regional. Pemeriksaan umum meliputi pemeriksaan
penampilan, keadaan umum, dan metastase jauh serta pemeriksaan lokal dengan cara
inspeksi dan palpasi bimanual. Kelainan dalam rongga mulut diperiksa dengan cara inspeksi
dan palpasi dengan bantuan spatel lidah dan penerangan. Seluruh rongga mulut dilihat mulai
dari bibir sampai orofaring posterior. Perabaan lesi rongga mulut dilakukan dengan
memasukkan 1-2 jari ke dalam rongga mulut. Untuk menentukan dalamnya lesi dilakukan
dengan perabaan bimanual.
b. Pemeriksaan patologi
Pemeriksaan mikroskopis dibutuhkan untuk mendiagnosis displasia atau atipia yang
menggambarkan kisaran abnormalitas selular, termasuk perubahan ukuran sel dan morfologi
sel, gambaran peningkatan mitotik, hiperkromatisme dan perubahan pada ulserasi dan
maturasi selular yang normal.
c. Pemeriksaan radiologi
Terdiri dari radiologi rutin, Computed Tomography (CT), Magneting Resonanse imaging
(MRI) dan Ultra Sonografi dapat menunjukkan keterlibatan tulang dan perluasan lesi.
(Yanto, 2011)
G. Terapi
Perawatan kanker rongga mulut tergantung pada tipe sel, derajat differensiasi, tempat,
ukuran dan lokasi lesi primer, status kelenjar getah bening, keterlibatan tulang untuk
mencapai tepi bedah yang adekuat, kemampuan untuk melindungi fungsi penelanan,
berbicara, status fisik dan mental pasien, pemeriksaan keseluruhan dari komplikasi yang
potensial dari setiap terapi, pengalaman ahli bedah, radiotherapist dan keinginan serta
kooperatifan pasien.
Kemoterapi dan pembedahan digunakan dalam pengobatan kanker mulut. Pembedahan
atau Kemoterapi dapat digunakan untuk lesi T1 dan T2, sedangkan kanker stadium lanjut
dilakukan dengan gabungan kemoterapi dan pembedahan (Yanto, 2011)
35
XII. XEROSTOMIA (Kompetensi 1)
A. Definisi
Xerostomia adalah keadaan di mana mulut kering akibat pengurangan atau tiadanya
aliran saliva. Xerostomia bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan gejala dari berbagai
kondisi seperti perawatan yang diterima, efek samping dari radiasi di kepala dan leher, atau
efek samping dari berbagai jenis obat. Dapat berhubungan atau tidak berhubungan dengan
penurunan fungsi kelenjar saliva.
B. Gambar
Gambar 1. Xerostomia
C. Patogenesis
Xerostomia menyebabkan mengeringnya selaput lendir, mukosa mulutmenjadi kering,
mudah mengalami iritasi dan infeksi. Keadaan ini disebabkan oleh tidak adanya daya
lubrikasi dan proteksi dari saliva. Proses pengunyahan dan penelanan makanan sulit
dilakukan khususnya makanan kering. Kekeringan pada mulut menyebabkan fungsi
pembersih dari saliva berkurang, sehingga terjadi radang selaput lendir yang disertai keluhan
mulut terasa seperti terbakar. Selain itu, pada penderita xerostomia fungsi bakteriostase dari
saliva berkurang sehingga menyebabkan peningkatan proses karies gigi.
D. Terapi
Terapi pertama adalah dengan mengendalikan faktor penyebab seperti obat-obatan,
gangguan sekresi saliva, dan gangguan organ terkait.
36
XIII.MICROGNATIA dan MACROGNATIA
(Kompetensi 2)
A. Gambar
Gambar mikrognatia Gambar macrognatia
B. Definisi :
Micrognatia adalah suatu keadaan dimana ukuran rahang yang lebih kecil dari normal
dan bentuknya abnormal, dapat terjadi pada maksila atau mandibula (mandibular
hypoplasia). Sementara macrognatia adalah keadaan dimana mandibula dan region
protoburensia lebih besar dari ukuran normal.
C. Etiologi
Penyebab micrognatia dapat terjadi secara kongenital dan acquired (didapat). Micrognatia
kongenital diduga berasal dari genetik disebabkan kelainan kromosom dan kerusakan
genetik, dijumpai pada penderita sindroma seperti Pierre Robin, sindrom Treacher Collins,
sindrom Hallerman-Streiff, Down, Marfan, Turner, cri du chat, Smith-Lemli-Opitz, Seckel,
Russel-Silver, dan progeria. Micrognatia acquired disebabkan trauma atau infeksi yang
menimbulkan gangguan pada sendi rahang, dijumpai pada penderitaan ankilosis yang terjadi
pada masa anak-anak. Penderita micrognatia biasanya mengalami masalah estetik, oklusi,
pernapasan, dan pemberian makan bayi.
Etiologi macrognatia berhubungan dengan perkembangan protuberantia yang berlebih
yang dapat bersifat kongenital dan dapat pula bersifat dapatan melalui penyakit. Beberapa
kondisi yang berhubungan dengan macrognatia adalah Gigantisme pituitary, paget’s disease,
dan akromegali.
D. Terapi
Terapi yang disarankan adalah dengan operasi orthognathic untuk memperluas atau
mengecilkan maksila dan mandibula.
37
XIV. LABIAL & PALATE CLEFT (Kompetensi 2)
A. Definisi
Labial cleft (labioschisis) atau istilah awamnya bibir sumbing adalah kelainan berupa
celah pada bibir atas yang didapatkan seseorang sejak lahir. Bila celah berada pada langit-
langit rongga mulut, kelainan ini disebut palate cleft (palatoschisis). Dan apabila celah
terdapat pada bibir atas hingga langit-langit rongga mulut, disebut labial palate cleft
(labiopalatoschisis). Pada palate cleft, celah akan menghubungkan rongga mulut dengan
rongga hidung.
