6
Update Terkini Terapi Hipertensi E.Susalit Subbagian Ginjal-Hipertensi Bagian I.Penyakit Dalam FUI-!SUP"#$ Penda%uluan Di negara industri hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan utam Indonesia, hipertensi juga merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan o dokter yang bekerja di pelayanan kesehatan primer karena angka prevalensinya yan dan akibat jangka panjang yang ditimbulkannya. Terdapat hubungan langsun tekanan darah dan kejadian strok dan penyakit jantung koroner. Peningkata darah sedikit saja, baik sistolik maupun diastolik, sudah berhubungan dengan pen harapan hidup. Hipertensi juga menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri dan kronik. Pada umumnya pasien hipertensi juga mengidap faktor risiko pe kardiovaskuler lain seperti dislipidemia, intoleransi glukosa atau diabetes, riw kardiavaskuler pada usia muda dalam keluarga, obesitas dan kebiasaan me karena itu pengobatan hipertensi harus dilakukan bersamasama dengan pen faktor risiko kardiovaskuler lainnya yang ada pada pasien. Pengendalian tekanan dara% !eski sudah banyak tersedia obat antihipertensi yang efektif, dan pedo pengelolaan hipertensi yang diterbitkan oleh perhimpunan hipertensi baik nasiona internasional sudah beredar se"ara luas, namun masalah pengendalian hipe merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di abad ke#$ ini. %urvei te di &merika %erikat menunjukkan bahwa hanya '() orang dewasa yang menyadari dirin mengidap hipertensi, *() mendapat pengobatan dan hanya ++) tekanan darahnya dapa dikendalikan. Di Indonesia angkaangka tersebut jauh lebih rendah. Data di kepustakaan menunjukkan bahwa pengobatan yang teratur dengan menggunakan se"arabenar pedoman pengobatan hipertensi yang diterbitkan oleh perhimpunan hipertensi nasional maupun internasional, termasukdi dalamnya"ara pengukuran tekanan darah yang benar, merupakan strategi yang paling penting dan untuk men"apai pengendalian tekanan darah. Pengukuran tekanan darah sangat penting karena perbedaan tekanan darah ya sedikit saja sangat berpengaruh terhadap prevalensi penyakit kardiovaskuler dan hidup. Pengukuran tekanan darah yang lebih tinggi dari yang sebenarnya menyebabk jutaan orang akan mendapat obat antihipertensi yang tidak perlu yang k juga bisa mengakibatkan efek samping, selain tentu sajaakan meningkatkan biaya perawatan kesehatan. %ebaliknya pengukuran tekanan darah yang lebih rendah dari sebenarnya menyebabkan jutaan orang akan tidak terdiagnosis hipertensi sehingga mengalami komplikasi hipertensi yang tidak diinginkan. ika tekanan darah diukur

Materi Prof Endang Susalit.doc

Embed Size (px)

Citation preview

Indikasi Initial dan Sasaran Terapi Hipertensi

Update Terkini Terapi HipertensiE.Susalit

Subbagian Ginjal-Hipertensi Bagian I.Penyakit Dalam

FKUI-RSUPNCM

Pendahuluan

Di negara industri hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan utama. Di Indonesia, hipertensi juga merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan oleh dokter yang bekerja di pelayanan kesehatan primer karena angka prevalensinya yang tinggi dan akibat jangka panjang yang ditimbulkannya. Terdapat hubungan langsung antara tekanan darah dan kejadian strok dan penyakit jantung koroner. Peningkatan tekanan darah sedikit saja, baik sistolik maupun diastolik, sudah berhubungan dengan penurunan harapan hidup. Hipertensi juga menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri dan gagal ginjal kronik. Pada umumnya pasien hipertensi juga mengidap faktor risiko penyakit kardiovaskuler lain seperti dislipidemia, intoleransi glukosa atau diabetes, riwayat penyakit kardiavaskuler pada usia muda dalam keluarga, obesitas dan kebiasaan merokok. Oleh karena itu pengobatan hipertensi harus dilakukan bersama-sama dengan pengendalian faktor risiko kardiovaskuler lainnya yang ada pada pasien.Pengendalian tekanan darah

