28
LAPORAN TUTORIAL BLOK 9 MODUL 3 TEMPOROMANDIBULAR JOINT (TMJ) Kelompok 1 Ketua : Lisvia Aan Kornila Sekretaris meja : Hana Putri Fadhilah Sekretaris papan : Nofitri Rahmoni Nama Anggota: Monalisa Fikri Al Hafiz Laura Jasanddes Zakiya Chaleda Zia Resty Amanda Kizah B Chelsy Ismael Dosen Pembimbing Tutorial: drg.

mdl 3 blk 9

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: mdl 3 blk 9

LAPORAN TUTORIAL

BLOK 9 MODUL 3

TEMPOROMANDIBULAR JOINT (TMJ)

Kelompok 1

Ketua : Lisvia Aan Kornila

Sekretaris meja : Hana Putri Fadhilah

Sekretaris papan : Nofitri Rahmoni

Nama Anggota:

Monalisa

Fikri Al Hafiz

Laura Jasanddes

Zakiya Chaleda Zia

Resty Amanda Kizah B

Chelsy Ismael

Dosen Pembimbing Tutorial:

drg.

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS ANDALAS

2015/2016

Page 2: mdl 3 blk 9

MODUL 3TEMPOROMANDIBULAR JOINT

(TMJ)

SKENARIO 3

Rahangnya kok bisa lepas..?

Drg.Andi bertugas di Puskesmas Kota Kita. Suatu hari dating seorang laki-laki setengah

baya mengeluhkan di sekitar sendi rahangnya terasa pegal-pegal dan kadang-kadang terasa

berdenging jika sedang membuka dan menutup mulutnya. Pasien juga pernah mengalami dislokasi

kondilus mandibula saat mulutnya menguap terlalu lebar, hal tersebut sangat menganggu dalam

aktifitasnya.

Drg.Andi melakukan pemeriksaan gerakan membuka dan menutup rahang bapak itu dan

menerangkan padanya bahwa ada gangguan pada otot dan sendi rahangnya terutama pada ramus

mandibula, muskulus pterygoideus dan platismanya dan menyarankan agar dilakukan perawatan

lebih intensif untuk menyembuhkan keluhan yang dialaminya.

Dapatah saudara menjelaskan kondisi Bapak tersebut di atas?

Langkah Seven Jumps :

A. Mengklarifikasi terminologi yang tidak diketahui dan mendefinisikan hal-hal yang dapat

menimbulkan kesalahan interpretasi

B. Menentukan masalah

C. Menganalisa masalah melalui brain storming dengan menggunakan prior knowledge

D. Membuat skema atau diagram dari komponen-komponen permasalahan dan mencari korelasi

dan interaksi antar masing-masing komponen untuk membuat solusi secara terintegrasi

E. Memformulasikan tujuan pembelajaran/ learning objectives

F. Mengumpulkan informasi di perpustakaan, internet, dan lain-lain

G. Sintesa dan uji informasi yang telah diperoleh

Uraian:

A. Terminologi

1. Dislokasi

Hubungan yang tidak harmonis, abnormal, dan berpindah dari lokasi harmonisnya..

2. TMJ

Page 3: mdl 3 blk 9

Sendi aktif, penghubung antara rahang atas dan rahang bawah yang berperan dalam

fungsi pengunyahan (mastikasi) dan berbicara.

3. Platisma

Otot yang memanjang yang terdapat dari dagu sampai sepanjang leher.

4. Ramus mandibula

Tulang rahang bawah yang berada di posterior dan di atas angulus mandibula.

5. Kondilus mandibula

Tulang ellipsoid yang melekat pada ramus mandibula, dan sebagai poros dari pergerakan

mandibula.

B. Identifikasi Masalah

1. Apa saja anatomi dari TMJ?

2. Bagaimana posisi normal kondilus mandibula pada rahang?

3. Apa saja penyebab terjadi dislokasi?

4. Apa gejala dari dislokasi mandibula?

5. Apa saja kelainan dari TMJ selain dari dislokasi mandibula?

6. Apa saja klasifikasi dari dislokasi?

7. Apa perawatan yang bisa dilakukan pada kasus gangguan TMJ?

8. Kenapa pasien merasa pegal-pegal dan berdenging saat membuka mulutnya?

C. Analisa masalah, brain storming menggunakan prior knowledge

1. Apa saja anatomi dari TMJ?

- Fossa glenoidalis os.temporalis

- Diskus artikulris os.mandibula -> Superior = antara fossa glenoidalis

Inferior = diskus artikularis dengan kondilus

- Processus Condylaris

- Ligamen -> a. Fungsional = Lateral TMJ dan Capsular TMJ

b. Aksessoris = Sphenomandibula ligament dan Stylomandibula ligamen

- Otot-otot yang berperan dalam TMJ

a. M. masseter

b. M. mylohyoid

c. M. Pterygoideus externa dan M. Pterygoideus interna

d. M. Facialis

Page 4: mdl 3 blk 9

- Rongga Synovial -> ada bagian superior dan inferior. Fungsinya yaitu menghasilkan

cairan pelumas untuk pergerakan tulang.

2. Bagaimana posisi normal kondilus mandibula pada rahang?

Posisi normalnya yaitu kondilus mandibula berada di dalam fossa glenoidalis. Diskus

artikularis sebagai pembatas. Posisinya searah jam 12.

3. Apa saja penyebab terjadi dislokasi?

- Trauma -> dibagi 2, yaitu: makrotrauma dan mikrotrauma

- Bruxism

- Tulang sendi arthritis

- Tidur pada satu sisi wajah

- Membuka mulut terlalu lebar

- Dan lain-lain

4. Apa gejala dari dislokasi mandibula?

- Rasa sakit pada rahang

- Rasa sakit pada telinga

- Kesulitan menelan

- Rahang terkunci -> sehingga sulit membuka mulut

- Gigitan yang tidak pas

- Clicking

- Sakit kepala

- Nyeri wajah

5. Apa saja kelainan dari TMJ selain dari dislokasi mandibula?

- Ankylosis

- Temporo arthralgia

- Dan lain-lain

6. Apa saja klasifikasi dari dislokasi?

- Dislokasi traumatic -> trauma keras pada wajah (misalnya karena jatuh).

- Dislokasi kongenital -> terjadi sejak lahir, kelainan pada saat lahir.