Gambar 1. Labial cleft
Gambar 2. Palate cleft Gambar3. Labiopalatoschisis
B. Etiologi
Proses terbentuknya kelainan ini sudah dimulai sejak minggu-minggu awal kehamilan
ibu. Saat usia kehamilan ibu mencapai 6 minggu, bibir atas dan langit-langit rongga
38
mulut bayi dalam kandungan akan mulai terbentuk dari jaringan yang berada di kedua sisi
dari lidah dan akan bersatu di tengah-tengah. Bila jaringan-jaringan ini gagal bersatu,
maka akan terbentuk celah pada bibir atas atau langit-langit rongga mulut. Sebenarnya
penyebab mengapa jaringan-jaringan tersebut tidak menyatu dengan baik belum diketahui
dengan pasti.
Faktor penyebab yang diperkirakan adalah kombinasi antara faktor genetik dan faktor
lingkungan seperti obat-obatan, penyakit atau infeksi yang diderita ibu saat mengandung,
konsumsi minuman beralkohol atau merokok saat masa kehamilan. Resiko terkena akan
semakin tinggi pada anak-anak yang memiliki saudara kandung atau orang tua yang juga
menderita kelainan ini, dan dapat diturunkan baik lewat ayah maupun ibu. Cleft lip dan
cleft palate juga dapat merupakan bagian dari sindroma penyakit tertentu. Kekurangan
asam folat juga dapat memicu terjadinya kelainan ini.
C. Diganosa
Tanda yang paling jelas adalah adanya celah pada bibir atas atau langit-langit rongga
mulut. Bayi dengan cleft lip dapat mengalami kesulitan saat menghisap ASI karena
sulitnya melakukan gerakan menghisap. Kesulitan ini dapat diatasi dengan penggunaan
botol khusus yang direkomendasikan oleh dokter gigi spesialis gigi anak dan dokter
spesialis anak, tentunya disesuaikan dengan tingkat keparahan. Kasus cleft palate juga
dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Besarnya cleft bukan indikator seberapa
serius gangguan dalam berbicara, bahkan cleft yang kecil pun dapat menyebabkan
kesulitan dalam berbicara. Anak dapat memperbaiki kesulitannya dalam berbicara setelah
menjalani terapi bicara, walaupun kadang tindakan operasi tetap diperlukan untuk
memperbaiki fungsi langit-langit rongga mulut.
Anak dengan cleft kadang memiliki gangguan dalam pendengaran. Hal ini disebabkan
oleh kemungkinan adanya infeksi yang mengenai tuba Eustachii (saluran yang
menghubungkan telinga dengan rongga mulut). Semua telinga anak normal memproduksi
cairan telinga yang kental dan lengket. Cairan ini dapat menumpuk di belakang gendang
telinga. Adanya cleft dapat meningkatkan kemungkinan terbentuknya cairan telinga ini,
sehingga menyebabkan gangguan atau bahkan kehilangan pendengaran sementara.
Biasanya cleft palate dapat mempengaruhi pertumbuhan rahang anak dan proses tumbuh
39
kembang dari gigi-geliginya. Susunan gigi-geligi dapat menjadi berjejal karena kurang
berkembangnya rahang.
D. Terapi
Perawatan dapat dilakukan sejak bayi lahir oleh tim dokter khusus yang mencakup
dokter gigi spesialis bedah mulut, dokter spesialis bedah plastik, ahli terapi bicara,
audiologist (ahli pendengaran), dokter spesialis anak, dokter gigi spesialis gigi anak.
Operasi untuk menutup celah di bibir sudah dapat dilakukan pada saat bayi berusia tiga
bulan dan memiliki berat badan yang cukup. Sedangkan operasi untuk menutup celah
pada langit-langi trongga mulut dapat dilakukan pada usia kira-kira enam bulan. Kedua
operasi tersebut dilakukan dengan bius total.
Saat anak bertambah dewasa, operasi-operasi lain mungkin diperlukan untuk
memperbaiki penampilan dari bibir dan hidung serta fungsi dari langit-langit rongga
mulut. Jika ada celah pada gusi, biasanya dapat dilakukan bone graft (implant tulang).
Untuk memperbaiki kesulitan dalam berbicara, anak nantinya dapat menjalani terapi
bicara dengan ahli terapi bicara. Dokter gigi spesialis anak dan orthodontis dapat
memberikan perawatan yang berkaitan dengan perawatan gigi-geligi anak dan melakukan
tindakan-tindakan pencegahan agar tidak timbul kelainan-kelainanlain pada rongga
mulut.
Berikut adalah tahap-tahap terapi yang bisa dilakukan untuk kasus labial palate cleft:
1. Chieloraphy/ labioplasti : 3 bulan
2. Palatoraphy : 10-12 bulan
3. Speech Theraphy : 4 tahun
4. Pharyngoplasty : 5-6 tahun
5. Perawatan Orthodontis : 8-9 tahun
6. Alveolar Bone Graft : 9-10 tahun
7. Le Fort I Osteotomy :17-18 tahun
(Dondi, 2008; Linda, 2011).
E. Temuan Kasus
Identitas pasien
Nama : By.Ny.S
Usia : 4 hari
40
Bangsal : PICU / NICU
No. RM : 01023029
Diagnosis : labiopalatoschisis
Anamnesis
Keluhan Utama
Kelainan bawaan (pasien merupakan rujukan dari dokter dengan asfiksia berat dan
kelainan kongenital)
Riwayat Penyakit Sekarang
30 menit SMRS lahir neonatus perempuan dari ibu G2P1A0 atas indikasi SC presmuk.
