36
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan penyebab Gagal Ginjal Kronik di Indonesia menurut DR. Suharjono sangat khas di negara berkembang, yakni radang ginjal, infeksi ginjal ( yakni batu ginjal ), Diabetes Mellitus, dan Hipertensi. Kasus di Indonesia yang terbilang tinggi membuat peradangan menjadi penyebab gagal ginjal terbanyak di Indonesia sekitar 20 %. DR. Suharjono mengungkapkan fakta bahwa pada tahun 2006 di Indonesia terdapat 15 juta orang yang menderita penyakit gagal ginjal kronik. Penyakit ginjal layaknya fenomena gunung es, jumlah yang tidak terdeteksi lebih besar dibanding pasien yang telah divonis gagal ginjal hanya sekitar 0,1% kasus yang terdeteksi, semantara kasus yang tidak terdeteksi diperkirakan mencapai 11-16%. Penderita gagal ginjal berada pada kisaran usia 50 tahun yang masih termasuk usia produksi. Gagal ginjal kronik merupakan suatu kelainan pada ginjal dimana ketika dilakukan pemeriksaan diketahui terdapat darah dan kadar protein yang tinggi didalam urine diperoleh 1

materi CKD

  • Upload
    anaskhd

  • View
    155

  • Download
    11

Embed Size (px)

DESCRIPTION

asuhan keperawatan CKD

Citation preview

Page 1: materi CKD

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan penyebab Gagal Ginjal Kronik di Indonesia menurut DR.

Suharjono sangat khas di negara berkembang, yakni radang ginjal, infeksi ginjal

( yakni batu ginjal ), Diabetes Mellitus, dan Hipertensi. Kasus di Indonesia yang

terbilang tinggi membuat peradangan menjadi penyebab gagal ginjal terbanyak di

Indonesia sekitar 20 %. DR. Suharjono mengungkapkan fakta bahwa pada tahun

2006 di Indonesia terdapat 15 juta orang yang menderita penyakit gagal ginjal

kronik. Penyakit ginjal layaknya fenomena gunung es, jumlah yang tidak

terdeteksi lebih besar dibanding pasien yang telah divonis gagal ginjal hanya

sekitar 0,1% kasus yang terdeteksi, semantara kasus yang tidak terdeteksi

diperkirakan mencapai 11-16%. Penderita gagal ginjal berada pada kisaran usia

50 tahun yang masih termasuk usia produksi. Gagal ginjal kronik merupakan

suatu kelainan pada ginjal dimana ketika dilakukan pemeriksaan diketahui

terdapat darah dan kadar protein yang tinggi didalam urine diperoleh hasil sekitar

2,8% diketahui ada protein dalam urine dan 22-25 % diketahui menderita

hipertensi (medicastore, 2008)

Penyakit Gagal Ginjal kronik merupakan penyakit yang sangat berbahaya

karena penyakit ini dapat berlangsung lama dan mematikan. Disamping itu pula

penyakit gagal ginjal kronik sangat membutuhkan biaya yang cukup banyak tetapi

penyakit gagal ginjal kronik sangat sukar untuk disembuhkan.

Mengingat begitu kompleksnya akibat yang ditimbulkan pada klien dengan

gagal ginjal kronik dan banyaknya komplikasi yang terjadi. Hal inilah yang

melatar belakangi penulis mengambil kasus presentasi dengan judul Asuhan

1

Page 2: materi CKD

Keperawatan pada Tn. N Chronic Kidney Disease diruang Teratai lt 6 Utara

RSUP Fatmawati Jakarta.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Asuhan Keperawatan pada Tn. N Chronic Kidney Disease diruang

Teratai lt 6 Utara RSUP Fatmawati Jakarta.

2. Tujuan Khusus

Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, diharapkan penulis mampu:

Memahami masalah-masalah keperawatan yang timbul pada pasien

dengan Chronic Kidney Disease.

Memahami alternatif pemecahan masalah keperawatan yang timbul

pada klien dengan Chronic Kidney Disease.

Mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat yang ditemukan

dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan Chronic

Kidney Disease.

C. Metode Penulisan dan Tehnik pengumpulan data

Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini

dengan keadaan sebenarnya, sehingga dapat mencitrai (melihat, mendengar,

mencium, dan merasakan) apa yang dicitrakan penulis kepada klien (Yamilah,

1994). Dalam hal ini klien dengan gagal ginjal kronik di rumah sakit fatmawati

dengan proses pengkajian data, perumusan diagnosa, intervensi keperawatan,

implementasi dan evaluasi.

