24
MANAJEMEN PENANGGULANGAN BENCANA DAN LINGKUNGAN MANAJEMEN BENCANA Manajemen bencana adalah suatu proses dinamis, berlanjut dan terpadu untuk meningkatkan kualitas langkah-langkah yang berhubungan dengan observasi dan analisis bencana serta pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, peringatan dini, penanganan darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi bencana. (UU 24/2007). Manajemen bencana menurut (University of Wisconsin) sebagai serangkaian kegiatan yang didesain untuk mengendalikan situasi bencana dan darurat dan untuk mempersiapkan kerangka untuk membantu orang yang renta bencana untuk menghindari atau mengatasi dampak bencana tersebut. Manajemen bencana menurut (Universitas British Columbia) ialah proses pembentukan atau penetapan tujuan bersama dan nilai bersama (common value) untuk mendorong pihak-pihak yang terlibat (partisipan) untuk menyusun rencana dan menghadapi baik bencana potensial maupun akual. Secara umum, manajemen bencana bertujuan untuk : 1. Mencegah dan membatasi jumlah korban manusia serta kerusakan harta benda dan lingkungan hidup 2. Menghilangkan kesengsaraan dan kesulitan dalam kehidupan dan penghidupan korban 3. Mengembalikan korban bencana dari daerah penampungan/ pengungsian ke daerah asal bila memungkinkan atau merelokasi ke daerah baru yang layak huni dan aman.

manajemen bencana

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tentang manajemen bencana

Citation preview

Page 1: manajemen bencana

MANAJEMEN PENANGGULANGAN BENCANA DAN LINGKUNGAN

MANAJEMEN BENCANA

Manajemen bencana adalah suatu proses dinamis, berlanjut dan

terpadu untuk meningkatkan kualitas langkah-langkah yang berhubungan

dengan observasi dan analisis bencana serta pencegahan, mitigasi,

kesiapsiagaan, peringatan dini, penanganan darurat, rehabilitasi dan

rekonstruksi bencana. (UU 24/2007).

Manajemen bencana menurut (University of Wisconsin) sebagai

serangkaian kegiatan yang didesain untuk mengendalikan situasi bencana

dan darurat dan untuk mempersiapkan kerangka untuk membantu orang

yang renta bencana untuk menghindari atau mengatasi dampak bencana

tersebut.

Manajemen bencana menurut (Universitas British Columbia) ialah proses

pembentukan atau penetapan tujuan bersama dan nilai bersama (common

value) untuk mendorong pihak-pihak yang terlibat (partisipan) untuk

menyusun rencana dan menghadapi baik bencana potensial maupun akual.

Secara umum, manajemen bencana bertujuan untuk :

1. Mencegah dan membatasi jumlah korban manusia serta kerusakan

harta benda dan lingkungan hidup

2. Menghilangkan kesengsaraan dan kesulitan dalam kehidupan dan

penghidupan korban

3. Mengembalikan korban bencana dari daerah penampungan/

pengungsian ke daerah asal bila memungkinkan atau merelokasi ke

daerah baru yang layak huni dan aman.

4. Mengembalikan fungsi fasilitas umum utama, seperti komunikasi/

transportasi, air minum, listrik, dan telepon, termasuk mengembalikan

kehidupan ekonomi dan sosial daerah yang terkena bencana.

5. Mengurangi kerusakan dan kerugian lebih lanjut.

Page 2: manajemen bencana

6. Meletakkan dasar-dasar yang diperlukan guna pelaksanaan kegiatan

rehabilitasi dan rekonstruksi dalam konteks pembangunan.

Adapula tujuan lainya adalah sebgai berikut:

1. Menghindari kerugian pada individu, masyarakat dan Negara melalui

tindakan dini. Tindakan ini merupakan pencegahan, tindakan ini efektif

sebelum bencana itu terjadi.Tindakan penghindaran biasanya dikaitkan

dengan beberapa upaya. Pertama penghilangan kemungkinan sebab.

Kalau bencana itu bisa disebabkan oleh kesalahan manusia, tindakan

penghilangan sebab tentunya bisa dilakukan. Tentunya hal ini akan

sulit bila penyebabnya adalah alam yang memiliki energi di luar

kemampuan manusia untuk melakukannya. Pergeseran lempeng bumi

yang menyebabkan gempa bumi tektonik, misalnya, merupakan sebab

yang sampai saat ini belum diatasi manusia. Oleh karena itu tindakan

penghindaran bencana alam lebih diarahkan pada menghilangkan,

atau mengurangi kondisi yang dapat menimbulkan bencana. Kondisi

dimaksud dalah struktur bangunan yang sesuai untuk kondisi gempa

yang dapat bangunan tahan terhadap goncangan, sehingga dapat

menghidari kerugian fisik, ekonomi, dan lingkungan.

