Upload
lecong
View
233
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
DISERTASI
MARGINALISASI SENI PERTUNJUKAN
GANDRUNG TRADISI LOMBOK, NUSA
TENGGARA BARAT
IDA AYU TRISNAWATI
PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR2016
ii
DISERTASI
MARGINALISASI SENI PERTUNJUKANGANDRUNG TRADISI LOMBOK,
NUSA TENGGARA BARAT
IDA AYU TRISNAWATINIM. 1290371012
PROGRAM DOKTORPROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA
PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR2016
iii
MARGINALISASI SENI PERTUNJUKANGANDRUNG TRADISI LOMBOK,
NUSA TENGGARA BARAT
Disertasi untuk Memperoleh Gelar Doktorpada Program Doktor, Program Studi Kajian Budaya
Program Pascasarjana Universitas Udayana
IDA AYU TRISNAWATINIM. 1290371012
PROGRAM DOKTORPROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA
PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR2016
iv
Lembar Pengesahan
DISERTASI INI TELAH DISETUJUITANGGAL 21 MARET 2016
Promotor,
Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.HumNIP. 19610212 198803 1 001
Ko-promotor I
Prof. Dr. I Gde Parimartha, M.A.NIP. 19481231 197602 1 001
Ko-promotor II
Dr. I Gede Arya Sugiartha, SSKar.,M.Hum.NIP. 19661201 199103 1 003
Mengetahui,
KetuaProgram Studi Doktor (S3)Kajian Budaya Program PascasarjanaUniversitas Udayana
Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U.NIP. 19480720 197803 1 001
DirekturProgram PascasarjanaUniversitas Udayana
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S (K).NIP. 19590215 198510 2 001
v
Disertasi Ini Telah Diuji pada Ujian Tahap I (Tertutup)
Tanggal 21 Maret 2016
Panitia Penguji Disertasi, Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana
Nomor: 1115/UN14.4/HK2016, Tanggal 17 Maret 2016
Ketua : Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U.
Anggota :
1. Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum
2. Prof. Dr. I Gde Parimartha, M.A
3. Dr. I Gede Arya Sugiartha, S.Skar.,M.Hum.
4. Prof. Dr. I Wayan Cika, M.S
5. Dr. Putu Sukardja, M.Si
6. Dr. I Gst. Ketut Gde Arsana, M.Si
7. Dr. Ni Made Ruastiti, S.S.T., M.Si
vi
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
NAMA : Ida Ayu Trisnawati
NIM : 1290371012
PROGRAM STUDI : S3 Kajian Budaya
JUDUL DISERTASI : “Marginalisasi Seni Pertunjukan Gandrung TradisiLombok, Nusa Tenggara Barat”
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah disertasi ini bebas plagiat. Apabila
pada kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya
bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan Mendiknas RI No. 17,
Tahun 2010 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 1 April 2016
Ida Ayu Trisnawati
1290371012
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Om Swastyastu
Puja dan puji syukur dipersembahkan ke hadapan Tuhan Yang
Mahakuasa (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) berkat perlindungan dan cinta kasih
yang diberikan disertasi yang merupakan salah satu persyaratan terakhir untuk
memperoleh gelar doktor di Program Pascasarjana, Universitas Udayana
Denpasar, dapat diselesaikan sesuai dengan batas waktu yang direncanakan.
Dengan penuh kesadaran bahwa semua ini dapat dilakukan berkat kerja keras
tanpa mengenal lelah, dengan segala pengetahuan dan pengalaman yang
dimiliki, didukung rasa tanggung jawab moral yang tinggi sehingga dapat
memicu semangat studi. Di balik semua kelancaran proses tersebut tentu tidak
dapat diabaikan bantuan dari berbagai pihak.
Atas segala bantuan yang diberikan, melalui kesempatan ini
disampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada yang terhormat
Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum. yang telah banyak memberikan bimbingan
dan arahan sejak studi di Pascasarjana Unud, beliau sebagai Promotor. Prof. Dr.
I Gde Parimartha, M.A. sebagai kopromotor I adalah pembimbing akademik
dan sekaligus beliau mengetahui dan memahami betul keberadaan penulis
sehingga tanpa ada rasa keraguan dalam membimbing dan mengarahkan
penulis, sejak awal sampai masa akhir studi dengan penuh kesabaran. Dr. I
Gede Arya Sugiartha, S.S.Kar., M.Hum. sebagai kopromotor II, yang selalu
mengingatkan penulis agar tetap konsentrasi sepenuhnya dalam penyelesaian
disertasi ini.
viii
Terima kasih disampaikan kepada Rektor Universitas Udayana, Bapak
Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.P.D.KEMD. atas kesempatan dan fasilitas
kampus yang diberikan kepada penulis guna mengikuti dan menyelesaikan
Program Doktor di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Ibu
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K)., Asisten Direktur I, Prof. Dr. Made
Budiarsa, M.A. atas berbagai arahan akedemik dan fasilitas perkuliahan yang
disediakan.
Selanjutnya, ucapan terima kasih juga kepada Ketua dan Sekretaris
Program Studi Doktor kajian Budaya, Program Pasca Sarjana, Universitas
Udayana, Bapak Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U. dan Bapak Dr. Putu
Sukardja, M.Si. Ucapan teima kasih pula kepada Prof. Dr. I Nyoman Suarka,
M.Hum., Prof. Dr. I Gde Parimartha, M.A., Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan,
S.U., Prof. Dr. I Wayan Cika, M.Si., Dr. I Gede Arya Sugiartha, SSKar.,
M.Hum., Dr. Putu Sukardja., M.Si., Dr. Gusti Ketut Gde Arsana, M.Si., dan Dr.
Ni Made Ruastiti, SST., M.Si. selaku penguji dan telah banyak memberikan
masukan dan saran-saran demi kesempurnaan disertasi ini.
Penulis mengucapkan terima kasih dan salam hormat kepada semua
dosen Program Studi Kajian Budaya, atas segala petunjuk dan arahannya: Prof.
Dr. I Gde Widja, M.A., Prof. Dr. Nengah Bawa Atmadja, M.A., Prof. Dr. I
Gede Semadi Astra., Prof. Dr. I Made Suastika, S.U., Prof. Dr. I Wayan Ardika,
M.A., Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U., Prof. Dr. Phil. I Ketut Ardhana,
M.A., Prof. Dr. Anak Agung Ngurah Anom Kumbara, M.A., Prof. Dr. Aron
ix
Meko Mbete., Prof. Dr. I Gde Parimartha, M.A., Prof. Dr. I Wayan Rai S.,
M.A., Prof. Dr. I Nyoman Weda Kusuma, M.S., Prof. Dr. I Ketut Nehen, S.E.,
M.Ec., Prof. Dr. I Made Sukarsa, S.E., M.S., Dr. Putu Sukardja, M.Si., Dr. I
Gde Mudana, M.Si., Dr. I. B. Gde Pujaastawa, M.A., Dr. I Nyoman Dhana,
M.A., Dr. Industri Ginting Suka, M.S., dan Dr. Ni Made Wiasti, M.Hum.