Lahir BBL 2600 gr, PJ 44 cm, AS 3-4-6. Lahir bayi tidak langsung menangis dan tidak
gerak aktif. Kebiruan di sekitar mulut. Beberapa saat kemudian bayi menangis merintih,
diberi O2 kebiruan hilang. Karena keterbatasan alat bayi dirujuk ke RSDM.
Diagnosis
Labiopalatoschisis
Sepsis early onset on fever
Gangguan nafas sedang
laserasi palpebra od
konjunctivitis infeksi
Neo BBLC cukup bulan lahir SC a.i presmuk
Terapi
Cefixime 2 x 15 mg
ASI On Demand
XV. CANDIDIASIS (Kompetensi 4)
A. Definisi
41
Candidiasis merupakan infeksi yang disebabkan oleh suatu spesies candida (kelompok
fungi imperfecti). Candida pada umumnya hidup komensal di rongga mulut, saluran cerna,
dan vagina.
B. Gambar
Gambar 1. Kandidiasis
C. Etiologi
Kandidiasis disebabkan oleh infeksi jamur Candida, yang secara
normal terdapat dalam rongga mulut. Namun, pada keadaan tertentu
misalnya sistem imun menurun maka Candida dapat tumbuh berlebihan
dan menyebabkan kandidiasis. Berikut ini adalah faktor predisposisi
kandidiasis :
a. Pengobatan dengan steroid
b. Infeksi HIV/AIDS
c. Kemoterapi kanker dan obat-obatan imunosupresan pada
transplantasi organ.
d. Usia sangat muda dan usia lanjut
D. Patogenesis
Candida albicans pada keadaan normal merupakan flora normal (30-50% populasi).
Candida menjadi patogenik ketika pada pasien dengan faktor predisposisi sehingga
mempermudah terjadinya infeksi oportunistik. Kondisi khusus penyebab timbulnya oral
candidiasis :
42
1. Faktor yang mengubah status kekebalan
Orang tua / bayi / kehamilan
Terapi radiasi / kemoterapi
Infeksi HIV / gangguan imunodefisiensi lainnya
Kelainan endokrin
Hipotiroid atau hipoparatiroid
Terapi kortikosteroid / hipoadrenalism
2. Faktor yang mengubah lingkungan mukosa oral
Xerostamia
Terapi antibiotika
Kebersihan mulut dan gigi yang jelek
Malnutrisi / malabsorpsi
Defisiensi besi, asam folat atau vitamin
Acidic saliva / diet kaya karbohidrat
Perokok berat
Oral epithelial dysplasia
E. Gejala Klinis
Secara klinis kandidiasis dapat menimbulkan penampilan yang
berbeda, pada umumnya berupa lesi – lesi putih atau area eritema difus
(Silverman, 2001). Penderita kandidiasis akan merasakan gejala seperti
rasa terbakar dan perubahan rasa kecap. Pada pemeriksaan klinis dapat
diklasifikasikan menjadi lima tipe yaitu akut pseudomembran kandidiasis
(thrush), kronis hiperplastik kandidiasis, kronis atrofik kandidiasis
(denture stomatitis), akut atrofik kandidiasis dan angular cheilitis
(Nolte,1982).
Thrush mempunyai ciri khas dimana gambarannya berupa plak putih
kekuning – kuningan pada permukaan mukosa rongga mulut, dapat
dihilangkan dengan cara dikerok dan akan meninggalkan jaringan yang
43
berwarna merah atau dapat terjadi pendarahan. Plak tersebut berisi
netrofil, dan sel – sel inflamasi, sel epitel yang mati dan koloni atau hifa.
(Greenberg, 2003). Pada penderita AIDS biasanya lesi menjadi ulserasi,
pada keadaan dimana terbentuk ulser, invasi Candida lebih dalam
sampai ke lapisan basal. (Mc Farlane 2002).
Kronis hiperplastik kandidiasis disebut juga kandidiasis leukoplakia,
lesinya berupa plak putih yang tidak dapat dikerok, gambaran ini mirip
dengan leukoplakia tipe homogen. Keadaan ini terjadi diduga akibat
invasi miselium ke lapisan yang lebih dalam pada mukosa rongga mulut,
sehingga dapat berproliferasi, sebagai respon jaringan inang. Kandidiasis
leukoplakia sering ditemukan pada mukosa bukal, bibir dan lidah
(Greenberg, 2003).
Kronis atrofik kandidiasis ,mempunyai nama lain yaitu denture
stomatitis dan denture sore mouth. Faktor predisposisi terjadinya
kandidiasis tipe ini adalah trauma kronis, sehingga menyebabkan invasi
jamur ke dalam jaringan dan penggunaan geligi tiruan tersebut
menyebabkan akan bertambahnya mukus dan serum, akan tetapi
berkurangnya pelikel saliva (Greenberg, 2003).
Secara klinis kronis atrofik kandidiasis dapat dibedakan menjadi tiga
type yaitu inflamasi ringan yang terlokalisir disebut juga pinpoint
hiperemi, gambaran eritema difus, terlihat pada palatum yang ditutupi
oleh landasan geligi tiruan baik sebagian atau seluruh permukaan
palatum tersebut (15%- 65%) dan hiperplasi papilar atau disebut juga
tipe granular (Greenberg, 2003).
Akut atrofik kandidiasis, disebut juga antibiotik sore mouth. Secara
klinis permukaan mukosa terlihat merah dan kasar, biasanya disertai
gejala sakit atau rasa terbakar, rasa kecap berkurang. Kadang-kadang
sakit menjalar sampai ke tenggorokan selama pengobatan atau
sesudahnya kandidiasis tipe ini pada umumnya ditemukan pada
penderita anemia defiensi zat besi. (Greenberg, 2003).
