Upload
raymond-arianto
View
28
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
dkawsl
Citation preview
Makalah PBL Pleno
MALARIA
Kelompok B-5 :
Tjo Kevin Jaya S (102009216)
Ervin Julien (102009 )
Davin Pannaausten (102010310)
Patresia Jakoba Maiseka (102010019)
Raymond Arianto H.P (102010065)
Andreas E. (102010108)
Martha Regisna S (102010155)
Agung Haryanto (102010207)
Sonya Leonardy (102010260)
Muhammad Hanif Bin U. (102010361)
Rudy Tanius T.I (102011420)
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
JAKARTA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
anugerah dan karunia-Nya kami dapat dibimbing untuk menyelesaikan makalah Program
Based Learning ini dengan baik.
Adapun tugas makalah ini berhubungan dengan tugas Program Based Learning yang
telah dipercayakan oleh dr. Harro selaku tutor kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Tujuan kami adalah untuk membahas secara mendalam mengenai kasus ini secara
keseluruhan.
Kami menyadari bahwa pembuatan makalah kami ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu kami memohon maaf apabila terdapat kata-kata yang salah dan kurang
berkenan bagi para pembaca. Kami pun siap menerima segala kritik dan saran yang
konstruktif supaya di kemudian hari tidak akan terjadi kesalahan yang sama dan untuk
memaksimalkan keterampilan kami dalam pembuatan makalah selanjutnya.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat berguna bagi para pembaca, khususnya
mahasiswa-mahasiswi Universitas Kristen Krida Wacana.
Jakarta,11 Desember 2011
Penulis
Malaria
Kelompok B-5
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No.6, Kebon Jeruk, Jakarta Barat
Pendahuluan
Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Gejala klinis penyakit malaria yang
khas dan mudah dikenal karena demam yang naik turun dan teratur disertai mengigil. Pada
waktu itu sudah dikenal febris tersiana dan febris kuartana. Selain itu ditemukan kelainan
limpa yaitu splenomegaly; limpa membesar dan menjadi keras sehingga dahulu penyakit
malaria disebut juga dengan demam kura.
Malaria diduga disebabkan oleh hukuman dewa karena pada waktu itu ada wabah
disekitar kota Roma. Penyakit ini banyak ditemukan di daerah rawa yang mengeluarkan bau
busuk di sekitarnya sehingga disebut malaria( mal area: udara buruk)
Pada abad ke 19, Laveran menemukan stadium gametosit berbentuk pisang dalam
seorang yang menderita malaria. Kemudian Ross menemukan bahwa malaria ditularkan oleh
nyamuk yang banyak di sekitar rawa. Sekitar 100 juta kasus penyakit malaria terjadi setiap
tahunnya dan sekitar 1% diantaranya fatal menyebabkan kematian. Seperti penyakit infeksi
lainnya, malaria merupakan penyebab utama kematian di negara-negara berkembang.
Pertumbuhan penduduk yang cepat, migrasi, sanitasi yang buruk, serta daerah yang terlalu
padat, memudahkan penyebaran penyakit malaria ini. Pembukaan lahan-lahan baru serta
perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi) telah memungkinkan kontak antara
nyamuk dengan manusia yang bermukim didaerah tersebut.
Identifikasi Kata Sulit
Kesadaran somnolen : yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah
tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh
tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
Tingkat kesadaran: adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan
dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :
1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh.
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-
teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang
lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah
dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap
nyeri.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga
tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
Pembahasan
Anamnesis
Pada anamnesis sangat penting diperhatikan :
- Keluhan utama : Demam, menggigil, dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah,
diare, dan nyeri otot atau pegal – pegal. Demam pada P.falcifarum dapat terjadi setiap
hari, P.Vivax/Ovale selang satu hari,dan P.malariae demam timbul selang 2 hari.
- Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik malaria
- Riwayat tinggal di daerah endemik malaria
- Riwayat sakit malaria
- Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir
- Riwayat mendapat transfusi darah
- Gejala klinis pada anak dapat tidak khas.1,2
Keluhan utama yang sering kali muncul adalah demam lebih dari dua hari, menggigil, dan
berkeringat (sering disebut dengan trias malaria). Demam pada keempat jenis malaria
berbeda sesuai dengan proses skizogoninya. Demam karena P. falciparum dapat terjadi setiap
hari, pada P. vivax atau ovale demamnya berselang dua hari, sedangkan demam pada P.
malariae menyerang berselang tiga hari.
Sumber penyakit harus ditelusuri, apakah pernah bepergian dan bermalam di daerah endemik
malaria dalam satu bulan terakhir, apakah pernah tinggal di daerah endemik, apakah pernah
menderita penyakit ini sebelumnya, dan apakah pernah meminum obat malaria.1,2
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang dilakukan antara lain dengan :
Mengukur tanda-tanda vital ( TTV ), yaitu :
mengukur suhu tubuh pasien
mengukur tekanan darah pasien
mengukur denyut nadi, apakah cepat atau lambat
mengukur frekuensi pernapasan
Melihat apakah pasien tersebut mengalami penurunan kesadaran atau tidak
Melihat tanda-tanda dehidrasi
Konjunctiva atau telapak tangan pasien terlihat pucat
Terjadi pembesaran limpa dan juga pembesaran hati
Selain itu, dilakukan juga pemeriksaan fisik dasar, meliputi :
a. Inspeksi = cara pemeriksaan dengan melihat dan mengamati bagian tubuh pasien yang
diperiksa. Contoh; inspeksi perut (ada benjolan atau tidak), inpeksi warna bola mata
(berwarna kuning atau tidak), dan inspeksi gerakan tubuh spontan (gemetar, kejang-
kejang dan reflex spontan).
b. Palpasi = pemeriksaan secara perabaan dengan menggunakan rasa proprioseptif ujung
jari tangan.pemeriksaan ini gunanya unutuk menemukan adanya massa (lokasi, ukuran,
bentuk, konsistensi, rasa nyeri, pulsasi, dan apakah ada pergerakan selama respirasi).
c. Perkusi = pemeriksaan fisik dengan cara mengetuk permukaan tubuh dengan perantara
jari tangan untuk mengetahui keadaan organ-organ di dalam tubuh. Tergantung dengan
jaringan apa yang ada dibawahnya, maka akan timbul berbagai nada (pekak, redup,
sonor, hipersonor dan timpani). Dan bunyi dull terjadi pada splenomegali dan adanya
cairan atau benda padat dalam lambung atau kolon.
d. Auskultasi = pemeriksaan fisik dengan cara mendengarkan suara yang terdapat di
dalam dengan bantuan alat yang disebut stetoskop, shingga dapat mendengarkan suara
secara kualitatif maupun kuantitatif yang ditimbulkan oleh jantung, pembuluh darah,
paru-paru dan usus.3
Pemeriksaan penunjang
Tetes darah tebal
Pemeriksaan sediaan darah tebal dan tipis penting untuk diagnosis, untuk menentukan jenis
parasit dan nilai ambang parasit / kepadatan parasit. Pada preparat hapusan tipis lebih
diutamakan untuk melihat jenis spesiesnya dan untuk melakukan hitung parasit berdasarkan
jumlah eritrosit. Bila hasil ( - ) maka di ulangi setiap 6-12 jam.