Selanjutnya ucapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh
Civitas Akademika Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. Bapak Rektor Dr. I
Gede Arya Sugiartha, SSKar., M.Hum., Bapak Prof. Dr. I Wayan Rai S, M.A.
mantan Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. Wakil Rektor I, Prof. Dr.
I Nyoman Artayasa, M. Kes., Wakil Rektor II, Drs. I Gusti Ngurah Seramasara,
M. Hum. Wakil Rektor III, Drs. I Wayan Gulendra., M.Sn, Wakil Rektor IV, I
Ketut Garwa, S.Sn., M.Sn, Dekan Fakultas Seni Pertunjukan ISI Denpasar,
Bapak I Wayan Suharta, S.SKar., M.Si, beserta seluruh pimpinan Fakultas Seni
Pertunjukan ISI Denpasar, dan rekan-rekan di Program Studi Seni Tari, atas
kesempatan dan ijin yang diberikan guna menempuh pendidikan Program
Doktor di Universitas Udayana.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga untuk suami tercinta I Gusti
Agung Ngurah Ketut Suparta,SE.,M.Si. anak-anak tersayang, dr Anak Agung
Ayu Diah Citradewi, Anak Agung Ngurah Bayu Putra, S.Ked., Anak Agung
Ngurah Surya Putra, Herdiyan, menantu, cucu-cucu yang selalu menghibur, dan
mensuport untuk menyelesaikan tulisan ini.
x
Sujud dan bakti kepada kedua orang tua penulis Bapak, Ibu Ida Bagus
Anom, dan I Gusti Ayu Mulyani, kakak-kakak, adik-adik, yang hingga kini
tetap menuntun dan memberi doa untuk penyelesaian studi ini. Demikian pula
terima kasih kepada teman-teman seperjuangan Kajibu’12 yang selalu
memberikan doa semangat kebersamaan dan motivasi untuk segera
menyelesaikan tulisan ini.
Ucapan terimakasih pula kepada nara sumber, Bapak Haji Abdul Hamid
Hamzah, Haji Jalaludin Arzaki (alm), Haji Parhan, Ibu Sri, Bapak Amaq Raya,
Ibu Siti, Inaq Gandik, Haji Sahmad, Raden Bayan, Ibu Sri Yaningsih, Bapak
Dr. I Gede Wirata, Drs. Haji Lalu Anggawa Nuraksi, dan Bapak I Made
Bagiana, serta informan lainnya yang tidak dapat disebut satu per satu atas
bantuannya selama kegiatan pencarian data di lapangan.
Demikian pula kepada para karyawan/wati Program Studi Kajian
Budaya, yaitu Bapak Putu Sukariawan, S.T., Dra. Ni Luh Witari, Ni Wayan
Ariyati, S.E., I Ketut Budiastra, I Nyoman Candra, Putu Hendrawan, I Made
Kurniawan Gria, Ni Komang Juliartini, I Gusti Putu Taman, S.H., Cok Istri
Murniati, dan A.A. Ayu Indrawati, atas segala pelayanan yang diberikan, baik
berkenaan dengan administrasi akademik maupun administrasi keuangan
selama studi. Sebagai akhir kata, atas segala perhatian, motivasi, dan bantuan
yang diberikan semua pihak, penulis hanya dapat membalasnya dengan ucapan
terima kasih yang sedalam-dalamnya. Di samping itu, sekaligus menyampaikan
permohonan maaf atas segala kekurangan dan kesalahan yang diperbuat, baik
sengaja maupun tidak disengaja. Semoga Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa)
xi
selalu memberikan perlindungan dan sinar suci-Nya sehingga berbagai
kesulitan yang dialami dapat diatasi dengan tenang dan damai.
Semoga kebaikan datang dari segala arah.
Om Shanti Shanti Shanti Om
Denpasar, 1 April 2016
Ida Ayu Trisnawati
xii
ABSTRAK
Seni pertunjukan Indonesia memiliki ciri istimewa, yaitu sebagai sebuahseni yang sangat lentur dan cair karena lingkungan masyarakatnya selalu beradadalam kondisi yang terus berubah-ubah pada suatu kurun waktu tertentu,mapan, dan tumbuh sebagai suatu "tradisi". Perkembangan kehidupanmasyarakat telah mengubah aspek seni pertunjukan mengikuti perkembanganzaman. Perubahan juga terjadi pada salah satu seni pertunjukan gandrung tradisidi Desa Dasan Tereng, Kecamatan Narmada, Nusa Tenggara Barat.Perkembangan pemahaman agama dari Islam Sasak wetu telu ke Islam Sasakwaktu lima telah memberikan dampak luas bagi perkembangan senipertunjukan gandrung tradisi yang ada di daerah ini. Untuk memahami yangterjadi dengan gandrung tersebut, maka dirumuskan beberapa tujuan, yaituuntuk mengetahui bentuk marginalisasi seni pertunjukan gandrung tradisi,alasan mengapa seni pertunjukan gandrung tradisi mengalami marginalisasi,serta implikasi dan makna bagi masyarakat di Lombok, Nusa Tenggara Barat.Agar diperoleh data yang valid maka pengumpulan data dilakukan dengan caraobservasi, wawancara mendalam, dan kajian dokumen yang berhubungandengan gandrung tradisi. Hasil pengumpulan data selanjutnya dianalisis denganmenggabungkan teori subaltern (Gayatri Chakravorty Spivak), teori praktiksosial (Pierre Bourdieu), dan teori dekonstruksi (Jacques Derrida).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya penguatanfundamentalisme agama Islam, dari Islam wetu telu ke Islam waktu lima padamasyarakat Sasak. Penguatan fundamentalisme agama Islam sangatberpengaruh terhadap keberadaan seni pertunjukan gandrung tradisi danpergulatan politik identitas dalam seni pertunjukan tari gandrung. Secara detailhasil penelitian menunjukkan bentuk marginalisasi seni pertunjukan gandrungtradisi Lombok, Nusa Tenggara Barat terdiri dari memudarnya spirit melaluirepresentasi tema dan gerak tari; keterpinggiran aspek busana dan tata rias,danketerpinggiran aspek musik iringan, tata panggung dan penonton yangmenikmati tari gandrung tradisi.
