13
January 3, 2010 [SOSIAL POLITIK & BUDAYA] MEMAHAMI SEJARAH KITA 1 Oleh: Daud Azhari Sebelum menjadi negara kesatuan, Indonesia tertidiri dari berbagai negara (kerajaan-kerajaan) yang terbentang di seluruh nusantara. Kerajaan tertua terletak di Kalimantan sekitar abad ke-4 M., yakni kerajaan Kutai. Bukti-bukti yang diperoleh dari kerajaan ini berupa arca dan prasasti yang dipahatkan pada tiang batu. Tiang batu itu disebut yupa 2 . Arca tersebut ditemukan di Kota Bangun (Kutai), berciri Buddha yang memperlihatkan langgam seni arca Gandara. Disamping itu ditemukan arca-arca yang bercirikan Hindu, di antaranya mukhalinga yang ditemukan di Sepauk, dan arca Ganesa yang ditemukan di Serawak. Prasasti- prasasti yang ditemukan di kerajaan Kutai sebanyak tujuh buah yupa dengan bahasa Sansekerta yang dikeluarkan atas titah rajanya, yang bernama Mulawarman, yang merupakan cucu dari Kudunga 3 . 1 Sub judul ini penulis ilhami dari pernyataan Gus Dur mengenai pentingnya wawasan kebangsaan dan orientasi keagamaan. Di samping itu Gus Dur juga pernah menulis tentang “Merajut akar-akar kebangsaan Indonesia”. Dalam tulisan tersebut Gus Dur mengelaborasi hakikat kebangsaan yang menjadi karakteristik bangsa Indonesia. Gus Dur secara eksplisit menyatakan bahwa di zaman Indonesia kuna kawasan menjadi penting tidak ada kesatuan ideologis. Begitu banyak keyakinan yang berkembang tidak pernah dijadikan panutan tunggal. Pendapat Gus Dur ini menjadi pendapat penulis juga. Namun, jika Gus Dur membaca dari peranan ideologi, maka penulis lebih menekankan pada nilai- nilai kebangsaan. Disamping itu, tulisan ini mengacu pada: Marwati Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia II, Jakarta: Balai Pustaka, 1990 2 Yupa adalah nama yang disebutkan pada prasasti-prasastinya sendiri 3 Nama Kudunga terdapat dalam salah satu prasasti yang menyebutkan silsilah Mulawarman, yang berbunyi sebagai berikut: “Sang Maharaja Kudunga, yang amat mulia, mempunyai putra yang mashur, Sang Aswawarmman namanya, yang seperti sang Ansuman (= dewa Matahari) menumbuhkan keluarga yang sangat mulia. Sang Aswawarmman mempunyai putra tiga, seperti api (yang suci) tiga. Yang terkemuka dari ketiga putra itu ialah Sang Mulawarmman, raja yang berperadaban baik, kuat dan kuasa. Sang Mulawarmman telah mengadakan kenduri yang dinamakan emas-amat-banyak. Buat peringatan kenduri itulah tugu batu ini didirikan oleh para berahmana.” Kudunga adalah Sang Maharaja. Akan tetapi, ia tidak dianggap sebagai pendiri keluarga raja. Karena ia masih mempertahankan ciri-ciri keindonesiaannya, terutama masih mempergunakan nama asli Indonesia. Sementara itu, yang dikatakan sebagai keluarga raja pada waktu itu ialah keluarga kerajaan yang telah menyerap budaya india di dalam kehidupan sehari-harinya. Dari sini kemudian dikenal adanya kasta-kasta akibat dari pengaruh peradaban India.

MEMAHAMI SEJARAH KITA

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MEMAHAMI SEJARAH KITA

January 3, 2010 [ ]

MEMAHAMI SEJARAH KITA1

Oleh: Daud Azhari

Sebelum menjadi negara kesatuan, Indonesia tertidiri dari berbagai negara (kerajaan-kerajaan) yang terbentang di seluruh nusantara. Kerajaan tertua terletak di Kalimantan sekitar abad ke-4 M., yakni kerajaan Kutai. Bukti-bukti yang diperoleh dari kerajaan ini berupa arca dan prasasti yang dipahatkan pada tiang batu. Tiang batu itu disebut yupa2. Arca tersebut ditemukan di Kota Bangun (Kutai), berciri Buddha yang memperlihatkan langgam seni arca Gandara. Disamping itu ditemukan arca-arca yang bercirikan Hindu, di antaranya mukhalinga yang ditemukan di Sepauk, dan arca Ganesa yang ditemukan di Serawak. Prasasti-prasasti yang ditemukan di kerajaan Kutai sebanyak tujuh buah yupa dengan bahasa Sansekerta yang dikeluarkan atas titah rajanya, yang bernama Mulawarman, yang merupakan cucu dari Kudunga3.

