90
Modul Kompetensi 17 MEMERIKSA NORMA K3 BAHAN BERBAHAYA DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang B. Tujuan Pembelajaran 1. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) 2 2. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) 2 BAB II KEGIATAN PEMBELAJARAN PENGAWASAN NORMA K3 BAHAN BERBAHAYA A. URAIAN DAN CONTOH 1. Dasar Hukum 2. Pengertian 3. Ruang Lingkup 4. Pengetahuan a. Bahan Kimia Berbahaya b. Asbes c. Pestisida d. Limbah Industri e. Rencana Tanggap Darurat 5. Syarat-syarat Penerapan 6. Tata cara pemeriksaan 7. Tata Laksana Teknis a. Pengajuan perijinan/rekomendasi/ pengesahan 1

Mdl.k3 Bahan Berbahaya.2011

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Mdl.k3 Bahan Berbahaya.2011

Citation preview

DAFTAR ISI

Modul Kompetensi 17 MEMERIKSA NORMA K3 BAHAN BERBAHAYA

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR

i

DAFTAR ISI

ii

BABIPENDAHULUAN

1

A. Latar Belakang

B. Tujuan Pembelajaran

1.Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)

2

2.Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)

2

BABIIKEGIATAN PEMBELAJARAN

PENGAWASAN NORMA K3 BAHAN BERBAHAYA

A. URAIAN DAN CONTOH

1. Dasar Hukum

2. Pengertian

3. Ruang Lingkup

4. Pengetahuan

a. Bahan Kimia Berbahaya

b. Asbes

c. Pestisida

d. Limbah Industri

e. Rencana Tanggap Darurat

5. Syarat-syarat Penerapan

6. Tata cara pemeriksaan

7. Tata Laksana Teknis

a. Pengajuan perijinan/rekomendasi/ pengesahan

b. Pelaporan hasil pemeriksaan syarat-syarat penerapan

B. RANGKUMAN

C. TEST FORMATIF

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

1. Cheklist Pemeriksaan Lingkungan Kerja

2. Contoh ijin kerja ruang terbatas dan ijin bekerja pada ketinggian

3. Contoh laporan pemantauan lingkungan kerja

4. Contoh formulir penilaian risiko

5. Contoh ventilasi

6. Gambar alat ukur pemantaun lingkungan

7. Contoh formulir laporan bahan kimia berbahaya

8. Contoh LDKB dan Label

9. Contoh perijinan / rekomendasi pestisida

10. Contoh sertifikat dan buku kerja Ahli K3, Petugas K3 Kimia, Teknisi Bekerja Pada ruang Terbatas, Teknisi Akses Tali.

BAB III

KEGIATAN PEMBELAJARAN - 2

PENGAWASAN NORMA K3 BAHAN BERBAHAYA

A. URAIAN DAN CONTOH

1. Dasar Hukum

Undang Undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan B3

Keputusan Menteri Tenaga kerja RI No. Kep. 187/MEN/1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di tempat kerja

Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per.03/MEN/1985 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pemakaian Asbes

Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI. No. Per 03/MEN/1986 Tentang Syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan Di Tempat Kerja yang mengelola Pestisida.

Surat Edaran Menakertrans No. SE. 140/Men/PPK-KK/II/2004 tentang Pemenuhan Kewajiban Syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan kerja di Industri Kimia Dengan Potensi Bahaya Besar (Major Hazard Instalation)

Surat Keputusan Dirjen Binwasnaker No. Kep. 113/DJPPK/IX/2006 tentang Pedoman dan Pembinaan Teknis Petugas K3 Ruang Terbatas;

Surat Keputusan Dirjen Binwasnaker No. Kep.104/DJPPK/IX/2006 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan K3 Pemakaian Bahan yang Mengandung Asbes di Tempat Kerja;

Surat Edaran Dirjen Binwasnaker No. Kep. 01/DJPPK/I/2011 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pembinaan Terhadap Ahli, Teknisi dan Petugas Lingkungan Kerja dan Bahan Berbahaya

2. Pengertian

Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia dalam bentuk tunggal atau campuran yang berdasarkan sifat kimia dan atau fisika dan atau toksikologi berbahaya terhadap tenaga kerja, instalasi dan lingkungan.

Nilai Ambang Kuantitas (NAK) adalah standar kuantitas bahan kimia berbahaya untuk menetapkan potensi bahaya bahan kimia di tempat kerja.

Lethal Dose 50 (LD 50) adalah dosis yang menyebabkan kematian pada 50% binatang percobaan.

Lethal Concentration 50 (LC 50) adalah konsentrasi yang menyebabkan kematian pada 50% binatang percobaan.

Label adalah pemberian tanda berupa gambar/simbol, huruf/tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk pernyataan lain yang disertakan pada bahan berbahaya, dimasukkan ke dalam, ditempelkan, atau merupakan bagian kemasan bahan berbahaya, sebagai keterangan atau penjelasan yang berisi nama sediaan atau nama dagang, nama bahan aktif, isi/berat netto, kalimat peringatan dan tanda atau simbol bahaya, petunjuk pertolongan pertama pada kecelakaan.

Lembar Data Keselamatan Bahan (LDKB) adalah lembar petunjuk yang berisi informasi tentang sifat fisika, kimia dari bahan berbahaya, jenis bahaya yang dapat ditimbulkan, cara penanganan dan tindakan khusus yang berhubungan dengan keadaan darurat dalam penanganan bahan berbahaya.Pengendalian bahan kimia berbahaya adalah upaya dan atau kegiatan yang dilakukan untuk mencegah dan atau mengurangi risiko akibat penggunaan bahan kimia berbahaya di tempat kerja terhadap tenaga kerja, alat-alat kerja dan lingkungan.

Asbes adalah serat yang belum terikat oleh semen atau bahan lain. Asbes adalah serat mineral alami yang memiliki sifat-sifat ketangguhan dalam kelenturan, ketahanan terhadap bahan kimia, suhu panas, dan lain sebagainya

Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk :

1) Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian

2) Memberantas rerumputan

3) Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan

4) Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman tidak termasuk pupuk

5) Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan dan ternak

6) Memberantas atau mencegah hama-hama air,

7) Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan

8) Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air.

Limbah adalah bahan sisa pada suatu kegiatan dan/atau proses produksi.

Limbah bahan berbahaya dan beracun, disingkat limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahkluk hidup lain.

Pengelolaan limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencakup penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pengelolaan limbah B3 serta penimbunan hasil pengolahan tersebut.

Pengolahan limbah B3 adalah proses untuk mengubah karakteristik dan komposisi limbah B3 menjadi tidak berbahaya dan/atau tidak beracun, atau memungkinkan agar limbah B3 dimurnikan dan/atau didaur ulang.Kondisi darurat bahaya besar (major emergency) dalam pekerjaan adalah suatu keadaan yang menimbulkan potensi untuk menyebabkan luka berat atau hilangnya nyawa manusia.3. Ruang lingkup obyek pengawasanRuang lingkup obyek pengawasan bahan berbahaya mencakup :

a. Bahan kimia berbahaya

b. Asbes

c. Pestisida

d. Limbah industri

e. Rencana Tanggap Darurat4. Pengetahuan

A. Bahan Kimia Berbahaya

Klasifikasi atau penggolongan bahan-bahan kimia berbahaya diperlukan untuk memudahkan pengenalan serta cara penanganan dan transportasi. Secara umum, bahan-bahan kimia berbahaya diklasifikasikan menjadi beberapa kriteria :

bahan beracun;

bahan sangat beracun;

cairan mudah terbakar;

cairan sangat mudah terbakar;

gas mudah terbakar;

bahan mudah meledak;

bahan reaktif;

bahan oksidator;

Bahan kimia beracun dan sangat beracuna. Bahan kimia yang termasuk kriteria bahan beracun atau sangat beracun sebagaimana dimaksud, ditetapkan dengan memperhatikan sifat kimia, fisika dan toksik.

b. Sifat kimia, fisika dan toksik, bahan kimia ditetapkan sebagai berikut:

bahan beracun dalam hal pemajanan melalui Mulut : LD 50 > 25 atau < 200 mg/kg berat badan, atau Kulit :LD 50 > 25 atau < 400 mg/kg berat badan, atau Pernafasan : LC 50 > 0,5 mg/l dan < 2 mg/l;

bahan sangat beracun dalam hal pemajanan melalui Mulut : LD 50 < 25 mg/kg berat badan, atau Kulit : LD 50 < 50 mg/kg berat badan, atau pernafasan : LC 50 < 0,5 mg/l.

Bahan-bahan beracun dalam industri dapat dibagi dalam beberapa kelompok :

i. Senyawa logam dan metaloid : Pb, Hg, kadmium, krom arsen dan fosfor

ii. Bahan pelarut organik : kloroform, etanol, metanol

iii. Gas-gas beracun : N2, CO2, HCN, H2s

iv. Bahan karsinogenik : Benzena, asbes, benzidin, vinil klorida

v. Pestisida : organoklorin, organo fosfat Cairan mudah terbakar, sangat mudah terbakar dan gas mudah terbakar

a. Bahan kimia yang termasuk kriteria cairan mudah terbakar, cairan sangat mudah terbakar dan gas mudah terbakar, sebagaimana dimaksud ditetapkan dengan memperhatikan sifat kimia dan fisika.

b. Sifat fisika dan kimia ditetapkan sebagai berikut :

cairan mudah terbakar dalam hal titik nyala > 21C dan < 55 C pada tekanan 1 (satu) atmosfir;

cairan sangat mudah terbakar dalam hal titik nyala < 21 C dan titik didih > 20 C pada tekanan 1 (satu) atmosfir;

gas mudah terbakar dalam hal titik didih < 20 C pada tekanan 1 (satu) atmosfir.

Bahan Mudah terbakar dapat dibagi dalam 3 kelompok :

i. Zat padat mudah terbakar : Belerang, fosfor, kertas/rayon, kapas

ii. Zat cair mudah terbakar : eter, alkohol, aseton, benzena

iii. Gas mudah terbakar : hidrogen, asetilen, etilen oksida

Bahan Kimia mudah meledak, reaktif dan oksidatora. Bahan kimia ditetapkan termasuk kriteria mudah meledak sebagaimana dimaksud apabila reaksi kimia bahan tersebut menghasilkan gas dalam jumlah dan tekanan yang besar serta suhu yang tinggi, sehingga menimbulkan kerusakan disekelilingnya.

Beberapa contoh bahan mudah meledak :

i. Bahan kimia eksplosif : Trinitoluen (TNT), nitrogliserin

ii. Debu eksplosif : debu karbon, zat warna diazo, magnesium

iii. Campuran eksplosif : Campuran bahan oksidator dan reduktor ( as.nitrat + etanol)

b. Bahan kimia ditetapkan termasuk kriteria reaktif sebagaimana dimaksud dalam huruf g apabila bahan tersebut :

bereaksi dengan air mengeluarkan panas dan gas yang mudah terbakar

contoh seperti : Alkali,alkalitana,logam halida,oksida anhidrat, oksida non logam halida

bereaksi dengan asam mengeluarkan panas dan gas yang mudah terbakar atau beracun atau korosif.

Seperti : kalium klorat, kalium permanganat, asam kromatc. Bahan kimia ditetapkan termasuk kriteria oksidator, sebagaimana dimaksud dalam huruf h apabila reaksi kimia atau penguraiannya menghasilkan oksigen yang dapat menyebabkan kebakaran.