2. Meminimalisasi kerugian pada individu, masyarakat dan Negara

berupa kerugian yang berkaitan dengan orang, fisik, ekonomi, dan

lingkungan bila bencana tersebut terjadi, serta efektif bila bencana itu

telah terjadi. Tetapi perlu diingat, piranti tindakan meminimalisasi

kerugian itu telah dilakukan jauh sebelum bencana itu terjadi. Contoh

bencana alam dengan cepat akan menimbulkan masalah pada

kesehatan akibat luka parah, bahkan meninggal, maka tindakan

minimalisasi yang harus dilakukan sejak dini adalah penyebaran pusat-

pusat medis ke berbagai wilayah, paling tidak sampai tingkat

kecamatan.

3. Meminimalisasi penderitaan yang ditanggung oleh individu dan

masyarakat yang terkena bencana. Ada juga yang menyebut tindakan

Page 3: manajemen bencana

ini sebagai pengentasan. Tujuan utamanya adalah membantu individu

dan masyarakat yang terkena bencana supaya dapat bertahan hidup

dengan cara melepaskan penderitaan yang langsung dialami. Bantuan

tenda, pembangunan kembali perumahan yang hancur, memberi

subsidi, termasuk kedalam kategori ini. Pemberian pemulihan kondisi

psikis individu dan masyarakat yang terkena bencana juga perlu

karena bertujuan untuk mengembalikan optimisme dan kepercayaan

diri.

4. Untuk memperbaiki kondisi sehingga indivudu dan masyarakat dapat

mengatasi permasalahan akibat bencana. Perbaikan kondisi terutama

diarahkan kepada perbaikan infrastruktur seperti jalan, jembatan,

listrik, penyedian air bersih, sarana komunikasi, dan sebagainya.

Mekanisme manajemen bencana terdiri dari :

1. Mekanisme internal atau informal, yaitu unsur-unsur masyarakat di

lokasi bencana yang secara umum melaksanakan fungsi pertama dan

utama dalam manajemen bencana dan kerapkali disebut mekanisme

manajemen bencana alamiah, terdiri dari keluarga, organisasi sosial

informal (pengajian, pelayanan kematian, kegiatan kegotong

royongan, arisan dan sebagainya) serta masyarakat lokal.

2. Mekanisme eksternal atau formal, yaitu organisasi yang sengaja

dibentuk untuk tujuan manajemen bencana, contoh untuk Indonesia

adalah BAKORNAS PB, SATKORLAK PB dan SATLAK PB.

Secara umum manajemen bencana dan keadaan darurat adalah tahapan

pra-bencana, saat bencana, dan pasca-bencana. Untuk daerah-daerah yang

kerap tertimpa bencana entah itu yang dibuat manusia (banjir, longsor,

luapan lumpur, dll.) ataupun yang tak terduga secara awam (gempa

tektonik, vulkanik, angin puting beliung, dll.), sebaiknya menerapkan

tahapan-tahapan kerja yang lebih mendetail. Setiap tahapan itu adalah

sebagai berikut:

Page 4: manajemen bencana

1. Riset: pelajari fenomena alam yang akan terjadi secara umum

atau khusus di satu daerah. Kontur tanah hingga letak geografis

suatu daerah menjadi pengaruh utama penanganan ke depan. Jika

yang terjadi adalah peristiwa kebakaran hutan, riset tentang lokasi

dan pendataan masyarakat di dalam ataupun sekitar hutan

mengawali paket penanganan bencana. Jika kebakaran seperti

terjadi di beberapa pasar, tentulah pendataan kelayakan pasar

tersebut akan membantu akar permasalahan bencana kebakaran

tersebut.

2. Analisis Kerawanan dan Kajian Risiko (Vulnerabilities

Analysis and Risk Assessment): ada beberapa variabel yang

bisa menyebabkan bencana ataupun keadaan darurat terjadi di

satu daerah. Matriks atas variabel ini patut didaftar untuk

kemudian dikaji risiko atau dampaknya jika satu variabel atau

paduan beberapa variabel terjadi.