Meski sudah banyak tersedia obat anti-hipertensi yang efektif, dan pedoman pengelolaan hipertensi yang diterbitkan oleh perhimpunan hipertensi baik nasional maupun internasional sudah beredar secara luas, namun masalah pengendalian hipertensi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di abad ke-21 ini. Survei terakhir di Amerika Serikat menunjukkan bahwa hanya 78% orang dewasa yang menyadari dirinya mengidap hipertensi, 68% mendapat pengobatan dan hanya 44% tekanan darahnya dapat dikendalikan. Di Indonesia angka-angka tersebut jauh lebih rendah. Data di kepustakaan menunjukkan bahwa pengobatan yang teratur dengan menggunakan secara benar pedoman pengobatan hipertensi yang diterbitkan oleh perhimpunan hipertensi nasional maupun internasional, termasuk di dalamnya cara pengukuran tekanan darah yang benar, merupakan strategi yang paling penting dan efektif untuk mencapai pengendalian tekanan darah. Pengukuran tekanan darah sangat penting karena perbedaan tekanan darah yang sedikit saja sangat berpengaruh terhadap prevalensi penyakit kardiovaskuler dan harapan hidup. Pengukuran tekanan darah yang lebih tinggi dari yang sebenarnya menyebabkan jutaan orang akan mendapat obat anti-hipertensi yang tidak perlu yang kadang-kadang juga bisa mengakibatkan efek samping, selain tentu saja akan meningkatkan biaya perawatan kesehatan. Sebaliknya pengukuran tekanan darah yang lebih rendah dari yang sebenarnya menyebabkan jutaan orang akan tidak terdiagnosis hipertensi sehingga bisa mengalami komplikasi hipertensi yang tidak diinginkan. Jika tekanan darah diukur dan diobati sesuai dengan pedoman penatalaksanaan hipertensi yang sudah ada, penurunan tekanan darah yang sedikit saja sudah bisa menghasilkan efek klinis yang bermakna. Studi meta-analisis berbagai uji klinik obat anti-hipertensi yang dilakukan secara random menunjukkan bahwa penurunan tekanan diastolik 5 mmHg dapat menurunkan insiden penyakit jantung koroner 22% dan insiden stroke 41%.

Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan akurasi pengukuran tekanan darah merupakan langkah awal yang sangat penting dalam rangka upaya kita meningkatkan pengendalian tekanan darah.

Batasan hipertensi Sebagian besar pedoman tatalaksana hipertensi menyatakan bahwa diagnosis hipertensi ditegakkan jika pada beberapa kali pemeriksaan didapatkan tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan atau tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih pada orang yang tidak minum obat antihipertensi. Angka tersebut berlaku untuk semua orang dewasa yang berumur lebih dari 18 tahun, meski untuk pasien yang berusia 80 tahun atau lebih, tekanan darah sistolik sampai dengan 150 mmHg dianggap normal. Jadi tujuan pengobatan hipertensi adalah untuk menurunkan tekanan darah ke angka yang lebih rendah daripada angka yang dipakai untuk menegakkan diagnosis hipertensi tersebut.

Klasifikasi hipertensi

Pasien dengan tekanan darah sistolik antara 120 mmHg dan 139 mmHg, atau tekanan darah diastolik antara 80 mmHg dan 89 mmHg termasuk dalam prehipertensi. Pasien dengan prehipertensi tidak diobati dengan obat antihipertensi tetapi mereka dianjurkan untuk melakukan modifikasi gaya hidup dengan tujuan untuk menghambat atau bahkan mencegah terjadinya progresi menjadi hipertensi. Pasien dengan tekanan darah sistolik 140 sampai 159 mmHg atau tekanan darah diastolik 90 sampai 99 mmHg termasuk dalam hipertensi derajat I. Pasien dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg atau lebih atau tekanan darah diastolik100 mmHg atau lebih termasuk dalam hipertensi derajat II.

Etiologi hipertensi

Sebagian besar pasien hipertensi ini tidak menunjukkan etiologi yang jelas dan dikategorikan sebagai hipertensi primer atau esensial. Akan tetapi 5 sampai 10 % dikategorikan sebagai hipertensi sekunder, yaitu ditemukan etiologi yang menyebabkan hipertensi dan etiologi tersebut masih mungkin dihilangkan atau dikoreksi.

Hipertensi primer atau esensial yang terdapat pada 95 % pasien hipertensi disebabkan oleh interaksi antara faktor genetik dan lingkungan seperti obesitas, aktivitas fisik yang rendah, tingkat stres kehidupan yang tinggi, asupan garam dan alkohol yang tinggi, atau asupan kalium, kalsium dan magnesium yang rendah. Interaksi antara faktor genetik dan lingkungan tersebut akan mempengaruhi pengaturan natrium, katekholamin, sistem renin-angiotensin, insulin dan fungsi membran sel, yang akan meninggikan tekanan darah.

Pada seorang penderita hipertensi dilakukan pengkajian gejala dan tanda berdasarkan data anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik yang lengkap dan tes laboratorium/penunjang dasar(darah rutin, urinalisis, gula, kreatinin, kalium dan natrium darah, profil lipid) untuk menyingkirkan kemungkinan terdapatnya etiologi hipertensi sekunder seperti terlihat pada Tabel 1.