Adapun tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Observasi partisipasi

Yaitu tehnik pengumpulan data dengan melakukan anamnesa keadaan klien

untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan dan keperawatan klien

2

Page 3: materi CKD

dengan menggunakan penglihatan dan alat indra melalui pembahuan,

sentuhan dan pendengaran ( Effendy, 1995 )

2. Wawancara

Yaitu tehnik pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab tentang

masalah – masalah yang dihadapi klien.

Penulis melakukan wawancara langsung dengan klien, keluarga, dan tenaga

kesehatan lain yang berhubungan dengan gagal ginjal kronik.

3. Studi Dokumenter

Yaitu tehnik pengumpulan data yang diperoleh dengan mempelajari buku

laporan, cacatan medik, dan hasil pemeriksaan yang ada ( Jhuhari, 2000 )

4. Pemeriksaan Fisik

Yaitu tehnik pengumpulan data obyektif yang digunakan pengamat mengenai

penyakit klien secara kritis dengan melakukan inspeksi, palpasi, perkusi, dan

auskultasi ( Talbot, 1997 )

D. Sistematika Penulisan

Sistematika penyusunan yang digunakan dalam penulisan laporan ini

terdiri atas 5 (lima) BAB yaitu:

BAB I Pendahuluan, yang berisi latar belakang, tujuan penulisan, Metode

penulisan dan tehnik pengumpulan data dan sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka, yang menjelaskan tentang konsep dasar penyakit

yang meliputi pengertian, anatomi dan fisiologi, etiologi, patofisiologi,

manifestasi klinis, penatalaksanaan, komplikasi, pengkajian fokus, pathways

keperawatan, fokus intervensi dan rasional.

BAB III Tinjauan Kasus, yang menjelaskan tentang pengelolaan kasus yang

telah dilakukan oleh penulis di Rumah Sakit pusat fatmawati selama tiga hari

yang meliputi tahapan pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,

implementasi dan evaluasi.

3

Page 4: materi CKD

BAB IV Pembahasan, menjawab tujuan penulisan atau bagaimana tujuan

tercapai, termasuk kesenjangan-kesenjangan yang ditemukan selama melakukan

asuhan keperawatan sejak pengkajian sampai dengan evaluasi. Pembahasan juga

difokuskan pada kendala-kendala selama pengelolaan kasus dan upaya-upaya

yang dilakukan untuk menyelesaikan kendala atau faktor penghambat, dengan

mempertimbangkan faktor-faktor pendukung yang ada. Disamping hal tersebut,

pembahasan juga diarahkan pada implikasi-implikasi yang dapat digunakan

berkaitan dengan hasil pengelolaan kasus.

BAB V Kesimpulan dan Saran, memaparkan rangkuman dari implementasi

keperawatan pada pengelolaan kasus serta saran atau rekomendasi yang

operasional berdasarkan bab pembahasan.

DAFTAR PUSTAKA

4

Page 5: materi CKD

BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian

Gagal Ginjal Kronik adalah suatu sindrom klinis yang di sebabkan

penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup

lanjut. ( Suharjono, 2001 )

Menurut Doenges (1999: 626), Chronic Kidney Disease biasanya

akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap, yang terjadi bila

ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan internal yang konsisten

(Barbara C Long, 1996: 368). Penyakit ini termasuk penyakit renal tahap akhir

(End Stadium Renal Disease) yang merupakan gangguan fungsi renal yang

progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan

metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit (Smeltzer, 2001: 1448).

B. Anatomi fisiologi

Tiap ginjal manusia terdiri dari kurang lebih 1 juta nefron, semua

berfungsi sama. Tiap nefron terbentuk dari 2 komponen utama : (1) glomerolus

dan kapsula Bowman's, tempat air dan larutan difiltrasi dari darah, dan (2) tubulus,

yang mereabsorbsi material penting dari filtrat dan memungkinkan bahan-bahan

sampah dan material yang tidak dibutuhkan untuk tetap dalam filtrate dan

mengalir ke pelvis renalis sebagai urine (Hudak dan Gallo, 1994, hal.4)

Menurut Long (1998, hal. 270), ginjal merupakan organ berbentuk

seperti dua kacang yang terletak dibelakang peritoneum parietal dapat sudut

konstovertebral. Nefron merupakan unit fungsional dan ginjal dan tiap ginjal

terdiri dari kira-kira satu juta unit nefron. Struktur dari nefron berperan dalam

proses pembentukan terdiri dari glomerulus yang berada didalam kapsul Bowman,

tubulus yang berbelok-belok pada bagian proksimal, gelung Henle, dan yang

berbelok-belok pada bagian distal dan tubulus-tubulus tempat penampung. Kapsul

5

Page 6: materi CKD

Bowman dan tubulus Henle dan tubulus penampung berada pada bagian medula.

Urine dari tubulus penampung yang banyak itu mengalir pelvis renalis.