(-) : SD negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 lapangan pandang/LP)
(+) : SD positif 1 (ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LP)
(+ +) : SD positif 2 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LP)
(+ + +) : SD positif 3 (ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LP)
(+ + + +) : SD positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LP)
Kepadatan parasit bila dihitung pada tetes tebal yaitu menghitung jumlah parasit per 200
leukosit.4
Tetes darah tipis
Di gunakan untuk identifikasi jenis plasmodium,bila dengan sediaan darah tebal sulit di
tentukan.Kepadatan parasit di nyatakan sebagai hitung parasit (parasite count), dapat di
lakukan berdasarkan jumlah eritrosit yang mengandung parasit per 1000 sel darah merah.Bila
jumlah parasit > 100.000/ul darah menandakan infeksi berat.Hitung parasit penting untuk
menetukan prognosa penderita malaria,walaupun komplikasi juga dapat timbul dengan
jumlah parasit yang minimal.Pengecatan di lakukan dengan cat Giemsa,atau Leishman’s atau
field’s dan juga Romanowsky.Pengecatan Giemsa yang umumnya di pakai pada beberapa
laboratorium dan merupakan pengecatan yang mudah dengan hasil cukup baik.5
Test P-F Test
Yaitu mendeteksi antigen dari p.falciparum (histidine rich protein).Deteksi sangat cepat
hanya 3-5 menit,tidak memerlukan latihan khusus,sensitivitasnya baik,tidak memerlukan
alat khusus.Deteksi untuk antigen vivaks sudah beredar di pasaran yaitu dengan metode
ICT.Tes sejenis dengan mendeteksi laktat dehidrogenase dari plasmodium (pLDH)
dengan cara immunochromatographic telah di pasarkan dengan nama tes
OPTIMAL.optimal dapat mendeteksi dari 0-200 parasit/ul darah dan dapat membedakan
apakah infeksi p.falciparum atau p. vivax.Sensitivitas sampai 95% dan hasil positif salah
lebih rendah dari tes deteksi HRP-2.Tes ini sekarang di kenal sebagai tes cepat (Rapid
Test).Tes ini tersedia dalam berbagai nama tergantung pabrik pembuatannya.
Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)
Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan teknologi amplifikasi DNA,waktu di
pakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi.Keunggulan test ini
walaupun jumlah parsitnya sangat sedikit dapat memberikan hasil positif.Test ini baru di
pakai sebagai sarana penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin.1
Tes serologi
Tes ini berguna mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap malaria atau pada keadaan
dimana parasit sangat minimal.Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnosik sebab
antibody baru terjadi setelah beberapa hari parasitemia.Manfaat ter serologi terutama untuk
penilaian epidemologi atau alat uji saring donor darah.Titer >1:200 di anggap sebagai infeksi
baru;test >1:20 di nyatakan positif.Metode-metode tes serologi antara lain indirect
haeemagglutination test,immune-percipitation techniques,ELISA test radio-immunoassay.5
Diagnosis
Working diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya, dimana terjadi serangan demam dan menggigil
secara periodik tanpa penyebab yang jelas. Dugaan malaria semakin kuat jika dalam waktu 3
minggu sebelumnya, penderita telah mengunjungi daerah malaria dan pada pemeriksaan fisik
ditemukan pembesaran limpa. Untuk memperkuat diagnosis dilakukan pemeriksaan darah
guna menemukan parasit penyebabnya. Mungkin perlu dilakukan beberapa kali pemeriksaan
karena kadar parasit di dalam darah bervariasi dari waktu ke waktu. Pengobatan, komplikasi
dan prognosis dari malaria ditentukan oleh jenis parasit penyebabnya.3
\
Defferential diagnosis
Demam merupakan salah satu gejala malaria yang paling menonjol yang juga dijumpai pada
hampir semua penyakit infeksi seperti infeksi virus pada sistem respiaratorius, influenza,
bruselosis, demam tifoid, demam dengue, dan infeksi bakterial lainnya seperti pneumonia,
infeksi saluran kencing, tuberkolosis.
Pada daerah hiper – endemik sering dijumpai penderita dengan imunitas yang tinggi
sehingga penderita dengan infeksi malaria tetap tidak menunjukkan gejala klinis malaria.
Pada malaria berat diagnosa banding tergantung manifestasi malaria beratnya. Pada malaria
dengan ikterus, diagnosa banding ialah dengan demam tifoid dengan hepatitis, kolesistitis,
abses hati, dan leptospirosis. Hepatitis pada saat ikterus biasanya tidak dijumpai demam lagi.
Pada malaria serebral, harus dibedakan dengan infeksi pada otak lainnya seperti
meningitis, ensefalitis, tifoid ensefalopati, triaponsosmiasis. Penurunan kesadaran dan koma
dapat terjadi pada gangguan metabolik (diabetes, uremi), gangguan serebro – vaskular
(strok), eklampsia, epilepsi, dan tumor otak. 3,6
Patogenesis
Daur hidup parasit malaria terdiri dari 3 fase yaitu:
Fase jaringan pada manusia
Infeksi parasit malaria pada manusia adalah saat nyamuk anopheles betina
mengigit manusia,dan nyamuk akan melepaskan sprozoit ke dalam pembuluh
darah,yang mana dalam waktu 45 menit akan menuju ke sel hati dan sisanya akan
mati di darah.Kemudian yang di sel hati berkembang menjadi skizon (merozoid) di
sebut skizogoni pra-eritrosit.4
Fase aseksual pada manusia
Di dalam sel hati mulailah perkembangan aseksual) perkembangan ini memerlukan
waktu 5,5 hari untuk plasmodium falcifarum dan 15 hari untuk plasmodium
malariae. Setelah sel hati terinfeksi terbentuk skizont hati yang apabila pecah akan
mengeluarkan banyak merozoit ke sirkulasi darah.
Pada plasmodium vivax dan ovale sebagian parasit di dalam sel hati membentuk
hipnozoit yang dapat bertahan sampai bertahun-tahun dan bentukan ini yang
mengakibatkan terjadinya relaps pada malaria.
Setelah berada dalam sirkulasi darah merozoid akan menyerang eritrosit dan masuk
melaui reseftor permukaan eritrosit.pada plasmodium vivax reseftor ini
berhubungan dengan Duffy Fya atau Fyb.Hal ini menyebabkan individu dengan
golongan darah Duffy negative tidak terinfeksi malaria vivax.Reseftor untuk
plasmodium palcifarum di duga suatu glycophorins,sedangkan pada plasmodium
malariae dan ovale belum di ketahui.
Dalam waktu kurang dari 12 jam parasit berubah menjadi bentuk ring,pada
plasmodium palcifarum menjadi bentuk stereo-headphones,yang mengandung
kromatin dan dalam intinya di kelilingi sitoplasma.Setelah 36 jam invasi ke dalam
eritrosit,parasit berubah menjadi sizont dan bila sizont pecah akan mengeluarkan 6-
36 merozoit dan siap menginfeksi eritrosit lain.Siklus aseksual ini pada
plasmodium falciparum,vivax,dan ovale ialah 48 jam dan pada plasmodium
malariae 72 jam.
Fase seksual pada nyamuk
Di dalam darah sebagian parasit akan membentuk gamet jantan dan betina dan bila
nyamuk menghisap darah manusia yang sakit akan terjadi siklus seksual dalam
tubuh nyamuk.