Algoritme untuk diagnosis hipertensi sekunder dapat dilihat di Gambar 1.

Hipertensi

Anamnesis,Pemeriksaan fisik, Pemeriksaan laboratorium/penunjang dasar

Faktor risiko untuk hipertensi sekunder

Tidak Ada

Terapi dan respon Skrining mengarah Skrining tidak mengarah

dinilai ke etiologi tertentu ke etiologi tertentu

Identifikasi,obati dan respon dinilai Pemeriksaan lanjutan agresif

Gambar 1. Algoritme untuk diagnosis hipertensi sekunder Meski pada pengkajian awal tidak didapatkan gejala dan tanda etiologi hipertensi sekunder, jika dijumpai adanya faktor risiko untuk terjadinya hipertensi sekunder dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut yang lebih agresif untuk mencari etiologi seperti terlihat pada Tabel 1. Faktor risiko untuk terjadinya hipertensi sekunder adalah hipertensi yang resisten, hipertensi yang mulai terjadi pada usia muda atau mulai terjadi pada usia tua serta hipertensi yang berat atau hipertensi dengan akselerasi yang cepat.Tabel 1. Gejala Dan Tanda Yang Mengarah Ke Hipertensi Sekunder

________________________________________________________________________ Gejala/tanda Etiologi Pemeriksaan lanjutan

________________________________________________________________________Edema, peningkatan kreatinin serum, Penyakit parenkhim Tes kliren kreatinin,ultra-

proteinuria ginjal sonografi ginjal

Bruit sistolik/diastolik di abdomen Penyakit renovaskuler MRA renal,arteriografi renal

Hipokalemia Aldosteronisme Rasio aldosteron plasma

primer terhadap PRA, CT scan

kelenjar adrenal

Hipertensi paroxysmal, sakit kepala, Feokromositoma Vanillyl mandelic acid

palpitasi, berkeringat banyak dalam urin-24 jam

Obesitas sentral,moon facies,striae Cushings syndrome Tes supresi dexametason

Perbedaan tekanan sistolik lengan Koarktasio aorta MRA aorta

terhadap tungkai > 20 mmHg,

penurunan pulsasi femoral

Bradikardia/takhikardia, Penyakit tiroid Kadar TSH

intoleransi dingin/panas

Penggunaan obat: estrogen,steroid Efek samping obat Jika mungkin obat dihentikan

Mengorok, tertidur di siang hari, Obstructive sleep apnea Sleep study

obesitas

________________________________________________________________________PRA = plasma renin activity, CT = Computed tomography, MRA = Magnetic resonance angiography, TSH = Thyroid stimulating hormon.

Risiko kardiovaskuler dan kerusakan organ target/penyakit penyerta Pengkajian gejala dan tanda berdasarkan data anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik yang lengkap dan tes laboratorium/penunjang dasar(darah rutin, urinalisis, gula, kreatinin, kalium dan natrium darah, profil lipid) juga diperlukan untuk menilai adanya faktor risiko penyakit kardiovaskuler, adanya kerusakan organ target atau penyakit penyerta, yang penting dalam penatalaksanaan hipertensi. Faktor risiko penyakit kardiovaskuler dan kerusakan organ target atau penyakit penyerta dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskuler dan Kerusakan Organ Target /

Penyakit Penyerta pada Pasien Hipertensi

__________________________________________________________

Faktor Risiko Utama Kerusakan Organ Target

__________________________________________________________

Merokok Penyakit Jantung

Dislipidemia - Hipertrofi ventrikel kiri

Diabetes melitus - Angina/Riwayat Infark Miokard

Umur di atas 60 tahun - Riwayat revaskularisasi koroner

Jenis kelamin ( Pria dan - Payah jantung

wanita pascamenopause ) Stroke atau serangan iskemi selintas

Riwayat penyakit kardiovas- Nefropati

kuler dalam keluarga: Penyakit arteri perifer

Wanita < 65 tahun atau Retinopati

Pria < 55 tahun

__________________________________________________________

Tujuan pengobatan Tujuan pengobatan adalah mengendalikan hipertensi dan faktor risiko penyakit kardiovaskuler lain seperti dislipidemia, intoleransi glukosa atau diabetes, obesitas dan kebiasaan merokok. Target penurunan tekanan darah sistolik adalah dibawah 140 mmHg dan tekanan darah diastolik dibawah 90 mmHg.