44
Angular cheilitis, disebut juga perleche, terjadinya diduga
berhubungan dengan denture stomatits. Selain itu faktor nutrisi
memegang peranan dalam ketahanan jaringan inang, seperti defisiensi
vitamin B12, asam folat dan zat besi, hal ini akan mempermudah
terjadinya infeksi. Gambaran klinisnya berupa lesi agak kemerahan
karena terjadi inflamsi pada sudut mulut (commisure) atau kulit sekitar
mulut terlihat pecah - pecah atau berfissure. (Nolte, 1982. Greenberg,
2003).
F. Terapi
Kandidiasis pada rongga mulut umumnya ditanggulangi dengan
menggunakan obat antijamur,dengan memperhatikan faktor
predisposisinya atau penyakit yang menyertainya,hal tersebut
berpengaruh terhadap keberhasilan pengobatan atau penyembuhan.(Mc
Cullough 2005,Silverman 2001). Obat-obat antijamur diklasifikasikan
menjadi beberapa golongan yaitu: (Tripathi M.D 2001)
1. Antibiotik
a. Polyenes :amfotericin B, Nystatin, Hamycin, Nalamycin
b. Heterocyclicbenzofuran : griseofulvin
2. Antimetabolite: Flucytosine (5 –Fe)
3. Azoles
a. Imidazole (topical): clotrimazol, Econazol, miconazol (sistemik) :
ketokonazole
b. Triazoles (sistemik) : Flukonazole, Itrakonazole
4. Allylamine Terbinafine
5. Antijamur lainnya : tolnaftate, benzoic acid, sodiumtiosulfat.
G. Temuan Kasus
Identitas pasien
Nama : Ny.Jumiyati
Umur : 26 tahun
45
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal masuk : 1 Agustus 2011
No. RM : 01079187
Anamnesis
Keluhan Utama
Batuk
Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 2 bulan SMRS pasien mengeluh batuk berdahak, warna kuning, sesak (+),
mengi (-), batuk darah (-). Pasien juga mengeluh muncul sariawan di bibir dan
lidahnya 7 hari SMRS. Sariawan awalnya berupa bintik-bintik putih pada mulut yang
kemudian menyebar ke seluruh bibir dan tenggorokan. Nyeri telan (+), panas (+)
turun dengan pemberian obat penurun panas namun kemudian naik lagi, nafsu makan
turun, berat badan turun + 10 kg
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat DM : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat jantung : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat jantung : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Pemeriksaan Fisik
46
Tanggal Pemeriksaan : 11 Agustus 2011
Waktu Pemeriksaan : 11.00
Status Praesens
Keadaan umum : tampak sakit
Kesadaran : Komposmentis
Gizi : kesan kurang
Vital sign :
Tekanan darah : 90/60 mmHg Nadi: 96x/menit
Frekuensi napas : 25x/menit Suhu: 380C
Kepala : Bentuk mesocephal
Mata : Conjunctiva anemis (-/-), sclera icterik (-/-)
Telinga : sekret (-/-), tragus pain (-/-)
Hidung : sekret (-/-)
Mulut : oral trush (+)
Tenggorokan : tenggorokan sariawan (+)
Leher :Tidak ada pembesaran limfonodi, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid, JVP tidak meningkat
Thorax
Cor: Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC IV linea midclavicularis sinistra
Perkusi : Batas atas : SIC II linea midclavicularis sinistra
Batas kanan : SIC VII linea parasternal dextra
Batas kiri : SIC VII linea axillaris anterior sinistra
Kesan : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : B1-B2 murni, bising (-), reguler
Pulmo
Inspeksi : retraksi dada (-), ketinggalan gerak (-), simetris kanan kiri
Palpasi : fremitus kanan kiri sama
Perkusi : sonor/sonor (+) menurun
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (+/+), RBK (+/+)
47
Abdomen
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ekstremitas : Oedem (-), varices (-), refleks (+)
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium tanggal 6 Agustus 2011
Hb : 11,4 g/dl
Hct : 35,8%
AE : 4,41.106/uL
AL : 10,1.103/uL
AT : 174.103/uL
PT : 17,4 detik
APTT : 37 detik
Gambaran darah tepi
Kesan : suspek pansitopenia
Pemeriksaan Kimia Urin
Sekresi
Makroskopis
Warna : yellow
Kejernihan : clear
Kimia Urin
Berat jenis : 1,010 PH : 6,5
Leukosit : 100/uL Nitrit : negatif
Protein : 25 mg/dL Glukosa : normal
Keton : 150 mg/dL Urobilinogen : negatif
Bilirubin : negatif Eritrosit : negatif
Mikroskopis
Eritrosit : 5,9 /ul
Leukosit : 28,3/ul
48
Epitel
epitel squamous : 0-1/LPB
epitel transisional : -
epitel bulat : -
Silinder
hyline : -/LPK
granulated : 1-2/LPK
leukosit : -
Bakteri : 124,1
Lain-lain : jamur (+), bakteri (+)
Diagnosis
Klinis B20 dengan : - oral trush
PCP
Pneumonia lobar dengan sepsis
Suspek pansitopenia
Terapi
Bed rest total
Diet TFTP 1000kkal
0ksigen 2 lpm
IVFD aminofel
Injeksi ceftazidine 2 gr/24 jam
Injeksi metronidazol 500mg/8 jam
Injeksi flukonazol 1 fl/hari
Nistatin drip 3-4 x/hari
Cotrimoxsazole 60 mg 3x1
Vit B complex 3x1
Paracetamol 3 x 500 mg
Injeksi gentamicyn 80 gr / 12 jam
49
Injeksi MP 20 gr/ 8 jam
Curcumin 3x1
Prognosis
Ad vitam : buruk
Ad sanam : buruk
Ad fungsionam : buruk
XVI. ACUTE NECROTIZING ULCERATIVE GINGGIVITIS (Kompetensi 4)
A. Definisi
Acut Necrotizing Ulcerative Ginggivitis (ANUG) adalah keadaan dimana diperoleh lesi
berbentuk seperti kawah (ulkus) pada bagian proksimal dengan daerah nekrosis yang luas,
ditutupi / tidak ditutupi lapisan pseudomembran berwarna putih keabu-abuan.