Selanjutnya yang melatarbelakangi marginalisasi seni pertunjukangandrung tradisi ditinjau dari terbatasnya peran pemerintah, adanya penguatanfundamentalisme keagamaan, setting kebudayaan di era globalisasi danketidakberdayaan komunitas pendukung tari gandrung tradisi. Implikasimarginalisasi antara lain bergesernya nilai seni pertunjukan gandrung tradisi,terpinggirkannya seni gandrung tradisi dari kesenian budaya Sasak. Dipihaklain makna marginalisasi ditinjau dari aspek makna transformasi kreativitasseni pertunjukan gandrung tradisi; makna solidaritas pendukung senipertunjukan gandrung tradisi, dan makna pergulatan kekuasaan.
Kata Kunci: marginalisasi, seni pertunjukan, gandrung tradisi, Sasak, wetu telu,waktu lima
xiii
ABSTRACT
The Indonesian performing art has a special characteristic, namely, it ishigly flexible and assimilates the environment where is performed. The reasonis that the condition where it is performed keeps changing. Within a period oftime, it is established and grows into a “tradition”. The development of thesocietal life has changed the aspects of the performing art and follows the eradevelopment. Such a change has also occurred to the traditional gandrungperforming art at Dasan Tereng Village, Narmada District, West NusaTenggara. The development of the Sasak wetu telu Islamic concept into Sasakwaktu lima Islamic concept has widely affected the development of thetraditional gandrung performing art. In other to understand what has happenedto such a dance, the present study is intended to identify the form of themarginalization of the traditional gandrung performing art, what factorscontributing to the marginalization of the traditional gandrung performing art,and what are the implication and meaning of such a marginalization on thepeople living in Lombok, West Nusa Tenggara Barat. In order to obtain thevalid data, the data were collected through observation, in-depth interview, anddocumentary study. The data were then analysed using the theory of subalternproposed by Gayatri Chakravorty, the theory of social practice proposed byPierre Bourdieu, and the theory of deconstruction proposed by Jacques Derrida.
The result of the study shows that the strengthening of the Islamicfundamentalism from wetu telu Islam into waktu lima Islam has stronglyaffected the existence of the tradisional gandrung performing art and thestruggle for the politics of identity. What have exactly been responsible for themarginalization of the tradisional gandrung performing art are the limited roleplayed by the government, the strengthening of the religious fundamentalism,the cultural setting in the globalization era and the powerlessness of thesupporting community. Such a marginalization has coused the value of thetraditional performing art to shift. It has also caused the traditional gandrungperforming art to be marginalized from the Sasak cultural art. On the otherhand, the meaning of such a marginalization, if viewed from the aspect oftransformational meaning of the creativity of the traditional gandrungperforming art includes the meaning of solidarity among its supporting peopleand the meaning of the stuggle for power.
Keywords: marginalization, performing art, traditional gandrung, Sasak, wetutelu, waktu lima.
xiv
RINGKASAN
Seni pertunjukan Indonesia memiliki ciri istimewa, yaitu sebagai sosok
seni yang sangat lentur dan cair sebab lingkungan masyarakatnya selalu berada
dalam kondisi yang terus berubah-ubah pada suatu kurun waktu tertentu,
mapan, dan tumbuh sebagai suatu "tradisi". Seni pertunjukan sebagai bagian
dari seni Indonesia juga mengalami perubahan. Perkembangan kehidupan
masyarakat telah mengubah aspek seni supaya mengikuti perkembangan zaman.
Saat ini hampir seluruh jenis seni pertunjukan, yaitu musik, tari, dan teater
diselenggarakan untuk menunjang kebutuhan pariwisata. Disamping itu,
beberapa juga diselenggarakan di luar kepentingan utamanya sehingga seni
pertunjukan tradisi yang bernilai adiluhung menjadi termarginal. Kenyataan
bahwa seni pertunjukan tradisi telah turut ditempatkan di dalam aktivitas
industri pariwisata dan politik pencitraan teramati dari adanya pengemasan
kesenian seni pertunjukan tradisional dikomodifikasi menjadi seni pertunjukan
modern seperti seni pertunjukan gandrung tradisi. Marginalisasi pada seni
pertunjukan terjadi karena adanya komodifikasi yang dilakukan oleh beberapa
pihak untuk kepentingan tertentu. Sebagaimana diketahui bahwa proses erat
dikaitkan dengan kapitalisme, yaitu objek-objek, kualitas-kualitas, dan tanda-
tanda diubah menjadi komoditas, seperti itulah keberadaan seni pertunjukan
gandrung tradisi sekarang. Berbagai cara dilakukan, seperti pemadatan, variasi,
dan membuat lebih atraktif. Tujuannya adalah agar pertunjukan sesuai dengan
sifat-sifat pariwisata bernilai ekonomi yang memiliki waktu terbatas. Agar seni
pertunjukan tradisi dapat dipentaskan dengan waktu terbatas lahirlah seni
pertunjukan gandrung modern binaan pemerintah daerah. Hal itu menyebabkan
seni pertunjukan tradisi semakin termarginal.
Permasalahan penelitian ini dirumuskan ke dalam pertanyaan-
pertanyaan berikut. Pertama, bagaimanakah bentuk marginalisasi seni
pertunjukan gandrung tradisi Lombok, Nusa Tenggara Barat? Kedua, Apa yang
melatarbelakangi marginalisasi seni pertunjukan gandrung tradisi Lombok,
xv
Nusa Tenggara Barat? Ketiga, apakah implikasi dan makna marginalisasi seni
pertunjukan gandrung tradisi Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Penelitian marginalisasi seni pertunjukan gandrung tradisi Lombok,
Nusa Tenggara Barat adalah sebuah penelitian kualitatif yang berada dalam
wilayah ilmu kajian budaya (cultural studies). Pengumpulan data dilakukan
dengan teknik wawancara, observasi, dan studi dokumen. Data dianalisis
dengan teknik analisis data kualitatif melalui teori subaltern (Gayatri
Chakravorty Spivak), teori praktik sosial (Pierre Bourdieu), dan teori
dekonstruksi (Jacques Derrida) yang diterapkan secara eklektik.
Menurut teori subaltern, istilah subaltern bagi kelompok sosial yang
berada di subordinat, yakni kelompok-kelompok dalam masyarakat yang
menjadi subjek hegemoni kelas-kelas berkuasa. Perhatian utamanya adalah
menggali, menginvestigasi, dan menggambarkan sumbangan yang diberikan
oleh rakyat terhadap kondisi mereka sendiri, bebas dari elite, dan membangun
kesadaran petani atau subaltern. Dalam teori praktik sosial diyakini bahwa
penekanan keterlibatan subjek (masyarakat pelaku budaya) di dalam proses
konstruksi budaya bertalian erat dengan habitus, modal, dan ranah objektif
dalam rangka mengonstruksi kebudayaan. Kebudayaan merupakan produk dari
relasi antara habitus sebagai pemahaman persepsi, modal sebagai kekuatan
pendukung dalam arena aktivitas kegiatan sebagai ranah medan sosial
pergulatan kekuasaan berdasarkan modal/kapital (budaya, ekonomi, simbolik)
yang dimiliki.