Terdiri dari : i. Oksidator anorganik : permanganat, perklorat dikromat,

ii. Peroksida organik : bensil peroksida, eter oksida, asam perasetat

Bentuk Pengendalian Bahan Kimia BerbahayaSejalan dengan meningkatnya kegiatan industri yang mengolah, menyimpan, mengedarkan, mengangkut dan mempergunakan bahan kimia berbahaya, berpotensi untuk menimbulkan bahaya besar bagi industri, tenaga kerja, lingkungan maupun sumberdaya lainnya. Usaha pengendalian tersebut meliputi:

a. penyediaan Lembar Data Keselamatan Bahan (LDKB) dan Label serta;

b. penunjukan petugas K3 Kimia dan Ahli K3 Kimia di tempat kerja.

Label dan Lembar Data Keselamatan Bahan

Label atau Etiket

Label atau etiket diperlukan sebagai informasi yang cepat dapat dikenal untuk pekerja apalagi yang berpendidikan rendah, sehingga dengan cepat dapat bersikap hati-hati dalam penanganan bahan kimia berbahaya. Setiap bahan kimia di tempat kerja harus dikenal dan disertai dengan label yang benar dan mutakhir.

Cara pemberian label atau etiket dapat juga berbeda dari satu negara ke negara lain atau dari satu petunjuk ke yang lainnya. Label atau etiket memuat antara lain :

a. Nama produk

b. Identifikasi bahaya

c. Tanda bahaya dan artinya

d. Uraian resiko dan penanggulangannya

e. Tindakan pencegahan

f. Instruksi dalam hal terkena atau terpapar

g. Instruksi kebakaran

h. Instruksi tumpahan atau kebocoran

i. Instruksi pengisian dan penyimpanan

j. Referensi

k. Nama, alamat dan no. telepon pabrik dan atau distributor

Beberapa contoh label dan pemasangan label :

Lembar Data Keselamatan Bahan (LDKB)

Lembar data keselamatan bahan harus tersedia untuk semua bahan kimia yang berada diperusahaan. Lembar data memberikan informasi dasar mengenai bahan kimia tersebut dan keselamatan pemakaiannya. Juga menunjukkan tindakan kesiagaan, termasuk alat pelindung diri dan prosedur daruratnya.

Lembar data keselamatan bahan secara garis besar harus memuat penjelasan-penjelasan antara lain:

a. Identitas bahan dan perusahaan

b. Komposisi bahan

c. Identifikasi bahaya

d. Tindakan pertolongan pertama pada kecelakaan ( P3K)

e. Tindakan penanggulangan kebakaran

f. Tindakan mengatasi kebocoran dan tumpahan

g. Penyimpanan dan penanganan bahan

h. Pengendalian pemajanan dan alat pelindung diri

i. Sifat fisika dan kimia

j. Stabilitas dan reaktifitas bahan

k. Informasi toksikologi

l. Informasi ekologi

m. Pembuangan limbah

n. Pengangkutan bahan

o. Informasi peraturan perundang-undangan yang berlaku

p. Informasi lain yang diperlukan

Berikut dibawah ini bentuk lembar data keselamatan bahan sesuai dengan lampiran I Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.187 tahun 1999 :

LEMBAR DATA KESELAMATAN BAHAN

1. Identitas Bahan dan Perusahaan

Nama bahan

:

Rumus kimia

:

Code produksi

:

Synonim

:

Nama perusahaan (pembuat) atau distributor atau importir:

a. Nama perusahaan (pembuat)

Alamat

:

Phone

:

b. Nama distributor

Alamat

:

Phone

:

c. Nama importir

Alamat

:

Phone

:

2. Komposisi Bahan

Bahan

% berat CAS No.Batas pemajanan

3. Identifikasi Bahaya

Ringkasan bahaya yang penting:

Akibatnya terhadap kesehatan:

Mata

Kulit

Tertelan

Terhirup

Karsinogenik

Teratogenik

Reproduksi

4. Tindakan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)

Terkena pada :

Mata

Kulit

Tertelan

Terhirup

5. Tindakan Penanggulangan Kebakaran

a. Sifat-sifat bahan mudah terbakar

Titik nyala

: .. C ( . F)

b. Suhu nyala sendiri

: . C

c. Daerah mudah terbakar

Batas terendah mudah terbakar : %

Batas tertinggi mudah terbakar: %

d. Media pemadaman api

:

e. Bahaya khusus

:

f. Instruksi pemadaman api

:

6. Tindakan Terhadap Tumpahan dan Kebocoran

a. Tumpahan dan kebocoran kecil

b. Tumpahan dan kebocoran besar

c. Alat pelindung diri yang digunakan

7. Penyimpanan dan Penanganan Bahan

a. Penanganan bahan

b. Pencegahan terhadap pemajanan

c. Tindakan pencegahan terhadap kebakaran danpeledakan

d. Penyimpanan

e. Syarat khusus penyimpanan bahan

8. Pengendalian Pemajanan dan Alat Pelindung Diri

a. Pengendalian teknis

b. Alat pelindung diri

Pelindung pemajanan, mata, kulit, tangan, dll

9. Sifat-sifat Fisika dan Kimia

a. Bentuk

: padat/cair/gas

b. Bau

:

c. Warna

:

d. Masa jenis

:

e. Titik didih

:

f. Titik lebur

:

g. Tekanan uap

:

h. Kelarutan dalam air

:

i. P H

:

10. Reaktifitas dan Stabilitas

a. Sifat reaktifitas

:

b. Sifat stabilitas

:

c. Kondisi yang harus dihindari

:

d. Bahan yang harus dihindari

:

(incompatibility)

e. Bahan dekomposisi

:

f. Bahaya polimerisasi

:

11. Informasi Toksikologi

a. Nilai Ambang Batas (NAB)

: ppm

b. Terkena mata

c. Tertelan

LD 50 (mulut)

: ...

d. Terkena kulit

:

e. Terhirup

LC 50 (pernafasan)

:

f. Efek lokal

:

g. Pemaparan jangka pendek (akut) :

h. Pemaparan jangka panjang (kronik):

Karsinogen

Teratogen

Reproduksi

Mutagen

12. Informasi Ekologia. Kemungkinan dampaknya terhadap lingkungan

b. Degradasi lingkungan

c. Bio akumulasi

13. Pembuangan Limbah

14. Pengangkutan

a. Peraturan internasional

b. Pengangkutan darat

c. Pengangkutan laut

d. Pengangkutan udara

15. Peraturan Perundang-undangan

16. Informasi lain yang diperlukan

Penunjukan Petugas K3 Kimia dan Ahli K3 Kimia

Petugas K3 Kimia

Tatacara penunjukan petugas K3 Kimia dan Ahli K3 Kimia itu sendiri diatur dalam peraturan perundangan ini sebagai berikut :

Petugas K3 Kimia mempunyai kewajiban :

a. melakukan identifikasi bahaya;

b. melaksanakan prosedur kerja aman;

c. memberikan petunjuk dalam prosedur penanggulangan keadaan darurat;

d. mengembangkan pengetahuan K3 bidang kimia.

Untuk dapat ditunjuk sebagai Petugas K3 kimia ditetapkan :

a. bekerja pada perusahaan yang bersangkutan;

b. tidak dalam masa percobaan;

c. hubungan kerja tidak didasarkan pada Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT);

d. telah mengikuti kursus tehnis K3 kimia.

e. Kursus tehnis Petugas K3 Kimia sebagaimana dimaksud dilaksanakan oleh perusahaan sendiri, pada ayat (2) huruf d, atau perusahaan jasa K3, atau instansi yang berwenang dengan kurikulum seperti yang tercantum dalam lampiran IV Keputusan Menteri ini.

Penunjukan Petugas K3 Kimia ditetapkan berdasarkan permohonan tertulis dari Pengusaha atau Pengurus kepada Menteri atau Pejabat yang ditunjuk.

Permohonan penunjukan Petugas K3 Kimia sebagaimana dimaksud harus melampirkan :

a. daftar riwayat hidup;

b. surat keterangan berbadan sehat dari dokter;

c. surat keterangan pernyataan bekerja penuh dari perusahaan yang bersangkutan;

d. fotocopy ijasah atau surat tanda tamat belajar terakhir;sertifikat kursus teknis petugas K3 Kimia.Ahli K3 Kimia

Ahli K3 Kimia mempunyai kewajiban :

a. membantu mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan k3 bahan kimia berbahaya;

b. memberikan laporan kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk mengenai hasil pelaksanaan tugasnya;

c. merahasiakan segala keterangan yang berkaitan dengan rahasia perusahaan atau instansi yang didapat karena jabatannya;

d. menyusun program kerja pengendalian bahan kimia berbahaya di tempat kerja;

e. melakukan identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko; mengusulkan pembuatan prosedur kerja aman dan penanggulangan keadaan darurat kepada pengusaha atau pengurus;

f. Penunjukan Ahli K3 Kimia dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Perusahaan dengan Potensi Instalasi Bahaya Besar

Pengusaha atau pengurus suatu perusahaan yang dikategorikan mempunyai potensi bahaya besar wajib:

Mempekerjakan petugas K3 Kimia dengan ketentuan apabila dipekerjakan dengan sistem kerja non shift sekurang-kurangnya 2 (dua) orang dan apabila dipekerjakan dengan sistem kerja shift sekurang-kurangnya 5 (lima) orang.

Mempekerjakan ahli K3 Kimia sekurang-kurangnya 1 (satu) orang;

Perusahaan dengan Potensi Instalasi Bahaya Menengah

Perusahaan yang dikategorikan mempunyai potensi bahaya menengah wajib mempunyai petugas K3 Kimia dengan ketentuan apabila dipekerjakan dengan sistem kerja non shift sekurang-kurangnya 1 (satu) orang, dan apabila dipekerjakan dengan mempergunakan shift sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang;

B. AsbesB.1.Dasar-dasar K3 Asbestos

Berdasarkan sifat-sifat dalam pengertiannya, ASBESTOS dan SMS (Serat Mineral Sintetis) banyak digunakan di sektor industri. Nilai Ambang Batas Asbes adalah angka yang menunjukkan konsentrasi serat asbes di udara tempat kerja, dimana dengan konsentrasi di bawah angka ini orang yang terpapar dalam waktu 8 jam sehari dan 40 jam seminggu tidak akan mengalami gangguan kesehatan dan kenyamanan kerja.

Disamping sifat ketahanannya, asbes juga mengandung resiko/bahaya yang cukup besar terutama bagi penggarap bahan baku, pengolah, pengangkut, pemakai, dan pekerja lainnya yang berhubungan dengan asbestos. Pencegahan dan pengendalian terhadap dampak tersebut harus sesuai dengan peraturan-perundangan, standard dan guideline yang berlaku. Prosedur kerja harus benar-benar ditaati, agar aman.

B.2.Kewajiban-kewajiban

Kewajiban Pengurus

Pengurus/Pengusaha suatu perusahaan yang menggunakan atau memakai asbes atau bahan yang mengandung asbes wajib untuk :

a. Menyediakan alat-alat pelindung diri bagi pekerja

b. Memberikan penerangan kepada pekerja mengenai

1. bahaya yang mungkin terjadi karena pemaparan.

