Upload
others
View
16
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
MERAWAT SEMANGATKEBERAGAMAN
w w w. h u m a s . u n s y i a h . a c . i d
EDISI 231 . JANUARI 2019IS
SN 0
215
-29
16
NYAK PECATURBERJAYA DI ASIA
TOLERANSI CERDAS MENGINDAHKAN AKIDAH
WAJAH BARU KAMPUS FISIP
EDISI 231 . JANUARI 2019
IFTITAH 3
INDONESIA merupakan negara majemuk yang memiliki keberagaman agama, suku bangsa, bahasa, dan budaya. Dapat dibayangkan betapa sulitnya pendahulu dan pendiri bangsa dalam mempersatukan republik ini. Terlebih lagi saat itu, situasi tidak menentu dan di bawah tekanan penjajah.
Politik adu domba yang diterapkan para penjajah menjadikan perbedaan di antara anak bangsa semakin luas. Tetapi, karena para pejuang memiliki tujuan dan tekad sama untuk merdeka, maka bersatulah seluruh anak negeri tanpa melihat perbedaan. Gerakan kebangsaan lahir, seperti Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, yang berikrar menjadi negara kesatuan Republik Indonesia.
Kini, setelah 73 tahun kemerdekaan Republik Indonesia, generasi muda dihadapkan dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat. Ini menjadi masalah tersendiri dalam kehidupan bermasyarakat saat ini. Menjamurnya media sosial mengakibatkan menurunnya frekuensi bertemu tatap muka antar individu, terutama bagi mereka masyarakat perkotaan. Tetapi di sisi lain, media sosial juga menghadirkan nilai-nilai positif dalam kehidupan.
Sebagai perguruan tinggi tertua di Aceh,
Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) memiliki ribuan mahasiswa dari latar belakang berbeda, baik dari suku, agama, budaya, hingga negara. Bukanlah perkara mudah menyatukan semua elemen ini agar tetap rukun serta menjunjung nilai toleransi. Terlebih lagi, Unsyiah berada di wilayah yang menerapkan nilai-nilai syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, dengan pengelolaan yang baik dari pimpinan Unsyiah dan sikap keterbukaan, menjadikan keberagaman ini bukan sebuah penghalang. Keberagaman ini menjadi pemacu bagi Unsyiah untuk terus berkembang dan meningkatkan kualitas di kancah nasional, serta internasional. Keberagaman menjadi pendorong serta penyemangat menjadikan kampus ini semakin terbuka dan berkualitas.
Hal ini dapat dilihat dari keberhasilan Unsyiah yang masuk dalam perankingan Webometrics dalam beberapa tahun belakangan ini. Unsyiah masuk dalam sepuluh besar dan menjadi salah satu perguruan tinggi terbaik di luar Pulau Jawa.
Semoga dengan pengelolaan manajemen dan dukungan seluruh civitas akademika, cita-cita Unsyiah menjadi world class university dapat segera terwujud dan tercapai di masa datang. Semoga! (Redaksi)
Bersatudalam KeberagamanHusni Friady, S.T., M.M.
EDISI 231 . JANUARI 2019
IZIN TERBITDITERBITKAN OLEHPERINTIS
PEMBINA
PENASIHAT BIDANG REDAKSI
PENASIHAT BIDANG ADMINISTRASI & KEUANGANKETUA PENGARAHPEMIMPIN REDAKSIWAKIL PEMIMPIN REDAKSIREDAKTUR PELAKSANASEKRETARIS REDAKSIEDITOR PEWARTA
FOTOGRAFERLAYOUTERADMINISTRASI & KEUANGAN LOGISTIK SIRKULASIWEB MASTER
STT No. 1138/SK/DITJEN PPG/STT/1987 Humas Universitas Syiah Kuala, Banda AcehProf. Dr. Abdullah Ali, M.Sc. (alm.); Drs. T. A. Hasan Husin (alm.); T. Syarif Alamuddin, Sm. Hk. (alm.)Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, M.Eng. (Rektor Universitas Syiah Kuala) Prof. Dr. Ir. Marwan (Wakil Rektor I); Dr. Ir. Alfiansyah YulianurBC. (Wakil Rektor III); Dr. Hizir (Wakil Rektor IV)
Dr. Ir. Agussabti, M.Si (Wakil Rektor II)Abdul Rochim, S.Sos. M.PdHusni Friady, S.T. M.M.Fajriana, S.E. | Hayatana, S.E.Rika Marlia, S.E. M.M.Uswatun Nisa S.I.Kom. M.A.Ferhat, S.E. M.M.Ibnu Syahri Ramadhan, S.E. | Cut Dini Syahrani, S.Si. |Muksalmina, S.Sos.I.Syahri Afrizal, S.I.Kom.Sayed JamaluddinNadia Ulfa, A.Md.Munawar, S.H. Saidi Muhammad Iqbal, S.I.Kom.
WARTA UNSYIAHEdisi 231. Januari 2019
ISSN 0215-2916Tebal Isi 48 Halaman
DITERBITKAN OLEHHumas UniversitasSyiah Kuala
TWITTER@univ_syiahkuala
YOUTUBEUnsyiah TV
WEBSITEwww.humas.unsyiah.ac.id
INSTAGRAM@univ_syiahkuala
Warta Unsyiah mengajak para pembaca untuk mengirim tulisan terbaiknya ke majalah resmi Unsyiah ini. Silakan kirim tulisan terbaik Anda disertai foto dan biodata diri ke [email protected] (600-700 kata)
REDAKSI
WartaMerawat Semangat Keberagaman
Polem Bek keuh keberagaman, nyang laen pih ta rawat
SAGOE POLEM
EDISI 231 . JANUARI 2019
DAFTAR ISI
IFTITAH 3Bersatu dalam Keberagaman
EDUKASI 6-7Mitigasi Bencana Kurangi Risiko
MAHASISWA 8-9Nyak Pecatur Berjaya di Asia
FOKUS 10-15Merawat Semangat Keberagaman
Menjadi Rumah Nyaman bagi Mahasiswa
KREATIF 20-21Kumpulan Puisi Nur Inda Rahayu
PROFIL 22-23Pretty Olan Oktavia SihiteSosiolog Muda dari Sibolga
SEHAT 28-29Waspada Toksoplasmasis
PERSPEKTIF 30-31Keberagaman Menuju World Class University
PAKAR 16Perbedaan yang Menyatukan
PENGABDIAN 18-19Meringankanyang Membutuhkan
Yang terlintas dalam benak saya, ke mana pun kau berpijak kalau niatmu baik, kau akan diterima! Akhirnya perasaan takut itu hilang sendiri. Marlen Kmur
Saya berharap selama saya di sini, saya mampu memberikan sesuatu untuk Aceh. Walau notabenenya saya akan meninggalkan Aceh, tapi ada sesuatu yang saya tinggalkan.Pretty Olan Oktavia Sihite
RISET 32-33Kebersamaan dan ToleransiGenerasi Muda
FAKULTAS 36-37Wajah Baru Kampus FISIP
ENGLISH 38-39“To Study Abroad” Must be Listedon the Student’s Mindset
MUTU 40-41Menstimulasi Pembelajaran Aktif dengan Student Worksheets
RELIGIA 42-43Toleransi Cerdas Mengindahkan Akidah
ASPIRASI 44Cara Kamu Menyikapi Perbedaan dalam Interaksi Sosial
KABAR 46133 Profesor se-IndonesiaBerkumpul di Unsyiah
8 Mahasiswa KKN ke Malaysia
EDISI 231 . JANUARI 2019
6 EDUKASI
Musibah bencana alam di
Indonesia datang silih
berganti tanpa henti. Mulai
erupsi Gunung Agung Bali sampai
Krakatau di Selat Sunda, Lampung pun
mengikuti. Belum usai di sana, bumi
pertiwi bergetar lagi. Lombok dan
Sulawesi menjadi bukti bahwa pertiwi
rawan akan tsunami dan likuifaksi. Dari
musibah yang terjadi, tidak terhitung
berapa kerugian yang ditimbulkan oleh
bencana alam tersebut baik kerugian
materi maupun nonmateri.
Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) menyebutkan bahwa
78 persen kabupaten/kota di Indonesia
saat ini memiliki status bencana di
level tinggi. Di samping itu, ada 12
jenis bencana yang berpotensi terjadi
di Indonesia, di antaranya banjir,
gelombang pasang, abrasi, kebakaran,
kekeringan, puting beliung, banjir
bandang, tanah lonsong, gempa bumi,
kebakaran hutan, letusan gunung api,
harus siap hidup secara berdampingan
dengan bencana. Dalam catatan BNPB,
Provinsi Aceh termasuk daerah yang
paling banyak mengalami bencana,
yaitu 1.052 bencana dalam rentang
tahun 1815 hingga Juni 2017.
Berdasarkan acuan Aksi Hyogo (Hyogo
Framework Action/HFA), Indonesia
berada di indeks 3,16-3,3. Ini berarti
tidak ada kemajuan yang berarti
dalam pengurangan risiko terhadap
bencana di Indonesia. Sedangkan,
MITIGASI BENCANAKURANGI RISIKO
AMSIR TAIBAlumni Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Unsyiah
dan tsunami. Potensi bencana yang
terjadi 50 persen lebih diakibatkan oleh
kelalaian dan keserakahan manusia.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa
lebih dari 204 juta penduduk Indonesia
berada dalam kawasan bencana.
Letak Indonesia yang berada di
kawasan cincin api pasifik (Ring of
fire) dunia mengakibatkan potensi
terjadinya bencana alam cukup tinggi.
Di sisi lain, masyarakat Indonesia
Potensi bencana yang terjadi 50 persen lebih diakibatkan oleh kelalaian dan keserakahan manusia.
“
EDISI 231 . JANUARI 2019
EDUKASI 7
menurut catatan World Risk Index pada
tahun 2016, Indonesia memiliki risiko
bencana ekstrem sebesar 10,24 persen.
Untuk menghadapi bencana, Indonesia
perlu meningkatkan pemahaman dan
pengetahuan masyarakatnya. Hal ini
dapat dilakukan dengan menggalakkan
sosialisasi dan pelatihan agar tumbuh
kesadaran menghadapi bencana.
Kegiatan tersebut dilakukan dengan
melibatkan seluruh lapisan elemen
masyarakat, stekholder, pemangku
kepentingan, dan lembaga swasta
terkait. Namun di sisi lain, masyarakat
Indonesia sendiri masih sangat kurang
dan lemah dalam pemahaman dan
pengetahuan bencana. Akibatnya
korban bencana di Indonesia tergolong
besar dibandingkan negara lain yang
lebih maju dalam mitigasi bencana
dan masyarakatnya paham pentingnya
pengetahuan terhadap bencana.
Salah satu negara yang memiliki
kesamaan dengan Indonesia yang
berada di lingkaran cincin api dunia
dan rawan bencana adalah Jepang.
Indonesia masih jauh ketinggalan dalam
hal penanggulangan bencana jika
dibandingkan dengan Jepang. Ini dapat
dilihat dari jumlah korban dan kerugian
akibat bencana. Saat ini, Jepang lebih
siap dalam sistem manajemen bencana
yang sangat terstruktur. Dimulai dari
prabencana dan pascabencana.
Saat ini, pemerintah telah melakukan
berbagai macam perbaikan dan
kebijakan meliputi sosialisasi
pendidikan kesiapsiagaan bencana bagi
masyarakat. Indonesia sudah memiliki
payung hukum dalam mengatur
mitigasi bencana sebagaimana yang
tertuang dalam Undang-undang
Nomor 24 tahun 2007 tentang
penanggulangan bencana. Walaupun
pada kenyataannya penurunan risiko
masih tetap tidak berubah signifikan.
Sehingga usaha dan upaya untuk
menyelamatkan masyarakat perlu
dilakukan secara masif dan maksimal
meliputi sumber daya manusia,
teknologi, dan anggaran.
Namun di sisi lain, kegagalan
terhadap kesiapsiagaan bencana tidak
secara mutlak akibat dari kesalahan
dan kelalaian pemerintah dalam
memberi edukasi dan pemahaman
pada masyarakat. Masyarakat juga
harus merasakan akan pentingnya
pengetahuan terhadap mitigasi
bencana. Jangan sampai masyarakat
menganggap sepele terhadap bencana.
Sebab ketika bencana terjadi, ada
sebagian orang masih merekam
video, bahkan berswa foto tanpa
memedulikan keselamatan diri.