- Dislokasi pathologic -> dislokasi yang terjadi akibat penyakit lain selain tumor,

osteoporosis dari tulang.

Page 5: mdl 3 blk 9

7. Apa perawatan yang bisa dilakukan pada kasus gangguan TMJ?

- Istirahat rahang

- Memakan makan yang bersifat kenyal, makan permen karet

- Terapi panas dan dingin -> untuk mengurangi tegangan spasme otot

- Obat-obatan

- Terapi fisik -> membuka dan menutup mulut secara pasif

- Terapi oklusal

- Manajemen stress

- Penyuntikan –> dilakukan pada intra articular.

- Peregangan

- Edukasi pada pasien

- Operasi

8. Kenapa pasien merasa pegal-pegal dan berdenging saat membuka mulutnya?

Pasien merasa pegal-pegal dan berdenging saat membuka mulutnya ini berhubungan dengan

otot pengunyahan. Bisa dikarenakan oleh disfungsi sendi TMJ yang memiliki pengaruh pada

otot. Selain itu, bisa juga disebabkan oleh gangguan produksi cairan pada rongga synovial,

sehingga mengakibatkan terjadinya clicking karena permukaan pergesekan tulang tersebut

tidak sehalus ketika diberikan cairan synovial.

Page 6: mdl 3 blk 9

D. Pembuatan Skema

E. Tujuan pembelajaran/ learning objectives

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan anatomi skeletal TMJ.

2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan anatomi muskulus TMJ.

3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan anatomi nervus TMJ.

4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan posisi normal TMJ (mekanisme pergerakan/

fisiologi TMJ).

5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan jenis kelainan TMJ.

6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penyebab kelainan TMJ.

7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan perawatan pada kasus kelainan TMJ.

F. Kumpulan informasi

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan anatomi skeletal TMJ.

Seorang laki-laki datang ke drg.Andi

Sakit pada rahang dan pegal-pegal

TMJ

Anatomi TMJ Kelainan dari TMJ

Penyebab

Dislokasi mandibula

Posisi normal dari TMJ

Jenis-jenis Perawatan

Page 7: mdl 3 blk 9

Temporo Mandibular Joint (TMJ) merupakan salah satu bagian dari tubuh manusia, tulang

satu yang lainnya disusun atau dihubungkan oleh persendian. Persendian dapat diartikan sebagai

pertemuan antara dua atau lebih tulang pembentuk dari rangka tubuh. Lokasi dari persendian

Temporo Mandibula berada tepat dibawah telinga kiri dan kanan. Sendi tersebut berfungsi

menghubungkan rahang bawah dan rahang atas. Sendi Temoporo Mandibula merupakan sendi yang

unik karena bilateral dan merupakan sendi yang paling kompleks. Temporo Mandibular Joint (TMJ)

merupakan salah satu sendi yang sangat aktif dan paling sering digunakan, yaitu pada waktu

berfungsi untuk berbicara, mengunyah, menggiit, menguap dan lain-lainnya. TMJ juga

memungkinkan terjadinya tiga gerakan fungsi utama yaitu membuka dan menutup, memajukan dan

memundurkan, serta gerakan ke samping. TMJ terdiri dari beberapa bagian yang terpenting,

diantaranya :

1. Kondilus mandibula

Kondilus mandibula mempunyai letak dan posisi yang paling baik untuk bekerja sebagai poros

dari pergerakan mandibula. Kondilus orang dewasa berbentuk elips serta kasar, dengan sumbu

panjang yang bersudut ke belakang antara lima belas sampai tiga puluh derajat terhadap bidang

frontal. Diperkirakan kedua ukuran kondilus dan angulasinya sangat individual dan sering ada

perbedaan antara kanan dan kiri. Kondilus mandibula ukuran dan bentuknya bervariasi.

2. Diskus articularis

Letak kondilus mandibula tidak berkontak langsung dengan permukaan tulang temporal, tetapi

dipisahkan oleh suatu discus yang halus yang di sebut dengan meniscus atau discus artikularis.

Discus articularis terletak antara kondilus mandibula dan fossa glenoidalis. Discus articularis

terbagi dalam tiga bagian berdasarkan ketebalannya. Bagian tengah adalah bagian paling tipis

yang di sebut zona intermediate. Zona intermediate memisahkan bagian yang lebih tebal yang

disebut anterior band dan posterior band.

Bentuk penampangnya bulat lonjong,memanjang anterior posterior.dari arah lateral,discus

tampak cembung kearah cranial, sehingga sesuai dengan bentuk fossa mandibularis dan cekung

kearah kaudal sesuai dengan bentuk kondilus mandibula

Discus tersusun dari jaringan fibro kartilago, mengandung banyak proteoglikan sehingga

mempunyai daya tahan tinggi terhadap tekanan.diskus artikularis tidak mengandung pembuluh

darah dan saraf. Pada bagian posterior discus meleket pada jaringan ikat jarang yang memiliki

vaskularisasi dan inervasi yang tinggi, yaitu jaringan retrodistal.

Diskus tersusun dari tiga bagian, yaitu pita posterior dengan ketebalan 3 mm, zona intermediat

yang tipis, dan pita anterior dengan ketebalan 2 mm.

Diskus artikulasi membagi ruang sendi menjadi dua bagian yaitu :

1. Ruang sendi bagian kranial/superior : dibatasi oleh fossa mandibula dan permukaan superior

dari diskus artikularis.

2. Ruang sendi bagian kaudal/inferior : dibatasi oleh kondilus mandibularis dan permukaan

Page 8: mdl 3 blk 9

inferior dan diskus.

3. Fossa Glenoidalis

Kondilus mandibual membentuk persendian dengan bagian tulang temporal pada dasar cranium.

Bagian dari tulang temporal ini berbentuk cekungan yang di tempati kondilus mandibula.

Bagian inilah yang di kenal sebagai fossa glenoidalis. Fossa glenoidalis cekung disebelah latero-

median dan antero-posterior. Pada bagian yang paling dalam dari fossa ini, tulangnya sangat

tipis dan tidak dapat mendukung mandibula. Fossa glenoidalis padat tetapi tipis dan tertutup

oleh jaringan lunak yang tipis sehingga struktur ini tidak dapat menahan beban yang besar.

