Upload
sugeng-ketsu
View
265
Download
15
Embed Size (px)
Citation preview
UNIVERSITAS INDONESIA
UPAYA PEMERINTAH KOTA PADANG UNTUK MENINGKATKAN
KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI ANCAMAN
BENCANA GEMPA DAN TSUNAMI
(Suatu Studi Manajemen Bencana)
TESIS
ZIKRI ALHADI
0806441926
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PASCASARJANA ILMU ADMINISTRASI
KEKHUSUSAN ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN PUBLIK
JAKARTA
2011
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
UNIVERSITAS INDONESIA
UPAYA PEMERINTAH KOTA PADANG UNTUK
MENINGKATKAN KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT
DALAM MENGHADAPI ANCAMAN BENCANA
GEMPA DAN TSUNAMI
(Suatu Studi Manajemen Bencana)
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Administrasi (M.A.)
ZIKRI ALHADI
0806441926
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PASCASARJANA ILMU ADMINISTRASI
KEKHUSUSAN ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN PUBLIK
JAKARTA
2011
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Zikri Alhadi
NPM : 0806441926
Tanda Tangan :
Tanggal : 15 Juni 2010
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh
Nama : Zikri Alhadi
NPM : 0806441926
Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Publik
Judul Tesis : Upaya Pemerintah Kota Padang Untuk
Meningkatkan Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam
Menghadapi Ancaman Bencana Gempa dan
Tsunami (Suatu Studi Manajemen Bencana)
Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai persyaratan
yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Administrasi pada Program Studi
Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang : Drs. Kusnar Budi, M.Buss ( )
Pembimbing : Prof. Dr. Azhar Kasim, MPA ( )
Penguji : Dr. Roy Valiant Salomo, M.soc.sc ( )
Sekretaris Sidang : Dra. Lina Miftahul Jannah, M.Si ( )
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 15 Juni 2011
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Zikri Alhadi
NPM : 0806441926
Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Publik
Departemen : Ilmu Administrasi
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jenis Karya : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui, untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonesklusif (Non – exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
UPAYA PEMERINTAH KOTA PADANG UNTUK MENINGKATKAN
KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI ANCAMAN
BENCANA GEMPA DAN TSUNAMI
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Nonekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta
Demikianlah pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya
Dibuat di Jakarta
Pada Tanggal: 15 Juni 2011
Yang menyatakan
Zikri Alhadi
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS ILMU – ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI
PROGRAM PASCASARJANA
KEKHUSUSAN ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN PUBLIK
TANDA PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS
Nama : Zikri Alhadi
NPM : 0806441926
Judul : Upaya Pemerintah Kota Padang Untuk Meningkatkan
Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi
Ancaman Bencana Gempa dan Tsunami
(Suatu Studi Manajemen Bencana)
Pembimbing Tesis
Prof. Dr. Azhar Kasim, MPA
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur senantiasa terucap kepada Allah SWT, atas
limpahan rahmat dan karunia Nya dan shalawat serta salam kepada Baginda
Rasulullah SAW yang telah membawa umat manusia ke dalam zaman yang terang
benderang ini. Penulisan ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
untuk mencapai gelar Magister Administrasi (M.A.) pada Program Pascasarjana
Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Indonesia. Saya menyadari, bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, dari awal
masa perkuliahan hingga sampai akhir penulisan tesis ini, saya tidak akan dapat
menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, izinkan saya
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada:
1. Prof. Dr. Azhar Kasim, MPA, selaku Pembimbing yang dalam
kesibukannya telah bersedia membimbing dan memberikan arahan serta
saran untuk penyelesaian tesis ini
2. Dr. Roy Valiant Salomo M.Soc.Sc, selaku Ketua Departemen Ilmu
Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia
3. Prof. Dr. Eko Prasojo, Mag. Rer. Pub, selaku Ketua Program Pascasarjana
Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Indonesia
4. Lina Miftahul Jannah, S.Sos, M.Si, selaku Sekretaris Program
Pascasarjana Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Indonesia
5. Seluruh Dosen serta staf sekretariat Program Pascasarjana Ilmu
Administrasi FISIP Universitas Indonesia, atas segenap pengetahuan,
arahan, bimbimgan serta bantuan selama penulis menjadi mahasiswa di
Universitas Indonesia
6. Drs. Dedi Henidal, MM, selaku Kepala Badan Penanggulangan Bencana
Daerah Kota Padang yang telah memberikan izin untuk penelitian ini
7. Patra Rina Dewi, SSi, M.Sc, selaku Direktur Eksekutif Komunitas Siaga
Tsunami yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
melakukan wawancara
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
8. Ir. Revanche Jefrizal, selaku Staf Ahli PRB UNDP yang telah banyak
meluangkan waktu untuk diskusi tentang strategi pengurangan resiko
bencana
9. Silvia Eliza, ST, selaku Direktur Administrasi dan Keuangan KOGAMI
yang telah memberikan bantuan atas perizinan penelitian ini
10. Drs. Afrinaldi, selaku Kabid Kesiapsiagaan BPBD Kota Padang yang telah
meluangkan waktunya untuk diwawancara
11. Hengky Mayones, SSi, selaku Staf Ahli BPBD Kota Padang yang teleh
memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melakukan wawancara
12. Irsyadul, Amd,, selaku Manejer Advokasi KOGAMI yang telah banyak
membantu penulis dengan diskusi tentang kesiapsiagaan dan dalam
pencarian data – data.
13. Masudi, Amd, selaku Manejer SDM KOGAMI yang telah meluangkan
waktunya untuk berdiskusi dengan penulis.
14. Teman – teman staf dan relawan di KOGAMI yang telah banyak
memberikan bantuan untuk menyelesaikan penelitian ini.
15. Ibunda dan Ayahanda tercinta yang telah banyak memberikan dukungan
moril maupun materil sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian ini.
16. Saudara – saudaraku yang telah banyak memberikan bantuan atas
penyelesaian penelitian ini,.
17. Rekan-rekan di Program Pascasarjana Ilmu Administrasi FISIP
Universitas Indonesia, atas bantuan, dukungan serta kebersamaan selama
menempuh pendidikan.
Segenap pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
memberikan dukungan moril ataupun materil, penulis ucapkan terima
kasih.
Jakarta, 15 Juni 2011
Zikri Alhadi
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
ABSTRAK
Nama : Zikri Alhadi
Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Publik
Judul : Upaya Pemerintah Kota Padang Untuk Meningkatkan
Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi
Ancaman Bencana Gempa dan Tsunami
(Suatu Studi Manajemen Bencana)
Tesis ini membahas tentang upaya Pemerintah Kota Padang untuk meningkatkan
kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana gempa dan
tsunami. Penelitian ini berfokus pada tahap pencegahan yang terkait dengan
peningkatan kesiapsiagaan sebagai bagian dari siklus manajemen
bencana.Pendekatan penelitian yang dipakai adalah pendekatan kualitatif dengan
jenis penelitian deskriptif.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa upaya Pemerintah Kota
Padang untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi
ancaman bencana gempa dan tsunami secara umum belum mencapai hasil yang
diinginkan. Ini dibuktikan dengan sikap Pemerintah Kota Padang yang lebih
mengutamakan penanggulangan bencana pada tahap tanggap darurat, edukasi
kesiapsiagaan yang belum merata, kerentanan bangunan terhadap gempa dan
tsunami yang masih tinggi, jalur dan lokasi evakuasi yang belum tersedia dan
mencukupi serta sistem peringatan dini yang masih butuh perbaikan. Untuk itu
Pemerintah Kota Padang perlu mengubah paradigma dalam penanggulangan
bencana dengan lebih memperhatikan tahap pencegahan (pra – bencana) berupa
kesiapsiagaan sebagai upaya untuk mengurangi resiko bencana gempa dan
tsunami jika terjadi
Kata kunci: Manajemen Bencana, Kesiapsiagaan, Pengurangan Resiko Bencana
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
ABSTRACK
Name : Zikri Alhadi
Study Program : Public Administration Science
Tittle : Padang City Government Efforts to Raise
Public Awareness in Facing Potential Earthquake
and Tsunami (A Case Study ini Disaster Management)
This research discusses about the efforts of Padang City Government to raise
public awareness in facing potential earthquake and tsunami. This research
focuses on pre – disaster stage by raising preparedness as a part of disaster
management. This descriptive research uses qualitative method.
Based on the result, it is concluded that Padang City Government efforts to raise
public awareness in facing potential earthquake and tsunami have not yet achieved
the target. This can be inferred from the goverment’s disaster management
priority in the post-disaster emergency response, the uneven disaster preparedness
education, the poor building construction, the absence of sufficient evacuation
lines and centers as well as the need to maintain the early warning system. It is
recommended that the Padang City Government change its perspective in disaster
management by prioritizing in pre-disaster preparedness as an effort to reduce the
risk of potential earthquake and tsunami.
Keyword: Disaster Management, Preparedness, Disaster Risk Reduction
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................... ii
TANDA PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS ...................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................... v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............... vii
ABSTRAK .................................................................................................. viii
ABSTRACT .................................................................................................. ix
DAFTAR ISI .................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiv
I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ..................................................................... 13
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 13
1.4 Signifikansi Penelitian ................................................................. 13
1.4 Batasan Penelitian ........................................................................ 14
1.5 Sistematika Penulisan .................................................................. 14
II.TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 17
2.1 Manajemen Bencana .................................................................... 17
2.2 Tujuan Manajemen Bencana ........................................................ 18
2.3 Model Manajemen Bencana ......................................................... 19
2.4 Tahapan Manajemen Bencana ..................................................... 20
2.5 Paradigma Penanggulangan Bencana .......................................... 23
2.6 Kesiapsiagaan ............................................................................... 26
2.7 Hasil Penelitian yang Relevan ..................................................... 30
2.8 Kerangka Pemikiran ..................................................................... 34
III. METODE PENELITIAN ................................................................... 37
3.1 Pendekatan Penelitian .................................................................. 37
3.2 Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 38
3.3 Tempat Penelitian......................................................................... 39
3.4 Informan Penelitian ...................................................................... 40
3.5 Teknik Analisis Data .................................................................... 41
IV.HASIL PENELITIAN .......................................................................... 40
4.1 Geologi Kebencanaan ................................................................... 42
4.2 Kerentanan Kota Padang Terhadap Bencana ................................ 43
4.8.1 Kerentanan Terhadap Bencana Gempa dan Tsunami .......... 43
4.8.2 Kerentanan Terhadap Bencana Longsor .............................. 45
4.8.3 Kerentanan Terhadap Bencana Banjir ................................. 46
4.8.4 Kerentanan Terhadap Abrasi Pantai..................................... 48
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
4.8.5 Kerentanan Terhadap Bencana Rob ..................................... 50
4.3 Sistem Peringatan Dini Tsunami Di Kota Padang ........................ 50
4.4 Perilaku Pemerintah ...................................................................... 56
4.5 Kerentanan Bangunan .................................................................... 68
4.6 Edukasi Kesiapsiagaan ................................................................... 76
4.6 Ketersedian Jalur Evakuasi ............................................................ 91
4.8 Ketersediaan Lokasi Evakuasi ....................................................... 99
4.9 Sistem Peringatan Dini ................................................................. 108
VI. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 113
6.1 Kesimpulan ................................................................................ 113
6.2 Saran ........................................................................................... 114
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 115
LAMPIRAN ............................................................................................... 119
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Jumlah Korban Jiwa Akibat Gempa 30 September
di Kota Padang .......................................................................... 6
Tabel 2.1 Tahapan Manajemen Bencana ................................................ 22
Tabel 2.2 Pergeseran Pandangan Penanganan Bencana ......................... 25
Tabel 2.3 Dimensi Kesiapsiagaan ........................................................... 28
Tabel 4.1 Sebaran Spasial Tingkat Bahaya Longsor di Kota Padang ..... 46
Tabel 4.2 Sebaran Spasial Tingkat Bahaya Banjir Kota Padang ............ 48
Tabel 4.3 Tinggi Daerah menurut Kecamatan dari Permukaan Laut...... 50
Tabel 4.4 Data Kerusakan Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial
Kota Padang Pasca Gempa 30 September 2009 ..................... 69
Tabel 4.5 Tempat –Tempat Evakuasi Yang Telah Diidentifikasi ........... 92
Tabel 4.6 Rencana Jalur Evakuasi di Kota Padang ................................. 95
Tabel 4.7 Lokasi Evakuasi Vertikal di Kota Padang ............................ 100
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Diagram Penyusunan Renstra – RAD PRB Kota Padang .... 10
Gambar 2.1 Siklus Pengelolaan Bencana................................................. 21
Gambar 2.2 Skema Kerangka Pemikiran ................................................. 21
Gambar 4.1 Potensi Tsunami di Kota Padang ......................................... 43
Gambar 4.2 Peta Analisis Struktur Tektonik Blok Mentawai.................. 44
Gambar 4.3 Sebaran Pusat Gempa di Padang dan Sekitarnya ................. 45
Gambar 4.4 Peta Tingkat Bahaya Longsor di Kota Padang..................... 46
Gambar 4.5 Peta Tingkat Bahaya Banjir di Kota Padang ........................ 47
Gambar 4.5 Peta Bahaya Abrasi Pantai di Kota Padang .......................... 49
Gambar 4.7 SOP Peringatan Dini Tsunami di Kota Padang .................... 55
Gambar 4.8 Skema Pendanaan PB di Kota Padang ................................. 61
Gambar 4.9 Materi Edukasi Kesiapsiagaan ............................................. 84
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
DAFTAR FOTO
Foto 4.1 Gedung Plaza Andalas Pasca Gempa 20 September 2009 ... 72
Foto 4.2 Edukasi Kesiapsiagaan di Sekolah ....................................... 85
Foto 4.3 Rambu – Rambu Penunjuk Arah Evakuasi Tsunami............ 91
Foto 4.4 Kondisi Jalur Evakuasi di Gunung Pangilun ........................ 98
Foto 4.5 Gedung SMUN 1 Padang ................................................... 102
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Transkip Wawancara .......................................................... 119
Lampiran 2 TOR KSB Kota Padang ...................................................... 138
Lampiran 3 Daftar Riwayat Hidup ......................................................... 140
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
1 Universitas Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Padang termasuk daerah paling berisiko bila diterjang tsunami. Tanpa
peringatan dini dan persiapan evakuasi, diperkirakan 60 persen penduduk dapat
menjadi korban. Kepadatan penduduk Padang saat ini di atas 141.000 jiwa per
kilometer persegi dari total penduduk 900.000 jiwa yang kebanyakan berdomisili
di tepi pantai. Dengan kata lain pemukiman penduduk terfokus disekitar pantai.
Padang dan sekitarnya yang berada pada kerendahan dengan penduduk hampir
satu juta jiwa, bila diterjang oleh gelombang tsunami dengan ketinggian 5- 8
meter akan menelan banyak korban, apalagi di daerah tersebut untuk
penyelamatan diri sangat sulit. Atas dasar di atas dan penelitian para ahli yang
memprediksikan kota Padang sangat rawan dilanda gempa dan tsunami, maka
pemerintah dan elemen masyarakat setempat berusaha menciptakan suatu
mekanisme penanggulangan bencana gempa dan tsunami yang unsur
kesiapsiagaan sebagai instrumen utamanya mengingat kepadatan penduduk yang
tinggi di zona rawan tsunami.
Dari jumlah penduduk dan persentase penduduk yang cukup besar
mendiami daerah pantai barat Sumatera yang rawan tsunami tersebut, dapat
diperkirakan berapa besar korban jiwa yang akan ditimbulkan, apalagi daerah
padang merupakan dataran rendah yang cukup luas. Berdasarkan data yang dirilis
oleh Pemerintah Kota Padang, dataran rendah yang ada di Padang lebih dari 50
persen dari total hampir 700 Km² luas keseluruhan kota Padang Menurut
penelitian yang dilakukan oleh berbagai ahli geologi dari seluruh dunia yang
mengamati tentang masalah gempa dan tsunami meperkirakan bahwa pantai barat
Pulau Sumatera merupakan daerah yang sangat rawan akan gempa yang disusul
oleh tsunami yang akan menghantam pesisir barat pulau tersebut. Hal ini
diperkuat dengan terjadinya gempa dan tsunami di Aceh dan Nias yang memakan
korban ratusan ribu jiwa.
Para ahli gempa dari seluruh dunia secara dini menyatakan bahwa ratusan
ribu jiwa penduduk berada dalam ancaman gempa bumi raksasa dan tsunami pada
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
2
masa yang akan datang di Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Bengkulu. Bukti-
bukti ilmiah secara meyakinkan menunjukkan bahwa peristiwa tersebut di masa
datang sungguh akan terjadi dalam masa dekat ini, yang tentunya tidak dapat
diketahui secara pasti. Mengingat gempa bumi besar yang telah terjadi dengan
siklus pengulangan setiap kisaran periode dua abad dan peristiwa yang terakhir
terjadi pada 172 tahun dan 208 tahun lalu, yaitu gempa bumi besar yang pernah
melanda Kepulauan Mentawai, sisi pantai barat Sumbar dan Bengkulu pada tahun
1797 dan 1833. (Kogami, 2009, p.4).
Bertolak dari pikiran tersebut saat ini pemerintah telah mengeluarkan
suatu upaya yang dinamakan upaya meningkatkan kesiapsiagaan sebagai sub
sistem dari manajemen bencana yang berfokus pada manajemen pra – bencana.
upaya peningkatan kesiapsiagaan masyarakat Kota Padang dalam menghadapi
bencana gempa dan tsunami yang bertujuan untuk mengantisapsi secara tepat apa
yang harus dilakukan ketika bencana itu benar-benar akan datang dan dapat
meminimalisir jatuhnya korban. Selama ini kita lebih banyak melakukan kegiatan
pasca bencana berupa tanggap darurat dan rehabilitasi daripada kegiatan sebelum
bencana berupa kesiapsiagaan dan mitigasi menghadapi bencana. Padahal, apabila
kita memiliki sedikit perhatian terhadap kegiatan-kegiatan sebelum bencana, kita
dapat mereduksi potensi bahaya/ kerugian yang mungkin timbul ketika bencana.
Banyak hal yang mesti dilakukan oleh Pemko Padang dan segenap unsur
masyarakat dalam upaya meminimalisir jatuhnya korban jika bencana gempa dan
tsunami itu terjadi. Dan sampai saat ini belum ada satupun alat yang mampu
memprediksikan secara akurat kapan dan dimana akan terjadi gempa bumi dan
tsunami. Upaya penanganan bencana yang mesti dilakukan oleh Pemko Padang
terdiri dari kegiatan pra bencana, kebijakan saat terjadinya bencana, dan tahapan
pasca bencana.
Belajar dari peristiwa gempa bumi yang melanda Provinsi Sumatera Barat,
terutama Kota Padang tanggal 30 September 2009 yang lalu, seyogyanya lah
Pemerintah Kota Padang beserta seluruh elemen – elemen masyarakat berusaha
mempersiapkan diri sedini mungkin agar selalu siap siaga dalam menghadapi
kemungkinan terburuk. Dengan adanya upaya meningkatkan kesiapsiagaan
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
3
masyarakat dalam menghadapi ancaman gempa dan tsunami di Kota Padang,
diharapkan bisa meminimalisir jatuhnya korban jiwa.
Terbentuknya masyarakat yang siapsiaga dalam menghadapi bencana
merupakan hal penting bagi negara seperti Indonesia. Berdasarkan berbagai
faktor, misalnya letak geografis, Indonesia terletak pada lokasi yang rentan
terhadap berbagai jenis bencana alam, seperti:gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, longsor, kekeringan, dan banjir, yang melanda Indonesia hanya dalam
kurun waktu Desember 2004 hingga Juli 2006. Dengan menyandang status
sebagai negara yang rawan bencana, masyarakat Indonesia penting mempelajari
cara hidup di tengah bahaya. Membangun budaya ketahanan masyarakat dalam
menghadapi dan mencegah dampak bencana memerlukan intervensi yang
inovatif, tepat, ekonomis, logis, berorientasi pada manusia dan kebutuhannya.
Dalam upaya meningkatkan kesiapsiagaan diperlukan sebuah visi. Visi
dari pembangunan kesiapsiagaan masyarakat perlu diintegrasikan ke dalam visi
pembangunan bangsa. Seperti yang telah ditunjukkan pada kasus Aceh dan
Jogjakarta, bencana dapat menimbulkan dampak yang serius pada komunitas
sekitar dan bahkan pada negara, baik dalam ruang lingkup struktur sosial maupun
perkembangan ekonomi. Karena bahaya tidak dipandang sebagai prioritas sosial
hingga saat bencana datang melanda, prioritas tersebut ditempatkan pada hal-hal
lain seperti penghidupan dan ekonomi dalam agenda pemerintahan dan
masyarakat, sehingga dapat dikatakan bahwa dengan mengintegrasikan risiko-
risiko bahaya ke dalam agenda pembangunan suatu negara berarti negara tersebut
melakukan suatu tindakan yang mengandung nilai strategis. Pembangunan
berkesinambungan harus dilakukan melalui pendekatan-pendekatan tertentu yang
dapat mengurangi terjadinya dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan akibat
bencana pada komunitas dan negaranya. Konferensi Dunia tentang Upaya
Pengurngan Risiko Bencana pada tahun 2005 menghasilkan “Kerangka Aksi
Hyogo” 2005- 2015, dengan tema “Membangun Ketahanan Negara dan
Masyarakat terhadap Bencana” menekankan bahwa berbagai upaya untuk
mengurangi risiko bencana seyogyanya terintegrasi secara sistematis dalam
kebijaksanaan, perencanaan, dan program bagi pembangunan berkesinambungan
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
4
dan pengurangan kemiskinan. Konferensi tersebut mengadopsi 5 (lima) prioritas
tindakan sebagai berikut:
1. Memastikan bahwa pengurangan risiko bencana ditempatkan sebagai
prioritas nasional dan lokal dengan dasar institusional yang kuat dalam
pelaksanaannya.
2. Mengidentifikasi, mengevaluasi, dan memonitor risiko-risiko bencana
dan meningkatkan pemanfaatan peringatan dini.
3. Menggunakan pengetahuan, inovasi, dan pendidikan untuk membangun
suatu budaya aman dan ketahanan pada semua tingkatan.
4. Mengurangi faktor-faktor risiko dasar.
5. Memperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana dengan respon yang efektif
pada semua tingkatan. (ISDR, 2005, p.2).
Untuk membangun ketahanan dalam menghadapi bencana perlu
manajemen bencana yang komprehensif, terutama pada kegiatan pra bencana
berupa peningkatan kesiapsiagaan. Berbagai kegiatan pra-bencana dalam upaya
meningkatkan kesiapsiagaan Kota Padang dalam menghadapi bencana gempa dan
tsunami juga giat dilakukan. Sepeti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa
kegiatan pra-bencana atau sebelum bencana terjadi harus lebih diutamakan dari
kegiatan pasca-bencana. Hal ini bertujuan untuk mengurangi resiko dari dampak
bencana tersebut. Kegiatan-kegiatan pra-bencana khususnya peningkatan
kesiapsiagaan yang telah dilakukan Kota Padang diantaranya adalah, memperkuat
organisasi penanganan bencana, edukasi dan pelatihan penyelamatan diri, simulasi
evakuasi, memperlengkap dan memperbaiki sarana dan prasarana untuk
penyelamatan.
Selain itu saat ini sedang Kota Padang juga melaksanakan kegiatan
edukasi ke sekolah untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat sekolah dalam
menghadapi bencana secara intens. Maksud edukasi ke sekolah ini lebih kepada
menciptakan kesadaran terhadap kesiapsiagaan bencana semenjak dini. Dengan
adanya program ini anak-anak usia sekolah sebagai generasi penerus mempunyai
pegangan yang cukup untuk menyiapkan dirinya menghadapi bencana gempa dan
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
5
tsunami sehingga dampak dari bencana tersebut terhadap mereka bisa dikurangi
atau direduksi.
Dilihat dari fakta di atas memang banyak yang dilakukan dan sedang
direncanakan oleh Kota Padang bekerjasama dengan elemen-elemen Kota Padang
lainnya dalam upaya penanganan bencana gempa dan tsunami sehingga upaya –
upaya tersebut cukup membawa dampak positif dalam meningkatkan
kesiapsiagaan Kota Padang dalam menghadapi bencana tersebut. Namun tentu
saja semuanya belum cukup, dan mesti perbaikan dan pembenahan lebih lanjut.
Hal ini bisa dilihat dari fakta, bahwa pada gempa besar tanggal 30 September
2009 yang lalu masih banyak jatuh korban. Seperti yang kita ketahui, bencana
gempa bumi kembali melanda Provinsi Sumatera Barat yang mengakibatkan
ribuan jiwa menjadi korban dan ribuan rumah, fasilitas umum serta infrastruktur
rusak. Kepanikan melanda dimana – mana membuat keadaan menjadi kacau –
balau karena pada umumnya masyarakat yang tidak tahu harus berbuat apa,
disebabkan minimnya pengetahuan kebencanaan yang mereka miliki.
Hal seperti inilah yang banyak terlihat ketika gempa bumi melanda
Sumatera Barat, khususnya Kota Padang pada 30 September 2009 yang lalu.
Gempa bumi yang tergolong besar ini memakan banyak korban jiwa dan materi
dan ratusan ribu orang mengungsi ke tempat yang aman. Data final jumlah korban
meninggal di Sumatera Barat adalah sebanyak 1.195 orang. Data korban lainnya
adalah luka berat 619 orang dan luka ringan 1.179. sementara data kerugian
materi tercatat 114.797 rumah penduduk rusak berat, 676.198 rusak sedang, dan
67.828 rusak ringan . Kerusakan sarana fasilitas umum, tercatat jumlah kerusakan
sebanyak 2.163 ruang pendidikan, 51 unit fasilitas kesehatan, 1.001 rumah ibadah,
21 unit jembatan, 178 unit ruas jalan, dan 130 irigasi rusak berat. Sedangkan di
Kota Padang sendiri jumlah jiwa akibat gempa besar 2009 yang lalu, dilihat dari
tabel di bawah ini:
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
6
Tabel 1.1: Jumlah korban jiwa akibat gempa 30 September 2009 di Kota Padang
No Kecamatan
Korban Jiwa
Hilang Mening
gal
Luka
Berat
Luka
Ringan Mengungsi
1 Lubuk Kilangan 0 3 1 1 0
2 Koto Tangah 1 20 3 30 0
3 Kuranji 0 6 9 7 0
4 Padang Barat 0 128 90 228 0
5 Padang Utara 0 13 2 0 0
6 Padang Selatan 0 20 2 12 0
7 Padang Timur 0 68 39 82 0
8 Nanggalo 0 17 10 28 0
9 Lubuk Begalung 3 31 24 29 0
10 Pauh 0 4 1 1 0
11 Bungus Teluk
Kabung 0 6 0 7 0
Jumlah 4 316 181 425 0
Sumber: Press Realese Pemko Padang, www.padang.go.id
Banyak korban yang berjatuhan ditenggarai karena kurangnya persiapan
untuk menghadapi kondisi terburuk dalam menghadapi bencana, terutama
bencana gempa, apalagi yang berpotensi tsunami. Contohnya berdesak – desakan
turun dari sebuah gedung yang tinggi, tentu merupakan hal yang membahayakan
saat terjadinya gempa besar yang bisa membuat struktur bangunan ambruk
seketika. Belum lagi dalam menghadapi bahaya tsunami yang kemungkinan bisa
menerjang ketika gempa besar terjadi. Pemandangan umum yang terjadi adalah
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
7
banyak masyarakat yang panik dan bingung mau berlari ke arah mana dan dengan
menggunakan moda transportasi yang sesuai.
Selain itu menurut pengamatan awal peneliti, jalur dan lokasi evakuasi
belum siap untuk menampung masyarakat yang mengungsi. Dari sedikit dan
sempitnya jalur evakuasi yang akan dilewati banyak orang dalam waktu yang
bersamaan, seperti yang terlihat waktu gempa besar tahun 2009 dimana jalanan
menjadi macet dan sangat padat sampai lokasi evakuasi yang tidak cukup untuk
menampung para pengungsi yang ingin menyelamatkan diri. Apalagi gedung –
gedung yang selama ini di proyeksikan sebagai tempat evakuasi, banyak yang
runtuh dan rusak parah, seperti Hotel Bumi Minang, Hotel Ambacang, Plaza
Andalas, Basko Mall dan berbagai gedung yang telah diindentifikasi sebagai
gedung yang aman tempat pengungsian sementara. Banyaknya gedung yang tidak
layak untuk dijadikan sebagai tempat evakuasi tentu menjadi persoalan tersendiri
bagi penduduk Kota Padang yang cukup padat terutama pada zona rawan tsunami.
Pelatihan kebencanaan yang dilakukan belum bisa meminimalisir jatuhnya
korban jiwa karena sarana dan prasarana untuk penyelamatan diri masih
amburadul. Banyaknya gedung yang runtuh pasca gempa 30 September 2009
terutama yang telah disiapkan untuk menjadi tempat evakuasi menjadi persoalan
yang harus segera di carikan solusinya. Masalah kekokohan bangunan kembali
mengemuka, terkait dengan perizinan dan pengawasan terhadap bangunan yang
akan didirikan yang dilakukan instansi terkait harus segera dibenahi. Beberapa
gedung yang telah di data pasca gempa Tahun 2009 yang lalu telah runtuh atau
mengalami kerusakan yang sangat parah. Hotel Ambacang contohnya, 200 orang
tertimbun di dalam reruntuhan gedung yang hancur karena gempa, karena tidak
sempat menyelamatkan diri. (padangtoday.com, 2009, p. 3).
Selain itu jalur evakuasi yang telah dipersiapkan oleh Pemko Padang saat
ini masih belum siap untuk menampung mobilitas warga yang ingin
menyelamatkan diri dari zona rawan tsunami ke zona aman tsunami. Pengalaman
gempa tahun 2007, 2008 dan 2009 membuktikan hal tersebut. Tentu hal ini sangat
berbahaya jika tsunami benar – benar terjadi, karena nyaris jalanan macet total.
Kemacetan terjadi di jalur – jalur evakuasi seperti di Jl. Jhoni Anwar, Jl. Raya
Andalas, Simpang Tabing arah By – Pass. (www.singgalang.co.id, 2010, p. 2).
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
8
Tentu hal ini tidak bisa dibiarkan oleh Pemerintah Kota Padang dan
elemen masyarakat lainnya sebagai stakeholders di Kota Padang terutama dalam
bidang manajemen bencana khususnya peningkatan kesiapsiagaan. Peneliti sendiri
mengindentifikasi stakeholders Kota Padang terdiri dari: individu dan rumah
tangga, Pemerintah Kota Padang, komunitas sekolah, kelembagaan masyarakat
dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Untuk itu, semua pihak perlu
berdiskusi dan bersepakat untuk menciptakan metode meningkatkan
kesiapsiagaan masyarakat Kota Padang dalam menghadapi bencana gempa dan
tsunami dengan memperhatikan seluruh unsur baik pengetahuan dan sikap
kebencanaan dan menciptakan rencana untuk keadaan darurat agar jatuhnya
korban jiwa bisa diminimalisir jika bencana gempa dan tsunami terjadi di Kota
Padang. Gempa yang terjadi tahun 2005, 2007, dan yang paling akhir adalah
gempa besar yang meluluhlantakkan Kota Padang pada tahun 2009 lalu, telah
membuat berbagai lapisan masyarakat Kota Padang sadar bahwa mereka harus
hidup dalam kondisi rawan bencana, terutama bencana gempa dan tsunami.
Untuk itu Pemerintah Kota Padang beserta instansi – instansi lainnya
seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) giat melakukan berbagai kegiatan
pengurangan resiko bencana dalam bentuk kesiapsiagaan masyarakat.
Pengurangan resiko bencana bisa berupa edukasi masyarakat dan sekolah serta
pembenahan jalur – jalur evakuasi. Pembenahan sistem peringatan dini juga tidak
luput dilakukan agar makin cepat tanggap jika bencana terjadi sehingga bisa
meminimalisir jatuhnya korban jiwa.
Kesiapsiagaan Kota Padang dalam menghadapi bencana gempa dan
tsunami, tentu tidak timbul begitu saja karena tentu ada faktor – faktor yang
mempengaruhi tingkat kesiapsiagaan tersebut. Faktor – faktor yang
mempengaruhi ini bisa berupa faktor fisik seperti kondisi infrastruktur Kota
Padang maupun non fisik seperti tingkat pemahaman seluruh stake holders di
Kota Padang terhadap pentingnya kesiapsiagaan sebagai bagian dari pengurangan
resiko bencana gempa dan tsunami, baik dari pemerintah maupun masyarakatnya.
Peristiwa gempa bumi pada 30 September 2009, menjadi salah satu
momentum yang mampu untuk mengevaluasi upaya penanggulangan bencana
yang dilakukan oleh Kota Padang. Evaluasi tersebut meliputi hampir pada setiap
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
9
sektor, mulai dari penyusunan dan penetapan regulasi, penguatan kelembagaan,
penyelenggaraan tanggap darurat, peningkatan sarana dan prasarana hingga proses
sosialisasi kepada masyarakat. Banyaknya korban harta benda dan jiwa menjadi
salah satu indikator yang menggambarkan masih banyaknya perbaikan terhadap
sistem dan mekanisme penanggulangan bencana di tingkat pemerintah, khususnya
pada tahap mitigasi dan kesiapsiagaan yang didasarkan pada kearifan lokal dan
kapasitas lokal. Selain itu diperlukan juga upaya pemerataan penyebaran
informasi tentang bencana yang cepat dan tepat dengan memanfaatkan alat
pendukung yang aplikatif.
Berbagai upaya Pemko Padang telah dilakukan oleh Pemko Padang dalam
mensistematiskan pelaksanaan praktik pengurangan risiko bencana dengan
meningkatkan kesiapsiagaan, baik untuk pada pemerintahan, masyarakat dan
sekolah dengan mem-berdayakan seluruh stakeholders yang ada. Dan kebijakan
ini diwujudkan melalui konsep Pengurangan Resiko Bencana. Pemko Padang
menginisiasi pembentukan organisasi atau institusi yang menjamin
terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu,
terkoordinasi dan menyeluruh dalam rangka memberikan perlindungan kepada
masyarakat dari ancaman, risiko dan dampak bencana. Hal ini berdasarkan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2008. Pada level
pemerintah di kota Padang dibentuk lembaga yang disebut Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Lembaga ini merupakan badan pemerintah daerah yang bertugas dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi tahap sebelum bencana (Pra-
Bencana), saat bencana (Tanggap Darurat) dan pasca bencana (Masa Pemulihan).
BPBD berfungsi untuk mengkoordinasikan penyusunan rencana penanggulangan
bencana daerah sesuai dengan kewenangannya untuk jangka waktu 5 (lima) tahun
dan ditinjau secara berkala sekali dalam 2 (dua) tahun atau sewaktu-waktu apabila
terjadi bencana. Penyusunan rencana penanggulangan bencana disusun
berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh kepala Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB).
Dalam implementasi pengurangan resiko bencana dalam sistem
pemerintah ditekankan pada Rencana Strategis – Rencana Aksi Daerah untuk
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
10
Pengurangan Risiko Bencana Kota Padang (RENSTRA - RAD PRB),
kesiapsiagaan dan ketersediaan sumber daya manusia serta ketersediaan anggaran
pada masa tanggap darurat dan pemulihan pasca bencana. Penyusunan RENSTRA
- RAD PRB Kota Padang yang dilakukan secara partisipatif melibatkan institusi
terkait Penanggulangan Bencana bertujuan untuk meminimalisir risiko bencana
dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya penanggulangan bencana dan
merevitalisasi institusi yang menangani penanggulangan bencana. Salah satu cara
untuk mengurangi resiko bencana adalah meningkatkan kesiapsiagaan.
Penyusunan RENSTRA - RAD PRB Kota Padang melalui beberapa tahap
sebagaimana terlihat pada Gambar 5.1
Gambar 1.1 Diagram Penyusunan Renstra-RAD PRB Kota Padang
Sumber: BPBD Kota Padang
Dalam rancangan renstra RAD ini, kesiapsiagaan dalam menghadapi
ancaman bencana adalah satu hal yang penting untuk dibangun sistem pemerintah.
Indikator telah adanya kesiapsiagaan yang terbangun apabila adanya pengetahuan
yang memadai tentang bencana dan penanggulangannya, adanya rencana
evakuasi, adanya sistem peringatan dini, tersedianya sumberdaya yang dapat
dimobilisasi saat terjadi bencana dan adanya kebijakan institusi dalam
pengurangan risiko bencana.
Upaya meningkatkan kesiapsiagaan dapat dilakukan melalui peningkatan
ketahanan komunitas. Konsep peningkatan ketahanan komunitas adalah dengan
menurunkan kerentanan dan meningkatkan kapasitas komunitas. Peningkatan
Kapasitas Komunitas dapat dilakukan melalui peningkatan pengetahuan dan
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
11
ketrampilan komunitas dalam mewujudkan manajemen pengurangan risiko
bencana yang tepat dan baik serta penyediaan fasilitas pendukung.
Membangun sistem penanggulangan bencana berbasis masyarakat adalah
upaya untuk pengurangan risiko bencana di tingkat masyarakat. Hal ini menjadi
penting karena keterbatasan pemerintah dan lembaga penanggulangan bencana
dalam memberikan bantuan pada saat terjadi bencana. Selain itu sistem ini
bertujuan untuk memaksimalkan sumber daya yang dimiliki masyarakat sehingga
mampu membantu diri, keluarga dan komunitasnya pada saat terjadi bencana.
Pembangunan sistem di masyarakat diawali dengan pemetaan ancaman bencana
dan analisis risiko bencana di komunitas. Berdasarkan analisis inilah dibangun
kapasitas dan kelembagaan penanggulangan bencana komunitas. Kelompok
Penanggulangan Bencana (KPB) komunitas ini dibentuk secara partisipatif yang
anggotanya semua unsur yang terdapat dalam komunitas.
Pembuatan Standar Operasional Prosedur (SOP) di tingkat komunitas juga
disusun untuk pengaturan peran dan fungsi unsur komunitas pada saat terjadi
bencana. Hal ini juga dilengkapi dengan Rencana Aksi Komunitas untuk
Pengurangan Risiko Bencana. Indikator telah terbangunnya kesiapsiagaan
komunitas dalam menghadapi ancaman bencana adalah : Pertama, adanya rencana
aksi pengurangan risiko bencana ditingkat komunitas dan keluarga, Kedua,
tersedianya sumber daya manusia yang memiliki kapasitas dalam penanganan
darurat (Tim Reaksi Cepat/ TRC) di komunitas, Ketiga, tersedianya jalur evakuasi
dan tempat relokasi komunitas.
Sementara itu, implementasi sistem pengurangan risiko bencana di sekolah
ditekankan dalam dua aspek. Pertama, pembuatan sistem kelembagaan di sekolah
yang anggotanya merupakan unsur yang terdapat di sekolah. Kelembagaan ini
diberikan peningkatan kapasitas melalui pelatihan, uji coba dan pembuatan
standar operasional prosedur. Kelembagaan ini disebut Kelompok Siaga Bencana
Sekolah (KSBS). Kedua, Peningkatan pengetahuan siswa tentang kebencanaan
dalam upaya meningkatkan kesiapsiagaan disekolah melalui kurikulum muatan
lokal Siaga Bencana. Kurikulum ini sedang diujicoba di 12 sekolah di Kota
Padang.
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
12
Pembuatan kurikulum Siaga Bencana juga berdasarkan pada standar
Hyogo Framework for Action (HFA) dengan tujuan untuk mensistimatiskan
praktik-praktik Pengurangan Risiko Bencana (PRB) di tingkat sekolah, sehingga
dapat terlaksana secara terencana dan terukur. Proses Pembuatan Standar
Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) dibuat oleh unsur pemerintahan,
tim ahli kurikulum, guru, masyarakat, dan lembaga-lembaga terkait dalam
penangulangan bencana.