Banyak contoh yang dapat diambil
dari negara yang memiliki pemahaman
bencana dan mitigasi bencana.
Misalnya pada tahun 2009, tidak
ada korban meninggal ketika di
Teluk Suruga, Jepang dilanda gempa
bumi 6,4 skala ritcher. Sedangkan di
L’Aquila, Italia gempa bumi dengan
kekuatan 6,3 skala ritcher menelan
korban meninggal sebanyak 295
orang. Tetapi di Indonesia tepatnya
di Yogyakarta, gempa bumi dengan
kekuatan 6,3 skala ritcher menelan
korban meninggal sebanyak 5.745
orang. Dari kejadian ini dapat diambil
kesimpulan bahwa sosialisasi dan
mitigasi bencana memegang peranan
penting untuk memperkecil risiko
akibat terjadinya bencana.
Tidak bisa dihindari dan dipungkiri
bahwa bencana akan terus terjadi di
negeri Indonesia. Tetapi, kita selaku
masyarakat hanya mencoba dan
berusaha untuk meminimalkan dampak
dari bencana terhadap jatuhnya korban
baik jiwa maupun harta dan benda.
Masyarakat harus mampu untuk dapat
hidup berdampingan dengan bencana
tersebut. (cds)
Masyarakat harus mampu untuk dapat hidup berdampingan dengan bencana tersebut.
“
Unit Kegiatan Mahasiswa
(UKM) Catur Universitas
Syiah Kuala (Unsyiah)
kembali memberikan kebanggaan
bagi kampus Jantong Hatee Rakyat
Aceh. Kebanggaan ini ditorehkan
dengan terpilihnya tim catur
Unsyiah sebagai Juara II Best Girl
di kejuaraan internasional berlabel
GACC International Inter-Varsity
Chess Championship yang digelar
di Malaysia, 25-28 Januari 2019.
Mereka tampil sebagai runner up
setelah mengumpulkan poin 8
kelompok putri, sementara juara
pertama diraih tim The Queens
Malaysia dengan poin 9.
Kejuaraan terbuka ini
mempertandingkan sejumlah
kategori, yaitu beregu, campuran
senior junior, dan mahasiswa putra-
putri. Kejuaraan ini diikuti 113 tim
dari puluhan negara di Asia. Tim
catur Unsyiah terdiri dari empat
orang mahasiswa, yaitu Anisha
Purwanto dan Firmadiana dari
Fakultas Pertanian, Klarisa Sabila
dari Fakultas Teknik, dan Agus
Winarsih dari Fakultas MIPA. Tim
ini dinamakan Nyak Syiah Kuala
University. Nama tersebut dipilih
karena semua anggotanya adalah
perempuan. Kata ‘nyak’ juga
sengaja dipilih untuk menonjolkan
khas bahasa Aceh di kancah
internasional.
Pendamping sekaligus pelatih tim
catur Unsyiah, Dian Maulana, SIP.
WNP, mengatakan pada awalnya
timnya menargetkan juara di Under
Age Single U18. Tapi, Klarisa Sabila
yang bertanding pada Open Single
U18 harus puas di peringkat 8.
NYAK PECATURBERJAYA DI ASIA
EDISI 231 . JANUARI 2019
8 MAHASISWA
MAHASISWA 9
menempatkan tim putri ‘nyak’
Unsyiah di peringkat 2nd Best
Girl (Macth poin 8), sedangkan
peringkat 1st Best Girl (Macth poin
9) diraih tim The Queens.
Namun menurut Dian, keberhasilan
yang diraih ini merupakan prestasi
yang luar biasa. Terlebih lagi
kejuaraan internasional ini banyak
diikuti pecatur bergelar Fide
Master dan Master International,
di antaranya dari Malaysia dan
Filipina.
“Usaha dan prestasi tim catur
Unsyiah sudah cukup maksimal
dalam event berskala internasional
ini,” tutup Dian.
“Kami bangga bisa meraih Juara
II Best Female, apalagi ini adalah
debut tim yang pertama bagi
saya,” kata Anisa.
Mendapat gelar sebagai juara
bukanlah hal baru bagi para
pecatur putri UKM Catur
Unsyiah. Sebelumnya, Klarisa
Sabila meraih medali perak di
Kejuaraan Nasional 2018 di
Banda Aceh. Annisha Aprilia
Purwanto berhasil meraih medali
perak di Kejuaraan Kementerian
Pendidikan Malaysia pada
November 2018 lalu. Sementara
Agus Winarsih berhasil meraih
medali perak di ajang Rektor
Unsyiah Cup 2018.
Bagi tim putri UKM Catur
Unsyiah, segala keberhasilan
ini menjadi ajang pemanasan
menjelang Pomnas XVI/2019
di Jakarta. Anisa berharap
ia dan timnya dapat lebih
membanggakan Unsyiah baik
di level nasional maupun
internasional. Ia pun menargetkan
medali emas di ajang Pomnas
nanti. (un)
Meski demikian, Klarisa berhasil
masuk 10 besar kelompok putri di
kejuaraan internasional mahasiswa
sebagai peringkat ke-8.
Meski kurang beruntung di
kategori single, tim putri Unsyiah
justru berhasil melejit ke meja
unggulan. Walau di babak pertama
kalah dari Saint Anthony Knights
dengan skor 0,5-3,5. Tim putri
Unsyiah juga bertanding melawan
Fight Club Team yang kekuatannya
di atas rata-rata (Internasional
elo rating). Padahal, pecatur
Unsyiah belum memiliki elo rating
internasional. Tetapi, dua pecatur
Unsyiah berusaha bertanding
dengan maksimal dan berhasil
menahan imbang. Sementara
dua pecatur lainnya harus kalah
dengan skor akhir 1-3. Hasil ini
EDISI 231 . JANUARI 2019
Kami bangga bisa meraih Juara II Best Female, apalagi ini adalah debut tim yang pertama bagi saya.
“
EDISI 231 . JANUARI 2019
12 FOKUS
Saat ini, Universitas
Syiah Kuala memiliki
25.746 mahasiswa
aktif dan mereka
tersebar di 12 fakultas.
Para mahasiswa ini berasal dari latar
belakang yang beragam. Baik etnis,
suku, maupun agama. Bahkan saat
ini, mahasiswa Unsyiah bukan hanya
dari Sumatra. Mereka juga berasal dari
berbagai provinsi di Indonesia, seperti
mahasiswa Papua yang jumlahnya terus
meningkat setiap tahunnya.
Sebagai Universitas tertua di Aceh,
Unsyiah berhasil menjadi rumah bagi
semua keberagaman tersebut. Meski
mahasiswanya berasal dari latar
belakang yang berbeda, tetapi hal ini
bukan kendala bagi mereka untuk
menempuh pendidikan di Unsyiah.
Semua keberagaman tersebut berhasil
Unsyiah padukan dalam satu semangat
kebersamaan.
Marlen Kmur misalnya, mahasiswi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB)
Unsyiah asal Sorong, Papua, ini merasa
nyaman kuliah di Unsyiah. Awalnya, Marlen sempat bimbang untuk kuliah
di Unsyiah. Selain jauh dari tanah
kelahirannya, perbedaan budaya serta
musibah gempa dan tsunami yang
melanda Aceh pada 2004 silam, telah
membuat orang tuanya khawatir.
Namun, karena tekadnya bulat untuk
mengejar cita-cita, Marlen pun
membuang semua perasaan bimbang
dalam hatinya. Setelah berdiskusi
dengan orang tua, perempuan
kelahiran Sorong, 9 Maret 1998 ini
akhirnya mantap memilih Unsyiah.
“Yang terlintas dalam benak saya, ke
mana pun kau berpijak kalau niatmu
baik, kau akan diterima! Akhirnya
perasaan takut itu hilang sendiri,”
ungkap mahasiswi Jurusan Akuntansi
2015 ini.
Setibanya di Aceh, semua
kekhawatiran yang pernah terbesit
di hatinya memang tidak terjadi.
Marlen bersyukur karena ia mudah
beradaptasi. Di ruang kuliah, ia
mendapatkan perlakuan yang baik dari
teman-temannya. Terlebih lagi Marlen
Tingkat keberhasilan mahasiswa Afirmasi itu lebih besar kalau mereka kuliah di Aceh. Itu dikatakan sendiri oleh Dirjen Belmawa.
“
EDISI 231 . JANUARI 2019
FOKUS 13
memiliki bakat dalam bernyanyi. Karena
bakat ini pula, Marlen bergabung di
Bengkel, Seni, dan Teater (Bestek) FEB
Unsyiah. Tak hanya itu, ia juga mulai
mempelajari tari-tarian Aceh.
“Secara pribadi saya nyaman. Karena
kemampuan beradaptasi ini kan,
tergantung ke pribadinya masing-
masing,” ungkapnya.
Hal yang sama juga diungkapkan
oleh Yulianti Elisabet Demena asal
Kantumilena, Jayapura. Meski di Aceh
Yulianti menjadi minoritas, tetapi
ia tidak merasa terkungkung. Saat
pertama kali tiba di Aceh, Yulianti
mengaku sempat shock. Sebab Aceh
dan Papua memiliki kultur yang jauh
berbeda.
Namun, perlahan Yulianti mulai
mampu beradaptasi. Bahkan, ia merasa
bersyukur bisa kuliah di Unsyiah.
Suasana belajar serta lingkungan di
Unsyiah turut andil mengantarkan
putri Papua ini cepat menuntaskan
kuliahnya. Dan saat ini, Yulianti tercatat
sebagai lulusan pertama penerima
Beasiswa Bidikmisi dari seluruh
Indonesia.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan
dan Alumni Unsyiah, Dr. Alfiansyah
Yulianur BC, mengatakan
keberhasilan Unsyiah dalam merawat
kebersamaan ini juga diakui oleh
Kemenristekdikti. Seperti yang
dikatakan oleh Direktur Jenderal
Pembelajaran dan Kemahasiswaan
(Dirjen Belmawa), Intan Ahmad,
ketika mengunjungi Unsyiah
beberapa waktu lalu. Ia mengatakan
jika penerima Beasiswa Afirmasi yang
umumnya mahasiswa Papua, merasa
nyaman kuliah di Aceh.
“Tingkat keberhasilan mahasiswa
Afirmasi itu lebih besar kalau mereka
kuliah di Aceh. Itu dikatakan sendiri
oleh Dirjen Belmawa,” ungkap
Alfiansyah di ruang kerjanya.
Menurut Alfiansyah, selama ini Unsyiah
telah berkomitmen menjadikan
kampus ini sebagai “rumah” bagi
semua mahasiswa. Semua orang punya
kesempatan yang sama untuk kuliah
dan berprestasi di kampus ini.
“Saya katakan kepada mahasiswa,
bahwa ruangan ini adalah ruangan
tanpa batas untuk mahasiswa.
Kita terbuka dan siap menerima
dalam semangat kebersamaan,”
pungkasnya. (ib)
EDISI 231 . JANUARI 2019
14 FOKUS
Universitas Syiah Kuala
adalah contoh nyata
bagaimana semangat
keberagaman
terawat dengan
baik. Meski para mahasiswanya berasal
dari berbagai latar belakang, tetapi
sejauh ini belum pernah sekalipun ada
gesekan atau diskriminasi terhadap
identitas tertentu.
Hal ini tidak terlepas dari komitmen
Unsyiah untuk menjaga semangat
keharmonisan dengan cara menjamin
hak-hak mahasiswanya. Sebab hal ini
merupakan amanat Undang-undang
1945 Pasal 31 yang menegaskan
bahwa setiap warga negara berhak
mendapatkan pendidikan. Oleh sebab
itu, Unsyiah sebagai sebuah perguruan
tinggi harus menerjemahkan amanat
negara tersebut dengan memberikan
pelayanan yang baik bagi mahasiswa.
Siapapun mereka tanpa melihat latar
belakang identitasnya.
Seperti yang ditegaskan oleh Wakil
Rektor Unsyiah Bidang Kemahasiswaan
dan Alumni, Dr. Ir. Alfiansyah Yulianur
BC, bahwa setiap mahasiswa Unsyiah
punya hak yang sama di kampus ini.
Alfiansyah mencontohkan bagaimana
pemberian beasiswa yang dilaksanakan
Unsyiah selama ini. Informasi
disampaikan secara terbuka, sehingga
setiap mahasiswa memiliki peluang
yang sama untuk mendapatkannya.