Agama yang dianut Mulawarman ialah agama Hindu-Siwa, agama yang kemudian banyak dipeluk di Jawa. Sedangkan kakeknya (Kudunga), diperkirakan beragama Buddha. Ini bisa di lihat dari nama yang digunakannya dan penemuan arca yang bercirikan Buddha. Meskipun kemudian melakukan upacara vratyastoma, yakni, upacara penyucian diri. Upacara ini dilakukan sebagai tanda penghapus berbagai macam kesalahan dan dosa yang pernah dilakukan, atau orang yang bukan dilahirkan sebagai orang Hindu, dapat memperoleh perlakuan sebagai orang Hindu dan terdaftar ke dalam salah satu kasta.

Begitu kuatnya pengaruh agama Hindu, bahkan sampai ke kerajaan Tarumanagara di Jawa Barat, raja adalah Purnawarman. Namun, berita yang di dapat mengenai kerajaan ini sedikit sekali. Selain terdapat agama Hindu, terdapat pula agama Buddha dan agama kotor, yakni, agama yang sudah lama ada sebelum masuknya pengaruh India ke Tarumanagara. Di

1 Sub judul ini penulis ilhami dari pernyataan Gus Dur mengenai pentingnya wawasan kebangsaan dan orientasi keagamaan. Di samping itu Gus Dur juga pernah menulis tentang “Merajut akar-akar kebangsaan Indonesia”. Dalam tulisan tersebut Gus Dur mengelaborasi hakikat kebangsaan yang menjadi karakteristik bangsa Indonesia. Gus Dur secara eksplisit menyatakan bahwa di zaman Indonesia kuna kawasan menjadi penting tidak ada kesatuan ideologis. Begitu banyak keyakinan yang berkembang tidak pernah dijadikan panutan tunggal. Pendapat Gus Dur ini menjadi pendapat penulis juga. Namun, jika Gus Dur membaca dari peranan ideologi, maka penulis lebih menekankan pada nilai-nilai kebangsaan. Disamping itu, tulisan ini mengacu pada: Marwati Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia II, Jakarta: Balai Pustaka, 1990

2 Yupa adalah nama yang disebutkan pada prasasti-prasastinya sendiri 3 Nama Kudunga terdapat dalam salah satu prasasti yang menyebutkan silsilah Mulawarman, yang berbunyi

sebagai berikut: “Sang Maharaja Kudunga, yang amat mulia, mempunyai putra yang mashur, Sang Aswawarmman namanya, yang seperti sang Ansuman (= dewa Matahari) menumbuhkan keluarga yang sangat mulia. Sang Aswawarmman mempunyai putra tiga, seperti api (yang suci) tiga. Yang terkemuka dari ketiga putra itu ialah Sang Mulawarmman, raja yang berperadaban baik, kuat dan kuasa. Sang Mulawarmman telah mengadakan kenduri yang dinamakan emas-amat-banyak. Buat peringatan kenduri itulah tugu batu ini didirikan oleh para berahmana.” Kudunga adalah Sang Maharaja. Akan tetapi, ia tidak dianggap sebagai pendiri keluarga raja. Karena ia masih mempertahankan ciri-ciri keindonesiaannya, terutama masih mempergunakan nama asli Indonesia. Sementara itu, yang dikatakan sebagai keluarga raja pada waktu itu ialah keluarga kerajaan yang telah menyerap budaya india di dalam kehidupan sehari-harinya. Dari sini kemudian dikenal adanya kasta-kasta akibat dari pengaruh peradaban India. Aswawarman-lah yang kemudian disebut sebagai pendiri keluarga kerajaan, yang ditandai dengan pemakaian nama yang berbau india

Page 2: MEMAHAMI SEJARAH KITA

January 3, 2010 [ ]

kerajaan Tarumanagara terdapat beberapa prasasti-prasasti, seperti prasasti Ciaruton, prasasti Pasir Koleangkak, prasasti Kebonkopi, prasasti Tugu, prasasti Pasir Awi, prasasti Muara Cianten. Selain itu terdapat pula arca-arca, seperti, arca Rajarsi, arca Wisnu Cibuaya I dan II. Kerajaan Kutai dan Tarumanagara tergolong sebagai kerajaan tertua di Indonesia.

Di sumatera terdapat dua kerajaan, yakni, kerajaan Sriwijaya dan Malayu. Disini kerajaan Malayu tidak dibicarakan, karena akhirnya dapat ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya. Kerajaan Sriwijaya adalah sebuah kerajaan maritim yang hidup dari perdagangan. Letak kerajaan Sriwijaya secara geografis sangat strategis. Sriwijaya sepenuhnya dapat menguasai lalu lintas perdagangan dan pelayaran dari negara-negara barat ke Cina, dan sebaliknya, karena perahu-perahu asing semuanya terpaksa harus berlayar melalui Selat Malaka dan Selat Bangka yang di kuasai oleh Sriwijaya. Singgahnya pedagang-pedagang Cina dan India mempengaruhi peradaban Sriwijaya. Akibatnya, agama Buddha menjadi ajaran resmi kerajaan tersebut, bahkan hingga permulaan abad XI kerajaan Sriwijaya menjadi pusat pengajaran agama Buddha yang bertaraf internasional. Sebagai kerajaan maritim Sriwijaya mengutamakan pengamanan tata-pemerintahan luar negeri. Dengan demikian, suatu penguasaan langsung atas daerah kekuasaannya mutlak diperlukan untuk menghindari bahaya ancaman dari luar. Di Sriwijaya terdapat pula prasasti-prasasti, yang berisikan tentang kutukan-kutukan terhadap siapa saja yang melakukan kejahatan dan tidak taat kepada pemerintahan raja. Seperti yang ditemukan di Kedukan Bukit, Talang Tuo, Telaga Batu, Kota Kapur, Karang Brahi, Palas Pasemah. Selain itu terdapat pula prasasti yang memuat data-data penyusunan ketatanegaraan Sriwijaya, yakni dari putra mahkota (yuvaraja) sampai gubernur propinsi dan kerajaan sebagai keseluruhan (datu dan kedatuan).