Teori dekonstruksi mencoba membongkar sudut pandangan pusat,
prinsip, dan dominasi sehingga menjadi terpinggirkan. Dekonstruksi berupaya
mengembalikan posisi yang menjadi objek ke posisi yang signifikan karena
dekonstruksi berusaha memberikan makna pada ruang-ruang yang kosong pada
sebuah teks. Tujuan yang ingin dicapai dekonstruksi tidak hanya membalik
susunan atau tatanan dari pasangan biner, tetapi menunjukkan bagaimana yang
satu tidak bisa lepas dari yang lain. Dekonstruksi menelanjangi titik-titik gelap
yang ada dalam teks, asumsi-asumsi yang tidak diakui, yang membuat suatu
teks bisa ”berbunyi”. Dalam konteks tersebut Derrida memandang bahwa
xvi
tulisan berada pada pangkal asal mula makna. Derrida mendekonstruksi
gagasan bahwa tuturan menyediakan identitas untuk tanda dan makna.
Hasil penelitian menunjukan bahwa secara tidak langsung terlepas dari
pro dan kontra pergeseran makna, tata rias, waktu pertunjukan, jumlah penari,
dan tata musiknya menunjukkan seni sebagai sebuah aktivitas penuh makna
spiritual bergeser ke kepentingan lainnya, seperti ekonomi, pencitraan, hiburan
semata, dan sudah mulai bergeser dari pakem awalnya. Sebuah perubahan yang
perlu disikapi lebih dan menjadi perhatian bersama.
Di samping perkembangan era globalisasi membuat seni pertunjukan
tradisi termarginal adanya perubahan ideologi dan pemahaman juga
berkontribusi besar bagi perkembangan sebuah aktivitas kesenian. Perubahan
itu terjadi pada seni pertunjukan gandrung tradisi Lombok khususnya di Desa
Dasan Tereng, Kecamatan Narmada, Nusa Tenggara Barat. Perkembangan
pemahaman agama dari Islam Sasak wetu telu ke Islam Sasak waktu lima telah
memberikan dampak luas bagi perkembangan kesenian gandrung di daerah
tersebut.
Sejak pemurnian ajaran Islam di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat
telah membuat aktivitas masyarakat di Pulau Lombok secara perlahan
mengalami perubahan, begitu juga aktivitas berkesenian. Aktivitas masyarakat
yang tidak sesuai dengan ajaran agama Islam waktu lima mendapat label
negatif, dianggap perlu disesuaikan dan ditinggalkan. Proses ini menyebabkan
aktivitas kebudayaan, yaitu salah satu diantaranya seni pertunjukan gandrung
mengalami marginalisasi khususnya seni pertunjukan gandrung tradisi.
Pelaksanaan aktivitas agama yang tidak sesuai dengan ajaran agama waktu lima
(salat lima waktu), hanya melakukan aktivitas wetu telu (salat tiga kali)
dipandang tidak sesuai dan sesat dalam syariat Islam. Selain itu, implikasinya
meluas pada aktivitas seni pertunjukan gandrung tradisi dipandang tidak sesuai
dengan ajaran agama Islam yang dianut oleh masyarakat umum di daerah
Lombok sekarang ini.
Fenomena perubahan ideologi dalam masyarakat Sasak berkaitan
dengan pemurnian ideologi terhadap ajaran agama dari wetu telu ke waktu lima.
xvii
Sebagai pendukung seni pertunjukan gandrung tradisi sangat berpengaruh besar
bagi keberadaan kelestarian kesenian gandrung tradisi sehingga sekarang seni
pertunjukan gandrung tradisi masyarakat Lombok Sasak mengalami
marginalisasi. Bukti marginalisasi itu dapat dilihat dalam bentuk-bentuk
marginalisasi. Berdasarkan kajian dan penelitian kajian budaya terjadinya
marginalisasi dilihat dari berbagai aspek, yaitu perubahan tema dan gerak tari.
Perubahan tema (adanya perubahan tema seni pertunjukan, yaitu dari yang
bersifat ketuhanan menjadi hiburan). Perubahan gerak (tari gandrung yang
dipengaruhi globalisasi, yaitu dari bentuk berpola menjadi tidak berpola).
Perubahan nilai ketuhanan tidak bisa dilepaskan dari pemahaman dan
pemurnian agama Islam, yaitu berubahnya masyarakat pendukung seni
perunjukan gandrung dari penganut Islam wetu telu ke Islam waktu lima.
Masyarakat Sasak penganut wetu telu memiliki pemahaman bahwa seni
gandrung tradisi bukan sekadar seni hiburan, tetapi sarat makna dan fungsi
spiritual.
Seni pertunjukan gandrung tradisi bagi masyarakat Sasak Islam wetu
telu merupakan bentuk syukur dan permohonan keselamatan kepada Yang
Mahakuasa dalam menjalani kehidupannya. Syukur karena mereka memperolah
hasil panen pertanian melimpah dan keselamatan dalam menjalani kehidupan di
dunia. Begitu juga pemilihan waktu tidak bisa dipentaskan sembarangan, tetapi
hanya bisa dipentaskan dalam waktu khusus. Dalam konteks Islam wetu telu
secara ideologi terjadi akulturasi kebudayaan, yaitu Islam, kebudayaan Sasak,
dan Hindu sebagai agama yang dianut sebelumnya. Perubahan terjadi ketika
Islam waktu lima pada zaman orde baru, yang lebih dikenal dengan “pemurnian
Islam” mengirim para ulama dari Jawa untuk melakukan pemurnian agama
Islam yang ada di Lombok dari wetu telu ke waktu lima.
Hal ini dilakukan agar tidak ada kesalahpahaman dalam menganut
agama Islam. Sejak datangnya ulama ke Pulau Lombok pada masa orde baru,
Islam wetu telu berangsur-angsur mulai memudar. Selain itu banyak Islam wetu
telu pindah menganut Islam waktu lima sehingga langsung ataupun tidak
langsung seni pertunjukan gandrung tradisi yang dulu eksis menjadi termarginal
xviii
oleh masyarakat pendukungnya. Perubahan gerakan, terutama pada gerakan-
gerakan maknawi tangan dan wajah. Pada zaman dahulu semasa tari gandrung
tradisi masih exsis di lingkungan pendukung tari gandrung tradisi ditarikan
dengan menggunakan pola gerakan tari yang beraturan di depan umum.