“Kalau Beasiswa Prestasi
prasyaratannya latar belakang
akademis. Kalau beasiswa untuk
yang kurang mampu, latar belakang
MENJADIRUMAH NYAMANBAGI MAHASISWA
FOKUS 15
kemiskinan, ya udah, gitu saja. Jadi
tidak ada masalah,” ungkapnya.
Begitu pula hak-hak terhadap
mahasiswa nonmuslim yang merupakan
minoritas di kampus ini. Unsyiah tetap
memperlakukan mereka dengan baik.
Misalnya dalam pelaksanaan Unit
Program Pendamping Pendidikan
Agama Islam (UP3AI) yang mewajibkan
setiap mahasiswa muslim untuk
mengikuti program tersebut. Mereka
diajarkan tentang dasar-dasar agama
Islam, termasuk bagaimana membaca
Alquran dengan baik dan benar. Meski
program ini wajib dan merupakan syarat
penting dalam perkuliahan. Tetapi,
Unsyiah tidak mewajibkan mahasiswa
nonmuslim untuk mendalami ilmu
agama Islam. Alternatifnya, Unsyiah
menyerahkan mereka kepada pemuka
agamanya masing-masing.
“Misalnya yang Kristen kepada
pendeta. Di sanalah mereka diajarkan
dan mendalami agamanya. Dan
ternyata kebijakan ini mendapatkan
respon yang baik dari pemuka agama
tersebut,” ungkap Alfiansyah.
Di sisi lain, Alfiansyah mengungkapkan,
bahwa pelaksanaan syariat Islam di
Aceh berperan penting terciptanya
keharmonisan di Unsyiah. Selama ini
ada sebagian orang yang menilai dan
menganggap Islam agama radikal
dan teroris. Pemahaman yang keliru
ini telah merusak citra Islam yang
sejatinya tidak demikian. Realisasi
syariat Islam ini, menurut Alfiansyah,
memiliki makna yang luas. Sebab pada
hakikatnya, Islam itu melindungi dan
menjamin hak-hak setiap individu.
“Islam itu nilai toleransinya lebih tinggi
dibandingkan agama lain,” ungkapnya.
Pelaksanaan syariat Islam, lanjut
Alfiansyah, justru membuat mahasiswa
lebih terjaga dari berbagai pengaruh
buruk yang bisa merusak masa depan
mereka.
“Coba lihat, dengan adanya syariat
Islam mereka bisa terhindar dari bahaya
miras atau narkoba. Secara otomatis
lingkungan terkondisikan untuk itu,”
ujarnya.
Oleh sebab itu, Alfiansyah menilai
bahwa masyarakat tidak perlu ragu
untuk kuliah di Unsyiah. Karena
selama ini Unsyiah tidak pernah
mempermasalahkan latar belakang
mahasiswanya, termasuk agamanya.
Sebab semangat kejujuran,
keikhlasan, dan kebersamaan yang
selalu Unsyiah gaungkan telah
menjadi prinsip Unsyiah dalam
melayani mahasiswa.
Selain itu, Unsyiah juga menjamin
hak mahasiswanya untuk berkarya
dan berprestasi sesuai bidangnya.
Mereka bebas memilih untuk
menyalurkan bakatnya melalui
berbagai Unit Kegiatan Mahasiswa
(UKM) yang ada. Setiap mahasiswa
berkesempatan untuk menduduki
posisi strategis dalam organisasi di
Unsyiah. Alfiansyah mencontohkan,
bagaimana di struktur kepengurusan
organisasi seperti BEM, UKM atau
lainnya, diisi mahasiswa dari berbagai
latar belakang. Mereka dipilih karena
kompetensinya.
“Ini suatu bukti bahwa orang luar itu
merasa nyaman kuliah di Unsyiah,”
ujarnya. (ib)
Coba lihat, dengan adanya syariat Islam mereka bisa terhindar dari bahaya miras atau narkoba. Secara otomatis lingkungan terkondisikanuntuk itu.
“
EDISI 231 . JANUARI 2019
16 PAKAR
Sebagai salah satu universitas
terbaik di Indonesia, Unsyiah
menjadi incaran favorit bagi
mereka yang ingin melanjutkan
pendidikan tinggi. Maka tidak heran,
ragam suku, agama, budaya semakin
semarak di kampus tertua di Aceh
ini. Keindahan toleransi dan saling
menghormati antar umat beragama,
semakin terasa di kampus Unsyiah.
Para minoritas seakan berada
di rumah sendiri, tanpa merasa
diintimidasi.
Berikut ini, wawancara Warta
Unsyiah bersama Masrizal, S.Sos.I. MA, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik (FISIP) Unsyiah, melihat
semakin beragamnya kehidupan di
Unsyiah dari perspektif sosiologi.
Bagaimana Anda melihat keberagaman di Unsyiah?
Kampus adalah tempat yang netral
dan bebas dari segala kepentingan.
Kampus sebagai sebuah spirit
nasionalisme di mana keberagaman
lumrah terjadi. Pola atau misi yang
dibangun oleh perguruan tinggi
adalah Pancasila. Bagaimana
mengaplikasikan semangat Pancasila
PERBEDAAN YANG MENYATUKANMasrizal, S.Sos.I. MA.Dosen Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik (FISIP) Unsyiah
EDISI 231 . JANUARI 2019
EDISI 231 . JANUARI 2019
PAKAR 17
secara empiris bukan normatif adalah
salah satu upaya menangkal intoleran
dan kemunculan akar radikalisme.
Jadi kampus harus terbuka dengan keberagaman?
Ya! Selain tempat menimba ilmu,
kampus juga menjadi tempat belajar
kecerdasan berbudaya dan hidup
dalam keberagaman. Keberagaman
berlatar belakang budaya, suku, dan
agama merupakan bentuk komunikasi
sesungguhnya. Setiap individu mampu
mengembangkan komunikasi antar
budaya dengan cara-cara tersendiri
tanpa menunjukkan sikap intoleran
dan diskriminasi.
Maka di sini peran pendidikan menjadi penting?
Dalam konteks keberagaman,
semakin tinggi pengetahuan sosial
budaya seseorang terhadap varian
dan pola budaya, semakin besar pula
peluang untuk dapat berkomunikasi
antar sesama, baik muslim maupun
nonmuslim. Begitu juga sebaliknya,
semakin rendah pengetahuan sosial
budaya seseorang, maka semakin
berpeluang terjadi intoleran.
Siapa yang paling berperan membentuk pandangan mahasiswa terhadap masalah ini?
Tenaga pengajar memiliki peran yang
sangat penting dalam membangun
pandangan dan pemikiran mahasiswa.
Penggiringan opini yang dilakukan oleh
tenaga pengajar memberi dampak
atau potensi terjadi atau tidaknya
intoleran di ruang kelas. Dalam kelas
yang heterogen, seorang pengajar
harus mampu memberi materi atau
contoh yang tidak menyinggung
kelompok-kelompok tertentu terkait
suku, ras, agama, bahkan bahasa.
Tak hanya mahasiswa, para pengajar
pun harus memiliki pengetahuan
sosial budaya agar tercipta suasana
belajar mengajar yang nyaman dan
jauh dari isu intoleran. Pluralisme
di kelas menghadirkan perbedaan
yang sangat indah. Memanfaatkan
keberagaman untuk menyatukan
sudut pandang tanpa melihat latar
budaya, agama dan etnis adalah
bentuk kesuksesan dalam mengajar.
Bagaimana caranya merawat keberagaman di lingkungan kampus?
Saya pikir ada beberapa kebijakan
penting yang memang harus
dilakukan. Seperti memberikan
waktu sebelum atau sesudah
perkuliahan selama 5-10 menit.
Waktu ini digunakan untuk
menyampaikan masukan yang
bersifat spiritual untuk membangun
semangat keberagaman. Cara
ini telah kami praktikkan di prodi
Sosiologi.
Apa yang ingin diharapkan?
Diharapkan keluangan waktu yang
diberikan dapat menularkan virus
positif bagi generasi milenial untuk
memahami identitas yang ada dalam
perbedaan. Pembinaan ini juga bisa
dilakukan melalui pengambilan Mata
Kuliah Umum (MKU) yang bersifat
general bagi seluruh mahasiswa,
seperti mata kuliah PPKN. Adapun
cara lain, yaitu dengan melakukan
controlling lewat fakultas untuk
meminimalisir isu radikalisme dan
intoleran.
Selain harapan di atas, apa ada hal lain yang ingin dicapai dari keberagaman?
Ada, yaitu meningkatkan nilai-
nilai multikulturalisme, sehingga
menghadirkan kehidupan kampus
yang beragam. Sebagai lembaga
pendidikan tinggi terbaik yang sedang
menyiapkan diri menjadi world class
university, sudah sepatutnya Unsyiah
mampu menghadirkan keamanan
dan kenyamanan bagi mahasiswa
dengan latar belakang berbeda. Saya
yakin dengan semangat Pancasila
dan kebhinnekaan yang tertanam di
setiap diri mahasiswa, akan mampu
menjaga dan merawat keberagaman
dan menyatukan perbedaan di
Unsyiah dan Aceh pada umumnya (rk)
Keberagaman berlatar belakang budaya, suku, dan agama merupakan bentuk komunikasi sesungguhnya.
“
EDISI 231 . JANUARI 2019
Awal pembentukan lembaga
formal pengelola zakat di
Aceh dimulai pada tahun
1973 melalui Keputusan Gubernur
Kepala Daerah Istimewa Aceh No.
5/1973 tentang Pembentukan Badan
Penertiban Harta Agama (BPHA).
Kemudian di tahun 1975, BPHA
diubah menjadi Badan Harta Agama
(BHA).
Sejalan dengan Keputusan Bersama
Menteri Agama dan Menteri
Dalam Negeri tahun 1991 tentang
Pembentukan BAZIS (Badan Amil
Zakat, Infak dan Shadaqah), BHA pun
diubah menjadi BAZIS di Aceh di tahun
1998. Perubahan ini berlanjut di tahun
2003, melalui keputusan gubernur,
BAZIS diubah menjadi Baitul Mal yang
beroperasi di bulan Januari 2004.
Menurut Ahmad Ifham Sholihin dalam
Buku Pintar Ekonomi Syariah (2010),
Baitul Mal berarti suatu lembaga
atau pihak yang mempunyai tugas
khusus menangani segala harta umat,
baik berupa pendapatan maupun
pengeluaran negara. Pengertian itu
didasarkan pada uraian Abdul Qadim
Zallum (1983) dalam Al-Amwal fi
Dawlah al-Khilafah. Selain itu, Ifham
Sholihin juga memberikan dua
pengertian lain.
Pertama, ia mengartikannya sebagai
lembaga negara yang mengelola
penerimaan dan pengeluaran
negara yang bersumber dari zakat,
kharaj (cukai atas tanah pertanian),
jizyah (pajak yang dibebankan pada
penduduk nonmuslim yang tinggal di
negara Islam), ghanimah (rampasan
perang), kaffarat (denda), wakaf, dan
lain-lain yang di-tasyaruf-kan untuk
kepentingan umat. Kedua, Baitul Mal
diartikan sebagai rumah harta yang
di zaman Rasulullah Saw berfungsi
sebagai perbendaharaan negara.
Sebagai kampus terbesar di Aceh dan
fokus di bidang pendidikan, Unsyiah
MERINGANKANYANG MEMBUTUHKAN
RUMAH AMAL MASJID JAMIK UNSYIAH
18 PENGABDIAN
M. IQBAL NURRAZIQ, S.H.Mahasiswa S2 Magister Ilmu Hukum Unsyiah
EDISI 231 . JANUARI 2019
PENGABDIAN 19
tidak melupakan kewajibannya dalam
hal keagamaan. Terlebih lagi, kampus
ini berada di provinsi yang menerapkan
syariat Islam dalam kehidupan sehari-
harinya. Unsyiah berkomitmen
mengambil peran untuk mewujudkan
Aceh sebagai provinsi yang mampu
menerapkan syariat Islam dengan baik.
Salah satunya membentuk Rumah
Amal Masjid Jamik Unsyiah sebagai
wadah menghimpun zakat, infak,
sedekah, hingga wakaf.
Pendirian rumah amal ini merupakan
bukti nyata kepedulian Unsyiah
yang menjembatani para donatur,
khususnya civitas akademika untuk
memilih anak asuh yang memenuhi
kriteria.