2. cara-cara kerja yang aman,

3. pemakaian alat pelindung diri yang benar.

c. Memberitahukan secara tertulis kepada Menteri dan menjelaskan proses produksi, jenis asbes yang dipakai atau ditambang, barang jadi dan lokasi kegiatan selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari sebelum proses dimulai.

d. Memasang tanda atau rambu-rambu di tempat-tempat tertentu di lingkungan kerja sedemikian rupa sehingga mudah dilihat atau dibaca, bahwa setiap orang yang berada dilokasi tersebut harus menggunakan alat pelindung diri sesuai dengan tanda atau rambu-rambu yang ada.

e. Melakukan pengendalian terhadap debu asbes yang terkandung diudara lingkungan kerja dengan mengambil sampel pada beberapa tempat yang diperkirakan konsentrasi debu asbesnya tinggi dalam setiap 3 bulan atau frekwensi tertentu.

f. Memberikan kepada pekerja yang bekerja dalam tambang atau setiap proses yang memakai asbes sebuah buku petunjuk yang secara terperinci menjelaskan mengenai bahaya-bahaya yang berhubungan dengan asbes dan cara pencegahannya.

g. Memberikan penerangan atau informasi yang diperlukan oleh pegawai pengawas yang mengadakan inspeksi di tempat kerja.

Kewajiban tenaga kerjaSetiap tenaga kerja yang bekerja pada tempat kerja yang menggunakan atau memakai asbes atau bahan yang mengandung asbes wajib :

a. selama melakukan tugas pekerjaannya menggunakan alat pelindung diri yang diperlukan.

b. Melepas dan menyimpan alat pelindung diri dan pakaian kerja di tempat yang telah ditentukan.

c. Melapor pada pengurus bila :

1. kerusakan alat kerja

2. kerusakan alat pelindung diri

3. kerusakan alat ventilasi di ruang kerja atau alat pengaman lainnya.

d. Menggunakan respirator khusus dan alat pelindung khusus lainnya bila berada di tempat-tempat yang kadar asbesnya melampaui nlai ambang batas yang telah ditentukan dalam peraturan yang berlaku.

B.3. Bentuk Pengendalian K3 Asbes1. Alat Pelindung Diri

Kewajiban pemakaian alat pelindung diri pada setiap tenaga kerja yang terlibat dalam proses penggunaan/pemakaian bahan asbes atau bahan mengandung bahan asbes merupakan suatu keharusan. Khususnya alat pelindung diri dan pakaian kerja yang telah dipakai tidak boleh dipakai pekerja lain kecuali bila alat pelindung diri dan pakaian kerja sudah dibersihkan dimana :

pembersihan alat pelindung diri harus dilakukan dalam pabrik

pakaian kerja dibersihkan di tempat kerja.

Bila dibersihkan diluar pabrik maka cara distribusi pakaian diatur sedemikian rupa agar aman dan diberi label.

Pakaian kerja sesudah dipakai harus dibersihkan dan disimpan di tempat yang telah ditentukan.

2. Kebersihan Lingkungan Kerja

i. Ventilasi

Setiap ruang kerja wajib dipasang alat ventilasi yang sesuai agar serat asbes yang terkandung diudara tempat kerja berada dibawah nilai ambang batas.

Pada waktu proses industri alat ventilasi wajib dihidupkan, dirawat, dan diperbaiki bila terjadi kerusakan.

Alat ventilasi harus diperiksa secara teratur setiap 3 bulan dan hasil pemeriksaan dicatat dan disimpan dalam waktu 3 bulan.

Alat ventilasi dan alat pelindung diri serta hasil pemeriksaan tersebut diperiksa dan diawasi oleh pegawai pengawas.

Kantong-kantong filter alat ventilasi yang telah penuh debu asbes ditempatkan pada tempat yang tertutup untuk menghindari penyebaran debu asbes.

ii. Penanganan Debu Asbes

Tempat kerja termasuk mesin, alat-alat bengkel, peralatan tambang atau pabrik yang digunakan dalam proses produksi harus diusahakan tetap bersih dan bebas dari akumulasi debu asbes.

Untuk membersihkan debu asbes dilarang menggunakan hembusan udara tekan tetapi harus dengan peralatan pembersih hampa udara/penghisap debu atau pembersih basah.

Pembungkus/kantong yang digunakan untuk tempat asbes harus tidak dapat ditembus oleh debu asbes, tertutup sempurna, diberi tanda dengan tulisan dan dibuang ke tempat yang ditentukan.

iii. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja

Pemeriksaan kesehatan bagi pekerja yang memakai asbes wajib dilakukan oleh dokter pemeriksa kesehatan kerja.

Pemeriksaan kesehatan harus dilaksanakan secara rutin setahun sekali meliputi foto rontgen paru, riwayat pekerjaan, riwayat merokok, pengujian kimia dan tes fungsi paru.

Hasil-hasil pemeriksaan kesehatan tersebut wajib dilaporkan oleh dokter pemeriksa.

i. Pengurus wajib membiayai semua pemeriksaan kesehatan tersebut dan menyimpan semua hasil dalam air

ii. Pellet

iii. Tablet

iv. Butiran

Kristal pemeriksaan serta mentaati keterangan dokter pemeriksa sesuai hasil pemeriksaan.

C. Pestisida

C.1. Jenis dan Klasifikasi Pestisida

a. Berdasarkan sasaran penggunaan

Sasaran

InsektisidaSerangga

AkarisidaTungau

NematisidaNematoda

MoluscisidaSiput

HerbisidaTanaman pengganggu

FungisidaCendawan

BakterisidaBakteri

RodentisidaBinatang pengerat

AntibiotikaKuman-kuman, dsb

b. Berdasarkan jalan masuk

i. Kulit

ii. Mulut, dan

iii. Paru-paru

c. Bentuknya

v. Cairan yang dapat diemulsikan (EC)

vi. Cairan yang larut dalam air (WSC)

vii. Larutan

viii. Debu

ix. Bubuk yang dapat disuspensikan

x. Bubuk yang dapat larutxi. Aerosol

xii. Gas cair

d. Struktur kimia

i. Organo chlor

ii. Organo phospat

iii. Penguat

iv. Dan lain-lain

Daya racun (toksisitas) atau Tingkat toksisitas berdasarkan LD 50 dan LC 50

e. Berdasarkan tingkat bahaya

Berdasarkan sifat fisik dan kimia pestisida dan tingkat bahaya pestisida, pestisida dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) kelompok yaitu:

1. Pestisida yang dapat didaftarkan; dan

2. Pestisida yang dilarang

Kriteria pestisida yang dilarang sesuai ketentuan internasional adalah pestisida yang termasuk ke dalam ketegori:

1. Formulasi pestisida termasuk kelas la, artinya sangat berbahaya sekali dan Ib artinya berbahaya sekali menurut klasifikasi WHO;

2. Mempunyai LC50 inhalasi formulasi lebih kecil dari 0,05 mg/l selama 4 jam periode pemaparan;

3. Mempunyai indikasi karsinogenik, onkogenik, teratogenik, dan mutagenik.

f.Berdasarkan cara penggunaan

Berdasarkan cara penggunaannya, pestisida dapat diklasifikasikan ke dalam 2 (dua) kelompok yaitu:

1. Pestisida untuk penggunaan umum; dan

2. Pestisida untuk penggunaan terbatas

C.2. Jenis perijinan Pestisida

Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, izin pestisida dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:

A. Izin Percobaan

Izin Percobaan diberikan dengan maksud agar pemohon dapat membuktikan kebenaran atas klaim produk yang akan didaftarkannya, yaitu klaim yang berkaitan dengan mutu, efikasi dan toksisitas pestisida.

Izin Percobaan diberikan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing untuk jangka waktu satu tahun.

B. Izin Sementara

Izin Sementara pestisida diberikan dengan maksud agar pemohon pendaftaran dapat melengkapi data dan informasi sesuai dengan persyaratan teknis dan administrasi yang telah ditetapkan.

Pestisida yang telah memperoleh Izin Sementara dapat diproduksi/diedarkan atau digunakan dalam jumlah yang terbatas dan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Pertanian.

Izin Sementara berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 3 (tiga) kali, masing-masing untuk jangka waktu satu tahun.

C. Izin Tetap

Izin Tetap pestisida diberikan kepada pemohon yang telah memenuhi seluruh persyaratan baik teknis maupun administrasi.

Pestisida yang telah memperoleh Izin Tetap dapat digunakan/diedarkan secara komersial dengan jumlah yang tidak terbatas dan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Pertanian.

Izin Tetap berlaku selama 5 (lima) tahun.

Pestisida yang telah memperoleh Izin Sementara maupun Izin Tetap namun apabila diketahui menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup, maka Menteri Pertanian dapat mencabut status izin pestisida tersebut.

Berdasarkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973, maka sebelum ijin dari Menteri Pertanian dikeluarkan, harus terlebih dahulu mendapatkan rekomendasi keselamatan dan kesehatan kerja dari Menteri Tenaga Kerja.

C.3. Syarat-syarat K3 PestisidaPestisida adalah racun berbahaya. Bahaya itu akan dapat dihindari apabila pada waktu bekerja dengan pestisida, norma-norma K3 mendapat perhatian sebaik-baiknya oleh pengusaha dan tenaga kerja. Syarat-syarat K3 di tempat kerja tentang pengelolaan pestisida menurut Permenaker No. 03/MEN/1986 adalah sebagai berikut :

C.3.1. Syarat-syarat tenaga kerja yang mengelola Pestisida

Setiap tenaga kerja yang dipekerjakan mengelola pestisida harus memenuhi syarat antara lain :

Berumur lebih dari 18 tahun.

Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO No. 138 dengan Undang-undang No. 20 tahun 1999 mengenai Usia Minimum Untuk Diperbolehkan Bekerja, dan Konvensi No. 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Untuk Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak dengan Undang-undang No. 1 Tahun 2000, namun keberadaan pekerja anak di Indonesia tidak mungkin di hilangkan begitu saja dalam waktu singkat. Prioritas yang dapat di lakukan saat ini adalah mengeliminir bahaya yang timbul bagi anak-anak yang bekerja.

Yang dimaksudkan dengan anak dalam konvensi ini adalah semua orang yang berusia dibawah 18 tahun (pasal 2)

Bentuk-bentuk terburuk pekerjaan anak sebagaimana diatur dalam pasal 3 konvensi mengandung pengertian antara lain : Pekerjaan yang sifat dan keadaan dalam pelaksanaannya membahayakan kesehatan, keselamatan atau moral anak

Telah menjalani pemeriksaan kesehatan

Pemeriksaan kesehatan sesuai dengan Permenakertrans No. 02/Men/1980 meliputi pemeriksaan awal, berkala dan khusus.

Telah mendapat penjelasan tentang cara pengelolaan pestisida serta latihan P3K .

Tidak boleh mengalami paparan lebih dari 5 jam sehari dan 30 jam seminggu.

Memakai alat pelindung diri yang sesuai.

Menjaga kebersihan badan, pakaian, alat pelindung diri, perlengkapan kerja, tempat kerja .

Dalam penyemprotan tidak boleh menggunakan pestisida dalam bentuk debu.

Tenaga kerja tidak boleh dalam keadaan mabuk atau kekurangan lain baik fisik maupun mental yang mungkin dapat membahayakan.