Sementara itu di pulau Jawa terdapat beberapa kerajaan-kerajaan yang mempunyai pengaruh sangat besar terutama di Asia tenggara. Kerajaan Mataram di Jawa ada dua, yakni, kerajaan Mataram yang berpusat di Jawa Tengah (Wangsa Sailendra) dan kerajaan Mataram yang berpusat di Jawa Timur (Wangsa Isana). Wangsa Sailendra pernah di jumpai di kerajaan Sriwijaya, di duga bahwa baik wangsa Sailendra yang di jumpai di Sriwijaya dan di Mataram, berasal dari Kalingga di India Selatan. Istilah wangsa Sailendra yang terdapat di Mataram, di jumpai pertama kali di dalam prasasti Kalasan, prasasti Kelurak, prasasti Abhayagiriwihara dari bukit Ratu Baka, dan prasasti Kayumwungan. Rajanya yang terkenal adalah Sanjaya4. Prasasti-prasasti yang ditemukan, seperti: Prasasti Tuk Mas yang ditemukan di desa Lebak (Magelang), prasasti Canggal, prasasti Mantyasih. Pada suatu ketika Sanjaya jatuh sakit dan akhirnya meninggal. Ia digantikan anaknya yang bernama Rakai Panangkaran Dyah Sankhara Sri Sanggramadhananjaya. Rakai Panangkaran beragama Buddha Mahayana, ia meninggalkan agama Siwa yang dianut oleh ayahnya. Ia lalu membangun serangkaian candi-candi kerajaan, seperti: candi Sewu untuk pemujaan Manjusri, Candi Borobudur untuk pemujaan pendiri

4 Dalam prasasti Mantyasih, Sanjaya disebutkan sebagai raja yang pertama bertahta. Ia kemudian disusul oleh Rakai Panangkaran. Sanjaya disebut sebagai raja pertama, karena pendahulunya, yaitu raja Sanna telah diserang oleh musuh, dan gugur dalam pertempuran. Selain itu, ibu kota kerajaan telah diserbu dan dijarah. Karena itu maka setelah Sanjaya dinobatkan menjadi raja, perlu dibangun ibu kota yang baru, dengan istana yang baru, dan dibangun pula candi untuk pemujaan lingga kerajaan di atas gunung Wukir, sebagai lambang telah ditaklukkannya lagi raja-raja kecil di sekitarnya yang dahulu mengakui kemaharajaan raja Sanna.

Page 3: MEMAHAMI SEJARAH KITA

January 3, 2010 [ ]

rajakula Sailendra, candi Kalasan, dan candi Plaosan Lor yang melambangkan kesatuan kerajaan.

Kerajaan Mataram yang berpusat di Jawa Timur (Wangsa Isana) di temukan di dalam prasasti Pucangan yang dikeluarkan oleh raja Airlangga pada tahun 963 Saka (1041 M.). Di dalam prasasti tersebut disebutkan bahwa pendiri wangsa ini ialah Pu Sindok Sri Isnawawikramma Dharmmotunggadewa (Sri Isanatungga). Sri Isanatungga mempunyai anak perempuan, bernama Sri Isanatunggawijaya, yang kemudian menikah dengan Sri Lokapala, mempunyai anak, bernama Sri Makutawangsawarddhana.

Pu Sindok sendiri masih anggota wangsa Sailendra. Tetapi karena kerajaan Mataram di Jawa Tengah mengalami kehancuran karena letusan Gunung Merapi yang sangat dahsyat, sehingga dalam anggapan para pujangga hal itu dianggap sebagai pralaya (= kehancuran dunia pada akhir masa Kaliyuga), itulah sebabnya Pu Sindok mendirikan kerajaan baru di Jawa Timur dengan wangsa baru, tetapi masih tetap menggunakan nama kerajaan yang sama. Prasasti yang ditemukan pada masa pemerintah Pu Sindok, antara lain: prasasti Linggasutan (tahun 851 Saka), prasasti Jru Jru (tahun 852 Saka), prasasti Geweg dan prasasti Sumbut (tahun 855 Saka), Prasasti Wulig dan prasasti Kanuruhan (tahun 856 Saka), prasasti Anjukladang (tahun 859 Saka), prasasti Muncang (tahun 866 Saka).