Selain itu, Rumah Amal Masjid Jamik
Unsyiah juga melakukan beberapa
kegiatan, seperti, Unsyiah Berkurban,
Emergency Fund Bantuan Darurat
(Bandar) bagi mahasiswa yang
kesulitan keuangan, hingga Paket
Ramadan Tersenyum bagi kaum
dhuafa. Lembaga ini juga aktif dalam
kegiatan penggalangan dana untuk
membantu wilayah yang terkena
musibah. Bahkan, beberapa program
pendidikan serta pemberdayaan
umat juga sukses dilakukan, seperti
program pemberdayaan ekonomi
umat, pelatihan pengeringan ikan,
pelatihan keuangan dasar di Pidie Jaya
pascagempa, program Quranic healing
bagi korban bencana, hingga kuliah
zakat.
Kesuksesan dan kehadiran Rumah
Amal Masjid Jamik Unsyiah diharapkan
menjadi contoh bagi instansi lain
dalam mengelola zakat, infak,
sedekah, wakaf agar manfaatnya
dapat dirasakan masyarakat,
sekaligus membantu mereka yang
membutuhkan. (iq)
dalam memberdayakan umat
dari segi keagamaan. Kehadiran
lembaga ini untuk merencanakan,
melaksanakan, mengkoordinasi
pengumpulan, pendistribusian, hingga
pendayagunaan dana dari lingkungan
Unsyiah. Keberadaan Rumah Amal
Masjid Jamik Unsyiah sudah dirasakan
manfaatnya oleh mahasiswa dan
masyarakat sekitar Unsyiah.
Saat ini, Rumah Amal Masjid Jamik
Unsyiah yang diketuai oleh Dr.rer.
pol. Heru Fahlevi, S.E., M.Sc, telah
banyak melaksanakan kegiatan, salah
satunya menyalurkan beasiswa kepada
mahasiswa berprestasi, terutama yang
hafiz Alquran. Beasiswa di lembaga
ini terbagi dua, yaitu Beasiswa Prestasi
Rumah Amal (BPRA) dan Beasiswa
Orangtua Asuh (OTA). Beasiswa BPRA
merupakan salah satu program Rumah
Amal Masjid Jamik Unsyiah yang
ditujukan untuk membantu mahasiswa
berprestasi yang kesulitan dana dalam
menempuh pendidikan. Sedangkan
Beasiswa OTA adalah program
Bagi yang ingin menyerahkan zakat, infak, sedekah, wakaf dapat dikirim ke nomor rekening; 7099400409 BSM, a.n. Rumah Amal Unsyiah. Konfirmasi donasi ke nomor 0852 6203 4033.
Lembaga ini juga aktif dalam kegiatan penggalangan dana untuk membantu wilayah yang terkena musibah.
“
EDISI 231 . JANUARI 2019
Senantiasaku utarakan …Jika menghirup kopi mengingatkanku pada masa laluMasa di mana ada kisah antara kamu dan akuKini, ditemani remah jingga yang mulai temaramKenangan tentangmu hadir bersama aroma kopi yang tersajiPahit kopi menyatu membaur bersama kenangan tentangmuKamu yang kini dengan gagahnya berbaju loreng lengkap dengan amunisiSementara aku, masih terpaku dengan tuts tuts keyboard laptop berkisah tentangmu
Remang senja menjatuhkan bayangan cangkir kopi di permukaan meja balkon kamarSementara kepulan uap kopi berlari dari genggaman anginNamun,Lagi-lagi pedihnya bayangmu kembali hadir Menyentuh tulang-tulang lidahku dengan rasa pahitSepahit luka yang terukir olehmu
Kamudan Kopi
NUR INDA RAHAYUAlumni Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala Kusadar, mengenangmu cukup membuatku terluka
Luka lama yang senantiasa menganga kala sosokmu tiba-tiba hadirTapi aku bisa apa? Tak ada yang bisa kulakukan selain menikmati setiap aliran rindu yang merasuk
Kopi membuatku candu pada perpaduan rasa pahit dan manis Senada dengan kamu, yang selalu membuatku candu bermimpi tentang hadirmuEntahlah, apakah di senja ini kamu juga melukis kenangan tentangkuAtau justru, hanya aku yang terlalu menaruh harap tinggi padamu
Katamu semua kopi adalah samaPembedanya adalah sensitivitas lidah dalam merespon rasaTapi bagiku, setiap kopi memiliki rasa yang berbedaTergantung bagaimana cara meracik hingga tersaji di atas mejaAh, kita memang berbeda dalam mendefinisikan kopiTapi, kesamaan kita adalah tetap mencintai rasa pahitnya
Temaram jingga perlahan beranjakCangkir kopiku mulai kosongAku mulai kehabisan alasan untuk mengenangmuKupikir, cukup sudah aku mengobrak-abrik masa laluku tentangmuJinggaku pergi menghembuskan kenanganmuDigantikan bintang yang akan melukis memori baruMungkin dengan kisah baru yang lebih nyaman atau dramatisSudahlah, tak perlu kurisaukanBiarlah esok tetap jadi misteri
20 KREATIF
Kala raga berada di keramaian sejuta umat manusiaAku tetap merasa sendiriAh, entahlahRasa yang tak mampu kupahamiRasa yang tak mampu kuuraikan lewat kata
Aku merasa sunyi, meski nyatanya sekelilingku berisikAku merasa melangkah tertatih meski tanganku ada yang membimbingAku merasa kosong walau sekian banyak orang mengisi hidupkuAku resah pada hal yang sebenarnya tak perlu kutakuti
Ku mendesak seluruh udara yang ada dalam hatiKupaksanya keluar, agar ruang itu bisa terisiTapi, semakinku usir semakin dia menekan diriMenyentilku menyadarkan kehampaan ini
Argh …Aku benci semua iniKala aku ingin menikmati hari tanpa hadirmuJustru aku terbelenggu pada kekosongan iniKau datang tanpa permisi, mengambil kenyamanan ini semaumuLalu kini, kau pergi tanpa mengembalikan semua itu padakuLantas apa yang bisa kulakukan?Mengatasi kehampaan dengan terus menunggumu?Argh … Aku tak sebodoh ituBiarlah kubangun kembali semua yang kau curiKubuktikan padamu aku baik-baik sajaKan kuberitahu, bagaimana rasa penyesalan itu padamu
Sebuah rasa yang berasaTak dapatku genggam eratKarena hanya sesak yang akanku dapatTak dapat kulepasnya pergiMeski kadang, dia berlari terbang bersama angin
Rindu … Semakin kuingin mengungkapmuSemakin aku sadar sakitnya menanggungmuKau tau apa yang kutakuti? Kala aku merindu, tapi rindu itu tak tahu arah tuju
Namun …Izinkan aku tetap merinduDalam sujud, rindu itu cobaku uraikan lewat doaPintaku …Bumi menyampaikan pada langit, betapa besar rindukuTak peduli rasaku terbalas atau tidakKarena sejatinya merindu adalah menggali kenangan lama pada dimensi yang berbeda
Untuk engkau yang kurinduJangan kau merasa beban dengan rasakuKarena rinduku tak butuh balasBiarkan dimensi waktu yang menyembuhkan rindu iniDengan atau tanpa engkau yang kurindu
Rindu Hampa
KREATIF 21
EDISI 230 . DESEMBER 2018EDISI 231 . JANUARI 2019
EDISI 231 . JANUARI 2019
22 PROFIL
Perbedaan identitas tidak menyurutkan tekad Okta untuk menjadi peduli. Baginya, hidup adalah tentang bagaimana dapat memberikan manfaat bagi orang
lain. Okta meyakini bahwa peduli adalah kata yang universal. Siapa pun dapat melakukannya tanpa melihat latar belakang identitasnya. Menurut Okta, jika kesadaran ini dipahami dengan baik, maka dari sinilah lahirnya perasaan empati terhadap sesama. Bahkan, nilainya lebih tinggi dari sekadar toleransi.
“Kalau toleransi kita memang enggak ganggu, tapi kalau empati kita peduli. Ada perasaan, walaupun kita berbeda secara agama dan suku,” ujarnya.
Seperti saat kasus pencemaran lingkungan oleh sebuah perusahaan tambang di Beutong, Nagan Raya, yang sampai kini belum selesai. Perempuan asal Sibloga ini gelisah karena kondisinya cukup memprihatinkan. Kegelisahan tersebut Okta ungkapkan dengan mendemo perusahaan tambang itu agar permasalahannya segera diselesaikan.
“Itu menurut saya sangat mirislah. Pertambangan di sana tidak ramah lingkungan dan tidak memperhatikan kondisi ekonomi masyarakat,” ungkapnya.
Okta mengakui bahwa ia memang ingin menjadi aktivis. Dan saat ini, Okta dikenal aktif di Peace Generation Indonesia dan Komunitas Bela Indonesia.
Sikap Okta ini memang unik. Pasalnya, Aceh bukanlah tanah kelahirannya. Tapi ia tetap peduli
Pretty Olan Oktavia SihiteDuta Baca Unsyiah 2018Mahasiswi Jurusan SosiologiFISIP Unsyiah 2016
EDISI 231 . JANUARI 2019
PROFIL 23
dengan isu-isu kemanusiaan di Aceh. Saat Warta Unsyiah menanyakan alasannya, perempuan kelahiran Raso, 24 Oktober 1997 ini dengan entengnya menjawab.
“Saya berharap selama saya di sini, saya mampu memberikan sesuatu untuk Aceh. Walau notabenenya saya akan meninggalkan Aceh, tapi ada sesuatu yang saya tinggalkan,” ungkapnya.
Di kalangan teman-temannya, Okta dikenal sebagai sosok yang peduli. Bahkan, mereka menyebut Okta sebagai pribadi yang sulit dipahami. Sebab dirinya rela bersusah payah demi menolong orang lain.
“Ya, saya orangnya rumit, teman saya juga bilang gitu. Karena terlalu suka mengurusi kehidupan orang lain. Berawal dari sanalah saya suka sosiologi,” ujarnya sambil tersenyum.
Saat Okta memutuskan untuk kuliah di Aceh, teman-temannya juga sempat melarang. Okta pun sempat ragu. Isu-isu liar terkait GAM dan syariat Islam membuatnya bimbang. Tetapi, salah seorang tantenya yang telah lama tinggal di Aceh meyakinkan Okta, jika Aceh tidak seburuk yang orang luar duga.
“Karena saya lebih percaya keluarga, akhirnya saya sampai di sini,” kenangnya.
Okta mengakui walau ia seorang nonmuslim, tetapi ia merasa nyaman tinggal di Aceh. Walaupun ada sebagian orang yang tidak siap menerimanya. Tapi bagi Okta, hal tersebut bukanlah masalah. Ia tidak ingin ambil pusing.
“Saya pribadi lebih fokus sama orang-orang yang dukung saya,” ungkapnya.
Okta mudah beradaptasi karena terbiasa berteman dengan siapapun, termasuk saat mendaftarkan diri sebagai Duta Baca Unsyiah. Ia mengakui jika niat itu bukan berasal darinya, tetapi diajak oleh seorang teman.
“Kalau boleh cerita, dia itu perempuan yang paling muslimah, lah. Dia tarik-tarik saya, ‘Kamu harus daftar, Okta’. Alasannya biar ada perwakilan dari jurusan. Jadi seiseng gitu, cuma ditarik-tarik,” ungkap Okta.
Setelah terpilih menjadi Duta Baca Unsyiah, pikiran Okta semakin terbuka. Ia semakin semangat berbuat, khususnya dalam mengembangkan dunia literasi. Salah satu kegiatan
Sosiolog Muda dari Sibolga
rutinnya memperkenalkan dunia literasi di Lembaga Pemasyarakatan Anak. Di sana, Okta mengajarkan mereka membaca sekaligus berupaya memulihkan kembali kepercayaan diri. Kondisinya cukup miris, karena anak-anak tersebut masih berusia 15-20 tahun dengan kasus yang beragam mulai narkoba, mencuri, bahkan membunuh.
“Makanya saya terapin juga ilmu saya di Lapas. Saya berharap adik-adik di sana mampu berdamai dengan diri mereka sendiri. Supaya setelah keluar dari sana menjadi orang yang lebih baik lagi,” harapnya.
Hal ini pula yang membuat Okta semakin cinta dengan sosiologi. Menurutnya hanya sosiologi yang mampu mempelajari semua aspek kehidupan masyarakat. Bahkan, ia telah bercita-cita menjadi seorang Menteri Sosial atau Menteri Hukum dan HAM. Alasannya karena ia ingin Indonesia menjadi negara hukum yang seadil-adilnya.