Untuk itu, Pemerintah Kota Padang telah menjalin kerjasama yang baik
dalam usaha kesiapsiagaan bencana dengan Yayasan Komunitas Siaga Tsunami
Kerjasama ini dapat dilihat dari beberapa kegiatan terkait penanggulangan
bencana dan telah menginisiasi pembentukan berbagai Jejaring Siaga Bencana di
Kota Padang. Komunitas Siaga Tsunami sebelumnya telah berupaya mendukung
pemerintah Kota Padang dalam penyusunan dokumen RENSTRA-PB dan RAD-
PRB Kota Padang.
Hasil RENSTRA-PB dan RAD-PRB Kota Padang tahun 2008-2012 antara
lain menformulasikan visi “Padang Siaga Bencana” yang perlu ditindaklanjuti
melalui 3 misi utama untuk mencapainya. Namun setelah tiga tahun berjalan,
diperkuat dengan peristiwa gempa 30 september 2009 akan menjadi momentum
yang tepat untuk mengevaluasi sistem yang telah dibuat dan direncanakan oleh
pemerintah sebelumnya. Hal ini diharapkan dapat menjadi upaya yang lebih baik
dan sesuai dengan kondisi dan pengalaman yang telah dialami.
Kebijakan dalam penanggulangan bencana yang berfokus pada
kesiapsiagaan terlihat dari penelusuran beberapa dokumen yang mengindikasikan
ada keseriusan Pemko Padang. Ini bisa dilihat dalam dokumen RAD PB. yang
bermaterikan bagaimana komitmen Pemko Padang dalam mengurangi dampak
dari resiko bencana gempa dan tsunami jika terjadi. Dalam upaya mewujudkan
komitmen tersebut seperti yang dimuat dalam RAD PB Kota Padang yang disusun
dengan mempertimbangkan isu utama yang teridentifikasi dalam proses
Penanggulangan Bencana di Kota Padang. Kegiatan tersebut disesuaikan dengan
kemampuan pemerintah Kota Padang dalam melaksanakan upaya
penanggulangan bencana.
Pada penelitian ini penulis akan lebih menitikberatkan pada upaya
Pemerintah Kota Padang untuk menciptakan kesiapsiagaan masyarakat dalam
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
13
menghadapi bencana gempa dan tsunami, sesuai Undang – Undang No 24 Tahun
2007 tentang Penanggulangan Bencana Pasal 34 sampai pasal 47 yang memuat
tentang pentingya penanganan bencana yang dimulai dengan kebijakan pra
bencana. Kegiatan yang dapat dilakukan sebelum bencana dapat berupa
pendidikan peningkatan kesadaran bencana (disaster awareness), latihan
penanggulangan bencana (disaster drill), penyiapan teknologi tahan bencana
(disaster-proof), membangun sistem sosial yang tanggap bencana, dan
perumusan kebijakan - kebijakan penanggulangan bencana (disaster management
policies). Dan penelitian ini dilakukan agar mendeskripsikan bagaimana upaya
peningkatan kesiapsiagaan masyarakat Kota Padang dalam menghadapi bencana
gempa dan tsunami, serta menganalisis faktor – faktor yang digunakan untuk
menjelaskan manajemen pra bencana khususnya peningkatan kesiapsiagaan
masyarakat serta menjembatani dengan kondisi faktual yang terjadi terkait dengan
bencana gempa yang begitu sering terjadi di Kota Padang dan masih terus
mengancam hingga saat ini.
1.2 Perumusan Masalah
Bagaimana upaya Pemerintah Kota Padang untuk meningkatkan
kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana gempa dan
tsunami
1.3 Tujuan dan Signifikansi Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui upaya Pemerintah Kota Padang untuk meningkatkan
kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi ancaman gempa dan tsunami
1.3.2 Signifikansi Penelitian
1. Untuk menambah wawasan pengetahuan penulis baik secara teoritis maupun
praktis, khususnya mengenai manajemen bencana
2. Untuk menambah wawasan mengenai upaya Pemerintah Kota Padang untuk
meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi ancaman bencana gempa dan
tsunami
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
14
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dan dapat
memberikan sumbangan pemikiran dan informasi yang bermanfaat dalam
bidang studi manajemen bencana terutama pada tahap kesiapsiagaan dalam
menghadapi ancaman bencana gempa dan tsunami.
1.4 Batasan Penelitian
Dalam penelitian ini tentu diperlukan batasan agar penelitian tetap terarah.
Untuk itu penulis akan coba membatasi penelitian pada manajemen pra bencana
khususnya upaya Pemerintah Kota Padang untuk meningkatkan kesiapsiagaan
dalam menghadapi ancaman gempa dan tsunami
1.5 Sistematika Penelitian
Dalam penelitian tesis ini diperlukan adanya suatu urian mengenai
susunan dari penelitian yang di buat agar pembahasan teratur dan terarah pada
permasalahan yang sedang di bahas. Untuk itu tesis ini akan di bagi dalam 5 bab,
yaitu sebagai berikut
1. Bab I Pendahuluan, dalam bab ini akan diuraikan hal- hal yang melatar
belakangi masalah yang akan dibahas.selain itu juga diuraikan pokok
permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, serta diakhiri dengan
sistematika penulisan.
2. Bab II Tinjauan Pustaka, dalam bab ini penulis mencoba mengemukakan
tentang teori – teori yang berkaitan dengan upaya peningkatan
kesiapsiagaan masyarakat Kota Padang dalam menghadapi bencana gempa
dan tsunami.
3. Bab III, Metode Penelitian yang terdiri dari Model Penelitian, Teknik
Pengumpulan Data, Tempat Penelitian, Teknik Penentuan Informan dan
Metode Analisis Data.
4. Bab IV berisikan hasil penelitian dan analisa. Pada bab ini penulis
memulai untuk medeskripsikan bagaimana upaya Pemerintah Kota Padang
untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadai ancaman
bencana gempa dan tsunami.
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
15
5. Bab V, Penutup yaitu bab yang mengakhiri dari semua uraian serta analisa
yang dilakukan oleh penulis berupa kesimpulan dan saran dari hasil
penelitian
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi Manajemen Bencana
Studi mengenai manajemen bencana muncul untuk memecahkan
masalah kebencanaan yang akhir – akhir ini makin sering menjadi ancaman
keberlangsungan suatu kehidupan. Bencana yang ditimbulkan oleh alam atau
karena ulah manusia perlu segera diupayakan penanggulangan dan
penanganannya secara cepat, tepat, terpadu, dan terkoordinasi melalui kegiatan
pencegahan, penyelamatan, rehabilitasi, dan rekonstruksi. Menurut Rahmat,
manajemen bencana merupakan “seluruh kegiatan yang meliputi aspek
perencanaan dan penanggulangan bencana, pada sebelum, saat dan sesudah terjadi
bencana.” (Purnomo, 2010, p. 93). Di sisi lain, Carter dalam menjelaskan
“pengelolaan bencana sebagai suatu ilmu terapan (aplikatif) yang mencari, dengan
mengobservasi sistematis dan analisis bencana untuk meningkatkan tindakan –
tindakan (measures) terkait dengan preventif (pencegahan), mitigasi
(pengurangan), persiapan, respon darurat, dan pemulihan. (Purnomo, 2010, p 93).
Khan (2008) menjelaskan secara komprehensif defenisi dari
manajemen bencana sebagai “sum total of all activities, programmes and
measures which can be taken up before, during and after a disaster with the
purpose to avoid a disaster, reduce its impact or recover from its losses.” (p. 46).
Untuk mencari solusi atas persoalan bencana yang merupakan masalah publik,
maka dibutuhkan manajemen bencana agar dampak buruk dari bencana bisa
direduksi. Manajamen bencana seperti yang di jelaskan Asia Disaster
Prepereadness Center (2004), yaitu: “Disaster management includes
administrative decisions and operational activities that involve prevention,
mitigation, preparedness, response, recovery, and rehabilitation. (p. 1-2).
Sedangkan menurut Sadisun (2004), manajemen bencana merupakan suatu
kegiatan yang terpadu, dinamis dan berkelanjutan, yang dilaksanakan semenjak
sebelum kejadian bencana, pada saat atau sesaat setelah bencana hingga pasca
bencana .(p. 2). Dengan demikian manajemen bencana berarti keterpaduan antara
seluruh tahapan bencana dari pra bencana, saat bencana, dan pasca bencana.
16 Universitas Indonesia
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
17
Sementara itu University of Wisconsin mendefinisikan manajemen bencana
sebagai: "the range of activities designed to maintain control over disaster and
emergency situation and to provide a framework for helping at-risk persons to
avoid or recover from the impact of disaster. Disaster management deals with
situation that occurs prior to, during, and after the disaster. (Djohanputro, 2009,
p. 1)
Sementara itu menurut Carter (2008) pengelolaan bencana didefenisikan
sebagai suatu ilmu pengetahuan terapan (aplikatif) yang mencari, dengan
observasi sistematis dan analisis bencana, untuk meningkatkan tindakan –
tindakan (measures) terkait dengan preventif (pencegahan), mitigasi
(pengurangan), persiapan, respons darurat dan pemulihan. Sedangkan pengelolaan
bencana terpadu didefeiniskan sebagai suatu proses yang mempromosikan
koordinasi pengembangan dan pengelolaan bencana dan pengelolaan aspek
lainnya yang terkait langsung maupun tidak langsung dalam tujuan
mengoptimalkan resultan kepentingan ekonomi dan kesehjateraan sosial,
khususnya dalam kenyamanan dan keamanan terhadap bencana dalam sikap yang
cocok / tepat tanpa mengganggu kestabilan dari ekosistem – ekosistem penting.
Proses ini mengimplementasikan suatu ilmu pengetahuan terapan (aplikatif) yang
mencari, dengan observasi sistematis dan analisis bencana, untuk meningkatkan
tindakan- tindakan yang terorganisir terkait dengan pencegah, pengurangan,
persiapan, respons darurat dan pemulihan. (Kodoatie, 2008, p. 48)
2.2 Tujuan Manajemen Bencana
Tujuan manajemen bencana secara sederhana tentu saja meminimalisir
jatuhnya korban jiwa dan harta benda. Banyak pihak yang kurang menyadari
pentingnya mengelola bencana dengan baik. Salah satu faktornya adalah bencana
belum tahu kapan dan dimana pastinya akan terjadi walaupun ancamannya bisa
diperkirakan. Untuk tujuan itulah manajemen bencana diperlukan agar manusia
senantiasa siap jika bencana itu terjadi. Menurut Ramli ada beberapa tujuan
manajemen bencana, diantaranya:
1. Mempersiapkan diri untuk menghadapi semua bencana atau kejadian yang
tidak diinginkan
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
18
2. Menekan kerugian dan korban yang dapat timbul akibat dampak suatu
bencana atau kejadian.
3. Meningkatkan kesadaran semua pihak dalam masyarakat atau organisasi
tentang bencana sehingga terlibat dalam proses penananganan bencana.
4. Melindungi anggota masyarakat dari bahaya atau dampak bencana sehingga
korban dan penderitaan yang dialami dapat dikurangi. (Ramli, 2010, p. 11).
Sedangkan Djohanpoetro (2009) menjelaskan tujuan dari manajemen
bencana adalah sebagai berikut:
1. Menghindari kerugian pada indiviu, masyarakat, maupun negara
melalui tindakan dini (sebelum bencana terjadi). Tindakan ini
termasuk ke dalam tindakan pencegahan. Oleh karenanya, tindakan
menghindari ini efektif sebelum bencana itu terjadi.
2. Meminimalisasi kerugian pada individu, masyarakat, maupun negara
berupa kerugian yang berkaitan dengan orang, fisik, ekonomi, dan
lingkungan bila bencana tersebut terjadi. Tujuannya adalah agar bisa
meminimalisasi kerugian akan efektif bila bencana itu telah terjadi.
3. Meminimalisasi penderitaan yang ditanggung oleh individu dan
masyarakat yang terkena bencana. Ada juga yang menyebut tindakan
ini sebagai pengentasan. Tujuan utamanya adalah untuk membantu
individu dan masyarakat yang terkena bencana supaya bisa bertahan
hidup dengan cara melemaskan penderitaan yang langsung terjadi pada
mereka yang terkena bencana
4. Untuk memperbaiki kondisi sehingga individu dan masyarakat dapat
mengatasi permasalahan akibat bencana. Perbaikan kondisi terutama
diarahkan kepada perbaikan infratruktur seperti jalan, listirk,
penyediaan air bersih, sarana komunkasi, dan sebagainya
5. Untuk mempercepat pemulihan kondisi sehingga individu dan
masyarakat bangkit ke kondisi sebelum bencana, atau bahkan
mengejar ketinggalan dari individu atau masyarakat lain yang tidak
terkena bencana. Perbaikan infrastruktur seperti dijelaskan di atas
tidaklah cukup. Itu hanya mengembalikan ke kondisi semula sehingga
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
19
aktivitas ekonomi dan sosial berjalan dengan baik sebagaimana
layaknya sebuah wilayah. (p. 4-7)
Sementara Eatkin (2008) menyimpulkan tujuan dari bencana adalah
sebagai berikut:
a. Minimize the loss, pain and damage caused by disasters, within the
larger social context.
b. Minimize the damage caused by disasters, while maintaining the
structures of rights, power and wealth within society, as well as the
institutions that support them. (p. 15).
2.3 Model Manajemen Bencana
Dalam mengatasi persoalan kebencanan, ada beberapa cara yang disebut
sebagai model manajemen bencana. Menurut Makki, terdapat lima model
manajemen bencana yaitu:
1. Disaster management continuum model, Model ini mungkin merupakan
model yang paling popular karena terdiri dari tahap-tahap yang jelas
sehingga lebih mudah diimplementasikan. Tahap-tahap manajemen
bencana di dalam model ini meliputi emergency, relief, rehabilitation,
reconstruction, mitigation, preparedness, dan early warning.
2. Pre-during-post disaster model. Model manajemen bencana ini membagi
tahap kegiatan di sekitar bencana. Terdapat kegiatan-kegiatan yang perlu
dilakukan sebelum bencana, selama bencana terjadi, dan setelah bencana.
Model ini seringkali digabungkan dengan disaster management continuum
model.
3. Contract-expand model. Model ini berasumsi bahwa seluruh tahap-tahap
yang ada pada manajemen bencana (emergency, relief, rehabilitation,
reconstruction, mitigation, preparedness, dan early warning) semestinya
tetap dilaksanakan pada daerah yang rawan bencana. Perbedaan pada
kondisi bencana dan tidak bencana adalah pada saat bencana tahap tertentu
lebih dikembangkan (emergency dan relief) sementara tahap yang lain
seperti rehabilitation, reconstruction, dan mitigation kurang ditekankan.
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
20
4. The crunch and release model. Manajemen bencana ini menekankan
upaya mengurangi kerentanan untuk mengatasi bencana. Bila masyarakat
tidak rentan maka bencana akan juga kecil kemungkinannya terjadi meski
hazard tetap terjadi.
5. Disaster risk reduction framework. Model ini menekankan upaya
manajemen bencana pada identifikasi risiko bencana baik dalam bentuk
kerentanan maupun hazard dan mengembangkan kapasitas untuk
mengurangi risiko tersebut. (APDC, 2004, p. 3 – 6).
2.4 Tahapan Manajemen Bencana
Bantuan bencana pada dasarnya memerlukan suatu mekanisme khusus
yang meliputi kegiatan – kegiatan mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat,
rehabilitasi, dan rekonstruksi yang dilakukan secara terus menerus dan
berkesinambungan. (Purnomo, 2010, p. 89). Sementara Rahmat menjelaskan,
secara garis besar manajemen bencana terbagi atas:
1. Kegiatan pra bencana yang mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan, serta peringatan dini;
2. Kegiatan saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan tanggap darurat
untuk meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan search and
rescue (SAR), bantuan darurat dan pengungsian.
3. Kegiatan pasca bencana yang mencakup kegiatan pemulihan,
rehabilitasi, dan rekonstruksi. (p. 4).
Sedangkan Wolensky menunjukkan proses manajemen bencana terdiri
dari empat tahap, yaitu: “tahap sebelum bencana (mitigation and preparedness
planning), tahap tanggap darurat (immeditiate pre and post impact), tahap
pemulihan jangka dekat (dua tahun), dan tahap pemulihan jangka panjang.
(Purnomo, 2010, p. 87).
Sementara itu kondoatie menyebutkan setiap bencana mempunyai
karakteristik yang berbeda – beda namun pada hakikatnya pola pengelolaannya
secara substanis hampir sama. Oleh karena itu dapat dibuat siklus perencanaan
bencana yang skema seperti dibawah ini:
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
21
Gambar 2.1: Siklus Pengelolaan Bencana
Sumber: Kondoatie, Analisa Ancaman Bencana Hydro – Meterologis di Indonesia
2008
Walaupun pendapat para ahli tersebut berbeda namun pada intinya
menyebutkan tahapan manajemen bencana dalam tiga tahap, yaitu sebelum
terjadinya bencana, pada waktu bencana terjadi dan sesudah bencana terjadi.
Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel berikut:
C. Saat
menjelang
bencana
Kesiapsiagaan
Mitigasi
Pencegahan
Action Plan
Perencanaan dan
Pengembangan
Penelitian/Studi
Pemulihan
Respon / Tindakan
Darurat dan Pertolongan
Dampak
Bencana
B. Pra
Bencana
A. Jauh
Sebelum
Bencana
E. Pasca
Bencana
D. Saat
Bencana
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
22
Tabel 2.1: Tahapan – Tahapan Manajemen Bencana
Peneliti Tahapan
Wolensky Sebelum terjadi bencana (mitigation
and prepereadness)
Tanggap darurat (immeditiate pre
and post impact)
Pemulihan jangka dekat (2 tahun)
Pemulihan jangka panjang (10
tahun)
Waugh Peringatan (prevention)
Perencanaan dan Persiapan
(planning and prepereadness)
Tanggapan (response)
Pemulihan (recovery)
Helsoot dan Ruitenberg Peringatan (prepereadness)
Emergensi (emergency)
Pemulihan (recovery)
Sumber: Hadi Purnomo dan Ronny Sugiantoro, 2010, Manajemen Bencana,
Yogyakarta, Media Pressindo. Hal 87
Khan (2008) menyimpulkan siklus manajemen bencana dalam tiga
tahapan utama yaitu:
1. Before a disaster (pre-disaster). Pre-disaster activities those which are
taken to reduce human and property losses caused by a potential
hazard. For example, carrying out awareness campaigns,
strengthening the existing weak structures, preparation of the disaster
management plans at household and community level, etc. Such risk
reduction measures taken under this stage are termed as mitigation
and preparedness activities.
2. During a disaster (disaster occurrence). These include initiatives taken
to ensure that the needs and provisions of victims are met and
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
23
suffering is minimized. Activities taken under this stage are called
emergency response activities.
3. After a disaster (post-disaster). There are initiatives taken in response
to a disaster with a purpose to achieve early recovery and
rehabilitation of affected communities, immediately after a disaster
strikes. These are called as response and recovery activities. (p. 47).
2.5 Paradigma Pengurangan Resiko Bencana
Kesiapsiagaan sebagai bagian dari strategi pengurangan resiko bencana
yang mendahulukan aspek pencegahan terhadap dampak dari bencana. Pada saat
ini bencana, tidak lagi dianggap sebagai teguran dari alam atau kecelakaan semata
yang tidak bisa dicegah dan diprediksi kapan akan datangnya. Juga tak hanya
berupa kejadian yang disebabkan oleh alam yang makin meningkat akibat
buruknya pengelolaan sumber daya alam. Sehingga, bencana tidak hanya dilihat
dari faktor penyebabnya saja, tetapi juga akibatnya terhadap masyarakat. Definisi
mutakhir terhadap bencana dijelaskan bahwa bencana tidak bisa dibedakan lagi
berdasarkan sebabnya, tetapi berdasarkan dampaknya, sehingga didefenisikan
sebagai berikut: “suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat
sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi
materi, ekonomi, atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat
tersebut untuk mengatasinya dengan sumber daya mereka sendiri. (Parlan, 2010,
p. 6)
Menurut Parlan (2010), pada tingkat global, pandangan terhadap bencana
juga mengalami perubahan, dulu bencana semata – mata relevan dengan
kedaruratan, dan lebih ditekankan pada cara menanggulangi bencana setelah
terjadi. Sedang menurut pandangan perlindungan sipil, bencana terkait erat
dengan proses pembangunan, pemerintahan dan kemasyarakatan di seluruh siklus
bencana menjadi, serangkaian kegiatan baik sebelum, pada saat, maupun sesudah
terjadi bencana yang dirancang untuk memberikan kerangka kerja bagi
perorangan atau masyarakat berisiko terkena bencana untuk menghindari,
mengendalikan resiko, mengurangi, menanggulangi, maupun memulihkan diri
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
24
dari dampak bencana. (p. 7). Sementara itu pujiono mengungkapkan ada tiga hal
penting dalam perubahan paradigma penanggulangan bencana, yaitu:
1. Dari respon darurat ke manajemen resiko, perubahan ini mendorong
perubahan radikal cara pandang. Tadinya penanggulangan bencana
dipandang sebagai tindakan khusus terbatas pada keadaan darurat,
dilakukan oleh pakar saja, kompleks, mahal dan cepat. Sekarang,
penanggulangan bencana bukan lagi sekedar merespons kedaruratan,
melainkan tindakan untuk melakukan manajemen resiko.
2. Perlindungan rakyat, sebagai wujud pergeseran cara pandang dari
kekuasaan pemerintah ke perlindungan sebagai hak asasi rakyat.
Tadinya perlindungan diberikan sebagai bukti kemurahan penguasa
untuk rakyatnya. Dengan demokratisasi dan otonomi daerah,
akuntabilitas pemerintah daerah bergeser lebih dekat ke konstituen.
Pemerintah daerah adalah pihak yang diberikan mandat oleh
konstituennya untuk, antara lain, menciptakan dan membagi
kesehjateraan, dan memastikan perlindungan. Pergerseran ini
mengharuskan Pemerintah Daerah untuk melihat perlindungan sebagai
suatu mandat yang sama dengan mandat ekonomi dan kesehjateraan
3. Dari tanggung jawab pemerintah ke urusan bersama masyarakat. ini
berkaitan dengan bagaimana membawa penanggulangan bencana dari
ranah pemerintah ke arah urusan kemaslahatan bersama, dimana
semua aspek penanggulangan bencana, mulai dari kebijakan,
kelembagaan, koordinasi dan mekanisme harus menggalakkan peran
serta masyarakat luas dan dunia usaha. (Parlan, 2010, p. 8).
Ketiga perubahan paradigma tersebut meliputi perubahan, diantaranya
adalah perubahan dari aspek bencana, pandangan yang berpengaruh saat ini dan
adanya pandangan alternatif sebagai pilihan.
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
25
Tabel 2.2. Pergeseran Pandangan Penanganan Bencana
Aspek Pandangan Dominan Pandangan Alternatif
Hakekat Bencana Penyimpangan dari
kewajaran
Bagian dari kewajaran,
timbul masalah – masalah
yang tidak teratasi
Cara Pandang Bencana dilihat sebagai
kejadian yang berdiri sendiri
Bencana merupakan bagian
dari proses pembangunan
yang normal
Hubungan dengan
komunitas
Kurang menganalisa
hubungan – hubungan
dengan kondisi komunitas
pada keadaan normal
Analisa terhadap kondisi
komunitas pada keadaan
normal merupakan faktor
yang mendasar dalam
mengenali bencana
Kaitan dengan
kewajaran
Kurang ditekankan Menekankan pada solusi
yang mengubah struktur
hubungan dalam komunitas
yang menjadi lebih rentan
terhadap bencana
Sarana
penyelesaian
Didominasi rekayasa,
teknik, hokum dan
stabilisasi
Menekankan pada solusi
yang mengubah struktur
hubungan dalam komunitas
menjadi penyebab komunias
menjadi lebih rentan terhadap
bencana
Susunan
keorganisasian
Institusi yang terlibat dalam
intervensi sangat terpusat
dengan tingkat partisipasi
komunitas sangat rendah
Partisipatori institusi yang
terlibat tersebar, sehingga
komunitas menjadi pemeran
utama dalam penyusunan
strategi, dimana komunitas
tidak dipandang sebafai
korban tetapi mitra
Ciri pemerintahan Kurang akuntabel, kurang
transparan, kurang dapat
dipercaya
Lebih akuntabel, transparan
dan menekankan kepercayaan
Waktu
penanggulangan
Pasca kejadian Setiap waktu dengan
penekanan pada sebelum
keajadian bencana
Arah kerja Pemulihan ke taraf sebelum
bencana
Bencana merupakan
kesempatan mereformasi
komunitas menuju kondisi
yang lebih baik
Sumber: Hening Parlan, Paradigma Penanggulangan Bencana, 2008 Yogyakarta,
Sheep Indonesia, Hal 9
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
26
Dengan adanya perubahan paradigm tersebut diharapkan akan terjadi
pengurangan resiko yang sistematis yang pada akhirnya masyarakat/komunitas
akan mampu bertahan dari situasi – situasi sulit dalam berbagai bencana
2.6 Kesiapsiagaan
Dari pengalaman dalam menangani berbagai kejadian bencana di berbagai
belahan bumi ini, dalam 20 tahun terakhir ini telah dirasakan pentingnya
meningkatkan kesiapsiagan masyarakat, bukan saja pada tingkat pemerintahan
dari suatu negara atau suatu daerah, tetapi juga pada tingkatan komunitas yang
langsung merasakan dan harus menghadapi bencana itu sendiri, terutama sebelum
bantuan atau pertolongan datang dari instansi atau badan-badan pertolongan atau
penanganan bencana yang resmi. Pengertian komunitas dapat didekati dengan
definisi dari McMillan & Chavis sebagai berikut: “community is defined as a
feeling that members have a belonging, a feeling that members matter to one
another and to the group, and a shared faith that members’ need will be met
through their commitment to be together” (LIPI, 2006, p.1 )
Pada realitasnya, di masyarakat masih banyak terdapat berbagai penafsiran
yang berbeda terhadap konsep kesiapsiagaan. Dalam kajian untuk pengembangan
kerangka penilaian kesiapsiagaan masyarakat ini, telah digunakan suatu konsep
atau pengertian dari Nick Carter dalam LIPI/ISDR (2006), mengenai
kesiapsiagaan dari suatu pemerintahan, suatu kelompok masyarakat atau individu,
sebagai berikut: “tindakan-tindakan yang memungkinkan pemerintahan,
organisasiorganisasi, masyarakat, komunitas dan individu untuk mampu
menanggapi suatu situasi bencana secara cepat dan tepat guna. Termasuk ke
dalam tindakan kesiapsiagaan adalah penyusunan rencana penanggulangan
bencana, pemeliharaan sumberdaya dan pelatihan personil. (LIPI, 2006, p. 2).
Sementara itu, Sutton (2006) mengatakan bahwa konsep dari
kesiapsiagaan sendiri adalah
“The concept of disaster preparedness encompasses measures aimed at
enhancing life safety when a disaster occurs, such as protective actions
during an earthquake, hazardous materials spill, or terrorist attack. It also
includes actions designed to enhance the ability to undertake emergency
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
27
actions in order to protect property and contain disaster damage and
disruption, as well as the ability to engage in post-disaster restoration and
early recovery activities. (p. 3).
Sutton (2006) juga menambahkan bahwa kesiapsiagaan itu adalah
“commonly viewed as consisting of activities aimed at improving response
activities and coping capabilities. However, emphasis is increasingly being
placed on recovery preparedness, that is, on planning not only in order to
respond effectively during and immediately after disasters but also in order to
successfully navigate challenges associated with short- and longer-term recovery
(p. 3).
Sutton (2006) juga membuat standar penilaian kemampuan untuk
kesiapsiagaan yaitu The Capabality Assesment of Readiness yang berisikan
elemen sebagai berikut:
a. Laws and Authorities
b. Hazard Identification and Risk Assessment
c. Hazard Mitigation
d. Resource Management
e. Direction, Control, and Coordination
f. Communications and Warning
g. Operations and Procedures
h. Logistics and Facilities
i. Training
j. Exercises, Evaluations, and Corrective Actions
k. Crisis Communications, Public Education, and Information
l. Finance and Administration. (p. 4).
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
28
Sedangkan dimensi dan aktiftas kesiapsiagaan sendiri menurut Sutton
adalah:
Tabel 2.3 Dimensi Kesiapsiagaan
Dimension Activities
Hazard Knowledge Conducting hazard, impact, and vulnerability
assessments, Using loss estimation software, scenarios,
census data; Understanding potential impacts on
facilities, structures, infrastructure, populations;
Providing hazard information to diverse stakeholders
Management, Direction and
Coordination
Assigning responsibilities; Developing a division of labor
and a common vision of response-related roles and
responsibilities; Forming preparedness committees,
networks; Adopting required and recommended
management procedures (e.g., National Incident
Management System). Providing training experiences,
conducting drills, educating the public
Formal and Informal Response
Plans and Agreement
Developing disaster plans, evacuation plans, memoranda
of understanding, mutual aid agreements, collaborative
partnerships, resourcesharing agreements; Participating
in broader and more general planning arrangements
(e.g., neighborhood and community preparedness groups,
Urban Area Security Initiative regional plans, industry-
wide preparedness initiatives)
Supportive Resources Acquiring equipment and supplies to support response
activities; Ensuring coping capacity, Recruiting staff;
Identifying previously unrecognized resources;
Developing logistics capabilities
Life Safety Protection Preparing family members, employees, others to take
immediate action to prevent death and injury, e.g.,
through evacuating, sheltering in place, using “safe
spaces” within structures, taking emergency actions to
lessen disaster impacts on health and safety; Containing
secondary threats, e.g. fire following earthquakes
Property Protection Acting expediently to prevent loss or damage of property;
protecting inventories, securing critical records;
Ensuring that critical functions can be maintained during
disaster; Containing secondary threats
Emergency Coping and
Restoration of Key Function
Developing the capacity to improvise and innovate
Developing the ability to be self-sustaining during
disasters; Ensuring the capacity to undertake emergency
restoration and early recovery measures
Initiation of Recovery Preparing recovery plans; developing ordinances and
other legal measures to be put into place following
disasters; Acquiring adequate insurance; Identifying
sources of recovery aid
Sumber: Jeanet Sutton, Disaster Preparedness, University of Colorado, 2006, 6
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
29
Kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses manajemen bencana
dan di dalam konsep pengelolaan bencana yang berkembang saat ini,
peningkatan kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari kegiatan
pengurangan risiko bencana menerapkan konsep kembang- susut (expand –
contract), yang merepresentasikan secara lebih baik peranan dari berbagai
komponen kegiatan pengelolaan bencana yang berjalan secara parallel.
Konsep kesiapsiagaan yang digunakan digunakan pada kajian kerangka
penilaian kesiapsiagaan masyarakat di sini lebih ditekankan pada menyiapkan
kemampuan untuk dapat melaksanakan kegiatan tanggap darurat secara cepat dan
tepat. Kegiatan tanggap darurat meliputi langkah-langkah tindakan sesaat sebelum
bencana, seperti: peringatan dini (bila memungkinkan) meliputi penyampaian
peringatan dan tanggapan terhadap peringatan; tindakan saat kejadian bencana,
seperti: melindungi/ menyelamatkan diri, melindungi nyawa dan beberapa jenis
benda berharga, tindakan evakuasi, dan tindakan yang harus dilakukan segera
setelah terjadi bencana, seperti: SAR, evakuasi, penyediaan tempat berlindung
sementara, perawatan darurat, dapur umum, bantuan darurat, survei untuk
mengkaji kerusakan dan kebutuhan-kebutuhan darurat serta perencanaan untuk
pemulihan segera (infrastuktur kritis, sarana sosial, seperti: pendidikan dan
ibadah). Selain itu juga dijelaskan elemen – elemen dalam kesiapsiagaan
Terkait masalah kesiapsiagaan masyarakat, beberapa sumber mengatakan
bahwa untuk menciptakan peningkatan kesiapsiagaan masyarakat dalam
menghadapi ancaman bencana, terdiri dari beberapa faktor kritis, diantaranya:
1. pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana
2. kebijakan dan panduan
3. rencana untuk keadaan darurat bencana
4. sistim peringatan bencana
5. kemampuan untuk memobilisasi sumber daya. (LIPI, 2006, p. 3).
Untuk mengetahui bagaimana upaya peningkatan kesiapsiagaan
masyarakat dalam menghadapi ancaman gempa dan tsunami dibutuhkan sejumlah
indicator untuk mempermudah penilaian. Hasil Penelitian Tim LIPI membuat
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
30
beberapa indikator untuk dijadikan parameter yang digunakan dalam mengukur
kesiapsiagaan masyarakat adalah:
1. Pengetahuan dan sikap terdiri dari empat variabel, yaitu:
a. Pemahaman tentang bencana alam
b. Pemahaman tentang kerentanan lingkungan
c. Pemahaman tentang kerentanan bangunan fisik dan fasilitas-fasilitas
penting untuk keadaan darurat bencana
d. Sikap dan kepedulian terhadap resiko bencana
2. Rencana untuk keadaan darurat diterjemahkan menjadi delapan
variabel, yaitu:
A. Organisasi pengelola bencana, termasuk kesiapsiagaan bencana
B. Jalur dan Lokasi Evakuasi
C. Sistem Peringatan Dini
D. Rencana Pertolongan pertama, penyelamatan, keselamatan dan
keamanan ketika terjadi bencana
E. Peralatan dan perlengkapan evakuasi
F. Fasilitas-fasilitas penting untuk keadaan darurat
G. Edukasi dan simulasi evakuasi. (LIPI, 2006, p. 12).
2.7 Hasil Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini dijelaskan
sebagai berikut :
A. Peneliti: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Judul Penelitian:
Kajian Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Mengantisipasi Bencana Gempa
dan Tsunami di Kabupaten Aceh Besar, Kota Bengkulu dan Kota
Bengkulu, Tahun 2006. Temuan Penting Penelitian:
1. Di Kabupaten Aceh Besar
a. Hasil survei untuk ketiga komunitas yaitu rumah tangga, sekolah dan
pemerintah menjadi dasar perhitungan indeks kesiapsiagaan setiap
kelompok komunitas. Indeks pada setiap komunitas merupakan
gabungan dari kelima parameter yang disepakati menjadi ukuran
kesiapsiagaan tiap komunitas yaitu: Pengetahuan dan sikap, Kebijakan
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
31
dan arahan, Rencana tanggap darurat, Sistem peringatan dan
Mobilisasi sumber daya. Berdasarkan hasil perhitungan mengenai
kesiapsiagaan masyarakat perdesaan Aceh dalam mengantisipasi
bencana, angka indeks total yang diperoleh adalah 52, atau dapat
dikategorikan sebagai kondisi kurang siap.
b. Indeks sistem peringatan dini pada semua komunitas menunjukkan
bahwa masyarakat masih kurang siap baik dalam penyediaan sistem
peringatan, maupun merespons jika mendengar tanda peringatan
tersebut. Sampai sekarang, sistem peringatan terhadap akan terjadinya
bencana tsunami belum tersedia di lokasi kajian, meskipun
keterlambatan mengetahui adanya bencana, telah banyak
menyebabkan korban jiwa di daerahnya. Selama ini masyarakat tidak
menyadari bahwa daerahnya rawan bencana, sampai bencana tsunami
memusnahkan semuanya. Karena keawaman masyarakat dalam hal
bencana, maka satu-satunya peringatan yang dimiliki oleh sebagian
komunitas merupakan gerakan reflek masyarakat untuk
menyelamatkan diri ke tempat yang dianggap aman dalam waktu yang
sangat singkat. Karena pengalaman tersebut sebagian komunitas
sepakat tentang pentingnya sistem peringatan yang dapat dijadikan
pedoman untuk mengurangi resiko bencana. Sedangkan nilai indeks
mobilisasi sumber daya yang merupakan nilai parameter terendah
untuk semua komunitas (kurang dari 40), menunjukkan keadaan
masyarakat yang belum siap untuk menggerakkan kesiapsiagaan. Hal
ini lebih disebabkan oleh masih tingginya ketergantungan kehidupan
masyarakat pada pihak luar, sehingga kurang memperhatikan
kebutuhan untuk meningkatkan kesiapsiagaan, kecuali mendapat
bantuan dari pihak lain.
2. Di Kota Bengkulu:
a. Hasil kajian menggambarkan bahwa Kota Bengkulu termasuk di dalam
kategori kurang siap untuk mengantisipasi bencana alam, diindikasikan
dari indeks kesiapsiagaan kota ini yang baru mencapai angka 51 dari
nilai nilai indeks maksimum sebesar 100. Gambaran tersebut
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
32
didasarkan pada kekurang siapan semua stakeholders utama, yaitu:
rumah tangga, komunitas sekolah dan pemerintah. Pemerintah,
meskipun menduduki posisi tertinggi dengan nilai indeks sebesar 54,
juga masih termasuk dalam kategori kurang siap. Rumah tangga yang
merupakan cerminan dari masyarakat Kota Bengkulu mempunyai
indeks kesiapsiagaan sebesar 51, berada pada posisi ke dua diantara
dua stakeholders lainnya. Sedangkan komunitas sekolah, yang
seharusnya merupakan sumber pengetahuan bagi masyarakat, ternyata
paling kurang siap, indeks kesiapsiagaannya hanya mencapai angka 48
atau paling rendah, jika dibandingkan dengan rumah tangga dan
pemerintah Kota Bengkulu.
b. Kurangnya kesiapsiagaan masyarakat Kota Bengkulu juga berkaitan
dengan masih minimnya dukungan dari stakeholders pendukung.
Analisa mengungkapkan bahwa dukungan dari stakeholders
pendukung, seperti: kelembagaan masyarakat, LSM dan Organisasi
Non Pemerintah (ORNOP), kelompok profesi dan pihak swasta masih
sangat terbatas. Meskipun di Kota Bengkulu terdapat banyak LSM,
belum satupun LSM yang konsen dengan kesiapsiagaan masyarakat
untuk mengantisipasi bencana. Peran LSM-LSM selama ini masih
terbatas pada penanganan korban pasca bencana, seperti yang terjadi
pada bencana gempa tahun 2000 dan banjir yang sering melanda kota
ini pada musim hujan.
3. Di Kota Padang:
a. Hasil kajian kesiapsiagaan menghadapi bencana yang dilakukan di
Kota Padang menunjukkan nilai indeks kesiapsiagaan sebesar 63,55.
Nilai indeks tersebut merupakan nilai indeks gabungan antara nilai
indeks pemerintah, komunitas sekolah dan nilai indeks rumah tangga
dengan bobot masing-masing stakeholder yang hampir sama. Bobot
untuk nilai indeks pemerintah sebesar 35 persen, untuk masyarakat
(rumah tangga) sebesar 35 dan untuk komunitas sekolah sebesar 30
persen. Hal itu didasarkan pada pertimbangan bahwa kesiapsiagaan
khususnya pada„tahap tanggap darurat apabila terjadi bencana, maka
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
33
yang akan bertindak paling awal adalah masyarakat. Nilai indeks
kesiapsiagaan kota Padang (63,55) termasuk dalam kategori hampir
siap. Namun jika dicermati lebih lanjut, nilai indeks masing-masing
stakeholder menunjukkan perbedaan yang cukup berarti. Nilai indeks
pemerintah jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nlai indeks
komunitas sekolah dan rumah tangga. Nilai indeks pemerintah sebesar
75 dan termasuk dalam kategori siap, sedangkan indeks pada
komunitas sekolah dan rumah tangga masing-masing 59 dan 56, masuk
dalam kategori hampir siap.
b. Kendatipun demikian tingginya nilai indeks pemerintah ini perlu
ditinjau implimentasinya di lapangan. Semua indikator kesiapsiagaan
bencana, terutama dari parameter rencana tanggap darurat dan
mobilisasi sumber daya telah terpenuhi, akan tetapi pelaksanaan di
lapangan belum optimal, terlihat dari masih timpangnya parameter
indeks kesiapsiagaan pemerintah kota dan kecamatan. Hal yang perlu
mendapat perhatian Pemerintah Kota Padang untuk lebih
memaksimalkan implementasi rencana kesiapsiagaan menghadapi
bencana di lapangan adalah optimalisasi peran dan fungsi Satlak.