3. Sosialisasi dan Kesiapan Masyarakat: pengetahuan atas

fenomena alam hingga tindakan antisipatif setiap anggota

masyarakat menjadi suatu hal mutlak dilakukan oleh Pemerintah

ataupun kalangan akademisi yang telah melakukan kajian-kajian

dan pemantauan atas fenomena alam di daerahnya.

4. Mitigasi atau persiapan mendekati terjadinya bencana atau

keadaan darurat. Persiapan menghadapi banjir di komplek

perumahan saya, misalnya, dilakukan dengan membersihkan

saluran got dan membangun daerah-daerah penyerapan air ke

tanah. Setiap minggu ada pemuda Karang Taruna berkeliling

meneriakkan “3M”.

5. Warning atau peringatan bencana: di saat hari ini Gunung

Kelud sudah “batuk” cukup parah, sosialisasi bahaya letusan yang

lebih besar selayaknya juga dilakukan tak hanya dengan upaya

persuasif. Tindakan memaksa selayaknya juga diterapkan, tentu

ada sosialisasi tindakan ini harus diambil, jauh sebelum bencana ini

Page 5: manajemen bencana

terdeteksi. Teriakan melalui pengeras suara masjid ataupun

kentongan hingga SMS Blast ke setiap pemilik telepon selular di

daerah tersebut bisa menjadi alternatif peringatan bagi warga

masyarakat.

6. Tindakan Penyelamatan: jika yang terjadi adalah angin puting

beliung, tentulah tempat paling aman berada di bawah tanah

dengan kedalaman dan persiapan logistik yang memadai. Jika yang

terjadi adalah banjir, penyelamatan barang pribadi ke tempat lebih

tinggi menjadi kewajiban selain logistik dan perahu karet jika

diperlukan.

7. Komunikasi: faktor komunikasi tetap harus terjaga, yang bisa

dilakukan dengan sistem telepon satelit (lihat www.psn.co.id untuk

alat komunikasi langsung ke satelit), agar bala-bantuan hingga

kepastian keadaan sesaat setelah terjadi bencana bisa terdeteksi

dari Jakarta ataupun pusat pemerintah provinsi.

8. Penanganan Darurat: jika ada anggota masyarakat yang

memerlukan perawatan medis ataupun ada anggota masyarakat

yang dinyatakan hilang, kesiapan regu penyelamat harus

terkoordinasi dengan baik.

9. Keberlangsungan Penanganan: jika banjir tidak surut dalam

waktu satu-dua hari ataupun lokasi bencana tak memiliki jalur

transportasi yang memadai, upaya yang berkelanjutan adalah

kewajiban pemerintah daerah ataupun pusat dengan selalu

berkoordinasi di lapangan.

10. Upaya Perbaikan: tahapan pasca-bencana ataupun pasca-

keadaan darurat adalah “proses pengobatan” yang memakan

waktu lama. Jika peristiwa Tsunami Aceh memakan korban jiwa

dan harta yang sangat besar, merancang perbaikan harus

dilakukan secara seksama mengingat biaya yang besar yang

dikumpulkan dari masyarakat, bahkan masyarakat internasional.

Jika peristiwa banjir yang tiap tahun melanda pinggiran Kali

Page 6: manajemen bencana

Ciliwung, tentunya lebih baik dilakukan tindakan antisipatif yang

lebih komprehensif dalam kerangka perbaikan di masa mendatang.

11. Pelatihan dan Pendidikan: untuk mendapatkan hasil terbaik

untuk mengantisipasi hingga mengupayakan perbaika pasca-

bencana, setiap daerah harus memiliki petugas-petugas yang

cakap dan berpengetahuan. Untuk itu diperlukan pendidikan dan

pelatihan yang selalu sejalan dengan penemuan teknologi

penanganan bencana termutakhir.

12. Simulasi: setelah memiliki petugas yang cakap dan

berpengetahuan, setiap daerah harus melaksanakan simulasi

penanganan bencana atapun keadaan darurat agar setiap anggota

masyarakat bisa mengantisipasi hingga menyelamatkan diri dan

anggota keluarganya , sehingga beban daerah ataupun kerugian

pribadi dapat diminimalisasi.

Berbicara manajemen bencana kita harus tahu juga mengenai apa itu

bencana?