Tenaga kerja yang luka atau mempunyai penyakit kulit dilarang bekerja, kecuali bila dilakukan tindakan perlindungan.

Dilarang bekerja bagi wanita hamil atau menyusui.

C.3.2. Syarat syarat penyimpanan

Lokasi gudang harus terpisah dari aktivitas umum dan tidak terkena banjir dan lantai gudang harus miring. Oleh karena itu, drainase di dalam dan diluar gudang harus baik dan terawat.

Dinding dan lantai gudang harus kuat dan mudah di bersihkan. Hal ini mencegah kemungkinan runtuhan dan tergulingnya kontainer akibat lantai yang tidak stabil.

Pintu ditutup rapat dan di beri tanda peringatan atau dengan tulisan atau gambar.

Selalu di kunci apabila tidak ada kegiatan.

Tidak boleh disimpan bersama-sama dengan bahan-bahan lain. Hal ini untuk mencegah terjadinya kontaminasi atau pencampuran dengan bahan lain tersebut.

Mempunyai ventilasi, penerangan yang cukup dan suhu memenuhi ketentuan yang berlaku.

Dilengkapi dengan alat pemadam kebakaran sesuai kebutuhan yang berlaku. APAR (Alat pemadam api ringan) harus tersedia pada jarak 15 meter.

Cara penyimpanan pestisida harus memenuhi persyaratan yang berlaku terhadap kemungkinan bahaya peledakan. Perhatikan dan patuhi ketentuan yang tertulis dalam Lembar Data Keselamatan Bahan (MSDS).

C.3.3. Syarat-syarat pengangkutan

Harus dicegah agar tidak terjadi tumpahan atau percikan dan di awasi seorang petugas sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Dalam Kepmenaker No. 187/Men/1999 menyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai potensi bahaya kimia wajib mempekerjakan petugas K3 Kimia dan Ahli K3 Kimia.

C.3.4. Syarat-syarat Pencampuran dan penggunaan dalam ruang tertutup

Peralatan untuk mengolah pestisida tidak boleh di gunakan untuk keperluan lain dan diberi tanda yang jelas.

Persiapan dan pencampuran harus dilakukan sedemikian sehingga mencegah terjadinya kontaminasi dengan tenaga kerja.

Petugas atau pengawas tidak boleh meninggalkan tempat selama kegiatan persiapan dan pencampuran.

Jika pestisida digunakan di ruang tertutup, maka setelah selesai penyemprotan, ruang harus diberi tanda dilarang masuk tanpa alat pelindung diri untuk jangka waktu tertentu.

C.3.5.Tanda-tanda peringatan

Pada tempat kerja harus di pasang tanda peringatan, seperti AWAS BAHAN MUDAH MELEDAK ; AWAS BAHAN BERACUN dan sebagainya.

Pada tempat kerja harus di pasang gambar alat pelindung diri yang wajib dipakai.

C.3.6.Sanitasi dan kebersihan

Tempat kerja harus di jaga kebersihannya dan bebas dari ceceran bahan pestisida atau bahan kimia lain.

C.3.7.Nilai Ambang Batas, dan Pengendalian Bahaya

Kadar pestisida di tempat kerja tidak boleh melebihi nilai ambang batas yang di tentukan. NAB faktor kimia dapat di lihat di SE-01/MENAKER/1997.

Tempat yang mengelola pestisida harus di pasang alat pengendali bahaya dan alat deteksi, ventilasi dan instalasi pemadam kebakaran.

Setiap bahan harus di beri kode secara jelas sehingga mudah di bedakan dengan bahan-bahan yang lain.C.3.8. Peralatan dan Alat Pelindung Diri

Semua peralatan harus sesuai dengan syarat-syarat K3. Sebelum menggunakan peralatan sebaiknya periksa dahulu alat-alat pengaman, apakah berfungsi dengan baik. Contoh : periksa apakah tabung sprayer tidak bocor.

Semua peralatan yang akan di perbaiki harus dibersihkan pada tempat khusus.

Tenaga kerja harus menggunakan alat pelindung diri.C.3.9.Fasilitas Pelayanan Kesehatan Kerja

Tempat dimana dikelola pestisida harus menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan.

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja di perusahaan merupakan upaya dalam rangka perlindungan tenaga kerja terhadap gangguan kesehatan yang timbul dari pekerjaan atau lingkungan kerja, meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan fisik.

Pelayanan kesehatan kerja yang baik akan meningkatkan derajat kesehatan tenaga kerja yang merupakan salah satu faktor untuk meningkatkan produktivitas kerja melalui upaya-upaya kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Untuk mengendalikan dan menangani hal tersebut diatas maka telah dikeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per. 03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja yang menyatakan bahwa perusahaan wajib melaksanakan pelayanan kesehatan kerja dan melaporkan hasilnya.C.3.10. Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja

Tenaga kerja harus mendapatkan pemeriksaan kesehatan berkala 1 kali dalam setahun dan pemeriksaan khusus sekurang-kurangnya satu kali dalam enam bulan. Jenis pemeriksaan mengacu pada Permenaker RI. No. 02/Men/1980 berupa pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran jasmani, rontgen paru-paru (bilamana mungkin) dan laboratorium rutin, serta pemeriksaan lain yang di anggap perlu.

Pemeriksaan khusus dilakukan sesuai dengan jenis pestisida yang di gunakan. Pemeriksaan khusus ini antara lain dengan metode biological monitoring, pemeriksaan darah, urine dan lain-lain.C.3.11.Limbah dan Pemusnahan

Air limbah yang akan di buang harus memenuhi nilai baku mutu lingkungan

Dilakukan pengawasan terus menerus untuk mengetahui mutui air buangan.

Pemusnahan pestisida atau wadah harus dengan cara yang tidak membahayakan tenaga kerja dan lingkungan.

C.3.12.Kewajiban pengurus

Menyediakan fasilitas perawatan, pencucian dan penyimpanan untuk pakaian dan alat pelindung diri.

Menyediakan air, sabun, handuk dan tempat mandi

Menyediakan fasilitas makan dan minum

Membuat prosedur dan unit penanggulangan keadaan darurat.

C.3.13.Sangsi

Sesuai dengan UU No. 1 tahun 1970, kurungan 3 bulan atau denda seratus ribu rupiah. C.4. Bentuk Pengendalian K3 Pestisida

Ditinjau dari aspek tahapan, yaitu dari tidak ada menjadi ada dan kemudian menjadi tidak ada, maka ruang pengendalian pestisida dapat dikelompokkan menjadi beberapa aspek, yaitu:

1. Pengendalian melalui peraturan perundangan, antara lain dalam sistem pendaftaran dan perizinan pestisida;

2. Pembinaan kepada masyarakat;

3. Pemantauan dan penanggulangan dampak negatif;

4. Pengawasan;

5. Penelitian.

Mengingat luasnya ruang lingkup pengelolaan pestisida, maka dalam proses pengambilan keputusan tentang pestisida, Menteri Pertanian dibantu oleh suatu lembaga non struktural yaitu Komisi Pestisida. Komisi Pestisida beranggotakan wakil dari berbagai instansi terkait serta perguruan tinggi, yaitu wakil dari Departemen Pertanian, Departemen Kesehatan, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Tenaga Kerja, Menteri Negara Lingkungan Hidup, Badan paM, Institut Pertanian Bogor dan Universitas Gadjah Mada.

D. Limbah IndustriD.1. Karakteristik limbah:1. Berukuran mikro

2. Dinamis

3. Berdampak luas (penyebarannya)

4. Berdampak jangka panjang (antar generasi)

Faktor yang mempengaruhi kualitas limbah adalah:

1. Volume limbah

2. Kandungan bahan pencemar

3. Frekuensi pembuangan limbah

Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan menjadi 4 bagian:

1. Limbah cair

2. Limbah padat

3. Limbah gas dan partikel

4. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)

Untuk mengatasi limbah ini diperlukan pengolahan dan penanganan limbah. Pada dasarnya pengolahan limbah ini dapat dibedakan menjadi:

1. pengolahan menurut tingkatan perlakuan

2. pengolahan menurut karakteristik limbah

D.2. Indikasi Pencemaran Air

Indikasi pencemaran air dapat kita ketahui baik secara visual maupun pengujian.

1. Perubahan pH (tingkat keasaman / konsentrasi ion hidrogen)

Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan memiliki pH netral dengan kisaran nilai 6.5 7.5. Air limbah industri yang belum terolah dan memiliki pH diluar nilai pH netral, akan mengubah pH air sungai dan dapat mengganggu kehidupan organisme didalamnya. Hal ini akan semakin parah jika daya dukung lingkungan rendah serta debit air sungai rendah. Limbah dengan pH asam / rendah bersifat korosif terhadap logam.

2. Perubahan warna, bau dan rasa

Air normal dan air bersih tidak akan berwarna, sehingga tampak bening / jernih. Bila kondisi air warnanya berubah maka hal tersebut merupakan salah satu indikasi bahwa air telah tercemar. Timbulnya bau pada air lingkungan merupakan indikasi kuat bahwa air telah tercemar. Air yang bau dapat berasal dari limbha industri atau dari hasil degradasi oleh mikroba. Mikroba yang hidup dalam air akan mengubah organik menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau sehingga mengubah rasa.

3. Timbulnya endapan, koloid dan bahan terlarut

Endapan, koloid dan bahan terlarut berasal dari adanya limbah industri yang berbentuk padat. Limbah industri yang berbentuk padat, bila tidak larut sempurna akan mengendap di dasar sungai, dan yang larut sebagian akan menjadi koloid dan akan menghalangi bahan-bahan organik yang sulit diukur melalui uji BOD karena sulit didegradasi melalui reaksi biokimia, namun dapat diukur menjadi uji COD. Adapun komponen pencemaran air pada umumnya terdiri dari:

Bahan buangan padat

Bahan buangan organik

Bahan buangan anorganik

D.3. Limbah B3

Pengelolaan limbah B3 bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi sifat bahaya dan beracun limbah B3 agar tidak membahayakan kesehatan manusia dan untuk mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan.Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila mengandung bahan berbahaya atau beracun yang sifat dan konsentrasinya, baik langsung maupun tidak langsung, dapat merusak atau mencemarkan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan manusia.Yang termasuk limbah B3 antara lain adalah bahan baku yang berbahaya dan beracun yang tidak digunakan lagi karena rusak, sisa kemasan, tumpahan, sisa proses, dan oli bekas kapal yang memerlukan penanganan dan pengolahan khusus. Bahan-bahan ini termasuk limbah B3 bila memiliki salah satu atau lebih karakteristik berikut: mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan lain-lain, yang bila diuji dengan toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3.