Pemerintah Kota Padang telah membentuk Satlak dengan SK walikota.
Organisasi Satlak ini terdiri dari berbagai unsur dari instansi
pemerintah kota, LSM dan organisasi profesi. Meskipun telah
terbentuk, Satlak Kota Padang belum optimal melaksanakan
fungsinya.
c. Berbagai upaya dan kegiatan tentang kesiapsiagaan menghadapi
bencana yang dilaksanakan di Kota Padang dalam beberapa tahun
terakhir ini dikoordinir oleh salah satu dinas pemerintah kota, yaitu
Dinas Kebakaran dan Penanggulangan Bencana. Secara organisatoris,
Dinas Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Kota Padang
mempunyai kendala untuk melakukan koordinasi, karena kapasitas
kelembagaan tidak bisa secara resmi melakukan koordinasi dengan
instansi lainnya di jajaran pemerintah kota. Jika melakukan koordinasi,
seperti melakukan rapat koordinasi undangannya harus melalui
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
34
sekertaris kota (sekot). Jika peran Satlak dioptimalkan, maka fungsi
koordinasi tersebut menjadi tanggung jawab Satlak dan secara
kelembagan menjadi wewenangnya.
B. Peneliti: Masyarakat Peduli Bencana Indonesia (MPBI) dan UNESCO,
Judul Penelitian: Kajian Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Mengantisipasi
Bencana Gempa dan Tsunami di Nias Selatan, Tahun 2007. Temuan
Penting:
a. Kesiapsiagaan masyarakat di Kecamatan Teluk Dalam yang diwakili
oleh Desa Lagundri, Kelurahan Teluk Dalam dan Bawomataluo masuk
dalam kategori hampir siap. Posisi ini berada tingkatan ketiga
kesiapsiagaan menghadapi bencana di bawah kategori sangat siap dan
siap. Dari ketiga target kelompok kajian ini hanya individu/rumah
tangga saja yang pada tingkat siap, sedangkan aparat pemerintah dan
komunitas berada pada tingkat kurang siap.
b. Sumberdaya manusia pada pemerintahan lokal terlihat kurang mampu
dalam menangani permasalahan gempa bumi beberapa tahun lalu. Hal
ini mengakibatkan tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah
menjadi bertambah rendah. Dana kuantitatif dan data kualitatif
menegaskan bahwa pemerintah kurang mampu memobilisasi
penanggulangan bencana, factor birokrasi dimana inisiatif menunggu
atasan mereka menjadi masalah klasik.
c. Di sisi lain kelompok – kelompok masyarakat sudah pada tahap frustasi
menghadapi pemerintah setempat, hal itu dikarenakan pengalaman
penanganan bencanan alam Tahun 2005 hingga penelitian ini
dilaksanakan dirasakan kurang adil. Kekuatan social masyarakat lemah
dalam menghadapi pemerintah, karena kekuataan riil pada masyarakat
di Nias Selatan hanya berada sampai batas desa.
2.8 Kerangka Pemikiran
Dalam mengatasi dampak dari berbagai bencana yang sering terjadi di
Indonesia, diperlukan suatu manajemen bencana yang terpadu untuk
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
35
mengantisipasi jatuhnya korban sebagai akibat dari bencana tersebut. Penerapan
manajemen bencana merupakan sangat penting karena menyangkut keselamatan
dan keamanan publik. Sehubungan dengan itu, Kota Padang sebagai daerah yang
sangat berpotensi tsunami menurut penelitian para ahli membuat diperlukannya
suatu upaya untuk meminimalisir dampak dari bencana tersebut.
Dalam kebijakan penanganan bencana terdapat beberapa tahap yang telah
disampaikan oleh beberapa ahli, secara garis besar di bagi atas kebijakan pra
bencana, berupa mitigasi dan kesiapsiagaan, kebijakan tanggap darurat, dan
kebijakan pasca bencana berupa rehabilitasi dan rekonstruksi.
Dalam penelitian ini akan lebih memfokuskan pada tahapan pra bencana
yang khususnya berkaitan dengan upaya meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat.
Sebagai bagian dari manajemen bencana, upaya untuk menciptakan kesiapsiagaan
masyarakat sering dilupakan. Kebanyakan kegiatan penanggulangan bencana
lebih difokuskan pada saat terjadi dan pasca bencana. Padahal kegiatan pra
bencana seperti upaya kesiapsiagaan merupakan salah satu cara untuk
meminimalisir jatuhnya korban.
Salah satu kegiatan pra – bencana yang dibutuhkan untuk meminimalisir
jatuhnya korban jiwa adalah meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam
menghadapi ancaman bencana gempa dan tsunami. Menciptakan kesiapsiagaan
masyarakat perlu dilakukan dengan berbagai cara di antaranya, bagaimana
pengetahuan masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana dan rencana –
rencana aksi yang diperlukan untuk meghadapi ancaman bencana tersebut.
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dipaparkan di atas maka penulis
menyusun kerangka pemikiran sebagai berikut:
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
36
Gambar 2.2 Skema Kerangka Pemikiran
.
Penanganan Bencana
Pra Bencana
Kesiapsiagaan
Upaya Pemerintah Kota Padang Untuk Meningkatkan
Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi
Ancaman Gempa dan Tsunami
A. Perilaku Pemerintah
B. Kerentanan Bangunan
C. Edukasi Kesiapsiagaan
D. Jalur – Jalur Evakuasi
E. Lokasi – Lokasi Evakuasi
F. Sistem Peringatan Dini
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
37
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, maka metode penelitian ini adalah
pendekatan positivisme dengan pendekatan kualitatif. Keyakinan dasar dari
paradigma positivism berakar pada paham ontologi realism yang menyatakan
bahwa realitas berada dalam kenyataan dan berjalan sesuai dengan hokum alam.
Penelitian berupaya mengungkap kebenaran realitas yang ada, dan bagaimana
realitas tersebut senyatanya berjalan. Pendekatan positivis tidak mengenal adanya
spekulasi semua berdasakan data empiris. Penelitian positivis ini mempunyai
empat ciri, yaitu diarahlan pada fakta – fakta, diarahkan pada perbaikan terus
menerus dari syarat – syarat hidup, berusaha ke arah kepastian dan berusaha ke
arah kecermatan. (Prasetya, 2006, p. 4).
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan penelitian kualitatif yang dilihat dari perolehan data selama penelitian
berlangsung, dimana penelitian ini mendekripiskan cara – cara hidup, cara – cara
pandang, ataupun ungkapan – ungkapan emosi dari waraga masyarakat yang
diteliti terkait dengan suatu gejala yang ada dalam kehidupan mereka. Maka dari
itu, dalam penelitian ini menggunakan data subyektif yang merupakan perspektif
dari pelaku yang diteliti (informan) tanpa adanya pengurangan atau penambahan.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Moelong yang mengemukakan bahwa
“Metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata tertulis atau lisan dari orang – orang dan perilaku yang dapat diamati.
Penelitian kualitatif lebih menghendaki arah bimbingan penyusunan teori
substantif yang berdasarkan data.” (Moleong, 1997, 3). Adapun ciri – ciri dari
penelitian kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini seperti yang telah
dijelaskan oleh Ardiansyah (2007) adalah:
1. Menyajikan deskripsi yang mendalam dan lengkap, sehingga informasi
yang disampaikan nampak hidup sebagimana adanya dan pelaku –
pelaku mendapat tempat untuk memainkan peranannya
37
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
38
2. Bersifat grounded atau berpijak di bumi, yaitu betul – betul empirik
sesuai dengan konteksnya
3. Bercorak holistik
4. Menyajikan informasi yang terfokus
5. Mempunyai kemampuan untuk berbicara dengan para pembacanya
karena disajikan dengan bahasa biasa dan bukannya dengan bahasa
teknis yang sulit dimengerti pembaca. (p. 2).
Selain itu, peneliti mempergunakan metode deskriptif yang dipergunakan
untuk menyusun dan menganalisis data sehingga dapat diperoleh gambaran
mengenai masalah yang dihadapi saat penelitian. Metode penelitian deskriptif ini
mengacu pada pendapat Sugiyono (2005), yaitu: “Penelitian deskriptif adalah
penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu
variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau
menghubungkan antara variabel satu dengan variable lain.” (p. 11).
3.2 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data
sebagai berikut :
1. Penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan
dengan mencari, mengumpulkan dan mempelajari buku-buku serta literatur-
literatur lain yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti, guna
memperoleh data sekunder yang akan dijadikan landasan teori dalam melihat
dan membahas kenyataan yang ditemui dalam penelitian dilapangan. Pada
penelitian ini, data-data sekunder didapat dari buku-buku, selebaran-
selebaran, dan informasi dari internet tentang penanganan bencana gempa
dan tsunami dan kajian kesiapsiagaan masyarakat di Kota Padang.
2. Penelitian lapangan (field research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan
cara mengadakan pengamatan langsung ke objek yang diteliti. Melakukan
penelitian langsung ke lapangan berguna untuk mengetahui permasalahan
yang terjadi sekaligus untuk memperoleh data primer yang dibutuhkan.
Adapun data dan informasi dikumpulkan dengan cara :
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
39
a. Observasi Pasif, yaitu pengumpulan data dan atau informasi dengan
mengamati langsung terhadap obyek yang sedang diteliti untuk mengetahui
kondisi yang sebenarnya dalam implementasi kebijakan penanggulangan
bencana gempa dan tsunami oleh Pemko Padang yang dfokuskan pada
BPBD Kota Padang karena satuan tersebut berfungsi sebagai Pusat
Pengendalian Operasi (Pusdalops) Penanganan Bencana di Kota Padang.
Selain itu observasi jiga dilakukan di Komunitas Siaga Tsunami (Kogami)
yang merupakan LSM mitra Pemko Padang dalam penanganan bencana.
b. Wawancara mendalam, yaitu teknik pengumpulan data dan fakta dengan
cara melakukan tanya jawab langsung atau meminta penjelasan langsung
dari pihak-pihak yang terkait dengan objek penelitian. Wawancara yang
digunakan adalah wawancara yang tidak terstruktur. Seperti yang
dikemukakan Sugiyono (2005) “Wawancara tidak terstruktur adalah
wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman
wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk
pengumpulan datanya.” (p. 160). Wawancara tidak terstruktur atau terbuka
bertujuan untuk dapat melakukan penelitan yang lebih mendalam tentang
informan dan didasarkan pada kejujuran dari informan. Proses wawancara
rencannya akan dilakukan pada BPBD Kota Padang dan Kogami dengan
melibatkan sejumlah jajaran masing-masing institusi tersebut. Sedangkan
sifat pertanyaan yang diajukan adalah pertanyaan terbuka (open ended
question), hal ini akan memungkinkan peneliti bisa mendapatkan informasi
sebanyak mungkin, sehingga tidak terjadi salah interprestasi dalam
memahami jawaban informan. (Sugiyono, 2005, p. 160).
3.3 Tempat Penelitian
Penelitian mengenai evaluasi kebijakan penanganan bencana gempa dan
tsunami dilakukan di instansi Pemerintah Kota (Pemko) Padang yaitu di Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Padang dan LSM Komunitas
Siaga Tsunami.
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
40
3.4 Informan Penelitian
Dalam penelitian ini informan berasal Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) Kota Padang. Semua informan yang di dinas ini mempunyai
peluang untuk diwawancarai. Namun fokus wawancara tehadap informan akan
difokuskan kepada informan yang mempunyai wewenang strategis dalam
penanganan bencana gempa dan tsunami.
Untuk memperoleh data primer dalam penelitian ini, peneliti menentukan
orang – orang atau informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk
menjadi informan kunci yang ada relevansinya dengan topik penelitian. Hal ini
dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa informan yang dipilih tersebut
bertanggung jawab dan memiliki kewenangan serta berperan aktif di dalam
menjalankan dalam kebijakan penanggulangan bencana di Kota Padang
Disamping itu informan juga berasal dari pihak – pihak yang terlibat
langsung (stakeholders) dengan kebijakan ini, sehinggan diharapkan dapat
memberikan gambaran yang objektif tentang permasalahan kesiapsiagaan
masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana gempa dan tsunami.
Adapun key informan dalam penelitian ini adalah:
1. Kepala BPBD Kota Padang
2. Kepala Bidang Kesiapsiagaan dan Pencegahan BPBD Kota Padang
3. Kepala Seksi Kesiapsiagaan BPBD Kota Padang.
4. Kepala Seksi Penyelamatan BPBD Kota Padang
5. Tim Teknis Penanggulangan Bencana BPBD Kota Padang
6. Jajaran Staf dan Relawan Komunitas Siaga Tsunami
7. Fasilitator – Fasilitator Pengurangan Resiko Bencana Kota Padang
8. Tim Ahli Pengurangan Resiko Bencana UNDP.
9. Sekolah dan masyarakat di zona rawan gempa dan tsunami
Dalam penelitian ini informan berasal Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) Kota Padang. Semua informan yang di dinas ini mempunyai
peluang untuk diwawancarai. Namun fokus wawancara tehadap informan akan
difokuskan kepada informan yang mempunyai wewenang strategis dalam
penanganan bencana gempa dan tsunami.
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
41
Selain itu informan juga berasal dari Komunitas Siaga Tsunami, salah satu
LSM yang menjadi mitra Pemko Padang dalam kegiatan penanggulangan
bencana. LSM ini cenderung berfungsi sebagai “konsultan” bagi Pemko Padang
dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana gempa dan tsunami. Di Kogami ini
penulis berhubungan hampir dengan seluruh anggotanya yang berkompeten dalam
masalah kebencanaan terutama kegiatan pra - bencana.
3.5 Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, memiliki analisis data kualitatif, yaitu data yang
diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan data
yang bermacam-macam (triangulasi). Isitilah triangulasi pertama kali
dipergunakan Denzin mengemukakan bahwa; “…them term triangulation a term
borrowed from navigation and military and strategic, to argue for the combinaton
of methedologist in the study of the same phenomenon”. (Creswell, 1994, p. 174).
Selanjutnya Jick mengatakan: “the concept of triangulaiton was based on
the assumtion that any bias inherent in when used, in conjugtion whit other data
resourcess, investigators and methods” dan dilakukan secara terus-menerus
sampai datanya jenuh. Dalam triangulasi dilakukan dengan:
1. Membandingkan data hasil observasi dengan data hasil wawancara
mendalam dengan informan.
2. Membandingkan data hasil observasi dengan isu suatu dokumen yang
berkaitan.
3. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan. (Creswell, 1994, p. 174).
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
42
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Geologi Kebencanaan Kota Padang
Geologi daerah kota Padang dibentuk oleh batuan metamorf, batuan
sedimen, batuan vulkanik, batuan terobosan dan endapan aluvial. Kisaran umur
batuan tersebut dari Jura hingga resen. Batuan yang lebih tua berada di bagian
timur wilayah kota Padang. Penyebaran batuannya tercermin dari bentuk
morfologinya. Morfologi landai atau dataran rendah, seperti tempat dimana
Bandara Internasional Minangkabau berada, disusun oleh endapan alluvial.
Endapan ini terdiri dari lanau, pasir dan kerikil.
Selain itu juga dijumpai endapan rawa seperti yang terdapat di sebelah
utara bandara. Secara umum, cekungan Padang dapat dibedakan atas 3 unit
geologi, pertama "Kipas Aluvial" yang terletak pada dataran bagian selatan dan
sebelah timur Kotamadya Padang yang merupakan aluvial multi siklus yang
ekstensif, terdiri dan flufiovulkanik yang terkonsolidasi dengan deposit lahar,
vulkanik tuff dan andesit yang umumnya ditutupi oleh lapisan pasir kasar
Pleistosen dengan ketebalan antara 5 sampai dengan 10 m, kedua "Daerah
Timbunan Pasir Pantai" terdiri dari 15 buah perbukitan pasir yang rendah yang
berisolasi dengan lebar +3 km terletak dis sebelah utara dan merupakan tahapan
pembentukan pantai pada masa Pleistosen, ketiga daerah "Rawa rawa Belakang"
yang terdapat antara masing-masing timbunan pasir dan merupakan deposit
lagoonal yang dominan diisi oleh lumpur sampai pasir lempungan.
Wilayah Barat Indonesia secara tektonik merupakan wilayah yang sangat
dinamis. Hal ini disebabkan oleh proses subduksi / interaksi 2 lempeng, yaitu
Lempeng Indo-Australia dengan Eurasia (gambar 4.1). Dengan adanya proses
tersebut daerah Padang menjadi rawan terhadap peristiwa gempabumi. Potensi
sumber gempa di Daerah Padang terdapat pada 3 zona, yaitu pada zona subduksi
(baik inter dan intraplate), pada Zona Sesar Mentawai dan pada Zona Sesar
Sumatera.
Berdasarkan perhitungan dari USGS, diketahui bahwa pada peristiwa
gempabumi Padang yang terjadi pada tanggal 30 September 2009, telah
42
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
43
menghasilkan percepatan gelombang gempa maksimum di daerah Kota Padang
antara 240-320 gals atau 0,24 – 0,33 g (24-33%g). Suatu daerah yang mengalami
percepatan (gelombang gempa) maksimum sebesar nilai tersebut termasuk
kedalam klasifikasi goncangan sangat kuat (very strong) dengan potensi
perusakan menengah atau bila diklasifikasikan dalam skala MMI kurang lebih
termasuk dalam skala VII MMI.
Gambar 4.1
Potensi Bencana Tsunami di Kota Padang
Sumber: Majalah National Geographic, edisi Maret 2005
Dalam peta tersebut dijelaskan bahwa Kota Padang merupakan wilayah
yang memiliki potensi tertinggi dan memiliki dampak yang paling besar di dunia
apabila bencana tsunami terjadi.
4.2 Kerentanan Kota Padang terhadap Bencana
4.2.1 Kerentanan terhadap Bencana Gempa bumi dan Tsunami
Kota Padang merupakan salah satu daerah yang memiliki tingkat
kerentanan yang tingi terhadap bencana gempa dan tsunami. Hal ini disebabkan
oleh kondisi fisik wilayahnya yang berada pada pesisir pantai yang memiliki zona
tumbukan aktif Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia, dekat dengan
zona patahan mentawai dan sesar Semangko.
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
44
Kondisi geologi penyebab tingginya kerawanan bencana gempa di Kota
Padang tersebut di atas diperlihatkan pada Gambar struktur tektonik Blok
Mentawai seperti pada Gambar 4.2
Gambar 4.2
Peta Analisis Struktur Tektonik Blok Mentawai
Sumber : Peta Seismotektonik Indonesia 2005
Berdasarkan Kondisi geologi tersebut di atas, posisi Kota Padang pada
peta wilayah rawan bencana gempabumi Indonesia, menurut skala Intensitas
Modified Mercalli berada pada skala VI sampai kurang dari V. Memperhatikan
data sejarah kegempaan yang intensif dengan magnitude rendah sampai tinggi, di
Kota Padang terlihat kejadian gempa pada tahun 1833 dengan skala magnitude 9;
tahun 1861 skala magnitude 8,5; tahun 1935 skala magnitude 7,7; tahun 2000
skala magnitude 7,8; dan tahun 2002 skala magnitude 7,6. Tahun 2005 terjadi
gempa yang berpusat di Samudera Indonesia yang mengguncang Kota Padang dan
sekitarnya, serta pada 6 Maret tahun 2007 terjadi gempa patahan sesar semangko
yang getarannya juga terasa hingga Kota Padang dan sebagian infrastruktur kota
mengalami kerusakan. Pada 2 tahun terakhir juga terjadi gempabumi besar yaitu
pada September 2009 skala 7,6 dan gempa bumi dan tsunami pada Oktober 2010
skala 6,4 yang getarannya terasa ke Kota Padang.
Kerentanan Kota Padang terhadap Bencana tsunami adalah potensi
terjadinya gelombang laut yang terjadi akibat adanya suatu perubahan permukaan
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
45
dasar laut berupa patahan dengan gerak tegak (vertikal) akibat gempa bumi.
Tsunami dihasilkan dari gempa kuat atau sangat kuat dengan episentrum sangat
dangkal (30 km) yang dapat mengakibatkan tingginya gelombang laut.
Memperhatikan sebaran bencana gempa bumi di Kota Padang dengan sebagian
besar episentrumnya berada di laut, ditambah kondisi morfologi kota Padang
sebagai kota pesisir pantai, telah meningkatkan kerentanan Kota Padang terhadap
ancaman bencana Tsunami. Berdasarkan peta sebaran tsunami Indonesia, daerah
Sumatera Barat memiliki sejarah kejadian tsunami yaitu tahun 1818, 1961, 1908,
dan 1909.
Sebaran episentrum kejadian gempa di Kota Padang yang berpusat di laut,
dan berpotensi menyebabkan Tsunami diperlihatkan pada Gambar 4.3:
Gambar 4.3
Sebaran Pusat Gempa di Kota Padang dan Sekitarnya
Sumber: Peta Kerawanan Gempa dan Tsunami BNPB
4.2.2 Kerentanan terhadap Bencana Longsor
Analisis tingkat bahaya longsorlahan di daerah Kota Padang disusun
berdasarkan kondisi karakteristik fisik daerah. Hasil analisis tingkat bahaya
longsorlahan pada daerah Kota Padang menunjukkan sebagian besar daerahnya
memiliki tingkat bahaya longsorlahan yang sedang dan tinggi. Untuk lebih
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
46
No KecamatanLuas total
(ha)
Bahaya
Longsor
Luas Bahaya
Longsor (ha)
Luas Bahaya
Longsor (%)
1 Koto tangah 21594 Rendah 21.516,00 99,63
Koto tangah Sedang 46,00 0,21
Koto tangah Tinggi 32,00 0,14
2 pauh 15952 Rendah 15.304,00 95,93
pauh Sedang 3,00 0,01
pauh Tinggi 645,00 4,04
3 Kuranji 5794 Rendah 5.377,00 92,80
Kuranji Tinggi 417,00 7,19
4 nanggalo 1112 Rendah 1.093,00 98,29
nanggalo Tinggi 19,00 1,70
5 Pdg utara 617 Rendah 617,00 100,00
6 Lubuk kilangan 8363 Rendah 7.675,00 91,77
Lubuk kilangan Tinggi 688,00 8,22
7 Pdg timur 639 Rendah 638,00 99,84
Pdg timur Tinggi 1,00 0,15
8 Pdg barat 507 Rendah 507,00 100,00
9 Lubuk begalung 2711 Rendah 2.476,00 91,33
Lubuk begalung Tinggi 235,00 8,66
10 Pdg selatan 1118 Rendah 952,00 85,15
Pdg selatan Tinggi 166,00 14,84
11 Bungus tlk kabung 9975 Rendah 99,54 99,78
Bungus tlk kabung Tinggi 21,00 0,21
jelasnya sebaran spasial tingkat bahaya longsor dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan
Gambar 4.4
Tabel 4.1
Sebaran Spasial Tingkat Bahaya Longsor lahan Kota Padang
Sumber: Analisis Data 2007 KOGAMI
Gambar 4.4 Peta Tingkat Bahaya Longsor di Kota Padang
Sumber: BPBD Kota Padang
4.2.3 Kerentanan terhadap Bencana Banjir
Kota Padang di lihat dari geomorfologinya merupakan perpaduan antara
bentuklahan pebukitan vulkanik bagian timur, bentuklahan fluvial bagian tengah
dan bentuk lahan marin bagian barat. Daerah bagian timur merupakan perbukitan
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
47
vulkanik yang lebih tinggi dari daerah bagian tengah dan barat, sehingga daerah
bentuklahan fluvial dan marin yang dilalui oleh beberapa sungai besar seperti
Batang Bungus, Batang Arau, Batang Kuranji dan Batang Air Dingin serta masih
ada lagi 18 sungai kecil lainnya yang mempunyai aliran permanen sepanjang
tahun, sering mengalami banjir. Hal ini di dukung lagi bahwa Kota Padang
merupakan daerah tropis mempunyai curah hujan yang cukup tinggi rata-rata
326,67 mm perbulan dengan rata-rata hari hujan 16 hari perbulan. Apalagi luapan
sungai tersebut bersamaan dengan terjadinya pasang di laut.
Bahaya banjir di kota Padang, memiliki sebaran spasial umumnya di
daerah satuan bentuklahan dataran aluvial pantai (M2), Depresi antar beting (M3),
Rawa belakang (F3), Dataran banjir (F4), dataran aluvial (F2) dan Gosong sungai
(F4) yaitu daerah sepanjang aliran sungai dan pantai.
Secara spasial, sebaran tingkat bahaya banjir diperlihatkan pada Tabel 4.2
dan Gambar 7.7
Gambar 4.5
Peta Tingkat Bahaya Bajir di Kota Padang
Sumber: Analisis Data Tahun 2007 KOGAMI
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
48
Tabel 4.2
Sebaran Spasial Tingkat Bahaya Banjir Kota Padang
Sumber: Hasil analisis tahun 2007 KOGAMI
4.2.4 Kerentanan Terhadap Abrasi Pantai
Berdasarkan faktor penentu akresi/erosi pantai dari kesepuluh pantai yang
diambil datanya, tiga pantai yang ada mengalami abrasi, yaitu pantai Pasir
Sabalah I dengan nilai 0,0508 , Pasir Parupuk I dengan nilai 0,0533, Pasir
No Kecamatan Luas Total (Ha) Bahaya Banjir Luas Bahaya Banjir (Ha) Luas Bahaya Banjir (%)
1 Koto Tangah 21594 Tinggi 790 3,65Koto Tangah Rendah 20059 92,89Koto Tangah Sedang 745 3,45
2 Pauh 15953 Rendah 15690 98,35Pauh Sedang 263 1.64
3 Kuranji 5794 Tinggi 87 1,50Kuranji Rendah 4905 84,65Kuranji Sedang 802 13,84
4 Nanggalo 1112 Tinggi 160 14,38Nanggalo Rendah 420 37,76Nanggalo Sedang 532 47,84
5 Padang Utara 617 Tinggi 503 81,52Padang Utara Rendah 68 11,02Padang Utara Sedang 46 7,45
6 Lubuk Kilangan 8363 Rendah 8343 99,76Lubuk Kilangan Sedang 20 0,23
7 Padang Timur 639 Tinggi 260 40,68Padang Timur Rendah 328 51,33Padang Timur Sedang 51 7,98
8 Padang Barat 508 Tinggi 429 84,44Padang Barat Rendah 79 15,55
9 Lubuk Begalung 2711 Tinggi 5 0,18Lubuk Begalung Rendah 2289 84,43Lubuk Begalung Sedang 417 15,38
10 Padang Selatan 1118 Tinggi 80 7,15Padang Selatan Rendah 879 78,62Padang Selatan Sedang 159 14,22
11 Bungus Teluk Kabung 9976 Tinggi 114 1,14Bungus Teluk Kabung Rendah 9729 97,52Bungus Teluk Kabung Sedang 133 1,33
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
49
Parupuk II dengan nilai 0,0545, sesuai dengan rumus nilai koefisien Go< 0,0556,
ketiga nilai Go pada ketiga pantai tersebut berada dibawah nilai 0,0556 sedangkan
pantai yang mengalami akresi adalah pantai Pasir sabalah II dengan nilai 0,1269,
Parkit dengan nilai 0,1126, Pantai Padang I dengan nilai 0,1447 dan Pantai
Bungus dengan nilai 0,1178, sesuai dengan rumus nilai koefisien Go> 0,1111.
Dari keempat pantai yang ada didapat nilai Go kurang dari 0,1111. Artinya pantai
yang ada cendrung bertambah. Hal ini dapat dilihat dari garis pantai di kota
padang umumnya memiliki garis pantai yang hampir datar dan sedikit terdapat
teluk. Faktor yang mempengaruhi terjadinya akresi pada pantai di kota padang
adalah tingginya muatan sedimen yang berasal dari daratan.
Hal ini dapat dilihat dari material pantai yang sebagian materialnya berupa
pasir yang berwarna hitam yang berasal dari daratan, kecuali untuk Pantai Bungus
materialnya berwarna putih dan banyak ditemukan cangkang karang, Hal ini
ditandai dengan nilai Go > 0,1111. dan yang mengalami/berada dalam suatu
keseimbangan dinamis (Dynamic Equilibrium) adalah pantai Pasir Jambak dengan
nilai 0,0709, Bunghatta dengan nilai 0,1047, dan Pantai Padang II dengan nilai
0,0592. Nilai koefisien ketiga pantai ini berada dalam range 0,0556 ≤ 0,1111.
Abrasi pantai yang terjadi pada daerah Pasir Sabalah I, Pasir Parupuk I
dan II disebabkan oleh karena pantai tersebut memiliki resistensi batuan yang
lemah, sehingga proses yang berasal dari laut dapat mengikis daerah pantai, dan
pembangunan jetti (tanggul penahan arus) tidak memperhitungkan arah sudut
datang gelombang. Secara spasial, sebaran ancaman bahaya abrasi pantai
diperlihatkan pada Gambar 4.6
Gambar 4.6
Peta Bahaya Abrasi Pantai Kota Padang
Sumber: Hasil Analisis Data 2007 KOGAMI – Pemko Padang
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
50
4.2.5 Kerentanan terhadap Bencana Rob (Limpahan Air Laut)
Rob atau limpahan air laut adalah banjir yang disebabkan oleh air laut
yang pasang yang menggenangi daratan, merupakan permasalahan yang terjadi di
daerah yang lebih rendah dari muka air laut.
Sebagian besar wilayah Kota Padang berada pada ketinggian 0-10 meter
dpl dengan jumlah penduduk yang tinggi. Hal ini berpotensi terkena limpahan air
laut baik itu disebabkan oleh air pasang, maupun karena penurunan muka tanah
akibat gempabumi.
Ketinggian daerah Kota Padang berdasarkan kecamatan dapat dilihat pada
Tabel 4.3
Tabel 4.3
Tinggi Daerah menurut Kecamatan dari Permukaan Laut
No Kecamatan Tinggi
(meter dpl) Kepadatan
1 Bungus Teluk
Kabung 0 – 850 242
2 Lubuk Kilangan 25 – 1.853 518
3 Lubuk Begalung 8 – 400 3.552
4 Padang Selatan 0 - 322 6.427
5 Padang Timur 4 – 10 10.860
6 Padang Barat 0 – 8 8.859
7 Padang Utara 0 – 25 9.593
8 Nanggalo 3 – 8 7.416
9 Kuranji 8 – 1.000 2.156
10 Pauh 10 – 1.600 375
11 Koto Tangah 0 – 1600 715
Padang 0 – 1.853 1.260
Sumber: BPS, Padang dalam Angka 2009
4.3 Sistem Peringatan Dini Tsunami di Kota Padang
Dalam mengembangkan sistem peringatan dini yang berbasis masyarakat,
terutama sistem – sistem dimana peringatan bisa diberikan tepat waktu dan dapat
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
51
dipahami oleh mereka yang menghadapi resiko. Pemerintah harusnya secara
berkala sistem informasi sebagai bagian sistem peringatan dini untuk memastikan
bahwa tindakan yang cepat dan terkoordinir diambil pada waktu siaga atau
keadaan darurat.
Untuk itu, Pemko Padang telah membuat suatu sistem peringatan dini
tsunami sebagai wujud kesiapsiagaan dalam menghadapi ancaman gempa dan
tsunami. Sistem peringatan dini berdasarkan UU No. 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana merupakan serangkaian kegiatan pemberian peringatan
sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana
pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang.
Pada umumnya Sistem Peringatan Dini Kondisi Bencana di Kota Padang
harus mampu digunakan untuk pemberitahuan secara umum kemasyarakat serta
dapat pula digunakan untuk melaporkan kejadian bencana kepada Pusat
Pengendalian Operasi (Pusdalops) Kota Padang. Bagi yang ditujukan kepada
masyarakat, Sistem Peringatan Dini ini harus memiliki sifat, pertama, mampu
memberikan informasi bencana apa yang sedang terjadi.Kedua, mampu
memberikan informasi kemana orang harus evakuasi.
Sesuai SOP Peringatan Dini Tsunami yang di rancang oleh Pemko
Padang, pada gempa yang berpotensi tsunami maka SOP yang berlaku menurut
hasil observasi adalah: Bila terjadi bencana gempa bumi yang berpotensi tsunami
dengan ciri-ciri: Lamanya lebih kurang satu menit, manusia tidak bisa berdiri
tegak dengan sempurna akibat goncangan tersebut, struktur utama bangunan
retak/hancur. Maka, masyarakat segera melaksanakan evakuasi setelah gempa
selesai dengan berjalan kaki atau mengendarai kendaraan roda dua hingga ke
daerah/bangunan aman yang memiliki ketinggian lebih dari 8 - 10 meter diatas
permukaan laut dan tetap bertahan di daerah tersebut sambil menunggu
pengumuman resmi dari walikota melalui : Radio RRI Kota Padang, FM-RDS di
mesjid yang telah ditentukan atau sirine dengan bunyi tertentu:
Sementara prosedur yang dilakukan ketika masyarakat telah mengungsi
adalah:
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
52
1. Radio Amatir: Segera melaporkan ke Pusdalop tentang berita telah terjadi
evakuasi masyarakat sesaat gempa selesai dengan menggunakan radio
komunikasi di frekuensi 143.50
2. Pusdalops PB: Piket Siaga Pusdalops menerima dan mengumpulkan
informasi dari anggota radio amatir di lapangan dengan menggunakan radio
komunikasi (repeater/VHF) dan menutup seluruh jalur komunikasi dengan
masyarakat dan pemerintah yang bertanya situasi terakhir.
3. Piket Siaga Pusdalops segera mencari/menunggu data dari BMG untuk
Bulettin I BMG yang memastikan ada atau tidaknya potensi tsunami dari
gempa yang telah terjadi.
4. Piket Siaga Pusdalops segera setelah menerima buletin I BMG
meneruskannya ke walikota dengan menggunakan telephone atau radio VHF
di frekuensi 143.50 atau kurir dengan pesan: “Info BMG: Gempa hh-bb-tt;
jj:mm:dd berpotensi tsunami; Info Petugas Lapangan : telah terjadi evakuasi
masyarakat dipesisir pantai; menunggu Bulettin 2 BMG; mohon perintah
evakuasi resmi masyarakat”
5. Walikota Padang: segera setelah menerima informasi dari Piket Siaga
Pusdalops memberikan instruksi: “Laksanakan Evakuasi sesuai dengan
protap, Kota Padang Berada dalam Kondisi Darurat Bencana”
6. Piket Siaga Pusdalops setelah mendapat perintah resmi dari walikota atau bila
dalam jangka waktu 10 menit, walikota tidak memberikan jawaban, maka
Piket Siaga Pusdalops segera melaksanakan :
a. aktivasi Sirene Peringatan Dini dari tombol Pusdalop
b. memberikan peringatan dini ke pada mesjid-mesjid yang telah
ditentukan 5 buah mesjid tiap sektor evakuasi dengan FM-RDS dengan
bunyi peringatan : "Bahaya Tsunami!!! Segera selamatkan diri, lari
ketempat lebih tinggi x meter"
c. memberikan perintah resmi kepada Group Siaga Bencana dengan
menggunakan Repeater VHF 143.50 dan diulang setiap 10 menit hingga
pembatalan peringatan dini dari BMG, bunyi perintah: "Disini Posko
Siaga Pusdalops Kota Padang. BKMG Memberitakan telah terjadi
gempa berpotensi tsunami. Diperkirakan ketinggian mencapai xx meter.
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
53
Kepada seluruh unsur Pusdalops Kota Padang, bersiap untuk melakukan
proses tanggap darurat"
Sedangkan bagi masyarakat sendiri, pemerintah juga merancang SOP yang
diharapkan bisa meminimalisir jatuhnya korban jiwa. SOP tersebut mengatur
bagaimana seharusnya masyarakat bertindak ketika ada gempa yang berpotensi
tsunami. Menurut paparan dari BPBD Kota Padang, gambaran SOP untuk
masyarakat adalah:
“Setelah mendengar Sirene Peringatan Dini atau Pengumuman FM RDS,
terus melaksanakan evakuasi hingga ke daerah yang telah ditetapkan dan
bertahan hingga pengumuman pembatalan peringatan dini dari walikota
melalui: Radio RRI Kota Padang atau FM-RDS di mesjid yang telah
ditentukan atau sirine dengan bunyi tertentu”.
Setelah mendengar perintah resmi Piket Siaga Pusdalops segera
melaksanakan evakuasi pasukan ke daerah aman sambil memandu masyarakat ke
daerah Relokasi yang ditetapkan dan menunggu pengumuman pembatalan
peringatan dini dari walikota melalui: Radio RRI Kota Padang atau FM-RDS di
mesjid yang telah ditentukan atau sirine dengan bunyi tertentu. Bila telah di dapat
Bulettin BMG yang menyatakan hantaman Tsunami selesai melalui Ranet atau
FM-RDS atau Radio VHF dengan Frekuensi 143.50, maka, Piket Siaga Pusdalops
segera setelah menerima Buletin BMG meneruskannya ke walikota dengan
menggunakan telephone atau radio VHF di frekuensi 143.50 atau kurir dengan
pesan: “Info BMG: hantaman tsunami selesai; tidak ada potensi susulan; mohon
peringatan pembatalan”
Pada saat yang sama Walikota Padang, segera setelah menerima informasi
dari Piket Siaga Pusdalops memberikan instruksi: “jalankan prosedur peringatan
pembatalan; aktifkan group siaga pusdalops; laksanakan prosedur masa tanggap
darurat”. Setelah Piket Siaga Pusdalops setelah mendapat perintah resmi dari
walikota atau bila dalam jangka waktu 10 menit, walikota tidak memberikan
jawaban, maka Piket Siaga Pusdalops segera melaksanakan:
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
54
a. Aktivasi Sirene Pembatalan Peringatan Dini dari tombol Pusdalops
b. Memberikan pembatalan peringatan dini ke pada mesjid-mesjid yang telah
ditentukan 5 buah mesjid tiap sektor evakuasi dengan FM-RDS dengan bunyi
peringatan: "tsunami selesai! tetap di lokasi relokasi"
c. memberikan perintah resmi kepada Group Siaga Bencana dengan
menggunakan Repeater VHF 143.50 dan diulang setiap 10 menit, bunyi
perintah:
"Disini Posko Siaga Pusdalops Kota Padang. BMG Menyatakan hantaman
selesai. Kepada seluruh Group Siaga Pusdalops Kota Padang, bersiap
untuk melakukan proses tanggap darurat pada daerah terdekat"
d. memberikan himbauan kepada pimpinan Pusdalops dan BPBD Kota Padang
segera bergabung di Ruang Pusat Pengendali Operasi Penanganan Bencana
(RUPUSDALOPS) Kota Padang dengan menggunakan Repeater VHF
143.50 dan diulang setiap 10 menit.
Sementara itu masyarakat, setelah mendengar sirene pembatalan
peringatan dini, tetap berada di lokasi relokasi dan menunggu pengumuman
selanjutnya dari Pimpinan daerah relokasi masing-masing. Setelah mendengar
perintah resmi Piket Siaga Pusdalops segera menunjuk unsur Muspika yang
berada di daerah relokasi masing-masing sebagai pimpinan daerah relokasi dan
segera melapor kepada pimpinan masing-masing pasukan Group Siaga bila
memungkinkan. Dan Pimpinan Pusdalops dan BPBD Kota Padang setelah
mendengar himbauan resmi dari Piket Siaga Pusdalops segera menuju ke lokasi
secepatnya dan mulai memimpin Prosedur Tanggap Darurat Penanganan Bencana
Tsunami.