Setelah pemerintahan Pu Sindok, yang termashur di pulau Jawa yang menggantikannya ialah Sri Isana Dharmawangsa Teguh Anantawikramottunggadewa. Oleh karena tidak ada suatu sumber apapun yang dapat memberi keterangan mengenai masa pemerintahan Sri Isanatunggawijaya dan suaminya raja Lokapala, demikian pula masa pemerintahan Makutawangsawarddhana. Dharmawangsa Teguh merupakan keturuan dari Pu Sindok, di lihat dari gelar Isana yang digunakannya. Ia merupakan anak dari Sri Makutawangsawarddhana, sementara Sri Makutawangsawarddhana merupakan anak dari Sri Isana Tunggawijaya yang bersuamikan raja Sri Lokapala. Sri Makutawangsawarddhana mempunyai dua orang anak, yakni, Mahendradatta Gunapriya Dharmmapatni dan Dharmawangsa Teguh. Mahendradatta kemudian menikah dengan Udayana, yang ternyata seorang raja dari wangsa Warmmadewa di Bali. Sementara itu, Dharmawangsa menggantikan ayahnya duduk di atas tahta kerajaan Mataram. Prasasti yang ditemukan pada masa pemerintahan Dharmawangsa Teguh, antara lain: prasasti Hara-Hara tahun 888 Saka, prasasti Kawambang Kulwan tahun 913 Saka, dan prasasti Lucem tahun 934 Saka.

Dalam prasasti Pucangan di ceritakan tentang akhir masa pemerintahan Dharmawangsa Teguh. Seluruh pulau Jawa tampak bagaikan lautan, banyak pembesar yang meninggal, pertama-tama Sri Maharaja (Dharmawangsa Teguh), yaitu pada waktu Haji Wurawari maju menyerang. Haji Wurawari menyerbu pusat kerajaan Dharmawangsa Teguh dengan tujuan melampiaskan sakit hatinya karena tidak dapat mempersunting putri mahkota kerajaan tersebut. Akan tetapi Haji Wurawari tidak menduduki ibukota kerajaan Mataram. Dalam prasasti tersebut juga diceritrakan mengenai Dharmawangsa Airlangga yang dapat menyelamatkan diri dari serangan Haji Wurawari. Dikatakan, bahwa pada waktu terjadi serangan itu ia berumur 16 tahun. Tetapi karena ia penjelmaan Wisnu, maka ia tidak bisa dibinasakan oleh kekuasaan mahapralaya. Maka ia kemudian tingagal di hutan di lereng

Page 4: MEMAHAMI SEJARAH KITA

January 3, 2010 [ ]

gunung. Selama di hutan Airlangga tidak pernah melupakan pemujaan terhadap dewa-dewa siang dan malam. Karena itulah kemudian ia direstui oleh para pendeta Siwa, Buddha dan Mahabrahmana sebagai raja dengan gelar Rake Halu Sri Lokeswara Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggdewa. Pada tahun 954 Saka, Airlangga menyerbu daerah kekuasaan Haji Wurawari dan berhasil melenyapkannya dari tanah Jawa. Airlangga merupakan anak dari Mahendradatta Gunapriya Dharmmapatni yang bersuamikan Pangeran Udayana dari wangsa Warmmadewa dari Bali.

Airlangga mempunyai dua orang putra yang sama-sama gagah perkasa. Sampai akhirnya ketika kedua anaknya sudah dewasa, Airlangga merasa binggung harus memberikan kerajaan kepada kedua anaknya tersebut. Maka ia mengutus Mpu Bharada pergi ke Bali untuk meminta kerajaan di Bali bagi anaknya yang kedua. Pergilah Mpu Baradha ke Bali, meyeberangi Selat Bali di atas daun kekatang (keluih). Tetapi oleh penasihat raja Bali, yaitu Mpu Kuturan, permintaan Airlangga tidak di setujui. Kini tidak ada pilihan lain bagi Airlangga selain membagi tanah Jawa menjadi dua. Yang melaksanakan pembagian itu Mpu Bharada. Konon diceritrakan Mpu Bharada terbang sambil menyiramkan ari suci dari gucinya, tetapi jubahnya tersangkut di dahan pohon asam, sehingga pembagian tersebut tidak tuntas. Ini berarti, sudah ditakdirkan bahwa antara dua kerajaan tersebut akan terjadi perang saudara. Pembagian kerajaan Airlangga membujur dari timur kebarat. Dengan demikian, Janggala berada lebih dekat ke pantai di sebelah utara (Maritim), yang meliputi daerah Situbondo, terus ke Probolinggo, Pasuruan, Surabaya, dan Rembang. Sedangka, Panjalu lebih ke pedalaman sebelah selatan (agraris), yang meliputi daerah kediri dan madiun.