Setelah terjadi perkawinan akan terbennntuk zygote dan menjadi lebih bergerak
menjadi ookinet yang menembus dinding perut nyamuk dan akhirnya menjadi
bentuk oocyst yang akan menjadi masakdan mengeluarkan sporozoit yang akan
bermigrasi ke kelenjar ludah nyamuk dan siap menginfeksi manusia.4
Gambar 1. Daur hidup Plasmodium
Epidemiologi
Infeksi malaria tersebar pada lebih dari 100 negara di benua Afrika, Asia, Amerika (bagian
Selatan) dan daerah Oceania dan kepulauan Caribia. Lebih dari manusia terpapar oleh malaria
dengan dugaan morbiditas 200-300 juta dan mortalitas lebih dari 1 juta pertahun. Beberapa
daerah yang bebas malaria yaitu Amerika Serikat, Canada, negara di Eropa (kecuali Rusia),
Israel, Singapura, Hongkong, Japan, Taiwan, Korea, Brunei dan Australia. Negara tersebut
terhindar dari malaria karena vektor kontrolnya yang baik, walaupun demikian di negara
tersebut makin banyak dijumpai kasus malaria yang di import karena pendatang dari negara
malaria atau penduduknya mengunjungi daerah-daerah malaria.5 Plasmodium falciparum dan
Plamodium malariae umumnya di jumpai pada semua negara dengan malaria; di Afrika, Haiti
dan Papua Nugini umumnya Plasmodium falciparum. Plamodium vivax banyak di Amerika
Latin. Di Amerika Selatan, Asia Tanggara, negara Oceania dan India umumnya Plasmodium
falciparum dan Plasmodium vivax. Plasmodium ovale biasanya hanya di Afrika. Di Indonesia
kawasan Timur mulai dari Kalimantan, Sulawesi Tengah samapai ke Utara, Maluku, Irian
Jaya dan dari Lombor sampai Nusatenggara Timur serta Timor Timur merupakan daerah
endemis malaria dengan Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax. Beberapa daerah di
Sumatera mulai dari Lampung, Riau, Jambi dan Batam kasus malaria cenderung meningkat.5
Etiologi
Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium,yang selain menginfeksi manusia juga
menginfeksi biantang seperti golongan burung,reftil, dan mamalia.Termasuk genus
plasmodium dari family plasmodidae. Plasmodium pada manusia menginfeksi eritrosit(sel
darah merah) dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan di eritosit.Pembiakan
seksual terjadi pada tubuh nyamuk yaitu anopheles betina.Secara keseluruhan lebih dari 100
plasmodium yang menginfeksi binatang(82 pada jenis burung dan reftil dan 22 pada binatang
primata)
1. Parasit pada malaria5
Plasmodium merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada manusia terdapat empat
spesies yaitu:
Plasmodium vivax, menyebabkan malaria tertiana.
Morfologi
Trofozoit muda: sel darah merah mulai membesar, parasit berbentuk cincin, inti
merah, sitoplasma biru, mulai terdapat titik Schuffner pada eritrosit.
Trofozoit tua: sitoplasma hamper memenuhi seluruh sel darah merah, pigmen menjadi
semakin nyata (kuning tengguli) masih terdapat vakuol.
Mikrogametosit: sitoplasma hampir memenuhi seluruh sel darah merah, inti difus di
tengah, pigmen tersebar.
Makrogametosit: sitoplasma bulat hampir memenuhi seluruh sel darah merah, tidak
terdapat vakuol, inti padat merah biasanya di tepi.
Skizon muda: inti sudah membelah lebih dari satu, tetapi kurang dari dua belas,
pigmen tersear.
Skizon tua: inti 12-24, pigmen berkumpul di tengah
Plasmodium malariae, merupakan penyebab malaria kuartana,karena serangan
demam berulang pada tiap hari keempat.
Morfologi
Trofozoit muda: sel darah merah tidak membesar, berbentuk cincin, jarang terlihat
titik Ziemann.
Bentuk pita: sitoplasma seperti pita, pita melebar, inti membesar, pigmen kasar
tersebar.
Makrogametosit: sel darah merah tidak membesar, sitoplasma bulat, inti padat, batas
jelas, letak di tepi.
Mikrogametosit: sel datah merah tidak membesar, sitoplasma bulat, inti difus di
tengah, pigmen kasar tersebar.
Skizon muda: inti kurang dari delapan, pigmen kasar dan tersebar.
Skizon tua: inti 8-12 tersusun seperti bunga, pigmen berkumpul di tengah.
Plasmodium ovale. menyebabkan malaria ovale. dengan gejala mirip malari vivax. Malaria
ini merupakan jenis ringan dan dapat sembuh sendiri.
Morfologi
Stadium trofozoit: sel darah merah membesar, berbentuk lonjong, satu atau kedua
ujung sel darah merah berbatas tidak teratur, terdapat titik James, kompak dengan
granula pigmen yang lebih kasar.
Stadium praeritrosit: periode prapaten 9 hari
Stadium skizon: benbentuk bulat dan bila matang, mengandung 8-10 merozoit yang
letaknya teratur di tepi mengelilingi granula pigmen yang berkelompok di tengah.
Makrogametosit: bentuknya bulat, inti kecil, kompak dan sitoplasma berwarna biru
Mikrogametosit: inti difus, sitoplasma berwarna pucat kemerah-merahan, berbentuk
bulat, pigmen dalam ookista berwarna coklat/tengguli tua.
Plasmodium falciparum, menyebabkan malaria tropika.
Morfologi
Trofozoit muda: berbentuk cincin, terdapat dua butir kromatin, bentuk marginal, sel
darah merah tidak membesar.
Skizon: pigmen menggumpal di tengah. Skizon muda berinti < 8 dan skizon tua
berinti 8-24.
Makrogametosit: berbentuk pisang agak langsing, inti padat di tengah, pigmen
mengelilingi inti, sitoplasma biru kelabu.
Mikrogametosit: berbentuk pisang gemuk, inti tidak padat, pigmen mengelilingi inti,
sitoplasma biru pucat kemerah-merahan.Penularan manusia dapat dilakukan oleh
nyamuk betina dari tribus anopheles
Spesies terkhir ini paling berbahaya karena malaria yang ditimbulkan dapat menjadi
berat. Hal ini disebabkan dalam waktu singkat dapat menyerang eritrosit dalam jumlah
besar, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi di dalam organ-organ tubuh.
Cara infeksi
Waktu antara nyamuk mengisap darah yang mengandungi gametosit sampai mengandung
sporozoit dalam kelenjar liurnya, disebut masa tunas ekstrinsik. Sporozoit adalah bentuk
infektif. Infeksi dapat terjadi dengan dua cara, yaitu :
1. Secara alami melalui vector, bila sporozoit dimasukkan ke dalam badan manusia
melalui tusukan nyamuk.
2. Secara induksi, bila stadium aseksual dalam eritrosit sacara tidak sengaja masuk
dlaam badan manusia melalui darah, misalnya transfuse, suntikan atau secara
congenital (bayi baru lahir mendapat infeksi dari ibu yang menderita malaria melalui
darah plasenta).
Hospes
Manusia merupakan hospes perantara parasit ini dan nyamuk Anopheles betina
menjadi hopses definitifnya atau merupakan vektornya.