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam

dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan,

baik oleh faktor alam dan/atau non-alam maupun faktor manusia sehingga

mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,

kerugian harta benda, dan dampak psikologis (UU 24/2007)

Bencana dibagi menjadi 3: alam, non-alam dan sosial

Sedikit membahas tentang bencana kita akan mmbahas tentang resiko, ini

berawal dari kerentanan yang nantinya menjadi resiko bencana dan ada

pemicu sehingga menjadi bencana.bisa dikatakan ini kondisi bahaya

(hazard)

1. Faktornya Geologi

Gempa bumi, tsunami, longsor, gerakan tanah

Page 7: manajemen bencana

2. Hidro-meteorologi

Banjir, topan, banjir bandang,kekeringan

3. Teknologi

Kecelakaan transportasi, industri

4. Lingkungan

Kebakaran,kebakaran hutan, penggundulan hutan.

5. Sosial

Konflik, terrorisme

6. Biologi

Epidemi, penyakit tanaman, hewan

Dan bagaimana penangananya ? Dibagi menjadi 3 periode menurut data

diatas:

1. Pra Bencana : pencegahan lebih difokuskan, kesiapsiagaan berlevel

medium

2. Bencana : pada saat kejadian / krisis tanggap darurat menjadi

kegiataan     terpenting

3. Pasca Bencana : pemulihan dan reconstruksi menjadi proses

terpenting setelah bencana

Kegiatan-kegiatan manajemen bencana :

1. Pencegahan (prevention)

2. Mitigasi (mitigation)

3. Kesiapan (preparedness)

4. Peringatan Dini (early warning)

5. Tanggap Darurat (response)

6. Bantuan Darurat (relief)

7. Pemulihan (recovery)

8. Rehablitasi (rehabilitation)

9. Rekonstruksi (reconstruction)

Page 8: manajemen bencana

Pencegahan (prevention)

Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana (jika mungkin

dengan meniadakan bahaya).

               Misalnya :

i. Melarang pembakaran hutan dalam perladangan

ii. Melarang penambangan batu di daerah yang curam

iii. Melarang membuang sampah sembarangan

Mitigasi Bencana (Mitigation)

Serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui

pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan

menghadapi ancaman bencana (UU 24/2007) atau upaya yang dilakukan

untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana.

   Bentuk mitigasi :

a. Mitigasi struktural (membuat chekdam, bendungan, tanggul

sungai, rumah tahan gempa, dll.)

b. Mitigasi non-struktural (peraturan perundang-undangan,

pelatihan, dll.)

Kesiapsiagaan (Preparedness)

Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui

pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna

(UU 24/2007)

Misalnya: Penyiapan sarana komunikasi, pos komando, penyiapan lokasi

evakuasi, Rencana Kontinjensi, dan sosialisasi peraturan / pedoman

penanggulangan bencana.

Peringatan Dini (Early Warning)

Serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada

masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat

Page 9: manajemen bencana

oleh lembaga yang berwenang (UU 24/2007) atau Upaya untuk memberikan

tanda peringatan bahwa bencana kemungkinan akan segera terjadi.

Pemberian peringatan dini harus :

1. Menjangkau masyarakat (accesible)

2. Segera (immediate)

3. Tegas tidak membingungkan (coherent)

4. Bersifat resmi (official)

Tanggap Darurat (response)

·        Upaya yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk

menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan

korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian

Bantuan Darurat (relief)

Merupakan upaya untuk memberikan bantuan berkaitan dengan pemenuhan

kebutuhan dasar berupa :

1. Pangan

2. Sandang

3. Tempat tinggal sementara

4. kesehatan, sanitasi dan air bersih

Pemulihan (recovery)

1. Proses pemulihan darurat kondisi masyarakat yang terkena

bencana, dengan memfungsikan kembali prasarana dan sarana

pada keadaan semula.

2. Upaya yang dilakukan adalah memperbaiki prasarana dan

pelayanan dasar (jalan, listrik, air bersih, pasar puskesmas, dll).

Rehabilitasi (rehabilitation)

Page 10: manajemen bencana

Upaya langkah yang diambil setelah kejadian bencana untuk membantu

masyarakat memperbaiki rumahnya, fasilitas umum dan fasilitas sosial

penting, dan menghidupkan kembali roda perekonomian.

Rekonstruksi (reconstruction)

Program jangka menengah dan jangka panjang guna perbaikan fisik, sosial

dan ekonomi untuk mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi

yang sama atau lebih baik dari sebelumnya.

 Dengan melihat manajemen bencana sebagai sebuah kepentingan

masyarakat kita berharap berkurangnya korban nyawa dan kerugian harta

benda. Dan yang terpenting dari manajemen bencana ini adalah adanya

suatu langkah konkrit dalam mengendalikan bencana sehingga korban yang

tidak kita harapan dapat terselamatkan dengan cepat dan tepat dan upaya

untuk pemulihan pasca bencana dapat dilakukan dengan secepatnya.