“Agar hukum kita tidak tumpul ke bawah. Lebih memperhatikan persoalan masyarakat, dari hal yang menurut kita sangat sepele, tapi itu sangat berarti bagi masyarakat,” pungkasnya. (ib)
Wakil Rektor I Unsyiah, Prof. Dr. Ir. Marwan, menyerahkan cinderamata yang diterima oleh Ketua Tim Komisi IV DPR RI, Dr. H. Hermanto, S.E, M.M. Kegiatan ini berlangsung dalam rangka konsultasi publik dan jaring pendapat yang dilaksanakan oleh komisi IV DPR RI terkait pembahasan RUU tentang perubahan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem.
Asian Law Students Association (ALSA) Local Chapter Universitas Syiah Kuala bekerja sama dengan Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Fakultas Hukum Unsyiah, menggelar diskusi publik yang bernama “Quo Vadis Lembaga Wali Nanggroe,” di Aula Fakultas Hukum Unsyiah.
Universitas Syiah Kuala menerima sumbangan dana CSR (Corporate Social Responbility) dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) Wilayah Aceh. Sumbangan senilai Rp990 juta ini diberikan secara simbolis oleh Pimpinan BRI Wilayah Aceh, Dedi Iskandar, kepada Rektor Unsyiah, Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, M.Eng., di Masjid Jamik Unsyiah.
Sebanyak 20 unit komputer diterima Universitas Syiah Kuala dari Kementerian Perindustrian Republik Indonesia (Kemenperin RI) di Balai Senat Unsyiah. Komputer ini diserahkan langsung oleh Direktur Industri Elektronika dan Telematik Kemenperin RI yang diwakili Asrin Noholo dan diterima Wakil Rektor Unsyiah Bidang Perencanaan, Kerja Sama, dan Humas, Dr. Hizir Sofyan.
Universitas Syiah Kuala bersama Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Aceh sepakat untuk mengembangkan kembali Tax Centre di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unsyiah. Pengembangan kembali Tax Centre itu diresmikan Wakil Dekan I FEB Unsyiah, Dr. Abdul Jamal bersama Kepala Kanwil DJP Aceh, Ahmad Djamhari
Wakil Rektor Unsyiah, Prof. Dr. Ir. Marwan, membacakan amanat Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Yohana Yembise, dalam upacara Hari Ibu ke-90 tahun di Lapangan Tugu Unsyiah.
Sebanyak 292 pegawai di lingkungan Universitas Syiah Kuala menerima penghargaan Satyalancana Karya Satya dan empat orang pegawai lainnya menerima Surat Keputusan (SK) Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diserahkan oleh Rektor Unsyiah Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, M.Eng di gedung AAC Dayan Dawood.
Sebanyak 33 orang mahasiswa Universitas Syiah Kuala mendapatkan beasiswa dari Pegadaian Aceh Syariah. Hal ini disampaikan oleh Vice President PT. Pegadaian Persero Kantor Area Banda Aceh Fery Hariawan pada acara seremonial penyerahan beasiswa ini di Balai Senat Unsyiah.
Tim Blits Explore Indonesia 2018 hadir di Universitas Syiah Kuala dalam kegiatan sharing session mobil listrik PLN BLITS pada Rabu, (26/12). Tim ini terdiri dari dosen dan mahasiswa Institus Teknologi Surabaya (ITS) serta Universitas Budi Luhur, dan PLN sebagai pihak sponsor.
MENTERI Agraria dan Tata Ruang yang juga Kepala BPN Indonesia, Dr. Sofyan Djalil, SH, MA, MALD, mengajak para mahasiswa untuk meningkatkan kapasitas diri. Hal ini ia sampaikan dalam kuliah umum di depan ratusan mahasiswa Universitas Syiah Kuala. Kegiatan yang berlangsung di Gedung AAC Dayan Dawood, Darussalam ini, membahas tentang kesiapan Indonesia dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0.
Menurut Sofyan, perubahan dunia yang memasuki Revolusi Industri 4.0 harus disikapi dengan optimis. Sebab menurutnya, era ini akan membuka banyak peluang serta tantangan. Segala tantangan dan peluang ini harus dihadapi dengan kreatifitas, sikap fleksibilitas, serta open minded (berpikir terbuka).
Namun, ia menyayangkan masih ada sebagian masyarakat yang sulit menerima perbedaan dan memandang permasalahan hanya dari satu sisi saja. Padahal menurutnya, jika ingin sukses dalam persaingan, salah satu yang patut ditonjolkan adalah attitude (tingkah laku).
“Sejauh mana kamu bisa berkembang, tergantung sikapmu. Jika sikapmu ekstrim, tidak toleran, maka kamu tidak bisa pergi kemana-mana. Watak itu adalah masa depanmu,” ujarnya.
Untuk itu, Sofyan berharap Unsyiah sebagai lembaga pendidikan dapat membantu membentuk mahasiswa berkarakter melalui sistem pendidikan dan lingkungan yang positif. Sebab menurutnya, dengan memiliki karakter kuat, para mahasiswa dapat menerima perubahan dan perbedaan dalam menghadapi tantangan Revolusi Industri 4.0.
Rektor Unsyiah, Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, M.Eng, mengatakan perkembangan teknologi dan Revolusi Industri 4.0 memberikan kesempatan dan tantangan untuk bersaing dengan negara lain. Ia mengutip data dari World Economic Forum tahun 2018, yang menyebutkan daya saing global Indonesia berada di peringkat ke-45 dari 140 negara. Di level ASEAN, Indonesia masih berada di bawah Singapura (peringkat 2), Malaysia (peringkat 25), dan Thailand (peringkat 38).
Bahkan, skill sumber daya manusia Indonesia hanya berada di peringkat 62 dunia. Hal ini menurutnya, dipengaruhi oleh rendahnya kapasitas inovasi Indonesia yang masih berada di peringkat 68 dunia.
Ia berharap kuliah umum ini dapat memberikan pemahaman baru serta semangat bagi mahasiswa Unsyiah untuk meningkat kapasitas diri, sehingga memiliki daya saing.
“Setelah mendengarkan kuliah umum ini, kita menjadi lebih mampu menggali dan memahami lebih jauh semua kemungkinan, semua tantangan, dan semua peluang untuk berinovasi dan berkreasi di era Revolusi Industri 4.0,” pungkasnya.
K
EDISI 231 . JANUARI 2019
28 SEHAT
KUCING merupakan hewan kesayangan
yang digemari oleh masyarakat untuk
dipelihara. Hewan ini juga banyak
ditemui secara liar di lingkungan sekitar.
Hampir setiap hewan−khususnya kucing−
dapat terinfeksi parasit. Salah satunya
adalah parasit toxoplasma gondii.
Toksoplasmasis adalah penyakit yang
disebabkan toxoplasma gondii yang
merupakan parasit intraseluler golongan
protozoa. Parasit ini bersifat obligat
(Memaksa inang untuk membantu
reproduksi parasit) dan tempat tumbuh
kembang parasit di berbagai jenis
mamalia, khususnya kucing. Sedangkan
untuk perantara penularannya, dapat
Waspada Toksoplasmasis
melalui semua hewan berdarah panas,
seperti ayam, sapi, kambing, babi,
domba, burung, rodensia, ikan paus serta
dapat menginfeksi manusia.
Jumlah kasus toksoplasmasis pada
manusia di Indonesia berkisar antara
2-63 persen, sedangkan pada hewan
berkisar antara 6-70 persen, tergantung
pada iklim, geografis, dan kepadatan
populasi kucing di suatu daerah. Parasit
toxoplasma gondii tersebar luas dengan
angka prevalensi pada kucing berkisar
antara 35-73 persen, anjing 75 persen,
Drh. NELLA DESIONAAlumni Jurusan Pendidikan Dokter Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan Unsyiah.
babi 11-36 persen, kambing 11-61
persen, dan sapi atau kerbau kurang dari
10 persen.
Dampak dari penyakit ini menimbulkan
kerugian ekonomi yang cukup besar.
Pada manusia penyakit toksoplasmasis
memegang peranan penting, terutama
bagi wanita hamil yang mengalami
infeksi primer saat kehamilan trimester
pertama. Infeksi parasit ini dapat
menimbulkan kelainan kongenital pada
janin yang dikandung atau bayi yang
dilahirkan. Manifestasi toksoplasmasis
EDISI 231 . JANUARI 2019
SEHAT 29
Berbagai survei telah membuktikan jika di
kota-kota besar di Indonesia masih relatif
tinggi kasus terjadinya toksoplasmasis.
Selain itu, survei di wilayah yang
menitikberatkan hewan kesayangan−
seperti kucing sebagai inang tetap dari
toksoplasma−dan hewan ternak−seperti
domba, kambing, babi dan, sapi sebagai
inang perantara−dijumpai angka yang
relatif masih tinggi.
Khusus di Kota Banda Aceh terdapat
kasus toksoplasmasis sebesar 16
persen. Kenyataan ini memungkinkan
perkembangbiakan parasit toxoplasma
gondii sangat cepat. Apabila kondisi
tersebut tidak mendapatkan perhatian
dan penanganan yang baik, maka
jumlah kasus toksoplasmasis akan terus
meningkat.
Untuk mencegah penyebaran dan
terjangkitnya penyakit ini pada
manusia, ada beberapa hal yang
harus diperhatikan. Langkah tersebut,
seperti menjaga kebersihan, mencuci
tangan setelah memegang daging
mentah, menghindari kotoran kucing
saat membersihkan halaman atau
berkebun, memasak daging minimal di
suhu 66°C atau dibekukan pada suhu
-20°C, menjaga makanan agar tidak
terkontaminasi dengan binatang rumah
atau serangga.
Bagi wanita hamil trimester pertama,
sebaiknya melakukan pemeriksaan secara
berkala untuk mendeteksi kemungkinan
infeksi toxoplasma gondii. Lakukan
pengobatan agar tidak terjadi keguguran,
lahir mati, atau cacat bawaan. Bagi yang
memelihara hewan kesayangannya,
khususnya kucing, agar selalu menjaga
kebersihan hewan dan kandang serta
tidak memberikan daging mentah pada
kucing piaraan.
Penyakit toksoplasmasis merupakan
penyakit kosmopolitan dengan frekuensi
tinggi di berbagai negara, termasuk
Indonesia. Hal ini dikarenakan gejala
klinisnya terlihat ringan, sehingga sering
kali luput dari pengamatan dokter.
Padahal akibat yang ditimbulkannya
sangat besar, seperti keguguran, lahir
mati, atau cacat kongenital.
Risiko toksoplasmasis individu sangat
tergantung pada imunitas seseorang.
Bahkan, sangat bervariasi sesuai dengan
situasi. Pemeriksaan di laboratorium
cukup mudah dengan memeriksa
antibodi kelas IgG dan IgM terhadap
toxoplasma gondii, sehingga dapat
diketahui status penyakit penderita. Bagi
wanita hamil trimester pertama, sangat
dianjurkan memeriksakan diri secara
berkala untuk mendeteksi kemungkinan
terinfeksi toksoplasmasis. (Syr)
berdampak pada bayi seperti
hidrosefalus, retardasimental, autis,
gangguan perkembangan organ (Organ
internal) selama masa kehamilan ibu.
Akibatnya bagi bayi penderita akan sulit
untuk disembuhkan dan menimbulkan
dampak psikis bagi keluarga dan juga
kualitas suatu generasi.
Sedangkan pada medik veteriner,
penyakit ini menginfeksi sejumlah spesies
yang memiliki fungsi ekonomi yang
tinggi. Berdasarkan persentase jumlah
neutrofil dan total leukosit, mengalami
kenaikan atau berbeda nyata pada tikus
gerbil yang menderita toxoplama gondii.
Sedangkan pada limfosit mengalami
penurunan, dan tidak berbeda nyata
pada RBC, monosit, PCV , dan Hb.
“Khusus di Kota Banda Aceh terdapat kasus toksoplasmasis sebesar 16 persen. Kenyataan ini memungkinkan perkembangbiakan parasit toxoplasma gondii sangat cepat.
EDISI 231 . JANUARI 2019
30 PERSPEKTIF
KEBERAGAMAN MENUJU WORLD CLASS UNIVERSITY
seluruh penjuru daerah nusantara.
Banyak mahasiswa Unsyiah yang
berasal dari luar Aceh, bahkan juga
berasal dari daerah ujung Indonesia,
Papua.