Vektor
Vektor malaria merupakan sejenis nyamuk Anopheles sp. Betina. Terdapat 430
spesies nyamuk ini dan 30-40 dr padanya merupakan vector unutk malaria antaranya
ialah Anopheles Sundaicus, Anopheles Vagus, Anopheles Mucaltus, Anopheles
Barbumrosis, Anopheles Acunitus, Anopheles Barbirotus, Anopheles Anullaris,
Anopheles Indefinitus, dan Anopheles Leucosphirus.
Gambar 2. Nyamuk Anopheles
Anopeheles bermacam breeding place, sesuai dengan jenis anophelesnya sebagai
berikut :
1. Anopheles Sundaicus, Anopheles subpictus dan Anopheles Vagus senang
berkembang biak di air payau.
2. Tempat yang langsung mendapat sinar matahari disenangi Nyamuk Anopheles
Sundaicus, Anopheles Mucaltus dalam berkembang biak.
3. Breeding palces yang terlindung dari sinar matahari Disenangi Anopheles Vagus,
Anopheles Barbumrosis untuk berkembang biak.
4. Air yang tidak mengalir sangat disenangi oleh Nyamuk Anopheles Vagus,
Anopheles Indefinitus, Anopheles Leucosphirus untuk tempat berkembang biak.
5. Air yang tenang atau sedikit mengalir seperti sawah sangat disenangi Anopheles
Acunitus, Anopheles Vagus, Anopheles Barbirotus, Anopheles Anullaris untuk
berkembang biak.
Waktu keaktifan mencari darah dari masing -masing nyamuk berbeda - beda, nyamuk
yang aktif pada malam hari menggigit, adalah anopheles. dan culex sedangkan
nyamuk yang aktif pada siang hari menggigit yaitu Aedes. Khusus untuk anopheles,
nyamuk ini bila menggigit mempunyai perilaku bila siap menggigit langsung keluar
rumah. Pada umumnya nyamuk yang menghisap darah adalah nyamuk betina.7
Gejala Klinis
Manifestasi klinik malaria tergantung pada imunitas penderita, tingginya transmissi infeksi
malaria. Berat atau ringannya infeksi dipengaruhi oleh jenis plasmodium (Plasmodium
falciparum sering memberikan komplikasi), daerah asal infeksi (pola resistensi terhadap
pengobatan) , umur (usia lanjut dan bayi sering lebih berat), ada dugaan konstitusi genetik,
keadaan kesehatan dan nutrisi, kemoprofilaktis dan pengobatan sebelumnya.8
1. Manifestasi malaria tanpa komplikasi
Dikenal 4 jenis plasmodium (P) yaitu P. vivax, merupakan infeksi yang paling
sering clan menyebabkan malaria tertiana atau vivax, P. falciparum,
memberikan banyak komplikasi dan mempunyai perlangsungan yang cukup
ganas, mudah resisten dengan pengobatan dan memyebabkan malaria
tropika atau falsiparum, P malariae, cukup jarang namun dapat menimbulkan
sindroma nefrotik dan menyebabkan malaria quartana/ malariae dan P. ovale
dijumpai pada daerah Afrika dan Pasifik Barat, memberikan infeksi yang paling
ringan dan sering sembuh spontan tanpa pengobatan, menyebabkan malaria
ovale.
a. Manifestasi Umum Malaria
Malaria mempunyai gambaran karakteristik demam periodik, anemia dan
splenomegali. Massa inkubasi berviariasi pada masing-masing plasmodium,
(Tabel 1). Keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa
kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit belakang, merasa dingin di punggung,
nyeri sendi dan tulang, demarn ringan, anoreksia, perut tak enak, diare ringan
dan kadang-kadang dingin. Keluhan prodromal sering terjadi pada P vivax dan
ovale, sedang pada P. falciparum dan P. malariae keluhan prodromal tidak
jelas bahkan gejala dapat mendadak.
Gejala yang klasik yaitu terjadinya " Trias Malaria secara berurutan: periode
dingin (15-60 menit) : mulai menggigil, penderita sering membungkus diri
dengan selimut atau sarung dan pada saat menggigil sering seluruh badan
bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, diikuti dengan meningkatnya temperatur;
diikuti dengan periode panas : penderita muka merah, nadi cepat, dan panas
badan tetap tinggi beberapa jam, diikuti dengan keadaan berkeringat; kemudian
periode berkeringat : penderita berkeringat banyak, temperatur turun dan
penderita merasa sehat. Trias malaria lebih sering terjadi pada infeksi P. vivax,
pada P. falciparum menggigil dapat berlangsung berat ataupun tidak ada.
Periode tidak panas berlangsung 12 jam pada P.falciparum, 36 jam pada P.
vivax dan ovale, 60 jam pada P malariae.8
Anaemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria.
Beberapa mekanisme terjadinya anaemia ialah : pengerusakan eritrosit oleh
parasit, hambatan eritropoiesis sementara, hemolisis oleh karena proses
complement mediated immune complex, eritrofagositosis, penghambatan
pengeluaran retikulosit, dan pengaruh sitokin. Pembesaran limpa
(splenomegali) sering dijumpai pada penderita malaria, limpa akan teraba
setelah 3 hari dari serangan infeksi akut, limpa menjadi bengkak, nyeri dan
hiperemis. Limpa merupakan organ yang penting dalam pertahanan tubuh
terhadap infeksi malaria, penelitian pada binatang percobaan limpa
menghapuskan eritrosit yang terinfeksi melalui perubahan metabolismse,
antigenik dan Theological dari eritrosit yang terinfeksi. Beberapa keadaan
klinik dalam perjalanan infeksi malaria ialah:
Serangan primer : yaitu keadaan mulai dari akhir massa inkubasi dan
mulai terjadi serangan paroksismal yang terdiri dari dingin/menggigil; panas
dan berkeringat. Serangan paroksismal ini dapat pendek atau panjang
tergantung dari perbanyakan parasit dan keadaan immunitas penderita.
Periode latent : yaitu periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama
terjadinya infeksi malaria. Biasanya, terjadi diantara dua keadaan paroksismal.
Recrudescense: berulangnya gejala klinik dan parasitemia dalam massa
8 minggu sesudah berakhimya serangan primer. Recrudescense dapat terjadi
berupa berulangnya gejala klinik sesudah periode laten dari serangan primer.
Recurrence : yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah
24 minggu berakhimya serangan primer.
Relapse atau Rechute: ialah berulangnya gejala klinik atau
parasitemia, yang lebih lama dari waktu diantara serangan periodik dari infeksi
prime yaitu setelah periode yang lama dari mass latent (sampai 5 tahun),
biasanya, terjadi karena infeksi tidak sembuh atau oleh bentuk diluar eritrosit
(hari) pada malaria vivaks atau ovale.8
Gambar 3. Perjalanan Klinis Infeksi Malaria
b. Manifestasi klinis malaria Tertiana atau m. Vivax atau m. Benigna.
Inkubasi 12-17 hari, kadang-kadang lebih panjang 12 - 20 hari. Pada hari-
hari pertama panas iregular, kadang-kadang remiten atau intermiten, pada
saat tersebut perasaan dingin atau menggigil jarang terjadi. Pada akhir
minggu tipe panas menjadi intermiten dan periodik setiap 48 jam dengan gejala
klasik trias malaria. Serangan paroksismal biasanya terjadi waktu sore hari.