4. Kapsul sendi

Kapsul sendi menutupi discuss articularis. Kapsul ini pada bagian atas menempel pada rim fossa

glenoidalis dan eminensia articularis. Pada bagian bawah menempel pada kondilus. Pada bagian

posterior menempel pada zona bilaminer. Disebelah anterior, kapsul berhubungan dengan

insersi otot pterygoideus lateralis. Disebelah medial, kapsul sendi tipis dan disebelah lateral

lebih tebal dan diperkuat oleh ligament temporomandibula.

5. Ligamen-ligamen sendi

Ligament merupakan jaringan ikat fibrous avaskuler yang kuat. Ada tiga ligament yang

berkaitan dengan TMJ, yaitu ligament temporomandibula, ligament sphenomandibula dan

ligament stylomandibula.

Ligament berfungsi melindungi struktur sendi terdiri dari jaringan ikat kolagen yang yang tidak

dapat meregang.

Ligamen-ligamen yang terdapat pada sendi temporomandibula yaitu;

a. ligamentum kolateral/ diskal

ligamentum ini terdiri dari ligamentum kolateral medial, dan ligamenrtum kolateral lateral.

b.  ligamentum kapsul sendi

Fungsinya untuk mengelilingi  sendi sehingga dapat mempertahankan cairan synovial

c.  ligamentum temporomandibularis

Ligamentum ini terdiri daribagian oblik luar yang berfungsi dalam menahan pengeluaran yang

berlebihan dari kandilus, dan bagian horizontal yang berperan membatasi gerakan ke posterior

dari kondilus dan discus

d.  ligamentum sphenomandibularis

Merupakan ligament tambahan pada TMJ. Memiliki peran penting dalam pergerakan mandibula

e. ligamentum stylomandibularis

Ligamentum ini berperan dalam membatasi pergerakan protrusi yang berlebihan dari mandibula

6. Membran synovial

Membrane ssynovial adalah membrane sekretori khusus yang menyediakan nutrient, pelumasan

dan pembersihan untuk permukaan sendi serta menanggung beban. Permukaan articular dari

Page 9: mdl 3 blk 9

sendi dilumasi dan mendapat makanan dari cairan synovial yang dikeluarkan ke kompartemen

sendi oleh membrane synovial. Cairan synovial disekresikan dengan jumlah yang cukup untu

bekerja sebagai pelumas. Cairan itu juga membersihkan potongan – potongan yang sudah rusak

dan sel – sel katabolis keluar dari permukaan sendi.

7. Otot-otot mastikasi

TMJ juga dikontrol oleh otot, terutama otot pengunyahan yang terletak disekitar rahang dan

sendi tomporomandibula. Walaupun banyak otot pada kepala dan leher, tetapi istilah otot

mastikasi biasanya menunjuk pada 4 pasang otot, yaitu otot masseter, otot temporalis, otot

pterygoideus lateralis dan pterygoideus medialis.

Page 10: mdl 3 blk 9

2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan anatomi muskulus TMJ.

a. M. temporalis. Origo luas pada permukaan lateral cranii, dan menguncup menuju insersio pada processus coronoideus mandibula. Fungsi utamanya menarik rahang bawah ke atas (gerakan seperti gunting).

b. M. masseter. Menempati bagian lateral mandibula. Origonya dari daerah maxillaris kepala dan archus zygomaticus. Insersionya lebar pada mandibula agak di belakang. Otot ini sering multipenatus yang dipisahkan oleh tendo yang kuat. Arah serabut otot berbeda-beda dengan fungsi yang berbeda pula. Sebagian serabut menarik rahang bawah ke depan, dan lainnya menarik ke belakang. Tetapi fungsi secara umum adalah menarik rahang bawah ke atas dan ke sisi yang aktif. Saat mastikasi, pada satu waktu, kontraksinya terbatas pada satu sisi yang aktif saja.

c. M. pterygoideus. Otot ini berada di sisi medial mandibula. Berorigo pada daerah pterygopalatine kepala menuju medial mandibula. Otot ini terbagi dua yaitu bagian lateral (kecil) dan bagian medial (lebih besar). Beberapa serabut otot bagian lateral dilekatkan ke discus articularis, dan berfungsi membantu mengontrol pergerakan rahang bawah. Tetapi fungsi utama otot pterygoideus adalah mengangkat rahang bawah dan menarik ke dalam dengan sedikit gerakan ke depan secara bersamaan. Pada spesies yang membutuhkan gerakan rahang bawah transversus, m. masseter dan lawannya m. pterygoideus mungkin membentuk satu pasangan fungsional.

d. M. TemporalisOrigo : fossa temporalis dan fascia temporalis

Page 11: mdl 3 blk 9

Insersio : Pinggir anterior dan permukaan medial proc. Coronoideus mandibula

3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan anatomi nervus TMJ.

Reseptor Syaraf Pada TMJ

I. Reseptor Persendian

Terdiri dari mekanoreseptor (badan akhiran saraf) dan resptor nyeri/nosireseptor (ujung

akhiran bebas). Berdasarkan penyebaran jenisnya, rseptor persendian terdiri dari :

1. Reseptor tipe I : merupakan mekanoreseptor yang terdapat pada lapisan luar kapsul sendi,

berupa kapsul yang berbentuk bulat kecil. Berfungsi menerima tekanan terutama kearah

posterior dan berperan dalam mempertahankan posisi mandibula.

2. Reseptor tipe II : merupakan mekanoreseptor yang terdapat didalam kapsul sendi berbentuk

spindle tebal, berperan dalam menerima kesan getaran pada sendi.

3. Reseptor tipe III : merupakan mekanoreseptor yang terdapat pada ligamentum lateralis

TMJ. Berperan dalam menerima kesan tekan/kearah lateral pada TMJ.

4. Reseptor tipe IV : merupakan reseptor nyeri berupa akhiran bebas ujung syaraf tanpa

myelin yang terletak disekeliling kapsul sendi. Reseptor nyeri tidak didapati pada kartilago

sendi, jaringan synovial dan diskus artikularis.

Nervus yang mempersarafi Temporo Mandibulae Joint·     Nervus Mandibularis.

·     Nervus Aurikutemporal.