Selain menjadi pusat perkembangan
ilmu pengetahuan, Unsyiah juga
menjadi pusat bertemunya beragam
perbedaan. Mulai dari perbedaan suku,
ras, hingga agama. Beragam lintasan
Jantoeng Hatee Rakyat
Aceh merupakan nama lain
yang ditambalkan kepada
Universitas Syiah Kuala (Unsyiah).
Sebutan ini bermakna jantung hati atau
kesayangan masyarakat Aceh. Hal ini
mengisyaratkan bahwa universitas yang
berdiri sejak 2 September 1961 ini,
menjadi kampus kebanggaan sekaligus
gudang ilmu yang melahirkan generasi
intelektual, khususnya di Aceh dan
penjuru negeri.
Belum lama ini berdasarkan
Webometrics, Unsyiah terpilih menjadi
satu dari lima perguruan tinggi terbaik
di Indonesia. Unsyiah berada di
peringkat pertama untuk perguruan
tinggi di luar Pulau Jawa. Sementara
di tingkat nasional, Unsyiah berada di
peringkat kelima di bawah Universitas
Indonesia (UI) Jakarta, Universitas
Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta,
Institut Teknologi Bandung (ITB),
serta Institut Pertanian Bogor (IPB).
Keberhasilan ini menjadikan Unsyiah
sebagai incaran bagi siswa pejuang
SNMPTN dan SBMPTN.
Dari tahun ke tahun, Unsyiah terus
bermetamorfosis menjadi kampus yang
lebih baik. Hal ini terbukti dengan
berbagai prestasi yang ditorehkan
Unsyiah yang kini berusia 57 tahun.
Kampus ini bukan lagi menjadi favorit
bagi rakyat Aceh saja, tetapi juga
NADYA TIFFANYMahasiswa Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
perbedaan tersebut berkumpul dalam
satu wadah komunitas intelektual.
Keberagaman tersebut dimaknai
sebagai sebuah keindahan dalam
toleransi. Dari dunia kampus inilah kita
dapat mengenal budaya lintas suku,
bahkan agama. Proses perkenalan yang
berlangsung dalam bingkai akademik
menghasilkan pemahaman yang
menyeluruh dari beragam perbedaan
tersebut.
PERSPEKTIF 31
menyatakan, jika setiap orang berhak
atas kebebasan meyakini kepercayaan.
Selain itu, dalam Pasal 28 I ayat 1
UUD 1945, diakui bahwa hak untuk
beragama merupakan hak asasi
manusia. Selanjutnya Pasal 29 ayat
2 UUD 1945 juga menyatakan jika
negara menjamin kemerdekaan tiap-
tiap penduduknya untuk memeluk
agama. Manusia merupakan makhluk
individu yang juga berperan sebagai
makhluk sosial. Tentunya di dalam hak
individu seorang manusia terdapat hak-
hak sosial yang perlu ia pertimbangkan.
Menghormati keberagaman agama
dan budaya, selaras dengan cita-cita
Unsyiah yang akan menjadi World
Class University (WCU) dalam 20
tahun ke depan. Memang banyak
hal yang masih perlu dibenahi untuk
menjadi WCU, seperti pendidikan,
penelitian, hingga pengabdian kepada
masyarakat. Tetapi, sikap saling
menghormati antar sesama sangat
perlu dipupuk saban waktu.
Pendidikan tinggi di Indonesia sekarang
ini telah memasuki era baru. Suatu
era kompetisi yang penuh tantangan,
perubahan, dan turbulence. Unsyiah
harus mampu mengembangkan
instrumen legal, sehingga terbentuk
budaya berkualitas global dari setiap
komponen perguruan tinggi. Unsyiah
harus memiliki etika akademik yang
mengandung nilai moralitas (sistem
nilai baik dan buruk) bagi setiap
sivitas dalam melaksanakan kegiatan
akademik.
World Class University mengharuskan
universitas untuk siap dan berhasil
dalam kompetisi di arena global. Tidak
hanya memiliki visi yang berkaitan
dengan staf pengajar, peneliti, dan
mahasiswa berwawasan global, tetapi
juga berkaitan dengan institusi dan
mitra global. Tentu sikap toleransi dan
saling menghargai terhadap semua
perbedaan harus dirawat bersama.
Dengan demikian, upaya keberhasilan
untuk memanfaatkan sumber daya
lokal, nasional, maupun internasional
dapat memberikan kesempatan bagi
Unsyiah menjadi perguruan tinggi kelas
dunia. Semoga! (mks)
Meski Unsyiah berada di daerah yang
dijuluki Serambi Mekkah, tetapi hal ini
tidak membatasi keberagaman agama
yang dianut oleh mahasiswanya. Hal ini
tentu membutuhkan tingkat toleransi
yang tinggi agar dapat menciptakan
lingkungan kampus yang aman dan
nyaman bagi seluruh mahasiswa.
Sebagai contoh, mahasiswa nonmuslim
di Unsyiah tidak diwajibkan memakai
jilbab dan baju lengan panjang. Juga
tidak pernah ada persyaratan di
lingkungan Unsyiah yang membeda-
bedakan suku, agama, dan golongan.
“Setiap orang bebas memeluk
agama dan beribadat menurut
agamanya, memilih pendidikan dan
pengajaran, memilih pekerjaan,
memilih kewarganegaraan, memilih
tempat tinggal di wilayah negara
dan meninggalkannya, serta berhak
kembali.”
Pasal 28 E ayat 1 Undang-Undang
Dasar 1945 (UUD 1945) merupakan
dasar hukum yang menjamin
kebebasan beragama di Indonesia.
Pasal 28 E ayat 2 UUD 1945 juga
EDISI 231 . JANUARI 2019
EDISI 231 . JANUARI 2019
32 RISET
Generasi muda adalah tokoh pembaruan (Agent of change) dalam
berbagai sektor. Peran generasi muda dalam membangun dan menjaga keutuhan bangsa, sangat ditentukan oleh pemahaman generasi muda terhadap nilai-nilai kebersamaan dan toleransi. Pemuda yang hidup dalam nuansa dan suasana pergolakan kemerdekaan dan perjuangan akan cenderung memiliki kreativitas tinggi dan keunggulan untuk melakukan perubahan.
Generasi muda memiliki posisi yang penting dan strategis karena menjadi poros bagi punah atau tidaknya sebuah negara. Baik buruknya bangsa ke depan tergantung kepada
bagaimana generasi mudanya. Kepribadian yang kokoh, semangat nasionalisme, dan karakter yang kuat adalah sikap yang harus dimiliki generasi muda untuk membangun bangsa dan negaranya.
Kebersamaan dan toleransi adalah dua kata yang tidak dapat dipisahkan. Tidak ada kebersamaan tanpa toleransi, begitupun sebaliknya. Keutuhan bangsa ini sangat tergantung dari sejauh mana generasi muda memiliki sikap patriotisme. Beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain rasa saling memiliki. Negara ini adalah bukan milik suatu suku bangsa tertentu. Kekayaan negara baik yang di lautan maupun daratan adalah milik bersama yang perlu
dilindungi berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Generasi muda juga harus mencintai kedamaian. Selain itu, pemuda juga diharapkan untuk memahami pluarisme budaya, agama, dan keyakinan.
Dengan kemampuan memahami secara lebih mendalam nilai-nilai di atas, maka kebersamaan dan
Kebersamaandan ToleransiGenerasi Muda Menjaga Keutuhan Bangsa
DR. RUSLI YUSUF., M.PD
EDISI 231 . JANUARI 2019
RISET 33
toleransi akan mudah diwujudkan. Dengan memahami pluralisme (keberagaman), diharapkan generasi muda lebih mencintai tanah air dengan menjaga kelestarian dan menjaga keutuhan bangsa.
Di saat kondisi bangsa seperti saat ini, peranan generasi muda sebagai pilar, penggerak, dan pengawal
jalannya reformasi sangat diharapkan. Dengan organisasi dan jaringannya yang luas, generasi muda dapat memainkan peran yang lebih besar. Seharusnya dari generasi muda lahir inspirasi untuk mengatasi berbagai kondisi dan permasalahan yang ada. Generasi muda yang mendominasi populasi penduduk Indonesia saat ini, dapat mengambil peran sentral
untuk kemajuan, antara lain menempatkan diri sebagai agen sekaligus pemimpin perubahan.
Generasi muda yang relatif bersih dari berbagai kepentingan dapat menjadi aset yang potensial untuk kejayaan di masa depan. Mereka yang tergabung dalam organisasi kemasyarakatan (ormas) menjadi prasyarat untuk memimpin perubahan. Kemudian proses kaderisasi formal dan informal dalam organisasi serta interaksi dengan berbagai lapisan sosial akan menjadi pengalaman dan ilmu yang berharga untuk mengusung perubahan.
Tidak ada yang menghalangi perubahan yang diusung oleh kekuatan generasi muda, sepanjang moral dan semangat juang tidak luntur. Tetapi, bersatunya generasi muda dalam satu perjuangan bukanlah persoalan mudah. Dibutuhkan syarat minimal agar generasi muda dapat berkumpul dalam satu kepentingan.
Pertama, syarat dasar moral perjuangan harus terpenuhi, yakni terbebas dari kepentingan pribadi dan perilaku moral kepentingan suatu kelompok. Kedua, persamaan agenda perjuangan secara umum. Ketiga, terlepas dari unsur-unsur primordialisme dalam perjuangan bersama, sesuatu yang sensitif dalam kebersamaan. Mengembalikan semangat
EDISI 231 . JANUARI 2019
34 RISET
nasionalime dan patriotisme di kalangan generasi muda akan mengangkat moral perjuangan generasi muda.
Semangat kebangsaan diperlukan sebagai identitas dan kebanggaan. Sementara jati diri daerah akan menguatkan komitmen untuk membangun dan mengembangkan daerah. energi generasi muda yang bersatu cukup untuk mendorong terwujudnya perubahan. Tidak dapat dipungkiri bahwa politik dan ekonomi masih menjadi bidang eksklusif bagi sebagian orang. Generasi muda harus dapat memainkan perannya sebagai kelompok penekan (Pressure group) agar kebijakan-kebijakan strategis daerah dapat mengakar bagi kepentingan dan kemaslahatan umat.
Karakter generasi muda akan dapat mudah terbentuk dengan mengoptimalkan peran guru sebagai pendidik dan pengajar. Lickona dalam penelitiannya di tahun 1992, memaparkan beberapa alasan perlunya pendidikan karakter. Di antaranya karena banyaknya generasi muda yang saling melukai karena lemahnya kesadaran pada nilai-nilai moral. Selain itu, memberikan nilai-nilai moral pada generasi muda merupakan salah satu fungsi peradaban yang paling utama.
Peran sekolah sebagai pendidik karakter menjadi semakin
penting ketika banyak anak-anak memperoleh sedikit pengajaran moral dari orangtua, masyarakat, dan lembaga keagamaan. Hal ini dikarenakan masih adanya nilai-nilai moral yang secara universal masih diterima seperti perhatian, kepercayaan, rasa hormat, dan tanggungjawab. Pendidikan karakter yang efektif membuat sekolah lebih beradab, peduli pada masyarakat, dan mengacu pada performa akademik yang meningkat.
Beberapa alasan di atas menunjukkan bahwa pendidikan karakter sangat perlu ditanamkan oleh guru sedini mungkin. Hal ini untuk mengantisipasi persoalan di masa depan yang semakin kompleks, seperti semakin rendahnya sikap patriotisme
generasi muda. Elkind dan Sweet di tahun 2004, menggagas pandangan bahwa pendidikan karakter adalah upaya terencana untuk membantu orang memahami, peduli, dan bertindak atas nilai-nilai etika dan moral.
Guru adalah sosok terpenting dalam membentuk karakter generasi muda yang mencintai tanah air dan bangsa. Sudah semestinya guru harus mampu mengoptimalkan fungsi profesionalismenya dengan baik. Pembentukan karakter generasi muda adalah faktor terpenting untuk membangun sikap rasa saling memiliki dan toleransi. Dengan demikian, akan mendorong generasi muda untuk terus menjaga dan memupuk keutuhan bangsa dan negara. (cds)
36 FAKULTAS
Dr. Mahdi Syahbandir, S.H., M.Hum merasa bahagia, sekaligus bangga. Wajahnya
semringah ketika melihat Rektor Universitas Syiah Kuala, Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, M.Eng., menandatangani prasasti peresmian sebuah gedung baru berlantai tiga untuk Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), pada Senin, 18 Januari 2019.