Kepadatan parasit mencapai maksimal dalam waktu 7-14 hari.3
Pada minggu kedua limpa mulai teraba. parasitemia mulai menurun setelah 14
hari, limpa masih membesar dan panas masih berlangsung, pada akhir minggu
kelima panas mulai turun secara krisis. Pada malaria vivaks manifestasi klinik
dapat berlangsung secara berat tapi kurang membahayakan, limpa dapat
membesar sampai derajat 4 atau 5 (ukuran Hackett). Malaria cerebral jarang
terjadi. Edema tungkai disebabkan karena hipoalbuminemia. Mortalitas
malaria vivaks rendah tetapi morbiditas tinggi karena seringnya terjadi relapse.
Pada penderita yang semi-immune perlangsungan malaria vivax tidak spesifik
dan ringan saja; parasitemia hanya rendah; serangan demam hanya pendek dan
penyembuhan lebih cepat. Resistensi terhadap kloroquin pada malaria vivaks
juga dilaporkan di Irian Jaya dan di daerah lainnya. Relaps sering terjadi karena
teluarnya bentuk hipnozoit yang tertinggal di hati pada saat status imun tubuh
menurun.
c. Manifestasi Klinis Malaria Malariae /M. Quartana3
Masa inkubasi 18 - 40 hari. Manifestasi klinik seperti pada malaria vivax hanya
berlangsung lebih ringan, anaemia jarang terjadi, splenomegali sering dijumpai
walaupun pembesaran ringan. Serangan paroksismal terjadi tiap 3-4 hari,
biasanya pada waktu sore dan parasiternia sangat rendah < 1%. Komplikasi
jarang terjadi, sindroma nefrotik dilaporkan pada infeksi plasmodium malariae
pada anak-anak Afrika. Diduga komplikasi ginjal disebabkan oleh karena
deposit kompleks immun pada glomerulus ginjal. Hal ini terbukti dengan
adanya peningkatan IgM bersama peningkatan titer antibodinya. Pada
pemeriksaan dapat dijumpai edema, asites, proteinuria yang banyak,
hipoproteinaemia, tanpa uremia dan hipertensi. Keadaan ini prognosisnya
jelek, respons terhadap pengobatan anti malaria tidak menolong, diet dengan
kurang garam dan tinggi protein, dan diuretik boleh dicoba, steroid tidak
berguna. Pengobatan dengan azatioprin dengan dosis 2-2,5 mg/kg B.B selama
12 bulan tampaknya memberikan hasil yang baik; siklofosfamid lebih sering
memberikan effek toksik. Recrudescence sering terjadi pada plasmodium
malariae, parasit dapat bertahan lama dalam darah perifer, sedangkan bentuk
diluar eritrosit (di hati) tidak terjadi pada P. malariae.
d. Manifestasi Klinis Malaria Ovale
Merupakan bentuk yang paling ringan dari semua jenis malaria. Masa inkubasi
11-16 hari, Serangan paroksismal 3-4 hari terjadi malam hari dan jarang lebih
dari 10 kali walaupun tanpa terapi. Apabila terjadi infeksi campuran dengan
plasmodium lain, maka P. ovale tidak akan tampak didarah tepi, tetapi
plasmodium yang lain yang akan ditemukan. Gejala klinis hampir sama dengan
malaria vivaks, lebih ringan, puncak panas lebih rendah dan
perlangsungan lebih pendek serta dapat sembuh spontan tanpa pengobatan.
Serangan menggigil jarang terjadi dan splenomegali jarang sampai dapat
diraba.
1. Manifestasi malaria dengan komplikasi3
a. Manifestasi Klinis Malaria Tropika atau M. falciparum
Malaria tropika merupakan bentuk yang paling berbahaya karena dapat
menyebabkan penyakit ini menjadi penyakit yang berat, ditandai dengan
panas yang ireguler, anaemia, splenomegali, parasitemia sering dijumpai,
dan sering terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria tropika
mempunyai perlangsungan yang cepat, dan parasitemia yang tinggi dan
menyerang semua bentuk eritrosit. Gejala prodromal yang sering dijumpai yaitu
sakit kepala, nyeri belakang atau tungkai, lesu, perasaan dingin, mual, muntah
dan diare. Parasit sulit ditemui pada penderita dengan pengobatan supresif.
Panas biasanya ireguler dan tidak periodik, sering terjadi hiperpireksia dengan
temperatur di atas 40oC. Gejala lain berupa konvulsi, pneumonia aspirasi dan
banyak keringat walaupun temperatur normal. Apabila infeksi memberat
nadi cepat, nausea, muntah, diarea menjadi berat dan diikuti kelainan paru
(batuk). Splenomegali dijumpai lebih sering dari hepatomegali dan
nyeri pada perabaan; hati membesar dapat disertai timbulnya ikterus.
Kelainan urin dapat berupa albuminuria, hialin dan kristal yang granuler.
Anemia lebih menonjol dengan leukopenia dan monositosis. Penderita
malaria falsiparum berat biasanya datang dalam keadaan kebingungan atau
mengantuk dan keadaannya sangat lemah (tidak dapat duduk atau berdiri).
Pada pemeriksaan darah ditemukan P. falciparum stadium aseksual. (trofozoit
dan atau skizon) dan penyebab lain (infeksi bakteri atau virus) disingkirkan.
Selain itu, dapat ditemukan satu atau lebih keadaan di bawah ini:
Malaria otak atau malaria serebral
Malaria otak merupakan penyulit yang menyebabkan kematian
tertinggi (80%) bila dibandingkan dengan malaria berat lainnya. Gejala
klinisnya dapat dimulai secara lambat atau mendadak setelah gejala
permulaan. Sakit kepala dan rasa mengantuk disusul dengan ganguan
kesadaran, kelainan saraf dan kejang yang 'bersifat fokal atau.
menyeluruh.
Dapat ditemukan perdarahan pada retina, tetapi papil edema jarang
ditemukan. Gejala neurologi yang timbul dapat menyerupai meningitis,
epilepsi, delirium akut, intoksikasi, sengatan panas (heat stroke). Pada
orang dewasa koma timbul beberapa hari setelah demam, bahkan pada
orang nonimun dapat timbul lebih cepat. Pada anak koma timbul kurang
dari dua hari, setelah demam yang didahului dengan kejang dan berlanjut
dengan penurunan kesadaran. Koma adalah bila dalam waktu ± 30
merit penderita tidak memberikan respons motorik dan atau verbal.
Anemia berat
Komplikasi ini ditandai dengan menurunnya Ht (hematokrit) secara
mendadak (< 15%) atau kadar hemoglobin < 5 g%. Anemia
merupakan komplikasi yang penting dan sering ditemukan pada anak.
Hal ini dapat memburuk pada waktu penderita mulai diobati,
terutama bila jumlah parasit dalam darah sangat tinggi. Anemia
umumnya bersifat normositik normokrom, tetapi retikulosit biasanya tidak
ditemukan. Walaupun demikian, anemia mikrositik dan hipokrom dapat
ditemukan baik karena defisiensi zat besi atau kelainan hemoglobin.
Hipoglikemia
Hipoglikemia merupakan manifestasi malaria falciparum yang penting.
Dapat ditemukan sebelum pengobatan terutama pada ibu hamil dan anak
atau setelah pemberian infus kina pada penderita malaria berat.
Manifestasi klinis berupa cemas, berkeringat, dilatasi pupil, napas pendek,
oliguria, kedinginan, takikardi dan kepala terasa. ringan (melayang).
Gejala klinis ini dapat berkembang menjadi gaduh gelisah, kejang, syok
dan koma.