Menurut Brunner dan Suddarth (1996, hal. 1364), ginjal merupakan

organ yang berpasangan dan setiap ginjal memiliki berat kurang lebih 125 g,

terletak pada posisi di sebelah lateral vertebra torakalis bawah, beberapa

centimeter di sebelah kanan dan kiri garis tengah. Organ ini terbungkus oleh

jaringan ikat tipis yang dikenal dengan sebagai Kapsula renalis. Di sebelah

anterior, ginjal dipisahkan dan kavuni abdomen dan isinya oleh lapisan

peritoneum. Di sebelah posterior, organ tersebut dilindungi oleh dinding torakalis

bawah. Darah dialirkan ke dalam ginjal melalui arteri renalis dan keluar dari dalam

ginjal melalui vena renalis. Arteri renalis berasal dari aorta abdominalis dan Vena

renalis membawa darah kembali ke dalam Vena kava inferior.

Ginjal merupakan suatu kelenjar yang terletak di bagian belakang dari

kavum abdomalis di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra lumbalis III,

melekat langsung pada diding belakang abdomen. Bentuknya seperti biji kacang,

jumlahnya ada 2 buah kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan

pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari ginjal wanita (Syaifuddin, 1992,

hal. 107).

Ginjal terletak di luar rongga peritoneum di bagian posterior, sebelah

atas dinding abdomen, masing-masing satu di setiap sisi. Setiap ginjal terdiri dari

sekitar satu juta unit fungsional yang disebut nefron. Setiap nefron berawal sebagai

suatu berkas kapiler, yang disebut glomerulus, yang berubah menjadi tubulus

panjang yang melengkung dan berkelok-kelok (Corwin, 1996, hal. 442).

Menurut Hartono (1991, hal. 2), ginjal terdiri atas unit-unit fungsional

yang dinamakan nefron dan pada setiap ginjal terdapat 1 hingga 1,5 juta nefron.

Nefron merupakan tubulus (pipa) yang panjangnya kurang lebih 6 cm dan tersusun

dari bagian komponen yang dirancang menurut ciri anatomi serta fungsional yang

khas. Kelima komponen nefron tersebut adalah simpai Bowman, tubulus kontortus

proksimal, ansa Henle, tubulus kontortus distal dan saluran pengumpul (collecting

6

Page 7: materi CKD

duct). Sesungguhnya collecting duct bukan bagian dari tiap nefron, tetapi

berfungsi untuk mengumpulkan cairan dari beberapa nefron. Pangkal tubulus

(nefron) merupakan ujung huntu yang melebar (simpai Bowman) dan ke dalam

ujung tersebut masuk jalinan kapiler sebanyak kurang lebih 50 buah yang dikenal

sebagai glomerulus.

Plasma yang berisi semua garam, glukosa, dan benda hidup lainnya,

disaring. Sel dan protein plasma terlalu besar untuk dapat menembus pori saringan

dan tetap tinggal dalam aliran darah. Ciran yang disaring, yaitu filtrate glomerulus,

kemudian mengalir melalui tubula renalis dan sel-selnya menyerap semua bahan

yang diperlukan tubuh dan ditinggalkan yang tidak diperlukan. Dengan mengubah-

ubah jumlah yang diserap atau ditinggalkan dalam tubula, maka sel dapat

mengatur susunan urine di satu sisi dan susunan darah di sisi sebaliknya. Dalam

keadaan normal semua glukosa diabsorbsi kembali, air sebagian besar diabsorbsi

kembali, kebanyakan produk buangan dikeluarkan. Dalam keadaan tertentu tubula

menambah bahan pada urine. Demikian maka sekresi terdiri atas tiga faktor :

a. Filtrasi glomerulus

b. Reabsorbsi tubula

c. Sekresi tubula

Menurut Syaifuddin (1997, hal. 108)

1. Fungsi ginjal terdiri dari :

a. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun.

b. Mempertahankan suasana keseimbangan cairan.

c. Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dan cairan tubuh.

d. Mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam

tubuh.

e. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme hasil akhir dari protein, ureum,

kreatinin dan amoniak.

7

Page 8: materi CKD

2. Proses pembentukan urine

Glomerulus berfungsi sebagai filtrasi, pada simpai Bowman berfungsi untuk

menampung hasil filtrasi dari glomerulus. Pada tubulus ginjal akan terjadi

penyerapan kembali dari zat-zat yang sudah disaring pada glomerulus, sisa

cairan akan diteruskan ke piala ginjal terus berlanjut ke ureter. Urin berasal

dari darah yang dibawa arteri renalis masuk ke dalam ginjal, darah ini terdiri

dari bagian yang padat yaitu sel darah dan bagian plasma darah. Ada 3 tahap

pembentukan urin :

a. Proses filtrasi

Terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena permukaan aferent

lebih besar dari permukaan eferent maka terjadi penyerapan darah,

sedangkan sebagian yang disaring adalah bagian cairan darah kecuali

protein, cairan yang tersaring ditampung oleh simpai Bowman yang terdiri

dari glukosa, air, sodiumklorida, sulfat, bikarbonat, dll. diteruskan ke

tubulus ginjal.