B. Gambar
Gambar 1. Ginggivitis Gambar 2. ANUG
Gambar 3. Acute Necrotizing Ulcerative Ginggivitis
50
C. Etiologi
Penyakit ini sangat besar kemungkinan dipengaruhi beberapa faktor etiologi sekunder
seperti stress dan kecemasan. Dapat juga dipengaruhi faktor-faktor lain seperti kelelahan,
daya tahan tubuh yang menurun, kekurangan gizi, merokok, infeksi bakteri, virus, kurang
tidur, disamping dipengaruhi faktor lokal lainnya.
D. Patogenesis
Destruksi pada satu atau lebih dari papila interdental disertai dengan nekrosis, ulserasi.
Destruksi ini terbatas pada margin gingiva. Pada acute necrotizing ulcerative gingivitis,
jaringan gingiva tampak merah menyala dan bengkak, disertai oleh jaringan nekrotik abu-abu
kekuningan yang mudah berdarah.
E. Gejala Klinis2,3,4
- sudden onset
- Terkadang diikuti oleh penyakit yang parah atau infeksi akut traktus respiratorius
- Gusi berkeratin, edematous, desquamasi epitel dan mudah berdarah.
- Tampak lesi berbentuk seperti kawah (ulkus) pada bagian proksimal dengan daerah
nekrosis yang luas, ditutupi/tidak ditutupi lapisan pseudomembran berwarna putih
keabu-abuan. Lesi sangat sensitif bila dipegang, rasa sakit diperparah oleh makanan
parah atau pedas dan ketika mengunyah.
- Ada rasa metalik dan hipersalivasi
- Nafas sangat bau (halitosis)
- Tanda sistemik dan simptom ekstraoral: limfadenopati lokal, kenaikan suhu tubuh,
insomnia, konstipasi, sakit kepala, dan terkadang diikuti depresi mental
E. Terapi
Terapi ANUG dikelola dan diterapi dengan antibiotik (penisilin atau eritromisin),
pembersihan puing lokal, oksigenasi agen (pemberian langsung 10% karbamid peroksida
dalam gliserol anhidrous 4 kali sehari), dan analgetik
51
XVII.GLOSSITIS (Kompetensi 3)
A. Definisi
Glositis adalah suatu keradangan pada lidah.Glossitis bisa bisa terjadi akut atau kronis.
Penyakit ini juga merupakan kondisi murni dari lidah itu sendiri atau merupakan cerminan
dari penyakit tubuh yang penampakannya ada pada lidah (Dondy, 2008).
B. Gambar
Gambar 1. Glossitis
C. Etiologi
Glossitis secara umum dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
1. Infeksi
Bakteri dan infeksi virus adalah penyebab umum menularnya glossitis. Hal ini
sering dikaitkan dengan temuan lain seperti luka mulut (lepuh, borok), nyeri dan
52
kadang-kadang demam. Di antara penyebab infeksi mungkin, infeksi herpes simpleks
mulut umumnya hasil dalam glossitis.
Infeksi jamur lidah kurang umum dan lebih sering terlihat pada pasien
immunocompromised (HIV, diabetes mellitus tidak terkontrol). Meskipun berbagai
gejala lidah dapat dilihat pada infeksi jamur lidah, glossitis tidak hadir dalam setiap
kasus infeksi sekunder, terutama bakteri, sering terjadi trauma pada lidah terutaa
dengan tindikan yang menjadi tren lebih umum.
2. Trauma
Trauma adalah penyebab umum glossitis dan biasanya akut dengan jelas
etiologi jelas. Ini mungkin karena faktor mekanis atau kimia yang mengiritasi atau
melukai lidah:
a. Burns
b. Makanan, minuman dan suplemen - rempah-rempah, asam, pewarna buatan
terkonsentrasi dan flavorants, vitamin kunyah
c. Produk perawatan gigi (kebersihan oral) - formulasi terkonsentrasi atau beracun
d. Merokok - tembakau, obat-obatan narkotika
e. Tembakau dan daun sirih / mengunyah pinang
f. Alkohol - menyebabkan trauma kimia (terutama dengan rumah / brews ilegal,
tincture herbal yang tidak diencerkan) dan menyebabkan kekurangan vitamin
(glossitis atrofi)
g. Bergerigi gigi dan peralatan gigi kurang pas / prostetik seperti jembatan, implan,
gigi palsu dan pengikut - cenderung menyebabkan borok pada sisi lidah (aspek
lateral)
h. Tindik lidah (buruk dilakukan), terutama bila terinfeksi
3. Alergi
Banyak faktor yang sama bertanggung jawab atas trauma lidah juga dapat
menyebabkan alergi glossitis. Ini lebih cenderung terjadi pada individu hipersensitif.
a. Oral higiene produk
b. Makanan, minuman, permen karet, permen dengan flavorants tertentu, pewarna
atau bahan pengawet
53
c. Tertentu obat
d. Obat efek samping juga dapat menyebabkan glossitis yang bukan merupakan
reaksi alergi. Hal ini terlihat dengan jenis tertentu bronkodilator (asma, COPD)
dan blockers ganglion.
e. Gigi prosthetics
4. Kekurangan Vitamin dan Mineral
Kekurangan vitamin dan mineral adalah penyebab umum dari glossitis atrofi.