Untuk lebih jelasnya Standar Operasional Prosedur (SOP) Sistem
Peringatan Dini Tsunami yang dibangun di kota Padang dapat dilihat pada pada
gambar di bawah ini:
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
55
Gambar 4.7 : Standar Operasional Prosedur Sistem Peringatan Dini Kota Padang
(sumber: Pemerintah Kota Padang)
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
4.4 Perilaku Pemerintah Terhadap Kesiapsiagaan
Dalam upaya Pemko Padang untuk peningkatan kesiapsiagaan masyarakat
dalam menghadapi ancaman bencana gempa dan tsunami, komitmen tersebut bisa
terlihat dari berbagai program – program yang sedang dilaksanakan dan
direncanakan. Selama ini aksi nyata dari program – program yang bertujuan
meningkatkan kesiapsiagaan masih domninan dilakukan oleh LSM seperti edukasi
dan sosialiasasi kesiapsiagaan. Sementara peran Pemko Padang adalah pada
perbaikan kerentanan fisik infrastruktur Kota, seperti perbaikan jalur – jalur
evakuasi dan pembangunan lokasi evakuasi. Di sisi lain, berbagai program sedang
direncanakan oleh Pemko Padang terkait dengan penanggulangan bencana
terutama pada aspek kesiapsiagaan seperti yang di ajukan dalam Rencana Aksi
Daerah Penanggulangan Bencana (RAD PB) Kota Padang. Dari tahap
perencanaan memang Pemko Padang sudah menunjukkan komitmen yang
menekankan bahwa pentingnya aspek kesiapsiagaan untuk mengurangi resiko
bencana, seperti yang disampaikan oleh Kabid Kesiapsiagan BPBD Kota Padang:
“Justru kesiapsiagan ini yang bergerak setiap hari, karena ini harus selalu
kita persiapkan. Kami bekerja setiap hari untuk menjamin ada upaya untuk
meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat. Dan kami sudah banyak
membuat proposal untuk itu. Ini kan tidak banyak orang yang tahu”
Hal ini tentu terkait dengan berbagai perencanaan kebijakan yang telah
dan sedang di rumuskan oleh Pemko Padang yang berfokus pada pengurangan
resiko bencana gempa dan tsunami sebagai upaya preventif untuk mengurangi
dampak dari bencana tersebut. Sikap Pemko Padang terhadap upaya peningkatan
kesiapsiagaan ini mulai terlihat sejak terbentuknya BPBD Kota Padang sebagai
lembaga yang bertanggung jawab dalam penanggulangan bencana. Dengan
adanya BPBD arah kebijakan penanggulangan bencana di Kota Padang mulai
fokus. Sesuai dengan yang disampaikan oleh staf ahli BPBD Kota Padang:
“Dengan berdirinya BPBD Kota Padang pada tahun 2009 lalu, Pemko
Padang mulai membuktikan kepeduliannya terhadap kerawanan bencana
di Kota Padang. Ini kan juga perintah dari UU No 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana. Aparatur BPBD Kota Padang sedikit demi
56
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
57
sedikit di tingkatkan pengetahuan dan kapasitasnya dalam penanggulangan
bencana. Pelatihan – pelatihan tersebut telah dilakukan sejak tahun 2009
terhadap pejabat dan staff BPBD Kota Padang baik mengenai
kesiapsiagaan, tanggap darurat maupun rehab dan rekon”
Keberadaan BPBD sebagai ujung tombak Pemerintah Kota Padang dalam
penanggulangan bencana makin terarah, karena selama ini masing – masing
instansi baik dari pemerintah sendiri maupun dari LSM – LSM bergerak sendiri –
sendiri. Dan aspek kesiapsiagaan merupakan salah satu tahap penanganan bencana
yang menjadi fokus Pemerintah Kota Padang. Ini sesuai dengan pernyataan dari
Manejer Advokasi Komunitas Siaga Tsunami yang menyatakan:
”Kalau kita melihat sejak ada badan khusus penanggulangan bencana yaitu
BPBD Kota Padang, alhamdulillah penanganan bencana sudah mulai
membaik, termasuk juga aspek kesiapsiagaan. Pemerintah sudah mulai
peduli dan fokus terhadap penanganan bencana secara keseluruhan. Baru –
baru ini kita sedang melakukan pedampingan terhadap BPBD Kota
Padang dalam membuat rencana aksi daerah (RAD), yang lebih
difokuskan pada kesiapsiagaan. Nah RAD ini nantinya akan dicoba
disinkronkan dengan rencana kerjanya BPBD Kota Padang. Paradigma
inilah yang berubah di Pemko Padang, dengan berusaha menganggarkan
dana untuk kegiatan kesiapsiagaan. Yang mana sebelumnya ini kurang
diperhatikan atau malah tidak diperhatikan sama sekali. Peran KOGAMI
sendiri lebih ke fasilitator dan motivator”.
Dalam Rencana Pengurangan Resiko Bencana di Kota Padang,
pembentukan organisasi dan lembaga pada semua level berfungsi untuk menjaga
terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu,
terkoordinasi dan menyeluruh dalam rangka memberikan perlindungan kepada
masyarakat dari ancaman, risiko dan dampak bencana. Pada level pemerintah di
kota Padang dibentuk lembaga yang disebut Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD). Lembaga ini merupakan badan pemerintah daerah yang bertugas
dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi tahap sebelum
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
58
bencana (Pra-Bencana), saat bencana (Tanggap Darurat) dan pasca bencana (Masa
Pemulihan).
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) berfungsi untuk
mengkoordinasikan penyusunan rencana penanggulangan bencana daerah sesuai
dengan kewenangannya untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan ditinjau secara
berkala sekali dalam 2 (dua) tahun atau sewaktu-waktu apabila terjadi bencana.
Penyusunan rencana penanggulangan bencana disusun berdasarkan pedoman yang
ditetapkan oleh kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Pada
level komunitas masyarakat dibentuk organisasi penanggulangan bencana yang
disebut Kelompok Penanggulangan Bencana (KPB). Kelompok ini beranggotakan
dari berbagai unsur yang ada dalam komunitas. Kelompok ini dibentuk secara
partisipatif bersama masyarakat dan diberi peningkatan kapasitas sehingga
memiliki kemampuan dalam analisis risiko bencana di komunitas, penyusunan
sistem pengurangan risiko bencana (PRB) di komunitas, pembuatan rencana aksi
komunitas untuk pengurangan risiko bencana (RAK-PRB), membangun
kesiapsiagaan di dalam komunitas serta memiliki kemampuan dalam penanganan
darurat pada tahap awal terjadinya bencana di komunitas.
Sementara itu pada level komunitas sekolah juga dibentuk lembaga yang
bertugas dalam menyusun sistem pengurangan risiko bencana untuk komunitas
sekolah. Sistem ini meliputi pembangunan sistem kesiapsiagaan, sistem
penanganan darurat dan sistem pemulihan pasca bencana yang difokuskan pada
penanganan korban luka dan traumatic healing. Lembaga ini disebut Kelompok
Siaga Bencana Sekolah (KSBS) yang anggotanya meliputi semua komponen
dalam komunitas sekolah yaitu guru, murid dan pegawai sekolah.
Sebagai wujud komitmen dalam menanggulangi bencana, Pemerintah Kota
Padang berusaha menyusun sebuah Rencana Penanggulangan Bencana (RPB)
untuk meminimalisir kerugian yang mungkin timbul akibat bencana jika terjadi.
RPB Kota Padang disusun berdasarkan visi dan misi penanggulangan bencana di
Kota Padang. Selain itu RPB juga mempertimbangkan kondisi kerentanan dan
kemampuan daerah dalam penanggulangan bencana yang diidentifikasi dan
dianalisis secara partisipatif oleh seluruh pemangku kepentingan terkait
penanggulangan bencana di Kota Padang.
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
59
RPB Kota Padang disusun berdasarkan visi dan misi penanggulangan
bencana di Kota Padang. Faktor kunci keberhasilan penanggulangan bencana
yang diperoleh melalu analisa SWOT yang digunakan sebagai dasar penyusunan
kebijakan dan strategi penanggulangan bencana di Kota Padang. Kebijakan yang
diambil dalam penanggulangan bencana di Kota Padang seperti yang terdapat
dalam RPB adalah sebagai berikut
1. Mengoptimalkan upaya penanganan darurat bencana dengan membangun
sistem komando yang efektif dan di uji coba secara berkala.
2. Mendorong percepatan realisasi kerjasama PRB lintas batas dan regional.
3. Menjamin ketersediaan distribusi barang dan jasa serta perlindungan dan
kepastian hukum di bidang ekonomi, sentra produksi, fasilitas publik
serta status kepemilikan properti berdasarkan analisis risiko bencana.
4. Menggalang kerjasama antara pemerintah, perguruan tinggi serta dunia
usaha dalam mengelola sumberdaya dan peningkatan kapasitas PB.
5. Menggalang kontribusi dunia usaha (BUMN/ BUMD, Swasta) dalam
pemenuhan kebutuhan kontijensi, sistem informasi dan komunikasi.
6. Memperbaharui mekanisme dan penerapan secara konsekuen analisis
risiko bencana dalam IMB, tata ruang dalam pembangunan berskala
besar.
7. Mempersiapkan kapasitas tanggap darurat Kota Padang berdasarkan
rencana kontijensi.
8. Memberdayakan dan meningkatkan kapasitas masyarakat dalam
pemulihan fasilitas dan utilitas umum.
9. Memindahkan secara bertahap fasilitas pelayanan publik dari daerah
rawan bencana ke daerah aman.
10. Peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana penanggulangan
bencana.
Komitmen ini hanya pada mayoritas masih pada tahap perencanaan,
sementara aksi nyata yang telah di lakukan Pemko Padang dalam meningkatkan
kesiapsiagaan masih belum optimal. Program kesiapsiagaan yang dilakukan masih
didominasi oleh kalangan LSM yang bergerak dalam bidang kebencanaan.
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
60
Sementara keterlibatan Pemko sendiri, mayoritas masih pada tahapan pemberian
izin program. Contohnya pada Tahun 2010 ada program Sekolah Siaga Bencana
(SSB) sebagai bagian dari edukasi peningkatkan kesiapsiagaan masyarakat di
bidang pendidikan yang dilakukan oleh Komunitas Siaga Tsunami bekerja sama
dengan World Vision dengan rekomendasi dari Pemko Padang. Selain itu Palang
Merah Indonesia juga melakukan edukasi dengan berbagai program di masyarakat
Kota Padang yang berfokus pada kesiapsiagaan. Program ini bertujuan membuat
sekolah percontohan dimana sekolah tersebut diharapkan bisa menjadi Pilot
Project dalam pengurangan resiko bencana berbasis sekolah. Ini sesuai yang
disampaikan oleh Staf BPBD Kota Padang:
”Dengan adanya program SSB ini diharapkan menjadi trigger bagi
pemerintah untuk dapat mengaplikasikan program pengurangan resiko
bencana di sekolah – sekolah yang rawan bencana.”
Bantuan dari LSM sebagai mitra Pemko Padang dalam upaya
meningkatkan kesiapsiagaan untuk menghadapi ancaman gempa dan tsunami
sangat tinggi. Ini dibuktikan dengan banyaknya program dan kegiatan yang
dilakukan dengan kerjasama antara Pemko Padang dan LSM, seperti penyusunan
Rencana Aksi Daerah Penanggulangan Bencana (RAD PB) di Kota Padang. Peran
LSM adalah untuk memfasilitasi Pemko Padang untuk lebih fokus pada upaya
peningkatan kesiapsiagaan dengan memberikan masukan dan pelatihan.
Sementara itu program yang diinisiasi oleh Pemko Padang sendiri masih
dalam tahap awal program, salah satunya Program Kelompok Siaga Bencana
(KSB) yang berbasiskan peningkatan kesiapsiagaan pada setiap kelurahan yang
ada di Kota Padang. Seperti yang disampaikan oleh Kabid Kesiapsiagaan BPBD
Kota Padang, Afrinaldi tentang KSB ini:
”Untuk mempermudah penyebaran informasi kebencanaan kepada
masyarakat, kita merencanakan akan membentuk perpanjangan tangan di
kelurahan dalam bentuk kelompok siaga bencana (KSB) yang anggotanya
adalah masyarakat yang berpengaruh di kelurahan dan wakil dari
kelurahan.”
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
61
Untuk meningkatkan kapasitas KSB seperti yang terdapat dalam TOR
KSB Kota Padang di masing – masing kelurahan akan dilakukan pelatihan yang
bertujuan untuk:
1. Adanya peningkatan kapasitas komunitas dalam penanggulangan dan
pengurangan risiko bencana.
2. Adanya tenaga terampil yang memiliki pengetahuan/keterampilan
dasar dalam penanggulangan bencana, pengurangan risiko bencana
dan penanganan darurat yang berbasis komunitas.
3. Adanya analisis daerah dan perencanaan evakausi secara sederhana di
tingkat kelurahan yang berbasis komunitas. (BPBD, 2011, p. 4).
Komitmen Pemerintah juga bisa dilihat dari beberapa anggaran yang
disediakan dalam penanggulangan bencana khususnya kesiapsiagaan. BPBD Kota
Padang sebagai lembaga yang berfungsi menjadi koordinator dalam
penanggulangan bencana di Kota Padang, tidak memiliki anggaran yang cukup
untuk melakukan semua kegiatan penanggulangan bencana secara mandiri. Dana
penanggulangan bencana berada pada masing – masing SKPD yang digunakan
sesuai dengan bidangnya. Sumber anggarannya berasal dari APBN, APBD dan
bantuan baik dari dalam maupun luar negeri, untuk lebih jelasnya bisa dilihat
skema berikut:
Gambar 4.8: Skema Pendanaan PB di Kota Padang
Sumber: BPBD Kota Padang
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
62
Permasalahan dana adalah masalah krusial dalam penanggulangan
bencana. Dana yang dibutuhkan bisa di dapat dari berbagai sumber, seperti dari
APBN, APBD, maupun pinjaman dan sumbangan dari luar negeri. Ketika
permasalahan dana ini disampaikan ke BPBD Kota Padang, Kabid Kesiapsiagaan
menyampaikan:
”dana penanggulangan bencana berasal dari berbagai sumber. Dana – dana
tersebut ditempatkan di berbagai SKPD. BPBD sendiri hanya
merekomendasikan kebutuhan penanggulangan bencana kepada SKPD
tersebut. Kami tidak mengetahui persisnya dana tersebut, karena mereka
belum melaporkan kepada kami”
Tidak diketahui berapa dana yang dipersiapkan oleh Pemko Padang karena
masih kurangnya koordinasi antara SKPD dengan BPBD Kota Padang sebagai
leading sector dalam penanggulangan bencana. Menurut pemaparan dari Staf
BPBD Kota Padang:
”persoalan informasi dana ini sudah lama menjadi persoalan. SKPD hanya
menjalankan programnya sendiri. Misalnya saja pembenahan infrastruktur,
yang dilakukan Dinas Prasana Jalan dan Pemukiman, dananya mereka
yang anggarkan dan belum ada memberikan tembusan kepada kami
tentang program yang mereka lakukan. Begitu juga di SKPD yang lain,
kami mesti jemput bola mencari informasi tersebut, dan kadang mereka
enggan memberitahukan”
Dari paparan para staf BPBD Kota Padang di atas, masih terlihat belum
adanya keterpaduan antara setiap SKPD di Kota Padang dalam melakukan
kegiatan penanganan bencana. Beberapa SKPD bergerak sendiri, tanpa ada
koordinasi dengan BPBD sebagai lembaga yang di tunjuk oleh Undang – Undang
sebagai koordinator dalam penanggulangan bencana.
Sementara itu, di Kota Padang sendiri telah terjadi beberapa kali gempa
besar sejak Tahun 2004 lalu. Artinya kurang lebih tujuh tahun sejak tsunami di
Aceh yang membawa informasi baru tentang tingginya kerawanan pantai barat
Pulau Sumatera terhadap ancaman gempa dan tsunami. Seharusnya sudah ada
program yang berfokus pada kesiapsiagaan yang di inisiasi oleh Pemerintah Kota
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
63
Padang yang benar – benar dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat secara
nyata. Ada beberapa pernyataan masyarakat tentang minimnya perhatian
pemerintah terhadap edukasi kesiapsiagaan, seperti yang disampaikan oleh Deno,
warga Kelurahan Air Tawar Barat:
”Selama ini kami belum dapat edukasi atau pelatihan sekalipun dari
pemerintah, padahal tempat tinggal kami sangat dekat dengan pantai.
Kami menyelamatkan diri hanya berdasrkan insting saja. Kalau ada gempa
besar kami lari ke tempat yang tinggi untuk menghindari tsunami”
Minimnya upaya Pemko Padang untuk meningkatkan kesiapsiagaan
masyarakat terlihat dari minimnya program – program penanggulangan bencana
yang dilaksanakan dengan aksi nyata yang menyentuh seluruh lapisan masyarat
Kota Padang. Ini sesuai dengan kritikan dari Direktur Eksekutif Komunitas Siaga
Tsunami yang mengatakan:
“Secara keseluruhan belum. Kalau sudah, berarti sudah
terimplementasikan program – program yang telah direncanakan. Sampai
saat ini masih gladi posko, show on force, atau cuma memperlihatkan
kekuatan aparat tanggap darurat dalam pawai – pawai. Secara substansi
implementasi program kesiapsiagaan yang benar – benar menyentuh
masyarakat masih nihil. Kalau edukasi selama ini banyak dilakukan oleh
LSM – LSM yang care terhadap pengurangan resiko bencana. Bahkan
RAD yang menjadi acuan untuk pengurangan resiko bencana termasuk
kesiapsiagaan KOGAMI yang memfasilitasi untuk menjadi dokumen yang
nantinya akan dilegalkan
Menurut pengamatan peneliti di lokasi penelitian, kebanyakan kegiatan
yang dilakukan adalah Apel Kesiapasiagaan yang berupa show on force para
personel tanggap darurat dan peralatannya yang di bawa keliling Kota Padang
agar masyarakat bisa melihat bahwa Kota Padang telah siaga. Sementara substansi
kesiapsiagaan itu sendiri sering dilupakan, yang bertujuan untuk menciptakan
respons yang tepat pada saat yang tepat ternyata tidak begitu diperhatikan. Ketika
hal ini ditanyakan ke Kabid Kesiapsiagaan BPBD Kota Padang, mengatakan:
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
64
”Sebenarnya kami telah berusaha untuk membuat program tentang
kesiapsiagaan masyarakat, namun kami mempunyai keterbatasan dalam
hal sumber daya manusia dan anggaran. Tapi percayalah kami terus
bergerak setiap hari, ada beberapa proposal yang sedang kami buat,
semoga bisa secepatnya bisa diimplementasikan dan masyarakat
merasakan manfaatnya. Ini terkait dengan fungsi BPBD hanya sebagai
koordinator. BPBD hanya bisa menyarankan kepada instansi terkait misal,
Dinas Pendidikan agar menganggarkan dana untuk pelatihan
kesiapsiagaan di sekolah atau dalam pembuatan rambu – rambu evakuasi,
BPBD meminta Dinas Komunikasi dan Informatika menganggarkannya.
Jadi BPBD tidak memiliki anggaran yang khusus karena fungsinya hanya
sebagai Koordinator terhadap SKPD lain, inilah yang membuat sulit kami
bergerak”
Peran BPBD sebagai koordinator dalam penanggulangan bencana dapat
dilihat dari Perda No 3 Tahun 2008 tentang Penanggulangan Bencana Pasal 11
Ayat 2, yang menyatakan Badan Penanggulangan Daerah sebagai lembaga
pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara
terencana, terpadu, dan menyeluruh. Jadi, peran BPBD sesuai dengan amanat
perda hanya sebagai badan koordinasi yang merencanakan kegiatan
penanggulangan bencana secara terpadu dan lintas sektor. Dan permasalahan
terletak pada fungsi BPBD yang hanya sebagai koordinator yang
mengkoordinasikan seluruh instansi terkait agar satu langkah dalam penanganan
bencana. Satu langkah ini dimaksudkan agar tidak ada tumpang tindah dan saling
berebut peran dalam penanggulangan bencana.
BPBD sendiri sesungguhnnya tidak memiliki tools yang begitu lengkap,
karena sarana dan prasarana yang digunakan tersebar di berbagai macam instansi.
Misalnya, ambulans adalah milik dinas kesehatan, mobil pemadam kebakaran ada
di dinas pemadam kebakaran, atau alat – alat SAR banyak dimiliki oleh Tim SAR
baik dari Badan SAR Kota Padang, maupun milik TNI, Polri dan lembaga –
lembaga kemasyarakatan lainnya. Jadi, fungsi BPBD Kota Padang sendiri adalah
bagaimana agar semua stakeholders tersebut bisa bersinergi agar penanggulangan
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
65
bencana bisa berjalan lebih baik dan optimal. Ini sesuai dengan pernyataan dari
Staf Ahli Pengurangan Resiko Bencana (PRB) UNDP mengatakan:
“Begini ya, kita menganggap BPBD ini semacam rumah kosong, terus isi
perabotannya dari siapa? Ya dari SKPD – SKPD yang ada, misalnya dari
Dinas PU, Dinas Pendidikan, Dinas PU, Dinas Tata Ruang, Dinas
Perhubungan dan sebagainya.”
BPBD tidak mempunyai kekuatan yang cukup mengerjakan setiap
kebijakan penanggulangan bencana dan mesti bekerja sama lintas instansi,
sehingga dalam penyatuan ide dan gagasan tentang pengurangan resiko bencana
yang berfokus pada kesiapsiagaan menjadi sulit. Ketidakmampuan BPBD Kota
Padang ini sebenarnya sudah di perkirakan oleh stakeholders masyarakat Kota
Padang lainnya, dan berusaha membantu mengurangi beban dan mendorong
BPBD Kota Padang agar lebih professional, terutama untuk lebih memperhatikan
kesiapsiagaan untuk mengurangi resiko bencana, seperti yang di ungkapkan oleh
Manejer Edukasi Komunitas Siaga Tsunami: “
“Kita selama ini melihat bahwa pemerintah daerah memang harus dibantu
dalam penanggulangan bencana ini. Jadi kita beda dengan LSM lain yang
sering mendemo atau mengkritik pemerintah. Ketika kita melihat
pemerintah daerah masih lemah dalam penanggulangan bencana terutama
kesiapsiagaan, maka kami mencoba memberikan pedampingan untuk
pemerintah agar lebih memperhatikan ini. Bisa dalam bentuk seminar,
workshop, atau asistensi dalam pembuatan SOP penanggulangan bencana.
Jadi kerjasama kami sudah cukup baik dengan pemerintah Kota Padang.
Selain itu, kami juga melakukan edukasi sendiri langsung ke masyarakat
Kota Padang tentunya dengan izin dari Pemko Padang dan program kami
sangat banyak bergerak di bidang ini dengan kerjasama dan bantuan
lembaga – lembaga lain, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Inikan juga termasuk meringankan tugas Pemko Padang untuk
meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat.”
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
66
Sejak terbentuk Tahun 2008 BPBD Kota Padang dalam berbagai kegiatan
banyak didukung oleh LSM – LSM baik lokal maupun internasional. LSM – LSM
ini yang memberikan pelatihan dan pedampingan pada pematangan organisasi
BPBD. Selain itu, peran LSM dalam memotivasi agar Pemko Padang lebih
memperhatikan kesiapsiagaan diakui sendiri oleh BPBD Kota Padang, seperti
yang diungkapkan oleh, Staf Ahli BPBD Kota Padang,
“Memang selama ini program kerja kami banyak bekerja sama dengan
LSM, termasuk kesiapsiagaan. LSM tersebut ada yang berbasis lokal,
nasional maupun asing”
Dari persoalan sikap pemerintah di atas terletak pada bagaimana merubah
paradigma pemerintah yang selama ini masih berpikir bahwa, tahap tanggap
darurat adalah tahapan yang penting dan melupakan tahapan pra – bencana,
seperti kesiapsiagaan. Saat ini paradigma pemerintah masih berkutat pada
persoalan tanggap darurat atau saat terjadinya bencana. Seharusnya pemerintah
juga memberi porsi seimbang kepada upaya peningkatan kesiapsiagaan yang
bergerak pada tataran preventif dan bertujuan bagaimana meminimalisir jatuhnya
korban jiwa maupun kerugian materi.
Komitmen Pemerintah Kota Padang juga bisa dilihat dari Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kota Padang sampai 2013, yang berisikan:
1. Mengarahkan pengembangan kegiatan permukiman (terutama ke arah
Utara dan Timur) untuk mengurangi tekanan perkembangan fisik dan
arus lalu-lintas di dan ke Kawasan Pusat Kota.
2. Mengembangkan kawasan yang tergolong kawasan transisi
perkembangan (koridor dan sisi luar Padang By-Pass) untuk kegiatan
perdagangan, jasa, industri, permukiman, perkantoran, olahraga,
pendidikan dan prasarana transportasi.
3. Mengembangkan kawasan perkantoran Pemerintahan Kota di Kawasan
Air Pacah untuk mengurangi arus pergerakkan menuju ke Kawasan
Pusat Kota dan sekaligus mempermudah akses penduduk untuk
memperoleh pelayanan di satu kawasan.
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
67
4. Mengembangkan jaringan jalan baru untuk mengurangi beban Jalan
Arteri Padang–Bukittinggi dan sekaligus mengoptimalkan Jalan
Padang By-Pass. Pengembangan jalan baru diutama-kan adalah Jalan
Sepanjang Pantai (Teluk Bayur–Nipah/Muaro–Pasir Jambak–
Ketaping) dan Jalan Lingkar Luar (Bandar Buat–Limau Manis–
Gunung Sarik–Air Pacah–Lubuk Minturun–By-Pass).
6. Mengembangkan kawasan pesisir sepanjang pantai menjadi kawasan
komersial dengan menggunakan konsep „water-front city’, sehingga
dapat menjadi ciri khas Kota Padang dimasa depan dan sekaligus
memberikan nilai tambah bagi pembangunan kota.
7. Mengembangkan Kawasan Limau Manis sekitar Kampus UNAND
sebagai kawasan pendidikan, penelitian dan pelatihan yang memiliki
skala pelayanan regional. Sedangkan kawasan pendidikan tinggi
lainnya yang sudah ada dikembangkan dengan pendekatan
intensifikasi lahan.
Secara umum, dari paparan RTRW Kota Padang di atas, dapat di analisis
pengembangan Kota Padang mulai menuju ke arah timur atau zona aman tsunami
yang berada di kawasan By – Pass. Kawasan tersebut berada cukup jauh dari
pantai dan menjadi. lokasi evakuasi horizontal jika tsunami terjadi di Kota
Padang. Tetapi, perkembangan tersebut di dominasi oleh rencana pembangunan
Pusat Pemerintahan yang baru di kawasan Aie Pacah yang sebelumnya berada di
dekat pantai.
Sementara, pusat pemukiman penduduk di Kota Padang masih banyak
tersebar di zona rawan tsunami. Hingga saat ini belum ada anjuran dari
Pemerintah Kota Padang untuk merelokasi masyarakat yang bermukim di zona
rawan ke tempat yang lebih aman. Hal ini sesuai dengan yang di sampaikan oleh
Kepala BPBD Kota Padang:
“Rencana relokasi penduduk di zona rawan itu pekerjaan yang sangat berat
dan besar. Butuh dana dan waktu yang tidak sedikit. Saat ini yang bisa kita
lakukan adalah membangun shelter sebanyak mungkin untuk masyarakat
menyelamatkan diri jika tsunami terjadi
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
68
Memang untuk memindahkan penduduk ke zona aman tidak bisa
dilakukan secara instan dan harus melalui perencanaan matang. Pemindahan
penduduk tidak hanya aspek fisiknya saja, tetapi juga aspek sosial dan budaya
yang memegang perananan penting, dan ini akan memakan biaya yang sangat
besar dan waktu yang lama.Yang bisa dilakukan Pemerintah Kota Padang adalah
memperketat pemberian izin mendirikan bangunan dengan memperhatikan tingkat
kerawanan Kota Padang terhadap bencana dengan memprioritaskan pembangunan
pemukiman di zona aman tsunami.
4.5 Kerentanan Bangunan
Kondisi kerentanan fisik Kota Padang dijadikan salah satu unsur yang
mempengaruhi upaya Pemerintah Kota Padang untuk meningkatkan
kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana gempa dan
tsunami. Hal ini bisa dipahami kondisi infrastruktur menjadi permasalahan yang
krusial mengingat pengalaman gempa besar yang telah beberapa kali dialami oleh
Kota Padang yang meluluhlantakkan banyak bangunan, jalan dan jembatan di
Kota Padang.
Berdasarkan data dari BPBD Kota Padang pasca gempa 30 September
banyak gedung – gedung yang roboh, yang merupakan fasilitas umum dan sosial.
Berikut data dari BPBD Kota Padang:
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
69
Tabel: 4.4 Data Kerusakan Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial Kota Padang
Pasca Gempa 30 September 2009
Kecamatan
SARANA DAN PRSARANA
PENDIDIKAN KESEHATAN KANTOR
RB RS RR RB RS RR RB RS RR
1 Lubuk Kilangan 65 54 54 0 0 0 0 0
2 Koto Tangah 169 109 120 3 2 1 0 0
3 Kuranji 89 120 130 2 1 0 4 0
4 Padang Barat 296 103 129 1 0 0 47 15
5 Padang Utara 157 68 57 0 0 0 0 0
6 Padang Selatan 129 80 72 1 5 0 0 0
7 Padang Timur 240 141 90 0 0 1 0 0
8 Nanggalo 164 51 41 1 0 0 0 0
9 Lubuk Begalung 159 129 114 0 0 0 8 4
10 Pauh 46 79 48 0 0 0 0 0
11 Bungus Teluk
Kabung 92 104 48 1 2 0 0 0
Jumlah 1.606 1.038
Sumber: BPBD Kota Padang 2009
Dari data di atas bisa dilihat begitu rentannya kondisi infrastruktur
bangunan yang ada di Kota Padang. Kondisi infrastruktur bangunan yang buruk
ini sangat berbahaya bagi keselamatan dan keamanan masyarakat dalam
menjalankan aktifitasnya. Sebagai bagian dari kesiapsiagaan tentunya kondisi
infrastruktur ini perlu dibenahi agar ketika terjadi bencana bisa meminimalisir
jatuhnya korban jiwa. Pengalaman gempa september 2009 yang lalu, banyak
warga yang meninggal dunia akibat buruknya struktur bangunan, seperti yang
terjadi di Hotel Ambacang yang memakan korban hingga puluhan orang dan
gedung lembaga bimbingan belajar GAMA yang juga membuat jatuhnya korban
belasan jiwa. Buruknya kondisi bangunan di Kota Padang terermin dari
wawancara dengan salah seorang warga yang menjadi saksi hidup peristiwa
gempa 30 September 2009, Yudi warga Kecamatan Padang Utara, yang
mengatakan:
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
70
“Pas gempa besar tahun 2009 yang lalu, banyak korban yang meninggal
akibat tidak bisa menyelamatkan diri keluar gedung sehingga banyak yang
terhimpit hidup – hidup”.
Gempa tahun 2009 dengan skala 7.9 SR merubuhkan banyak bangunan di
Kota Padang. Artinya mayoritas bangunan di Kota Padang belum mengantisipasi
gempa dengan skala di atas 7 SR. Gedung – gedung yang ada di Kota Padang
dibangun dengan struktur yang rapuh dan tidak mempunyai standar minimal
ketahanan terhadap gempa. evakuasi korban di Hotel Ambacang pasca gempa 30
September 2009. Relawan yang ikut melakukan evakuasi di korban di berbagai
reruntuhan bangunan di Kota Padang, juga mengutarakan hal yang serupa.
Bangunan yang ada di Kota Padang umumnya strukturnya tidak tahan dengan
gempa. Seperti yang disampaikan oleh Sepriantoni, relawan yang turut
mengevakuasi korban di Hotel Ambacang:
“Iya, banyak korban yang jatuh karena buruknya struktur bangunan,
padahal bangunan ini 5 lantai tapi strukturnya saya amati tidak kokoh,
pantas saja ketika gempa langsung ambruk”.
Ketika hal ini dikonfirmasikan ke Kabid Kesiapsiagaan BPBD Kota
Padang, mereka mengakui bahwa infrastruktur fisik yang ada di Kota Padang
masih banyak yang tidak layak karena banyak dibangun sebelum keluar penelitian
yang memperingatkan bahwa Kota Padang sangat tinggi tingkat kerawanannya
terhadap tsunami. Penelitian tersebut tambahnya, dilakukan pasca gempa dan
tsunami di Aceh Tahun 2004. Lengkapnya dia mengatakan,
“Memang bangunan yang ada di Kota Padang, sangat sedikit yang bisa
dikategorikan tahan gempa hingga skala diatas 8 richter. Cuma ini tentu
tidak bisa disalahkan hanya dinas tata ruang dan tata bangunan saja, atau
dinas – dinas lain yang terkait, karena ada kejadian gempa 2004 lah maka
baru ada kajian – kajian tentang penanganan bencana gempa dan tsunami
di Kota Padang.”
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
71
Menurut BPBD Kota Padang, bangunan yang telah dibangun sebelum
masa tersebut tidak mungkin dibongkar, karena tentu saja akan menimbulkan
pertentangan di tengah masyarakat. Karena akan membutuhkan dana yang sangat
besar, bangunan yang telah diindentifkasi sebagai bangunan yang rawan
disebabkan strukturnya tidak layak, Pemko Padang sampai saat ini tidak
mengambil tindakan apapun. Ketika hal ini ditanyakan kepada masyarakat,
mereka kesulitan untuk merenovasi bangunan tempat tinggal mereka karena
memakan biaya yang diluar kemampuan mereka. Keengganan masyarakat untuk
merenovasi bangunan rumah yang telah ditempati sesuai dengan yang
disampaikan oleh Erna, salah seorang warga kelurahan Surau Gadang:
“Rumah ini dibangun sebelum orang ribut – rebut gempa, tidak
mungkinlah dibongkar dan dibangun lagi. Kan butuh biaya yang sangat
banyak sehingga sulit untuk mengerjakannnya. Lagipula duit dari mana
pak?”
Begitu banyak bangunan – bangunan yang ada di Kota Padang yang rentan
ambruk terhadap ancaman gempa juga telah diperkirakan oleh beberapa praktisi di
bidang manajemen bencana. Sementara bangunan yang sudah memperhitungkan
kerentanan Kota Padang masih sangat sedikit dan umumnya dibangun pasca
gempa 30 September 2009. Ini sesuai dengan pendapat dari Anggota Tim Ahli
PRB UNDP, yang mengatakan:
“Kalau dari pandangan kita, kalau terkena gempa 8 SR yang lebih dari 60
detik lebih dari 30% bangunan di Kota Padang hancur. Kita bisa lihat
gempa 30 September 2009 yang lalu, berapa banyak bangunan yang
runtuh. Sampai sekarang bangunan yang masih utuhpun masih sangat
diragukan ketahanannya. Jangankan untuk dijadikan shelter, dijadikan
tempat hunian atau kantor saja bangunan di Kota Padang bisa dibilang
tidak layak jika melihat besarnya ancaman gempa dan tsunami di Kota ini”
Selain masalah pemukiman warga, kerentanan gedung – gedung yang
dijadikan tempat beraktifitas masyarakat tentu menjadi persoalan tersendiri.
Beberapa gedung yang ramai dikunjungi seperti pusat perbelanjaan yang ada di
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
72
Kota Padang banyak yang tidak layak digunakan karena kekuatan strukturnya
sangat diragukan. Contohnya Plaza Andalas, yang menjadi pusat keramaiant
terutama pada akhir pekan, sempat mengalami kerusakan parah setelah digoncang
gempa beberapa kali. Hal ini bisa dilihat dari foto plaza tersebut pasca gempa 30
September 2009
Foto 5.1: Gedung Plaza Andalas Pasca Gempa 30 September 2009
Sumber: KOGAMI
Plaza Andalas hanya salah satu gedung yang hancur pasca gempa 30
September 2009. Masih banyak gedung lain yang hancur yang menjadi pusat
aktifitas – aktifitas masyarakat sehari – hari. Diantaranya, Hotel Ambacang, Hotel
Bumi Minang, Kantor Dinas Pendidikan Sumbar, Kantor Walikota Padang,
Berbagai gedung di kampus, sekolah, pusat perkantoran, dan pusat aktifitas
masyarakat lainnya. Kerentanan bangunan ini dibenartkan oleh pernyataan dari
Manejer Advokasi Komunitas Siaga Tsunami:
“Kalau masalah bangunan, setelah kita cek pasca beberapa kali gempa
sebelum gempa besar Tahun 2009 di Kota Padang, kebanyakan memang
tidak layak untuk dijadikan tempat pengungsian atau bahkan tempat
beraktivitas. Hal ini sangat berbahaya jika tidak segera dibenahi. Ternyata
betul, terbukti pada Tahun 2009 banyak gedung yang runtuh. Ini
membuktikan kekokohan bangunan di Kota Padang banyak yang
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
73
amburadul karena mungkin sebelumnya tidak memperhatikan aspek
kerentanan Kota Padang terhadap ancaman gempa dan tsunami.
Perbaikan yang dilakukan pasca gempa tersebut masih belum banyak
merubah strukur bangunan agar lebih kokoh. Perbaikan hanya terkesan tambal
sulam lebih pada tampilan luarnya saja. Sementara struktur yang menunjang
bangunan tidak diperkuat agar tahan gempa hingga skala tertentu. Ini sesuai
dengan yang disampaikan oleh Boni, warga Kecamatan Padang Barat,:
“Bangunan di kota ini, perbaikan banyak seadanya, kulitnya saja yang
diperbaiki, sementara strukturnya masih tetap. Masak ga juga belajar dari
gempa – gempa yang lalu. Malah ada gedung pusat perbelanjaan yang tiap
kali gempa rusak parah, masih aja tambal sulam perbaikannya. Ini kan
bahaya buat masyarakat yang berkunjung ke sana”.
Kerentanan bangunan merupakan persoalan utama untuk meningkatkan
kesiapsiagaan masyarakat. Bangunan yang rentan membuat masyarakat tidak
nyaman dan aman dalam melakukan aktivitasnya. Upaya penyelamatan diri
ketika terjadi bencana banyak mengalami rintangan ketika terjadi gempa karena
struktur bangunan yang buruk akan membuat masyarakat sulit untuk
mengevakuasi diri. Ketika hal ini ditanyakan ke BPBD Kota Padang, melalui
Kabid Kesiapsiagaan dan Pencegahannya mengatakan:
“Kami sudah memperingatkan para pengelola gedung agar lebih
memperhatikan struktur bangunannya, memang serba salah kami, kalau
disuruh dirobohkan kan tidak mungkin juga.”.
Pemerintah seharusnya mempunyai alat pemaksa agar pengelola
memperhatikan tingkat kerawanan gedung tersebut terhadap ancaman gempa dan
tsunami. Alat yang dimaksud adalah seperangkat aturan yang mengikat para
pengelola untuk memperbaiki struktur gedungnya. Hal ini sesuai dengan yang
disampaikan oleh Staf Ahli Bidang Pengurangan Resiko Bencana UNDP yang
mengatakan:
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
74
“Seharusnya ada aturan dari Pemko Padang yang mewajibkan gedung –
gedung yang ada di kota ini memperbaiki struktur bersiap untuk
menghadapi gempa dan tsunami yang mungkin saja terjadi sewaktu –
waktu”.
Permasalahan belum adanya aturan yang mengikat untuk renovasi gedung
agar tahan goncangan gempa hingga skala tertentu ini diakui oleh Kabid
Kesiapsiagaan BPBD Kota Padang. Solusinya menurut BPBD Kota Padang
adalah memperketat perizinan gedung yang akan di bangun. Dan ini ada aturan
yang bisa digunakan yaitu Izin Mendirikan Bangunan (IMB), yang nantinya akan
mensyaratkan bangunan yang akan didirikan di zona rawan tsunami, harus tahan
gempa hingga 9 SR, dan gedung ini nantinya juga harus bisa dijadikan sebagai
shelter atau lokasi evakuasi vertikal. Seperti yang disampaikan oleh Kabid
Kesiapsiagaan dan Pencegahan BPBD Kota Padang:
“Terkait hal ini sudah dilakukan upaya preventif, yaitu akan memperketat
izin pendirian bangunan, dengan mesyaratkan harus tahan gempa dengan
skala tertentu yang telah ditetapkan”
Ketika penulis menelusuri jalan di zona merah yang tingkat perkenaannya
tsunaminya tinggi, banyak gedung yang baru dibangun dan umumya bertingkat
lebih dari dua. Kondisi ini akan berbahaya ketika bangunan tersebut dibangun
dengan struktur yang buruk dan tidak ramah pada gempa sehingga berbahaya bagi
masyarakat. Ketika hal ini dikonfirmasi ke Kabid Kesiapsiagaan dan Pencehgahan
BPBD Kota Padang, dan jawabannya:
“Mungkin sering terdengar kabar, bahwa Pemko Padang tidak konsisten
dalam pemberian izin bangunan, katanya di zona merah tsunami izin
pendirian bangunan akan dihentikan, Tapi kenyataannya malah masih ada
bangunan yang diberi izin untuk didirikan. Maksudnya bukan tidak
konsisten, bangunan boleh didirikan tapi dengan syarat harus bisa
difungsikan sebagai shelter. Misalnya saja pembangunan Hotel di sekitar
pantai purus yang dekat sekali dengan laut. Itu nantinya juga akan
difungsikan sebagai shelter. Jadi ada manfaatnya. Bangunan tersebut di
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
75
atasnya harus datar dan bisa ditempati sebagai tempat pengungsian
sementara.”