Dalam pertarungan yang segera dimulai, Janggala semakin surut, sedang Panjalu makin berjaya dengan ibukotanya di Kediri atau Daha. Pertempuran ini di akibatkan oleh karena perdagangan dan pelayaran yang semakin ramai, maka Panjalu yang daerah kekuasaannya berada di pedalaman ingin mengusai daerah Janggala yang lebih berada di pesisir. Janggala sendiri tidak meninggalkan keterangan apapun, sehingga kerajaan itu lenyap ditelan masa. Sementara Panjalu dengan ibukotanya di Kediri sedikit lebih baik dalam peninggalan sejarahnya.

Raja yang paling dikenal dari masa Kediri adalah Jayabaya, untuk memberi pembenaran atas dikuasainya Janggala oleh Panjalu, Jayabaya memerintahkan kepada seorang pujangga bernama Mpu Sedah untuk menggubah kisah perang saudara. Pada tahun 1157, Mpu sedah mengambil-alih bagian dari peperangan dari ceritra Mahabharata, yang diberinya nama Barathayudha.

Sejak Jayabaya sampai dengan 1222, sejarah kerajaan Kediri sangat gelap. Kediri kemudian digantikan oleh kerajaan Singasari. Di Tumapel, berkuasa seorang akuwu yang bernama Tunggul Ametung yang mempunyai istri bernama Ken Dedes, konon seorang wanita yang sangat cantik dan cerdas.

Di Tumapel muncul seorang jagoan yang sangat pintar merebut tempat ditengah masyarakat kalangan atas. Ia bernama Ken Angrok yang merupakan karyawan akuwu Tunggul Ametung. Melihat kpribadian Ken Angrok yang sangat bijaksana, khususnya pendeta Lohgawe

Page 5: MEMAHAMI SEJARAH KITA

January 3, 2010 [ ]

sangat terkesan, bahkan dianggap sebagai reinkarnasi dewa. Menyadari nasibnya tersebut, akhirnya Ken Angrok berniat mempersunting Ken Dedes. Ken Angrok kemudian membunuh Tunggul Ametung dengan sebilah keris, buatan Mpu Gandring dan akhirnya mempersunting Ken Dedes.

Bersamaan dengan itu, di Kediri terjadi pertengkaran antara raja Kertajaya dan para pendeta Hindu dan Buddha. Raja menghendaki para pendeta menyembahnya sebagai penjelmaan Batara Guru, bukan sebaliknya seperti biasa. Para pendeta menolak. Oleh karena prakarsa Lohgawe, para pendeta meminta perlindungan kepada Ken Angrok dan mengakuinya sebagai Raja Tumapel dengan gelar Sri Rajasa. Berangkatlah Ken Angrok menyerbu kerajaan Kediri. Raja melarikan diri dan Ken Angrok menjadi raja pada tahun 1222, dengan ibukota di Tumapel.

Pada tahun 1247 M. Ken Angrok dibunuh oleh anak tirinya yang bernama Anusapati (anak Ken Dedes dan Tunggul Ametung). Akan tetapi, Anusapati akhirnya dibunuh oleh Tohjaya putra Ken Angrok. Belum sempat setahun menjadi raja, Tohjaya dibunuh orang, dengan keris yang sama, lalu digantikan oleh Jaya Wisnuwardhana, sepupunya yang memerintah selama 1248-1268. Tumapel yang kemudian berganti nama menjadi Kutaraja, berganti nama lagi menjadi Singasari ketika Jaya Wisnuwardhana digantikan oleh putranya, Kertanagara. Inilah kemudian yang menjadi cikal bakal Singasari dan Majapahit.

Wisnuwardhana pada tahun 1254 segera menobatkan anaknya sebagai putra mahkota dan sekaligus sebagai perdana menteri untuk menghindari perebutan kekusaan seperti yang telah terjadi. Singasari pada masa pemerintahaan Kertanagara memperoleh masa ke emsannya. Dalam bidang politik Kertanagara terkenal dengan gagasannya perluasan cakrawal mandala ke luar pulau Jawa, yang meliputi seluruh daerah dwipantara. Salah satu ekspedisi terbesar ialah Pamalayu, yang diberangkatkan dari Tuban menuju Kerajaan Melayu di Jambi, Sumatera. Dengan tujuan menjadikan Melayu sebagai Vasal Singasari. Ketika ekspedisi Pamalayu masih di Jambi, Dinasti Sung di Cina sudah runtuh karena serbuan Mongol (Tartar) pada tahun 1276 di bawah Kublai Khan. Secepatnya Kublai Khan mengirim ekspedisi ke Jepang dan Nusantara untuk memastikan bahwa kedua negeri itu tunduk kepadanya. Rupanya tujuan Kertanagara untuk meluaskan kekuasaannya ke luar Jawa itu didorong oleh ancaman dari Dinasti Yuan yang didirikan oleh Kublai Khan.