Pasien harus diberi informasi bahwa umumnya pengobatan hipertensi primer berlangsung sepanjang hidup dan berbahaya jika menghentikan obat tanpa sebelumnya melakukan konsultasi dengan dokter. Pengobatan nonfarmakologik Modifikasi gaya hidup telah terbukti dapat menurunkan tekanan darah. Modifikasi gaya hidup selain dapat menurunkan tekanan darah juga bermanfaat untuk mengendalikan faktor risiko penyakit kardiovaskuler yang lain. Pada pasien hipertensi sampai dengan derajat I tanpa adanya faktor risiko penyakit kardiovaskuler lain atau tanpa adanya kerusakan organ target/penyakit penyerta, pengobatan dimulai dengan modifikasi gaya hidup sehingga tekanan darah dapat diturunkan tanpa obat antihipertensi.

Modifikasi gaya hidup dilaksanakan dengan cara menurunkan barat badan, mengurangi asupan garam, melakukan latihan gerak badan, membatasi konsumsi alkohol dan menghentikan kebiasaan merokok Pada umumnya modifikasi gaya hidup dilaksanakan bersama-sama dengan pemberian obat antihipertensi. Pengobatan dengan obat antihipertensi

Pada pasien dengan hipertensi derajat I, pengobatan dengan obat antihipertensi dimulai jika tekanan darah > 140/90 mmHg dan modifikasi gaya hidup yang sudah dilakukan tidak berhasil menurunkan tekanan darah. Pada pasien hipertensi derajat II, yaitu tekanan darah > 160/100 mmHg, obat antihipertensi diberikan segera setelah dibuat diagnosis, biasanya kombinasi dua obat, tanpa menunggu hasil pengobatan dengan modifikasi gaya hidup. Obat antihipertensi juga bisa segera diberikan pada pasien yang memerlukan penurunan tekanan darah yang lebih cepat. Adanya faktor risiko penyakit kardiovaskuler atau kerusakan organ target/penyakit penyerta pada pasien, mendorong untuk segera memulai pemberian obat antihipertensi.

Pada pasien dengan usia lebih dari 80 tahun (sangat lanjut) obat antihipertensi diberikan jika tekanan darah lebih besar atau sama dengan 150/90 mmHg.

Jadi target pengobatan adalah tekanan darah < 140/90 mmHg pada hampir semua pasien, kecuali pada pasien usia sangat lanjut yaitu < 150/90 mmHg. Pada pasien usia sangat lanjut, jika mengidap penyakit ginjal kronik atau diabetes, target pengobatan adalah < 140/90 mmHg. Regimen obat antihipertensi Pada sebagian besar pasien dibutuhkan lebih dari satu obat untuk mencapai target penurunan tekanan darah. Pada umumnya peningkatan dosis obat atau penambahan obat baru dilakukan setelah pengobatan 2-3 minggu. Dosis awal obat antihipertensi adalah separuh dosis maksimal obat, sehingga jika diperlukan peningkatan dosis hanya dilakukan satu kali saja. Pada sebagian besar pasien, baik dengan satu, dua atau tiga obat, target tekanan darah tercapai dalam 6-8 minggu. Pada pasien baru dengan tekanan darah 10-20 mmHg diatas target tekanan darah dapat segera dimulai dengan kombinasi dua obat.Kesimpulan

Hipertensi harus dibedakan antara primer dan sekunder. Pada sebagian besar pasien hipertensi primer harus diobati sepanjang hidup. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh etiologi tertentu yang pada sebagian kasus dapat dikoreksi. Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya mencapai target tekanan darah < 140/90 mmHg tetapi juga pengendalikan faktor risiko lain penyakit kardiovaskuler dan kerusakan organ target/penyakit penyerta yang ada pada pasien.Anjuran bacaan1 James PA, Oparil S, Carter BL, et al. 2014 Evidence-based guideline for themanagement of high blood pressure in adults. Report from the panel members appointed to the Eight Joint National Committee (JNC 8). JAMA 2014;311(5): 507-20. 2. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, et al. Seventh Report of The Joint National

Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood

Pressure, Hypertension 2003;42: 1206-52. 3. Weber MA, Schiffrin EL, White WB, et al. Clinical practice guidelines for the management of hypertension in the community. A statement by the American

Society of Hypertension and the International Society of Hypertension. J Clin Hypertens 2014;16(1) 14-26. 4. Kaplan NM, Victor RG. Measurement of blood pressure. In: Kaplan NM and Victor RG, eds. Kaplans Clinical Hypertension 10th ed. Philadelphia:

Lippincott Williams&Wilkins, a Wolters Kluwer, 2010, 20-41.

5. Viera AJ, Neutze DM. Diagnosis of secondary hypertension: an age-based approach. Am Fam Physician 2010;82(12): 1471-8. 6. Mancia G, Fagard R, Narkiewicz K, et al. 2013 ESH/ESC Guidelines for the management of arterial hypertension. J Hipertens 2013;31:1281-357.