Menurut perhitungan BPBD Kota Padang, dari total bangunan yang runtuh
pada saat gempa 30 September 2009, mayoritas adalah gedung milik Pemko
Padang. Ternyata gedung milik pemerintah juga memiliki struktur bangunan yang
kurang tahan terhadap gempa. Selain permasalahan masih banyak bangunan –
bangunan yang mempunyai kerentanan tinggi di Kota Padang, ternyata juga
belum adanya gedung yang mempunyai petunjuk evakuasi internal. Artinya
petunjuk evakuasi yang memberi gambaran bagaimana cara penyelamatan diri di
dalam gedung, seperti arah evakuasi terdekat dari lokasi pengunjung atau
penghuni gedung yang menunjukkan jalan keluar dari gedung ketika terjadi
gempa yang cukup besar.
Pengalaman gempa September 2009 menjadi bukti ketika banyak korban
meninggal karena terjepit di tangga atau di pintu keluar gedung. Pemerintah Kota
Padang sudah berupaya untuk memberikan peringatan kepada pengelola gedung
agar memperkuat struktur bangunannya.Ini sangat penting, karena banyak korban
ketika terjadi gempa 30 September 2009 tertimpa bangunan runtuh ketika
berdesak – desakkan di tangga atau pintu keluar. Inilah yang banyak dikeluhkan
oleh masyarakat di Kota Padang salah satunya Rudi, yang mengatakan:
“Saat gempa orang dalam gedung panik semua, tidak tentu arah larinya.
Banyak yang berdesak – desakkan di tangga. Akibatnya ketika bangunan
runtuh banyak orang yang tertimbun di tangga dan pintu keluar.”
Kondisi seperti ini sangat berbahaya, jika bangunan sewaktu – waktu
ambruk karena kuatnya goncangan gempa. Minimnya petunjuk evakuasi di
gedung – gedung yang ada di Kota Padang ini dibenarkan oleh Staf BPBD Kota
Padang:
“Benar, setahu kami belum ada gedung yang mempunyai rencana evakuasi
yang terpadu, artinya pemilik gedung mempunyai baik itu sistem evakuasi
maupun rambu – rambu evakuasi yang memudahkan orang untuk
menyelamatkan diri.”
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
76
Petunjuk evakuasi dalam gedung merupakan instrumen penting dalam
upaya untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat yang harus disediakan oleh
pemilik bangunan sebagai bagian dari standar keamanan gedung. Di Kota Padang
belum ada gedung – gedung yang memiliki petunjuk evakuasi jika terjadi bencana
terutama gempa dan tsunami. Ini sesuai dengan pernyataan dari BPBD Kota
Padang melalui Kabid Kesiapsiagaan dan Pencegahannya:
“Memang belum ada gedung yang kami indentifikasi memiliki rambu –
rambu evakuasi terpadu. Biasanya orang menyelamatkan diri, dengan
mencari pintu keluar gedung secepatnya”
Intinya bagaimana sebuah gedung mempunyai rencana evakuasi yang
disesuaikan dengan kondisi gedung – gedung tersebut. Karena masing – masing
gedung mempunyai kondisi yang berbeda – beda baik dari sisi desain
arsitekturnya maupun dari kekokohannya. Pentingnya rencana evakuasi di gedung
ini dimaksudkan agar bisa meminimalisir jatuhnya korban jiwa yang terjebak di
dalam gedung karena tidak mengetahui bagaimana cara menyelamatkan diri jika
akibat gempa dan tsunami benar – benar terjadi.
4.6 Edukasi Kesiapsiagaan
Dalam pembangunan sistem kesiapsiagaan pada masyarakat diawali
dengan pemetaan ancaman bencana dan analisis risiko bencana di komunitas.
Berdasarkan analisis inilah dibangun kapasitas dan kelembagaan penanggulangan
bencana komunitas yang berfokus pada kesiapsiagaan. Di Kota padang, upaya
untuk meningkatkan kesiapsiagaan yang merupakan bagian dari siklus manajemen
bencana yang lebih menitikberatkan pada kebijakan pra bencana. dilakukan oleh
Pemko Padang bekerja sama dengan elemen masyarakat lainnya. Kegiatan yang
dilakukan berupa edukasi kesiapsiagaan terhadap bencana di sekolah – sekolah,
masyarakat dan simulasi evakuasi.
Edukasi kesiapsiagaan merupakan elemen yang penting dalam
pengurangan resiko bencana yang berfokus bagaimana menciptakan perilaku
masyarakat yang siap mengantisipasi bencana dengan mengetahui tindakan yang
harus dilakukan sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana. Di Kota Padang
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
77
sendiri, berbagai LSM berdasarkan rekomendasi dari Walikota Padang telah
melakukan banyak kegiatan yang berkaitan dengan edukasi masyarakat untuk
Edukasi yang dilakukan oleh menyasar pada wilayah yang rawan terhadap
ancaman tsunami dan merupakan wilayah yang padat penduduk.
Di Kota Padang sendiri edukasi kesiapsiagaan sebagai bagian dari
pengurangan risiko bencana ditujukan untuk pada pembenahan dua sistem
penanggulangan bencana seperti yang tercantum dalam Pedoman Pengurangan
Resiko Bencana Kota Padang, yaitu:
2. Sistem Pada Masyarakat
Membangun sistem penanggulangan bencana berbasis masyarakat adalah
upaya untuk pengurangan risiko bencana di tingkat masyarakat. Hal ini menjadi
penting karena keterbatasan pemerintah dan lembaga penanggulangan bencana
dalam memberikan bantuan pada saat terjadi bencana. Selain itu sistem ini
bertujuan untuk memaksimalkan sumberdaya yang dimiliki masyarakat sehingga
mampu membantu diri, keluarga dan komunitasnya pada saat terjadi bencana.
Pembangunan sistem di masyarakat diawali dengan pemetaan ancaman
bencana dan analisis risiko bencana di komunitas. Berdasarkan analisis inilah
dibangun kapasitas dan kelembagaan penanggulangan bencana komunitas.
Kelompok Penanggulangan Bencana (KPB) komunitas ini dibentuk secara
partisipatif yang anggotanya semua unsur yang terdapat dalam komunitas.
Pembuatan Standar Operasional Prosedur (SOP) di tingkat komunitas juga
disusun untuk pengaturan peran dan fungsi unsur komunitas pada saat terjadi
bencana. Hal ini juga dilengkapi dengan Rencana Aksi Komunitas untuk
Pengurangan Risiko Bencana.
Indikator telah terbangunnya kesiapsiagaan komunitas dalam menghadapi
ancaman bencana adalah : Pertama, adanya rencana aksi pengurangan risiko
bencana ditingkat komunitas dan keluarga, Kedua, tersedianya sumber daya
manusia yang memiliki kapasitas dalam penanganan darurat (Tim Reaksi Cepat/
TRC) di komunitas, Ketiga, tersedianya jalur evakuasi dan tempat relokasi
komunitas.
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
78
3. Sistem Pada Sekolah
Implementasi sistem pengurangan risiko bencana di sekolah ditekankan
dalam dua aspek. Pertama, pembuatan sistem kelembagaan di sekolah yang
anggotanya merupakan unsur yang terdapat di sekolah. Kelembagaan ini
diberikan peningkatan kapasitas melalui pelatihan, uji coba dan pembuatan
standar operasional prosedur. Kelembagaan ini disebut Kelompok Siaga Bencana
Sekolah (KSBS). Kedua, Peningkatan pengetahuan siswa tentang kebencanaan
dalam upaya meningkatkan kesiapsiagaan disekolah melalui kurikulum muatan
lokal Siaga Bencana. Kurikulum ini sedang diujicoba di 12 sekolah di Kota
Padang.
Pembuatan kurikulum Siaga Bencana juga berdasarkan pada standar
Hyogo Framework for Action (HFA) dengan tujuan untuk mensistimatiskan
praktik-praktik Pengurangan Risiko Bencana (PRB) di tingkat sekolah, sehingga
dapat terlaksana secara terencana dan terukur. Proses Pembuatan Standar
Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) dibuat oleh unsur pemerintahan,
tim ahli kurikulum, guru, masyarakat, dan lembaga-lembaga terkait dalam
penangulangan bencana. Selanjutnya di revisi oleh tim ahli kurikulum menjadi
sebuah kurikulum siaga bencana.
Pembentukan sistem penanggulangan bencana yang ideal di masyarakat
dan sekolah dilakukan agar edukasi yang dilakukan ini diharapkan bisa
meningkatkan kesiapsiagaan karena masyarakat Kota Padang tahu dan mengerti
tindakan apa yang harus dilakukan saat terjadi gempa dan tsunami. Materi edukasi
yang diberikan memang harus disesuaikan dengan kondisi nyata yang memang
dibutuhkan dan dipakai masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Di Kota Padang
kegiatan edukasi masyarakat untuk meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi
ancaman bencana gempa dan tsunami telah intensif dilakukan.
Program yang sedang dirancang oleh Pemerintah Kota Padang melalui
BPBD terkait dengan edukasi ini adalah pembentukan Kelompok Siaga Bencana
(KSB) di masing – masing kelurahan di Kota Padang. KSB ini nantinya akan di
berikan pelatihan penanggulangan bencana. Pelatihan tersebut seperti yang
tercantum dalam TOR KSB Kota Padang 2011 (Lihat Lampiran 2) terdiri dari dua
jenis, yaitu:
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
79
1. Manajemen Penanggulangan Bencana.
Pada pelatihan ini, materi yang akan diberikan adalah :
a. Manajemen dan Pengetahuan Kesiapsiagaan Bencana
Materi ini bertujuan untuk menjelaskan dengan konsep dasar mengenai
manajemen penanggulangan bencana yang di gunakan Kota Padang. Materi
ini juga meningkatkan pemahaman seluruh komunitas tentang sebab akibat
terjadinya bencana serta pengetahuan kesiapsiagaan bencana.
b. Analisis Risiko Bencana dan Rencana Aksi Komunitas
Analisis risiko bencana merupakan analisis atau kajian terhadap bahaya,
kerenatanan dan kapasitas dimiliki oleh suatu daerah dan komunitas
(HVCA). Dimana kajian ini akan menggunakan metodologi Participatory
Rural Appretial (PRA). Sehingga seluruh individu yang berada didalamnya
mengetahui tentang ancaman bahaya yang berkemungkinan terjadi di
lingkungan tersebut. Dengan adanya analisis terhadap risiko bencana ini
diharapkan komunitas dapat menyusun rencana pengurangan risiko
bencana di lingkungannya.
c. Rencana Evakuasi
Rencana evakuasi merupakan rencana yang disusun bersama oleh
komunitas masyarakat yang meliputi peta dan prosedur evakuasi. Sehingga
seluruh komunitas dapat mengetahui serta menyepakati bersama tentang
jalur evakuasi yang akan dilalui pada saat terjadi bencana, dan tempat
pengungsian yang akan dituju. Selain itu komunitas juga mengetahui dan
menyepakati bagaimana cara penyelamatan diri pada saat terjadi bencana.
d. Prosedur Tetap (PROTAP) Penanggulangan Bencana
Prosedur tetap (PROTAP) penanggulangan bencana merupakan sebuah
aturan yang mengikat seluruh elemen yang terlibat dalam masa tanggap
darurat dilingkungan masyarakat. Sehingga pada masa tanggap darurat
semua elemen yang bertanggung jawab terhadap dapat melaksanakan
tugasnya masing-masing tanpa menunggu koordinasi dari pihak berwenang
atau pemerintah.
2. Skill dan Keterampilan Penanggulangan Bencana.
Pada pelatihan ini, materi yang akan diberikan adalah :
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
80
a. Radio Komunikasi dan Informasi
Bentuk kegiatan yang dilakukan adalah pemberian materi tentang radio
dan praktek berkomunikasi dengan menggunakan Handy Talkie (HT).
Sehingga anggota KSB dapat lebih mudah untuk menerima atau
memberikan informasi ketika terjadi bencana.
b. Pemadam Kebakaran
Bentuk kegiatan yang dilakukan pada materi ini adalah pemberian materi
dan praktek penggunaan peralatan pemadam kebakaran. Pada kegiatan ini
juga akan disampaikan materi mengenai tindakan-tindakan yang perlu
dilakukan oleh masyarakat dan anggota KSB untuk mengantisipasi
maupun mengatasi terjadinya kebakaran dilingkungan masyarakat serta
prosedur bergabung dengan aparat pemadam kebakaran pada saat terjadi
kebakaran dilokasi.
c. Pertolongan Pertama Gawat Darurat
Bentuk kegiatan yang dilakukan adalah pemberian materi dan praktek
tentang tindakan penilaian dan pertolongan pertama pada korban bencana.
Pada materi ini juga mempraktekkan cara melakukan evakuasi korban
pada kondisi yang biasa ditemukan dilokasi terjadinya bencana.
d. Manajemen Posko dan Camp Pengungsian
Bentuk kegiatan yang dilakukan adalah pemberian materi mengenai
manjemen camp pengungsian di daerah bencana. Mencakup didalamnya
sistem komando, pendataan, distribusi logistik dan dapur umum. Pada
pelatihan ini juga mempraktekan pendirian tenda tandu dan tali temali
pada masa tanggap darurat.
Upaya membangun kesiapsiagaan Kota Padang dalam menghadapi
dilakukan dengan berbagai cara. Kesiapsiagaan yang dibangun tentu harus
menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Sebagai salah kota yang paling rawan
bencana di dunia, Kota Padang telah berusaha meningkatkan kesiapsiagaan untuk
mengurangi dampak bencana sebagai bagian dari kebijakan penanganan bencana.
Beberapa kali dilanda gempa besar, membuat Kota Padang telah mempunyai
cukup pengalaman dalam penanganan bencana terutama pada kegiatan pra
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
81
bencana seperti dalam upaya meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam
menghadapi ancaman bencana gempa dan tsunami.
Pengalaman tersebut berguna dalam mempersiapkan diri dengan tindakan
– tindakan yang diperlukan untuk penyelamatan dan evakuasi. Pada saat terjadi
gempa besar tahun 2009 yang lalu, memang banyak jatuhnya korban jiwa di Kota
Padang, yang mayoritas terkena reruntuhan bangunan. Sebagian besar masyarakat
berhasil selamat ketika berupaya mengevakuasi diri ketempat yang lebih aman.
Hal ini di buktikan dengan begitu padatnya lokasi pengungsian di berbagai tempat
di Kota Padang. Masyarakat tetap bertahan sampai keadaan dianggap aman dan
baru kembali untuk memeriksa rumah masing – masing. Ini sesuai dengan yang di
sampaikan oleh Erni, warga Kecamatan Nanggalo Kota Padang yang rumahnya di
jadikan tempat mengungsi oleh beberapa masyarakat karena cukup jauh dari
pantai. berikut ungkapnya:
“Saat gempa besar dulu, banyak orang yang mengungsi ke tempat saya,
kan sore kejadiannya dan orang itu baru pulang besoknya. Jadi semalam
dia tidur disini.”
Dari hasil wawancara dengan salah seorang warga tadi, bisa di analisis
bahwa masyarakat tetap bertahan di lokasi pengungsian sampai keadaan aman
karena seperti yang kita ketahui gempa besar sangat berpotensi tsunami yang
datangnya bahkan bisa berjam – jam setelah gempa. Menurut data dari penelitian
LIPI (2008) sampai saat ini sudah banyak sekolah yang pengetahuan kebencanaan
para perangkat sekolahnya baik para guru maupun para siswa-siswanya cukup
baik di Kota Padang. Masih menurut LIPI, ada tiga stakeholders utama dalam
kajian rencana kesiapsiagaan menghadapi bencana Kota Padang, yaitu
pemerintah, masyarakat umum, dan komunitas sekolah. Ketiga stakeholders ini
masing-masing mempunyai peranan penting dalam upaya meningkatkan
kesiapsiagaan menghadapi bencana.
Pemerintah berperan memfasilitasi segala upaya untuk meningkatkan
kesiapsiagaan menhgahadapi bencana seperti, dukungan kebijakan, sarana dan
prasarana untuk perencanaan penyelamatan, peringatan bencana dan mobilisasi
sumber daya. Masyarakat yang terkena dampak langsung jika terjadi bencana
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
82
berupaya meningkatkan kesiapsiagaan dengan difasilitasi oleh pemerintah.
Sementara itu komunitas sekolah yang terdiri dari sekolah sebagai institusi, guru
dan siswa mempunyai peran yang cukup strategis. Komunitas sekolah berperan
menyiapkan rencana penyelamatan sekaligus menyebarluaskan peringatan
bencana. Dalam jangka panjang komunitas sekolah berperan untuk meningkatkan
pengetahuan masyarakat tentang bencana melalui pelajaran yang diberikan di
sekolah.
Sekolah merupakan salah satu instrumen penting dalam meningkatkan
kesiapsiagaan masyarakat. Salah satunya adalah peran sekolah dalam
menyebarluaskan informasi dari edukasi yang didapat kepada masyarakat.
Misalnya dari para guru dan siswa kepada keluarganya di rumah, teman-temannya
yang lain maupun tetangganya. Tentu peyeberluasan informasi ini sangat berguna
bagi masyarakat dalam peningkatan kesiapsiagaan terhadap bencana. Seperti yang
diungkapkan oleh seorang guru di SMUN 2 Padang, berikut ungkapannya:
“Jadi seperti ini cara penyelamatan diri kalau terjadi gempa dan tsunami,
sebab ibu sekeluarga paling lari saja ke atap rumah, tapi itu salah, lebih
baik lari ke daerah yang lebih tinggi”.
Dari pernyataan guru tersebut bisa dilihat bahwa masyarakat cukup
mengetahui apa yang akan mereka lakukan ketika terjadi bencana gempa dan
tsunami. Misalnya saja dari kasus di atas adalah penentuan lokasi evakuasi yang
harus dilakukan dengan cermat sehingga pilihan lokasi yang dijadikan tempat
evakuasi tersebut aman. Dengan kemampuan sebagian masyarakat
menindentifikasi tindakan apa harus yang dilakukan ketika terjadi bencana
mencerminkan adanya peningkatan kesiapsiagaan Kota Padang. Selain itu
menurut Direktur Eksekutif Komunitas Siaga Tsunami sebagian masyarakat juga
sudah bisa mengindentifikasi bencana gempa mana yang bisa perpotensi tsunami
yang dilihat dari besarnya gempa tersebut. Patra mengatakan:
“Kalau di masyarakat kita melihat telah ada progress yang bagus terutama
di komunitas sekolah dan daerah percontohan, karena masyarakat sudah
bisa mengindentifikasi gempa mana yang berpotensi tsunami dan tindakan
apa yang harus dilakukan. Dan mereka juga sudah mengetahui kemana
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
83
akan mengungsikan diri ketempat evakuasi yang telah disepakati secara
bersama – sama anggota keluaraga. dari sana bisa kita lihat telah muncul
kesiapsiagaan dalam masyarakat walaupun tentu hal ini perlu dievaluasi
lagi.
Untuk itu pelatihan dan pendidikan kebencanaan yang berkesinambungan
merupakan suatu keharusan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
dalam mengurangi resiko bencana. Dengan pelatihan dan pendidikan ini
diharapkan akan timbul budaya siaga bencana pada masyarakat Kota Padang. Hal
ini sesuai dengan yang dikatakan Kepala BPBD Kota Padang:
“Untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat di Kota Padang, kami
bekerjasama dengan institusi lainnya sering mengadakan pelatihan
kebencanaan. Diharapkan dengan adanya workshop ini pemahaman
masyarakat upaya penyelamatan diri akan lebih baik.”
Berbagai edukasi kesiapsiagaan yang diberikan kepada komunitas atau
kelompok masyarakat yang rawan terhadap resiko bencana. Yang pertama,
masyarakat yang bermukim zona rawan tsunami terhadap hantaman gelombang
tsunami jika terjadi. Materi yang diberikan kepada kelompok masyarakat tersebut
adalah bagaimana menyelamatkan diri ketika bencana gempa dan tsunami terjadi
dan tindakan apa yang harus dilakukan saat itu. Seperti berlindung di bawah meja
atau kusen pintu serta penentuan lokasi evakuasi, baik evakuasi vertikal dengan
naik ke gedung yang tinggi dan kokoh maupun evakuasi horizontal dengan lari ke
tempat yang lebih tinggi. Dan yang terpenting adalah membangun kesadaran
masyarakat untuk siap siaga selalu karena bencana gempa dan tsunami tidak bisa
diprediksi datangnya.
Selanjutnya edukasi juga menyasar pada komunitas yang mempunyai
peran dalam memberikan informasi kesiapsiagaan kepada masyarakat yang lebih
luas. Dalam hal ini jurnalis dipilih sebagai salah satu fokus edukasi kesiapsiagaan
agar bisa menyebarluaskan informasi tentang kebencanaan dengan akses yang
mereka miliki berkaitan dengan media massa tempat mereka bekerja. Berbagai
LSM berdasarkan rekomendasi dari Pemerintah Kota Padang yang bekerjasama
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
84
dengan jurnalis yang peduli terhadap masalah kebencanaan membentuk Jaringan
Jurnalis Siaga Bencana (JJSB). JJSB ini nantinya diharapkan menjadi ujung
tombak dalam menyampaikan informasi bencana ke pada masyarakat luas
sehingga masyarakat cepat mengetahui tindakan apa yang harus mereka lakukan
jika terjadi bencana. Penggunaan jaringan jurnalis ini membantu tugas – tugas
pemerintah dalam meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat.
Edukasi masyarakat pada saat ini difokuskan pada kegiatan edukasi di
sekolah – sekolah yang terletak di daerah rawan bencana tsunami, seperti di
daerah pesisir Pantai Padang yang jaraknya begitu dekat dari tepi pantai. dengan
adanya edukasi ini, makan sekolah – sekolah yang berada pada zona rawan
tsunami dapat meningkatkan kesiapsiagaan seluruh perangkat sekolah. Materi
edukasi yang diberikan terkait bagaimana menyelamatkan diri saat terjadi bencana
dan mencari tempat yang aman untuk berlindung. Beberapa materi yang di
sampaikan pada edukasi sekolah:
Gambar 4.9: Materi Edukasi Kesiapsiagaan
Cara Penyelamatan diri di sekolah
Segera keluar kelas menuju lapangan terbuka sambil melindungi
kepala.
Jauhi jendela kaca, rak, lemari, dan barabg-barang yang tergantung
seperti lukisan, cermin, jam dinding, lampu gantung dan sebaginya.
Jika berada di lantai dua atau lebih, berlindung di bawah meja
kokoh, berpegangan pada kaki meja atau merapat ke dinding
dengan merunduk sambil melindungi kepala. Segera turun menuju
lapangan terbuka setelah gempa reda.
Setelah gempa reda, dengarkan instruksi dari aparat setempat, jika
gempa cukup besar dan berpotensi tsunami, segera evakuasi diri ke
daerah yang lebih tinggi/bangunan tinggi yang masih kokoh.
Sumber: Komunitas Siaga Tsunami
Kesiapsiagaan para siswa dan guru – guru harus ditingkatkan untuk
meminimalisir jatuhnya korban jiwa. Apalagi rata – rata bangunan sekolah di
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
85
Kota Padang banyak yang bertingkat dan strukturnya kurang kokoh. Ini
dibuktikan banyaknya sekolah yang runtuh saat terjadinya gempa besar tanggal 30
September 2009 yang lalu. Hal ini tentu merupakan ancaman yang dapat
menimbulkan banyaknya jatuh korban jiwa. Sampai saat ini lebih dari seratus
sekolah di Kota Padang yang telah di berikan edukasi kesiapsiagaan. Sekolah
yang telah di edukasi diharapkan bisa menjadi sekolah yang siaga terhadap
bencana. Dalam edukasi ini para fasilitator dari Komunitas Siaga Tsunami
memperagakan bagaimana cara berlindung dan menyelamatkan diri jika terjadi
bencana gempa dan tsunami. Seperti yang terlihat di foto berikut ini:
Foto 4.2 Edukasi Kesiapsiagaan di sekolah
Sumber: Komunitas Siaga Tsunami
Dari hasil wawancara dengan berbagai pihak terkait kegiatan edukasi
sekolah ini, di dapatkan gambaran bahwa, kebijakan edukasi terhadap sedikit
banyak telah mengubah pola pikir masyarakat terutama warga sekolah-sekolah
yang telah diedukasi seperti yang disampaikan oleh Anggota Tim DRR
Government Partnership:
”Betul, ada perubahannya. Soalnya menurut pengakuan masyarakat
sekolah sendiri yang dulu mereka belum mendapatkan sosialisasi maupun
edukasi sekolah itu, pada saat gempa 10 Maret 2005 itu mereka benar-
benar kacau, sehingga mereka trauma terhadap tayangan televisi yang di
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
86
Aceh Kemarin. Tetapi setelah diberikan edukasi dan sosialisai dan pada
April 2007, ternyata mereka sudah lebih waspada, sehingga rasa khawatir
dan rasa cemas itu bisa dikurangi. Dan pada saat gempa besar yang
memporak-porandakan Kota Padang September 2009, masyarakat lebih
memahami kemana harus menyelamatkan diri, yaitu ke daerah yang lebih
tinggi seperti daerah By Pass.”
Sekolah – sekolah yang telah teredukasi di harapkan bisa menyebarkan
pengetahuan kebencanaan ke keluarga dan kerabat masing – masing. Dari edukasi
di sekolah – sekolah ada efek berantai yang bisa menambah pengetahuan
masyarakat tentang bagaimana bisa siaga dalam menghadapi bencana. Para
perangkat sekolah seperti guru – guru dan murid – murid diharapkan bisa
menyampaikan edukasi tersebut ke keluarga, kerabat dan tetangga masing –
masing. Seperti diungkapkan oleh Staf BPBD Kota Padang:
“Sekolah – sekolah yang telah diedukasi kita mengharapkan bisa
menyebarkan kepada keluarga dan kerabat terdekat agar pengetahuan ini
bisa dimiliki oleh masyarakat secara luas.”
Sekolah juga merupakan salah satu tempat yang tepat untuk menanamkan
budaya yang siaga terhadap bencana. Dengan pemberian materi tentang
kebencanaan, diharapkan para siswa dan para guru, mampu mengindentfikas
kerentanan sekolah mereka terhadap bencana. Hal ini harus menjadi fokus dalam
penanganan bencana gempa dan tsunami di Kota Padang. Karena dengan edukasi
yang dilakukan secara berkala diharapkan mampu menimbulkan sikap waspada,
dan akhirnya diharapkan mampu mengurangi jatuhnya korban jiwa jika bencana
benar – benar terjadi.
Edukasi kesiapsiagaan memang telah dilakukan di Kota Padang baik
dalam edukasi langsung ke masyarakat umum atau menyasar ke komunitas
tertentu, seperti ke sekolah – sekolah yang berada di zona rawan bencana gempa
dan tsunami maupun ke komunitas jurnalis yang berfungsi sebagai kalangan yang
menyebarkan informasi, edukasi dan sosialisasi ke masyarakat umum. Perubahan
yang terjadi berdasarkan gempa yang pernah terjadi di Kota Padang menjadi
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
87
indikator untuk memperlihatkan hasil dari edukasi yang telah dilakukan. Memang
di sebagian kawasan di Kota Padang telah memperlihatkan hasil yang nyata dari
adanya edukasi ini. Contohnya di sekolah yang telah di edukasi, umumnya ketika
terjadi gempa mereka sudah mempunyai rencana evakuasi sendiri dan tahu
tindakan apa yang harus dilakukan ketika gempa berpotensi tsunami terjadi. Atau
edukasi yang dilakukan pada kelompok masyarakat tertentu seperti pembentukan
RW siaga bencana yang merupakan proyek percontohan telah memperlihatkan
kemajuan dalam upaya peningkatan kesiapsiagaan.
Selain edukasi ke lembaga pendidikan, Komunitas Siaga Tsunami atas
persetujuan dari Pemko Padang juga melakukan edukasi langsung ke masyarakat.
Edukasi ini dilakukan dengan cara membagikan leaflet, booklet dan pamflet ke
masyarakat di sekitar zona rawan tsunami. Di dalamnya terdapat berbagai materi
pengetahuan tentang gempa dan tsunami, materi bagaimana cara menyelamatkan
diri dan barang – barang apa saja yang harus disiapkan sebagai bentuk
kesiapsiagaan.
Untuk edukasi dan sosialiasi masyarakat Pemerintah Kota Padang telah
membuat peta bahaya dan peta evakuasi untuk Kota Padang yang tersedia dalam
bentuk peta besar yang dipasang di berbagai sudut kota, papan yang dipasang di
dinding kantor/intansi tertentu, seperti BPBD, Dinas Kebakaran, Kantor walikota
dan leaflet yang disebarluaskan kepada masyarakat. Dalam peta bahaya tersebut
Kota Padang dibagi ke dalam tiga zona terkait dengan bencana tsunami, yaitu
zona rawan, zona hati-hati dan zona aman. Dari materi edukasi dari berbagai
media di atas diharapkan agar masyarakat Kota Padang, tahu apa yang harus
dilakukan sebelum, saat dan sesudah bencana gempa dan tsunami jika benar –
benar terjadi di Kota Padang. Materi ini dirancang sedemikian rupa agar mudah
dipahami oleh masyarakat umum, baik tata bahasanya maupun cara
penyampaiannya melalui gambar – gambar agar menarik untuk dibaca karena
selama ini banyak edukasi yang dilakukan menggunakan istilah teknis yang sulit
di pahami oleh masyarakat umum. Seperti yang disampaikan oleh Manajer
Edukasi Komunitas Siaga Tsunami, Irsyadul:
“Untuk materi edukasi yang disampaikan kami menghindari pemakaian
bahasa yang terlalu teknis karena bisa membingungkan masyarakat. Kami
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
88
memakai bahasa sehari – hari yang mudah di pahami oleh masyarakat
umum.”
Namun yang menjadi persoalan adalah, edukasi yang dilakukan belum
merata bagi seluruh lapisan masyarakat Kota Padang. Seperti yang diketahui,
mayoritas penduduk Kota Padang bermukim dan beraktivitas di zona rawan
tsunami. Sementara edukasi yang dilakukan masih belum dapat dirasakan oleh
mayoritas masyarakat yang bermukim dan beraktifitas di kawasan rawan bencana.
Ini sesuai dengan perkataan yang di sampaikan oleh Kepala BPBD Kota Padang
“Memang edukasi yang dilakukan belum dapat dirasakan seluruh
masyarakat, karena selama ini hanya kalangan LSM yang banyak
melakukan edukasi. Ini dikarenakan karena BPBD baru berdiri pada tahun
2009 yang lalu, jadi baru tahun ini program kita direncanakan untuk
dimulai. Sebelumnya kita sibuk untuk membenahi struktur organisasi”
Pola pikir Pemko Padang yang lebih mengutamakan pada tahapan tanggap
darurat terlihat dari berbagai macam kegiatan penanganan bencana yang
dilakukan. Kegiatan yang dilakukan lebih banyak berupa acara seremonial seperti
memperlihatkan kekuatan personel dan peralatan serta perlengkapan untuk
melakukan tanggap darurat. Acara ini biasanya dalam bentuk pawai dan apel
kesiapsiagaan. Selain itu juga, melakukan simulasi evakuasi yang melibatkan
masyarakat untuk mendemostrasikan bagaimana penyelamatan diri. Kegiatan
simulasi ini dilakukan bersifat isindentil dan tidak terjadwal dengan baik.
Umumnya kegiatan simulasi evakuasi ini dilakukan pasca gempa besar yang
terjadi. Simulasi evakuasi ini dilakukan sebagai upaya preventif dengan
mengedukasi masyarakat bagaimana cara penyelamatan diri, tapi kenyataannya
simulasi evakuasi yang dilakukan dilakukan setelah gempa terjadi. Contohnya
simulasi evakuasi yang dilakukan pasca gempa di Nias Tahun 2005 dan pasca
gempa Mentawai Tahun 2010.
Kurang meratanya edukasi juga menjadi makin memperlihatkan bukti
ketika goncangan gempa 30 September atau gempa Mentawai 2010 terasa di Kota
Padang, masyarakat banyak yang masih panik dan keadaan kacau tidak terkendali.
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
89
Kemacetan terjadi di sepanjang jalan dan banyak terjadi kecelakaan yang
memakan korban jiwa akibat kacaunya keadaan lalu lintas. Kondisi ini
digambarkan oleh salah seorang warga Kota Padang:
“Waktu itu iya kacau sekali, orang pada berebut lari, ada yang bawa
mobil, motor dan juga jalan kaki. Banyak orang yang tabrakan dan
kabarnya ada yang meninggal karena kecelakaan itu. Pokoknya jalanan
macet total dan kacau”
Dari penuturan warga Kota Padang yang menjadi saksi hidup gempa 30
September 2009 tersebut, ternyata masih banyak masyarakat yang membawa
mobil yang berdasarkan edukasi tidak boleh digunakan untuk menyelamatkan diri.
Membawa mobil berarti akan membuat jalanan menjadi penuh dan akan
memperlambat mobilitas masyarakat untuk menyelamatkan diri. Ketika ratusan
ribu masyarakat bergerak secara serempak dengan menggunakan mobil, keadaan
jalan – jalan akan menjadi sesak dan macet. Ini berbahaya jika gelombang
tsunami datang sementara mobilitas masyarakat untuk mencapai tempat aman
terhambat. Seharusnya masyarakat yang ingin mengungsi bisa menggunakan
sepeda motor atau jalan kaki ketempat yang aman baik berupa lokasi evakuasi
vertikal maupun lokasi evakuasi horizontal.
Edukasi yang belum merata ini juga terlihat dari mudahnya masyarakat
termakan isu akan terjadinya gempa disusul tsunami di Kota Padang. Ketika isu
ini menerpa Kota Padang, banyak masyarakat yang mengungsi ke tempat yang
aman atau bahkan pergi keluar Kota Padang. Pusat – pusat aktifitas masyarakat
seperti pasar – pasar, perkantoran maupun tempat – tempat lainnya menjadi sepi
karena masyarakat lebih memilih untuk mengungsi. Seperti yang disampaikan
oleh salah seorang masyarakat Kota Padang:
“Ketika terjadi isu gempa Kota Padang terlihat lengang dan sepi, banyak
masyarakat yang mengungsi keluar Kota Padang bahkan sampai ke Jakarta
dan Medan.”
Isu yang terjadi ini tidak jarang mengandung informasi lengkap kapan
akan terjadinya gempa dan tsunami di Kota Padang, seperti pada tanggal berapa,
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
90
jam berapa dan pukul berapa. Padahal menurut pakar kebencanaan, gempa dan
tsunami tidak bisa diprediksikan secara akurat kapan datangnya. Hingga saat ini
belum ada teknologi buatan manusia yang bisa memberikan informasi akurat akan
terjadinya gempa yang disusul oleh tsunami. Ketika ini dikonfirmasikan ke Kabid
Kesiapsiagaan BPBD Kota Padang, dia mengatakan:
“Memang masyarakat masih mudah terpengaruh dengan isu – isu tersebut,
padahal kami melalui media sudah sering meminta masyarakat untuk tetap
tenang”.
Pemerataan edukasi kesiapsiagaan ini perlu diperhatikan oleh Pemko
Padang dan stake holders terkait di Kota Padang. Edukasi yang dilakukan harus
bisa menyentuh seluruh lapisan masyarakat Kota Padang, baik berdasarkan
kawasan atau zona maupun berdasarkan kelompok masyarakat. Diharapkan
dengan adanya edukasi ini, kesiapsiagaan masyarakat diharapkan bisa meningkat
yang hasilnya bisa dilihat ketika gempa terjadi masyarakat tetap tenang dan tidak
panik yang berlebihan sehingga keadaan saat bencana tetap terkendali.
Pemko Padang bekerja sama dengan LSM – LSM juga telah membuat
rambu – rambu evakuasi yang memberi informasi kepada masyarakat untuk bisa
menyelamatkan diri ke tempat yang aman atau lokasi evakuasi. Rambu – rambu
evakuasi ini berupa papan penunjuk arah evakuasi tsunami serta peta tingkat
kerawanan tsunami di Kota Padang yang pasang di berbagai tempat yang menjadi
pusat aktifitas masyarakat Kota Padang. Seperti yang disampaikan oleh Staf Ahli
BPBD Kota Padang:
“Peta – peta sudah kita pasang di beberapa tempat, dan rambu – rambu
juga sudah kita sebarkan di jalur – jalur evakuasi, agar masyarakat bisa
mengetahui apa yang harus mereka lakukan”
Sebagian masyarakat Kota Padang juga sudah merasakan manfaat dengan
adanya rambu – rambu ini. Keberadaan rambu – rambu ini juga merupakan salah
satu indikator yang dapat memperlihatkan bagaimana tingkat kesiapsiagaan Kota
Padang dalam menghadapi ancaman bencana gempa dan tsunami jika terjadi.
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
91
Berikut foto yang memperlihatkan rambu – rambu penunjuk arah evakuasi di
Kota Padang.
Foto 4.3. Rambu – Rambu Penunjuk Arah Evakuasi Tsunami
Sumber: Dokumentasi Peneliti
4.7 Ketersediaan Jalur Evakuasi
Dalam aksi evakuasi ada dua macam cara yang dilakukan, yang pertama
evakuasi vertikal yaitu ke gedung – gedung yang juga berfungsi sebagai shelter
dan evakuasi horizontal ke tempat – tempat yang jauh dari pantai dan berada pada
ketinggian yang aman dari tsunami. Kedua upaya penyelamatan diri ini
membutuhkan jalur evakuasi yang baik dan mencukupi untuk mobilitas
masyarakat yang ingin melewati jalan tersebut. Di Kota Padang, pembenahan
jalur evakuasi horizontal sedang giat dilaksanakan misalnya, jalan dari Alai
menuju By Pass yang sedang diperlebar. Padang ke arah timur merupakan lokasi
evakuasi horizontal dengan Jalan By Pass yang melintang dari arah utara ke
selatan Kota Padang sebagai batas zona aman gelombang tsunami, seperti yang
disampaikan oleh Kabid Kesiapsiagaan dan Pencegahan BPBD Kota Padang:
“Jalur – jalur yang menuju By – Pass tersebut yang sedang diperbaiki dan
diperbanyak. Memang ini butuh banyak dana dan tidak bisa instant terjadi,
mesti bertahap. Dan ini tentu butuh kepedulian dari semua pihak”.