b. Proses reabsorbsi

Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari

glukosa, sodium, klorida, fosfat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya

terjadi secara pasif yang dikenal dengan obligator reabsorbsi terjadi pada

tubulus atas. Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali

penyerapan dari sodium dan ion bikarbonat, bila diperlukan akan diserap

kembali ke dalam tubulusbagian bawah, penyerapannya terjadi secara aktif

dikenal dengan reabsorbs fakultatifdan sisanya dilirkan pada papilla

renalis.

c. Proses sekresi

Sisanya penyerapan kembali yang terjadi pada tubulus dan

diteruskan ke piala ginjal selanjutnya diteruskan keluar.

Menurut Price dan Wilson (1982, hal. 10), fungsi primer ginjal

adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ektresel dalam

8

Page 9: materi CKD

batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ektrasel ini dikontrol

oleh :

1. Ultrafiltrasi glomerulus

Pembentukan urin dimulai dengan proses filtrasi plasma glomerulus.

Aliran darah ginjal (RBF : renal blood flow) jumlahnya sekitar 25 dari

jumlah curah jantung, atau sekitar 1200 ml/menit.

2. Reabsorbsi dan sekresi tubulus

Proses pembentukan urin sesudah filtrasi adalah reabsorbsi selektif

zat-zat yang sudah difiltrasi. Kebanyakan dari zat yang difiltrasi

direabsorbsi melalui pori-pori kecil yang terdapat dalam tubulus

sehingga akhirnya zat-zat tersebut kembali lagi ke dalam kapiler

pertubular yang mengililingi tubulus. Proses reabsorbsi dan sekresi ini

berlangsung baik melalui mekanisme transport aktif maupun pasif.

Suatu mekanisme itu disebut aktif kalau suatu zat di transpor melawan

suatu perbedaan elektrokimia, yaitu melawan perbedaan potensial

listrik, potensial kimia atau sebaliknya. Sedangkan suatu mekanisme

transport disebut pasif kalau zat yang direabsorbsi dan disekresi

bergerak mengikuti perbedaan elektrokimia yang ada. Proses sekresi

dan reabsorbsi selektif diselesaikan dalam tubulus distal dan duktus

koligentes. Dua fungsi tubulus distal yang penting adalah pengaturan

tahap akhir dari keseimbangan air dan asam basa.

C. Etiologi

Pada dasarnya, penyebab kegagalan ginjal kronik adalah penurunan laju

filtrasi glomerulus atau yang disebut juga penurunan Glomerulus Filtration Rate

(GFR). Berikut ini akan diuraikan penyebab Chronic Kidney Disease menurut

Doenges (1999: 626).

9

Page 10: materi CKD

Penyebabnya yaitu termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit

vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris

sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes).

Penyebab GGK menurut Price (1992: 817) dibagi menjadi delapan kelas, antara

lain:

1. Infeksi misalnya pielonefritis kronik

2. Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis

3. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis

maligna, stenosis arteria renalis

4. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,

poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif

5. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,

asidosis tubulus ginjal

6. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis

7. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal

8. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma,

fibrosis retroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat,

striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.

D. Manifestasi Klinik

Sebagaimana diketahui bahwa kegagalan ginjal kronik akan terjadi

peningkatan ureum dan kreatinin. Hal ini akan mengganggu fungsi sistem tubuh.

Menurut Long (1996: 369), manifestasi klinik pada pasien dengan Chronic Kidney

Disease pada gejala dini ditemukan adanya letargi, sakit kepala, kelelahan fisik

dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi. Pada gejala yang

lebih lanjut, pada pasien dengan Chronic Kidney Diseas ditemukan adanya

anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik saat

beraktivitas maupun tidak, edema yang disertai keterlambatan ditemukan adanya

anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak, butuh waktu untuk

10

Page 11: materi CKD

kembali seperti bentuk semula setelah dilakukan penekanan menggunakan jari

( edema), pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.

Disamping itu, pada Chronic Kidney Disease akan terjadi hipertensi akibat

retensi cairan dan natrium dari aktivitas sistem renin-angiotensin–aldosteron, gagal

jantung kongestif dan edema pulmoner akibat cairan berlebihan, dan perikarditis

akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual,

muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak

mampu berkonsentrasi (Smeltzer, 2001: 1449).

