Manajemen Perpajakan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tugas Manajemen Perpajakan Semester 7 Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi

Citation preview

MANAJEMEN PERPAJAKANOleh : Devi Dwi Octafianti 0851393 AK- N

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA JL.Prof.Drg. Suria Sumantri,MPH No.65 Bandung

Pajak Penghasilan UmumUndang-undang PPh mengatur pengenaan Pajak Penghasilan terhadap Subjek Pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek Pajak tersebut disebut Wajib Pajak. Yang termasuk Subjek Pajak, yakni: 1. a. Orang pribadi b. Warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan meggantikan yang berhak 2. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. 3. Badan usaha tetap adalah bentuk usaha tetap yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.

Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi WP apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi PTKP. Subjek pajak badan dalam negeri menjadi WP sejak saat didirikannya. Subjek pajak luar negeri baik orang pribadi maupun badan menjadi WP karena menerima/memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia. Perbedaan WP dalam negeri dan WP luar negeri, yaitu:

Wajib Pajak dalam negeri

Wajib Pajak luar negeri

Dikenakan pajak atas penghasilan baik yang Dikenakan pajak hanya atas penghasilan diterima atau diperoleh dari Indonesia dan yang berasal dari sumber penghasilan di dari luar Indonesia Indonesia

Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan netto bruto

Tarif pajak menggunakan tarif umum (UU Tarif pajak menggunakan tarif sepadan PPh Ps.17) Wajib menyampaikan SPT Tidak wajib menyampaikan SPT

Yang dikecualikan dari Subjek Pajak, yakni: 1. Kantor perwakilan negara asing 2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama dengan syarat: o Bukan WNI dan tidak memperoleh penghasilan lain diluar jabatannya di Indonesia. o Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik. 3. Organisasi internasional, dengan syarat: o Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut. o Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berawal dari iuran para anggota. 4. Pejabat perwakilan organisasi internasional, dengan syarat: o Bukan WNI. o Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia. Objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi dan untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Yang termasuk Objek Pajak, yakni: o Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya. o Hadiah dari undian atau pekerjaan/kegiatan atau penghargaan. o Laba usaha. o Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta. o Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.

o Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian utang. o Dividen dan pembagian sisa hasil usaha. o Royalti. o Sewa. o Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala. o Keuntungan karena pembebasan utang. o Keuntungan selisih kurs mata uang asing. o Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. o Premi asuransi. o Iuran yang diperoleh dari anggota yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha. o Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak. o Penghasilan dari usaha berbasis syariah. o Imbalan bunga o Surplus Bank Indonesia Yang dikecualikan dari Objek Pajak, yakni: o Bantuan atau sumbangan. o Harta hibah yang diterima keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, dan badan sosial. o Warisan o Harta termasuk setoran tunai yang diterima badan sebagai pengganti saham atau sebagai ganti penyertaan modal. o Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali oleh bukan Wajib Pajak. o Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi. o Dividen yang diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dengan syarat: Dividen berasal dari cadangan laba ditahan. Kepemilikan saham paling rendah 25% dari jumlah modal disetor.

o Iuran yang diperoleh dari dana pensiun. o Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun.

o Bagian laba yang diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham. o Penghasilan yang diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha di Indonesia, dengan syarat: Merupakan perusahaan mikro. Sahamnya tidak diperdagangkan di BEI.

o Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu. o Sisa lebih yang diperoleh badan nirlaba yang telah terdaftar, yang ditanamkan kembali dengan jangka waktu paling lama 4 tahun sejak perolehannya. o Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu. Tarif Pajak Orang Pribadi: Lapisan Penghasilan Kena Pajak s.d Rp.50.000.000,00 Diatas Rp.50.000.000,00 Rp.250.000.000,00 Diatas Rp.250.000.000,00 Rp.500.000.000,00 Diatas Rp.500.000.000,00 30% 25% Tarif Pajak 5% 15%

Tarif pajak berdasarkan tarif Ps.17, jika WP tidak memiliki NPWP dikenakan pajak 20% lebih tinggi Tarif Pajak Badan dan Badan Usaha Tetap: WP Badan sebesar 28%, kemudian turun menjadi 25% sejak 2010 WP badan yang tidak memiliki NPWP akan dikenakan pajak lebih tinggi 100% dari pada tarif Ps. 17 WP Badan dalam negeri yang berbentuk PT paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di BEI dan memenuhi persyaratan akan memperoleh tarif 5% lebih rendah daripada tarif yang berlaku.