Gerakan tari gandrung tradisi menggunakan struktur baku. Gerakan itu
tidak boleh diubah dari dahulu, sebagaimana pesan penari gandrung laki-laki
pertama. Akan tetapi, setelah berkurangnya eksistensi tari gandrung tradisi di
lingkungan masyarakat pendukungnya, pola gerakan mulai berubah satu per
satu kadang ada yang tertinggal. Bahkan, sekarang ada tidak berpola dengan
struktur baku yang telah ditentukan. Ini bisa terjadi karena pemahaman pengajar
tari gandrung sekarang berbeda dengan dahulu. Adanya perubahan penari
(dalam hal ini adanya penambahan jumlah penari gandrung dan kualitas penari
gandrung yang mulai menurun). Dilihat dari aspek tata rias dan busananya,
tampak terjadi perubahan musik iringan dahulu dan sekarang, perubahan tata
panggung, dan penonton gandrung di masyarakat. Keseluruhan bentuk
marginalisasi tersebut saling memengaruhi dan menjadikan gandrung tradisi
semakin terpinggirkan di wilayahnya sendiri. Seolah-olah tidak sesuai dengan
masyarakat Sasak, padahal seni pertunjukan gandrung tradisi merupakan salah
satu kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat di daerah Lombok, Nusa
Tenggara Barat.
Marginalisasi seni pertunjukan gandrung tradisi Lombok dapat dilihat
dari sisi terbatasnya peran pemerintah, penguatan fundamentalisme keagamaan,
pembatasan setting kebudayaan di era globalisasi, dan ketidakberdayaan
komunitas pendukung. Terbatasnya peran pemerintah Nusa Tenggara Barat
dalam mengembangkan kesenian gandrung tradisi, terlihat dari sedikitnya
pembinaan seni pertunjukan tradisi yang dilakukan pemerintah daerah
khususnya kepada seni pertunjukan gandrung tradisi. Dalam kehidupan sehari-
hari tokoh penari gandrung tradisi tidak mendapatkan perhatian dari
pemerintah, sehingga pewarisan seni pertunjukan gandrung tradisi kepada
generasi sekarang sangat minim. Permasalahan tersebut semakin kompleks
xix
dengan adanya gerakan penguatan fundamentalisme agama Islam, yaitu
pemurnian Islam wetu telu ke Islam waktu lima.
Penguatan fundamentalisme agama Islam menyebabkan jumlah
masyarakat pendukung kesenian gandrung tradisi berkurang. Ini berdampak
pada setting seni gandrung tradisi semakin sempit pada komunitas Islam wetu
telu yang terbatas adanya. Penguatan fundamentalisme agama Islam seiring
dengan perubahan ideologi agama berdampak pada kepercayaan diri penari dan
pendukung seni pertunjukan gandrung tradisi. Tari gandrung tradisi mulai
termarginal karena mendapat label yang tidak baik dalam masyarakat sehingga
mereka kehilangan kepercayaan diri untuk melanjutkan kesenian ini. Dipihak
lain pemurnian agama juga berpengaruh terhadap pola norma yang dianut oleh
masyarakat di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Nilai sopan dan santun dalam
berpakaian, gerak-gerak tubuh penari juga menjadi terbatas sehingga membuat
etika berkesenian di masyarakat pendukung gandrung mulai terbelenggu.
Artinya, dibatasi oleh norma agama dan etika agama yang dianut. Fenomena itu
mempercepat dan memperkuat marginalisasi seni pertunjukan gandrung tradisi
Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Berbagai bentuk marginalisasi dan proses marginalisasi seni pertunjukan
gandrung tradisi Lombok, Nusa Tenggara Barat telah memberikan dampak
yang luas bagi seni pertunjukan gandrung tradisi dan masyarakat pendukung di
Lombok secara keseluruhan. Hasil penelitian tentang implikasi marginalisasi
seni pertunjukan gandrung tradisi Lombok menunjukkan, antara lain dengan
adanya pergeseran niai seni pertunjukan gandrung tradisi. Artinya dewasa ini
keberadaan atau eksistensi seni pertunjukan gandrung tidak seperti dahulu. Seni
pertunjukan gandrung tradisi mulai jarang dipentaskan dalam lingkungan
masyarakat, minat generasi muda untuk belajar seni pertunjukan gandrung
tradisi sangat kurang, dan peminat seni pertunjukan gandrung tradisi yang
masih bertahan hanyalah kelompok seni pertunjukan gandrung modern binaan
pemerintah. Dengan demikian seni pertunjukan gandrung sebagai bagian
kesenian budaya Sasak semakin hilang, disamping itu, ada kepentingan
xx
kekuasaan terhadap seni pertunjukan gandrung tradisi. Tari gandrung menjadi
budaya subaltern di tengah-tengah kebudayaan modern yang semakin semarak.
Makna marginalisasi seni pertunjukan gandrung tradisi Lombok, antara
lain makna transformasi kreativitas seni pertunjukan gandrung. Seni
pertunjukan gandrung dalam eksistensinya saat ini mengalami kendala.
Masyarakat tidak dapat mengekspresikan nilai-nilai kreativitas estetis dalam
lingkungannya. Peran seni pertunjukan gandrung tradisi dalam aktivitasnya
berkaitan dengan kesakralan di masyarakat pendukungnya tidak dilakukan lagi.
Selain itu, terjadinya penurunan nilai estetis seni pertunjukan gandrung tradisi
dan beberapa seka (sekehe) melakukan tranformasi terhadap seni pertunjukan
gandrung tradisi dengan kreativitas meraka. Walaupun terjadi tranformasi nilai
seni pertunjukan gandrung tradisi tetap berkurang. Hal ini ditentang oleh
sebagian pendukung seni pertunjukan gandrung tradisi. Persepsi masyarakat
pendukung seni pertunjukan gandrung tradisi secara bertahap mulai berubah,
yaitu mengarah kepada sikap keterbukaan, mulai menempatkan seni
pertunjukan gandrung tradisi dalam peran dan fungsi sosial yang lebih layak
bagi golongan tertentu. Meskipun tidak luput dari benturan dengan nilai-nilai,
kondisi ini menyebabkan terjadinya perubahan tatanan nilai dalam berkesenian,
sudut pandang etika, dan estetika.
Makna solidaritas pendukung seni pertunjukan gandrung tradisi. Adanya
seni pertunjukan secara tidak langsung menyebabkan hubungan solidaritas
antarmasyarakat sekitar dapat berjalan dengan baik. Seni pertunjukan gandrung
tradisi merupakan salah satu alat untuk meningkatkan solidaritas antar
masyarakat. Dikatakan demikian sebab pada seni pertunjukan gandrung tradisi
peristiwa-peristiwa sakral terjadi dan berfungsi sebagai salah satu saluran
komunikasi secara tradisional. Hal itu sebagaimana dunia diciptakan untuk
manusia begitu indah dan penuh pesona dengan seni yang ada. Manusia
diciptakan tanpa adanya perbedaan berdasarkan etnis, ras, warna kulit, dan
sebagainya. Tanpa menyimpan rasa perbedaan tersebut para pendukung seni
pertunjukan gandrung tradisi menjalin rasa solidaritas yang tinggi. Para
xxi
pendukung seni pertunjukan gandrung tradisi sama-sama merasakan
terbelenggunya kreativitas estetika yang dimiliki.