Penipisan lapisan mukosa lidah dan atrofi papila eksposur pembuluh darah yang
mendasari menyebabkan kemerahan lidah. Sementara glossitis atrofi biasanya tidak
inflamasi, berbagai gangguan lain dapat mempengaruhi lidah karena permukaan
dikompromikan dan menyebabkan peradangan (lidah bengkak). Pada anemia
pernisiosa, lidah mungkin tampak pucat.
a. Vitamin B12 - anemia pernisiosa
b. Riboflavin (vitamin B2)
c. Niacin (vitamin B3) - pellagra
d. Pyridoxine (vitamin B6)
e. Asam folat (vitamin B9)
f. Besi - anemia kekurangan zat besi
g. Kekurangan vitamin C.
5. Penyakit kulit
Banyak dari penyakit kulit juga melibatkan selaput lendir mulut, termasuk lapisan
mukosa lidah.
D. Gejalan Klinis
a) Kesulitan mengunyah, menelan, atau berbicara
b) Permukaan lidah menjadi licin
c) Pembengkakan lidah
d) Perubahan warna lidah menjadi pucat jika disebabkan oleh anemia pernisiosa dan
menjadi merah jika disebabkan kekurangan vitamin B yang lain.
54
(Reamy et al, 2010)
E. Terapi
Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi peradangan. Perawatan biasanya tidak
memerlukan rawat inap kecuali lidah bengkak sangat parah. Baik kebersihan mulut perlu,
termasuk menyikat gigi menyeluruh setidaknya dua kali sehari, dan flossing sedikitnya
setiap hari.
Kortikosteroid seperti prednison dapat diberikan untuk mengurangi peradangan glossitis.
Untuk kasus ringan, aplikasi topikal (seperti berkumur prednison yang tidak ditelan)
mungkin disarankan untuk menghindari efek samping dari kortikosteroid ditelan atau
disuntikkan.
Antibiotik, obat antijamur, atau antimikroba lainnya mungkin diresepkan jika penyebab
glossitis adalah infeksi. Anemia dan kekurangan gizi harus diperlakukan, sering dengan
perubahan pola makan atau suplemen lainnya. Hindari iritasi (seperti makanan panas atau
pedas, alkohol, dan tembakau) untuk meminimalkan ketidaknyamanan.
XVIII. LEUKOPLAKIA (Kompetensi 2)
A. Definisi
Leukoplakia adalah lesi putih keratosis berupa bercak atau plak pada mukosa mulut yang
tidak dapat diangkat dari mukosa mulut secara usapan atau kikisan.
B. Gambar
Gambar 1. Leukoplakia
C. Diagnosis
55
Diagnosis ditegakkan dengan melakukan anamnese lengkap, pemeriksaan klinis rutin
yang teliti (bentuk morfologi lesi, warna, predileksi tempat dan perubahan-perubahan serta
perbedaan-perbedaan dengan jaringan sekitar) dan yang terakhir dengan pemeriksaan biopsi.
1. Anamnesis
Dalam melakukan anamnese perlu diketahui usia, jenis kelamin, pekerjaan, kesehatan
umum, kebiasaan sehari-hari misalnya merokok, minum alkohol, mengunyah sirih dan
menyuntil tembakau. Dahulu, penderita leukoplakia didominasi oleh usia lanjut akibat
penurunan daya tahan tubuh. Namun sekarang lebih didominasi oleh usia muda akibat
konsumsi rokok. Frekuensi penderita pria dan wanita adalah seimbang karena sudah
banyak wanita yang merokok.
2. Gambaran Klinis
Pada keadaan awal, lesi tidak terasa pada perabaan, agak bening dan putih keruh.
Selanjutnya plak meninggi dengan tipe yang berkembang tidak teratur. Lesi berwarna
putih kabur. Kemudian lesi menjadi tebal, berwarna putih, menunjukkan anya
pengerasan, membentuk fisura-fisura dan terakhir adalah pembentukan ulser.Gambaran
klinis leukoplakia bentuk homogen (kecuali yang didasar muluy) cenderung mempunyai
risiko displasia rendah, namun nodular, speckled dan erosiva mempunyai risiko tinggi,
khususnya jika mempunyai displasia berat. Bentuk-bentuk lesi leukoplakia yang
kemudian berubah menjadi ganas adalah bentuk verukosa dan bentuk nodular.
3. Pemeriksaan histopatologi
Pemeriksaan morfologi sel atau jaringan pada sediaan mikroskop dengan pewarnaan rutin
Hematoksilin-Eosin (HE).
4. Pemeriksaan sitologik eksfoliatif
Digunakan untuk menegakkan diagnosa keganasan. Pemeriksaan sitologik eksfoliatif
memiliki kelebihan yaitu dapat mendeteksi keadaan keganasan sedini mungkin dan
merupakan kontrol pada false negatif biopsi serta menghindari biopsi yang tidak perlu.
Faktor yang mempengaruhi ketepatan pemeriksaan adalah lokasi dan jenis lesi, ketebalan
lapisan keratin atau keadaan hiperkeratotik akan menyebabkan sel-sel yang mengalami
diskeratosis sulit untuk ikut teridentifikasi karena tersembunyi.
D. Terapi
56
Pencegahan leukoplakia adalah dengan menghindari faktor predisposisi seperti rokok dan
alkohol, menghindari iritasi kronik seperti akibat paparan kontinu bagian tajam dari gigi.
Biopsi dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Pemberian beta karoten dapat memperlambat
perkembangan penyakit.