Tarif yang dikenakan atas deviden yang dibagikan pada WP orang pribadi sebesar 10% dan besifat final. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Besarnya PTKP setahun yang berlaku saat ini: 1. Rp.15.840.000,00 untuk WP pribadi 2. Rp. 1.320.000,00 untuk WP kawin 3. Rp.15.840.000,00 tambahan untuk istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami, dengan syarat: 4. Rp. 1.320.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya (max.3org)

PPh 21PPh 21 adalah Pajak atas penghasilan yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan bentuk apapun yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan jasa dan kegiatan. Wajib Pajak (WNI) PPh 21: y y y Pegawai Penerima uang pesangon Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan. y Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaaanya dalam suatu kegiatan.

Objek PPh 21: a. Penghasilan yang diperoleh pegawai tetap baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur. Pegawai yang memperoleh penghasilan dikenakan pajak jika perolehan penghasilannya setinggi-tingginya Rp.6.000.000,00 setahun atau Rp.500.000,00 sebulan. b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenis lainnya. Penerima pensiun secara bulanan dikenakan

pajak 5% dari penghasilan bruto berupa uang pensiun tersebut setinggi-tingginya Rp.2.400.000,000 setahun atau Rp.200.000,00 sebulan. c. Penghasilan sehubungan dengan PHK dan pensiun yang diterima secara sekaligus. Lapisan Penghasilan Bruto s.d Rp. 50.000.000,00 Tarif Tidak dipotong Rp.50.000.000,00 Rp.100.000.000,00 Rp.100.000.000,00 500.000.000,00 Rp.500.000.000 25% Rp. 15% 5%

d. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas berupa upah. Berlaku jika jumlah penghasilan brutonya melebihi Rp.150.000,00 tetapi dalam sebulan tidak melebihi Rp.1.320.000,00. Dikenakan 5% dari penghasilan bruto e. Imbalan kepada bukan pegawai sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan. Misalnya pekerjaan profesi maka dikenakan berlaku perhitungan PPh 21 kumulatif = tarif Ps.17 x 50% x Ph Bruto. f. Imbalan kepada peserta kegiatan. Dikenakan 5% dari penghasilan bruto. g. Penerimaan dalam bentuk natura, yang diberikan oleh: Bukan WP. WP yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final. WP yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus.

Skema Perhitungan PPh 21 Penghasilan Bruto: Gaji perbulan Tunjangan PPh Tunjangan Lainnya Premi asuransi (dibayar pemberi kerja) Penerimaan dalm bentuk natura Penghasilan sebulan (dikurangi) Biaya jabatan (5% dari bruto) Iuran pensiun (dibayar pegawai) Iuran JHT (dibayar pegawai) Penghasilan netto sebulan Penghasilan netto setahun (dikurangi PTKP) XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX

PKP setahun PPh 21 terutang (tarif Ps .17 x PKP)

XXX XXX

PPh 22PPh 22 adalah PPh yang dipungut oleh: y Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang y Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain y Wajib pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Pemungut PPh pasal 22: a. Bank Devisa dan Direktorat Jendral Bea dan Cukai atas impor barang.

b. Direktorat Jendral Perbendaharaan, baik Pemerintah tingkat pusat maupun daerah yang melakukan pembayaran atas pembelian barang. c. BUMN/BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari APBN/APBD maupun non APBN/APBD. d. Badan usaha yang bergerak di bidang 9ndustry semen, 9ndustry rokok, 9ndustry kertas, 9ndustry baja dan 9ndustry otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri. e. Produsen atau importir bahan bakar minyak. f. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jendral Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor. g. Wajib pajak yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

Objek pajak PPh 22 1. Impor barang Perusahaan yang memiliki API (Angka Pengenal Importir) dikenakan 2,5% dari nilai impor. Jika perusahaan tidak memiliki API dikenakan 7,5% dari nilai impor. Nilai impor merupakan dasar perhitungan bea masuk yang terdiri dari Cost, Insurance and Freight (CIF) + bea masuk + pungutan pabean lainnya Untuk barang lelang dikenakan 7,5% dari harga jual lelang.

2. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Anggaran baik pusat maupun daerah dan BUMN/BUMD. Dikenakan 1,5% dari harga pembelian. Pembayaran yang dikecualikan meliputi: Pembayaran atas penyerahan barang bukan jumlah yang dipecah-pecah yang meliputi jumlah kurang dari Rp.1.000.000,00 Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air, dan bendabenda pos. Pembayaran dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.

3. Penjualan hasil produksi dalam negeri yang dilakukan oleh badan.

-

Industri otomotif dikenakan 0,45% Industri rokok dikenakan 0,15% Industri kertas dikenakan 0,1% Industri semen dikenakan 0,25% Industri baja dikenakan 0,3%

4. Penjualan hasil produksi yang dilakukan produsen atau importir bahan bakar minyak dikenakan: Atas premium, solar, premix oleh SPBU swasta, dikenakan 0,3% dari penjualan. Atas premium, solar, premix oleh SPBU Pertamina, dikenakan 0,25% dari penjualan. Atas penjualan minyak tanah, LPG dan pelumas, dikenakan 0,3% dari penjualan.

5. Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor industri yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan, dikenakan 0,25% dari harga pembelian.

6. Penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Yang tergolong barang sangat mewah yaitu: Pesawat udara pribadi dengan harga jual melebihi Rp.10.000.000.000,00 Kapal pesiar dengan harga jual melebihi Rp.10.000.000.000,00 Rumah beserta tanah dengan harga jual melebihi Rp.10.000.000.000,00 dan luas bangunan lebih dari 500 m2 Apartemen, kondominium, dengan harga jual melebihi Rp. 10.000.000.000,00 dan luas bangunan lebih dari 400 m2 Kendaraan bermotor beroda empat pengangkutan kurang dari 10 orang dengan harga jual melebihi Rp.5.000.000.000,00 dengan kapasitas silinder lebih dari 3000 cc. Barang mewah tersebut akan dikenai pajak 5% dari harga jual belum termasuk PPN dan PPnBM.

PPh 23

PPh 23 ialah pemotongan pajak atas penghasilan yang diperoleh dari WP dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh 21. Objek pemotongan PPh 23 Penghasilan yang diperoleh dari: y Dividen, dengan nama dan bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan ausransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. Dikenakan 15%. y Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang. Dikenakan 15%. y y Royalti. Dikenakan 15%. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh 21. Dikenakan 15%. y Sewa dan penghasilan lainnya sehubungan dengan penggunaan harga kecuali sewa tanah/bangunan. Dikenakan 2%. y Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh 21. Dikenakan 2%. PPh 24 PPh pasal 24 mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri. Pengkreditan pajak luar negeri dilakukan dalam tahun digabungkannya penghasilan dari luar negeri dengan penghasilan di Indonesia. Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan, sumber penghasilan ditentukan sebagai berikut: o Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya. o Penghasilan berupa bungam royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta bergerak o Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak bergerak. o Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan. o Penghasilan bentuk usaha tetap. o Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan. o Keuntungan karena pengalihan harta tetap.

o Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap. Batas Maksimum Kredit Pajak diambil yang terendah dari 3 unsur/perhitungan berikut ini: Jumlah Pajak yang terutang atau dibayar di Luar Negeri ( Penghasilan Luar Negeri : Seluruh Penghasilan Kena Pajak ) x PPh atas seluruh yang dikenakan tarif Ps.17 Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak (dalam hal penghasilan kena pajak adalah lebih kecil daripada penghasilan luar negeri)

Contoh: Suatu perusahaan memperoleh penghasilan netto sebagai berikut: Penghasilan di Negara A Rp.2.000.000.000,00 dengan tarif 35% Penghasilan di Negara B Rp.1.000.000.000,00 dengan tarif 20% Penghasilan Usaha di indonesia Rp.5.000.000.000,00 Perhitungan kredit pajak adalah sebagai berikut: Penghasilan Luar Negeri Negara A Negara B Jumlah penghasilan luar negeri Penghasilan dalam negeri Jumlah penghasilan kena pajak

Rp.2.000.000.000,00 Rp.1.000.000.000,00 Rp.3.000.000.000,00 Rp.5.000.000.000,00 Rp.8.000.000.000,00