Limbah yang termasuk limbah B3 adalah limbah yang memenuhi salah satu atau lebih karakteristik antara lain:

a. mudah meledak;

Limbah mudah meledak adalah limbah yang melalui reaksi kimia dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan.

b. mudah terbakar;

Limbah mudah terbakar adalah limbah yang bila berdekatan dengan api, percikan api, gesekan atau sumber nyala lain akan mudah menyala atau terbakar dan bila telah menyala akan terus terbakar hebat dalam waktu lama.c. bersifat reaktif;

Limbah reaktif adalah limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepaskan atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi

d. beracun;

Limbah beracun adalah limbah yang mengandung racun yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Limbah B3 dapat menimbulkan kematian atau sakit bila masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, kulit atau mulut.e. menyebabkan infeksi;

Limbah yang menyebabkan infeksi adalah limbah laboratorium yang terinfeksi penyakit atau limbah yang mengandung kuman penyakit, seperti bagian tubuh manusia yang diamputasi dan cairan tubuh manusia yang terkena infeksi.f. bersifat korosif;

Limbah yang bersifat korosif adalah limbah yang menyebabkan iritasi pada kulit atau mengkorosikan baja, yaitu memiliki pH sama atau kurang dari 2,0 untuk limbah yang bersifat asam dan lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa.

g.limbah lain yang apabila diuji dengan metode toksikologi dapat diketahui termasuk dalam jenis limbah B3.

Sedangkan jenis limbah B3 berdasarkan sumbernya meliputi:

a. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik;

b. Limbah B3 dari sumber spesifik;

c. Limbah B3 dari bahan kimia kadaluwarsa, tumpahan, sisa kemasan, dan buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi.

D.4. Sistim pembuangan limbah terdiri dari :

Inceneration

Sanitary landfill

Composting

Discharge to sewers

Dumping

Dumping in water

Landfill

Individual incineration

Recycling

Salwaging E. Rencana Tanggap Darurat

Prosedur dan keadaan darurat atau prosedur tanggap darurat dilakukan untuk mengatasi resiko yang masih ada setelah semua tindakan pencegahan yang sesuai dilakukan. Tindakan tersebut harus sesuai dengan bahaya dan harus praktis dan realistis agar efektif.

Rencana tanggap darurat tersebut dapat dibagi dalam rencana darurat di dalam perusahaan sendiri dan rencana darurat di luar lingkungan perusahaan. Rencana Darurat di dalam Perusahaan

Rencana darurat di dalam perusahaan menyangkut soal tindakan yang harus dilakukan oleh personil perusahaan didalam perusahaannya sewaktu terjadi suatu keadaan darurat Rencana tersebut harus memuat uraian tindakan yang harus dilakukan dalam keadaan darurat. Tujuan utama rencana darurat adalah untuk mengusahakan agar akibat dari keadaan darurat dapat ditekan sekecil mungkin. Oleh karena itu usaha dipusatkan kearah penampungan kebocoran

Rencana Keadaan Darurat di luar Perusahaan

Apabila bantuan dari luar untuk mengontrol kecelakaan atau jika akibat kecelakaan dapat membahayakan keselamatan dari orang-orang diluar perusahaan, maka harus disusun suatu rencana keadaan darurat di luar perusahaan.

Tujuan dari rencana tersebut adalah :

Untuk memberi informasi kepada orang-orang yang akan dimintai bantuan.Jika pemadam kebakaran atau regu penolong dari luar perusahaan akan diminta bantuan, maka sudah semestinya mereka harus mendapat informasi yang berhubungan dengan perusahaan yang bersangkutan

E.1.DasarDasar Kesiapan Tanggap Darurat di Tempat Kerja

Prosedur dan keadaan darurat atau prosedur tanggap darurat dilakukan untuk mengatasi resiko yang masih ada setelah semua tindakan pencegahan yang sesuai dilakukan. Tindakan tersebut harus sesuai dengan bahaya dan harus praktis dan realistis agar efektif.

Rencana tanggap darurat tersebut dapat dibagi dalam rencana darurat di dalam perusahaan sendiri dan rencana darurat di luar lingkungan perusahaan.

(a) Rencana Darurat di dalam Perusahaan

Rencana darurat di dalam perusahaan menyangkut soal tindakan yang harus dilakukan oleh personil perusahaan didalam perusahaannya sewaktu terjadi suatu keadaan darurat Rencana tersebut harus memuat uraian tindakan yang harus dilakukan dalam keadaan darurat. Tujuan utama rencana darurat adalah untuk mengusahakan agar akibat dari keadaan darurat dapat ditekan sekecil mungkin. Oleh karena itu usaha dipusatkan kearah penampungan kebocoran dan pemadaman kebakaran.

Peringatan Kepada yang Bersangkutan

Mereka yang harus melakukan suatu peranan di dalam rencana darurat harus diberi tahu jika terjadi suatu keadaan darurat Pemberitahuan ini termasuk penempatan personil untuk pos-pos darurat harus dilatih secara teratur.

Tindakan yang harus dilakukan

Tindakan pertama yang harus dilakukan adalah ditujukan untuk mengatasi keadaan darurat, menghentikan kebocoran-kebocoran. memadamkan api, mencegah bagian lain dari perusahaan terlibat dalam keadaan darurat. Orang-orang yang terancam bahaya harus diusahakan segera meninggalkan daerah berbahaya.

(b) Rencana Keadaan Darurat di luar Perusahaan

Apabila bantuan dari luar untuk mengontrol kecelakaan atau jika akibat kecelakaan dapat membahayakan keselamatan dari orang-orang diluar perusahaan, maka harus disusun suatu rencana keadaan darurat di luar perusahaan.

Tujuan dari rencana tersebut adalah :

Untuk memberi informasi kepada orang-orang yang akan dimintai bantuan

Jika pemadam kebakaran atau regu penolong dari luar perusahaan akan diminta bantuan, maka sudah semestinya mereka harus mendapat informasi yang berhubungan dengan perusahaan yang bersangkutan

Pengendalian bahaya besar berarti mencegah terjadinya kecelakaan besar.

Kecelakaan besar dapat dicegah dengan :

Design pengolahan

Tata letak perusahaan

Design instalasi

Konstruksi

Operasi

Perawatan dan Manajemen yang baik

E.2.On Site Emergency Plan

E.2.1. Merumuskan rencana dan pelayanan darurat

On site emergency plan harus berkorelasi dengan assessment terakhir yang dilakukan dan pembuatan rencana tersebut merupakan tanggungjawab pengurus peusahaan. Rencana yang dibuat tersebut harus spesifik untuk suatu tempat kerja tertentu. Pada tempat kerja yang sangat kecil / sederhana, suatu rencana tanggap darurat mungkin hanya berisi nama personil yang bertanggungjawab dan pihak-pihak yang harus dihubungi. Pada perusahaan dengan instalasi yang lebih kompleks (multi process), suatu rencana sebaiknya merupakan dokumen yang mencakup elemen-elemen berikut :

a. assessment ukuran dan kondisi kejadian yang mungkin timbul dan kemungkinannya terjadi.\;

b. Perumusan rencana dan penghubung dengan otoritas di luar pabrik, termasuk pelayanan emergency

c. Prosedur :

1) menghidupkan alarm;

2) komunikasi baik di dalam maupun di luar tempat kerja;

d. Menunjuk personil kunci berikut tugas dan tanggungjawabnya;

1) kontroler insiden

2) kontroler pekerjaan utama;

e. pusat pengendalian keadaan darurat;

f. aksi di on-site;

g. aksi di off site.

Elemen dasar dari rencana harus tersedia untuk memungkinkan terjaminnya kondisi aman di unit yang mengalami kegagalan, contohnya untuk melaksanakan shutting down. Pada tempat kerja yang komplek, suatu rencana harus mengandung urutan penuh (full sequence) dari personil kunci yang dapat dipanggil dari seksi lain atau dari luar pabrik.

E.2.2Mekanisme komunikasi dan alarm

Komunikasi adalah hal yang krusial dalam situasi keadaan darurat. Dalam praktek dimungkinkan untuk setiap tenaga kerja menghidupkan alarm pada kesempatan pertama untuk memungkinkan pengendalian segera.

Sistem alarm bervariasi jenisnya tergantung dari ukuran tempat kerja. Harus ada titik-titik untuk menghidupkan alarm secara langsung dalam jumlah yang memadai, untuk mengaktifkan alarm audible atau secara tidak langsung melalui sinyal atau pesan. Alarm akan mengingatkan incident kontroler untuk segera menilai situasi dan mengambil langkah-langkah penanganan keadaan darurat yang sesuai. Di lokasi dengan tingkat kebisingan yang tinggi, sebaiknya dipasang beberapa transmitter alarm audible atau lampu flash. Alarm automatic dapat juga disediakan di beberapa tempat.

Harus ada system yang handal untuk menginformasikan segera kepada pelayanan keadaan darurat sesegera mungkin segera setelah alarm tanda bahaya diaktifkan.i. Penunjukan personil dan definisi tugas

Rencana tanggap darurat yang efektif mensyaratkan, individu-individu terpilih yang diberi tanggungjawab yang spesifik, yang berbeda dari tanggungjawab kesehariannya. Dua orang yang memegang kendali utama adalah site incident controller dan site main controller.

Site incident controller akan mengambil tanggungjawab dalam penanganan insiden. Dia akan bertugas pada saat terjadinya kecelakaan dan harus siap selama 24 jam jika pabrik tersebut beroperasi dalam 3 shift.

Site incident controller jika perlu harus mengambil keputusan untuk melibatkan pabrik-pabrik disekitar lokasi penanganan keadaan darurat.

Tanggungjawab Site incident controller antara lain :

a. melakukan penilaian skala insiden ;

b. mengambil inisiatif tindakan darurat untuk menjamin keselamatan pekerja, meminimalkan kerusakan pabrik dan harta benda dan meminimalkan kerugian material.

c. langsung melakukan pertolongan dan pemadaman kebakaran hingga petugas pemadam kebakaran datang.

d. mencari penyebab insiden;

e. mengatur evakuasi pekerja ke tempat berkumpul yang aman;

f. membuat titik-titik komunikasi dengan pusat pengendalian keadaan darurat.

g. mengasumsikan bertindak atas nama site main controller tergantung hingga kedatangannya.

h. memberikan nasehat dan informasi kepada pelayanan keadaan darurat.

Site incident controller harus memakai helm dan jaket yang berwarna kontras dan berbeda dengan tim keadaan darurat lainnya, sehingga dapat dikenali dengan mudah pada saat kejadian.

Site main controller umumnya dipilih dari pengurus perusahaan senior dan mempunyai tanggungjawab umum untuk mengarahkan operasi dari pusat pengendali keadaan darurat sesudah menerima seluruh tanggungjawab pengendalian dari Site incident controller.

Tanggungjawab khusus dari site main controller adalah :

a. untuk memutuskan ( jika belum diputuskan) apakah kejadian tersebut tergolong major emergency atau bukan, meminta dijalankannya pelayanan keadaan darurat dan off site emergency plan.

b. menguji secara langsung pengendalian oparasi atas daerah kerja di luar lokasi kejadian bencana;

c. secara terus menerus melakukan review dan menilai kemungkinan pengembangan untuk menentukan tindakan yang peru dilakukan untuk menghadapinya;

d. langsung melakukan shutting down pabrik dan evakuasi, dengan berkonsultasi dengan incident controller dan personil-personil kunci.

e. meyakinkan bahwa sebab-sebab kejadian mendapat penanganan yang memadai;

f. Berhubungan dengan kepala pemadam kebakaran, kepala polisi dan pengawas ketenagakerjaan;

g. mengendalikan pergerakan lalulintas dalam lokasi kerja;

h. mengatur bahwa emergency log dipelihara dengan baik;

i. menerbitkan keterangan pers resmi kepada media;

j. mengendalikan kegiatan rehabilitasi pada daerah-daerah yang mengalami kerusakan setelah kejadian darurat berakhir.