Makna pergulatan kekuasaan menyebabkan terjadinya penguatan
identitas. Berkurangnya masyarakat pendukung seni pertunjukan gandrung
tradisi tentu menyebabkan semakin berkurangnya solidaritas antar-pendukung
seni pertunjukan gandrung tradisi, bahkan hilangnya identitas Sasak sebagai
masyarakat yang memiliki budaya seni pertunjukan gandrung tradisi. Dalam
perkembangan selanjutnya seni pertunjukan gandrung tradisi bisa saja tidak
dikenal sebagai identitas Sasak lagi. Jika hal ini terjadi dalam perkembangan
sekarang, maka Lombok Nusa Tenggara Barat telah mentransformasi
kreativitas seni pertunjukan gandrung tradisi sebagai bagian aset kesenian
budaya Sasak yang bisa dijual dalam kegiatan pariwisata. Ini merupakan
kerugian besar dalam pengembangan kesenian tradisi Sasak bagi sebagian
masyarakat Lombok sebagai tujuan wisata alam dan budaya. Di sisi lain untuk
memenuhi kepentingan terjadinya penguatan identitas perlu terus dipertahankan
dan dikembangkan agar aset seni pertunjukan gandrung tidak sampai hilang. Di
sinilah terjadi dilema yang sangat sulit disikapi, yaitu antara kepentingan
kekuasaan dan kepentingan kelompok marginal.
Implikasi dan makna marginalisasi seni pertunjukan gandrung tradisi
menjadi permasalahan bagi masyarakat pendukung seni pertunjukan gandrung
tradisi, seperti penari, penabuh, dan pemilik sekaa. Penari dan penabuh
menggantungkan hidupnya pada aktivitas seni pertunjukan gandrung tradisi
yang semakin terhimpit oleh situasi zaman. Hal ini merupakan sebuah dilema
bagi masyarakat pendukung seni pertunjukan gandrung tradisi. Dengan
demikian, akibat terjadinya transformasi kreativitas seni pertunjukan gandrung
secara bertahap akan berakhir dengan kepentingan kekuasaan yang
menyebabkan terjadinya perguatan identitas.
Marginalisasi seni pertunjukan gandrung tradisi Lombok dapat
disimpulkan bahwa bentuk marginalisasi seni pertunjukan gandrung tradisi
Lombok, Nusa Tenggara Barat terdiri atas memudarnya spirit tradisi melalui
representasi tema dan gerak, adanya keterpinggiran aspek penari, busana dan
xxii
tata rias, Keterpinggiran aspek musik iringan, tata panggung, dan penonton.
Penyebab marginalisasi terdiri atas terbatasnya peran pemerintah, penguatan
fundamentalisme keagamaan, terbatasnya setting kebudayaan di era globalisasi,
dan ketidakberdayaan komunitas pendukung. Dipihak lain yaitu implikasi
marginalisasi bergesernya nilai seni pertunjukan gandrung tradisi, terdesaknya
komunitas seni pertunjukan gandrung tradisi sebagai bagian aset budaya Sasak.
Makna marginalisasi terdiri atas makna tranformasi kreativitas seni pertunjukan
gandrung tradisi, makna solidaritas pendukung seni pertunjukan gandrung
tradisi, dan makna kepentingan kekuasaan.
Penelitian marginalisasi seni pertunjukan gandrung tradisi Lombok
menghasilkan sejumlah temuan baru sebagai berikut. Pertama, keberadaan
Islam waktu lima di Lombok cenderung lebih fundamentalis, seni pertunjukan
gandrung tradisi tidak dianggap Islami. Seni pertunjukan gandrung yang
didukung oleh kebudayaan Sasak khususnya Islam wetu telu dianggap
bertentangan dengan konsep Islam setempat masa kini yang memiliki aturan
Islam waktu lima. Kedua, meskipun seni pertunjukan gandrung tradisi Lombok
bertransformasi ke dalam bentuk baru yang disebut gandrung modern, produk
terbaru ini tetap dikategorikan memiliki identitas Sasak. Tindakan ini
membuktikan kuatnya politik identitas dalam seni pertunjukan gandrung.
Ketiga, dalam konteks kehidupan Lombok masa kini, yaitu kekuasaan Islam
semakin besar, seni pertunjukan gandrung tradisi dianggap semakin negatif
dibandingkan dengan masa lalu.
Terkait dengan hasil dan temuan penelitian disarankan beberapa hal,
Pertama, lembaga pemerintah agar memotivasi dan memfasilitasi kreativitas
para seniman tari gandrung tradisi secara morel maupun materiel. Kedua,
lembaga pendidikan seni agar selalu berupaya menjaga kesenian tradisional
terhadap pakem yang telah ada dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas
kegiatan penyuluhan, pelatihan atau workshop, penataran/seminar seni untuk
merangsang kegairahan seniman alam dalam mengapresiasi keberadaan dan
perkembangan komunitas seni pertunjukan gandrung. Ketiga, budayawan,
seniman, dan intelektual seni merupakan titik sentral pertumbuhan dan
xxiii
perkembangan kesenian tradisi yang ada di masyarakat. Oleh karena itu,
diharapkan agar senantiasa membina, mempertahankan kesenian tradisi,
mengembangkan, dan memotivasi masyarakat, terutama generasi muda
mengenai betapa pentingnya sebuah seni tradisi yang dimiliki daerah.