Pengendalian itu dimulai dengan membangun kesadaran kritis

masyarakat dan pemerintah atas masalah bencana alam, menciptakan

proses perbaikan total atas pengelolaan bencana, penegasan untuk lahirnya

kebijakan lokal yang bertumpu pada kearifan lokal yang berbentuk peraturan

nagari dan peraturan daerah atas menejemen bencana. Yang tak kalah

pentingnya dalam manajemen bencana ini adalah sosialisasi kehatian-hatian

terutama pada daerah rawan bencana.

MANAJEMEN BENCANA BERBASIS MASYARAKAT

Konsep dasar manajemen bencana berbasis masyarakat adalah upaya

meningkatkan kapasitas masyarakat atau mengurangi kerentanan

masyarakat. Besaran bencana merupakan akumulasi berbagai ancaman

bahaya dengan rangkaian kerentanan yang ada di masyarakat. Rangkaian

kerentanan ini antara lain terdiri dari kemiskinan, kurangnya kewaspadaan,

Page 11: manajemen bencana

kondisi alam yang sensitif, ketidak-berdayaan, dan berbagai tekanan dinamis

lainnya. Kerentanan satu kelompok masyarakat dengan kelompok

masyarakat yang lain berbeda akar masalahnya, demikian pula ancaman

bahayanya pun berbeda-beda jenisnya.

Berbagai jenis ancaman bahaya, berdasar penyebabnya dapat

diklasifikasikan menjadi empat, yaitu bencana geologi, bencana iklim,

bencana lingkungan, dan bencana sosial. Bencana geologi antara lain gempa

bumi, tsunami, letusan gunung berapi, dan tanah longsor. Bencana iklim

antara lain banjir, kekeringan, dan badai. Bencana lingkungan antara lain

pencemaran lingkungan (air, udara, tanah), eksploitasi sumber daya alam

berlebihan termasuk penjarahan hutan, alih fungsi lahan di kawasan lindung,

penerapan teknologi yang keliru, dan munculnya wabah penyakit. Bencana

sosial antara lain kehancuran budaya, budaya tidak peduli, KKN, politik tidak

memihak rakyat, perpindahan penduduk, kesenjangan sosial ekonomi

budaya, konflik dan kerusuhan.

Banyak pihak telah mencoba menyusun siklus manajemen dengan

maksud dan tujuan agar mudah dipahami dan mudah diaplikasikan terutama

oleh masyarakat umum. Sebagai contoh pihak United Nation Development

Program (UNDP) dalam program pelatihan manajemen bencana yang

diselenggarakan tahun 1995 dan 2003, menyusun siklus manajemen

bencana dalam versi cukup sederhana. UNDP membagi manajemen bencana

menjadi empat tahapan besar. Tahap pertama kesiapsiagaan (perencanaan

siaga, peringatan dini), tahap kedua tanggap darurat (kajian darurat,

rencana operasional, bantuan darurat), tahap ketiga pasca darurat

(pemulihan, rehabilitasi, penuntasan, pembangunan kembali), tahap

keempat pencegahan dan mitigasi atau penjinakan.

Pengalaman menunjukkan, dari keempat tahap tersebut justru tahap

kedua yaitu tahap tanggap darurat yang selalu penuh "hiruk pikuk" tetapi

koordinasinya sangat lemah. Hal ini membuktikan bahwa manakala bencana

itu terjadi, penanganan bencana selalu dilakukan dalam suasana kepanikan

dan kebingungan. Pada saat tanggap darurat ini nampak ada yang terkaget-

Page 12: manajemen bencana

kaget dan merasa kecolongan, ada yang serius, ada yang menjadi "seksi

repot", ada yang hanya menonton saja, bahkan ada yang berpura-pura

minta sumbangan tetapi untuk kepentingan pribadi.

Pada tahap ketiga, yaitu pasca darurat, nuansa rehabilitasi dan

rekonstruksi mulai berbau "proyek", banyak pihak yang mencari kesempatan

dalam kesempitan. Pada tahap keempat, yaitu pencegahan dan mitigasi,

semua pihak mulai melupakan peristiwa bencana yang lalu, hampir semua

tidak peduli lagi harus berbuat apa. Kembali ke tahap pertama, yaitu

kesiapsiagaan, bisa dipastikan semua pihak tidak siap dan tidak siaga, dan

bila terjadi bencana, kembali kecolongan, terkaget-kaget dan panik. Padahal

penanganan keempat tahap sejak kesiapsiagaan, tanggap darurat, pasca

darurat, pencegahan dan mitigasi masing-masing memiliki bobot keseriusan

yang sama.