·     Nervus maseterikus.·     Nervus Fascialis (Pedersen, 1996).        Persyarafan sensorik pada sendi temporomandibula yang terpenting dilakukanj oleh

nervus aurikutemporal yang merupakan cabang pertama posterior dari nervus mandibularis. Saraf lain yang berperan adalah nervus maseterikus dan nervus temporal. Nervus maseterikus bercabang lagi di depan kapsul dan meniskus. Nervus aurikutemporal  dan nervus maseterikus merupakan serabut – serabut properioseptif dari implus sakit nervus temporal anterior dan posterior melelwati

Page 12: mdl 3 blk 9

bagian lateral muskulus pterigoideus, yang selanjutnya masuk ke permukaan dari muskulus temporalis, saluran spinal dari nervus trigeminus. Permukaan fibrous artikular, fibrokartilago, daertrah sentral meniskus dan membran sinovial tidak ada persyarafannya (Pedersen, 1996).

4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan posisi normal TMJ (mekanisme

pergerakan/ fisiologi TMJ).

Berdasarkan hasil penelitian elektromiografi, gerak mandibula dalam hubungannya dengan rahang atas dapat diklasifikasikan sebagai berikut yaitu :

1.      Gerak membukaSeperti sudah diperkirakan, gerak membuka maksimal umumnya lebih kecil daripada kekuatan gigitan maksimal (menutup). Muskulus pterygoideus lateralis berfungsi menarik prosessus kondiloideus ke depan menuju eminensia artikularis. Pada saat bersamaan, serabut posterior muskulus temporalis harus relaks dan keadaan ini akan diikuti dengan relaksasi muskulus masseter, serabut anterior muskulus temporalis dan muskulus pterygoideus medialis yang berlangsung cepat dan lancar. Keadaan ini akan memungkinkan mandibula berotasi di sekitar sumbu horizontal, sehingga prosessus kondilus akan bergerak ke depan sedangkan angulus mandibula bergerak ke belakang. Dagu akan terdepresi, keadaan ini berlangsung dengan dibantu gerak membuka yang kuat dari muskulus digastricus, muskulus geniohyoideus dan muskulus mylohyoideus yang berkontraksi terhadap os hyoideum yang relatif stabil, ditahan pada tempatnya oleh muskulus infrahyoidei. Sumbu tempat berotasinya (Pedersen, 1996).a.       Gerak membukab.      Gerak menutupc.       Protrusid.      Retusie.       Gerak lateralmandibula tidak dapat tetap stabil selama gerak membuka, namun akan bergerak ke bawah dan ke depan di sepanjang garis yang ditarik (pada keadaan istirahat) dari prosessus kondiloideus ke orifisum canalis mandibularis (Pedersen, 1996).3.      Gerak menutupPenggerak utama adalah muskulus masseter, muskulus temporalis, dan muskulus pterygoideus medialis. Rahang dapat menutup pada berbagai posisi, dari menutup pada posisi protrusi penuh sampai menutup pada keadaan prosesus kondiloideus berada pada posisi paling posterior dalam fosa glenoidalis. Gerak menutup pada posisi protrusi memerlukan kontraksi muskulus pterygoideus lateralis, yang dibantu oleh muskulus pterygoideus medialis. Caput mandibula akan tetap pada posisi ke depan pada eminensia artikularis. Pada gerak menutup retrusi, serabut posterior muskulus temporalis akan bekerja bersama dengan muskulus masseter untuk mengembalikan prosesus kondiloideus ke dalam fosa glenoidalis, sehingga gigi geligi dapat saling berkontak pada oklusi normal (Pedersen, 1996).Pada gerak menutup cavum oris, kekuatan yang dikeluarkan otot pengunyahan akan diteruskan terutama melalui gigi geligi ke rangka wajah bagian atas. Muskulus pterygoideus lateralis dan serabut posterior muskulus temporalis cenderung menghilangkan tekanan dari caput mandibula pada saat otot-otot ini berkontraksi, yaitu dengan sedikit mendepresi caput selama gigi geligi menggeretak. Keadaan ini berhubungan dengan fakta bahwa sumbu rotasi mandibula akan melintas di sekitar ramus, di daerah manapun di dekat orifisum canalis mandibular. Walaupun demikian masih diperdebatkan tentang apakah articulatio temporomandibula merupakan sendi yang tahan terhadap stres atau tidak. Hasil-hasil penelitian mutakhir dengan menggunakan model fotoelastik dan dengan cahaya polarisasi pada berbagai kondisi beban menunjukkan bahwa artikulasio ini langsung berperan dalam mekanisme stress (Pedersen, 1996).