Suyono (2001) menguraikan bahwa manifestasi klinik Chronic Kidney

Disease pada sistem kardiovaskuler adalah adanya hipertensi, pitting edema,

edema periorbital, pembesaran vena leher, dan friction sub pericardial. Selain itu,

pada sistem pulmoner ditemukan adanya nafas dangkal, kusmaull, sputum kental

dan liat. Pada sistem gastrointestinal ditemukan adanya anoreksia, mual dan

muntah, perdarahan saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas

berbau ammonia. Pada sistem integumen ditemukan adanya warna kulit abu-abu

mengkilat, pruritis (gatal-gatal), kulit kering bersisik, ekimosis, kuku tipis dan

rapuh, rambut tipis dan kasar

E. Patofisiologi

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron yang termasuk

glomerulus dan tubulus diduga utuh, sedangkan yang lain rusak. Hipotesa ini

disebut juga sebagai hipotesa nefron utuh. Nefron-nefron yang utuh menjadi

hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi

walaupun dalam keadaan penurunan Glomerulo Filtration Rate atau kecepatan

daya saring glomerulus yang disebut juga metode adaptif. Metode ini

memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai 3/4 dari nefron–nefron rusak. Beban

bahan yang harus dilarutkan menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi

berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah

nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa.

11

Page 12: materi CKD

Gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas hingga muncul gejala-gejala khas

kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal yang hilang mencapai 80% - 90%.

Pada tingkat ini fungsi bersihan kreatinin ginjal akan mengalami penurunan

sampai 15 ml/menit atau lebih rendah dari itu (Long, 1996: 368).

Bersihan kreatinin ginjal yang menurun menyebabkan protein ikut

diekskresikan dalam urin. Produk akhir metabolisme protein berupa urea yang

normalnya diekskresikan ke dalam urin tertimbun dalam darah, selanjutnya terjadi

uremia yang mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan

produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik

setelah dialisis (Smeltzer, 2001 : 1448).

Seseorang mengalami kegagalan fungsi ginjal melalui beberapa tahap.

Menurut Price (1992: 813-814), kegagalan ginjal berlangsung progresif yang

dibagi menjadi tiga stadium, yaitu:

1. Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)

Ditandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen normal dan

penderita asimtomatik.

2. Stadium 2 (insufisiensi ginjal)

Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo Filtration Rate

besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai

meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi

kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.

3. Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir atau uremia)

Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai Glomerulo Filtration

Rate 10% dari normal, bersihan kreatinin 5-10 ml per menit atau kurang. Pada

tahap ini kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen meningkat sangat

mencolok dan timbul oliguri.

12

Page 13: materi CKD

F. Pathflow

Infeksi & peradanganPielonefritisGlomerulonefritis

Penyakit vaskuler Nefrosklerosis benigna Nefrosklerosis malignaStenosis arteria renalis

GFK ↓

Eritropoetin

Pembentukan Hb ↓

Oksigen O2 ke jaringan ↓

↑ Metabolisme anaerob

↑ Asam laktat

Asidosis metabolik

Ekspirasi CO2 ↑

Pola nafas tidak efektif

Pelepasan renin ↑

Hiperaldosteron

Oksigen O2 ke jaringan ↓

Reabsorbsi cairan ↑

Retensi natrium

Edema seluruh tubuh

Kelebihan volume cairan

Pe↓ fungsi Glomerolus

Kerusakan Glomerolus

↓ Filtrasi Glomerolus

BUN

Kelemahan otot Saluran cerna

Resiko infeksi

Pe↓ system imun

Pe↓ fungsi ginjal Intoleransi

aktifitas

Mual, muntah, anoreksia

Perubahan nutrisi < dari kebutuhan tubuh

13

Page 14: materi CKD

G. Komplikasi

Menurut Suyono Slamet ( 2001 ), komplikasi yang muncul pada

penyakit ginjal kronik adalah sebagai berikut :

1. Peningkatan tekanan darah

2. Kencing manis

3. Batu ginjal

H. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan media konservatif dengan pengaturan diit :

a. GFR 10ml / mg atau kurang protein yang di berikan 20 gram.

b. Diit natrium GFR 10 ml / mg atau kurang protein 25 sampai 30 gram

dan GFR 3 ml yaitu jumlah yang dianjurkan adalah 40 sampai 90 meg/

hr

c. Diit kalium yaitu jumlah yang dianjurkan adalah 40 sampai 80 meg/ hr

d. Diit cairan yaitu aturan umum yang dapat digunakan untuk

menentukan banyak asupan cairan adalah jumlah air yang keluar air

kemih adalah 24 jam ditambah 500 ml.