Jalan - jalan ini nantinya akan lebih besar dari jalan – jalan protokol yang
kebanyakan melintang dari wilayah selatan ke utara atau banyak yang searah
dengan garis pantai. Sementara jalan dari barat ke timur Kota Padang banyak
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
92
yang sempit dan jumlahnya sedikit. Upaya pembenahan sedang dilakukan secara
bertahap. Misalnya saat ini jalan Alai – By Pass yang diproritaskan terlebih
dahulu, karena terbatasnya anggaran pemerintah. Dan pohon – pohon yang ada di
pinggir jalan juga dipilih pohon yang kuat dan tidak mudah tumbang. Kriteria
jalur penyelamatan untuk para pengungsi adalah seperti yang tercantum dalam
Rencana Mitigasi Kota Padang (2007) adalah:
1. Jalur yang disarankan untuk digunakan untuk menyelamatkan diri
pada saat terjadinya bencana tsunami menuju ke bangunan
penyelamatan yang sudah diidentifikasi sebelumnya
2. Jalur penyelamatan terdiri jalur jalan formal (jalan kota/jalan raya)
dan jalan-jalan “tikus” yang berada diantara bangunan yang biasa
digunakan untuk memintas jarak
3. Jalur jalan formal selain sebagai jalur penyelamatan juga akan
berfungsi sebagai saluran gelombang tsunami yang mematikan,
karenanya disarankan hanya digunakan pada saat awal setelah gempa
sebelum gelombang tsunami datang. (p. 19)
Pembagian jalur tersebut mengacu pada keberadaan zona rawan tsunami
di Kota Padang yang meliputi 6 kecamatan yang ada di pinggir pantai terdiri dari
sekitar 25 kelurahan. Menurut data dari Pemerintah Kota Padang, zona ini
berpenduduk sekitar 183.099 jiwa. dan berada di zona rawan bencana tsunami.
Dalam peta evakuasi tersebut juga telah ditentukan jalan-jalan yang dipakai
sebagai sarana evakuasi, sesuai dengan kategori daerah masing-masing. Berikut
penyebaran daerah evakuasi horizontal jika terjadi tsunami di Kota Padang:
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
93
Tabel 4.5: Arah Evakuasi yang Telah Diidentifikasi
No
Pemukiman Asal
Jalur aman yang memungkinkan untuk tempat
Evakuasi
1 Kecamatan Koto
Tangah
- Lubuk Minturun
- By Pass melalui simpang Kapalo Ilalang
- By Pass melalui simpang Kalumpang
- By Pass melalui simpang Tabing
2 Kecamatan Padang
Utara
- By Pass melaui simpang Tunggul Hitam
- By pass melaluti simpang Alai
- By pass melalui simpang Kandis
- By pass melalui simpang tinju
3 Kecamatan Padang
Barat
- Limau Manis
- Pauh
- Indarung melalui Jati dan Simpang Haru
4 Kecamatan Bungus
Teluk Kabung
- kuburan Cina Bungus
- Perbukitan sekitarnya
5 Kecamatan Padang
Selatan
- Limau Manis
- Pauh
- Indarung melalui Jati dan Simpang Haru
6 Kecamatan Lubuk
Begalung
- Pengambiran
- Kampung Jua
- Bukit Air Manis
Sumber: BPBD Kota Padang
Berdasarkan hasil pengamatan langsung pada jalan di Kota Padang hingga
saat ini dinilai masih jauh tidak layak dijadikan sebagai jalur evakuasi yang
menampung mobilitas masyarakat yang ingin menyelamatkan diri ke tempat yang
aman ketika gempa yang berpotensi tsunami terjadi. Pengalaman beberapa kali
gempa yang cukup besar menimpa Kota Padang pada Tahun 2005, 2007 dan
2009, jalan yang ada di Kota Padang, penuh sesak dengan kendaraan yang ingin
mengungsi. Keadaan di jalan waktu itu mengalami kemacetan yang parah
sehingga kendaraan nyaris tidak bisa berjalan. Hal ini tentu beresiko tinggi karena
membahayakan masyarakat yang memadati jalan tersebut. Pada gempa yang
berpotensi tsunami, para ahli memperkirakan gelombang tsunami bisa menerjang
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
94
dalam jangka waktu 5 – 15 menit. Berdasarkan pengakuan salah seorang warga
yang menjadi saksi hidup gempa 30 September 2009, Dayat:
“untuk mencapai daerah by pass saja sebagai tempat evakuasi dari siteba
membutuhkan waktu hampir satu jam. Ini karena jalanan sangat macet
sehingga susah dilalui walaupun dengan berjalan kaki.”
Sebagai gambaran, jarak antara wilayah Siteba dan By – Pass kurang lebih
sekitar dua kilometer. Wilayah Siteba Kelurahan Surau Gadang yang berdasarkan
letak geografis berada cukup dekat dengan Kawasan By – Pass sebagai titik
pengungsian. Kalau dari daerah lain yang lokasinya lebih jauh dari By – Pass akan
membutuhkan waktu yang lebih lama. Ini sesuai dengan yang disampaikan oleh
Staf BPBD Kota Padang yang mengatakan,
“saat ini memang banyak jalur evakuasi yang belum dibenahi. Tapi mulai
tahun ini kita sudah merencanakan untuk memperbaiki jalur – jalur
tersebut. Ada yang sudah di mulai pengerjaannya, yaitu jalur Alai – By
Pass.”
Jalan yang dijadikan jalur evakuasi telah diindentifikasi oleh Pemko
Padang karena pembagian jalur evakuasi berdasarkan wilayah menjadi solusi
untuk mengurangi kepadatan akibat mobilitas penduduk yang bergerak secara
massal pada waktu yang sama. Persoalan indentifikasi jalur ini telah
dipertanyakan ke BPBD Kota Padang, mereka menjawab melalui Kabid
Kesiapsiagaannya:
“Memang benar di Kota Padang ini jalur evakuasi masih sangat sedikit,
dan yang adapun masih pada tahap pembenahan. Namun secara kebijakan
semua jalan yang mengarah ke arah by pass (arah timur Kota Padang)
merupakan jalur evakuasi”
Semua jalan yang ke arah timur Kota Padang merupakan jalur evakuasi,
namun persoalannya adalah bagaimana membagi jalur tersebut sesuai dengan
kepadatan penduduk dan mensosialisasikannya. Dengan adannya pembagian jalur
jalur evakuasi diharapkan masyarakat bisa memilih jalur alternatif sehingga
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
95
kemacetan di jalur utama bisa dikurangi. Seperti yang disampaikan oleh Direktur
Eksekutif Komunitas Siaga Tsunami:
“Kalau menentukan jalur evakuasi sebenarnya gampang, karena semua
jalan yang mengarah ke timur Kota Padang, bisa dijadikan jalur evakuasi,
cuma pendataan sesuai dengan kepadatan penduduk mungkin yang belum.
Dan sosialisasi ke masyarakat untuk tidak memilih satu jalur saja juga
minim”
Secara umum, pembagian jalur evakuasi ini berdasarkan zona rawan
tsunami di Kota Padang telah diindentifikasi. Jalur – jalur tersebut umumnya
menuju lokasi evakuasi horizontal di zona aman tsunami. Berikut tabel yang
memperlihatkan pembagian jalur tersebut:
Tabel 4.6. Rencana Jalur Evakuasi di Kota Padang yang Akan Disiapkan
Sumber: BPBD Kota Padang
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
96
Dilihat dari jalur yang telah diindentifikasi di atas, hanya dua jalur yang
dinilai layak dan memenuhi standar yaitu jalan yang menghubungkan antara
kawasan Pasar Raya Padang dengan titik evakuasi di By – Pass dengan melewati
Jalan Andalas (Sektor VII). Jalan tersebut sudah diperlebar dan diperbaiki
sehingga diharapkan bisa menampung pergerakan masyarakat. Berdasarkan
pengalaman gempa tahun 2009 yang lalu, jalan ini banyak di padati oleh
masyarakat yang mengungsi. Ini sesuai dengan yang disampaikan oleh, Adul
warga Andalas yang melihat langsung kemacetan total di jalur tersebut saat
gempa Tahun 2009:
“Benar pak, disini jalan macet total, nyaris kendaraan tidak bisa berjalan,
bahkan untuk motor saja susah, banyak orang yang berlarian dengan
berjalan kaki. Mau gimana lagi, jalur evakuasi disini yang cuma jalan ini
dan kami tidak pernah dapat sosialisasi kemana saja jalan yang dapat
dilalui, jadi kami bergerak ikut – ikut orang saja.”
Saat ini Pemko Padang menargetkan 11 dari 20 titik jalur evakuasi tuntas
dalam pada pertengahan Tahun 2011 ini. Pemko Padang telah memverifikasi
tanah warga yang akan diganti rugi dan telah mengalokasikan anggaran Rp7,2
miliar untuk pembebasan lahan. Penuntasan jalur evakuasi itu tersebar di delapan
kecamatan di Padang. Delapan kecamatan itu adalah Kototangah, Padang Barat,
Padang Timur, Padang Utara, Nanggalo, Kuranji, Lubuk Kilangan dan Padang
Selatan. Diharapkan dengan pembangunan jalur evakuasi itu dapat membantu
evakuasi masyarakat yang bermukim di zona merah. Jalur evakuasi yang akan
dibebaskan adalah di Kecamatan Kototangah 5 titik, Padang Barat 1 titik, Padang
Timur 3 titik, Padang Utara 3 titik, Nanggalo 4 titik, Kuranji 1 titik,
Lubukkilangan 1 titik, dan Padang Selatan 2 titik. Berikut data tanah masyarakat
yang terkena jalur evakuasi yang sedang direncanakan untuk dibebaskan:
1. Jalur Pasir Jambak – Arang Parahu
2. Jalan Pasir Jambak – Mutiara Putih
3. Jalan Pasir Jambak – Lubuk Gading Permai V
4. Jalan S. Parman – Khatib Sulaiman
5. Jalan Koto Pulai – Jalan Adinegoro – By Pass
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
97
6. Jalan Bandara Tabing – By Pass
7. Jalan Asrama Brimob – Adinegoro (samping SMK 10)
8. Jalan Gajah Mada – Akses Gunung Pangilun
9. Lanjutan Jalan Padang Sarai – Adinegoro (SMA 7)
10. Jalan Solok Ubi – Adinegoro – By Pass
11. Jalan Khatib Sulaiman – Gajah Mada lewat samping RS. Selasih.
(www.padangekspress.co.id, 2011, p. 2)
Kelancaran jalur evakuasi di saat darurat tsunami, tentu perlu menjadi
perhatian serius Pemerintah Kota Padang. Kemacetan yang sangat parah ketika
gempa terjadi di Kota Padang terus berulang. Jika tsunami terjadi akan sangat
berbahaya bagi masyarakat yang ingin menyelamatkan diri ke tempat yang aman
melalui jalur tersebut. Minimnya sosialisasi jalur yang bisa dilalui oleh
masyarakat juga menjadi persoalan tersendiri karena banyak masyarakat yang
hanya menggunakan jalur utama dan mengabaikan adanya jalur alternatif. Ketika
permasalahan ini disampaikan ke Kabid Kesiapsiagaan dan Pencegahan BPBD
Kota Padang, dia menjawab:
“Baru jalan itu yang sudah kita benahi secara bertahap, karena terlalu
banyak masyarakat di sana, mungkin karena panik masyarakat ambil jalan
yang banyak dilalui orang. Padahal kan ada jalan lain juga yang bisa
dimanfaatkan. Masalah sosialisasi memang belum semua masyarakat
dapat pemberitahuan tentang itu.”
Ketidakcukupan jalan untuk dijadikan sebagai jalur evakuasi memang
persoalan utama yang mesti dicarikan solusi dengan segera. Selain itu, kondisi
jalan yang telah diindentifikasi sebagai jalur evakuasi tersebut tidak semuanya
dalam kondisi layak untuk menampung mobilitas masyarakat pada saat yang
bersamaan ketika terjadi gempa yang berpotensi tsunami. Seperti yang
diungkapkan oleh Direktur Ekskutif KOGAMI,
“Banyak jalan yang tidak layak seperti banyak yang berlobang, tidak rata,
dan sempit, serta banyak juga yang berbelok – belok. Sebab kalau
berbelok – belok akan memakan banyak waktu untuk menyelamatkan diri.
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
98
Ini mesti segera dibenahi dan diperbaiki. Masalah ketersediaan jalan –
jalan baru untuk jalur evakuasi perlu juga diperhitungkan. Begini
gambarannya, kepadatan masyarakat di Air Tawar sangat tinggi, jalur
evakuasi cuma dua, lewat Jln. Jhoni Anwar dan satunya lagi lewat Jln.
Tunggul Hitam. Sebagian yang lain malah berkeliling dulu ke arah Tabing,
ini kan sangat berbahaya sebab waktu evakuasi sangat pendek. Nah, disini
perlu dipertimbangkan untuk membuat jalur lagi, karena saya yakin tidak
akan cukup menampung masyarakat kalau hanya dua jalur itu saja. Sampai
sekarang pemerintah masih belum juga mengerjakannya, padahal kami
sudah sering mengingatkan pentingnya jalur – jalur evakuasi”
Ini dibuktikan oleh penelusuran penulis sendiri dengan melihat langsung
jalan yang diindentifikasi oleh Pemko Padang sebagai jalur evakuasi. Kondisinya
jalan tersebut banyak yang sempit dan berlobang sehingga tidak layak untuk
dijadikan jalur evakuasi. Ada beberapa jalan yang sedang di kerjakan
perbaikannya tapi sampai sekarang belum selesai. Jalan tersebut menurut
penuturan warga sekitar memang di padati masyarakat yang ingin mengungsi
ketika gempa besar terjadi dan mengalami kemacetan yang sangat parah. Berikut
foto yang memperlihatkan kondisi jalan tersebut:
Foto 4.4 Kondisi Jalur Pengungsian Gunung Pangilun Kota Padang
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
99
Ada tiga hal yang mesti dikerjakan oleh Pemko Padang, terkait masalah
jalur evakuasi ini, yang pertama, pembenahan jalan yang telah ada, yakni dengan
cara memperbaiki dan memperlebar jalan tersebut. Yang kedua adalah dengan
membuat jalan baru sebagai alternatif jalur pengungsian. Yang Ketiga adala
mensosialisasikan jalan tersebut ke masyarakat secara merata di seluruh wilayah
di Kota Padang.
4.8 Ketersediaan Lokasi Evakuasi
Dalam manajemen bencana terutama pada tahap kesiapsiagaan, lokasi
evakuasi merupakan fasilitas kritis yang harus tersedia dalam upaya penyelamatan
diri masyarakat. Lokasi evakuasi yang direncanakan dengan baik, diharapkan bisa
menampung masyarakat yang berada di zona rawan bencana di wilayah tertentu
dan harus memenuhi standar kelayakan. Kelayakan yang dimaksud disini adalah
ketersediaan daya tampung dan fasilitas dalam jumlah yang memadai sesuai
dengan jumlah masyarakat yang diperkirakan yang ingin menyelamatkan diri
ketika bencana terjadi.
Di Kota Padang sendiri, lokasi evakuasi dari ancaman tsunami terdiri dari
dua macam jenis, yaitu lokasi evakuasi vertikal dan lokasi evakuasi horizontal.
Lokasi evakuasi vertikal berarti masyarakat menyelamatkan diri ke gedung yang
mempunyai ketinggian dan kekokohan tertentu sehingga layak untuk dijadikan
shelter. Sedangkan lokasi evakuasi horizontal merupakan titik tempat masyarakat
berkumpul di zona aman tsunami yang berada pada zona aman tsunami yang
berjarak cukup jauh dari garis pantai sehingga aman dari hantaman tsunami. Jarak
ini didasarkan atas perkiraan para ahli kebencanaan dimana ditentukan batas akhir
hantaman gelombang tsunami. Tentu pada setiap zona berbeda jarak tempuh
gelombang tsunami dari bibir pantai tergantung ketinggian dan halangan yang
dilalui.
Dalam rangka kesiapsiagaan bencana Pemko Kota Padang juga sudah
mengidentifikasi bangunan yang .akan dipakai sebagai tempat evakuasi vertikal
atau shelter jika terjadi bencana. Gedung ini haruslah gedung yang cukup kokoh
berdiri ketika gempa datang. Menurut data yang tercantum dalam Peta Evakuasi
Kota Padang ada beberapa gedung yang layak dijadikan tempat evakuasi.
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
100
Gedung-gedung tersebut diantaranya adalah Kantor Gubernur, SMAN 1 Padang
di Belanti, gedung – gedung di dalam Kampus UNP, Hotel Pangeran Beach, Hotel
Pantai Purus, SD 23 – 24 Purus, dan sebagainya. Berikut beberapa gedung yang
dijadikan lokasi evakuasi vertikal:
Tabel 5.4. Lokasi Evakuasi Vertikal di Kota Padang
Nama Gedung Lokasi Gedung
Plaza Andalas Kecamatan Padang Barat
Rumah Susun Pantai Purus Kecamatan Padang Barat
Kantor Pusat BPD Kecamatan Padang Barat
Hotel Pangeran Beach Kecamatan Padang Barat
Kampus UPI Padang Kecamatan Padang Selatan
Kampus Unand Limaumanis Kecamatan Pauh
Kampus UNP Padang Kecamatan Padang Utara
Gedung LBA LIA Kecamatan Padang Utara
Basko Mall Kecamatan Padang Utara
SMUN 1 Padang Kecamatan Padang Utara
SDN 23 – 24 Kecamatan Padang Utara
Sumber: KOGAMI
Bangunan yang akan dijadikan tempat lokasi evakuasi vertikal di Kota
Padang, harus sesuai dengan standar berikut:
1. Bangunan umum seperti halnya mesjid, sekolah, pasar atau perkantoran
pemerintah yang tidak memiliki tingkat kerahasiaan tinggi seperti halnya
bank
2. Terletak tidak lebih dari 1 km dari konsentrasi penduduk yang harus
diselamatkan
3. Terletak pada daerah diperkirakan hanya akan rusak ringan, bila berada di
daerah yang diperkirakan akan rusak berat, maka bangunan tersebut harus
diperkuat konstruksinya
4. Terletak pada jaringan jalan yang aksesibel/mudah dicapai dari semua arah
dengan berlari/berjalan kaki
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
101
5. Diperkirakan setiap orang akan membutuhkan ruang minimum 2 m2,
sehingga daya tampung bangunan penyelamatan dapat dihitung sebagai
luas lantai dibagi 2. (Direktorat Penataan Ruang Wilayah 1, 2008, p. 19).
Gedung yang di bangun pasca gempa Tahun 2009 sudah mulai
memperhatikan kekokohan bangunan terhadap ancaman gempa dan tsunami.
Contohnya, gedung baru SMUN 1 Padang yang benar – benar didesain agar juga
dapat di jadikan shelter. Gedung sekolah SMA Negeri 1 Padang yang dirancang
untuk mampu menahan gempa bumi berkekuatan 10 SR ini juga
menjadi shelter bagi masyarakat di sekitar kawasan Belanti Kota Padang jika
terjadi gempa bumi dan tsunami. Lantai empat gedung ini dapat menampung
hingga 3000 – 4000 orang yang ingin menyelamatkan diri dari hantaman tsunami
jika terjadi. Gedung ini juga dilengkapi dengan landasan helikopter sebagai sarana
untuk menyalurkan bantuan.
Gedung yang kokoh ini juga sudah diuji pada saat gempa bumi melanda
Mentawai, guncangannya terasa hingga ke Kota Padang. Secara spontan, lebih
dari 1.500 orang berlarian dan naik ke atap gedung sekolah. Masyarakat yang
menyelamatkan diri kemudian bertahan di bawah maupun di atas gedung dari
pukul 11 malam hingga pukul 1 pagi. Begitu pula pada saat gempa bumi
berkekuatan 4.2 Skala Richter yang terjadi pada siang hari setelah peristiwa
gempa mentawai. Jamalud langsung membuka semua pintu evakuasi dan
mengarahkan anak-anak sekolah daerah sekitar baik dari tingkat SD, SMP, dan
warga Belanti untuk menuju tempat evakuasi.
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
102
Foto 4.5. Gedung SMUN 1 Padang (Shelter)
Sumber: www.tongberisi.net
Keberadaan lokasi evakuasi dan gedung – gedung tersebut juga sudah
mulai disosialisasikan ke masyarakat melalui billboard, pamflet, leaflet, dimuat di
media cetak dan disiarkan melalui media elektronika (TV dan radio). Dengan
adanya sosialisasi ini diharapkan masyarakat bisa segera mengindentifikasi
dimana tempat evakuasi yang paling layak dan dekat jaraknya bagi mereka dan
keluarga. Indentifikasi ini sangat penting, karena akan menentukan pembagian
penyebaran masyarakat dalam mencapai tempat evakuasi yang aman, sehingga
tidak menumpuk pada satu tempat saja.
Dalam perencanaan, Pemerintah Kota Padang akan membangun 100 unit
shelter sebagai lokasi evakuasi vertikal untuk menampung masyarakat yang ingin
menyelamatkan diri. Ini sesuai dengan yang disampaikan oleh, Kepala BPBD
Kota Padang:
“Kita merencanakan untuk membangun 100 shelter yang nantinya bida
dimanfaatkan oleh masyarakat yang ingin mengungsi, dan shelter ini akan
di bangun secara bertahap. Kapasitas shelter tergantung kepadatan
penduduk di zona masing – masing.”
Pentingnya pembenahan dan pembangunan lokasi evakuasi vertikal
sesegara mungkin karena jika hanya mengandalkan lokasi evakuasi horizontal
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
103
saja, maka waktu yang akan dipakai untuk menyelamatkan diri tidak mencukupi,
karena menurut perkiraan para ahli tsunami bisa datang dalam rentang waktu 5 –
30 menit. Pembangunan gedung sebagai tempat evakuasi vertikal menjadi
semakin krusial, karena ada beberapa kawasan di zona rawan tsunami di Kota
Padang jika dilakukan evakuasi horizontal harus menempuh jarak yang cukup
jauh. Lokasi yang cukup jauh dari lokasi evakuasi horizontal adalah zona rawan
tsunami di sekitar pesisir pantai di utara Kota Padang, karena hamparan wilayah
dataran rendahnya cukup luas sementara untuk mencapai zona aman cukup jauh,
dan ditambah dengan sempitnya jalur – jalur evakuasi. Sementara ketika gempa
yang berpotensi tsunami terjadi mobilitas masyarakat begitu tinggi untuk
menyelamatkan diri. Ini diakui sendiri oleh Kabid Kesiapsiagaan dan Pencegahan
BPBD Kota Padang:
“Hal ini tentu berbahaya apalagi menurut perkiraan normal terjadinya
tsunami setelah gempa kira 5 sd 10 menit. Kita hitung saja jarak antara
pantai purus di padang dengan daerah andalas yang diperkirakan aman
dari tsunami yang terjadi ada sekitar 4 km. dan itu kemampuan lari
manusia tidak akan sanggup mencapainya hanya dalam waktu 15 menit.
Kalau mau lari dengan kendaraan tidak akan bisa seperti pengalaman –
pengalaman yang lalu. Karena jalur evakuasi begitu sempit untuk
menampung mobilitas masyarakat yang akan mengungsi dengan
kendaraan bermotor. Keadaan seperti akan sangat berbahaya jikka saat
evakuasi jalur – jalur macet, bisa- bisa jalan – jalan yang dipenuhi
masyarakat tersebut bisa dihantam tsunami padahal masyarakat belum
sampai ke tempat aman atau evakuasi horizontal. Untuk mengatasi hal
tersebut harus diupayakan secepatnya membangun gedung yang bisa
berfungsi sebagai lokasi evakuasi vertikal atau shelter untuk
dikombinasikan dengan evakuasi horizontal.”
Pemerintah Kota Padang telah mengindentifikasi lokasi evakuasi baik
vertikal maupun horizontal. Lokasi evakuasi ini dipilih berdasarkan tingkat
kerawanan di setiap zona dan kesiapan jalur evakuasi. Lokasi evakuasi vertikal di
Kota Padang seperti yang telah di indentifikasi seperti sebelumnya, banyak yang
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
104
runtuh pasca gempa 30 September 2009. Hingga saat ini, sangat sedikit gedung
yang layak dan sesuai standar kekokohan untuk di jadikan sebagai shelter. Seperti
yang disampaikan oleh Manajer Advokasi Komunitas Siaga Tsunami:
“Kalau masalah bangunan, setelah kita cek pasca beberapa kali gempa
sebelum gempa besar Tahun 2009 di Kota Padang, kebanyakan memang
tidak layak untuk dijadikan tempat pengungsian atau bahkan tempat
beraktivitas. Hal ini sangat berbahaya jika tidak segera dibenahi. Ternyata
betul, terbukti pada gempa Tahun 2009 banyak gedung yang runtuh.”
Ini membuktikan kekokohan bangunan di Kota Padang banyak yang
amburadul karena mungkin sebelumnya tidak memperhatikan aspek kerentanan
Kota Padang terhadap ancaman gempa dan tsunami. Padahal sebelum gempa
Tahun 2009, banyak gedung pemerintahan yang direncanakan sebagai tempat
evakuasi vertikal, ternyata saat gempa terjadi gedung tersebut banyak yang roboh.
Masyarakat Kota Padang ikut menguatkan pendapat dari di atas, melalui
wawancara dengan salah seorang warga Kota Padang, Sri mengatakan:
“Iya, kami mana mau lari ke gedung itu (lokasi evakuasi vertikal), melihat
goncangan gempa yang keras, rasanya gedung itu tidak akan tahan. Kalau
kami lari ke sana sama saja kami bunuh diri”.
Keengganan masyarakat untuk mengevakuasi diri ke gedung lokasi
evakuasi vertikal memang bisa dipahami karena banyak bangunan tersebut saat
gempa besar Tahun 2009 lalu rusak parah. Bangunan yang tidak layak tersebut
banyak memakan korban jiwa, seperti yang terjadi di Gedung Lembaga
Pendidikan LBA – LIA yang hancur dan memakan korban saat terjadi gempa.
Gedung seperti ini tentu tidak layak dijadikan tempat evakuasi vertikal serta untuk
ditempati atau sebagai pusat aktivitas saja tidak aman apalagi jika harus
menampung masyarakat yang ingin menyelamatkan diri dari tsunami jika terjadi.
Persoalan lokasi evakuasi vertikal berupa bangunan yang tidak layak dan
diragukan kekokohannya menahan goncangan gempa dan hantaman tsunami
tersebut, dicoba dijawab oleh Kabid Kesiapsiagaan dan Pencegahan BPBD Kota
Padang:
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
105
“Memang di Kota Padang sendiri banyak gedung yang roboh pasca gempa
Tahun 2009 lalu, termasuk gedung – gedung yang sebelumnya telah
diindentifikasi sebagai tempat evakuasi vertikal. Ini tentu menjadi
pengetahuan yang berharga buat kami. Untuk gedung – gedung yang akan
di bangun kami akan memperketat perizinannya dan mewajibkan
bangunan tersebut juga bisa difungsikan sebagai shelter nantinya”.
Menurut penelusuran penulis, baru ada tiga gedung yang telah selesai
dibangun dan memang direncanakan sebagai shelter karena dibangun dengan
memperhatikan kekohon bangunan, yang pertama, SMUN 1 Padang, kedua,
Rusunawa di Pantai Purus, dan yang ketiga, Gedung Fakultas Ekonomi UNP.
Tentu saja shelter yang baru tiga ini tidak akan mampu menampung masyarakat
yang akan mengungsi meningat begitu padatnya penduduk di zona rawan tsunami.
Saat ini, Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Padang sedang
menggodok kebijakan yang mewajibkan setiap gedung yang akan dibangun di
daerah zona rawan tsunami, mesti juga berfungsi sebagai shelter atau evakuasi
vertikal. Karena seperti yang diketahui, lokasi atau tempat evakuasi vertikal di
Kota masih sangat sedikit. Idealnya setiap jarak satu kilometer di zona rawan
bencana tsunami atau kira – kira dua kilometer dari pantai yang padat penduduk
minimal ada satu shelter yang bisa menampung hingga dua ribu orang sekaligus.
Ini digunakan sebagai lokasi evakuasi vertikal dan nantinya akan dikombinasikan
dengan lokasi evakuasi horizontal yaitu pengungsian ke dataran yang lebih tinggi.
Selanjutnya dilihat dari ketinggian gedung yang layak dijadikan sebagai
shelter, karena harus memperhatikan perkiraan ketinggian gelombang tsunami
jika terjadi. Gedung yang difungsikan sebagai shelter, seharusnya mempunyai
standar ketinggian yang mengacu kepada perkiraan para ahli kebencanaan.
Ketinggian minimal gedung yang layak dijadikan shelter menurut BPBD Kota
Padang berkisar 3 lantai dengan ketinggian 8 – 10 meter. Sedangkan menurut
perkiraan Anggota Tim Ahli Pengurangan Resiko Bencana UNDP, mengambil
contoh ketinggian tsunami di Aceh Tahun 2004, berikut penuturannya:
“Sebenarnya kalau kita melihat pengalaman di aceh dan jepang, bangunan
yang layak untuk di jadikan shelter minimal 4 lantai atau sekitar minimal
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
106
15 meter dari permukaan tanah. Ini hanya asumsi ya, bukan hasil
penelitian, karena tidak ada satupun alat atau teknologi di zaman ini yang
mampu menperkirakan tinggi tsunami berapa atau berapa lama datangnya
tsunami. Penilaian ini hanya berdasarkan pengamatan di sejumlah
kawasan yang pernah terkena dampak tsunami.”
Kendala untuk menentukan berapa standar ketinggian untuk gedung yang
dijadikan shelter tentu berpengaruh terhadap kesiapsiagaan Kota Padang dalam
menghadapi ancaman gempa dan tsunami. Perkiraan tingginya tsunami jika
terjadi, walaupun ini tentu tidak diharapkan, semuanya berdasarkan asumsi dan
pengalaman gempa dan tsunami yang pernah terjadi sebelumnya baik di Kota
Padang sendiri, maupun di kawasan lainnya. Karena hingga saat ini, belum ada
alat atau kecanggihan teknologi untuk memprediksi secara akurat berapa
tingginya tsunami yang akan terjadi.
Tapi tentu saja persoalan ini tidak bisa menghambat atau menghentikan
upaya untuk meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi ancaman gempa
dan tsunami. Shelter tetap harus dibangun dengan memperhatikan standar
kekokohan dan ketinggian menurut perhitungan dan perkiraan para ahli.
Permasalahan untuk memprediksi secara akurat berapa kuatnya gempa dan berapa
tingginya gelombang tsunami yang akan terjadi telah memasuki ranah yang tidak
bisa dijangkau oleh ilmu pengetahuan manusia itu sendiri.
Selanjutnya upaya pembenahan lokasi evakuasi vertikal tentu harus
dikolaborasikan dengan pembenahan lokasi evakuasi horizontal. Lokasi evakuasi
horizontal yang ada di Kota Padang, umumnya adalah kawasan yang berada di
zona aman tsunami. Artinya menurut peta kerawanan tsunami di Kota Padang
zona aman tsunami ini berada di kawasan timur Kota Padang, atau sepanjang
garis yang mengikuti Jalan By – Pass yang membujur sepanjang 30 km dari
Simpang Kalumpang sampai Teluk Bayur. Kawasan timur Kota Padang ini
memang berada cukup jauh dari pantai, yang menurut perkiraan para ahli
kebencanaan cukup aman dari hantaman tsunami. Jaraknya berkisar 6 sampai 8
km dari garis Pantai Padang dan berada di ketinggian minimal 6 meter dari
permukaan laut.
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
107
Berdasarkan pengalaman gempa yang telah beberapa kali terjadi di Kota
Padang, pada umumnya masyarakat lebih memilih kawasan ini sebagai lokasi
evakuasi. Lokasi evakuasi ini cukup luas dan bisa menampung masyarakat yang
ingin menyelamatkan diri dan mengungsi. Persoalannya adalah, lokasi evakuasi
horizontal yang ada ini umumnya berupa Masjid, sekolah – sekolah, lapangan,
areal tanah kosong, bahkan di pinggir Jalan By – Pass. Belum ada lokasi yang
dirancang dan dibangun khusus sebagai lokasi evakuasi horizontal yang lengkap
fasilitas umum dan sosialnya, seperti air bersih dan fasilitas MCK. Persoalan ini
tentu menjadi kendala tersendiri dimana masyarakat tentu butuh fasilitas tersebut
ketika mengungsi. Berdasarkan pengalaman gempa 30 September 2009,
masyarakat yang menyelamatkan diri ke lokasi ini hanya bertumpuk di pinggir
jalan dan tidak ada keteraturan. Ini sesuai dengan penuturan Dayat, salah seorang
warga yang ikut merasakan gempa tersebut:
“Orang pada mengungsi ke By – Pass, hanya bertumpuk – tumpuk saja
dan tidak teratur, ada yang menangis – menangis. Lokasi yang ditentukan
pemerintah tidak tahu kita, dan rasanya memang tidak ada”
Memang menurut penelusuran peneliti, lokasi yang dirancang dan
dibangun khusus sebagai tempat evakuasi horizontal belum ada. Ketika hal ini
disampaikan ke Kabid Kesiapsiagaan dan Pencegahan BPBD Kota Padang, dia
membenarkan hal ini:
”Pokoknya secara kebijakan semua daerah hijau (zona aman tsunami)
tersebut dijadikan lokasi evakuasi. Masalah fasilitas semacam MCK, air
bersih dan dan sebagainya, tentu kita lihat kemampuan finansial
pemerintah sendiri. Memang sampai saat ini, lokasi yang dilengkapi
fasilitas semacam itu belum ada di Kota Padang. Itu butuh pekerjaan besar
untuk membangun itu, sementara saat ini ancaman gempa besar dan
tsunami di Kota Padang sesuai dengan prediksi para ahli kan sangat tinggi.
Jadi sementara ini kita menggunakan fasilitas – fasilitas yang dimiliki oleh
pemerintah sebagai tempat pengungsian. Misalnya di daerah timur Kota
Padang ada Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padang atau Kampus
UNAND Limau Manis misalnya, itukan bisa dijadikan tempat evakuasi
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
108
sementara. Secara permanen sih belum ada tempat tersendiri khusus
sebagai lokasi evakuasi.”
Ketika dikonfirmasikan ke BPBD Kota Padang, hal ini bisa diatasi dengan
memakai fasilitas milik pemerintah maupun swasta yang ada di areal tersebut. Di
kawasan tersebut ada RSUD Kota Padang, Kampus Unand Limau Manis, dan
beberapa ruko milik swasta. Tapi hal ini bukan tanpa masalah, karena berdasarkan
pengalaman gempa 30 September 2009, bangunan sepanjang zona hijau tersebut
banyak yang runtuh termasuk beberapa gedung yang telah dipersiapkan menjadi
lokasi evakuasi vertikal. Ternyata Pemko Padang sendiri belum mempunyai
rencana untuk merancang dan membangun lokasi evakuasi horizontal yang layak.
Hal ini diakui sendiri oleh Staf Ahli BPBD Kota Padang:
“Untuk itu belum ada rencana ke sana. Belum ada program membuat
lokasi pengungsian dengan fasilitas lengkap seperti itu. Berdasarkan
pengalaman gempa yang lalu, masyarakat banyak menggunakan fasilitas
yang ada di sekolah, masjid, dan bahkan perumahan penduduk setempat.
Pemerintah Kota Padang belum mempunyai rencana terpadu untuk
membenahi dan mempersiapkan lokasi evakuasi vertikal dan lokasi evakuasi
horizontal tentu akan menjadi kendala dalam upaya meningkatkan kesiapsiagaan
Kota Padang dalam menghadapi ancaman gempa dan tsunami. Padahal upaya
peningkatan kesiapsiagaan masyarakat tidak hanya bisa dilakukan dengan edukasi
atau sosialisasi semata, tetapi juga mesti mempersiapkan sarana dan prasarana
untuk menyelematkan diri ketika gempa yang berpotensi tsunami terjadi.
4.9 Sistem Peringatan Dini
Dalam menciptakan kesiapsiagaan masyarakat, tentu harus dibarengi
dengan adanya suatu sistem yang memungkinkan informasi akurat tentang
terjadinya bencana bisa diketahui secara cepat. Dalam hal ini, sistem yang
dibutuhkan adalah sistem peringatan dini atau “early warning system”, yang
mencakup bagaimana suatu informasi tentang bencana terutama bencana gempa
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
109
dan tsunami disebarluaskan dan diketahui oleh masyarakat sehingga masyarakat
bisa melakukan tindakan darurat untuk menyelamatkan diri.
Sistem peringatan dini pada dasarnya merupakan suatu alat atau
mekanisme untuk memberikan informasi awal kepada masyarakat yang
berkepentingan sebelum terjadi suatu peristiwa yang dapat membahayakan jiwa
khususnya manusia dan atau mengancam keselamatan harta benda. Dalam sistem
peringatan dini ini harus ada media untuk menyampaikannya secara langsung ke
masyarakat dan bisa diakses masyarakat ketika terjadi bencana. (Wijanarko, 2008,
p. 2). Di Kota Padang sendiri dalam penanganan bencana gempa dan tsunami,
Pemerintah Kota telah membuat suatu sistem yang memungkinkan adanya
semacam warning ketika gempa besar berpotensi tsunami terjadi, info tersebut
harus disebarkan secara luas ke seluruh masyarakat Kota Padang untuk sesegara
mungkin menyelamatkan diri ketika berada di zona rawan tsunami. Seperti yang
dikatakan oleh salah seorang Staf BPBD Kota Padang,
“di Kota Padang, telah ada suatu prosedur sistem peringatan dini yang
memberikan peringatan agar seluruh unsur tanggap darurat segera
bergerak dan memberikan perintah evakuasi bagi masyarakat ketika
gempa berpotensi tsunami”
Sistem peringatan dini ini sudah pernah di uji coba secara massal pada
tahun 2005 yang mana diadakan simulasi evakuasi untuk memperlihatkan
kesiapan masyarakat dan aparatur pemerintah dalam keadaan darurat. Memang
secara prosedur, sistem peringatan dini yang terlihat sudah berkinerja dengan baik
dan aparat terlihat sudah mengetahui bagaimana peran dan fungi masing –
masing.
Saat ini telah terpasang 10 sirine di zona rawan tsunami di Kota Padang.
Masing – masing sirine ini, akan memberikan peringatan kepada masyarakat
ketika terjadi gempa yang berpotensi tsunami. Sirine ini secara rutin di ujicobakan
pada tanggal 26 setiap bulannya. Pada tahap perencanaan sirine ini akan di
tambah jumlahnya hingga menjadi 14 unit. Ini sesuai dengan yang di sampaikan
oleh Kepala BPBD Kota Padang:
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
110
“Kita secara bertahap sudah memasang sirine sebagai bagian sistem
peringatan dini kepada masyarakat. Saat ini sudah terpasang 10 sirine, dan
akan menyusul beberapa sirine lagi. Sehingga bisa meng cover seluruh
area rawan tsunami di Kota Padang”
Sirine tersebut dalam keadaan cuaca normal dan baik bisa didengar hingga
radius satu setengah kilo meter persegi. Sementara jika dalam keadaan cuaca
buruk hanya bisa didengar kurang dari satu kilometer persegi. Dan kendala
lainnya adalah kurangnya daya listrik untuk menghidupkan sirine tersebut jika
aliran listrik terputus, seperti yang disampaikan oleh Kasi Penyelamatan BPBD
Kota Padang:
“masalah daya listrik menjadi kendala dalam pengoptimalan sirine. Jika
listrik terputus makan daya cadangan hanya sanggup menahan hingga 15
menit. Ini tentu harus dicarikan solusi, namun kami terkendala pada
masalah dana”
Berdasarkan hasil pantauan pada sistem peringatan dini di Kota Padang
oleh GTZ, sebuah lembaga nirlaba internasional, peristiwa pada tanggal 12 dan 13
September 2007, serangkaian gempa di laut mengguncang Kota Padang. Gempa
pertama terjadi sore hari tanggal 12 September 2007 dengan kekuatan 7.9 SR.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengirimkan peringatan
potensi tsunami. Pemko Padang melalui short message service (SMS). Walikota
Padang kemudian mengumumkan lewat radio. Hanya sedikit yang berinisiatif
(hanya 22 % dari 200 orang yang di wawancara) melakukan evakuasi dan
sebagian besar dari yang berinisiatif membutuhkan waktu lebih dari 20 menit
untuk mulai meninggalkan area beresiko.Diduga pengumuman tidak memberikan
arahan yang memadai karena sebagian masyarakat hanya berjaga – jaga dan
menunggu konfirmasi terjadinya tsunami.