Pada pemeriksaan laboratorium konsentrasi gula darah turun sampai <40
mg/dl. Pada penderita dapat diberi 50 cc dekstrosa 50% yang diencerkan
cairan infus dengan volume yang sama dan diberikan dalam waktu 5
menit. Kemudian diikuti dengan infus dekstrosa 5% atau 10% secara intra
vena. Pemantauan gula darah dipadukan untuk mengatur infus dekstrosa.
Demam Tinggi
Suhu tubuh dapat mencapai 39°C-40°C terutama pada anak. Hal ini
menyebabkan kejang-kejang dan gangguan kesadaran. Pada ibu
hamil, demam tinggi dapat menyebabkan fetal distress. Untuk
menurunkan suhu tubuh dapat diberikan parasetamol 15 mg/kgbb baik
per oral, supositoria atau nasogastric tube. Pemberian kompres juga
membantu.
Hiperparasitemia
Pada penderita non-imun kepadatan parasit tinggi dalam darah (> 5%
sel darah merah) dan ditemukannya skizon dalam darah tepi. Dapat
dihubungkan dengan malaria berat. Toleransi ditemukan di daerah
endemis tinggi malaria, dimana penderita hiperparasitemia seringkali
tidak disertai gejala klinis. Pemberian obat malaria harus segera dilakukan,
bila perlu secara parenteral. Pada penderita malaria berat dengan
parasitemia > 10% dapat dilakukan exchange transfus.
Penatalaksanaan dan Pengobatan
Berdasarkan pemeriksaan, baik secara langsung dari keluhan yang timbul maupun lebih
berfokus pada hasil laboratium maka dokter akan memberikan beberapa obat-obatan kepada
penderita. Diantaranya adalah pemberian obat untuk menurunkan demam seperti
paracetamol, vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh sebagai upaya membantu
kesembuhan. Selain itu untuk menurunkan demam tanpa obat juga dapat dilakukan dengan
pengompresan.
Berdasarkan suseptibilitas berbagai macam stadium parasit malaria terhadap obat
antimalaria, maka obat antimalaria dapat juga dibagi dalam 5 golongan yaitu :
1. Skizontisida jaringan primer yang dapat membunuh parasit stadium
praeritrositik dalam hati sehingga mencegah parasit masuk dalam eritrosit, jadi
digunakan sebagai obat profilaksis kausal. Obatnya adalah proguanil,
pirimetamin.
2. Skizontisida jaringan sekunder dapat membunuh parasit siklus eksoeritrositik
P. vivax dan P. ovale dan digunakan untuk pengobatan radikal sebagai obat
anti relaps, obatnya adalah primakuin.
3. Skizontisida darah yang membunuh parasit stadium eritrositik, yang
berhubungan dengan penyakit akut disertai gejala klinik. Obat ini digunakan
untuk pengobatan supresif bagi keempat spesies Plasmodium dan juga dapat
membunuh stadium gametosit P. vivax, P. malariae dan P. ovale, tetapi tidak
efektif untuk gametosit P. falcifarum. Obatnya adalah kuinin, klorokuin atau
amodiakuin; atau proguanil dan pirimetamin yang mempunyai efek terbatas.
4. Gametositosida yang menghancurkan semua bentuk seksual termasuk
gametosit P. falcifarum. Obatnya adalah primakuin sebagai gametositosida
untuk keempat spesies dan kuinin, klorokuin atau amodiakuin sebagai
gametositosida untuk P. vivax, P. malariae dan P. ovale.
5. Sporontosida yang dapat mencegah atau menghambat gametosit dalam darah
untuk membentuk ookista dan sporozoit dalam nyamuk Anopheles. Obat –
obat yang termasuk golongan ini adalah primakuin dan proguanil.
Obat anti malaria yang tersedia di Indonesia antara lain klorokuin, sulfadoksin-pirimetamin,
kina, primakuin, serta derivat artemisin. Klorokuin merupakan obat antimalaria standar untuk
profilaksis, pengobatan malaria klinis dan pengobatan radikal malaria tanpa komplikasi
dalam program pemberantasan malaria, sulfadoksin-pirimetamin digunakan untuk
pengobatan radikal penderita malaria falciparum tanpa komplikasi. Kina merupakan obat
antimalaria pilihan untuk pengobatan radikal malaria falciparum tanpa komplikasi. Selain itu
kina juga digunakan untuk pengobatan malaria berat atau malaria dengan komplikasi.
Primakuin digunakan sebagai obat antimalaria pelengkap pada malaria klinis, pengobatan
radikal dan pengobatan malaria berat. Artemisin digunakan untuk pengobatan malaria tanpa
atau dengan komplikasi yang resisten multidrug.
Penggunaan obat antimalaria tidak terbatas pada pengobatan kuratif saja tetapi juga
termasuk:
1. Pengobatan pencegahan (profilaksis) bertujuan mencegah terjadinya infeksi atau
timbulnya gejala klinis. Penyembuhan dapat diperoleh dengan pemberian terapi jenis
ini pada infeksi malaria oleh P. falciparum karena parasit ini tidak mempunyai fase
eksoeritrosit.
2. Pengobatan kuratif dapat dilakukan dengan obat malaria jenis skizontisid.
Pencegahan transmisi bermanfaat untuk mencegah infeksi pada nyamuk atau mempengaruhi
sporogonik nyamuk. Obat antimalaria yang dapat digunakan seperti jenis gametosid atau
sporontosid.1,2
Ada beberapa jenis obat yang dikenal umum yang dapat digunakan dalam pengobatan
penyakit malaria, antara lain:8
A. Klorokuin ( 7-4-(4-dietilamino-1-metil-butil-amino ) kuinolin adalah turunan 4-
aminokuinolin.
Aktivitas anti malaria :
Klorokuin hanya efektif terhadap parasit dalam fase eritrosit, sama sekali tidak
efektif terhadap parasit di jaringan. Efektivitasnya sangat tinggi terhadap P. vivax, P.
malariae, P. ovale. Klorokuin juga efektif terhadap ketiga gamet plasmodium tersebut, tetapi
tidak terhadap P. falciparum. Klorokuin juga memiliki efektivitas tinggi untuk profilaksis
maupun penyembuhan malaria yang terinfeksi dengan P. malariae dan P. falciparum yang
sensitif. Gejala klinik dan parasitemia serangan akut malaria akan cepat dikendalikan oleh
klorokuin. Mekanisme kerja klorokuin masih kontroversi. Salah satu mekanisme yang
penting adalah penghambatan aktivitas polymerase heme plasmodia oleh klorokuin.
Resistensi terhadap klorokuin kini banyak ditemukan pada P. falsiparum.
Farmakokinetik
Absorpsi klorokuin setelah pemberian oral terjadi lengkap dan cepat, dan makanan
mempercepat absorpsi ini. Sedangkan, kaolin dan anfasid yang mengandung kalsium atau
magnesium dapat mengganggu absorpsi klorokuin. Sehingga, kaolin dan anfasid ini
sebaiknya tidak diberikan bersamaan dengan klorakuin. Metabolisme klorokuin dalam tubuh
berlangsung lambat sekali dan metabolitnya, monodesetilklorokuin dan bisdesetilklorokuin,
diekskresi melalui urin.