2. Penatalaksanaan konservatif dengan pemberian obat

Obat anti hipertensi yang sering digunakan adalah metil dopa, propanolol,

dan klonidin, bila terjadi hiperkalemi maka diberikan glukosa dan insulin

intravena yaitu glukonat 10%, multivitamin dan asam folat diberikan tiap

hari. Diuretik diberikan tiap hari karena bertujuan untuk mengurangi

kelebihan cairan dan juga diberi antibiotik non nefrotoksin karena klien

dengan gagal ginjal kronik mempunyai kerentanan yang lebih tinggi

terhadap serangan infeksi.

3. Penatalaksanaan definitive

a. Dialise

Adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi secara

pasif melalui membrane berpori dan kompartemen cair menuju

kompartemen lainnya, ada dua macam dialisis yaitu hemodialisis (HD)

dan peritonial dialisis (PD)

14

Page 15: materi CKD

Hemodialisa (HD) mencakup shunting / pengalihan arus darah dari

tubuh pasien kedialisator dimana terjadi disfusi dan ultrafiltrasi dan

kemudian kembali kesirkulasi pasien. Untuk pelaksanaan hemodialise

terjadi yang masuk kedarah pasien. Suatu mekanisme yang

mentranspor darah ke dan dari dialisator dan dialisator (daerah di mana

terjadi pertukaran larutan elektrolit dan produk – produk sisa

berlangsung). Pengobatan dialise berlangsung 3 sampai 5 tergantung

kepada tipe dialisator yang dipakai dan jumlah waktu yang diperlukan

demi koreksi cairan, elektrolit, asam basa, dan masalah sisa produk

yang ada. Dialise untuk masalah yang akut harus dilaksanakan tiap

hari atau lebih sering berdasarkan kondisi pasien yang nasih menjamin.

Haemodialise bagi orang dengan kegagalan ginjal kronik biasanya di

kerjakan dalam dua / tiga kali seminggu.

Asuhan keperawatan pasien selama haemodialise harus di pusatkan

kepada :

1) Pemantauan status fisik sebelum dan pada saat dialise

2) Kebutuhan keamanan dan kenyamanan

3) Membantu pasien untuk menyesuaikan diri kepada perawatan dan

perubahan cara hidup

b. Peritonium Dialise ( PD )

Yaitu cairan dialise dimasukkan kerongga peritoneum dan peritoneum

menjadi membran dialise. Dibandingkan dengan pengobatan

hemodialise yang bisa berlangsung 3 sampai 6 jam.

Keuntungan pertama dari peritoneal dialise terdiri dari :

1) Prosedur mensajikan kimiawi darah yang tetap

2) Bisa dipasang pada tiap lokasi dan mesin tidak diperlukan

3) Proses mudah diajarkan kepada pasien dan keluarga

4) Banyak pantangan diet karena banyak kehilangan protein lewat

membran peritoneum. Kedialisat, pasien biasanya mendapat diet

tinggi protein ( C. long 1996 : 389 )

15

Page 16: materi CKD

c. Transplantasi ginjal

Transplantasi ginjal dilakukan untuk memperpanjang masa hidup klien

dengan gagal ginjal kronik

I. Pengkajian Fokus

Menurut Long (1989, hal. 362):

Data subyektif

Pengkajian hampir memuat pertanyaan-pertanyaan yang bisa

meyakinkan antara lain, seperti pola berkemih, termasuk perubahan yang

sedang terjadi, kenaikan BB yang tidak diketahui sebabnya, terjadinya mual

dan anoreksia, riwayat keluarga mengenai penyakit ginjal, riwayat akhir

mengenai gejala-gejala yang serupa pilek, terdapat nefrotoksin, termasuk yang

ada dalam linkungan di tempat pekerjaan dan dalam obat-obatan.

Data obyektif

Data obyektif harus mencakup takaran intake cairan dan output urin

dalam periode 24 jam. Timbangan BB harian penting karena dapat menyajikan

data status cairan yang tepat. TD termasuk pada perubahan postural harus

diperiksa dan dicatat. Status cairan dikaji melalui pemantauan kulit, edema

perifer dan auskultasi bunyi nafas. Pasien harus dikaji mengenai halitosis yang

bisa timbul akibat acidosis dan sekresi amoniak. Yang harus diperhatikan

apakah terjadi perubahan sikap mental.

Menurut Doengoes (1993, hal 612), antara lain :

1. Aktifitas/istirahat.

Di dalam beraktifitas/beristirahat gejala yang sering muncul biasanya Ietih,

lemah, malaise. Sedangkan untuk tandanya yaitu : kelemahan otot,

kehilangan tonus.

2. Sirkulasi.

Biasanya dalam sirkulasi darah untuk tandanya seperti :

hipotensi/hipertensi (termasuk hipertensi malignan, eklampsia akibat

kehamilan), disritmia jantung, nadi lemah/halus, hipotensi ortostatik

16

Page 17: materi CKD

(hipovolemia), nadi kuat (hipervolemia), edema jaringan umum (termasuk

area periorbital, mata kaki, sacrum), pucat, kecenderungan perdarahan.