E. Temuan Kasus
Identitas Pasien
Nama : Ny.U
Umur : 33 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal masuk : 6 Agustus 2011
No. RM : 01076029
Anamnesis
• Keluhan Utama
Panas
• Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 3 hari SMRS pasien mengeluh panas naik turun, panas seluruh tubuh, tidak
berkurang dengan pemberian obat penurun panas. Nafsu makan berkurang, mual,
lemas, pusing, nyeri kepala, nyeri di perut bagian bawah, nyeri saat BAK (+), timbul
becak - bercak merah diseluruh tubuh. 2 hari SMRS pasien mengeluhkan muncul
sariawan di sekitar mulut, bibir pecah - pecah dan muncul bercak putih di lidah.
• Diagnosis
• Klinis B20 dengan : - oral trush on terapi
• Terapi
• Bed rest total
• Diet bubur TKTP 1000kkal
• IVFD Nacl 0,9%
• Paracetamol 3 x 500 mg
57
• Curcumin 3x1
• Nystatin drop 3x4 gtt
• Fluconazole 1x1
DAFTAR PUSTAKA
Anondotia
Dani A, 2011. Oral Medical. http://ayu-dani91.blogspot.com/2011/06/oral-medical.html (8 Agustus 2011)
Dhika, 2011. Kelainan Jumlah dan Struktur Gigi. http://dhikaakg.blogspot.com/2011/04/kesehatan-gigi.html (8 Agustus 2011)
Hikmah, I. 2008. Anodontia. Diambil dari http://itsmeima.blogspot.com/2008/11/anodontia.html ( 8 Agutus 2011)
Ima, 2008. Anodontia. http://itsmeima.blogspot.com/2008/11/anodontia.html (8 Agustus 2011)
Unpad, 2009. Anodontia. http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/anodontia.pdf (8 Agustus 2011)
Impacted Teeth
Fadilah,dkk. 2011. Impacted Teeth in Makalah Bedah Mulut. http://www.scribd.com/doc/27547187/Bab-II-Pembahasan-Gigi-Impaksi-Kelompok-i-Bedah-Mulut-Kedokteran-Gigi-Unsri
Micni, D. dan Rosseno Y. 2011. Gigi geraham bungsu perlukah dicabut?. Diambil dari http://www.dentiadental.com/articles/gigi-geraham-bungsu-perlukah-dicabut/ (8 Agustus 2011)
58
Rery NF, dkk, 2010. Makalah Bedah Mulut. http://www.scribd.com/doc/27547187/Bab-II-Pembahasan-Gigi-Impaksi-Kelompok-i-Bedah-Mulut-Kedokteran-Gigi-Unsri (8 Agustus 2011
Malocclussion
Admin, 2009. Causes and Treatment of Malocclusion of Teeth. http://www.dentalhealthsite.com/treatment-malocclusion-teeth/ (8 agustus 2011)
Anonim. 2011. Maloklusi pada Gigi. http://www.ilmukesehatangigi.com/2011/05/05/mencegah-maloklusi (8 Agustus 2011).
Fahmi, R. 2010. Malocclusion. Diambil dari http://forum.um.ac.id/index.php?topic=12406.0 (8 Agustus 2011).
Heriyanto E, 2008. Maloklusi dan Pengucapan. http://fkgunhas.blogspot.com/2008/01/maloklusi-dan-pengucapan.html (8 agustus 2011)
Pramono D, 2010. MASTIKASI - OKLUSI ARTIKULASI - MALOKLUSI & PERAWATAN MALOKLUSI. Surabaya. FKG Unair.
Debris, Plaque dan Calculus
Aini, S. 2011. Usaha Kegiatan Gigi Sekolah (UKGS). Diambil dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19501/4/Chapter%20II.pdf (8 Agustus 2011).
Erdaliza, 2008. Kalkulus. http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:MDzEoNdwrPAJ:yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/01/gimul-tutorial-files (8 agustus 2011)
Dimatteo A, 2009. Dental Plaque. http://www.yourdentistryguide.com/plaque/ (8 agustus 2011)
Gunawan CF, 2009. Karang Gigi (Calculus/Tartar). http://www.scribd.com/doc/56446999/Karang-Gigi-Calculus ( 8 agustus 2011)
Panjaitan, M. 2000. Hambatan Natrium Fluorida dan Varnish Fluorida terhadap Pembentukan Asam Susu oleh Mikroorganisme Plak Gigi. CDK 126: 40
USU, 2009. Oral Higiene. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16868/4/Chapter%20II.pdf (1 agustus 2011)
59
USU, 2009. Plak. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16868/4/Chapter%20II.pdf. (1agustus 2011)
Dental Decay
Asmalia, 2010. Karies Gigi. http://dhaasmalia.blogspot.com/2010/11/karies-gigi.html (8 agustus 2011)
Julianti, 2009. Gigi dan Mulut. http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:MDzEoNdwrPAJ:yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/01/gimul-tutorial-files (8 agustus 2011)
Susanto AJ, 2009. Dental Caries (Karies Gigi). http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/5592edc270a84ab241006e89856c932d583fec53.pdf (8 agustus 2011)
Pulpitis
Dentisha, 2010. Pulpitis Reversibel, Ireversibel, dan Nekrosis Pulpa. http://luv2dentisha.wordpress.com/2010/05/08/pulpitis-reversibel-ireversibel-nekrosis-pulpa/ . (8 agustus 2011)
Lodro, W. 2010. Pulpitis Pada Radang Pulpa Gigi. Diambil dari
http://setengahbaya.info/pulpitis-pada-radang-pulpa-gigi.htm ( 8 Agustus 2011)
Medicastore, 2010. Pulpitis (radang pulpa gigi). http://medicastore.com/penyakit/141/Pulpitis_radang_pulpa_gigi.html (8 agustus 2011)