Personil-personil kunci yang lain yang perlu dilibatkan adalah senior manager yang tidak langsung terlibat, petugas P3K, staff monitoring udara, staff reception dan staff humas. Personil-personil kunci ini harus dilibatkan sejak penyusunan rencana agar mereka tahu persis peranan yang harus dijalankan pada saat terjadi keadaan darurat.

ii. Pusat pengendali keadaan darurat ( Crisis center)

Pusat pengendali keadaan darurat (crisis center) adalah tempat dilakukannya pengendalian operasi dan koordinasi . Site main controller, personil-personil kunci, termasuk senior officer dari kepolisian dan pemadam kebakaran berkumpul di Crisis center.

Untuk tempat kerja yang kecil, lokasi krisis center dapat menempati salah satu unit yang ada, yang dapat segera di rubah pada saat terjadinya keadaan darurat. Pada tempat kerja yang besar, sebuah ruangan tersendiri dengan perlengkapan yang memadai sangat di sarankan untuk di bangun. Sebuah crisis center harus dilengkapi dengan system komunikasi yang handal yang dapat menghubungi dan dihubungi dari semua unit tempat kerja maupun dari luar tempat kerja.

Crisis center harus memiliki perlengkapan sebagai berikut :1) jumlah telephone yang cukup; jika mungkin, salah satunya merupakan nomor langsung untuk menerima telepon masuk dari luar, hal ini untuk menghindari terjadinya jammed switchboards selama keadaan darurat terjadi;

2) jumlah telepon internal yang memadai.

3) Radio komunikasi;

4) maket / peta tempat kerja , yang menggambarkan :

a) daerah tempat penyimpanan bahan-bahan berbahaya dalam jumlah besar;

b) sumber-sumber peralatan safety;

c) system penanggulangan kebakaran dan tambahan sumber air;

d) tempat keluar dan masuk dan jalan raya, termasuk informasi terbaru jalan kerja;

e) tempat-tempat berkumpul untuk evakuasi;

f) lokasi kerja yang berhubungan dengan masyarakat sekitar;

g) tempat parkir, dll. Tambahan rencana kerja harus tersedia untuk menunjukkan.

5) buku catatan dan alat tulis;

6) sejumlah petugas piket;

7) daftar personil kunci, yang dilengkapi dengan alamat, nomor telepon, nomor HP, dll.

Crisis center harus berlokasi ditempat yang paling beresiko minimum. Untuk tempat kerja yang luas, atau dimana ada kemungkinan penyebaran gas-gas beracun yang harus diantisipasi, perlu dipertimbangkan untuk membuat 2 lokasi crisis center untuk meyakinkan bahwa jika salah satu tidak dapat berfungsi maka yang lain dapat tetap berfungsi.iii. Tindakan on-site

Tujuan utama dari setiap rencana keadaan darurat di dalam lokasi ( on-site) adalah mengendalikan insiden dan mencegah agar tidak meluas keluar lokasi pabrik. Tidak mungkin untuk menangani semua kejadian di dalam pabrik dan kesuksesan penanganan keadaan daruarat sangat tergantung pada ketepatan keputusan dan tindakan yang diambil di lokasi. Aspek penting lain yang dibutuhkan untik dilakukan adalah :

(1) Evakuasi

Orang-orang yang tidak terlibat secara langsung dalam penanganan bahaya harus segera di evakuasi ke titik berkumpul yang aman yang sudah ditentukan. Untuk instalasi yang mungkin mengeluarkan gas beracun, sebaiknya di buat beberapa alternative titik berkumpul dengan mempertimbangkan arah angin. Titik berkumpul ini harus diberi tanda yang jelas. Management harus menunjuk seorang yang bertugas mencatat semua orang yang ada di tempat berkumpul ini dan melaporkannya ke crisis center.

(2) Penghitungan personil

Melakukan pendataan personil/karyawan dalam situasi darurat sangat penting dilakukan, biarpun hal ini bisa jadi sulit untuk dilakukan karena ada berbagai pihak yang keluar masuk lokasi seperti tamu, kontraktor, saat pergantian shift kerja, adanya karyawan yang absen karena sakit dan lain-lain. Akses data terbaru mengenai personil kunci menjadi hal penting yang harus ada di crisis center untuk mempermudah arus informasi. Data nama, alamat, nomor telepon harus dijaga dan dipelihara.

(3) Hubungan masyarakat

Kecelakaan kerja, khususnya yang berskala besar, sangat menarik minat media massa untuk meliput. Seringkali untuk kecelakaan/bencana industri akan diliput secara langsung oleh televisi maupun radio. Bila tidak ada pengaturan yang baik, kadangkala liputan ini mengalihkan perhatian personil yang sedang bertugas. Oleh karenanya , perlu ada pengaturan liputan media pada saat terjadinya kecelakaan merupakan hal yang mendasar. Manajemen dapat menentukan salah seorang senior managernya untuk menjadi satu-satunya source person untuk mencegah terjadinya kesimpangsiuran pemberitaan.

(4) Rehabilitasi

Keadaan darurat akan terus berlanjut hingga semua api dapat dipadamkan tanpa adanya resiko penyalaan kembali atau untuk lepasnya gas beracun telah benar-benar terhenti, dan semua gas telah terurai ke udara bebas. Bahkan, jika perlu pegawai pengawas ketenagakerjaan setempat dapat memerintahkan penutupan/garis larangan masuk untuk ke lokasi, hingga semua proses pengumpulan barang bukti selesai dilakukan.

iv. Rencana Prosedur Shut-down

Untuk instalasi tunggal, proses shut down relative sederhana karena tidak menimbulkan dampak pada kegiatan lain. Pada instalasi yang kompleks seperti pada industri petrokimia atau penyulingan minyak, opaerasi suatu instalasi seringkali berhubungan (interlinked) dengan instalasi lainnya dan proses shut down suatu instalasi akan memberikan efek yang berarti bagi instalasi lainnya. Dalam rencana darurat (emergency plans) yang dibuat, maka tahapan prosedur shutdown harus dibuat dengan mempertimbangkan besarnya kecelakaan dan implikasi yang mungkin terjadi.

v. Ujicoba Prosedur keadaan darurat

Emergency plan harus diinformasikan dengan baik kesemua pihak yang terkait, sehingga setiap personil memahami dan mengerti peranan yang harus mereka mainkan pada saat terjadinya keadaan darurat. Merupakan hal yang sangat penting bahwa rencana yang sudah dibuat harus diujicobakan secara teratur karena hanya dengan melakukan praktek, segala kekurangan dari rencana yang sudah di buata dapat dievaluasi dan diperbaiki. Rencana dapat diuji dalam beberapa aspek. Komunikasi memerang peranana vital dalam penanganan keadaan darurat. Pengujian komunikasi menjadi perlu dilakukan termasuk contingency action bila salah satu dari system tidak berjalan dengan baik. Pengujian / ujicoba evakuasi perlu dilakukan secara berkala dan gangguan terhadap aktivitas normal harus dihindari seminal mungkin. Selanjutnya ujicoba dengan melibatkan beberapa pihak yang terkait diluar pabrik yang juga termasuk didalam rencana yang dibuat juga perlu untuk dilakukan.

Banyak organisasi menggunakan table-top exercise untuk menguji rencana darurat mereka. Metode ini sangat efektif bila dilihat dari sisi biaya, karena tidak menimbulkan gangguan pada produksi. Namun demikian, full scale exercise tetap harus dilakukan karena memberikan suasana yang lebih realistic, dan asilnya akan melengkapi table-top exercise.

vi. Penilaian rencana dan pemutahiran

Ujiicoba emergency planning maupun latihan-latihan yang dibuat harus dimonitor dan disaksikan oleh pengamat yang tidak terlibat langsung dengan kegiatan tersebut antara lain pegawai pengawas ketenagakerjaan setempat, Review pelaksanaan latihan harus dilakukan untuk melakukan tindakan perbaikan. Sebaiknya emergency plan ditinjau ulang secara terus menerus, khususnya bila digunakan bahan-bahan baru.

E.3. Off-site Emergency Plan

i. Pendahuluan

Off-site emergency planning merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam setiap system pengendalian bahaya besar. Rencana ini didasarkan pada penilaian pihak manajemen atas kemungkinan terjadinya kecelakaan yang mungkin berefek pada masyarakat dan lingkungan disekitar pabrik. Rencana harus mengidentifikasi seorang emergency co-ordinating officer yang akan mengambil komando aktivitas di luar pabrik. Sebagaimana di on site plan, crisis center juga disyaratkan tersedia sebagai tempat emergency co-ordinating officer melaksanakan tugasnya.

ii. Aspek yang harus masuk dalam Off-site emergency plan

Berdasarkan pedoman dari United Kinsdom Health and Safety Executive ada beberapa aspek yang harus masuk dalam off site plan, yaitu :

Organisasi

Perincian struktur komando, system peringatan dini, prosedur implementasi, emergeny control centres.

Nama dan penunjukan incident controller, site main controller, wakil-wakilnya dan personil kunci lainnya.

Komunikasi

Identifikasi personil yang terlibat, pusat komunikasi, jaringan (network), call sign, daftar nomor telepon penting.

Specialised emergency equipment

Perincian kesediaan dan lokasi peralatan berat seperti bulldozer, pemadam kebakaran , perahu penyelamat dsb.

Specialised knowledge

Badan/ institusi yang memiliki pakar-pakar di bidang kimia, laboratorium dll.

Organisasi sukarela

Perincian organisasi, nomor telepon dll. seperti orari, PMI dll.

chemical information

Perincian trempat penyimpanan bahan kimia berbahaya atau proses setiap plant dan ringkasan resiko yang berkaitan dengan hal-hal tersebut.

Informasi cuaca

Informasi dari badan meteorology dan geofisika merupakan informasi pendukung yang penting.

Humanitarian arrangements

transportasi, pusat evakuasi, dapur darurat, penanganan korban, P3K, ambulans dll.

Public information

Pengaturan untuk : kantor berita / media massa dan informasi masyarakat.

Assessment

Pengaturan untuk : mengumpulkan informasi penyebab keadaaan darurat, review segala aspek efisiensi dan efektifitas rencana darurat.

iii. Peran Petugas Koordinasi Keadaan darurat

Semua kegiatan penanganan keadaan darurat dikoordinasikan oleh emergency coordinating officer (ECO) yang biasanya dijabat oleh kepala kepolisian setempat atau ditunjuk oleh pemerintah daerah.

iv. Peran Manajemen Perusahaan

Manajemen semestinya memberikan informasi yang memadai kepada pihak-pihak di luar perusahaan yang terlibat dalam penanganan off-site emergency khususnya mengenai aspek teknis/ karakteristik dari bahan berbahaya seperti kepada petugas ambulans, pemadam kebakaran dan lain-lain, al. apakah bahan kimia tidak bereaksi bila di siram air dan sebagainya.

v. Peran pemerintah daerah

Dibanyak negara, off-site emergency plan di buat oleh pemerintah daerah. Termasuk menunjuk (ECO) dan menentukan tugas dan kewajibannya. Termasuk kewajiban ECO adalah menjamin bahwa semua organisasi yang dilibatkan benar-benar memahami tugas dan perannya dan mampu menyediakan cukup staff dan peralatan.

vi. Peran polisi

Semua pengendalian keadaan darurat umumnya dikendalikan oleh kepala polisi sebagai coordinating officer.

vii. Peran Pemadam kebakaran

Pengendalian kebakaran di lokasi umumnya menjadi tanggungjawab dinas kebakaran. Mereka harus familiar dengan situasi setempat dan karakteristik bahan kimia yang ada, sehingga penanganannya dapat tepat.

viii. Peran Pelayanan Kesehatan ( RS)

Pelayanan kesehatan memegang peranan penting dan vital, termasuk dokter, ahli bedah, rumah sakit, ambulan dan sebagainya memainkan peranan penting dalam major accident dan mereka harus merupakan bagian integral dalam setiap emergency plan.