Cita-cita manajemen bencana berbasis masyarakat atau community

based disaster management sudah menjadi visi dari negara-negara maju di

muka bumi ini. Peristiwa bencana gempa dan tsunami di NAD juga membuka

mata dan hati kita betapa di muka bumi ini masih ada semangat

perikemanusiaan dan gotong royong membantu para korban. Berdasar fakta

tersebut, merealisasikan manajemen bencana berbasis masyarakat bukan

hal yang mustahil, walaupun banyak kendala dan hambatan yang harus

bersama-sama kita hadapi.

Kelompok masyarakat sebagai pelaku utama manajemen bencana ini

harus dapat diupayakan dari tingkat yang paling kecil yaitu kelompok Rukun

Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), dusun, kampung, sampai kelompok yang

lebih besar yaitu desa atau kelurahan, kecamatan, bahkan kota atau

kabupaten.

Hal yang perlu dipersiapkan, diperhatikan dan dilakukan

bersama-sama oleh pemerintahan, swasta maupun masyarakat

dalam mitigasi bencana, antara lain:

Page 13: manajemen bencana

1. Kebijakan yang mengatur tentang pengelolaan kebencanaan atau

mendukung usaha preventif kebencanaan seperti kebijakan tataguna

tanah agar tidak membangun di lokasi yang rawan bencana.

2. Kelembagaan pemerintah yang menangani kebencanaan, yang

kegiatannya mulai dari identifikasi daerah rawan bencana,

penghitungan perkiraan dampak yang ditimbulkan oleh bencana,

perencanaan penanggulangan bencana, hingga penyelenggaraan

kegiatan-kegiatan yang sifatnya preventif kebencanaan.

3. Indentifikasi lembaga-lembaga yang muncul dari inisiatif masyarakat

yang sifatnya menangani kebencanaan, agar dapat terwujud

koordinasi kerja yang baik.

4. Pelaksanaan program atau tindakan ril dari pemerintah yang

merupakan pelaksanaan dari kebijakan yang ada, yang bersifat

preventif kebencanaan.

5. Meningkatkan pengetahuan pada masyarakat tentang ciri-ciri alam

setempat yang memberikan indikasi akan adanya ancaman bencana.

Tujuan dari manajemen bencana berbasis masyarakat adalah :

1. Meningkatkan kesadaran dan kesiap-siagaan masyarakat, terutama

pada daerah-daerah yang rawan bencana.

2. Memperkenalkan cara membuat peta bahaya setempat.

3. Memperkuat kemampuan masyarakat dalam menanggulangi bencana

dengan menjalin kerja sama dengan pihak-pihak terkait.

4. Mengembangkan organisasi bencana di daerah.

5. Memperkaya pengetahuan masyarakat dengan pendidikan tentang

bencana.

6. Mempertinggi kesadaran masyarakat akan lingkungan hidup

DESERTIFIKASI

1.   Definisi Desertifikasi

Page 14: manajemen bencana

Desertifikasi  adalah persisten degradasi dari ekosistem lahan kering

dengan variasi iklim dan aktivitas manusia. Home untuk sepertiga dari

populasi manusia pada tahun 2000, lahan kering menempati hampir

setengah dari luas daratan bumi. Di seluruh dunia, penggurunan

mempengaruhi mata pencaharian jutaan orang yang bergantung pada

ekosistem lahan kering manfaat yang dapat menyediakan.

Desertifikasi terjadi sebagai hasil dari kegagalan jangka panjang untuk

menyeimbangkan kebutuhan manusia untuk jasa ekosistem dan jumlah

ekosistem dapat pasokan. Tekanan meningkat pada ekosistem lahan kering

untuk menyediakan jasa seperti makanan, pakan, bahan bakar, bahan

bangunan, dan air yang diperlukan bagi manusia, ternak, irigasi, dan

sanitasi. Kenaikan ini disebabkan oleh kombinasi faktor manusia (seperti

tekanan penduduk dan lahan pola) dan faktor iklim (seperti kekeringan).

Sementara interaksi global dan regional faktor-faktor ini sangat kompleks,

adalah mungkin untuk memahaminya pada skala lokal.