Pada tahun 1289 Kublai Khan mengirim utusan ke Singasari meminta pengakuan kepada Kertanagara supaya tunduk kepada Kublai Khan, yakni, Meng-Ch’i. akan tetapi ditolak dan di potong hidungnya oleh Kertanagara. Penganiayaan terhadap utusan Kublai Khan ini dianggap sebagai penghinaan dan merupakan pengumuman perang. Setelah Meng-Chi’i kembali menghadap Kublai Khan, ia sangat marah dan memutuskan mengirim pasukan untuk menggempur Jawa. Pada tahun 1292 berangkatlah sebanyak 20.000 prajurit, 1.000 kapal yang dipimpin oleh tiga panglima perang, yakni; Shih-pi, Iheh-mi-shih, dan Kau Hsing. Namun, sebelum pasukan ini tiba, Kertanagara dan para pendetanya tewas di tangan Jayakatwang, Raja muda di Kediri. Jadi, pada waktu Ken Angrok merebut kerajaan Kediri dari tangan Raja Kertajaya, kerajaan ini tidak di musnahkan, akan tetapi tunduk di bawah kekuasaannya. Mungkin ini sebuah balas dendam dari Jayakatwang yang masih keturunan Raja Kertajaya.

Page 6: MEMAHAMI SEJARAH KITA

January 3, 2010 [ ]

Jayakatwang dibantu oleh Wiraraja, seorang Gubernur yang di tempatkan di Sumenep Madura oleh Kertanagara dengan gelar Aria. Ketika menyerbu Singasari, Jayakatwang membagi pasukannya dalam dua penjuru, utara dan selatan. Konon diceritrakan Jayakatwang memancing pasukan Singasari ke sebelah utara dengan pasukan lemah, sementara pasukan yang kuat menyerbu dari selatan. Untuk melawan pasukan dari utara, Kertanagara mengirim menantunya, Raden Wijaya. Pasukan Jayakatwang sebelah selatan berhasil menguasai Keraton dan membunuh Kertanagara beserta pasukannya, sedangkan sebelah utara dapat di kalahkan oleh Raden Wijaya.

Mendengar di kuasainya Keraton oleh Jayakatwang, pasukan Raden Wijaya langsung kocar-kacir. Semua melarikan diri kecuali 12 orang pengawalnya. Diantaranya ialah Nambi, putra Wiraraja. Dalam pelariannya, Raden Wijaya ditolong oleh kepala desa Kudadu di tepi Kali Brantas. Atas pertolong kepala desa tersebut Raden Wijaya beserta rombongannya diseberangkan ke Sumenep Madura untuk meminta bantuan kepada Wiraraja, yang sebenarnya adalah penghianat mertuanya. Setelah tawar-menawar dengan Wiraraja, Raden Wijaya berjanji bahwa akan memberi separuh wilayah Jawa. Akhirnya, Jayakatwang mau membantu Raden Wijaya. Oleh strategi Wiraraja, Raden Wijaya disuruh pulang ke Jawa, lalu pura-pura tunduk kepada Jayakatwang dan meminta suatu daerah kecil agar ada lahan yang dikerjakan oleh orang madura yang mengikutinya. Dari tempat itulah diharapkan kekuatan dibangun untuk menghancurkan Jayakatwang.

Setelah pulang ke Jawa, Jayakatwang merasa senang dengan sikap Raden Wijaya itu, dan menganugrahkan sepetak tanah di desa Tarik yang terletak di perbatasan antara Kediri dan Singasari. Di tempat inilah yang kemudian nanti akan menjadi cikal-bakal kerajaan yang bernama Majapahit.

Setelah ekspedisi Mongol tiba di Jawa, Raden Wijaya langsung menawarkan kerjasama untuk menggabungkan diri menggempur Kediri. Raden Wijaya mengatakan kepada pasukan Mongol, bahwa Jayakatwang telah mengantikan Kertanagara. Segera pasukan Mongol menuju ke Kediri dan memerangi pasukan Jayakatwang. Dalam pertempuran itu 100.000 pasukan Kediri di kerahkan, 5.000 di anataranya tewas, dan yang lainnya terbenam di air. Jayakatwang akhirnya menyerah, ditawan, dan wafat.

Selesai pertempuran, Raden Wijaya pamit pulang dengan alasan mempersiapkan upeti sebagai ucapan terima kasih kepada Kublai Khan. Akan tetapi dalam perjalanan pulang, Raden Wijaya menyusun strategi. Raden Wijaya bersama rombongannya berbalik menyerang, sebanyak 3.000 pasukan Mongol tewas dan sisanya lari kepantai kemudian memilih untuk pulang ke Cina. Sesampai di Cina, Kublai Khan sangat marah dan menghukum pasukan ekspedisi tersebut, tetapi kemudian memaafkan mereka.

Pada tahun 1297, Raden Wijaya mengirim utusannya ke Cina. Rupanya Kublai Khan sangat senang dan tidak menuntut lagi pengakuan dari Raja Jawa. Setelah utusan itu pulang dari Cina, Raden Wijaya kemudian dinobatkan sebagai raja Majapahit, dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana. Tidak lama setelah itu, kembalilah ekspedisi Pamalayu ke Jawa dengan

Page 7: MEMAHAMI SEJARAH KITA

January 3, 2010 [ ]

membawa putri Melayu, seorang diantaranya Darah Petak, menjadi istri Kertarajasa. Putri inilah yang kemudian melahirkan putra satu-satunya, bernama Jayanagara.