Page 13: mdl 3 blk 9

4.      ProtrusiPada kasus protrusi bilateral, kedua prosesus kondiloideus bergerak ke depan dan ke bawah pada eminensia artikularis dan gigi geligi akan tetap pada kontak meluncur yang tertutup. Penggerak utama pada keadaan ini adalah muskulus pterygoideus lateralis dibantu oleh muskulus pterygoideus medialis. Serabut posterior muskulus temporalis merupakan antagonis dari kontraksi muskulus pterygoideus lateralis. Muskulus masseter, muskulus pterygoideus medialis dan serabut anterior muskulus temporalis akan berupaya mempertahankan tonus kontraksi untuk mencegah gerak rotasi dari mandibula yang akan memisahkan gigi geligi. Kontraksi muskulus pterygoideus lateralis juga akan menarik discus artikularis ke bawah dan ke depan menuju eminensia artikularis. Daerah perlekatan fibroelastik posterior dari diskus ke fissura tympanosquamosa dan ligamen capsularis akan berfungsi membatasi kisaran gerak protrusi ini (Pedersen, 1996).5.      RetrusiSelama pergerakan, kaput mandibula bersama dengan discus artikularisnya akan meluncur ke arah fosa mandibularis melalui kontraksi serabut posterior muskulus temporalis. Muskulus pterygoideus lateralis adalah otot antagonis dan akan relaks pada keadaan tersebut(Pedersen, 1996).Otot-otot pengunyahan lainnya akan berfungsi mempertahankan tonus kontraksi dan menjaga agar gigi geligi tetap pada kontak meluncur. Elastisitas bagian posterior discus articularis dan capsula articulatio temporomandibularis akan dapat menahan agar diskus tetap berada pada hubungan yang tepat terhadap caput mandibula ketika prosesus kondiloideus bergerak ke belakang (Pedersen, 1996).6.      Gerak lateralPada saat rahang digerakkan dari sisi yang satu ke sisi lainya untuk mendapat gerak pengunyahan antara permukaan oklusal premolar dan molar, prosesus kondiloideus pada sisi tujuan arah mandibula yang bergerak akan ditahan tetap pada posisi istirahat oleh serabut posterior muskulus temporalis sedangkan tonus kontraksinya akan tetap dipertahankan oleh otot-otot pengunyahan lain yang terdapat pada sisi tersebut. Pada sisi berlawanan prosesus kondiloideus dan diskus artikularis akan terdorong ke depan ke eminensia artikularis melalui kontraksi muskulus pterygoideus lateralis dan medialis, dalam hubungannya dengan relaksasi serabut posterior muskulus temporalis. Jadi, gerak mandibula dari sisi satu ke sisi lain terbentuk melalui kontraksi dan relaksasi otot-otot pengunyahan berlangsung bergantian, yang juga berperan dalam gerak protrusi dan retrusi Pada gerak lateral, caput mandibula pada sisi ipsilateral, ke arah sisi gerakan, akan tetap ditahan dalam fosa mandibularis. Pada saat bersamaan, caput mandibula dari sisi kontralateral akan bergerak translasional ke depan. Mandibula akan berotasi pada bidang horizontal di sekitar sumbu vertikal yang tidak melintas melalui caput yang ‘cekat’, tetapi melintas sedikit di belakangnya. Akibatnya, caput ipsilateral akan bergerak sedikit ke lateral, dalam gerakan yang dikenal sebagai gerak Bennett (Pedersen, 1996).Selain menimbulkan pergerakan aktif, otot-otot pengunyahan juga mempunyai aksi postural yang penting dalam mempertahankan posisi mandibula terhadap gaya gravitasi. Bila mandibula berada pada posisi istirahat, gigi geligi tidak beroklusi dan akan terlihat adanya celah atau freeway space diantara arkus dentalis superior dan inferior (Pedersen, 1996).

5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan jenis kelainan TMJ.

Keabnormalan pada proses TMJ diantara:1.    Dislokasi   misalnya luksasi terjadi bila kapsul dan ligamen temporomandibula mengalami gangguan sehingga memungkinkan processus condylaris untuk bergerak lebih kedepan dari eminentia articularis dan ke superior pada saat membuka mulut. Kontriksi otot dan spasme yang terjadi selanjutnya akan mengunci processus condylaris dalam posisi ini, sehingga mengakibatkan gerakan menutup. Dislokasi dapat terjadi satu sisi atau dua sisi, dan

Page 14: mdl 3 blk 9

kadang terjadi secara sepontan bila mulut dubuka lebar, misalnya pada saat makan atau mengunyah. Dislokasi dapat juga ditimbulkan oleh trauma saat penahanan mandibula waktu dilakukan anestesi umum atau akibat pukulan. Dislokasi dapat bersifat kronis dan kambuh, dimana pasien akan mengalami serangkaian serangan yang menyebabkan kelemahan abnormal kapsul pendukung dan ligamen(subluksasi kronis) (Pedersen, 1996).

2.      Kelainan internal ini jika perlekatan meniscus pada kutub processus condylaris lateral mengendur atau terputus, atau jika zona bilaminar mengalami kerusakan atau degenerasi akibat trauma atau penyakit sendi ataupun keduanya, maka stabilitas sendi akan terganggu. Akibatnya akan terjadi pergeseran discus kearah anteromedial akibat tidak adanya penahanan terhadap pergerakan musculus pterygoideus laterralis superior. Berkurangnya pergeseran kearah anterior yang spontan dari discus ini akan menimbulkan ”kliking” yang khas, yang akan terjadi bila jarak antara insisal meningkat. Sumber ”kliking”sendi ini berhubungan dengan pergeseran prosescus condylaris melewati pita posterior meniscus yang tebal. Dengan memendeknya pergeseran anterior dari meniscus, terjadi ”kliking” berikutnya. Pada tahap inilah discus akan bersifat fibrokartilagenus, yang mendorong terbentuknya konfirgurasi cembung-cembung (Pedersen, 1996).      Closed lock merupakan akibat dari pergeseran discus ke anterior yang terus bertahan. Bila pita posterior dari discus yang mengalami deformasi tertahan di anterior processus condylaris, akan terbentuk barier mekanis untuk pergeseran processus condylaris yang normal. Jarak antar insisial jarang melebihi 25 mm, tidak terjadi translasi, dan fenomena “clicking” hilang. Closed lock dapat terjadi sebentar-sebentar dengan disela oleh “clicking” dan “locking”, atau bisa juga bersifat permanen. Pada kondisi parsisten, jarak antar insisal secara bertahap akan meningkat akibat peregangan dari perlekatan posterior discus, dan bukannya oleh karena pengurangan pergeseran yang terjadi. Keadaan ini dapat berkembang ke arah perforasi discus yang disertai dengan osteoarthritis pada processus condylaris dan eminentia articularis(Pedersen, 1996).

3.      Closed lock akut  Keadaan closed lock yang akut biasanya diakibatkan oleh trauma yang menyebabkan processus condylaris terdorong ke posterior dan akibat terjadi cedera pada perlekatan posterior. Rasa sakit atau tidak enak yang ditimbulkan dapat sangat parah, dan keadaan ini kadang disebut sebagai discitis. Discitis ini lebih menggambarkan keradangan pada perlekatan discus daripada keadaan discus yang avaskular/aneural (Pedersen, 1996).

4.      Artritis. Keradangan sendi temporomandibula yang disebabkan oleh trauma, atritis tertentu, dan infeksi disebut sebagai artritis. Trauma, baik akut atau pun kronis, menyebabkan suatu keadaan progresif yang ditandai dengan pembekaan, rasa sakit yang timbul hilang dan keterbatasan luas pergerakan sendi yang terlibat (Pedersen, 1996).