Seraficha, 2009. Pulpitis Reversibel dan Ireversibel. http://seraficha.wordpress.com/page/33/ (8 agustus 2011)
Zainuri, MH. 2010. Pulpitis Akut Totalis. http://www.scribd.com/doc/50584456/PULPITIS-AKUT-TOTALIS (8 Agustus 2011)
Periodontitis
Adulgopar, 2009. Periodontitis. http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/periodontitis.pdf (1 agustus 2011)
60
Hamsafir, E. 2010. Penyebab dan Gejala Periodontitis. Diambil dari http://www.infogigi.com/info-gigi/penyebab-dan-gejala-periodontitis.html ( 8 Agustus 2011)
Iis. 2009. Periodontitis. Diambil dari http://rumahgigi.blogspot.com/2009/05/periodontitis.html ( 8 Agustus 2011)
Gingivitis
Nurasiah, 2009. Gingivitis. http://nur1207.blogspot.com/2009/05/gingivitis.html (8 agustus 2011)
Medicastore, 2010. Pulpitis (radang pulpa gigi). http://medicastore.com/penyakit/141/Pulpitis_radang_pulpa_gigi.html (8 agustus 2011)
MICROGNATIA dan MACROGNATIA
Dorland. 2002. Macrognatia. ECG: Jakarta
Mansjoer A, 2001. Kapita Selekta kedokteran edisi 3. Media Aesculapius Fk. UI : Jakarta
http://www.scribd.com/doc/54123450/4/MICROGNATIA-dan-MACROGNATIA ( 2 agustus 2011)
Oral Squamous Cell Carcinoma
Bhudy TI, 2008. Protein Spesifik Karsinoma Sel Skuamosa. MI Kedokteran Gigi. Vol 23 No. 3 : 117-122.
Yanto, 2011. Karsinoma Sel Skuamosa yang Didahului Inflamasi Kronis Non-Spesifik.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21676/3/Chapter%20II.pdf (8 agustus 2011)
Xerostomia
Bretz WA, Loesche WJ, Chen YM, Schork MA, Dominguez BL, Grossman N, 2000. Minor salivary gland secretion in the elderly. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod;89:696–701
61
Ghezzi EM, Lange LA, Ship JA, 2000. Determination of variation of stimulated salivary flow rates. J Dent Res;79:1874–8.
Guggenheimer J and Moore PA, 2003. Xerostomia. J Am Dent Assoc. Vol 134 : No 1, 61-69. Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE, 2002. Oral and maxillofacial pathology. 2nd
ed. Philadelphia: W.B. Saunders.;:398–404.
Rhodus NL and Bereuter J, 2000. Clinical evaluation of a commercially available oral moisturizer in relieving signs and symptoms of xerostomia in postirradiation head and neck cancer patients and patients with Sjögren’s syndrome. J Otolaryngol;29:28–34.
Labial dan Palate Cleft
Dondy, 2008. Labiopaltoschizis.http://drgdondy.blogspot.com/2008/09/labiopalatoschizis.html. (8 Agustus 2011)
Linda J, 2011. Labial and Palatal Clefthttp://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001053.htm. (8 Agustus 2011)
Reamy BV, Derby R, Bunt CW, 2010. Labial and palatal cleft in primary care. Am Fam Physician.;81(5):627-634.
Candidiasis
CDC, 2010. Candidiasis. http://www.cdc.gov/nczved/divisions/dfbmd/diseases/candidiasis/index.html. (8 agustus 2011)
Greenberg. M.S et al,2003 Burket’s Oral Medicine, 10 ed, , Bc Decker Inc, Hamilton Ontario, h. 94-8
Kauffman CA, 2007. Candidiasis. In: Goldman L, Ausiello D, eds. Cecil Textbook of Medicine. 23rd ed. Philadelphia, Pa: Saunders :chap 359.
Tripathi.K.D. ,2001, Essential of Medical Pharmacologi, Jaypee Brothers, h771-2, 775 –8.
Glossitis
62
Dondy, 2008. Glossitis (Keradangan Lidah). http://drgdondy.blogspot.com/2008/09/glossitis-keradangan-pada-lidah.html. (2 agustus 2011)
Reamy BV, Derby R, Bunt CW, 2010. Common tongue conditions in primary care. Am Fam Physician.;81(5):627-634.
Leukoplakia
Dani A, 2011. Oral Medical. http://ayu-dani91.blogspot.com/2011/06/oral-medical.html (8 Agustus 2011)
Julianti, 2009. Gigi dan Mulut. http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:MDzEoNdwrPAJ:yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/01/gimul-tutorial-files (8 agustus 2011)
USU, 2009. Oral Higiene. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16868/4/Chapter%20II.pdf (1 agustus 2011)
ACUTE NECROTIZING ULCERATIVE GINGGIVITIS
NYU Langone Medical Centre. 2011. Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis.
http://pediatrics.med.nyu.edu/conditions-we-treat/conditions/acute-necrotizing-ulcerative-
gingivitis (8 Agustus 2011)
Lowe, R.A. 2010. ANUG (Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis).
http://www.dentalfind.com/info/anug-acute-necrotizing-ulcerative-gingivitis (8 Agustus
2011)
Anonim. Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis. http://www.scribd.com/doc/27726624/Acute-
Necrotizing-Ulcerative-Gingivitis (8 Agustus 2011)
Universitas Sumatra Utara. 2010. Penyakit Periodontal.
http://ocw.usu.ac.id/course/download/611-PEDODONSIA-DASAR /kgm-
427_slide_penyakit_periodontal.pdf (8 Agustus 2011
63