Efek samping
Efek samping yang mungkin ditemukan pada pemberian klorokuin adalah sakit
kepala ringan, gangguan pencernaan, gangguan penglihatan,, dan gatal-gatal. Pengobatan
kronik sebagai terapi supresi kadang kala menimbulkan sakit kepala, penglihatan kabur,
diplopia, erupsi kulit likenoid, rambut putih dan perubahan gambaran EKG.
Dosis tinggi parenteral yang diberikan secara cepat dapat menimbulkan toksisitas
terutama pada sistem kardiovaskular berupa hippotensi, vasodilatasi, penekanan fungsi
miokard, yang akhirnya dapat menimbulkan henti jantung. Klorokuin harus digunakan secara
hati-hati pada pasien dengan penyakit hati, atau pada pasien gangguan saluran cerna,
neurologik dan darah yang berat.
B. Pirimetamin, adalah turunan pirimidin yang berbentuk bubuk putih, tidak berasa, tidak
larut dalam air dan hanya sedikit larut dalam asam klorida.
Mekanisme kerja
Pirimetamin menghambat enzim dihidrofolat reduktase plasmodia pada kadar yang
jauh lebih rendah daripada yang diperlukan untuk menghambat enzim yang sama pada
manusia. Resistensi terhadap pirimetamin terjadi pada penggunaan yang berlebihan dan
jangka lama. Resistensi terjadi akibat mutasi pada gen-gen yang menghasilkan perubahan
asam amino sehingga mengakibatkan penurunan afinitas pirimetamin terhadap enzim
dihidrofolat reduktase plasmodia.
Farmakokinetik
Penyerapan pirimetamin di saluran cerna berlangsung lambat tetapi lengkap. Setelah
pemberian oral, kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 4-6jam. Obat ini tertimbun
terutama di ginjal, paru, hati, dan limpa, kemudian akan diekskresi lambat dengan waktu
paruh kira-kira 4 hari. Metbolitnya diekskresi melalui urin.
Efek samping
Dengan dosis besar, obat ini dapat menimbulkan anemia makrositik yang serupa
dengan yang terjadi pada defisiensi asam folat. Gejala ini akan hilang, jika pengobatannya
dihentikan atau dengan pemberian asam folinat (leukovorin). Pirimetamin dosis tinggi
bersifat teratogenik pada hewan coba, tetapi pada manusia belum terbukti. Pemberian
pirimetamin sebaiknya disertai dengan pemberian suplemen asam folat.
C. Primakuin
Mekanisme malaria
Manfaat klinik dari primakuin adalah dalam penyembuhan radikal malaria vivaks
dan ovale. Primakuin sendiri tidak menekan serangan malaria vivaks, meskipun obat ini
memperlihatkan aktivitas terhadap fase eritrosit. Demikian juga secara klinis, primakuin tidak
digunakan untuk mengatasi serangan malaria falsiparum karena tidak efektif terhadap fase
eritrosit.
Tidak banyak yang diketahui tentang cara kerja 8-aminokuinolin sebagai
antimalaria, lebih-lebih tentang aktic=vitasnya yang lebih menonjol terhadap skizon jaringan
dan gametosit. Beberapa strain P. vivax di beberapa Negara, termasuk Asia Tenggara relatif
telah menjadi resisten terhadap primakuin.
Farmakokinetik
Setelah pemberian per oral, primakuin segera diabsorpsi, dan didistribusikan luas ke
jaringan. Primakuin tidak pernah diberikan parenteral karena dapat mencetuskan terjadinya
hipotensi yang nyata. Metabolismenya berlangsung cepat dan hanya sebagian kecil dari dosis
yang diberikan yang akan diekskresikan ke urin dalam bentuk asal.
Pada pemberian dosis tunggal, konsentrasi plasma mencapai maksimum dalam
waktu 3 jam, dan waktu paruh eliminasinya 6 jam. Metabolisme oksidatif primakuin
menghasilkan 3 macam metabolit; turunan karboksil yang merupakan metabolit utama pada
manusia dan merupakan metabolit yang tidak toksik, sedangkan metabolit yang lain memiliki
aktivitas hemolitik, yang lain lebih besar dari primakuin.
Efek samping
Efek samping yang paling berat dari primakuin adalah anemia hemolitik akut pada
pasien yang mengalami defisiensi enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase ( G6PD ). Dengan
dosis yang lebih tinggi lagi, primakuin dapat menimbulkan spasme usus dan gangguan
lambung. Dosis yang lebih tinggi lagi, primakuin akan memperberat gangguan di perut dan
menyebabkan methemoglobinemia dan sianosis.
D. Kina dan alkaloid sinkona
Efek antimalaria
Kina bersama pirimetamin dan sulfadoksin masih merupakan regimen terpilih untuk
P. falsiparum yang resisten terhadap klorukin. Kina terutama berefek skizontosid darah dan
juga berefek gametositosid terhadap P. vivax dan P. malariae, tetapi tidak untuk P.
falciparum. Untuk terapi supresi dan pengobatan serangan klinik, obat ini lebih toksik dan
kurang efektif dibandingkan dengan klorokuin. Kina tidak digunakan untuk profilaksis
malaria.
Mekanisme kerjanya berkaitan dengan gugus kuinolin yang dimilikinya, dan
sebagian disebabkan karena kina merupakan basa lemah, sehingga akan memiliki kepekaan
yang tinggi di dalam vakuola makanan P. falsiparum. Kina juga menurunkan kepekaan
lempeng saraf sehingga respons terhadap rangsang berulang berkurang. Jadi, kina melawan
efek fisostigmin seperti halnya kurare. Efek kurariform ini mempunyai arti klinis yang
penting, yaitu mengurangi gejala klinis pada pasien miotonia congenital, tetapi dapat
menyebabkan distress pernapasan dan disfagia pada pasien miastenia gravis.
Farmakokinetik
Kina dan turunannya diserap baik terutama melaluii usus halus bagian atas. Kadar
puncaknya dalam plasma dicapai dalam waktu 1-3 jam setelah suatu dosis tunggal.
Distribusinya luas, terutama ke hati, tetapi kurang ke paru, ginjal, dan limpa; kina juga
melalui sawar uri.
Sebagian besar alkaloid sinkona dimetabolisme dalam hati, sehingga hanya kira-kira
20% yang diekskresikan dalm bentuk utuh di urin. Alkaloid sinkona diekskresikan terutama
melalui urin dalam bentuk metabolit hidroksi, dan sebagian kecil melalui tinja, getah
lambung, empedu dan liur.
Efek samping
Gejala yang ringan, lebih dahulu tampak di sistem pendengaran dan penglihatan.
Pada keracunan yang lebih berat, terlihat gangguan gastrointestinal, saraf, kardiovaskuler,
dan kulit. Lebih lanjut lagi terjadi perangsangan SSP, seperti bingung, gelisah, dan delirium.
Kina juga menyebabkan gangguan ginjal, hipoprotrombinemia, dan agranulositosis.
E. Obat malaria lain8
Proguanil atau kloroguanid adalah turunan biguanid yang berefek skizontosid
melalui mekanisme antifolat. Penggunaannya mudah dan hampir tidak ada efek
samping. Dahulu digunakan terutama untuk terapi profilaksis dan supresi jangka
panjang terhadap malaria tropika. Sayangnya, obat ini mudah sekali mengalami
resistensi sehingga penggunaanya telah tergeser oleh antifolat yang lain yang lebih
efektif. Proguanil ini cukup aman digunakan pada ibu hamil.