5.      Spasme otot. Miospasme atau kekejangan otot, yaitu kontraksi tak sadar dari satu atau kelompok otot yang terjadi secara tiba-tiba, biasanya nyeri dan sering kali dapat menimbulkan gangguan fungsi. Devisiasi mandibula saat membuka mulut dan berbagai macam gangguan/keterbatasan pergerakan merupakan tanda obyektif dari miospasme. Bila musculus maseter dan temporalis mengalami kekejangan satu sisi, maka pergerakan membuka dari mandibula akan tertahan, dan akan terjadi deviasi mandibula ke arah sisi yang kejang. Pada saat membuka mulut mengunyah dan menutupkan gerakan akan timbul rasa nyeri ekstraartikular. Bil;a musculus pterygoideus lateralis inferior mengalami spasme akan terjadi maloklusi akut, yang ditunjukkan dengan tidak beroklusinya gigi-gigi posterior pada sisi yang sama dengan musculus tersebut, dan terjadi kontak prematur gigi-gigi anterior pada sisi yang berlawanan. Nyeri akibat spasme pterygoideus lateralis kadang terasa pada sendi itu sendiri. Bila terjadi kekejangan pada musculus masseter, temporalis, dan musculus pterygoideus

Page 15: mdl 3 blk 9

lateralis inferior terjadi secara berurutan, baik unilateral ataupun bilateral, maka dapat timbul maloklusi akut (Pedersen, 1996).

6.      Oklusi. Pemeriksan gigi secara menyeluruh dengan memperhatikan khususnya faktor oklusi, merupakan awal yamg tepat. Gangguan oklusi secara umum bisa langsung diperiksa, yaitu misalnya gigitan silang, gigitan dalam, gigi supraerupsi dan daerah tak bergigi yang tidak direstorasi. Abrasi ekstrem dan aus karena pemakain seringakali merupakan tanda khas penderita bruxism, yang bisa langsung dikenali. Protesa yang digunakan diperiksa stabilitas, fungsi dan abrasi/aus pada oklusal (Pedersen, 1996).

7.      Sters. Walaupu sters dikatakan memiliki peranan etiologis yang penting dalam dialami penderita atau reaksi penderita dalam menghadapinya. Beberapa penderita akan mengalami kualitas tidurnya menjadi rendah dengan mulai timbulnya bruxism dengan keadaan sters (Pedersen, 1996).

Kelainan sendi temporomandibulaKelainan STM dapat dikelompokkan dalam 2 bagian yaitu : gangguan fnsi akibat adanya kelainan struktural dan dangguan fungsi akibat adanya penyimpangan dalam aktifitas salah satu komponen fungsi sistem mastikasi (disfungsi). Kelainan STM akibat kelainan struktural jarang dijumpai dan terbanyak dijumpai adalah disfungsi.

STM yang diberikan beban berlebihan  akan menyebabkan kerusakan pada strukturnya ataun mengganggu hubungan fungsional yang normal antara kondilus, diskus dan eminensia yang akan menimbulkan rasa sakit, kelainan fungsi tubuh, atau kedua-keduanya. Idealnya, semua pergerakan STM harus dipenuhi tanpa rasa sakit dan bunyi pada sendi.

Kelainan strukturalKelainan struktural adalah kelainan yang disebabkan oleh perubahan struktur persendiana akibat gangguan pertumbuhan, trauma eksternal, penyakit infeksi atau neoplasma dan umumnya jarang dijumpai.Gangguan pertumbuhan konginetal berkaitan dengan hal-hal yang terjadi sebelum kelahiran yang menyebabkan kelainan perkembangan yang muncul setelah kelahiran. Umumnya  gangguan tersebut terjadi pada kondilus yang menyebabkan kelainan selain pada bentuk wajah yang menimbulkan masalah estetika juga masalah fungsional

Cacat juga dapat terjadi pada permukaan artikular, yang maana  cacat ini dapat menyebabkan masalah pada saat sendi berputar yang dapat pula melibatkan permukaan diskus. Cacat dapat disebabkan karena trauma pada rahang bawah, peradangan, dan kelainan struktural. Perubahan di dalam artikular juga dapat terjadi kerena variasi dari tekanan emosional. Oleh karena itu, ketika tekanan emosional meningkat, maka tekanan pada artikular berlebihan, menyebabkan terjadinya perubahan pergerakan.Tekanan yang berlebihan pada sendi dapat mengakibatkan penipisan pada diskus. Tekanan  berlebihan yang terus menrus pada akhirnya menyebabkan perforasi dan keausan sampai terjadi fraktur pada diskus yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada permukaan artikular

Kelainan trauma akibat perubahan pada STM dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan, kondilus ataupun keduanya. Konsekuensi yang mungkin terjadi adlah dislokasi, hemartrosisi dan fraktur kondilus. Pasien yang mengalami dislokasi tidak dapat menutup mulut dan terjadi open bite anterior, serta dapat tekanan pada satu atau dua saluran pendengaran.

Page 16: mdl 3 blk 9

Kelainan struktural akibat trauma STM juga dapat menyebabkan edema atau hemorage di dalam sendi. Jika trauma belum menyebabkan fraktur mandibula, pada umumnya pasien mengalami pembengkakan pada daerah STM , sakit bila digerakaan dan pergerakan sendi berkurang. Kondisi ini kadang kadang dikenal sebagai radang sendi traumatis.

Kelainan struktural yang dipengaruhi penyakit infeksi akan melibatkan sistem muskuluskeletal yang banyak terdapat pada STM, penyakit-penyakit tersebut antara lain yaitu osteoarthritis dan reumatoid arthritis adalah suatu penyakit peradangan sistemik yang melibatkan sekililing STM

Gangguan FungsionalGangguan fungsional adalah masalah-masalah STM yang timbul akibat fungsi yang menyimpang kerena adanya kelainan pada posisi dan fungsi gigi-geligi, atau otot-otot kunyah.Suatu keadaan fisiologis atau yang biasa disebut orthofunction yakni batas toleransi tiap individu saat melakukan pergeseran mandibula saat melakukan pergeseran mmandibula tanpa menimbulakan keluhan otot ditandai dengan adanya keserasian antara morfologi oklusi dan fungsi neuromuskular. Istilah keadaan ini dikenal dengan zona toleransi fisiologik. Apabila ada rangsangan yang menyimpang dari biasanya akibat oklusi gigi yang menimbulkan kontak prematur, respon yang timbul berfariasi akibat biologis  yang umumnya merupakan respon adaptif atau periode adaptasi. Disini terjadi perubahan-perubahan adaptif pada jaringan yang terlibat sebagai upaya menerima rangsangan yang menyimpang tersebut contoh dari perubahan adaptif adalah ausnya permukaan oklusal gigi, timbulnya perubahan membran periodontal, resorbsi alveolar setempat. Periode oklusi ini akan jalan terus menerus sampai batas toleransi fisiologis otoy-otot  atau jaringan sekitar telah terlampaui. Berapa lama adatasi ini akan berlangsung berbeda antara individu yang satu dengan yang lain, dan dipengaruhi oleh keadaan patologi. Setelah batas psikologis ini terlampaui respon jaringan mengalami perubahann yang bersifat lebih patologis. Keluhan dirasakan pada otot-otot pergerakan mandibula, atau dapat pula pada sendi temporo mandibula.