Pada gempa 30 september 2009, BMKG hanya memberikan informasi
gempa tetapi tidak menerbitkan peringatan tsunami karena kedalaman dan lokasi
gempa tidak berpotensi tsunami. Setengah dari 200 orang yang diwawancarai
langsung meninggalkan pantai setelah gempa terjadi. Ketiadaan informasi resmi
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
111
beberapa saat setelah gempa terjadi menyebabkan sisanta pergi ke pantai untuk
melihat air surut, padahal informasi gempa dari BMKG menjangkau Pemko
Padang lima menit sesudah gempa. Namun informasi tersebut diumumkan oleh
Walikota Padang ke masyarakat tiga puluh menit setelah gempa melalui Radio
Republik Indonesia (RRI). Jika terjadi tsunami makan peringatan tersebut sangat
terlambat. (GTZ, 2010, p. 2)
Pengalaman gempa yang terjadi di Kota Padang tetap menjadi bahan
evaluasi bagaimana sistem peringatan dini gempa dan tsunami bekerja. Pada
gempa tahun 2009 masyarakat Kota Padang mayoritas tidak mendapat peringatan
apa – apa dari pemerintah tentang apakah gempa tersebut berpotensi tsunami atau
tidak. Umumnya masyarakat hanya mengungsi ketika goncangan gempa
dirasakan sangat kuat, dan menurut pengetahuan mereka berarti berpotensi
tsunami. Ini sesuai dengan perkataan salah seorang warga:
“Tidak ada peringatan dari pemerintah, yang jelas banyak orang yang lari
menyelamatkan diri ke tempat yang tinggi. Kan tahu sendiri gempanya
besar sekali, ya kalau mau aman lari. Saat itu kalau terjadi tsunami kan
bahaya”
Saat itu penduduk Kota Padang memilih mengevakuasi sendiri keluarga
dan kerabat masing – masing ke tempat yang aman. Tidak adanya alat atau media
yang menyampaikan informasi langsung ke seluruh masyarakat Kota Padang
menunjukkan bahwa sistem peringatan dini yang telah di inisiasi oleh Pemko
ternyata tidak berkinerja baik di lapangan saat terjadi bencana gempa tersebut.
Adanya wacana menggunakan masjid – masjid sebagai tempat penyebarluasan
informasi bencana sampai sekarang juga belum berfungsi dengan baik. Ketika hal
ini ditanyakan ke BPBD Kota Padang, mereka menjawab:
“Memang sistem peringatan dini belum menyentuh seluruh masyarakat
yang ada di Kota Padang, kita lagi mempersiapkannya secara bertahap
kok, ada keterbatasan dana”
Persoalan dan menjadi alasan utama ketika permasalahan sistem
peringatan dini ini belum dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Pengalaman
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
112
gempa yang sudah beberapa kali terjadi di Kota Padang seharusnya membuat
pemerintah bergerak lebih cepat untuk membenahi sistem peringatan dini ini.
Sebagai upaya pencegahan dalam rangka meningkatkan kesiapsiagaan
masyarakat, sistem peringatan dini yang bisa diakses oleh seluruh lapisan
masyarakat menjadi keharusan yang tidak bisa di tawar lagi apalagi dengan
tingginya potensi ancaman bencana gempa dan tsunami di Kota Padang.
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
113
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai evaluasi
kebijakan penanganan bencana gempa dan tsunami di Kota Padang, peneliti
menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pemerintah Kota Padang secara garis besar sudah mulai memperhatikan
faktor kesiapsiagaan sebagai unsur penting dalam penanggulangan
bencana dengan telah diinisiasinya berbagai program kesiapsiagaan.
Namun mayoritas program yang dibuat masih pada tahap perencanaan dan
belum dimulai. Paradigma penanggulangan bencana oleh Pemerintah Kota
Padang masih banyak terfokus pada tahapan tanggap darurat. Selain itu,
masih tergantungnya Pemerintah Kota Padang kepada LSM juga menjadi
kendala tersendiri yang memperlihatkan bahwa kapasitas Pemerintah Kota
Padang dalam meningkatkan kesiapsiagaan masih perlu ditingkatkan lagi.
Di sisi lain koordinasi oleh BPBD Kota Padang sebagai leading sector
penanggulangan bencana masih lemah karena banyak instansi masih
bergerak sendiri – sendiri dalam penanggulangan bencana terutama aspek
kesiapsiagaan
2. Dari hasil analisis, secara umum edukasi masyarakat sudah mulai
dilakukan, walaupun belum ada pemerataan karena edukasi masih
difokuskan pada institusi pendidikan seperti sekolah, padahal masih
banyak unsur masyarakat lain yang membutuhkan edukasi. Sementara itu
pembenahan fasilitas kritis masih terus dilakukan, mengingat kerentanan
Kota Padang yang tinggi terhadap ancaman gempa dan tsunami. Kendala
yang ditemui oleh Pemerintah Kota Padang dalam meningkatkan
kesiapsiagaan masyarakat adalah masih banyak bangunan yang rentan,
jalur dan lokasi evakuasi yang belum memadai serta sistem peringatan dini
yang belum dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Kota Padang secara
luas.
113 Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
114
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas penulis akan memberikan saran untuk upaya
Pemerintah Kota Padang untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam
menghadapi ancaman bencana gempa dan tsunami:
1. Pemerintah perlu merubah paradigma dalam penanggulangan bencana
dengan lebih fokus pada aspek kesiapsiagaan. Program yang terkait
dengan upaya meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat perlu di perlu
diperbanyak. Pemerintah Kota Padang disarankan untuk tidak terlalu
tergantung dengan LSM dengan memperbaiki kapasitas lembaga maupun
SDM dalam penanggulangan bencana terutama pada tahap pencegahan.
Selain itu, koordinasi antar masing – masing lembaga penanggulangan
bencana perlu diperkuat dengan mengoptimalkan fungsi BPBD Kota
Padang sebagai koordinator.
2. Perlunya pemerataan dalam edukasi kesiapsiagaan agar dapat menyentuh
seluruh lapisan masyarakat Kota Padang dengan melakukan edukasi secara
berkala agar budaya siaga bencana terbentuk. Pembenahan fasilitas kritis
harus diselesaikan secepatnya mengingat begitu rentannya kota padang
terhadap ancaman bencana gempa dan tsunami yang bisa datang kapan
saja. Ketersediaan fasilitas kritis yang memadai secara tidak langsung juga
menunjang kesiapsiagaan masyarat sehingga bisa mengurangi jatuhnya
korban ketika bencana terjadi.
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
115
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Saru, 2008, Model Kebijakan Mitigasi Bencana Alam Bagi Difabel (Studi
Kasus di Kabupaten Bantul), Jurnal Fenomena, Jogjakarta
Alexander, David, 2007. Disaster Management: From Theory to Implementation,
Florence, CESPRO University of Florence
Bakornas Penanganan Bencana dan Pengungsi. 2006. Rencana Aksi Nasional
Pengurangan Risiko Bencana 2006-2009. Jakarta.
Benson, Charlotte, 2007, Tools for Mainstreaming Disaster Risk Reduction:
Guidance Notes for Development Organizations, Geneva, ProVention
Consortium
BNPB, National Disaster Management Plant 2010 - 2014, Jakarta
Covington, Jaeryl, 2006, An Overview of Disaster Preparedness Literature,
Louisville, School of Urban and Public Affairs University Louisville
Coburn, 1994, Disaster Mitigation, Cambridge, UNDP
Creswell, John, 1994, Research Design: Qualitative and Quantitative Approach
California, Sage Publication
Handayaningrat, Soewarno. 1996. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan
Manajemen. Jakarta : CV. Haji Masagung.
Etkin, David, 2007, The Search for Principles of Disaster Management, York
University
Irawan, P, 2006, Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif Untuk Ilmu – Ilmu Sosial,
Jakarta, Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI
ISDR. 2006. Developing Early Warning System: a Key Checklist. EWC III Third
International Conference on Early Warning: From Concept to Action:
WorkingDraft
ISDR. 2005. Hyogo Framework For Action 2005 – 2015: Building Resilience of
Nations and Communities Disasters. World Conference of Disaster
Reduction 18 -22 January 2005, Kobe, Hyogo, Japan
Islamy, Irfan. 2003. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta :
Bumi Aksara.
Jevrizal, Revanche, Serangan Si Bencana: Penyusunan Strategi Pengurangan
Resiko Bencana Kabupaten/Kota, ISDR, Padang
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
116
Kencana, Inu dkk.1999. Ilmu Administrasi Publik. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Khaira, Nuswatun, 2010, Pengaruh Faktor Pengetahuan, Sikap dan Pendidikan
Rumah Tangga Dalam Menghadapi Banjir di Desa Pelita Sagoup Jaya
Kecamatan Indra Makmu Kecamatan Aceh Timur, Medan, Universitas
Sumatera Utara
Khan, Himayatullah, 2008, Disaster Management Cycle A Theoretical Approach,
Pakistan, Institute Information of Technology Abbottabad
Kirschenbaum, Alan. 2004. Chaos Organization and Disaster Management. New
York, USA. Marcel Dekker.
Kodoatie, Robert, 2008, Analisa Ancaman Bencana Hydro – Meteorologis di
Indonesia, Yogyakarta, Sheep Indonesia
Komunitas Siaga Tsunami. 2005. Asesment Potensi Sekolah dan Masyarakat
dalam Sistem Siaga Bencana di Kota Padang. Padang
Matsuda, Yoko. 2006. Community Diagnosis for Suistanable Disaster
Preparedness, Kyoto, Disaster Prevention Research Institute of Kyoto
University
Mika, V.T, 2010. Actual Problem of Crisis Management Theory. Serbia, In
International Scientific Conference
Moleong, Lexy, 1997. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.
Neilsen, Samuel. 1998. Public Education and Disaster Management. Queensland,
Faculty of Education Queensland University of Technology
Neuman, W, 2006, Social Research Method 6th Edition, Boston Parson
International
Parlan, Hening, 2008, Paradigma Penanggulangan Bencana Seharusnya
Berubah, Yogyakarta, Sheep Indonesia
Pande, Ravendra, A Model Citizen’s Charter for Disaster Management in
Uttaranchal, India, Kumaun University
Pinkowsky, Jack. 2008. Disaster Management Handbook. New York, USA. CRC
Press
Purnomo, Hadi, 2010, Manajemen Bencana, Yogyakarta, Media Pressindo
Ramli, Soehatman. 2010. Manajemen Bencana, Jakarta, Dian Rakyat
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
117
Rachmat, Agus. Manajemen dan Mitigasi Bencana
Silalahi, Ulbert. 1989. Studi Tentang Ilmu Administrasi, Konsep, teori dan
Dimensi. Jakarta : PT Gunung Agung.
Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : CV Alfabeta.
Suharto, Edi.. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Bandung : CV Alfabeta
Starling, Grover. 2005. Managing The Public Sector. Sevent Edito. USA:
Thamson & Wadsworth
Sutton Jeannete, 2006, Disaster Preparedness: Concept, Guidance, and,
Research, Boulder, University of Colorado
Teguh, Eko, 2008, Upaya Pengurangan Resiko Bencana Dari Global ke Lokal,
Yogyakarta, Sheep Indonesia
Thoha, Miftah. 2002. Dimensi-Dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara. Jakarta
: PT. Raja Grafindo Persada.
Wahab, Solichin Abdul. 2005. Analisis Kebijaksanaan : dari Foemulasi ke
Implementasi Kebijakan Negara. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Subarsono. Analisis Kebijakan Publik : Konsep. Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta
: Pustaka Pelajar.
TIM LIPI. 2006. Kajian Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Mengantisipasi
Bencana Gempa dan Tsunami di Indonesia. Bandung : LIPI
Sadisun. 2006. Peran dan Fungsi Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam
Mitigasi dan Penanganan Bencana Alam di Jawa Barat (Smart SOP
Mitigasi dan Penanganan Bencana Alam). Pusat Mitigasi Bencana Geologi
Terapan Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral ITB. Bandung.
UNDP., 2004. Reducing Disaster Risk A Challenge for Development. United
Nations Development Programme, Bureau for Crisis and Recovery.
UNESCO, 2007, Natural Disaster Prepereadness and Education for Suistanable
Development, Bangkok
Yodmani, Suvit. 2001. Disaster Management and Vulneralibility Reduction.
Bangkok, ADPC
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
118
B. Peraturan
Undang – Undang No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanganan Bencana Nasional No 3 Tahun
2008 Tentang Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Standar Tata Laksana Operasi/Prosedur Tetap bagi Manajemen Tanggap Darurat
Tsunami dari Pusat Tsunami Internasional.
Peraturan Daerah Kota Padang No 3 Tahun 2008 Tentang Penanggulangan
Bencana
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
119
Transkip Wawancara
Wawancara dengan Kabid Kesiapsiaagan BPBD Kota Padang
Bagaimana pengetahuan kebencanaan BPBD Kota Padang
Lembaga ini baru saja terbentuk pada tahun 2009 yang lalu setelah perda
penanggulangan bencana di Kota Padang dilegalkan pada Tahun 2008. Jadi kami
masih dalam proses pengembangan kapasitas internal. Soal pengetahuan
kebencanaan kami telah sering melakukan dan mengikuti workshop - workshop,
di berbagai tempat untuk meningkatkan pengetahuan kebencanaan aparatur kami.
Dan ini biasanya lintas instansi baik dari pemerintahan sendiri, maupun dari non
pemerintah seperti LSM dan Masyarakat. Jadi pengetahuan tentang bencana,
sedikit banyak telah meningkat. Dan sebagai penghargaan kami mendapat award
dari BNPB sebagai BPBD terbaik se Indonesia
Perhatian terhadap kesiapsiagaan
Justru kesiapsiagan ini yang bergerak setiap hari, karena ini harus selalu kita
persiapkan. Kami bekerja setiap hari untuk menjamin ada upaya untuk
meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat. Misalnya dalam penyediaan tempat dan
rambu – rambu evakuasi untuk masyarakat, ini yang mesti kami kerjakan setiap
hari. Jujur, memang belum maksimal tapi kami tetap berusaha.
Untuk mempermudah penyebaran informasi kebencanaan kepada masyarakat, kita
membentuk perpanjangan tangan di Kelurahan dalam bentuk kelompok siaga
bencana (KSB) yang anggotanya adalah masyarakat yang berpengaruh di
kelurahan dan wakil dari kelurahan. Pemilihan masyarakat yang berpengaruh dan
setiap kata – katanya di dengarkan oleh masyarakat, dimaksudkan agar, setiap
informasi yang datang dari pemerintah, misalnya tentang perintah evakuasi jika
terjadi bencana , dapat disampaikan dengan baik kepada masyarakat yang ada
dikelurahan tersebut, sehingga masyarakat tahu apa yang harus dilakukan saat itu.
Sebab ini dilakukan, banyak masyarakat yang bingung saat terjadi bencana,
mereka tidak tahu apa yang akan dilakukan dan dari siapa informasi yang dapat
dipercaya.
Bagaimana SOP Peringatan Dini Tsunami
SOP penanganan bencana telah ada dan mungkin bulan juni 2011 akan di
legalkan. Dan sebelum dilegalkan, mungkin sekitar bulan Mei akan diadakan uji
publik, dengan mengundang bergabai stake holders terkait kebencanaan untu
memberikan saran, masukan dan kritik terhadap SOP tersebut. Pada SOP ini bisa
diketahui, siapa melakukan apa, dan bagaimana prosedur penanganan bencana itu
sendiri. SOP ini nantinya akan dilegalkan dalam bentuk Perwako. Mungkin saja
nantinya masih banyak kekurangan dalam SOP tersebut, namun karena ini sudah
mendesak, maka SOP ini harus diterapkan secepatnya. Mendesaknya karena Kota
Padang begitu rawan terhadap bencana.
Perhatian Pemko terhadap Kesiapsiagaan
Perhatian pemerintah kesiapsiagaan cukup besar. Ini dibuktikan dengan
banyaknya penelitian tentang kebencanaan. selain itu, sebenarnya fungsi BPBD
Lampiran 1
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
120
adalah koordinator yang mengkoordinasikan seluruh instansi terkait agar satu
langkah dalam penanganan bencana. Satu langkah ini dimaksudkan agar tidak ada
tumpang tindah dan saling berebut peran dalam penanggulangan bencana. BPBD
sendiri sesungguhnnya tidak memilikki tools yang begitu lengkap, karena sarana
dan prasarana yang digunakan tersebar di berbagai macam instansi. Misalnya,
ambulans ada di dinas kesehatan, mobil pemadam kebakaran ada di dinas
pemadam kebakaran, atau alat – alat SAR banyak dimilikki oleh Tim SAR baik
dari Badan SAR Kota Padang, maupun milik TNI, Polri dan lembaga – lembaga
kemasyarakatan lainnya. Jadi, fungsi BPBD Kota Padang sendiri adalah
bagaimana agar semua stakeholders tersebut bisa bersinergi agar penanggulangan
bencana bisa berjalan lebih baik dan optimal. Hal ini juga berlaku di
kesiapsiagaan. Seperti yang kita dengar dan kita lihat, di Kota Padang sendiri
sudah sering dilakukan berbagai macam pelatihan, workshop atau bahkan simulasi
evakuasi. Inikan banyak dilakukan oleh teman – teman dari LSM baik lokal,
nasional, maupun internasional. Nah, fungsi BPBD Kota Padang sendiri adalah
bagaimana mengkoordinasikan kegiatatan diberbagai instansi yang fokus pada
kesiapsiagaan tersebut. Jadi misalnya edukasi kesiapsiagaan bisa dilakukan secara
merata di setiap lokasi rawan bencana, dan tidak bertumpuk pada satu lokasi saja.
Atau bisa juga dalam masalah perbaikan jalur – jalur evakuasi, BPBD akan
meminta aparat terkait di bidang infrastruktur seperti dinas prasarana jalan dan
jembatan untuk segera memperbaikinnya. Dari sisi pembangunan gedung juga,
BPBD akan mengkoordinasikan dengan instansi terkait bagaimana agar gedung
yang dibangun harus tahan gempa hingga sekian skala richter. Dan ini bisa
melalui mekanisme Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Baru – baru ini, Dinas Tata Ruang dan Bangunan sedang menggodok kebijakan
yang mewajibkan setiap gedung yang akan dibangun di daerah zona rawan
tsunami, mesti juga berfungsi sebagai shelter atau evakuasi vertical. Nah kami
sendiri, sedang mendorong bagaimana upaya tersebut bisa terlaksana secepatnya.
Karena seperti yang kita ketahui, lokasi atau tempat evakuasi vertikal di Kota
masih sangat sedikit. Padahal idealnya setiap jarak satu kilometer di zona rawan
bencana tsunami atau kira – kira dua kilometer dari pantai yang padat penduduk
minimal ada satu shelter yang bisa menampung hingga dua ribu orang sekaligus.
Ini digunakan sebagai lokasi evakuasi vertikal dan nantinya akan dikombinasikan
dengan lokasi evakuasi horizontal yaitu pengungsian ke dataran yang lebih tinggi,
kalau evakuasi vertical ini membutuhkan jalur evakuasi yang baik dan mencukupi
untuk mobilitas masyarakat yang ingin melewati jalan tersebut. Memang saat ini,
pembenahan jalur evakuasi horizontal sedang giat dilaksanakan misalnya saja,
jalan alai ke by pass, yang sedang diperlebar atau jalan andalas ke by pass. Seperti
kita ketahui padang ke arah timur merupakan lokasi evakuasi horizontal dengan
jalan by pass sebagai batas zona amannya. Nah jalur – jalur yang menuju by –
pass tersebut yang sedang diperbaiki dan diperbanyak. Memang ini butuh banyak
dana dan tidak bisa instant terjadi, mesti bertahap. Dan ini tentu butuh kepedulian
dari semua pihak.
Jadi kesimpulannya BPBD tidak memiliki dana khusus untuk secara besar untuk
menanggulangi bencana, namun BPBD bisa mengkoordinirkan SKPD lain untuk
menganggarkannya.
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
121
Kerentanan Bangunan.
Memang bangunan yang ada di Kota Padang, sangat sedikit yang bisa
dikategorikan tahan gempa hingga skala diatas 8 richter. Cuma ini tentu tidak bisa
disalahkan hanya dinas tata ruang dan tata bangunan saja, atau dinas – dinas lain
yang terkait, karena ada kejadian gempa 2004 lah maka baru ada kajian – kajian
tentang penanganan bencana gempa dan tsunami di Kota Padang. Tapi hal ini
sudah dilakukan upaya preventif, yaitu memperketat izin pendirian bangunan,
dengan mesyaratkan harus tahan gempa dengan skala tertentu yang telah
ditetapkan. Sekaligus jika ada bangunan yang lebih dari dua lantai yang dibangun,
maka harus bisa difungsikan sebagai shelter. Tapi masalah bangunan yang telah
dibangun sebelum adanya potensi kerawanan gempa yang sangat tinggi di Kota
Padang, tentu tidak mungkin pula dirobohkan, karena itu akan memakan banyak
sekali biaya. Cuma tentu harus ada perbaikan struktur.
Mungkin sering terdengar selentingan kabar, bahwa Pemko Padang ga konsisten
dalam pemberian izin bangunan, katanya di zona merah tsunami izin pendirian
bangunan akan dihentikan, tapi kenyataannya malah masih ada bangunan yang
diberi izin untuk didirikan. Maksudnya bukan tidak konsisten, bangunan boleh
didirikan tapi dengan syarat harus bisa difungsikan sebagai shelter. Misalnya saja
pembangunan Hotel di sekitar pantai purus yang dekat sekali dengan laut. Itu
nantinya juga akan difungsikan sebagai shelter. Jadi ada manfaatnya. Bangunan
tersebut di atasnya harus datar dan bisa ditempati sebagai tempat pengungsian
sementara.
Ini penting sekali sebagai tempat evakuasi vertical, karena di daerah tersebut jika
dilakukan evakuasi horizontal sangatlah jauh dari garis pantai sementara ketika
gempa yang berpotensi tsunami terjadi, mobilitas masyarakat begitu hebat untuk
menyelamatkan diri. Makanya kalau mayoritas masyarakat melarikan diri secara
horizontal ke arah padang bagian timur yang daerahnya jauh kemungkinan besar
tidak akan bisa. Dan ini berbahaya apalagi waktu perkiraan normal terjadinya
tsunami setelah gempa kira 5 sd 10 menit. Kita hitung saja jarak antara pantai
purus di padang dengan daerah andalas yang diperkirakan aman dari tsunami yang
terjadi ada sekitar 4 km. dan itu kemampuan lari manusia tidak akan sanggup
mencapainya hanya dalam waktu 15 menit. Kalau mau lari dengan kendaraan
tidak akan bisa seperti pengalaman – pengalaman yang lalu. Karena jalur evakuasi
begitu sempit untuk menampung mobilitas masyarakat yang akan mengungsi
dengan kendaraan bermotor. Nah ini sangat berbahaya jikka saat evakuasi jalur –
jalur macet, bisa- bisa jalan – jalan yang dipenuhi masyarakat tersebut bisa
dihantam tsunami padahal masyarakat belum sampai ke tempat aman atau
evakuasi horizontal. Makanya bangunan shelter sebagai evakuasi vertikal
dibutuhkan untuk dikombinasikan dengan evakuasi horizontal. Jadi masyarakat
mempunyai pilihan dalam upaya penyelamatan diri mereka.
Jalur – Jalur Evakuasi
Secara kebijakan semua jalan yang mengarah ke arah by pass (arah timur Kota
Padang) merupakan jalur evakuasi. Dalam rencana, pemko berusaha akan
memperlebar dan memperbaiki jalan yang digunakan sebagai jalur evakuasi.
Dimana jalan ini nantinya akan lebih besar dari jalan – jalan protokol yang
kebanyakan melintang dari wilayah selatan ke utara atau banyak yang searah
dengan garis pantai. Sementara jalan dari barat ke timur Kota Padang malah
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
122
sebaliknya, banyak yang sempit dan jumlahnya sedikti. Inilah yang harus dibenahi
kedepannya. Semuanya bertahap, misalnya saat ini jalan Alai – By Pass lah yang
diproritaskan terlebih dahulu, karena terbatasnya anggaran pemerintah. Dan
pohon – pohon yang ada di pinggir jalan juga dipilih pohon yang kuat dan tidak
mudah tumbang.
Bagaimana dengan rambu – rambu evakuasi untuk menginformasikan
kepada masyarakat kemana saja mereka bisa menyelamatkan diri, yang kita
lihat masih sangat minim di Kota Padang?
Sebenarnya kami telah tiap hari buat proposal untuk penyedian rambu – rambu
evakuasi, tapi masyarakat saja yang tidak tahu. Kami selalu berusaha, walaupun
saat ini masih tahap pengusulan ke Pemko untuk direalisasikan. Cuma mungkin
karena keterbatasan anggaran, jadi mesti bertahap. Termasuk juga papan billboard
untuk edukasi masyarakat, kita juga bekerjasama dengan LSM – LSM untuk
pengadaannya. Memang belum merata, tapi kami tetap berusaha.
Berarti realisasinya masih jauh ya pak?
Hmm, memang kalau mengandalkan APBD saja, tentu tidak akan sanggup.
Sementara kebutuhannya mendesak, makanya kita bekerja sama dengan instansi
lain baik dari pemerintahan sendiri maupun organisasi non pemerintah. Yang
penting sebenarnya, kami terus berusaha, bagaimana hal ini bisa terealisasi.
Lokasi - Lokasi Evakuasi
Yaa, pokoknya secara kebijakan semua daerah hijau (zona aman tsunami) tersebut
dijadikan lokasi evakuasi. Masalah fasilitas semacam MCK, air bersih dan dan
sebagainya, tentu kita lihat kemampuan financial pemerintah sendiri. Memang
sampai saat ini, lokasi yang dilengkapi fasilitas semacam itu belum ada di Kota
Padang. Itu butuh pekerjaan besar untuk membangun itu, sementara saat ini
ancaman gempa besar dan tsunami di Kota Padang sesuai dengan prediksi para
ahli kan sangat tinggi. Jadi sementara ini kita menggunakan fasilitas – fasilitas
yang dimilikki oleh pemerintah sebagai tempat pengungsian (padahal daerah
timur minim fasilitas). Misalnya di daerah timur Kota Padang ka ada Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Padang atau Kampus UNAND Limau Manis misalnya,
itukan bisa dijadikan tempat evakuasi sementara. Secara permanent sih belum ada
tempat tersendiri khusus sebagai lokasi evakuasi.
Itu tidak perlu dilegalkan oleh Pemko, kan semuanya sudah ada di UU No 27
tentang Penanggulangan Bencana, dimana BPBD harus dipermudah dalam setiap
kegiatannya. Misalnya saja dalam perencanaan SOP, kami selalu mengundang
pihak – pihak terkait termasuk pemilik gedung untuk mensosialisasikan hal ini
kepada mereka. Jadi kalau mereka tidak tahu itu bukan masalah kami, karena
kalau peraturan kan sesuai dengan prinsipinya, tahu tidak tahu di anggap tahu,
karena aturan perundang – undangan kan mengikat.
Sosialisasi
Kita kan dalam mensosialisasikan itu bertingkat, kita sampaikan ke seluruh camat
di Kota Padang dan mereka menyampaikan ke Lurah dan nantinya lurah juga akan
menyampaikannya ke RT dan RW di daerah mereka masing – masing. Memang
ini kami akui ini belum berhasil, karena berkaitan dengan budaya masyarakat.
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
123
Tapi kita punya cara, yaitu misalnya dalam perizinan pembangunan gedung atau
bangunan baru, kita mensosialisasikan agar gedung kalau itu lebih dari dua lantai
bisa dijadikan lokasi evakuasi vertikal. Tapi berdasarkan pengalaman dulu, saat
gempa ada gedung yang terkunci padahal bisa dijadikan lokasi evakuasi
sementara, biasanya dibuka paksa sama masyarakat. Jadi sebenarnya tidak ada
masalah.
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
124
Wawancara dengan Manajer Advokasi LSM KOGAMI:
Kesiapsiagaan Masyarakat
Awalnya sebelum gempa dan tsunami di Aceh terjadi pada Tahun 2004,
masyarakat Kota Padang sebenarnya belum memiliki pengetahuan tentang
bagaimana cara – cara menyelamatkan diri. Saat gempa dan tsunami di Aceh telah
terjadi, maka masyarakat banyak yang ketakutan apalagi mendengar penelitian
para ahli, Kota Padang adalah kota tertinggi tingkat ancaman tsunaminya di dunia.
Ketika kita mencoba memberikan edukasi saat itu, masyarakat banyak yang
kontra, karena dianggap menakut – nakuti.
Untuk itu kita mencoba memberikan materi yang sederhana dan mudah
dimengerti oleh masyarakat, tidak melalui bahasa teknis yang banyak
membingungkan masyarakat awam. Karena seperti yang kita ketahui pengetahun
gempa ini banyak didominasi oleh bahasa ilmiah yang agak sulit dimengerti
masyarakat awam. Untuk itu kita, mencoba memodifikasi bahasa ilmiah tentang
kebencanaan itu menjadi lebih mudah dimengerti oleh masyarakat dengan
menggunakan metode yang mudah mereka pahami. Dengan ini diharapkan
masyarakat dapat mencerna dan memahami apa yang kita sampaikan tentang
kesiapsiagaan ini.
Oh iya, tentu saja ada progressnya, seperti yang kita lihat, saat ini mayoritas
masyarakat sudah tahu kemana mereka akan lakukan ketika gempa dan tsunami
terjadi. Masyarakat sudah bisa melakukan evakuasi sendiri. Kalau dulu
masyarakat, masih bingung apa yang harus dilakukan terutama pasca gempa dan
tsunami di Aceh Tahun 2004. setelah kita mulai memberikan edukasi sejak Tahun
2005, perlahan – lahan masyarakat Kota Padang sudah mengetahui tindakan apa
yang mereka lakukan saat gempa yang berpotensi tsunami. Ini dibuktikan saat
gempa besar Tahun 2006, Tahun 2007, Tahun 2009 yang menghancurkan Kota
Padang dan terakhir Tahun 2010 yang lalu. Memang edukasi yang kita lakukan
belum merata karena keterbatasan sumber dana dan sumber daya lainnya.
Contohnya pada gempa Tahun 2006 disaat edukasi baru setahun kami lakukan,
masyarakat masih banyak yang panik dan keadaan kacau, dan mengungsi malah
ke dalam zona yang masih dikategorikan merah atau rawan tsunami. Mungkin
mereka belum memahami daerah mana saja di Kota Padang yang termasuk zona
hijau atau zona aman tsunami sebagai tempat pengungsian. Selain itu mungkin
masyarakat baru merasakan gempa yang cukup besar di Kota Padang. Tapi setelah
kita lihat Tahun 2009 yang lalu saat gempa besar melanda, masyarakat sudah
kelihatan relatif mengetahui kemana harus mengevakuasi diri. Jadi saat ini
masyarakat lebih aware atau lebih pedulilah.
Kalau dari KOGAMI sendiri, selama hampir kurang lebih 5 tahunan ini turun ke
lapangan memberikan edukasi kesiapsiagaan kepada masyarakat, memang belum
merata masyarakat Kota Padang mendapatkan edukasi pengetahuan kebencanaan
dan pelatihan penyelamatan diri. Kita mengakui, kita mempunyai keterbatasan
kapasitas untuk meng – cover semua area di Kota Padang ini. Tentu ini butuh
bantuan dari pemerintah terutamanya dan juga dari stakeholder yang lain di Kota
Padang. Sebenarnya kita sendiri mempunyai target untuk bisa mengedukasi
sekitar 30% masyarakat yang mendiami pesisir pantai di Kota Padang. Karena
mereka inilah yang sangat rentan terhadap ancaman bencana gempa dan tsunami
jika terjadi. Makanya kami fokus pada yang ini dulu karena kertebatasan sumber
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
125
daya dan dana tadi. Kami juga membuat pilot project daerah percontohan yaitu di
Kelurahan Pasir Jambak Kecamatan Koto Tangah Kota Padang, yang mana
didaerah tersebut kami secara intensif memberikan edukasi dan pelatihan kepada
masyarakat di sana. Sekarang daerah tersebut sudah mempunyai perangkat
tersendiri yang dinamakan kelompok siaga bencana (KSB). Mereka inillah yang
nantinya mengkoordinir masyarakat di daerahnya untuk menjaga kesiapsiagaan
selalu terhadap ancaman bencana. Kami juga pernah melakukan simulasi evakuasi
akbar bersama BPBD Kota Padang dengan melibatkan masyarakat di gedung
SMAN 1 Padang yang baru saja dibangun, yang berfungsi sekaligus sebagai
shelter. Ini melibatkan ribuan masyarakat Kota Padang. Ini sebenarnya tugas dari
pemerintah untuk melakukan ini, kami hanya mensupport dengan bantuan tenaga
ahli dan fasilitator.
Kami juga memfokuskan edukasi ke kalangan pendidikan seperti sekolah –
sekolah seperti SD, SMP, dan SMA yang terletak di zona merah tsunami. Ini
penting untuk membentuk budaya siaga bencana, karena edukasi itu harus dimulai
dari dini. Kami beranggapan sekolahlah yang paling pas untuk dijadikan sasaran
edukasi. Bentuknya bisa edukasi secara marathon, yaitu 2 jam sekali tampil di
sekolah – sekolah tersebut, juga bisa dengan melakukan pendampingan, yaitu
dengan membina dan megedukasi suatu sekolah percontohan secara intensif
sehingga bisa dikategorikan sebagai Sekolah Siaga Bencana (SSB). Dan ini telah
kita lakukan di banyak sekolah di Kota Padang (terlampir).
Kita juga sudah merencanakan titik – titik tertentu untuk di jadikan lokasi
evakuasi dan ketika kami mengkonfirmasi ke BPBD, ternyata mereka juga sudah
mempersiapkan titik – titik tersebut untuk lokasi evakuasi.
Perhatian Pemerintah Kota Padang terhadap kesiapsiagaan
Kalau kita melihat sejak ada badan khusus penanggulangan bencana yaitu BPBD
Kota Padang, alhamdulillah penanganan bencana sudah mulai membaik, termasuk
juga aspek kesiapsiagaan. Pemerintah sudah mulai peduli dan fokus terhadap
penanganan bencana secara keseluruhan. Baru – baru ini kita sedang melakukan
pedampingan terhadap BPBD Kota Padang dalam membuat rencana aksi daerah
(RAD), yang lebih difokuskan pada kesiapsiagaan. Nah RAD ini nantinya akan
dicoba disinkronkan dengan rencana kerjanya BPBD Kota Padang. Paradigma
inilah yang berubah di Pemko Padang, dengan berusaha menganggarkan dana
untuk kegiatan kesiapsiagaan. Yang mana sebelumnya ini kurang diperhatikan
atau malah tidak diperhatikan sama sekali. Peran KOGAMI sendiri lebih ke
fasilitatot dan motivator.
Kerentanan bangunan di Kota Padang
Kalau masalah bangunan, setelah kita cek pasca beberapa kali gempa sebelum
gempa besar Tahun 2009 di Kota Padang, kebanyakan memang tidak layak untuk
dijadikan tempat pengungsian atau bahkan tempat beraktivitas. Hal ini sangat
berbahaya jika tidak segera dibenahi. Ternyata betul, terbukti pada Tahun 2009
banyak gedung yang runtuh. Ini membuktikan kekokohan bangunan di Kota
Padang banyak yang amburadul karena mungkin sebelumnya tidak
memperhatikan aspek kerentanan Kota Padang terhadap ancaman gempa dan
tsunami. Padahal sebelum gempa Tahun 2009, banyak gedung – gedung
pemerintahan yang direncanakan sebagai tempat evakuasi vertikal, ternyata saat
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
126
gempa terjadi gedung – gedung tersebut malah roboh. Nah ini, tentu menjadi
bahan evaluasi bagi semua pihak terkait.
Kita terus mengingatkan pemilik gedung baik pemerintahan maupun swasta untuk
lebih memperhatikan secara serius kerentanan gedung ini. Tidak hanya masalah
ketahanan gedung saja, tapi juga masalah rambu – rambu evakuasi di masing –
masing gedung tersebut. Ini kan bagian dari prosedur penyelamatan diri para
penghuni gedung. Misalnya di salah satu sekolah bertingkat yang kita edukasi,
kita selalu mengingatkan dan memberikan pedampingan agar membuat sistem
rencana evakuasi sendiri. Karena di masing – masing gedung atau bangunan tentu
mempunyai tingkat kerawanan dan kesulitan yang berbeda – beda. Nah ini lah
yang kami rasa masih minim diperhatikan.
Dan sampai saat ini belum ada satupun gedung di Kota Padang setahu kami yang
memiliki rambu – rambu evakuasi. Padahal ketika kita melakukan pelatihan atau
workshop dengan kalangan pemerintahann kita selalu mengingatkan hal ini. Kita
menyarankan agar dibuat aturan yang legal yang mewajibkan gedung – gedung di
Kota Padang memiliki rencana dan rambu – rambu evakuasi tersendiri. Tapi kita
hanya bisa menyarankan saja. (tulis contoh: lembaga pendidikan GAMA yang
roboh gempa Tahun 2009). Kita kan tahu, kalau pengunjung gedung itu tidak
hanya orang yang kerja di sana tapi juga masyarakat lain yang berurusan di
gedung tersebut. Saat ini masih sampai pada tahap bagaimana gedung tersebut
didesain untuk tahan gempa dengan skala tertentu.
Saat ini kita ketahui gedung – gedung baru yang dibangun pasca gempa 2009
sudah mulai memperhatikan kekokohan gedung. Kan banyak tukang – tukang
atau teknisi bangunan diberi pelatihan oleh Pemerintah agar bisa membuat
bangunan dengan agar sesuai dengan kondisi Kota Padang yang rawan gempa.
Rambu – rambu evakuasi
Memang kalau ditanya soal kecukupan rasanya mungkin tidak akan pernah cukup,
karena begitu banyaknya penduduk di zona merah tsunami dan luasnya daerah
yang harus di cover. Karena kita sendiri mempunyai keterbatasan untuk
mengadakan rambu – rambu tersebut. Namun sebenarnya masyarakat sendiri
sudah tahu di mana saja jalu – jalur evakuasi. Yang jadi permasalahan sebenarnya
adalah titik – titik tempat lokasi evakuasi yang belum ditetapkan secara jelas oleh
pemerintah. Ini kan sebenarnya berbahaya karena bisa saja saat terjadi gempa
yang berpotensi tsunami masyarakat bertumpuk di satu jalur dan lokasi evakuasi.
Seharusnya harus ditentukan di lokasi mana saja tempat – tempat evakuasi
terdekat dari masing – masing pusat aktivitas masyarakat.
Masalah jalan yang dijadikan sebagai jalur evakuasi sampai sekarang masih
banyak yang kondisinya tidak layak karena sempit dan jumlahnya masih sangat
sedikit. Contohnya saja jalan alai – by pass.
Terkait masalah simulasi, simulasi evakuasi sendiri telah dilaksanakan di Kota
Padang sendiri sekitar 4 kali dengan melibatkan masyarakat. Kami bekerja sama
dengan pemerintah mengadakannya. Sebenarnya simulasi tersebut dilakukan tidak
hanya untuk melatih masyarakat tapi juga melihat bagaimana sistem operasi
prosedur penanggulangan bencana pemerintah bekerja. Nanti inilah yang akan
dievaluasi bagaimana sistem peringatan dininya, bagaimana sistem komandonya
dan tanggap daruratnya. Jadi simulasi bermanfaat selain untuk melatih masyarakat
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
127
juga menilai bagaimana kesiapan pemerintah dan sistem penanggulangan
bencananya. Ini sebagai bentuk kesiapsiagaan juga.
Jalur dan Lokasi Evakuasi
Jalan – jalan yang dijadikan jalur evakuasi yang ada saat ini masih mayoritas
belum layak. Presentasenya ya sekitar 30% yang baru memadai untuk dijadikan
jalur evakuasi. Padahal masyarakat kita yang bermukim di tepi pantai sangat
banyak, sementara ruas jalan evakuasi yang kita lalui sangat sedikit dan yang
adapun lebarnya juga tidak mencukupi untuk menampung pergerakan masyarakat.