Untuk kebakaran besar, luka akibat efek radiasi termal bervariasi dalam berbagai tingkatan, dan dengan demikian pengetahuan dan pengalaman dalam penanganannya harus dimilki oleh setiap rumah sakit.

Untuk kasus lepasnya gas beracun, efek bervariasi dan tergantung dari jenis sifat bahan kimia. Oleh karenanya petugas medis harus cukup familiar dengan sifat bahan bahan kimia dan cara penanganannya.

ix. Peran Pengawas Ketenagakerjaan (Government safety Authority)

Pegawai pengawas ketenagakerjaan khususnya dengan spesialisasi dibidang K3 harus segera di hubungi sesaat setelah terjadinya kecelakaan. Peran pegawai pengawas sangat luas mulai dari memberikan saran penanganan hingga melakukan tes-tes tertentu, khususnya bila ada pelepasan gas beracun. Pada pasca kecelakaan, pengawas harus memeriksa dan menjamin bahwa lokasi yang rusak direhabilitasi dengan aman. Seta melakukan investigasi termasuk mewawancarai para saksi

5. Syarat Penerapan dan Tata Cara pemeriksaan

5.1. Penetapan Potensi Instalasi Bahaya

5.1.1.Perhitungan Nilai Ambang Kuantitas (NAK)

Nilai Ambang Kuantitas (NAK) bahan kimia selain yang dimaksud dalam pasal 13 ditetapkan sebagai berikut :

a. bahan kimia kriteria beracun

: 10 ton;

b. bahan kimia kriteria sangat beracun: 5 ton;

c. bahan kimia kriteria reaktif

: 50 ton;

d. bahan kimia kriteria mudah meledak: 10 ton;

e. bahan kimia kriteria oksidator

: 10 ton;

f. bahan kimia kriteria cairan mudah terbakar :200 ton;

g. bahan kimia kriteria cairan sangat mudah terbakar : 100 ton;

h. bahan kimia kriteria gas mudah terbakar : 50 ton.

Perusahaan atau industri yang mempergunakan bahan kimia berbahaya dengan kuantitas melebihi Nilai Ambang Kuantitas (NAK) sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 dan 14 Kepmen No. 187 thn 1999 dikategorikan sebagai perusahaan yang mempunyai potensi bahaya besar.

Perusahaan atau industri yang mempergunakan bahan kimia berbahaya dengan kuantitas sama atau lebih kecil dari Nilai Ambang Kuantitas (NAK) sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 dan 14 Kepmen No. 187 thn 1999 dikategorikan sebagai perusahaan yang mempunyai potensi bahaya menengah.

5.1.2. Surat Penetapan Potensi Bahaya Besar

Berdasarkan hasil penelitian Kantor Departemen/Dinas Tenaga Kerja setempat menetapkan kategori potensi bahaya perusahaan atau industri yang bersangkutan;

Potensi bahaya terdiri dari :

a. bahaya besar;

b. bahaya menengah.

Kategori potensi bahaya sebagaimana dimaksud berdasarkan Nama, Kriteria serta Nilai Ambang Kuantitas (NAK) Bahan Kimia Berbahaya di tempat kerja.

5.1.3. Pemeriksaan dan Pengujian Potensi InstalasiPerusahaan yang dikategorikan mempunyai potensi bahaya besar sebagaimana dimaksud wajib :

melakukan pemeriksaan dan pengujian faktor kimia yang ada di tempat kerja sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali;

melakukan pemeriksaan dan pengujian instalasi yang ada di tempat kerja sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sekali;

melakukan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali.

Perusahaan yang dikategorikan mempunyai potensi bahaya menengah sebagaimana dimaksud wajib :

melakukan pemeriksaan dan pengujian faktor kimia yang ada di tempat kerja sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali;

melakukan pemeriksaan dan pengujian instalasi yang ada di tempat kerja sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sekali;

melakukan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali.

Pengujian faktor kimia dan instalasi dilakukan oleh perusahaan jasa K3 atau instansi yang berwenang.

5.1.4. Pembuatan Laporan Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya

5.1.4.1. Formulir Daftar nama, sifat dan kuantitas bahan kimia berbahaya

Pengusaha atau Pengurus wajib menyampaikan Daftar Nama, Sifat dan Kuantitas Bahan Kimia Berbahaya di tempat kerja dengan mengisi formulir sesuai contoh seperti tercantum dalam Lampiran II Keputusan Menteri ini kepada Kantor Departemen /Dinas Tenaga Kerja setempat dengan tembusannya disampaikan kepada Kantor Departemen/Dinas Provinsi Tenaga Kerja setempat.

Kantor Departemen/Dinas Tenaga Kerja setempat selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima daftar harus meneliti kebenaran data tersebut.

Pengusaha juga wajib melaporkan setiap perubahan nama bahan kimia dan kuantitas bahan kimia, proses dan modifikasi instalasi yang digunakan.

5.1.4.2. Dokumen pengendalian potensi bahaya

Perusahaan yang dikategorikan mempunyai potensi bahaya besar sebagaimana dimaksud wajib membuat dokumen pengendalian potensi bahaya besar yang memuat :

a. identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko;

b. kegiatan tehnis, rancang bangun, konstruksi, pemilihan bahan kimia, serta pengoperasian dan pemeliharaan instalasi;

c. kegiatan pembinaan tenaga kerja di tempat kerja;

d. rencana dan prosedur penanggulangan keadaan darurat;

e. prosedur kerja aman.

Perusahaan yang dikategorikan mempunyai potensi bahaya menengah sebagaimana dimaksud wajib membuat dokumen pengendalian potensi bahaya menengah memuat :

a. identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko;

b. kegiatan tehnis, rancang bangun, konstruksi, pemilihan bahan kimia serta pengoperasian dan pemeliharaan instalasi;

c. kegiatan pembinaan tenaga kerja di tempat kerja;

d. prosedur kerja aman.

Dokumen pengendalian potensi bahaya besar dan menengah kemudian disampaikan kepada Kantor Dinas Tenaga Kerja Provinsi dengan tembusan kepada Kantor Departemen /Dinas Tenaga Kerja setempat.

Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja dan Kantor Departemen/ Dinas Tenaga Kerja setempat selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja setelah menerima dokumen melakukan penelitian kebenaran isi dokumen tersebut.

Kebenaran isi dokumen sebagaimana tersebut harus dinyatakan secara tertulis dengan membubuhkan tanda persetujuan.

Dokumen pengendalian yang telah dinyatakan kebenarannya dipergunakan sebagai acuan pengawasan pelaksanaan K3 di tempat kerja.

5.2. Asbes

5.2.1.Pengujian asbes di tempat kerja

Pengurus wajib melakukan pengendalian terhadap debu asbes yang terkandung diudara lingkungan kerja dengan mengambil sampel pada beberapa tempat yang diperkirakan konsentrasi debu asbesnya tinggi dalam setiap 3 bulan atau pada frekwensi tertentu. Analisa debu asbes dilakukan oleh Pusat K3 / Balai Besar K3 / Balai Hiperkes dan KK atau pihak ketiga yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja atau pejabat yang berwenang.

Pengurus atau pekerja yang ditunjuk harus memberikan penerangan atau informasi yang diminta oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang mengadakan inspeksi di tempat kerja.

Apabila pegawai pengawas menemukan bahwa kadar serat asbes di tempat kerja melampaui Nilai Ambang Batas yang berlaku, pegawai pengawas berhak mewajibkan pengusaha melakukan tindakan pengendalian dengan menggunakan teknologi yang sesuai, menyediakan alat respirator dan pakaian pelindung khusus lainnya.

Apabila pengusaha setelah diperintahkan tetap/tidak mau melakukan tindakan kearah itu, pegawai pengawas melalui Menteri menyampaikan dan meminta kepada instansi yang berwenang untuk menutup perusahaan tersebut.5.2.2. Pelaporan

Pengurus wajib membuat laporan dan menyampaikan kepada Menteri melalui kantor dinas setempat.

5.2.3. Kasus Penyakit Akibat Kerja (PAK)

Apabila dari hasil laporan pelaksanaan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dan atau laporan penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja terdapat kasus atau didiagnosa penyakit akibat kerja, maka ini merupakan kasus yang perlu dilakukan pemeriksaan secara khusus. Dalam pemeriksaan kasus penyakit akibat kerja ini harus dibuktikan apakah penyakit yang diderita tersebut berhubung dengan pekerjaan. Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :

a. Memeriksa data umum perusahaan yang meliputi;

i. Identitas perusahaan

ii. Informasi PAK (tempat, tanggal, sumber laporan, tanggal pemeriksaan),

iii. Lain-lain (P2K3, program Jamsostek)

b. Memeriksa data korban;

i. Identitas korban (Nama, NIP, jenis kelamin, jabatan, unit kerja, lama kerja)

ii. Riwayat pekerjaan

iii. Riwayat penyakit

iv. Pemeriksaan kesehatan kerja sebelumnya

v. Pemeriksaan kesehatan sekarang

vi. Pemeriksaan tambahan (monitoring biologi, MRI dll)

c. Memeriksa hasil pemeriksaan lingkungan dan cara kerja

i. Faktor lingkungan kerja (fisika, kimia, biologi, psikologi)

ii. Cara kerja (peralatan, ergonomi, proses produksi)

iii. Upaya pengendalian (ventilasi, APD dll)

d. Memeriksa dokumen laporan penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja yang berkaitan dengan upaya pencegahan PAK.

e. Kesimpulanf. Laporan pemeriksaan

Setelah semua dokumen telah dilakukan pemeriksaan dan ternyata mendukung kemungkinan adanya kasus PAK tersebut maka pegawai pengawas ketenagakerjaan memberikan rekomendasi kepada pengurus/pengusaha agar menindaklanjuti kasus tersebut, antara lain;

1. Melakukan atau memberikan jaminan pengobatan terhadap pekerja yang mengalami sakit

2. Memberikan dan atau mengajukan klaim asuransi Jamsostek apabila terdapat kecacatan.

3. Melakukan upaya-upaya pencegahan agar kasus PAK tersebut tidak terulang lagi.

Dalam pelaksanaan tindak lanjut tersebut pegawai pengawas ketenagakerjaan harus selalu memantau pelaksanaannya.5.3. Pestisida

5.3.1.Pengawasan Pestisida

Setiap orang atau pengusaha yang mengedarkan, menyimpan atau menggunakan pestisida wajib memberikan kesempatan kepada pengawas K3 yang ditunjuk Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi sesuai dengan UU No. 1 Tahun 1970 untuk pemeriksaan. Disamping pengawas dari Departemen Tenaga dan Transmigrasi, ada juga pengawas lain yang diberi wewenang oleh Menteri Pertanian berdasarkan PP No. 7 tahun 1973. Kerjasama antara pengawas-pengawas yang terdiri dari beberapa departemen sangatlah diperlukan agar mendapat hasil yang sebaik-baiknya sehingga pengaruh sampingan pestisida dapat dicegah.