Mahdi Syahbandir yang menjabat Dekan FISIP, mengaku peresmian gedung baru itu sebuah sejarah baru bagi fakultas yang berdiri tahun 2007 silam. Sebab selama ini, kegiatan perkuliahan masih memanfaatkan tiga tempat berbeda di luar lingkungan FISIP.
“Adanya gedung baru ini, kita berharap ke depannya semua mahasiswa FISIP tidak lagi melakukan kuliah di luar FISIP. Ini juga memudahkan kita dalam mengontrol mahasiswa. Sekarang ini, kan, berpencar, misalnya di RKU (Ruang Kuliah Umum),” ujar Mahdi.
Dengan adanya gedung baru, kata Mahdi, itu berarti perhatian Rektor sangat besar untuk FISIP. Selain gedung, Rektor turut membangun musala. Sementara musala lama, kini telah digunakan sebagai sekretariat Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FISIP.
Di tangan Mahdi, arah pembangunan FISIP bukan hanya dari fisik bangunan, melainkan juga dilakukan pada reakdreditasi program studi. Saat ini, FISIP memiliki empat program studi; Ilmu Komunikasi, Ilmu Politik, Sosiologi, dan Ilmu Pemerintahan. Semua program studi itu akreditasinya masih B, kecuali Ilmu Pemerintahan yang masih C.
“Dalam waktu dekat ini, kita akan mereakreditasi kembali program studi
Ilmu Pemerintahan sehingga bisa menjadi B. Saat ini, masih C karena memang masih baru. Sedangkan program studi Ilmu Komunikasi pada Maret nanti akan kita submit ke Jakarta, kita harap dia dapat A,” tutur Mahdi.
Reakdreditasi itu memang harus dilakukan. Apalagi jumlah mahasiswa aktif di FISIP sekitar 1.500 orang. Sementara tenaga pengajar yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) 14
HABIL RAZALIMahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP Unsyiah
WAJAH BARUKAMPUS FISIP
EDISI 231 . JANUARI 2019
FAKULTAS 37
orang dan tenaga kontrak 13 orang. Jumlah itu belum termasuk dosen yang baru lulus tes Calon PNS, sebanyak 12 orang.
Mahdi bersyukur adanya penerimaan dosen baru di FISIP. Sebelum ada penerimaan dosen baru ini, satu orang dosen berbanding 51 orang mahasiswa (1:15), padahal idealnya satu dosen dibandingkan dengan 25 mahasiswa,” ujarnya.
Penerimaan mahasiswa baru di FISIP juga terus meningkat. Tahun lalu, FISIP menampung sebanyak 480 mahasiswa dari berbagai jalur tes. Namun, jumlah itu rencananya akan ditambah seiring hadirnya gedung baru.
“Ke depannya, kita akan tambah (mahasiswa baru), apalagi sudah ada ruang baru,” kata Mahdi.
Untuk mengevaluasi kinerja, Mahdi menyebut, setiap bulan pihaknya rutin menggelar rapat guna menggali seandainya terdapat permasalahan.
“Tapi selama ini kita melihat tidak ada kendala, karena Pak Rektor juga begitu bagus untuk membangun FISIP,” tutur Mahdi.
Mahdi masih punya harapan besar demi kemajuan FISIP. Salah satunya, yaitu rencana membentuk program studi S2 Ilmu Politik dan Pemerintahan di FISIP. Saat ini rencana membuka kedua program studi baru tersebut masih dalam proses.
Kontribusi Besar untuk AcehDi sisi lain, Wakil Dekan I Bidang Akademik FISIP, Dr Effendi Hasan MA, sangat yakin FISIP punya kontribusi besar untuk Aceh.
“Kontribusi FISIP sangat besar, seperti soal partai politik lokal Aceh dikaji di Program Studi Ilmu Politik dan resolusi konflik di Program Studi Sosiologi dan Politik,” ujar Effendi.
Kontribusi dari FISIP tersebut memang persis seperti tujuan lahirnya FISIP pada 30 Juli 2007 lalu. Saat itu, masih
belum menyandang nama FISIP. Ketiga program studi yang ada, masing-masing Ilmu Sosiologi, Ilmu Komunikasi, dan Ilmu Politik, berada langsung di bawah Rektor. Baru pada 2 September 2009 melalui SK Rektor No. 608 tahun 2009, FISIP resmi menjadi fakultas dengan diangkatnya seorang dekan.
Effendi menceritakan mengapa FISIP harus ada. Menurutnya, kelahiran FISIP ketika itu merupakan sebuah tuntutan karena Aceh pernah berkonflik, misalnya antara Gerakan Aceh Merdeka dengan Republik Indonesia, yang berujung damai di Helsinki, Finlandia, pada 15 Agustus 2005.
“Anehnya pada saat itu, ketika Aceh masih konflik tidak ada fakultas yang mengkaji resolusi konflik,” ujar Effendi.
Akhirnya, Universitas Syiah Kuala mengusulkan sebuah fakultas yang menjadi pusat kajian sosial dan politik di Aceh. Maka, hadirlah FISIP yang diharapkan dapat berkontribusi dalam menyelesaikan beragam konflik politik di Aceh.
“Kan, aneh kalau di suatu daerah yang rentan sekali konflik, tapi tidak ada fakultas yang mengkajinya di Aceh.” tutur dia. (un)
Kontribusi FISIP sangat besar, seperti soal partai politik lokal Aceh dikajidi FISIP
“
EDISI 231 . JANUARI 2019
EDISI 230 . DESEMBER 2018
38 ENGLISH
EDISI 231 . JANUARI 2019
Intan Destia HelmiBanda Aceh, 17 December 1996Student of International Accounting Program, FEB Unsyiah.
Achievement :n 1st winner in Aceh Language Ambassador and Fifth Runner-Up in
National Language Ambassador by Badan Bahasa Aceh (2017)n Delegate of Aceh for Indonesian Youth Action 13.0, Yogyakarta (2017)n Delegate of Aceh for Jambore Pemuda Indonesia by Kemenpora RI,
Middle Kalimantan (2016)n Third runner up in Aceh Language Ambassador by Balai Bahasa
Aceh(2016)n Delegate of Aceh for SouthEast Asia Leader Summit by the IDE Indonesia,
Bandung (2016)n 1st winner in Aceh Province and National Delegation for CCUUD 4Pilar by
MPR RI, Jakarta (2014)n Fifth Runner-Up in National Dance Competition by MPR RI, Jakarta (2014)n 1st winner in FAD (Forum Anak Daerah) by BPPPA, 2014n 1st winner in Aceh Province and 8th winner In National for Debate-
Discussion PCTA by KemHan RI, Jakarta (2013)n Delegate of Aceh for National Teenager’s Parliament by DPR RI, Jakarta
(2013) Organizational Background :n Secretary on Research and Development Department of BEM FEB
Unsyiah Aceh (2017-current date)n Treasure in Language Ambassador Community of Aceh Province
(2017-current date)n Member of International Accounting Student Community (2015-current
date)n Member in Unsyiah International Club (2015-current date)
Be an undergraduate student is one of the
top priorities of the student in order to
reach the future’s target, which is to find
the job. To finish your study, you need to
fulfill your priority, which is to study hard
and be a part of social activity. But nowadays, when you
want to find the job, your CV will be a part of the biggest
criteria in order to make you be a part of the shortlisted
candidates. In order to modify your CV, you need a lot
of experiences and achievements in many segments,
including internship and international activity, just like
international exchange and master program. It sounds
difficult to get that, but if you believe you can, you will.
I am Intan Destia Helmi, now I study in Lithuania as an
exchange program from Education Exchange Support
Foundation. This is my first time to be in Europe and need
EDISI 230 . DESEMBER 2018
ENGLISH 39
you to take the exchange program
in order to prepare yourself to be the
real master student. You will stay for
more than a year to finish your master
program, so you need to be aware about
international environment before you
are in the real condition. Like me now, I
learn a lot how the way adapt myself in
East Europe. I need to arrange my time
wisely to decrease any matter which will
appear, for example like prayer time.
In East Europe, the prayer time is quite
complicated comparing to our country,
Indonesia. Zuhur prayer is about 13.34,
asar prayer is about 17.54, Maghrib is
about 21.48, isya is about 00.02, and
subuh is about 02.47. With following this
pray time, my sleeping time is decrease.
I can sleep after isya prayer, and need to
wake up again in shubuh prayer. Then
I need to wake up at 7 to start cooking
(Because we need to aware with Europe
food as a moslem) and prepare for
everything before I go to study.
To keep healthy in Europe region, I
need to take a rest at least one hour
“To Study Abroad”Must be Listed on the Student’s Mindset
EDISI 231 . JANUARI 2019
to adapt in many situations, including
study environment, food, etc. Before I
decide to join this program, I thought
that my ambition to study abroad
would be achieved when I decide to
take master degree, but luckily, I went
to Europe faster than what I expected.
People might think that to join exchange
program will cost a lot, including living
expense, tuition fee, currency, etc.,
but nowadays, there are some of the
exchange program which the fee will
be covered by the scholarship, and
the program that I join now is one of
those. The things which you need to
prepare only English skill, readiness, and
some of the files including motivation
letter, recommendation letter from the
lecture, and other college stuff like letter
of verification, passport, etc. People
might feel like lazy of doing those stuff
because it will cost your time a lot. But
believe me, what you have done will
gain you something extraordinary after.
Before you decide to take the master
degree abroad, it will be better for
in the afternoon, and prepare many
vitamins to support my nutrition.
My study starts at 9 am, so I need to
be ready at 08.30 and take a walk
for about 25 minutes. With those
condition, people might think that
it is hard to be the international
student. But believe me, this condition
prepares you to be somebody
wonderful. You will be wiser and
smarter in arranging everything, and
be more global in fixing stuff. The
way to study in Europe is very modern
and easy to understand. The study
mode is very interesting and will not
make student easy to get bored. The
clean air, the clean and beautiful
environment, neat traffic, and
tolerance citizen will make you get
used easily with the condition. And
one point is, Europe is not that big.
Thus, it will be able to travel for more
than one country with one visa, with
the cheap price, and a short departure
time, just like you travel one island.
What are you waiting for? list “study
abroad” in your note now. (un)
EDISI 231 . JANUARI 2019
40 MUTU
Ragam model
pembelajaran
berkembang pesat
dengan berbagai
sebutan, seperti
Science Technology, Engineering,
and Mathematics (STEM), Problem
Based Learning (PBL), Project Based
Learning (PBL), Inkuiri, dan lain-
lain. Semua model pembelajaran
tersebut menggunakan pendekatan
Student Center Learning (SCL) yang
merupakan kebalikan dari sistem kuliah
konvensional yang disebut Teacher
Center Learning.
Upaya ini bertujuan untuk
meningkatkan partisipasi mahasiswa
dalam pembelajaran, sehingga mereka
tidak hanya sebagai pendengar saja,
dan dosen bukan sekadar penyampai
informasi. Secara umum pembelajaran
dari dosen. Isinya dapat berupa me-
review isi bahan ajar dan menjawab
pertanyaan yang telah dipersiapkan,
merancang produk baru, melakukan
riset kecil dan lain-lain. Diperlukan
cara untuk meminimalkan saling
contek, sehingga proses belajar dapat
berlangsung dengan baik. Upaya
tersebut di antaranya adalah:
1. Memberikan tugas yang berbeda
pada masing-masing mahasiswa;
Menstimulasi Pembelajaran Aktif dengan Student Worksheets
yang melibatkan peran aktif mahasiswa
disebut pendekatan Pembelajaran
Aktif. Sesungguhnya para dosen
ingin mahasiswa terlibat aktif dalam
pembelajaran, tetapi kenyataannya
mahasiswa enggan berperan aktif.
Bahkan, diminta bertanya pun sering
kali mereka tidak mau.
Kendala seperti ini dapat diantisipasi
dengan mempersiapkan lembar kerja
atau blanko isian yang berupa perintah
PROF. DR. ADLIM, M.SCKetua LP3M Unsyiah
Sesungguhnya para dosen ingin mahasiswa terlibat aktif dalam pembelajaran, tetapi kenyataannya mahasiswa enggan berperan aktif.
“
EDISI 231 . JANUARI 2019
MUTU 41
2. Membuat format khusus untuk slide
PPT agar tidak melakukan plagiasi
dengan meng-copy paste bahan
dari internet;
3. Mengacak nama untuk mendapat
giliran presentasi pada saat mulai
presentasi, sehingga mereka harus
siap setiap saat; dan
4. Memberikan nilai bagi mereka yang
memberikan tanggapan dengan
argumentasi ilmiah.