Masyarakat kita banyak sekali yang bawa mobil ketika evakuasi padahal ini kan
sangat berbahaya karena akan menghambat mobilitas masyarakat yang lain ketika
ingin mengungsi karena mengakibatkan kemacetan di jalan – jalan. Ini sangat
dilematis yang, karena selain menyelamatkan diri, masyarakat juga berusaha
menyelamatkan harta benda yang bisa dibawa dengan mobil. Sebenarnya
masyarakat kan sudah pengalaman, kalau bawa mobil akan susah mencapai
tempat aman dalam waktu singkat. Padahal tsunami itu kan sangat cepat sekali
datangnya. Solusinya, selain menyadarkan masyarakat tentang bahaya kalau
memaksakan bawa mobil untuk evakuasi dan lebih baik berlari ke gedung –
gedung yang aman. (api ini bukan solusi sebenarnya
Kalau kami sendiri mencoba mencarikan donatur dan menyalurkannya langsung
ke masyarakat. Jadi kami hanya berupaya menjembatani antara donatur yang
kebanyakan berasal dari lembaga – lembaga asing dengan masyarakat. jadi
semacam distributorlah. Namun itu kan terbatas jumlahnya. Kami sendiri lebih
banyak mengupayakan agar masyarakat mempersiapkan perlengkapan
kesiapsiagaan secara mandiri, baik dalam bentuk P3K maupun makanan2 yang
tahan lama untuk dipengungsian. Kami juga sudah sering menyampaikan dalam
setiap kegiatan edukasi di masyarakat dan pemerintahan agar selalu
mempersiapkan semacam tas siaga bencana yang berisi perlengkapan –
perlengkapan tadi. Kami juga mengedukasi masyarakat agar membuat rencana
keluarga yang berisi: dimana titik pertemuan keluarga, siapa saja yang dihubungi
dalam keadaan darurat dan kemana saja aktifitas terkini masing – masing anggota
keluarga. Ini dibutuhkan agar tidak saling cari mencari dalam keadaan darurat.
Karena itu sangat berbahaya. Kami juga sudah membentuk daerah yang jadi pilot
project di kelurahan pasir jambak kota padang. Di daerah pilot project ini kita
memberikan pedampingan dan bantuan terhadap masyarakat agar
kesiapsiagaannya semakin tinggi, dan jadikan contoh oleh daerah – daerah
lainnya.
Hubungan antara pemerintah daerah dengan KOGAMI?
Yaa, kita selama ini melihat bahwa pemerintah daerah memang harus dibantu
dalam penanggulangan bencana ini. Jadi kita beda dengan LSM lain yang sering
mendemo atau mengkritik pemerintah. Ketika kita melihat pemerintah daerah
masih lemah dalam penanggulangan bencana terutama kesiapsiagaan, maka kami
mencoba memberikan pedampingan untuk pemerintah agar lebih memperhatikan
ini. Bisa dalam bentuk seminar, workshop, atau asistensi dalam pembuatan SOP
penanggulangan bencana. Jadi kerjasama kami sudah cukup baik dengan
pemerintah Kota Padang. Selain itu, kami juga melakukan edukasi sendiri
langsung ke masyarakat Kota Padang tentunya dengan izin dari Pemko Padang
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
128
dan program kami sangat banyak bergerak di bidang ini dengan kerjasama dan
bantuan lembaga – lembaga lain, baik dari dalam negeri maupun luar neger
(perlihatkan daftar kerjasama KOGAMI)i. Inikan juga termasuk meringankan
tugas Pemko Padang untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat.
Sejak pertama kali BPBD Kota Padang dibentuk pada tahun 2008, mereka sangat
mengharapkan bantuan kita untuk memfasilitasi kapasitas internal mereka. Baik
dalam menyusun rencana kerja di BPBD Kota Padang sendiri maupun dalam
pembuatan SOP dan Rencana Aksi Daerah dalam penanggulangan bencana.
Selain juga membantu tugas Pemko Padang dalam memberikan edukasi kepada
masyarakat. Kita memang mengharapkan agar BPBD Kota Padang lebih
meningkatkan fokusnya kepada kesiapsiagaan atau kepada tahapan pra bencana.
Bukan berarti tahapan tanggap darurat dan rehabilitasi dan rekonstruksi tidak
penting, namun dengan adanya kesiapsiagaan yang tinggi diharapkan bisa
meminimalisir jatuhnya korban jiwa jika bencana gempa dan tsunami benar –
benar terjadi di Kota Padang. Kami mengharapkan kegiatan yang berhubungan
dengan peningkatan kesiapsiagaan masyarakat di Kota Padang tidak hanya
bersifat isindentil saja, atau istilah orang minang “dima takana sajo (dimana ingat
saja)”, tapi juga dilakukan secara berkala dan terjadwal agar masyarakat terus
diingatkan dan bisa menjadi kebiasaan atau bahkan menjadi budaya siaga bencana
seperti halnya kita lihat di Jepang.
Selain itu kami juga mendengar nada – nada sumbang dari masyarakat, kenapa
hanya daerah pesisir pantai saja yang diberikan edukasi sementara masyarakat di
sebelah timur Kota Padang sangat minim edukasi. Padahal gempa tidak hanya
terjadi di pesisir pantai saja, tapi juga di daerah lain. Jadi diperlukan semacam
pemerataan edukasi ke seluruh masyarakat.
Sebelumnya ada BPBD kita ketahui tidak ada aksi langsung dari Pemko Padang
terkait kesiapsiagaan ini. Baru setelah BPBD dibentuk baru ada kegiatan yang
baru pada tahap perencanaan untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat ini.
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
129
Wawancara dengan Anggota Tim Ahli Pengurangan Resiko Bencana UNDP
Bagaimana tanggapan tentang penanggulangan bencana di Kota Padang?
Penanggulangan bencana harusnya mengutamakan pengurangan resiko bencana
dalam pembangunan. Dalam pengurangan resiko bencana sekarang ini terintegrasi
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional atau Daerah
yang dinamakan Rencana Penanggulangan Bencana (RPB). Dan ini di amanatkan
dalam UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Ternyata tidak
banyak daerah yang mampu melaksanakan ini. Karena ini sangat strategic dan
menangakomodir semua sector yang dikoordinasikan oleh BPBD. Selama ini
banyak orang beranggapan, BPBD itu lembaga teknis yang mengurusi masalah
penanggulangan bencana. Padahal fungsi komando BPBD itu hanya dilaksanakan
di saat tahapan tanggap darurat. Sementara itu pada tahapan manajemen bencana
lain seperti pra dan pasca bencana hanya sebatas koordinasi.
Begini ya, kita menganggap BPBD ini semacam rumah kosong, trus isi
perabotannya dari siapa? Yaa dari SKPD – SKPD yang ada, misalnya dari Dinas
PU, Dinas Pendidikan, Dinas PU, Dinas Tata Ruang, Dinas Perhubungan dan
sebagainya. Nah sekarang apa yang bisa menyatukan semuanya? Ya RPB yang
memadukan semua unsur tersebut dalam penanggulangan bencana. Jadi bisa
dilihat, siapa mengerjakan apa. Sebenarnya panduan untuk menyusun RPB ini,
telah ada yakni, Per Ka BNPB No 4 Tahun 2008. ternyata banyak daerah yang
tidak bisa menterjemahkan ini dan menggunakan panduan tersebut. Bukan hanya
rumit tapi juga tidak memenuhi kebutuhan daerah.
Sementara Pemerintah Daerah membutuhkan yang lebih teknis dan praktis. Kami
sedang merancang sebuah buku panduan yang lebih teknis dan praktis yang berisi
bagaimana membuat sebuah rencana umum dan khusus dalam RPB yang
membuat daerah tahu kebijakan minimum yang harus disediakan oleh daerah
dalam penanggulangan bencana. Dan buku ini memungkinkan daerah berinovasi
dalam RPB sesuai dengan kearifan lokalnya. Begini contohnya zik, misalnya
menentukan apa peran dan fungsi Dinas PU dalam penanggulangan bencana. Ini
juga berlaku pada institusi lainnya.
Sikap pemerintah terhadap kesiapsiagaan
Untuk kesiapsiagaan bagus. Pemerintah sudah mulai membenahi jalur – jalur
evakuasi, mengadakan simulasi walaupun masih pada tahap memulai. Kritiknya,
penanggulangan bencana tidak hanya kesiapsiagaan terutama pada tahapan pra –
bencana, sebab ada empat strategi pengurangan resiko bencana. Yang pertama
kesiapsiagaan, yang kedua mitigasi, yang ketiga pencegahan dan terakhir
pengalihan resiko. Pencegahan maksudnya bagaimana bencana tersebut tidak
terjadi, contohnya membuat tembok penahan untuk mengatasi longso. Tapi ada
juga bencana yang tidak bisa dicegah. Contohnya, ya gempa dan tsunami.
Mitigasi, maksudnya begini: bencananya tetap terjadi, tapi dibuat buffer antara
bencana dengan manusia, jadi befokus pada membuat jarak antara bencana dan
manusia. Lebih ke fisik seperti membangun shelter, membangun tahan gempa
(karena yang membunuh manusia bukan gempanya tapi struktur bangunan yang
buruk), membangun sea wall (dinding laut seperti di miyagi, jepang). Terus
kesiapsiagaan diibaratkan begini, duit tidak ada tapi rawan terhadap bencana,
tidak sanggup untuk melakukan mitigasi atau pemindahan resiko. Jadi masyarakat
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
130
diingatkan untuk tahu, ini lho tindakan yang harus dilakukan ketika bencana. Jadi
ada semacam edukasi dan pelatihan kepada masyarakat agar dapat
menyelamatkan diri. Jadi fokus pada cara mengevakuasi diri dan membangun
sistem peringatan dini. Ini sudah dilakukan, dengan membangun jalur – jalur
evakuasi dan membangun kesadaran masyarakat terhadap ancaman bencana
gempa dan tsunami. Minimal masyarakat tahu cara penyelamatan diri yang aman
walaupun ada atau tidak peringatan dari pemerintah tentang adanya bencana
membahayakan. Sudah SOP untuk tanggap darurat telah ada, walaupun masih
butuh banyak perbaikan. Terakhir adala bagaimana penerapan pengalihan resiko
bencana yaitu relokasi penduduk dan asuransi. Relokasi sangat susah karena akan
memakan banyak biaya, dan juga akan menimbulkan masalah sosial
kemasyarakatan. Kalau asuransi, yaitu metode pengalihan resiko bencana dengan
mengansuransikan rumah, nyawa, jalan dan sebagainya.
Kalau pengetahuan aparatnya masih rendah, mungkin karena masih banyak orang
baru berkecimpung di dunia penanganan bencana ini, dan latar belakang mereka
juga minim. Tapi kalau masalah kebijakan, pemerintah lumayan bagus.
Contohnya dalam rapat konsultasi di BPBD Kota Padang kemaren, Pemko
Padang merencanakan tidak akan memberikan izin pegawainya untuk tugas
belajar, kecuali mereka mengambil penelitian tentang penanggulangan bencana,
dan ini dibuat perjanjian di atas materai. Tapi kalau soal pencegahan, mitigasi dan
pengalihan bencana. Buktinya saja mereka sedikit yang mengansuransikan jiwa
dan harta mereka, kan ini penting. Sebenarnya dari kesemuanya, hanya dua tujuan
pengurangan resiko bencana ini, yaitu mengurangi korban jiwa dan meminimalisir
biaya pemulihan.
Kerentanan bangunan di Kota Padang
Kalau dari pandangan kita, kalau terkena gempa 8 SR yang lebih dari 60 detik
lebih dari 30% bangunan di Kota Padang hancur. Kita bisa lihat gempa 30
September 2009 yang lalu, berapa banyak bangunan yang runtuh. Sampai
sekarang bangunan yang masih utuhpun masih sangat diragukan ketahanannya.
Jangankan untuk dijadikan shelter, dijadikan tempat hunian atau kantor saja
bangunan di Kota Padang bisa dibilang tidak layak jika melihat besarnya ancaman
gempa dan tsunami di Kota ini
Sebenarnya kalau kita melihat pengalaman di aceh dan jepang, bangunan yang
layak untuk di jadikan shelter minimal 4 lantai atau sekitar minimal 15 meter dari
permukaan tanah. Ini hanya asumsi ya, bukan hasil penelitian, karena tidak ada
satupun alat atau teknologi di zaman ini yang mampu menperkirakan tinggi
tsunami berapa atau berapa lama datangnya tsunami. Penilaian ini hanya
berdasarkan pengamatan di sejumlah kawasan yang pernah terkena dampak
tsunami.
Lokasi Evakuasi?
Bukan begitu perhitunganya, tapi berapa shelter yang dibutuhkan setiap kilometer
tingkat kepadatan penduduk di suatu wilayah, baru bisa diketahu berapa shelter
yang dibutuhkan atau berapa banyak masyarakat yang bisa ditampung dalam
shelter tersebut. Asumsi kami, Setiap orang membutuhkan ruang sekitar 2 meter
bujursangkar sebagai tempat pengungsian, yang ini lumayan nyaman untuk 2
sampai 3 jam di shelter. Dan menurut perhitungan kami ada sekitar 340.000 jiwa
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
131
yang berdiam di zona rawan tsunami tersebut. Silahkan dihitung sendiri berapa
butuh shelter untuk Kota Padang.
Jalur Evakuasi Menurut penelitian Pusat Studi Bencana Unand, sedikit sekali jalan yang benar – benar layak untuk di jadikan jalur evakuasi, contohnya hanya jalan yang menghubungkan Pasar Raya Padang dengan Kawasan By – Pass via andalas. Kalau masalah bandara, kita ada dua bandara, kalau di BIM, butuh tujuh hari untuk menentukan layak atau tidaknya dipakai untuk mobilitas bantuan, ini menurut perhitungan PT. AP sendiri yang kami terima, sementara kalau Bandara Lanud Tabing, selama runwaynya masih bisa dipakai maka akan tetap digunakan. Permasalahannya utama dari penanggulangan bencana ini, kita punya SOPnya, yang mengatur, siapa melakukan apa, dimana, dan bagaimana cara melakukannya. Tapi yang jadi permasalahan adalah dari mana sumber daya yang akan digunakan tersebut. Misalnya upaya penyelamatan dilakukan oleh Badan SAR, peringatan dini oleh BMKG. Tapi untuk bagaimana cara pemenuhan kebutuhan dasar dan fasilitas umum dan sosial tidak ada diperhatikan. Contohnya begini, misal ke Koto Tangah ada 3 jembatan, kalau terjadi gempa yang disertai tsunami meluluhlantakan jembatan tersebut bagaimana cara kita mendistribusikan bantuan secepatnya, padahal jalannya cuma satu? Nah ini kan membingungkan dan belum direncanakan oleh Pemerintah. Rambu – rambu evakuasi Yang kurang di Kota Padang adalah kurangnya adalah strategi public relation. Jadi harusnya Pemko Padang memberikan pengetahuan ke masyarakat, ini lho kita sudah bikin rencana evakuasi di masing – masing daerah, kita sudah punya SOP tanggap darurat dan telah berupaya membenahi jalur – jalur evakuasi. Ini yang ga sampai ke masyarakat. jadi kurangnya edukasi ke masyarakat. bentuk edukasi kan macam – macam bisa lewat iklan layanan masyarakat, lewat pamflet, lewat billboard dan tentu saja membuat rambu – rambu evakuasi. atau mengadakan pelatihan ke masyarakat secara langsung secara bertahap. Dan ini harus dilakukan secara berkesinambungan. Ini ada pengalaman gempa dan tsunami di mentawai 2010 yang lalu. Yang mengherankan, banyak masyarakat baik di Kota Padang maupun di Mentawai sendiri tidak merasakan gempa tersebut, ternyata ada tsunami. Padahal edukasi yang dilakukan selama ini ciri – ciri gempa yang berpotensi tsunami adalah gempanya kuat dan lebih dari satu menit, bangunan banyak yang runtuh dan untuk berdiri saja susah. Di mentawai ga ada tanda – tanda itu satupun, tanyalah ke masyarakat, mereka tetap tidur di rumah masing – masing karena waktu itu kan tengah malam kejadiannya. Tahu – tahu datang tsunami. Akibatnya apa, sekarang masyarakat banyak yang tidak percaya lagi dengan metode yang telah di edukasi, yang mana metode itu seperti yang kita ketahui berdasarkan perhitungan para ahli. Gempa yang baru saja terjadi di Kota Padang sekitar akhir tahun yang lalu, banyak masyarakat yang panik, padahal gempanya kecil lho. Yang menurut metode edukasi tadi tidak berpotensi tsunami. Ini yang membuat masyarakat bingung melakukan respons yang tepat pada saat yang tepat pula. Harusnya mereka panik tapi mereka tidak panik, dan sebaliknya ketika mereka harusnya tidak panik mereka malah panik. Dan ini tentu mesti di carikan jalan keluarnya, bahwa gempa bisa saja tidak terasa tetapi ada bahaya tsunami yang bisa mengancam.
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
132
Wawancara Staf BPBD Kota Padang
Sikap Pemerintah Kota Padang terhadap kesiapsiagaan
Dengan berdirinya BPBD Kota Padang pada tahun 2009 lalu, membuktikan
Pemko Padang sudah menunjukkan kepeduliannya terhadap kerawanan bencana
di Kota Padang. Ini kan juga perintah dari UU No 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana. Aparatur BPBD Kota Padang sedikit demi sedikit di
tingkatkan pengetahuan dan kapasitasnya dalam penanggulangan bencana.
Pelatihan – pelatihan tersebut telah dilakukan sejak tahun 2009 terhadap pejabat
dan staff BPBD Kota Padang baik mengenai kesiapsiagaan, tanggap darurat
maupun rehab dan rekon.
Untuk masyarakat sendiri kita juga sudah beberapa kali melakukan pelatihan –
pelatihan tentang kesiapsiagaan dan juga dalam hal kedaruratan. Dari tahun 2009
dan 2010 sudah pernah dilakukan dan 2011 ini juga sedang direncanakan
pelatihan kesiapsiagaan di Kota Padang.
Pendanaannya dari mana? Kita sudah menanggarkan kok untuk kesiapsiagaan ini,
juga ada bantuan dari LSM – LSM Kebencanaan yang berasal dari lokal, nasional,
maupun International. Contohnya, seperti KOGAMI, PMI, dan ISDWR.
Kehadiran mereka tentu sangat bermanfaat.
Kalau melihat progress kesiapsiagaan masyarakat sendiri bagaimana?
Kalau menurut pengamatan kami sebenarnya masyarakat Kota Padang sudah
meningkatkan kesiapsiagaan mereka sendiri. Peningkatan ini disebabkan salah
satunya oleh seringnya dilakukan simulasi evakuasi serta edukasi kesiapsiagaan
kepada masyarakat. Umumnya masyarakat sudah mengetahui tindakan apa yang
harus dilakukan ketika gempa terjadi, dan kemana harus menyelamatkan diri jika
gempa tadi berpotensi tsunami. Contohnya saat gempa mentawai kemaren,
mereka sudah melakukan upaya evakuasi vertikal ke gedung – gedung yang
tinggi. Tapi memang, penelitian tentang seberapa besar kesiapsiagaan masyarakat
belum ada. Tapi secara umum, sudah nampak masyarakat yang care terhadap
masalah kesiapsiagaan ini, apalagi ini akan masalah nyawa ya? Tapi memang
mesti harus di tingkatkan dan diingatkan terus ke masyarakat tentang pentingnya
kesiapsiagaan ini, apalagi sifat masyarakat kita yang mudah lupa. Caranya ya
melalui pelatihan – pelatihan dan edukasi ke masyarakat. ini kita bekerja sama
dengan LSM-LSM. Dananya ya dari APBD dan donatur – donatur. Tapi memang
harus tetap diingatkan agar tetap wapada
Masalah kerentanan bangunan
Kalau kita lihat sudah ada beberapa bangunan yang layak untuk di jadikan lokasi
evakuasi vertikal, karena sudah pernah juga dilakukan penelitian oleh Universitas
Andalas melalui pusat studi bencanannya. Ditambah beberapa gedung - gedung
baru yang sedang dikerjakan pembangunannya.
Lokasi Evakuasi Vertikal
Jelas tidak cukup, karena memang, masyarakat Kota Padang yang bermukim di
zona rawan bencana tsunami hampir 40% nya. Bangunan tinggi kebanyakan
menumpuk di beberapa zona saja di pusat kota. Sementara di zona lain yang padat
penduduk, bangunan tinggi yang bisa dijadikan tempat evakuasi vertikal sangatlah
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
133
sedikiti, contohnya saja di tabing yang ditepi pantai di utara Kota Padang, itukan
sangat padat penduduk, bangunan tempat evakuasi vertikal sangat sedikit. Jadi
selama ini masyarakat di sana lebih banyak melakukan evakuasi horizontal yang
lokasinya lumayan jauh.
Pemko menyadari bahwa ada kerentanan tsunami yang tinggi di beberapa zona
yang padat penduduk. Saat ini Pemko sedang berusaha menambah shelter –
shelter secara bertahap. Ini akan memakan dana yang sangat besar. Sekarang kan
kita lihat sudah ada beberapa sekolah yang bisa dipakai sebagai bangunan baru.
Contohnya gedung SMUN yang baru di Lolong Belanti, yang dilengkapi helipad
untuk landasan helikopter di atapnya. Ini adalah contoh bangunan yang dirancang
sebagai shelter dari awal.
Selain itu kita sedang rencanakan dalam RTRW yang akan datang, gedung baru di
daerah rawan bencana maka akan dimanfaatkan juga sebagai shelter. Dalam
perencanaan Pemko akan mengusahakan sekitar 100 shelter berbagai titik yang
pada penduduk yang terletak di zona merah tsunami yang ada di Kota Padang ini.
Kita care banget dengan hal ini, percayalah. Dananya sedang di usahakan dari
APBN, APBD, dan donatur – donatur.
Sebeneranya juga layak sekali ya dibangun dinding pembatas laut seperti di
Jepang itu. Cuma investasinya sangat besar dan akan memakan waktu yang sangat
panjang dalam pembangunannya.di Jepang saja informasinya pembangunan sea
wall itu lamanya sampai 30 tahun. Dan ternyata saat gempa di jepang kemarin,
sea wall itu juga dilewati oleh gelombang tsunami. Jadi yang paling layak saat ini
adalah shelter. Kalau wacana ini benar – benar terelealisasi tentu juga bagus, tapi
juga harus diperhatikan juga estetikanya, karena kan menghalangi keindahan
pemandangan laut Kota Padang. Ini udah terkait pariwisata jadinya. Disamping
juga perhitungan keamanan dan kekokohan sea wall tersebut menghadang
tsunami.
Klo menurut kami bangunan yang bisa dijadikan shelter, kira – kira minimal 10
lantai dengan ketinggian 8 – 10 meter. Kalau di padang sendiri perkiraan para ahli
gempa dan tsunami yang pernah berdiskusi dengan kami, perkiraan tinggi tsunami
di dekat bibir pantai sekitar 3 – 6 meter.
Kalau terkait evakuasi horizontal daerah timur Kota Padang atau sepanjang jalan
By – Pass sebelah timur itu bisa dijadikan lokasi evakuasi vertikal. Kita bisa
memakai kawasan yang kosong atau mungkin mushala, masjid dan sekolahan
sebagai tempat pengungsian sementara. Untuk jalur evakuasi Pemko sedang
merencanakan pembangunan jalur evakuasi yang baru sekaligus memperbaiki dan
memperluas jalan – jalan yang telah ada. Sekarang ini jalan Alai – By Pass sudah
diperlebar menjadi sekitar 14 meter. Kalau jalur lainnya secara bertahap segera di
perbaiki. Dalam RTRW nanti kita juga akan mendata jalan - jalan mana saja yang
layak dijadikan tempat evakuasi yang nantinya akan dibenahi.
Fasilitas umum dan sosial di Lokasi Evakuasi
Untuk itu belum ada rencana ke sana. Belum ada program membuat lokasi
pengungsian dengan fasilitas lengkap seperti itu. Berdasarkan pengalaman gempa
yang lalu, masyarakat banyak menggunakan fasilitas – fasilitas yang ada di
sekolah – sekolah, masjid – masjid, dan bahkan perumahan penduduk setempat.
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
134
Rambu – rambu evakuasi
Peta – peta sudah kita pasang di beberapa tempat, dan rambu – rambu juga sudah
kita sebarkan di jalur – jalur evakuasi, agar masyarakat bisa mengetahui apa yang
harus mereka lakukan. Kalau merata mungkin belum ya. Karena anggaran kita
kan juga terbatas. Kita memasang rambu – rambu tersebut hanya pada tempat –
tempat yang rawan terkena tsunami.
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
135
Wawancara dengan Direktur Eksekutif KOGAMI
Komitmen Pemerintah Kota Padang terhadap kesiapsiagaan
Secara keseluruhan belum. Kalau sudah, berarti sudah terimplementasikan
program – program yang telah direncanakan. Sampai saat ini masih gladi posko,
show on force, atau cuma memperlihatkan kekuatan aparat tanggap darurat dalam
pawai – pawai. Secara substansi implementasi program kesiapsiagaan yang benar
– benar menyentuh masyarakat masih nihil. Kalau edukasi selama ini banyak
dilakukan oleh LSM – LSM yang care terhadap pengurangan resiko bencana.
Bahkan RAD yang menjadi acuan untuk pengurangan resiko bencana termasuk
kesiapsiagaan KOGAMI yang memfasilitasi untuk menjadi dokumen yang
nantinya akan dilegalkan. Kalau masyarakat sendiri dilibatkan hanya dalam
simulasi evakuasi yang berlangsung sekitar dua jam, dan hanya segelintir
masyarakat Kota Padang yang ikut. Ini kan minim sekali pengaruhnya untuk
meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat.
Kebanyakan LSM, seperti KOGAMI atau LSM internasional yang masuk pasca
gempa 30 September 2009 lalu. Dari PMI juga ada. Kalau KOGAMI ada empat
jalan untuk ikut berperan dalam upaya peningkatan kesiapsiagaan. Pertama,
pedampingan pemerintah dalam menyusun kebijakan kesiapsiagaan. Kami
memfasilitasi dan mendorong agar kebijakan yang pro kesiapsiagaan di legalkan
dan di implementasikan. Yang kedua, pedampingan sekolah – sekolah agar bisa
membuat sistem kesiapsiagaan sendiri sesuai dengan karakter sekolahnya dan
mendorong agar ada kurikulum siaga bencana yang diajarkan di sekolah. Yang
ketiga sasaran kita masyarakat umum, misalnya di suatu RW yang kita persiapkan
sebagai RW yang siaga bencana baik sistem maupun warganya sendiri. Ini
nantinya di jadikan pilot project. Yang keempat sasaran kita kelompok NGO
seperti jurnalis yang kita ikut menginisiasi dibentuknya Jaringan Jurnalis Siaga
Bencana (JJSB). Jurnalis ini yang nantinya memberikan edukasi ke pada
masyarakat melalui media masing – masing. Juga kita sedang menginisiasi
kelompok peduli bencana dari private sektor. Mereka sudah mulai memperhatikan
kesiapsiagaan di masing – masing tempat kerja dan usahanya.
Perhatian Pemko Padang terhadap kesiapsiagaan
Kita melihat paradigma pemerintah masih berkutat pada persoalan tanggap
darurat atau saat terjadinya bencana. Ini yang sedang kita dorong untuk juga
memberi porsi lebih kepada kesiapsiagaan. Kesiapsiagaan ini kan ujungnya
bagaimana meminimalisir jatuhnya korban jiwa maupun kerugian materil. Artinya
kita bergerak di tataran upaya preventif. Kami rasa ini yang mesti di beri porsi
lebih.
Kita lihat saja mitigasi, sudah 5 tahun kita fokus untu mendorong pemerintah
untuk membenahi jalur – jalur evakuasi tetap saja, masih seperti itu. Masih belum
layaklah. Pemerintah, maaf kata, sangat lamban untuk persoalan ini.
Yang ada sekarang mereka membangun shelter. Itupun baru tiga. Apakah tiga
shelter ini cukup untuk menampung evakuasi masyarakat Kota Padang? kan tidak.
Alasannya selalu masih dalam tahap perencanaan.
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
136
Kerentanan Bangunan
Ya kita lihat saja saat gempa kemarin, dari 100% gedung yang runtuh hampir 60%
nya milik pemerintah. Ini kan membuktikan pemerintah kurang peduli dengan
kondisi dan kelayakan gedung dimana tempat mereka bekerja dan melayani
masyarakat.
Memang banyak gedung yang direncanakan sebagai tempat evakuasi tidak layak.
Lihat saja gedung yang direncanakan sebagai tempat evakuasi vertikal, ternyata
pada saat gempa 30 September 2009 banyak yang runtuh. Nah, logikanya kalau
masyarakat mengungsi ke sana tentu juga akan jadi korban. Dan sampai sekarang
pemerintah belum juga bergerak secara nyata untuk membenahi hal ini.
Assessment yang dilakukan pihak universitaslah yang mengerjakan. Pemko
rasanya tidak berinisiatif. Belum ada KOGAMI ikut dalam pemilihan gedung.
Yang ada KOGAMI memakai data – data para ahli atau kami sebagai user data
tersebut dalam program kami. Misalnya peta bahaya yang kita dapatkan dari
perhitungan para ahli di Kota Padang.
Rambu – rambu evakuasi
Kalau rambu – rambu evakuasi belum mengakomodir kebutuhan masyarakat,
hanya beberapa titik saja yang ada rambu – rambu tersebut
Menurut uni, kendalanya kenapa ya ni?
Kendalanya ya dana lagi dana lagi, biasalah alasan yang klasik,
Jalur – jalur evakuasi
Kalau menentukan jalur evakuasi sebenarnya gampang, karena semua jalan yang
mengarah ke timur Kota Padang, bisa dijadikan jalur evakuasi, cuma pendataan
sesuai dengan kepadatan penduduk mungkin yang belum. Dan sosialisasi ke
masyarakat untuk tidak memilih satu jalur saja juga minim.
Yaa, memang belum bisa menampung semua mobilitas masyarakat. ada yang
berlobang, ada yang tidak rata, sempit, dan banyak juga yang berbelok – belok.
Kalau berbelok – belok akan memakan banyak waktu untuk menyelamatkan diri.
Sebenarnya bukan masalah jalur yang ada saja, tapi juga masalah ketersedian
jalan baru yang memang dikhususkan untuk evakuasi. Jalur – jalur baru ini yang
nantinya bisa menampung mobilitas masyarakat. begini gambarannya, kepadatan
masyarakat di Air Tawar sangat tinggi, jalur evakuasi cuma dua, lewat Jln. Jhoni
Anwar dan satunya lagi lewat Jln. Tunggul Hitam. Sebagian yang lain malah
berkeliling dulu ke arah Tabing, ini kan sangat berbahaya sebab waktu evakuasi
sangat pendek. Nah, disini perlu dipertimbangkan untuk membuat jalur lagi,
karena uni yakin ga akan cukup menampung masyarakat kalau hanya dua jalur itu
saja. Sampai sekarang pemerintah masih belum juga mengerjakannya, padahal
kami sudah sering mengingatkan pentingnya jalur – jalur evakuasi ini.
Kalaupun ada pembuatan jalur – jalur evakuasi baru itu murni dari swadaya
masyarakat. contohnya di Pasir Jambak ada jalur yang dibuat masyarakat sendiri
dengan bantuan dari PMI. Yang mengherankan pemerintah mengklaim itu adalah
pekerjaan mereka.
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
137
Lokasi evakuasi
Kita hanya mendampingi masyarakat, masyarakat sendiri yang menentukannya.
Misalnya masyarakat di Pasir Jambak yang memilih lokasi evakuasi yang paling
layak untuk mereka. Tapi kalau dari pemerintah sendiri belum ada tindakan nyata
membantu masyarakat. padahal ini kan kewajiban mereka lho.
Kepedulian pemerintah edukasi kesiapsiagaan?
Minim sekali. Selama ini hanya show on force aja, seperti pawai – pawai, atau
slogan – slogan, yang mengatakan “Padang Sudah Siaga”. Padahal kenyataanya
belum. Inidikator kesiapsiagaan itu sebenarnya ada dua: pertama: masyarakat
ketika ada isu tsunami masih lari tidak, kalau masih lari dan ketakutan berarti
belum siaga. Yang kedua, ketika terjadi gempa masyarakat kacau tidak, kalau
masih kacau juga belum bagus kesiapsiagaannya. (contohkan dengan beberapa
kali isu gempa, yang memperlihatkan kawasan sekitar pantai sepi, dan kantor –
kantor juga banyak yg tutup serta jalanan sepi) (dan contohkan juga suasana kacau
saat gempa)
Memang sudah ada masyarakat yang lumayan bagus kesiapsiagaannya, seperti
daerah yang menjadi percontohan di Kota Padang dan itu hanya dual lho, di Pasir
Jambak dan di Patenggangan. Ketika mereka mendengar isu ada gempa, mereka
tetap tenang – tenang saja kok, karena mereka sudah tahu bahwa gempa tersebut
tidak bisa di prediksi kapan waktu tepatnya. Kalau ada isu akan terjadi gempa
tanggal sekian, itu jelas kebohongan, dan mereka sudah tahu itu. Dan kalau gempa
terjadi mereka tidak panik, mereka tinggal mengevakuasi diri sesuai dengan
rencana evakuasi yang sudah mereka bangun sendiri. Kalau di mayoritas kota kan
ga, masih banyak yang menjerit – jerit dan tidak melakukan apapun saking
takutnya. Atau bisa juga mereka bingung mau lari kemana jika gempa tersebut
berpotensi tsunami. Bahkan banyak yang meninggal karena tabrakan atau jatuh
dari motor. Ini yang nyata sekali terlihat, silahkan tanya ke masyarakat.
Atau pada sekolah – sekolah yang pernah menerima edukasi, ketika gempa terjadi
mereka langsung mengungsi ke titik – titik dimana mereka janjikan untuk
bertemu, jadi tidak ada saling mencari – cari. Di daerah dan sekolah dampingan
sudah ada SOP masing – masing. Orang tua menjemput murid di daerah
pertemuan.
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
138
JADWAL PELATIHAN KSB
TINGKAT KELURAHAN KOTA PADANG
Pelatihan Kecamatan Peserta Jumlah Peserta Lokasi
Pelatihan Tanggal/Waktu
Pelatihan I
Bungus
Teluk
Kabung
KEL. BUNGUS TIMUR 10 orang
Kantor Camat
Bungus Teluk
Kabung
15 - 16 Juni 2011 (08.00 - 17.00
WIB)
KEL. BUNGUS BARAT 10 orang
KEL. BUNGUS
SELATAN
10 orang
KEL. TELUK KABUNG
UTARA
10 orang
KEL. TELUK KABUNG
SELATAN
10 orang
KEL. TELUK KABUNG
TENGAH
10 orang
Pelatihan
II
Padang
Timur
KEL. JATI BARU 10 orang Edotel Minang
Kabau
SMK Negeri 6
Padang,
Jl. Suliki No. 1
Jati, Padang
(belakang
Fakultas
Ekonomi
UNAND)
20 - 21 Juni 2011 (08.00 - 17.00
WIB)
KEL. GANTING PRK.
GADANG
10 orang
KEL. SAWAHAN TIMUR 10 orang
KEL. SIMP. HARU 10 orang
KEL. JATI 10 orang
KEL. PARAK GADANG
TIMUR
10 orang
Pelatihan
III
Lubuk
Begalung
KEL. GATES NAN XX 10 orang Edotel Minang
Kabau
SMK Negeri 6
Padang,
Jl. Suliki No. 1
Jati, Padang
(belakang
Fakultas
Ekonomi
UNAND)
22 - 23 Juni 2011 (08.00 - 17.00
WIB)
KEL. KOTO BARU 10 orang
Padang
Selatan
KEL. AIR MANIS 10 orang
KEL. RAWANG 10 orang
KEL. RANAH PARAK
RUMBIO
10 orang
KEL. TELUK BAYUR 10 orang
Pelatihan
IV
Padang
Selatan
KEL. ALANG LAWEH 10 orang Edotel Minang
Kabau
SMK Negeri 6
Padang,
Jl. Suliki No. 1
Jati, Padang
(belakang
Fakultas
Ekonomi
UNAND)
27 - 28 Juni 2011 (08.00 - 17.00
WIB)
KEL. SEBERANG
PALINGGAM
10 orang
KEL. SEBERANG
PADANG
10 orang
KEL. BTG ARAU 10 orang
KEL. PASA GADANG 10 orang
KEL. BELAKANG
PONDOK
10 orang
Pelatihan
V
Padang
Barat
KEL. OLO 10 orang Edotel Minang
Kabau
SMK Negeri 6
4 - 5 Juli 2011 (08.00 - 17.00
KEL. KP. JAO 10 orang
KEL. UJUNG GURUN 10 orang
Lampiran 2
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
139
KEL. KP. PONDOK 10 orang Padang,
Jl. Suliki No. 1
Jati, Padang
(belakang
Fakultas
Ekonomi
UNAND)
WIB) KEL. BEROK NIPAH 10 orang
KEL. BELAKANG
TANGSI
10 orang
Pelatihan
VI
Padang
Barat
KEL. FLAMBOYAN
BARU
10 orang Edotel Minang
Kabau
SMK Negeri 6
Padang,
Jl. Suliki No. 1
Jati, Padang
(belakang
Fakultas
Ekonomi
UNAND)
6 - 7 Juli 2011 (08.00 - 17.00
WIB)
KEL. PURUS 10 orang
KEL. PADANG PASIR 10 orang
KEL. RIMBO KALUANG 10 orang
Padang
Utara
KEL. ALAI PARAK KOPI 10 orang
KEL. LOLONG BELANTI 10 orang
Pelatihan
VII
Padang
Utara
KEL. GUNUNG
PANGILUN
10 orang
Edotel Minang
Kabau
SMK Negeri 6
Padang,
Jl. Suliki No. 1
Jati, Padang
(belakang
Fakultas
Ekonomi
UNAND)
11 - 12 Juli 2011 (08.00 - 17.00
WIB)
KEL. ULAK KARANG
SELATAN
10 orang
KEL. ULAK KARANG
UTARA
10 orang
KEL. AIR TAWAR
BARAT
10 orang
KEL. AIR TAWAR
TIMUR
10 orang
Koto
Tangah
KEL. PARUPUK TABING 10 orang
KEL. DADOK TUNGGUL
HITAM
10 orang
Pelatihan
VIII Nanggalo
KEL. SURAU GADANG 10 orang Edotel Minang
Kabau
SMK Negeri 6
Padang,
Jl. Suliki No. 1
Jati, Padang
(belakang
Fakultas
Ekonomi
UNAND)
13 - 14 Juli 2011 (08.00 - 17.00
WIB)
KEL. KP. OLO 10 orang
KEL. KURAO PAGANG 10 orang
KEL. TABING BANDA
GADANG
10 orang
KEL. GURUN LAWEH 10 orang
KEL. KP. LAPAI 10 orang
Pelatihan
IX
Koto
Tangah
KEL. PADANG SARAI 10 orang Edotel Minang
Kabau
SMK Negeri 6
Padang,
Jl. Suliki No. 1
Jati, Padang
(belakang
Fakultas
Ekonomi
UNAND)
19 - 20 Juli 2011 (08.00 - 17.00
WIB)
KEL. PASIA NAN TIGO 10 orang
KEL. BUNGO PASANG 10 orang
KEL. BATANG KABUNG GANTING
10 orang
KEL. LUBUK BUAYA 10 orang
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011
Universitas Indonesia
140
RIWAYAT HIDUP
Nama : Zikri Alhadi
Tempat/Tanggal Lahir : Padang/06 Juni 1984
Jenis Kelamin : Laki – Laki
Alamat : Jl. Punggai No 304 Siteba Padang Sumatera Barat
Pekerjaan : PNS di Universitas Negeri Padang
Pendidikan
SD Negeri Percobaan Padang 1990 – 1996
SMP Nurul Ikhlas Tanah Datar 1996 – 1999
SMUN 12 Padang 1999 – 2002
S1 Ilmu Administrasi Negara UNPAD Jatinangor 2003 – 2008
S2 Ilmu Administrasi Publik UI Jakarta 2008 – 2011
Lampiran 3
Upaya pemerintah...,Zikri Alhadi,FISIPUI,2011