Berita Acara Pemeriksaan

Dalam Rangka Permohonan Rekomendasi Pestisida

Data Pemohon :

Nama Perusahaan :

Alamat

:

Telp./ Faks.

:

Penanggungjawab:

Data Pemeriksa

Nama

:

NIP

:

Unit Kerja

:

Kabupaten /Kota:

Propinsi

:

Checklist pemeriksaan perusahaan pengelola Pestisida

No.Item pemeriksaanKetersediaanKeterangan

adaTidak

I.Tenaga Kerja

1.Berumur lebih dari 18 tahun

2.Hasil pemeriksaan kesehatan yang dikeluarkan oleh dokter pemeriksa sesuai dengan Permenaker 02/Men/1980

3.Mendapat latihan teknis pengelolaan / pemakaian pestisida

4.Mendapat pelatihan P3K

5.Bekerja kurang dari 5 jam sehari dan 30 jam seminggu

6.Untuk tenaga kerja wanita, tidak sedang dalam keadaan hamil atau sedang menyusui

IIAlat Pelindung Diri

1.Pakaian kerja

2.Sepatu karet lars tinggi

3.Sarung tangan

4.Kacamata pelindung

5.Pelindung muka

6.Pelindung pernapasan ( masker ) yang sesuai

7.Apakah APD dipelihara dan dalam kondisi bersih dan baik ?

IIITempat Kerja

1.Tempat kerja bersih, bebas dari ceceran pestisida atau bahan kimia lainnya

2.Terdapat tanda-tanda peringatan bahaya

3.Pada tempat kerja tertentu terdapat gambar alat pelindung diri yang wajib di pakai

4.Kadar pestisida di udara tidak melebihi NAB, berdasarkan hasil pemeriksaan Balai hiperkes

5.Alat pengendali bahaya berupa alat deteksi dan alarm

6.Ventilasi yang memadai

7.Instalasi pemadam kebakaran

8.Fasilitas pelayanan kesehatan

9.Fasilitas perawatan dan pencucian baju kerja & APD

10.Fasilitas loker penyimpanan baju kerja

11.Tersedia air, sabun dan tempat mandi

III.Pengendalian

1.Tersedia label dan LDKB ( MSDS ) untuk setiap bahan

2.Terdapat Petugas K3 Kimia dan Ahli K3 Kimia

3.Tersedia dokumen prosedur standart operasi (SOP) Penyimpanan, pemakaian, Pengangkutan dan pemusnahan / pembuangan limbah

4.Tersedia dokumen prosedur tanggap darurat

IV.Gedung

1.Gudang terpisah dari aktivitas umum dan tidak terkena banjir

2.Lantai gudang harus miring

3.Dinding dan lantai cukup kuat dan mudah dibersihkan

4.Pintu dapat ditutup rapat dan terdapat tanda peringatan ( gambar atau tulisan)

5.Terkunci bila tidak terdapat kegiatan

6.Penyimpanan pestisida terpisah dengan bahan-bahan lain

7.Memiliki ventilasi, suhu dan penerangan yang cukup .

8.Penataan bahan sesuai dengan persyaratan

9.Wadah pestisida kuat dan tidak bocor dan selalu tertutup rapat

Diperiksa pada hari tanggal...

5.4. Limbah Industri

Nama Perusahaan :

Alamat

:

Telp./ Faks.

:

Penanggungjawab:

No.Rincian Keterangan

1. Jenis dan jumlah limbah industri yang ada.

2. Apa perlakuan industri terhadap limbah tersebut ? Dibuang, diolah atau di buang ke PPLI.

3. Apakah ada data analis terhadap limbah berbahaya yang dibuang ke lingkungan? (Data yang perlu : analisa air limbah, analisa udara emisi dari cerobong)

4. Mengingat penerapan waste minimization terkait dengan proses industri, periksa apakah unit penanganan limbah di bawah direktur produksi atau berdiri di luarnya.

5. Pertanyakan pada fihak industri sejauh mana usahanya untuk menerapkan konsep minimisasi limbah.

6. Apakah ada usaha pabrik untuk menghemat penggunaan air dan atau mendaur ulang industri ?

7. Apakah ada komplain masyarakat terhadap pembuangan dari pabrik yang di periksa ?

8. Periksa apakah mempunyai IPAL (instalasi pengolahan air limbah) ? dan bagaimana data analisa air hasil olahan dibandingkan dengan air sebelum diolah

9. Amati warna, bau dan kekeruhan air limbah yang dibuang oleh pabrik ?

10. Perhatikan keberadaan unit IPAL (instalasi pengolah air limbah) dan perhatikan secara fisik ada perbedaaan atau tidak air limbah sebelum dan sesudah masuk IPAL

11. Peroleh data analisa air masuk dan keluar dari IPAL dan apakah sesuai dengan pengamatan fisik diatas.

12. Amati apakah pabrik mempunyai laboratorium yang dapat mendukung analisa air limbah

13. Periksa parameter apa yang diukur untuk mengetahui kadar zat organik dalam air limbah (BOD, COD, PV atau TOC)

14. Pertanyakan apakah ada komplain dari masyarakat terhadap pembuangan limbah cair

15. Perhatikan cerobong emisi apakah asap atau debu tebal masih terlihat. Perhatikan ketinggian cerobong

16. Periksa hasil data analisa gas dan debu emisi dan bandingkan data analisa tersebut dengan standar / baku mutu emisi

17. Periksa apakah debu-debu cerobong telah diserap (scrubbing), metoda apa yang dipakai ? Bagaimana dengan hasil scrubbing

18. Bila lab atau unit kerja tertentu dipabrik menggunakan almari asam? Periksa apakah di pasang Scrubber untuk menyerap polutan.

19. Periksalah exhauster pembuang debu atau uap, apakah posisi exhauster telah sesuai dengan berat jenis cemaran

20. Identifikasi unit unit produksi yang menghasilkan limbah berbahaya cair maupun padat

21. Tanyakan bagaimana tempattempat penyimpanan limbah dalam kawasan industri. Apakah tempat penyimpanan aman dan bersih?

22. Bagaimana kondisi kerja para pekerja yang menangani limbah B3. APD apa saja yang dipakai oleh tenaga kerja ?

23. Apakah dilakukan pemeriksaan kesehatan terhadap tenaga kerja yang menangani limbah?

24. Apa saja yang diberikan kepada pekerja yang menangani limbah B3

25. Amati, apakah industri mengirim limbah B3 ke PPLI ! Bila tidak, periksa bagaimana industri memusnahkan atau membuang limbah B3

26. Periksa, apakah industri meng-subkontrakkan kegiatan produksi yang menghasilkan B3 pada perusahaan kecil yang kurang konsen pada lingkungan. Bila ya, industri harus mensupervisi dalam pengelolaan limbah B3

27. Periksa apakah industri menggunakan label atau simbol bahaya untuk limbah B3 ?

28. Periksa dokumen metoda pembuangan / pemusnahan limbah B3 yang bersifat eksplosif seperti bahan mesiu atau bahan peledak.

Diperiksa pada hari tanggal...

6. Tata Laksana Teknis

a. Pengajuan perijinan/rekomendasi/ pengesahan

Perhitungan Nilai Ambang Kuantitas (NAK)

Surat Penetapan Potensi Bahaya Besar

Rekomendasi Pestisidab. Pelaporan hasil pemeriksaan syarat-syarat penerapan Laporan hasil pemeriksaan harus diketahui dan ditandatangani oleh pajabat Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Setempat

Membuat akte hasil pemeriksaan yang ditanda tangani oleh pegawai pemeriksa dan pejabat dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi setempat.

B. RANGKUMAN

Lembar data memberikan informasi dasar mengenai bahan kimia tersebut dan keselamatan pemakaiannya. Disamping sifat ketahanannya, asbes juga mengandung resiko/bahaya yang cukup besar terutama bagi penggarap bahan baku, pengolah, pengangkut, pemakai, dan pekerja lainnya yang berhubungan dengan asbestos. Berdasarkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973, maka sebelum ijin dari Menteri Pertanian dikeluarkan, harus terlebih dahulu mendapatkan rekomendasi keselamatan dan kesehatan kerja dari Menteri Tenaga Kerja.

Rencana tanggap darurat tersebut dapat dibagi dalam rencana darurat di dalam perusahaan sendiri dan rencana darurat di luar lingkungan perusahaanC. TEST FORMATIF

i. Sebutkan dan jelaskan isi peraturan perundangan yang berkaitan dengan pengawasan

i. Bahan kimia berbahaya

ii. K3 Asbes

iii. K3 Pestisida

iv. Kesiapan tanggap darurat.

ii. Jelaskan mekanisme :

i. Penetapan instalasi bahaya besar dan menengah dan pengujiannya

ii. Rekomendasi pestisida

iii. Laporan penggunaan asbes dan pemberian rekomendasi

DAFTAR PUSTAKA

Himpunan Peraturan Perundangan Kesehatan Kerja TA 2003; Dep. Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, TA 2003

Pedoman-pedoman Keselamatan Kesehatan Kerja TA 2004, Dep. Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, TA 2004

Manuals of Food Quality Control, diterjemahkan oleh Ditjen. PPM dan PLP, Depkes ;1998. Jakarta

Pedoman Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan pada Penggunaan Bahan-bahan Kimia di Tempat Kerja,

Dasar-dasar Keselamatan Kerja Bidang Kimia dan Pengendalian Bahaya Besar, Dr. Milos Nedved dan Dr. Soemanto Imamkhasani

Training Material K3 Bidang Kesehatan Kerja, Depnaker R.I Ditjen Binawas.

Himpunan Peraturan Perundangan Kesehatan Kerja, Editor; Dr. Zulmiar Yanri, PhD, Ir. Sri Harjani, M. Yusuf, ST (1999)

Ambient Factors in the Workplace, Code of practice, ILO

Basic of Industrial Hygiene, Debra nims

Pedoman Keselamatan Kerja Bidang Kimia, Depnaker RI

Sumamur PK, MSc.DR (1993) Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja edisi ke IX, Jakarta PT Gunung Agung

Pedoman Teknis Pendaftaran Pestisida untuk Penggunaan Terbatas, Direktorat Jenderal Bina Sarana Pertanian, 2002

The Who Recommended Classification of Pesticides by Hazards and Guidelines to Classification 1996-1997, IPCS

John Buccini (2004), The Global Pursuit of The Sound Management of Chemical, The International Bank for Reconstruction and Development/THE WORLD BANK. USA

Lampiran ii

Lampiran I:Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia

Nomor :Kep. 187/Men/1999

Tanggal:29-9-1999

Pengurus perusahaan,

( N a m a J e l a s ).

Pemeriksa,

Pegawai Pengawasa Ketenagakerjaan,

( N a m a J e l a s )

NIP.

Pemeriksa,

Pegawai Pengawasa Ketenagakerjaan,

( N a m a J e l a s )

NIP.

Pengurus perusahaan,

( N a m a J e l a s ).

PAGE 64