3. Eliminasi.

Untuk gejala eliminasi antara lain : perubahan pola berkemih biasanya :

peningkatan frekuensi, poliuria (kegagalan dini), atau penurunan

frekuensi/oliguria (fase akhir), disuria, ragu-ragu, dorongan, dan retensi

(inflamsi/obstruksi, infeksi), abdomen kembung, diare/konstipasi, riwayat

batu/kalkuli. Sedangkan tandanya seperti : perubahan warna urin, oliguria

(biasanya 12-21 hari), poliuria (2-6 L/hari).

4. Makanan/cairan.

Untuk makanan dan cairan gejalanya seperti : peningkatan BB (edema),

penurunan BB (dehidrasi), mual, muntah, anoreksia, nyeri ulu hati.

Tandanya seperti : perubahan turgor kulit/kelembaban, edema (umum,

bagian bawah).

5. Neurosensori.

Dalam neurosensori gejalanya antara lain : sakit kepala, penglihatan kabur.

kram otot/kejang. Sedangkan tandanya seperti : gangguan status mental,

kejang, faskikulasi otot, akti vitas kejang.\

6. Nyeri/kenyamanan.

Untuk pengkajian dalam nyeri/kenyamanan gejala yang muncul seperti :

nyeri tubuh, sakit kepala. Sedangkan tandanya : perilaku

berhati-hati/distraksi, gelisah.

7. Pernafasan.

Pada pernafasannya gejala yang muncul seperti: nafas pendek. Untuk

tandanya antara lain : takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi, kedalaman

(pernafasan kussmaul), nafas ammonia, batuk produktif dengan sputum

kental merah muda (edema paru).

8. Keamanan.

Gejalanya seperti : adanya reaksi consfuse. Sedangkan tandanya antara

lain : demam (sepsis, dehidrasi), petekie, area kulit ekimosis, pruritus,

kulit kering. Menurut Talbot dan Marquardt (1993, hal. 202) :

17

Page 18: materi CKD

a. Faktor pencetus antara lain : seperti riwayat DM, gagal jantung, gagal hati,

septicemia, obat nefrotoksik atau bahan kimia, syok, hipovolemia, cedera

iskemik, luka bakar, glomerulus akut, nefritis tubulointersisial akut,

glomerullonefritis pascastreptokokal akut, nekrosis ginjal akut, batu ginjal,

obstruksi vaskuler ginjal, obstruksi traktus urinaria akut.

b. Riwayat, seperti; perubahan status mental : kekacauan mental, letargi,

stupor, mual, muntah, anoreksia, pruritus, sakit nyeri tumpul pada sudut

kostovertebral, hipertensi, perubahan dalam harapan keluaran urin :

oliguria, anuria, atau polituria (dapat mengalami pengeluaran urin normal),

kesulitan BAK, atelektasis, kejang.

c. Hasil Pemeriksaan Diagnostik :

1) Tes radiology : film K1.113 : ginjal akan normal atau mungkin

membesar, pielogafi dapat menunjukkan obstruksi jika penyebab

kegagalan postrenal.

2) Prosedur khusus : uttrasonografi ginjal dan scanning ginjal akan

membuktikan hasil dari KUB dan pemeriksaan pielografi.

3) Gas darah arteri : asidosis

4) Pengawasan di tempat tidur : peningkatan CVP, peningkatan PCWP

dengan kegagalan diakibatkan oleh penyebab intrarenal, penurunan

CVP, penurunan PCWP bila kegagalan sehubungan dengan penyebab

prerenal.

5) Pemeriksaan laboratorium : kadar BUN dan kreatinin meningkat,

konsentrasi natrium, kalsium dun bikarbinat mungkin menurun, kadar

kalium, klorida, fosfat dan magnesium serum meningkat, rasio BUN

terhadap kreatinin lebih besar dan 10:1 pada kegagalan prerenal.

6) Urinalisa : natrium kurang dari 10 mEq/L pada kegagalan prerenal,

lebih dan 20 mEq/L pada kegagalan intrarenal, dan lebih dari 20 tetapi

kurang dan 40 mEq/L pada kegagalan postrenal, berat jenis lebih dari

1,020 pada tahap prerenal, 1,010 pada kegagalan intrarenal dan

postrenal, pada kegagalan internal terdapat proteinuria dan sedimen

normal, pada kegagalan intrarenal terdapat hematuria, proeinuria,

18

Page 19: materi CKD

serpihan sel darah merah dan sel darah putih.