PPh terutang = Rp.8.000.000.000,00 x 25% = Rp.2.000.000.000,00 Batas maksimum kredit pajak untuk masing-masing negara: Negara A (Rp.2.000.000.000,00 : Rp.8.000.000.000,00) x Rp.2.000.000.000,00 = Rp.500.000.000,00 Negara B (Rp.1.000.000.000,00 : Rp.8.000.000.000,00) x Rp.2.000.000.000,00 = Rp.250.000.000,00 Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah sebesar Rp. 500.000.000,00 + Rp.250.000.000,00 = Rp.750.000.000,00 Maka kredit pajak yang diperkenankan adalah sebesar Rp.750.000.000,00

PPh 25 PPh 25 mengatur tentang penghitungan besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan. Pembayaran pajak dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan: 1. Wajib pajak membayar sendiri (PPh 25) 2. Melalui pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga (PPh pasal 21,22,23,24) Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak yang dikurangi dengan: a. Pajak penghasilan yang dipotong dalam PPh 21 dan 23, serta PPh 22. b. Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan (PPh 24) Dibagi dua belas atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

Penyusutan Fiskal

Dalam operasinya perusahaan memerlukan aktiva untuk menunjang kelancaran usahanya. Jenis aktiva yang diperoleh ada yang mempunyai masa manfaat kurang dari satu tahun atau sekali pakai, ada juga aktiva yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Aktiva ini biasa disebut aktiva tetap. Aktiva yang masa manfaatnya kurang dari satu tahun dibebankan sekaligus pada tahun pengeluaran. Sementara aktiva tetap yang mempunyai masa manfaat atau umur ekonomis lebih dari satu tahun dibebankan selama masa manfaat aktiva tetap tersebut.

Dalam ketentuan fiskal, penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh aktiva tetap berwujud dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap.

Untuk menghitung besarnya penyusustan harta tetap berwujud dikelompokkan menjadi: Kelompok berwujud Garis lurus I. Bukan bangunan 4 tahun 8 tahun 16 tahun 20 tahun II. Bangunan 20 tahun 10 tahun 25% 12,5% 6.25% 5% 5% 10% Saldo menurun 50% 25% 12,5% 10% harta Masa manfaat Tarif

Perbedaan Pajak Komersial dan FiskalAdanya perbedaan pengakuan dan beban antara komersial dan fiskal menimbulkan perbedaan antara laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal dalam menghitung besarnya penghasilan kena pajak dan penghasilan tidak kena pajak. Perbedaan tersebut timbul karena adanya perbedaan kepentingan antara akuntansi komersial yang mendasarkan laba pada konsep yang menyeimbangkan biaya dengan penerimaan menggunakan konsep dasar Jenis-jenis koreksi fiskal: 1. Beda Tetap : a. Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan sedangkan menurut ketentuan PPh bukan penghasilan. Misalnya dividen yang diterima oleh Perseroan Terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri dari penyertaan modal sebesar 25% atau lebih pada badan usaha yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia. b. Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut ketentuan PPh telah dikenakan PPh yang bersifat final. Penghasilan ini dikenakan pajak tersendiri (final) sehingga dipisahkan (tidak perlu digabung) dengan penghasilan lainnya dalam menghitung PPh yang terutang. Misalnya : penghasilan atas bunga deposito atau tabungan lainnya yang telah dipotong PPh final oleh Bank sebesar 20%. c. Menurut akuntansi komersial merupakan beban (biaya) sedangkan menurut ketentuan

PPh tidak dapat dibebankan. Misalnya ; Biaya-biaya yang digunakan untuk memperoleh penghasilan yang bukan obyek pajak atau pengenaan pajaknya bersifat final. Penggantian/imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan. Sanksi perpajakan berupa bunga, denda, dan kenaikan. Biaya-biaya yang menurut ketentuan PPh tidak dapat dibebankan karena tidak memenuhi syarat-syarat tertentu (misalnya ; daftar nominatif biaya entertainment, daftar nominatif atas peghapusan piutang). 2. Beda Waktu : Beda waktu merupakan perbedaan metode yang digunakan antara akuntansi komersial dengan ketentuan fiskal, misalnya: Metode penyusutan Metode penilaian persediaan. Penyisihan piutang tak tertagih. Rugi-laba selisih kurs. Dan sebagainya.