Desertifikasi adalah proses yang mengubah produktif menjadi gurun

non-produktif akibat buruk pengelolaan lahan-. Desertifikasi terjadi terutama

di daerah semi-kering (curah hujan tahunan rata-rata kurang dari 600 mm)

berbatasan dengan gurun. Di Sahel, (yang gersang daerah selatan-semi

Gurun Sahara), misalnya, gurun bergerak ke selatan 100 km antara tahun

1950 dan 1975.

Desertifikasi merupakan salah satu masalah yang paling

mengkhawatirkan di dunia lingkungan global. Ini terjadi di seluruh dunia

pada lahan kering . Setidaknya 90% dari penduduk lahan kering tinggal di

negara berkembang dan mereka menderita kondisi ekonomi dan sosial

termiskin. Lahan kering menempati 41% dari luas daratan bumi dan adalah

rumah bagi lebih dari 2 miliar orang. Telah diperkirakan bahwa sekitar 10-

20% dari lahan kering sudah terdegradasi , luas areal dipengaruhi oleh

penggurunan menjadi antara 6 dan 12 juta kilometer persegi, bahwa sekitar

1-6% dari penduduk hidup di daerah lahan kering desertified, dan bahwa

miliar orang berada di bawah ancaman dari penggurunan lebih lanjut.

Page 15: manajemen bencana

Desertifikasi merupakan fenomena bersejarah; gurun besar dunia

terbentuk oleh proses alam berinteraksi selama selang waktu yang lama.

Selama sebagian besar kali, padang pasir telah tumbuh dan menyusut

independen dari aktivitas manusia. Paleodeserts yang besar lautan pasir

sekarang tidak aktif karena mereka stabil oleh vegetasi, beberapa

memperluas luar margin sekarang gurun inti, seperti Sahara .

Desertifikasi mengacu pada baik penyebaran gurun saat ini dan

degradasi tanah di daerah curah hujan rendah. Hal ini disebabkan oleh faktor

alam, seperti kekeringan, dan faktor manusia, seperti berlebihan. Sebuah

iklim dengan variasi suhu harian besar, angin kencang dan curah hujan

intermittent namun intens membuat tanah rapuh rentan terhadap erosi dan

penggurunan.

Kebutuhan manusia meningkatkan menyebabkan penggurunan

melalui overcultivation, berlebihan, penggundulan hutan dan manajemen air

yang buruk. Makan hewan dan kerusakan kayu bakar koleksi vegetasi

memegang tanah bersama-sama. Tanah dipadatkan dengan keras binatang

berkaki kurang mampu menyerap hujan ketika hal itu jatuh dan mudah

terkikis oleh air dan angin. Memotong pohon-pohon untuk kayu bakar daun

unshaded tanah, yang menyebabkan peningkatan suhu tanah dan dalam

tingkat penguapan yang menarik garam ke permukaan. Hal ini semakin

mengurangi pertumbuhan tanaman. Tuntutan tinggi permukaan terbatas

dan cadangan air tanah yang berlebihan dan mengarah ke salinasi lebih

lanjut.

2.   Penyebab Desertifikasi

Penggembalaan adalah penyebab utama dari penggurunan di seluruh

dunia. Tanaman daerah semi-kering yang disesuaikan untuk dimakan oleh

jarang tersebar, penggembalaan mamalia, besar yang bergerak dalam

menanggapi curah hujan merata umum untuk daerah ini. Awal manusia

penggembala yang tinggal di daerah semi-kering disalin sistem alam.

Mereka pindah kelompok-kelompok kecil mereka hewan domestik dalam

Page 16: manajemen bencana

menanggapi ketersediaan pangan dan air. pergerakan saham biasa tersebut

dicegah berlebihan dari tanaman penutup rapuh.

3.   Dampak Desertifikasi

Desertifikasi mengurangi kemampuan tanah untuk mendukung

kehidupan, mempengaruhi spesies liar, hewan domestik, tanaman pertanian

dan orang-orang. Penurunan di cover pabrik yang menyertai penggurunan

mengarah ke erosi tanah dipercepat oleh angin dan air. Afrika Selatan

kehilangan sekitar 3-400 ton lapisan atas tanah setiap tahun. Sebagai

penutup vegetasi dan lapisan tanah berkurang, hujan dampak drop dan-off

meningkatkan dijalankan.

Air hilang dari tanah bukan perendaman ke dalam tanah untuk

memberikan kelembaban bagi tanaman. Bahkan lama-hidup tanaman yang

biasanya akan bertahan mati kekeringan. Penurunan pada tanaman penutup

juga menghasilkan pengurangan jumlah humus dan nutrisi tanaman dalam

tanah, dan produksi tanaman menurun lebih lanjut. Sebagai penutup

tanaman pelindung menghilang, banjir menjadi lebih sering dan lebih parah.