xxiv
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL .............................................................................................. i
PRASYARAT GELAR............................................................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN ..................................................................... iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ......................................................... iv
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT........................................................ v
UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................... vi
ABSTRAK .............................................................................................. xi
ABSTRACT............................................................................................... xii
RINGKASAN.......................................................................................... xiii
DAFTAR ISI............................................................................................ xxiii
DAFTAR TABEL.................................................................................... xxviii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xxix
GLOSARIUM.......................................................................................... xxxi
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 12
1.3 Tujuan Penelitian................................................................................ 13
1.3.1 Tujuan Umum............................................................................. 13
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................ 13
1.4 Manfaat Penelitian.............................................................................. 13
xxv
1.4.1 Manfaat Teoretis ......................................................................... 14
1.4.2 Manfaat Praktis ........................................................................... 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL
PENELITIAN ............................................................................. 15
2.1 Kajian Pustaka.................................................................................... 15
2.2 Konsep ............................................................................................... 21
2.2.1 Marginalisasi ................................................................................... 21
2.2.2 Seni Pertunjukan.............................................................................. 23
2.2.3 Gandrung Tradisi Lombok............................................................... 26
2.3 Landasan Teori................................................................................... 29
2.3.1 Teori Subaltern ........................................................................... 29
2.3.2 Teori Praktik Sosial..................................................................... 31
2.3.3 Teori Dekonstruksi...................................................................... 33
2.4 Model Penelitian ................................................................................ 36
BAB III METODE PENELITIAN............................................................ 39
3.1 Rancangan Penelitian ......................................................................... 39
3.2 Lokasi Penelitian ................................................................................ 40
3.3 Jenis dan Sumber Data ....................................................................... 41
3.3.1 Jenis Data ................................................................................. 41
3.3.2 Sumber Data ............................................................................. 41
3.4 Penentuan Informan............................................................................ 42
3.5 Instrumen Penelitian........................................................................... 43
3.6 Teknik Pengumpulan Data.................................................................. 44
xxvi
3.6.1 Observasi.................................................................................. 44
3.6.2 Wawancara ............................................................................... 45
3.6.3 Dokumentasi............................................................................. 46
3.7 Teknik Analisis Data .......................................................................... 47
3.8 Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ................................................. 48
BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN .................... 49
4.1 Gambaran Umum Lombok ................................................................. 49
4.2 Gambaran Umum Lombok Barat ........................................................ 52
4.2.1 Sejarah Lombok Barat .............................................................. 52
4.2.2 Orbitrasi dan Geografi Lombok Barat ....................................... 61
4.2.3 Demografi Lombok Barat ................................................................ 64
4.2.3.1 Mata Pencaharian Penduduk Lombok Barat .......................... 64
4.2.3.2 Kehidupan Beragama Penduduk Lombok Barat ..................... 65
4.3 Sosial Budaya Lombok Barat ............................................................ 70
4.3.1 Sejarah Suku Sasak ..................................................................... 73
4.3.2 Adat Istiadat dan Tradisi ............................................................. 76
4.3.3 Pelapisan Sosial .......................................................................... 78
4.3.4 Sistem Kekerabatan..................................................................... 80
4.3.5 Bahasa Masyarakat Lombok Barat .............................................. 85
4.3.6 Kehidupan Kesenian Masyarakat Lombok Barat ......................... 86
4.4 Eksistensi Gandrung di Lombok ......................................................... 95
4.4.1 Sejarah Gandrung Tradisi Lombok............................................. 96
4.4.2 Wacana Gandrung dari Banyuwangi ke Bali hingga ke Lombok . 98
xxvii
4.4.3 Perkembangan Gandrung Lombok pada Masa Kini .................... 102
4.4.3.1 Gandrung dalam Konteks Tradisi......................................... 108
4.4.3.2 Gandrung dalam Konteks Modern ....................................... 109
BAB V BENTUK MARGINALISASI SENI PERTUNJUKAN
GANDRUNG TRADISI LOMBOK, NUSA TENGGARA
BARAT ........................................................................................ 112
5.1 Memudarnya Sprit Tradisi melalui Representasi Tema dan Gerak Tari 112
5.1.1 Tema........................................................................................... 113
5.1.2 Gerak Tari................................................................................... 119
5.2 Keterpinggiran Aspek Penari, Perubahan Busana dan Tata Rias ......... 131
5.2.1 Penari......................................................................................... 131
5.2.2 Busana dan Tata Rias ................................................................ 143
5.3 Keterpinggiran Aspek Musik Iringan, Tata Panggung dan Penonton. 151
5.3.1 Musik Iringan.............................................................................. 151
5.3.2 Tata Panggung dan Penonton ...................................................... 154
BAB VI FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG
MARGINALISASI SENI PERTUNJUKAN GANDRUNG
TRADISI LOMBOK, NUSA TENGGARA BARAT................. 160
6.1 Terbatasnya Peran Pemerintah............................................................ 160
6.2 Penguatan Fundamentalisme Keagamaan ........................................... 180
6.3 Setting Kebudayaan di Era Globalisasi ............................................... 195
6.4 Ketidakberdayaan Komunitas Pendukung........................................... 201
xxviii
BAB VII IMPLIKASI DAN MAKNA MARGINALISASI SENI
PERTUNJUKAN GANDRUNG TRADISI LOMBOK, NUSA
TENGGARA BARAT.................................................................. 212
7.1 Implikasi Marginalisasi Seni Pertunjukan Gandrung Tradisi ............... 212
7.1.1 Bergesernya Nilai Seni Pertunjukan Gandrung Tradisi..................... 212