7) EKG : takikardia, disritmia dan perubahan tersebut terlihat pada

hiperkalemia (contoh ; peregangan gelombang T, pelebaran QRS,

depresi ST).

d. Pengakajian fisik

1) Inspeksi.

Pernafasan kussmaul's (dengan asidosis metabolik), takipnea, kulit

kering, pembesaran vena-vena leher, twitching pada neuromuskuler,

distensi abdomen, bau uremik.

2) Palpasi.

Penurunan turgor kulit, pembesaran ginjal dan kandung kemih dapat

diraba (pada obstruksi bagian luar kandung kemih), edema (pada

kelebihan cairan)

3) Perkusi.

Resonansi perkusi di atas pembesaran ginjal, garis perkusi distensi

kandung kemih.

4) Auskultasi.

Desiran (pada oklusi arteri ginjal), pernafasan (perubahan bunyi nafas),

kardiovaskuler (takikardia, disritmia, friksi gesekan mengindikasikan

perikarditis uremik)

e. Pemeriksaan penunjang

Untuk menegakkan diagnosa Chronic Kidney Disease diperlukan

beberapa pemeriksaan untuk menunjang tegaknya diagnosa. Menurut

Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada Chronic Kidney Disease

dapat dilakukan cara sebagai berikut:

1) Pemeriksaan laboratorium

Menentukan derajat kegawatan CKD, menentukan gangguan sistem

dan membantu menetapkan etiologi.

2) Pemeriksaan USG

Untuk mencari apakah ada batu, atau massa tumor, juga untuk

mengetahui seberapa pembesaran ginjal.

19

Page 20: materi CKD

3) Pemeriksaan EKG

Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda

perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit

J. Diagnosa Keperawatan

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi sekunder,

kompensasi adanya asidosis metabolik

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake tidak adekuat sekunder terhadap muntah, mual, anoreksia.

4. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum sekunder

terhadap anemia.

K. Intervensi

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi gunjal.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan keseimbangan

cairan tercapai.

Kriteria Hasil : Nilai elektrolit serum dalam rentang normal.

Bunyi nafas bersih.

Tak ada oedema

TD sistolik diantara 90-140 mmHg.

Intervensi : Pantau kreatinin BUN serum.

Rujuk pasien ke ahli diet untuk penyuluhan diet dalam

bantuan dalam merencanakan makanan untuk kebutuhan.

Modifikasi dalam protein, kalium, natrium, dan ka.lori.

Jangan memberi obat - obatan. Sampai setelah

dialysis.Pantau tanda-tanda vital dan balance cairan.

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan Hiperventilasi sekunder,

kompensasi melalui alkalosis respiratorik.

20

Page 21: materi CKD

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pola nafas

efektif.

Kriteria Hasil : Pola nafas efektif.

Tidak hipoksia

Intervensi : Kaji status pernafasan.

Observasi pola nafas, catat frekuensi pernafasan.

Auskultasi bunyi nafas.

Catat pengembangan dada dan posisi trakea.

Pertahankan posisi nyarnan.

Beri periode istirahat dan lingkungan yang tenang.

Dorong penggunaan nafas bibir bila perlu.

Kolaborasi beri 02 tambahan bila perlu.

3. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake tidak adekuat sekunder terhadap muntah, mual, anoreksia.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien

mempunyai BB yang stabil

Kriteria Hasil : BB dalam batas normal

Nafsu makan meningkat

Intervensi : Berikan makanan sedikit dan sering

Berikan antiemetik jika perlu

Kaji pemasukan diit

Timbang BB setiap hari

Tawarkan oral hygiene

4. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan uremia

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien tidak

terjadi infeksi

Kriteria Hasil : Urine jernih dan berbau normal, bunyi nafas normal,

tidak ada eritema

Intervensi : Pantau suhu dan sekresi terhadap indikator infeksi,

gunakan teknik aseptik dengan hati-hati bila mengganti

saluran, hindari penggunaan kateter uniral indwelling,

21

Page 22: materi CKD

berikan hygiene oral dan perawatan kulit pada interval

yang kering.

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum sekunder

terhadap anemia .

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien

membuat peringkat pengerahan tenaga.

Kriteria Hasil : Berkurangnya keluhan lelah.

Peningkatan keterlibatan pada aktifitas sosial.

Frekuensi pernafasan dan frekuensi jantung kembali

dalam rentang normal

Intervensi : Pantau pasien selama aktifitas terhadap tanda-tanda

intoleransi aktifitas dan minta klien untuk merentang

pengerahan tenaga yang dirasakan.

Konsul dokter bila keluhan kelelahan menetap.

Mungkinkan periode istirahat.sepanjang hari.

Bantu pasien dalam merencanakan periode istirahat

Berikan obat antiemetik yang diprogramkan dan evaluasi

efektivitasnya

22