Desertifikasi adalah memperkuat diri, yaitu satu kali proses dimulai, kondisi

yang ditetapkan untuk penurunan terus-menerus.

Dampak utama dari penggurunan berkurang keanekaragaman hayati

dan berkurang kapasitas produktif , misalnya, dengan transisi dari tanah

didominasi oleh shrublands untuk non-pribumi padang rumput. Sebagai

contoh, di daerah semi-kering California selatan, banyak semak pesisir bijak

dan kaparal ekosistem telah digantikan oleh non-pribumi, rumput invasif

karena pemendekan interval membalas tembakan. Dalam Madagaskar 's

dataran tinggi pusat dataran tinggi, 10% dari seluruh negara telah

desertified karena memangkas dan membakar pertanian oleh masyarakat

adat.

4.   Langkah Antisipasi

Page 17: manajemen bencana

·      Untuk menghentikan penggurunan jumlah hewan di tanah harus

dikurangi, memungkinkan tanaman untuk tumbuh kembali. kondisi tanah

harus dibuat menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman dengan, misalnya,

mulsa. Mulsa (lapisan jerami, daun atau serbuk gergaji yang meliputi tanah)

mengurangi penguapan, menekan pertumbuhan gulma, memperkaya tanah

seperti membusuk, dan mencegah dan karenanya limpasan erosi. Reseeding

mungkin diperlukan di daerah yang rusak parah. Mulsa dan reseeding adalah

praktek mahal. Namun, pendekatan realistis skala besar hanya untuk

mencegah penggurunan melalui pengelolaan lahan yang baik di daerah

semi-kering.

1. Lahan kering sangat rentan karena variabilitas iklim dan tekanan

manusia. Kerusakan penutup tanah dan tanaman telah

mempengaruhi 70% dari lahan kering di dunia. Selain itu,

negara-negara dan orang-orang yang paling terpengaruh oleh

penggurunan seringkali mereka dengan sumber daya yang

sedikit. Namun adalah mungkin untuk memerangi penggurunan

oleh lestari mengelola lahan kering, merehabilitasi areal yang

rusak, dan dengan mendidik pemuda.

2. Memulihkan dan pupuk tanah, cara mudah dan murah untuk

menyuburkan tanah adalah untuk mempersiapkan kompos, yang

akan menjadi humus dan akan diperbarui tanah dengan bahan

organik.

3. Mengatasi dampak dari angin dengan membangun hambatan

dan menstabilkan bukit pasir dengan spesies tanaman lokal.

4. Reboisasi, pohon memainkan beberapa peran: mereka

membantu memperbaiki tanah, bertindak sebagai pemutus

angin, meningkatkan kesuburan tanah, dan membantu

menyerap air saat hujan deras. Karena pembakaran lahan dan

hutan meningkatkan gas rumah kaca berbahaya, aforestasi -

penanaman pohon baru - dapat membantu mengurangi dampak

negatif akibat perubahan iklim.

Page 18: manajemen bencana

5. Mengembangkan praktek-praktek pertanian berkelanjutan, lahan

kering adalah rumah bagi berbagai macam spesies, yang dapat

produk komersial juga becomeimportant: misalnya, mereka

memberikan 1 / 3 dari tanaman obat yang diturunkan di Amerika

Serikat. Pertanian keanekaragaman hayati harus dilestarikan.

Tanah eksploitasi berlebihan harus dihentikan dengan

meninggalkan 'bernafas' tanah selama periode tertentu-waktu,

dengan budidaya tidak, atau penggembalaan ternak.

6. Tradisional gaya hidup, gaya hidup tradisional seperti yang

dipraktikkan di zona kering banyak menawarkan contoh-contoh

hidup harmonis dengan lingkungan. Di masa lalu, nomadisme

terutama disesuaikan dengan kondisi lahan kering; bergerak dari

satu danau ke yang lain, tidak pernah tinggal di tanah yang

sama, masyarakat pastoral tidak mengerahkan banyak tekanan

pada lingkungan. Namun, perubahan gaya hidup dan

pertumbuhan populasi menempatkan meningkatkan tekanan

terhadap sumber daya yang langka dan lingkungan yang rentan.

Jalan Sutra di Asia dan rute Trans-Sahara di Afrika adalah contoh

yang baik dari pertukaran ekonomi dan budaya yang kuat yang

dikembangkan oleh masyarakat nomaden.

Page 19: manajemen bencana