Meflokuin. Obat ini digunakan untuk mencegah dan mengobati malaria yang
resisten terhadap klorukiun dan P. falsiparum yang resisten dengan banyak obat.
Tetapi, obat ini tidak diindikasikan untuk mengobati malaria falsiparum berat.
Meflokuin memiliki aktivitas skizontosid darah yang kuat terhadap P. falsiparum
dan P. vivax, tetapi tidak aktif terhadap fase eksoeritrosit dan gametosit. Obat ini
diserap dengan baik di saluran cerna dan banyak terikat pada protein plasma.
Saluran cerna merupakan reservoar untuk obat ini, karena obat ini mengalami
sirkulasi enterohepatik dan enterogastrik. Ekskresinya dalam bentuk berbagai
metabolit terjadi terutama melalui fese dan hanya sedikit yang melalui urin. Efek
samping yang sering terjadi berkaitan dengan dosis, antara mual, muntah, nyeri
abdomen, diare, sakit kepala, dan pusing.
Halofantrin adalah fenantrena methanol yang secara struktur mirip dengan kina.
Obat ini digunakan sebagai pilihan selain kina dan meflokuin untuk mengobati
serangan akut malaria yang resisten klorokuin dan P. falsiparum yang resisten
terhadap berbagai obat.
Halofantrin memiliki efektivitas tinggi sebagai skizontosid darah, tetapi tidak untuk
fase eksoeritrosit dan gametosit. Penggunaan obat ini terbatas, karena absorpsinya
yang ireguler dan potensinya menimbulkan aritmia jantung dan obat ini tidak
digunakan untuk profilaksis malaria. Efek samping dari halofantrin antara lain mual,
muntah, nyeri abdomen, diare, pruritus dan rash. Pada dosis yang tinggi, halofantrin
dapat menimbulkan aritmia ventricular bahkan kematian.
Kombinasi sulfadoksin-pirimetamin. Obat ini sangat efektif untuk mengobati pasien
malaria karena P. falsiparum yang sudah resisten terhadap klorokuin. Obat ini
bekerja dengan cara mencegah pembentukan asam folinat ( asam tetrahidrofolat )
dari PABA pada plasmodia.
Artemisinin dan derivatnya. Obat ini merupakan senyawa trioksan yang diekstrak
dari tanaman Artemisia annua (qinghaosu).
Derivatnya antara lain :
artesunat, merupakan garam suksinil natrium artemisinin yang larut baik
dalam air, tetapi tidak stabil dalam larutan.
artemeter, merupakan metal eter artemisinin yang larut dalam lemak. Dalam
uji klinis, artemeter cepat sekali dalam mengatasi parasitemia pada malaria
yang ringan maupun berat.
Atovakuon adalah hidroksi naftokuinon. Obat ini hanya diberikan secara oral.
Bioavailabilitasnya rendah dan tidak menentu, tetapi absorpsinya dapat ditingkatkan
oleh makanan berlemak. Sebagian besar, obat dieliminasi dalam bentuk utuh ke
dalam feses. Mekanisme kerja adalah dengan menghambat transpor electron pada
membran mitokondria plasmodium.8
Pencegahan3
Tindakan pencegahan infeksi malaria sangat penting untuk individu yang non-imun,
khususnya pada turis nasional maupun internasional. Kemoprofilaktis yang dianjurkan
ternyata tidak memberikan perlindungan secara penuh. Masih sangat dianjurkan untuk
memperhatikan tindakan pencegahan untuk menghindarkan diri dari gigitan nyamuk yaitu
dengan cara:
Tidur dengan kelambu.
Menggunakan obat pembunuh nyamuk, seperti gosok, spray,asap dan elektrik.
Mencegah berada didalam alam bebas dimana nyamuk dapat menggigit atau harus
memakai proteksi memakai baju lengan panjang. Nyamuk akan menggigit diantara
jam 18.00 sampai jam 06.00.
Memproteksi tempat tinggal atau kamar tidur dari nyamuk dengan kawat anti
nyamuk.
Bila akan digunakan kemoprofilaktis perlu diketahui sensitivitas plasmodium di
tempat tujuan. Bila daerah dengan klorokuin sensitif (seperti Minahasa) cukup
profilaktis dengan 2 tablet klorokuin (250 mg) satu minggu sebelum berangkat dan 4
minggu setelah tiba kembali. Profilaktis ini juga dipakai bagi wanita hamil di daerah
endemik atau indivudu yang terbukti memiliki imunitas yang rendah. Obat baru yang
digunakan untuk pencegahan, yaitu Primakuin, Etaquin, Proguanil dan Azitromycin.
Penduduk di daerah endemis dan penduduk baru yang akanm menetap tinggal,
dianjurkan menelan klorokin 300 mg/minggu selama 6 tahun atau amodiakin 600
mg/2 minggu. Semua penderita demam di daerah endemis diberi klorokin dosis
tunggal 600 mg. Bila di daerah itu plasmodium falsiparum sudah resisten terhadap
klorokin, ditambahkan primakuin sebanyak 3 tablet.3
Prognosis5
1. Plasmodium falcifarum
Penderita malaria falciparum tanpa komplikasi prognosisnya cukup baik bila
dilakukan pengobatan dengan segera dan dilakukan observasi hasil pengobatan.
Sedangkan penderita malaria falciparum berat atau dengan komplikasi prognosisnya
buruk.
2. Plasmodium vivax
Mortalitas malaria vivaks rendah tetapi morbiditas tinggi karena seringnya terjadi
relapse.
3. Plasmodium malariae
Tanpa pengobatan, maka malaria malariae dapat berlangsung sangat lama dan
rekurens.
4. Plasmodium ovale
Malaria ovale penyakitnya ringan dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.
Kesimpulan
Dari hasil diagnosis dan pemeriksaan yakni dengan gejala gangguan kesadaran menurun dan
demam tinggi, dapat disimpulkan ini merupakan penyakit malaria tipe Plasmodium
falciparum karena hanya pada malaria tipe inilah yang dapat terjadi malaria cerebral atau
dengan ciri-ciri gangguan kesadaran, pada demam tifoid dan demam berdarah memang
gejalanya hampir mirip akan tetapi pada kedua penyakit tersebut tidak terjadi gangguan
kesadaran.
Daftar Pustaka
1. Widoyono. Penyakit tropis: Epidemiologi, penularan, pencegahan, dan
pemberantasannya. Jakarta : Erlangga, 2006.
2. Kapita selekta kedokteran / editor, Mansjoer Arif [et al.]. Ed.3,cet. 1. Jakarta : Media
Aesculapius, 2008.
3. Alwi I, Setiyohadi B, Setiati S, Simadibarata MK, Sudoyo AW. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.2813-35.
4. Staf Pengajar Departemen parasitologi,FKUI.Parasitologi kedokteran.Jakarta:Balai
penerbit FKUI;2009
5. Warrel,david. Essential malariology.4th ed.London:Euston road;2008.
6. Davey P.At a glance medicine.Jakarta:Erlangga;2009.
7. Sutanto I, Ismid. I.S, Sjarifuddin P.K, Sungkar S. Buku ajar parasitologi kedokteran.
Edisi 4. Jakarta. Balai penerbit FKUI. 2008.
8. Sulistia, Gunawan, Setiabudy R. Nafrialdi, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. Edisi
5. Jakarta. Balai Pnerbit FKUI. 2009