Pada masa pemerintahan Kertarajasa tahun 1295, terjadi pemberontakan oleh bekas pembantu setianya. Diantaranya ialah Nambi, Rangga Lawe dan Sora. Pemberontakan Rangga Lawe di Tuban karena tidak mendaptkan tempat di Majapahit begitu juga dengan Sora. Pemberontakan ini berlangsung selama dua tahun dan berhasil dipadamkan. Lain halnya dengan Nambi, putra Wiraraja. Ia lebih licin seperti ayahnya, bertindak seperti raja yang berdaulat di sudut timur Jawa, pemberian dari Kertarajasa. Namun, pemberontakan Nambi pun dapat dipadamkan dan meninggal.

Pada tahun 1309, Jayanagara naik tahta menggantikan kedudukan ayahnya. Namun, ia harus menghilang dari istana dan bersembunyi dengan sedikit pengawal gara-gara pemberontakan Kuti. Pasukan pengawal dikepalai oleh Gajah Mada. Pasukan pengawal ini disebut Bhayangkara. Para pengawal tidak di beri izin cuti, bila bersikeras Gajah Mada Langsung membunuhnya. Gajah Mada keluar sendiri untuk mengetahui situasi di luar, sampai akhirnya raja boleh kembali ke istana. Ironisnya, Jayanagara juga mati dibunuh pada tahun 1328. Konon gara-garanya adalah balas dendam yang dilakukan oleh seorang tabib bernama Tanca, karena istrinya telah di setubuhi oleh Jayanagara.

Jayanagara digantikan oleh ibu tirinya, Gayatri (Rajapatni) yang juga putri keempat Kertanagara, karena ia tidak mempunya keturunan. Namun, karena Gayatri sudah masuk biara Buddha, maka ia memberikan kuasa kepada anak perempuannya, Tribhuwana Wijayottungga Dewi, sebagai pelaksana pemerintahan. Pada tahun 1331, Gayatri wafat, akan tetapi pemerintahan tidak jatuh ke tangan anaknya, melainkan tetap sebagai wali negeri. Pada tahun ini rupanya terjadi pemberontakan Sadeng dan Keta. Pada waktu itu yang menjabat sebagai patih amangkubhumi ialah Arya Tadah. Karena sudah tua dan ingin pensiun, ia mengusulkan Gajah Mada sebagai gantinya. Atas usul tersebut, Tribhuwana mengajukan persyaratan kepada Gajah Mada. Jika Gajah Mada berhasil menumpas pemberontakan Sadeng dan Keta, maka ia akan diangkat menggantikan Arya Tadah. Tidak lama kemudian Gajah Mada berhasil menumpas pemberontakan tersebut dan diangkat menjadi patih amangkubhumi.

Pada tahun 1350, Thribhuwana wafat dan digantikan oleh putranya, Hayam Wuruk. Pada waktu penobatan Hayam Wuruk sebagai raja, Maha Patih Gajah Mada mengangkat sumpahnya yang terkenal dengan “Sumpah Palapa” (Amukti Palapa): “Agar supaya nusantara dapat dikuasai, agar Gurun, Serang, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik (Singapura), dapat dikuasai, maka hamba harus lebih dulu makan palapa.” Ia tidak akan pernah berlibur sebelum Nusantara disatukan di bawah kekuasaan Hayam Wuruk.

Pemutlakan kekuasaan ini disertai dengan beberapa ekspedisi, antara lain: ekspedisi Pakuan Pajajaran (Peristiwa Bubat); pengiriman Pangeran Adityawarman ke Pagaruyung, Sumatera Barat, pada 1341; ekspedisi militer ke Bali pada 1343; dan ke Sumatera pada 1377.

Setelah Hayam Wuruk wafat pada 1389, kemudian Gajah Mada pada 1364, Majapahit mulai berantakan. Kerajaan-kerajaan vasal mulai gerah akibat kekurang perhatian pemerintahan pusat. Keluarga raja pun terpecah-pecah, membagi kekusaan. Hayam Wuruk

Page 8: MEMAHAMI SEJARAH KITA

January 3, 2010 [ ]

digantikan oleh menantunya Wikramawardhana. Namun, daerah sekitar Surabaya sampai ke Probolinggo diserahkan kepada anaknya Wirabumi, putra Hayam Wuruk dari salah satu selirnya. Perang saudara terjadi pada 1406, keduanya saling menghancurkan, peristiwa ini disebut Paregreg. Wikramawardhana berhasil mengalahkan Wirabumi dan bertahan sampai pada 1429. Namun, Majapahit telah goyah. Perlahan-lahan kerajaan-kerajaan vasal mulai memisahkan diri. Pada 1527, tamatlah riwayat majapahit.5 Akibat serentetan pemberontakan serta perang perebutan kekuasaan di kalangan keluarga raja-raja di Majapahit, mempercepat proses Islamisasi di Jawa, hingga mencapai bentuk kekuasaan politik seperti munculnya Kesultanan Demak.