6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penyebab kelainan TMJ.

Gangguan TMJ dapat terjadi apabila:

Disk mengikis atau bergerak keluar dari penyelarasan yang tepat.

Tulang rawan sendi yang rusak karena radang sendi.

Joint rusak oleh pukulan atau dampak lainnya.

Otot-otot yang menstabilkan sendi menjadi lelah dari bekerja terlalu keras, yang dapat terjadi jika Anda terbiasa menggiling mengepalkan atau gigi Anda.

Berikut ini adalah perilaku atau kondisi yang dapat menyebabkan gangguan TMJ.

1. Teeth grinding  dan mengepalkan gigi (bruxism) meningkatkan dikenakan di lapisan tulang rawan TMJ. Mereka yang menggiling atau mengepalkan gigi mereka mungkin tidak menyadari perilaku ini kecuali mereka diberitahu oleh seseorang mengamati pola ini saat sedang tidur atau oleh profesional gigi melihat tanda-tanda keausan pada gigi. Banyak pasien terbangun di pagi hari dengan rahang atau telinga sakit.

2. Kebiasaan mengunyah permen karet atau menggigit kuku

3. Masalah gigi dan misalignment gigi (malocclusion). Pasien mungkin mengeluh bahwa sulit untuk menemukan yang nyaman gigitan atau bahwa cara gigi mereka cocok bersama-sama telah berubah. Mengunyah hanya pada satu sisi rahang dapat mengakibatkan atau akibat dari masalah TMJ.

Page 17: mdl 3 blk 9

4. Trauma pada rahang,. Sebelumnya patah tulang di tulang rahang atau wajah dapat menyebabkan gangguan TMJ.

5. Stres  sering mengarah pada energi gugup yang belum dirilis. Hal ini sangat umum bagi orang-orang di bawah tekanan untuk melepaskan energi dengan gugup ini baik secara sadar atau tidak sadar mengepalkan grinding dan gigi mereka.

6. Tugas kerja seperti memegang telepon antara kepala dan bahu dapat berkontribusi gangguan TMJ.

Factor factor etiologi disfungsi sendi dibagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu :1.      Faktor predisposisi Merupakan factor yang meningkatkan resiko terjadinya dsifungsi sendi. Terdiri dari :

a.       Keadaan sistemik. Penyakit sistemik yang sering menimbulkan gangguan sendi temporomandibula adalah rematikb.      Keadaan structural. Keadaan structural yang mempengaruhi sendi temporomandibular adalah oklusi dan anatomi sendi, meliputi :1)      Hilangnya gigi posterior openbite anterior2)      Impaksi molar 33)      Overbite yang lebih dari 6-7 mm, dll

2.      Faktor inisiasi (presipitasi)Merupakan factor yang memicu terjadinya gejala-gejala disfungsi sendi temporomandibula misalnya kebiasaan parafungsi oral dan trauma yang diterima sendi temporomandibula. Trauma pada dagu dapat menimbulkan traumatic atritis sendi temporomandibula.

Beberapa tipe parafungsi oral seperti kebiasaan menggigit pipi, bibir, dan kuku dapat menimbulkan kelelahan otot, nyeri wajah, dan keausan pada gigi-gigi.Kebiasaan menerima telepon dengan gagang telepon disimpan antara telinga dan bahu, posisi duduk atau berdiri/berjalan dengan kepala lebih ke depan dapat mengakibatkan kelainan fungsi fascia otot, karena seluruh fascia dalam tubuh saling memiliki keterkaitan maka adanya kelainan pada salah satu organ tubuh mengakibatkan kelainan pada organ lainnya

3.     Factor PerpetuasiMerupakan factor etiologi dalam gangguan sendi temporomandibula yang menyebabkan terhambatnya proses penyembuhan sehingga gangguan ini bersifat menetap, meliputi tingkah laku sosial, kondisi emosional, dan pengaruh lingkungan sekitar.

7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan perawatan pada kasus kelainan TMJ.

Perawatan Ganggguan Sendi RahangDukungan utama dari perawatan untuk sakit sendi rahang akut adalah panas dan es, makanan lunak (soft diet) dan obat-obatan anti peradangan ( Suryonegoro H, 2009 ).

1.      Jaw Rest (Istirahat Rahang)             Sangat menguntungkan jika membiarkan gigi-gigi terpisah sebanyak mungkin. Adalah juga sangat penting mengenali jika kertak gigi (grinding) terjadi dan menggunakan metode-metode untuk mengakhiri aktivitas-aktivitas ini. Pasien dianjurkan untuk menghindari mengunyah permen karet atau makan makanan yang keras, kenyal (chewy) dan garing (crunchy), seperti sayuran mentah, permen-permen atau kacang-kacangan. Makanan-makanan

Page 18: mdl 3 blk 9

yang memerlukan pembukaan mulut yang lebar, seperti hamburger, tidak dianjurkan ( Suryonegoro H, 2009 ).

2.      Terapi Panas dan Dingin             Terapi ini membantu mengurangi tegangan dan spasme otot-otot. Bagaimanapun, segera setelah suatu luka pada sendi rahang, perawatan dengan penggunaan dingin adalah yang terbaik. Bungkusan dingin (cold packs) dapat membantu meringankan sakit (Suryonegoro H, 2009 ).

3.      Obat-obatan            Obat-obatan anti peradangan seperti aspirin, ibuprofen (Advil dan lainnya), naproxen (Aleve dan lainnya), atau steroids dapat membantu mengontrol peradangan. Perelaksasi otot seperti diazepam (Valium), membantu dalam mengurangi spasme-spasme otot ( Suryonegoro H, 2009 ).