7.1.2 Terpinggirkannya Seni Gandrung Tradisi dari Kesenian
Budaya Sasak…………………….………………………………... . 221
7.2 Makna Marginalisasi Seni Pertunjukan Gandrung Tradisi Lombok..... 229
7.2.1 Makna Transformasi Kreativitas Seni Pertunjukan Gandrung Tradisi 229
7.2.2 Makna Solidaritas Pendukung Seni Pertunjukan Gandrung Tradisi 234
7.2.3 Makna Pergulatan Kekuasaan……….…………………………..... .. 240
BAB VIII PENUTUP.............................................................................. 246
8.1 Simpulan ............................................................................................ 246
8.2 Temuan ............................................................................................. 252
8.3 Saran .............................................................................................. 253
DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 255
LAMPIRAN-LAMPIRAN………………………………………………. . 263
xxix
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Bupati Lombok Barat sejak Tahun 1959 sampai sekarang........ 59
Tabel 4.2 Pejabat Ketua DPRD Kabupaten Lombok Barat ...................... 60
Tabel 4.3 Banyaknya Mesjid, Musala, Gereja, Pura, dan Wihara
diperinci per Kecamatan Tahun 2012 ...................................... 67
Tabel 4.4 Pemeluk Agama Menurut Kecamatan Tahun 2012................... 67
xxx
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Model Penelitian .................................................................. 36
Gambar 4.1 Peta Lombok Barat............................................................... 62
Gambar 4.2 Skema Sekuren Sasak........................................................... 83
Gambar 4.3 Kesenian Bela Diri Presean .................................................. 87
Gambar 4.4 Tari Gandrung Sakral di Desa Sidatapa ................................ 104
Gambar 5.1 Gerak Dasar Tari Sasak........................................................ 123
Gambar 5.2 Wawancara dengan H. Jalaludin Arzaki dan Abdul Hamid
Hamzah ................................................................................ 127
Gambar 5.3 Amdul Hamid Hamzah Memperlihatkan Salah Satu
Gerakan Tari Gandrung......................................................... 128
Gambar 5.4 Wawancara dengan Amaq Raya Penari Laki-laki
Gandrung .............................................................................. 131
Gambar 5.5 Ibu Sri Penari Gandrung Wanita Murid Ibu Siti.................... 137
Gambar 5.6 Rias Gandrung Dulu............................................................. 144
Gambar 5.7 Rias Gandrung Sekarang ...................................................... 144
Gambar 5.8 Peralatan Kosmetik Modern ................................................. 145
Gambar 5.9 Pakaian Gandrung Laki-laki ................................................. 147
Gambar 5.10 Pakaian Gandrung Wanita .................................................. 147
Gambar 5.11 Busana Gandrung Dulu ...................................................... 148
Gambar 5.12 Busana Gandrung Sekarang ketika Pentas di Taman
Budaya Mataram ............................................................... 148
xxxi
Gambar 5.13 Busana Tari Gandrung Tradisi Milik Ibu Sri Penari
Gandrung Tradisi............................................................... 150
Gambar 5.14 Penataan Bentuk Huruf L ................................................... 156
Gambar 5.15 Penataan Bentuk Huruf H................................................... 156
Gambar 5.16 Tata Panggung dan Penonton ............................................. 157
Gambar 6.1 Kantor Pemerintahan Provinsi Nusa Tenggara Barat ............ 162
Gambar 6.2 Kantor Pemeritahan Kabupaten Lombok Barat..................... 162
Gambar 6.3 Tempat Berkumpulnya Komunitas Wetu Telu ...................... 181
Gambar 6.4 Pak Parhan Waktu Diwawancarai......................................... 185
Gambar 6.5 Gubernur NTB Meresmikan Islam Center di Kota
Mataram................................................................................ 191
Gambar 6.6 Islam Center NTB di Kota Mataram..................................... 192
Gambar 6.7 Lokasi Pertanian................................................................... 197
Gambar 6.8 Lahan Pertanian yang Sudah Dibangun ................................ 197
Gambar 6.9 Foto Komunitas Pendukung Gandrung ................................. 202
xxxii
GLOSARIUM
acara ngawe : acara pernikahan
ambun mbe balang sangit : seperti bau walang sangit
ampok-ampok belakang : hiasan pinggul bagian belakang
angin nare : angin datang
apok-ampok depan : hiasan pinggul bagian depan
atal : bedak yang terbuat dari sejenis batu-batuanberwarna kuning.
bapang : hiasan yang melingkar di sekitar leher, yangmenutupi pundak, dada bagian atas, danpunggung bagian atas.
beterus : diajak tidur
cungklik : alat musik gamelan terbuat dari kayu nangka,kayu kelapa/seh seh, bambu, dll.
dedara : anak gadis
elaq-elaq : lidah-lidah yang tergantung pada bapang sampaike perut, terbuat dari kain.
false consciousness : kesadaran palsu
false image : citra palsu
gandrum : gandrung
gelung/gegelung : hiasan/penutup kepala yang seluruh permukaanluar bagian belakang dihiasi dengan bungakamboja, yang diikatkan/disangkutkan padapermukaan gelung.
gempolan : hiasan di atas telinga, gempolan dibuat darirangkaian bunga kamboja yang dirincik.
xxxiii
gerak bedeser : gerakan menggeser dengan gerakan kaki kesamping, menghadap atau membelakangipenonton, di belakang atau di samping kiri dankanan.
gerak nyusur : mau mencium penari.
gerakan nganten : penari mengajak berdiri pengibing denganmengangkat tangannya sambil berdiri.
gonjer/gegonjer : sejenis selendang warna-warni sebagai hiasanpinggang.
igel bapangan : tari bapangan (dikenal di Lombok Barat).
igel Nowes : tari nowes (bapangan versi Lombok Timur).
igel tindak barung : tari tindak barong (bapangan ala versi LombokTengah).
Islam Waktu Lima : Islam waktu lima
islam wetu telu : Islam waktu tiga
kain batik nine : sarung batik Jawa umumnya batik Pekalongan,motif bunga-bunga dengan warna dasar gelaphitam, cokelat, dll.
kelian/sesatang : dukun/orang sakti
kerante kodeq : mantra
nangkap : menyewa
nepek : berdiri tegak lalu menyentuhkan kipas penari ketubuh sasaran pengibing. Bahkan, sekarangsasaran pengibing disentuh dengan melemparkankipas penari jika pengibing lambat bergerak, danpenari akan menarik tangan pengibing masukkalangan (arena).
nganjek : memainkan punggung ke muka ke belakang.
ngeliep : (dalam tari Bali nyeledet) memainkan bola mata.
ngelok (ngegol) : menggoyang pinggul
xxxiv
ngengguq : menggerak-gerakkan kepala ke depan sambilmemutar leher dengan pandangan atau mukamenunduk melihat ke tanah.
ngibing : menari dengan penari setelah ditepek.
ngintek : menggerakkan kepala ke kiri dan ke kanan.
nyeluk atas : gerakan tonjok atau tusuk/seluk atas sekitar dadayang tujuannya menusuk susu.
nyeluk bawah : tusuk/tonjok bagian vital penari dengan sasarankemaluan wanita.
nyiuh gero : kelapa tua
nakem : ketentuan baku
papuk balok : ibu nenek
profan : komersial atau sudah modern.
nenabuh : pemain alat musik
niranda magis : untuk penolak sihir
niranti/ andang-andang : kelengkapan upacara
raos-raos doang : janji-janji saja
rias janggeran : hiasan kepala yang dibuat dari rincikan bungakamboja.
sakral : suci
sekeha : kelompok kesenian
sembeq tapak dara : peranti berupa bunga rampai dengan coretankapur untuk campuran makan sirih.
senggeger : guna-guna
seret : tali kecil yang terbuat dari kain yang dililitkan distagen putih.
xxxv
stagen : sabuk panjang yang terbuat dari kain warnahitam atau putih polos.
subaltren : kelompok terpinggirkan
tanduk katik sumpang : tangkai riasan di atas telinga kiri dan kanan yangtajam sebagai senjata melawan pengibing yangmenyerang dan bikin kacau tarian.
tari cokleq : pencak silat ala penari gandrung untukmenangkis pengibing.
tari duduk nganten : mengajak berdiri
tari duduk ngiber : berdiri dengan gerakan ngancang, desain lantairendah.
tari nyengkeng : duduk dengan mengangkat satu lutut dankangkang.
teluk nare : angin laut
tiang lanang : saya laki-laki
tiang mas : saya perempuan
tindak barong : mengangkat telapak kaki ke depan denganmenggerak gerakkan dan memutar, sambilbersandaran dengan mengipas mulut untukmenggetarkan suara.
tiyang lanang beli bagus : saya laki-laki kakak
tdeng batik : memakai ikat kepala batik