Kedatangan para pedagang Islam ke Nusantara diperkirakan sejak abad ke-13 dengan munculnya kerajaan Samudra-Pasai di pesisir timur laut Aceh, yang kemudian banyak mempengaruhi bupati-bupati di pesisir Majapahit. Bupati-bupati pesisir tersebut merasa bebas dari pengaruh kekuasaan raja-raja Majapahit untuk menentukan sendiri kebijakan-kebijakan di bidang ekonomi daerahnya. Maka Islamisasi menjadi alat politik. Banyak diantara bupati-bupati tersebut yang kemudian memeluk agama Islam karena ingin mendapatkan perlindungan dari kerajaan Islam tersebut. Proses Islamisasi di Jawa semakin dipercepat dengan dikuasainya malaka oleh para pedagang Islam.

Sejak Demak berdiri sebagai kerajaan dengan Raden Fatah sebagai rajanya, pengaruh Islam semakin kuat dan luas. Dengan menempatkan pengaruhnya di pesisir utara Jawa Barat, hal ini tidak dapat dipisahkan dari tujuannya yang bersifat politis dan ekonomis. Politis, ialah untuk memutuskan hubungan kerajaan Pajajaran yang masih berkuasa di daerah pedalaman, dengan Portugis yang sudah menguasai Malaka. Konon, setelah portugis menguasai Malaka, Pajajaran mengirim utusannya ke Malaka untuk menyatakan persahabatan. Dan setelah itu melakukan perjanjian pada tanggal 21 Agustus 1522. Untuk mewujudkan perjanjian itu Portugis datang ke Sunda Kelapa pada 1527. Akan tetapi, ekspansi dari Demak yang dipimpin oleh Fatahillah berhasil menguasai pelabuhan itu, dan mengusir Portugis dari Sunda Kelapa dan menggantinya dengan nama Jayakarta, kota kemenangan.

Dari uraian tersebut, jelas kedatangan Islam dan cara menyebarkannya, ialah dengan cara damai, yakni, perdagangan, dakwah dan perkawinan. Bersifat politis, karena dijadikan alat politik oleh golongan bangsawan yang menghendaki kekuasaan. Mereka bersekutu dengan pedagang muslim yang ekonominya kuat karena penguasaan pelayaran di laut dan perdagangan. Apabila telah terwujud kerajaan Islam, barulah kemudian melancarkan perang terhadap kerajaan bukan Islam. Bukan semata-mata karena agamanya, melainkan karena dorongan politik untuk menguasai kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Seperti, Gowa terhadap kerajaan lainnya di Sulawesi Selatan, Demak terhadap kerajaan-kerajaan Jawa-Hindu. Terhadap persamaan agamapun tidak menjadi jaminan bahwa permusuhan tidak bisa terjadi. Jika kepentingan politik dan ekonomi antar kerajaan Islam itu sendiri terancam, maka besar kemungkinan terjadi peperangan. seperti yang pernah terjadi, antara Pajang terhadap Demak, Aceh terhadap Aru, Banten terhadap Palembang, Ternate terhadap Tidore, Gowa terhadap Bone. Selain itu kebijaksanaan raja Gowa memberikan keleluasan bagi orang-orang Portugis

5 Parakitri t. Simbolon, Menjadi Indonesia, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2006

Page 9: MEMAHAMI SEJARAH KITA

January 3, 2010 [ ]

untuk menganut agama Khatolik di pusat kerajaannya, bahkan Gowa mengadakan persahabatan dengan Portugis, karena adanya kepentingan bersama di bidang politik dan ekonomi yang terancam oleh politik ekonomi Barat, yang terkenal lewat VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie).6

Dari percikan sejarah singkat di atas kiranya dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama, dalam setiap kerajaan kerap kali ditemukan prasasti-prasasti, arca dan candi. Ini menunjukan kesetiaan dan kecintaan terhadap raja dan sebagai negara yang berperadaban. Artinya, raja yang di puja, tetapi pendeta-lah yang dimuliakan. Dengan demikian, potensi nasionalisme sudah ada sejak berdirinya kerajaan di Nusantara. Kedua, pemutlakan kekuasaan. Kita temukan pada masa pemerintahan raja Kertanagara dengan konsep perluasan cakrawala mandala yang terealisasi dalam ekspedisi Pamalayu; Hayam Wuruk (Gajah Mada: Sumpah Palapa); dan Raden Fatah dengan dikuasainya Sunda Kelapa. Ketiga, beragamnya ideologi yang dianut sepanjang sejarah nusantara. Ini menandakan bahwa agama tidak pernah menjadi persoalan substansial di lingkungan kerajaan. Inilah yang disebut Gus Dur sebagai fakta historis, bahwa faktor kawasan menjadi sangat penting dalam sejarah bangsa kita, tidak ada kesatuan ideologis, melainkan begitu banyak pandangan-pandangan yang berkembang, tidak pernah dicoba untuk menjadikan panutan tunggal.

6 Marwati Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia III, Jakarta: Balai Pustaka, 1990