4.      Terapi Fisik           Pembukaan dan penutupan rahang secara pasiv, urut (massage) dan stimulasi listrik membantu mengurangi sakit dan meningkatkan batasan pergerakan dan kekuatan dari rahang ( Suryonegoro H, 2009 ).

5.      Managemen stres            Kelompok-kelompok penunjang stres, konsultasi psikologi, dan obat-obatan juga dapat membantu mengurangi tegangan otot. Umpanbalikbio (biofeedback) membantu pasien mengenali waktu-waktu dari aktivitas otot yang meningkat dan spasme dan menyediakan metode-metode untuk membantu mengontrol mereka ( Suryonegoro H, 2009 ).

6.      Terapi Occlusal           Pada umumnya suatu alat acrylic yang dibuat sesuai pesanan dipasang pada gigi-gigi, ditetapkan untuk malam hari namun mungkin diperlukan sepanjang hari. Ia bertindak untuk mengimbangi gigitan dan mengurangi atau mengeliminasi kertakan gigi (grinding) atau bruxism ( Suryonegoro H, 2009 ).

7.      Koreksi Kelainan Gigitan           Terapi koreksi gigi, seperti orthodontics, mungkin diperlukan untuk mengkoreksi gigitan yang abnormal. Restorasi gigi membantu menciptakan suatu gigitan yang lebih stabil. Penyesuaian dari bridges atau crowns bertindak untuk memastikan kesejajaran yang tepat dari gigi-gigi ( Suryonegoro H, 2009 ).

8.      Operasi            Operasi diindikasikan pada kasus-kasus dimana terapi medis gagal. Ini dilakukan sebagai jalan terakhir. TMJ arthroscopy, ligament tightening, restrukturisasi rahang (joint restructuring), dan penggantian rahang (joint replacement) dipertimbangkan pada kebanyakan kasus yang berat dari kerusakan rahang atau perburukan rahang (Suryonegoro H, 2009 ).

9.      Perawatan  Tanpa bedahBeberapa kasus gangguan TMJ akan berakhir dengan perawatan biasa yang bahkan mungkin tidak membutuhkan kehadiran dokter gigi di samping anda. Di antaranya :a.       Mengubah kebiasaan buruk. Dokter gigi anda akan mengingatkan anda untuk lebih memperhatikan kebiasaan-kebiasaan anda sehari-hari. Misalnya kebiasaan menggemertakkan gigi, bruxism, atau menggigit-gigit sesuatu. Kebiasaan ini harus digantikan dengan kebiasaan baik seperti membiarkan otot mulut dalam kondisi rilex dengan gigi atas dan bawah tidak terlalu rapat, lidah menyentuh langit-langit dan berada tepat di belakang gigi atas anda.

Page 19: mdl 3 blk 9

b.       Mengurangi kelelahan otot rahang. Dokter gigi anda akan meminta anda tidak membuka mulut terlalu lebar dalam berbagai kesempatan. Contohnya jangan tertawa berlebihan.

c.        Peregangan dan pijatan. Dokter gigi akan memberikan latihan bagaimana caranya meregangkan atau memijat otot rahang anda. Sebagai tambahan juga mungkin akan diberikan petunjuk bagaimana posisi kepala, leher, dan bahu yang tepat dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

d.       Kompres panas atau dingin. Dengan mengompress kedua sisi wajah anda baik dengan kompres panas atau dingin akan membantu relaksasi otot rahang.

e.        Obat anti inflamasi. Untuk mengurangi inflamasi (peradangan) dan rasa sakit, dokter gigi anda mungkin akan menyarankan aspirin atau obat anti inflamasi nonsteroid lainnya, misalkan ibuprofen (Advil, Motrin, dll)

f.        Biteplate. Jika TMJ anda mengalami kelainan pada posisi mengunyah, sebuah biteplate (pemandu gigitan) akan diberikan. Biteplate dipasang di gigi untuk menyesuaikan rahang atas dengan rahang bawah. Dengan posisi mengunyah yang benar tentunya akan membantu mengurangi tekanan di struktur sendi.

g.        Penggunaan night guard. Alat ini berguna untuk mengatasi kebiasaan bruxism di malam hari.

h.       Terapi kognitif. Jika TMJ anda mengalami gangguan karena stress atau anxietas, dokter gigi anda akan menyarankan untuk menemui psikiater untuk mengatasinya.

10.  Perawatan lanjutan            Jika perawatan non bedah tidak berhasil mengurangi gejala gangguan TMJ, dokter gigi anda akan merekomendasikan perawatan berikut :a.       Perawatan gigi. Dokter gigi anda akan memperbaiki gigitan dengan menyeimbangkan permukaan gigi anda. Caranya bisa dengan mengganti gigi yang hilang atau tanggal, memperbaiki tambalan atau membuat mahkota tiruan baru.b.       Obat kortikosteroid. Untuk sakit dan peradangan pada sendi, obat kortikosteroid akan diinjeksikan ke dalam sendi.c.        Arthrocentesis. Prosedur ini dilakukan dengan jalan menyuntikan cairan ke dalam sendi untuk membuang kotoran atau sisa peradangan yang mengganggu rahang.d.       Pembedahan. Jika semua perawatan tidak berhasil juga, dokter gigi akan merujuk anda ke dokter gigi spesialis bedah mulut.

G. Sintesa dan Uji informasi yang telah diperoleh

Untuk mendapatkan langkah ini, masing-masing anggota kelompok menyatukan informasi

pada proses tutorial hari kedua yang dibantu oleh tutor.

Page 20: mdl 3 blk 9

DAFTAR PUSTAKA

Dhanrajani PJ, Jonaidel O (2002) Trismus: Aetiology, Differential Diagnosis and Treatment. Dental Update 29, 88-94.

Jubhari, Eri.H (2002) Proses Menua Sendi Temporomandibula pada Pemakai Gigitiruan Lengkap. Cermin Dunia Kedokteran 137, 42-45.

Kurnikasari, Erna, Perawatan Disfungsi Sendi Temporomandibula Secara Paripurna. FKG Unpad.

Pedersen, Gordon W. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta: EGC. 1996. p. 306-309.

Shulman DH, Shipman B, Willis FB (2009) Treating trismus with dynamic splinting: a case report. Journal of Oral Science 51, 141-144.