Lembar kerja atau Student Worksheets
dapat dipahami sebagai lembaran berisi
tugas yang dikerjakan oleh individu
maupun kelompok. Lembaran ini dapat
berupa petunjuk maupun langkah-
langkah untuk menyelesaikan tugas
yang diberikan oleh tenaga pendidik.
Lembar kerja dapat memiliki format
yang berbeda-beda, tetapi isinya
hampir sama yaitu berupa perintah
(pertanyaan) yang jelas dan terukur
untuk mahasiswa kerjakan. Kiranya
kurang tepat menyuruh mereka
membaca buku tertentu tanpa ada
kejelasan informasi apa saja yang harus
mereka catat dan kumpulkan. Setelah
jelas tugas yang diberikan, tahapan
berikutnya adalah memastikan tugas
itu dikerjakan sendiri secara individu
atau kelompok bukan hanya salinan
dari internet .
Terdapat beberapa model tugas yang
dapat diberikan oleh dosen kepada
mahasiswa dalam bentuk lembar kerja,
di antaranya:
1. Tugas makalah;
2. Tugas power point;
3. Tugas diskusi dalam kelompok;
4. Tugas menjawab pertanyaan atau
soal;
5. Tugas praktik, dan sebagainya.
Student Worksheets merupakan
metode yang memiliki strategi
pembelajaran yang sangat baik untuk
pengembangan diri mahasiswa.
Metode ini melatih para mahasiswa
untuk berperan aktif dalam proses
belajar mengajar di kelas. Selain itu,
turut membantu para tenaga pengajar
dalam menemukan konektifitas atau
hubungan antara materi dengan
kondisi pengetahuan dan dunia saat
ini. Selain berisikan pertanyaan atau
tugas, lembar kerja harus memiliki
instruksi atau mekanisme kerja yang
jelas, sehingga tidak menimbulkan
pertanyaan atau ketidakpahaman
dalam mengerjakan tugas.
Contoh instruksi kerja yang dimaksud,
seperti membuat makalah (minimal
15 halaman dengan spasi 1,5 serta
menggunakan font Times New
Roman), mengikuti format terlampir,
dan diserahkan paling lambat tanggal
3 Maret 2019. Jika terlambat, nilai
ketepatan waktu penyerahan tugas
akan terdegradasi 10 persen per hari.
Jika tugas dikerjakan plagiat, maka
makalah tidak diberikan nilai. Masih
banyak lagi instruksi atau keterangan
tambahan lain yang dapat disampaikan
dalam lembar kerja sesuai dengan
materi ajar.
Materi soal yang diberikan hendaknya
jangan terlalu sederhana. Ini untuk
merangsang berpikir kritis yang
praktiknya sangat diperlukan dalam
kehidupan mahasiswa. Berpikir kritis
juga termasuk keterampilan yang
sangat diperlukan di era revolusi
industri 4.0. Kegiatan berpikir kritis
dapat berupa kemampuan menganalisis
permasalahan, membandingkan
alternatif solusi, dan menyimpulkan
secara ilmiah. Selain tugas individu,
tugas kelompok juga diperlukan untuk
melatih siswa berinteraksi sesama
mereka dan orang lain. Ini bertujuan
agar terbina soft kill di antaranya saling
memahami, menghargai, berkolaborasi,
dan memimpin tim kerja.
Penyajian lembar kerja diharapkan
dapat melatih kemandirian dan
merangsang daya pikir kritis yang
kekinian sesuai dengan ilmu
pengetahuan. Melalui metode
pembelajaran aktif menggunakan
Student Worksheets diharapkan
dapat menambah peran aktif
mahasiswa dalam pembelajaran
dan menghadirkan mahasiswa
yang berpikiran kritis, mandiri, dan
terkemuka di Unsyiah. (Rk)
Berpikir kritis juga termasuk keterampilan yang sangat diperlukandi era RevolusiIndustri 4.0.
“
42 RELIGIA
Berbicara tentang toleransi,
kita pahami bersama bahwa
toleransi berasal dari bahasa
latin tolerare yang berarti sabar dan
menahan diri. Dalam interaksi sosial,
toleransi dimaknai sikap menghargai
dan menghormati perbedaan dengan
tidak memaksakan kebenaran yang
kita yakini kepada orang lain. Ini
tentunya menyangkut hubungan
antar umat beragama.
Seribu empat ratus tahun silam,
melalui firman-Nya, Allah Swt telah
mewahyukan tidak ada paksaan
dalam beragama. Ini adalah
pernyataan yang mutlak bermakna
bahwa Islam agama yang sangat
toleran. Tidak ada yang dipaksa
untuk memeluk Islam. Seruan,
ajakan, dan kebenaran dari Islam itu
sendiri menjadikan seseorang tertarik
untuk mengenyam nikmat Islam.
Tidak hanya itu, beberapa dalil lain
juga menitikberatkan pernyataan
bahwa Islam agama yang toleran.
Sebut saja di antaranya Surat Al
Maidah ayat 48 yang artinya, “Kalau
Allah mengkehendaki, niscaya kamu
dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi
Allah hendak menguji kamu terhadap
karunia yang telah diberikan-Nya
kepadamu, maka berlomba-lombalah
berbuat kebajikan”.
Tentunya kita ingat tentang sebuah
kebaikan yang diteladankan oleh
Rasulullah. Ketika seorang Yahudi
sakit, Rasulullah adalah orang
pertama yang menjenguknya.
Padahal Yahudi itu setiap harinya
meludahi Rasulullah ketika melewati
sebuah gang. Saat menyadari si
Yahudi itu tidak muncul, Rasulullah
langsung mencari tahu kabarnya.
Ketika mengetahui ia sedang
sakit, Rasulullah lekas pulang ke
rumah, mengambil makanan, dan
datang untuk menjenguknya.
Inilah kesahihan sikap yang toleran.
Berbuat baik tanpa memandang
agama.
Di sisi lain, Rasulullah pernah
menerima sebuah hadiah yang
diberikan oleh Muqauqis, Raja Mesir
yang beragama Nasrani. Hadiah
itu berupa perempuan cantik jelita
untuk dinikahinya, yakni Mariya.
Dari pernikahannya dengan Mariya,
Rasulullah dikaruniai seorang putra
bernama Ibrahim yang meninggal
dunia ketika masih berusia delapan
Toleransi CerdasMengindahkan Akidah
AINI AZIZAlumni Teknik Pertanian Unsyiah
Pegiat FLP Aceh
EDISI 231 . JANUARI 2019
RELIGIA 43
belas bulan. Bukankah ini bagian dari
sikap toleran? Bahwa kita dibenarkan
memberi dan menerima hadiah tanpa
memandang agama.
Islam mengajarkan kita untuk
berbuat baik. Tidak hanya kepada
kaum muslimin, melainkan dengan
umat agama lain. Sebagaimana
dalam pernyataan-Nya dalam surat Al
Maidah di atas, kita dituntut untuk
dapat berbuat baik dengan tidak
memandang agama. Tetapi, toleransi
itu sendiri tentu saja memiliki
batasan.
Adapun ruang lingkup toleran
yang dibenarkan oleh Islam, yakni
kebaikan yang tidak berhubungan
dengan nilai-nilai akidah. Saling
berbagi hadiah, baik itu pakaian,
makanan, dan apapun yang tetap
mengindahkan nilai-nilai keyakinan
agama masing-masing. Sedangkan
untuk interaksi yang menyangkut
akidah, dilarang keras bagi kaum
muslimin untuk mengikutinya.
Terlebih lagi merayakannya. Ini
semata-mata bertujuan untuk
memurnikan keyakinan, menjauhi
kita dari kemunafikan dan
kemusyrikan.
Dewasa ini, Islam kerap di-
judge agama yang intoleran. Ini
dikarenakan beberapa pemuka
agama Islam tidak membenarkan
ketika ada kaum muslimin mengikuti
perayaan agama lain. Ketika ada
pernyataan bahwa mengucapkan
selamat Natal kepada nonmuslim
adalah haram, maka pernyataan itu
dianggap intoleran. Ini tentu saja
keliru. Justru inilah sikap yang sangat
toleran. Sebagaimana kandungan
surat Al Kafirun, 1-6.
“Katakanlah; ‘Hai orang-orang kafir,
aku tidak akan menyembah apa yang
kamu sembah. Dan kamu bukan
penyembah Rabb yang aku sembah.
Dan aku tidak pernah menjadi
penyembah apa yang kamu sembah,
dan kamu tidak pernah (pula)
menjadi penyembah Rabb yang aku
sembah. Untukmu agamamu, dan
untukkulah agamaku.’”
Di sini jelas bahwa kemurnian
akidah sangat diutamakan. Sebagai
muslim, kita tidak dibenarkan terlibat
dalam pelaksanaan ibadah agama
lain. Demikian pula bagi mereka
nonmuslim, kita tidak dibenarkan
meminta mereka terlibat dalam
ritual agama kita. Ketika kita hendak
melaksanakan perayaan Idul Fitri, tak
perlu memaksa sahabat Nasrani untuk
ikut memeriahkannya. Demikian pula
dengan perhelatan Natal mereka, kita
tidak perlu menyibukkan diri untuk
terlibat di dalamnya.
Sayangnya, pemahaman terhadap
toleransi itu telah jauh bergeser
dari makna sebenarnya. Toleran
dalam artian sebenarnya adalah kita
tidak keberatan dan menghargai
peribadahan agama lain dengan
tidak mengusiknya. Baik itu
minoritas maupun mayoritas. Semua
diberikan keluasan untuk beribadah
berdasarkan aturan agamanya.
Tanpa penindasan. Tidak dibolehkan
mencela Tuhan agama lain. Tetapi,
yang dipahami saat ini toleran itu
adalah ikut berbaur dalam perbedaan
tersebut. Jika kita enggan mengakui
kebenaran keyakinan agama lain, kita
dianggap intoleran.
Pergeseran makna inilah yang
mengakibatkan masyarakat kita
latah. Banyak di kalangan kaum
muslimin sendiri yang keberatan
ketika kita katakan tidak boleh
memeriahkan ibadah agama lain.
Kita mengakui bahwa Allah Tuhan
yang Maha Esa. Kemudian kita
terlibat dalam perayaan hari kelahiran
tuhan mereka. Bukankah ini
kemunafikan? Bahkan mendekatkan
kita kepada kemusyrikan. Bagaimana
tidak. Bukankah keyakinan kita
akhirnya samar-samar? Semestinya
kita dapat kembali kepada Surat
Al Kafirun; lakum di-nukum wali-
yadin (bagimu agamamu dan bagiku
agamaku). (fer)
Islam mengajarkan kita untuk berbuat baik.Tidak hanya kepada kaum muslimin, melainkandengan umat agama lain.
“
EDISI 231 . JANUARI 2019
EDISI 231 . JANUARI 2019
Universitas Syiah Kuala@Unsyiah
ASPIRASIAspirasi
@univ_syiahkuala
@univ.syiahkuala.id
@univ_syiahkuala
Unsyiah TV
www.humas.unsyiah.ac.id
EDISI 231 . JANUARI 2019
46 KABAR
SEBANYAK 133 profesor dari seluruh Indonesia, 25-26 Januari 2019, berkumpul di Gedung AAC Dayan Dawood, Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) untuk mengikuti Rapat Kerja Nasional II Forum Dewan Guru Besar Indonesia (Rakernas II FDGBI). Kegiatan yang melibatkan 58 perguruan tinggi ini, mengangkat tema “Sinergis Guru Besar dalam Merajut Persaudaraan dan Pemerataan Pendidikan Tinggi Nasional”.
Rektor Unsyiah, Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, M.Eng., mengatakan kegiatan ini memiliki tujuan mulia untuk mendorong pemerataan pendidikan tingkat tinggi ke seluruh pelosok Indonesia. Sebab menurutnya, saat ini kualitas pendidikan tinggi di beberapa daerah masih sangat timpang dibandingkan daerah lainnya. Salah satu indikasinya jumlah guru besar yang dimiliki oleh perguruan tinggi di daerah relatif sangat minim dibandingkan beberapa perguruan tinggi lainnya.
Ia mengambil contoh Unsyiah yang saat ini telah berakreditasi A, tetapi hanya memiliki 57 guru besar. Jumlah ini kurang dari 4 persen dari jumlah keseluruhan dosen di institusi tersebut. Jumlah ini jika dibandingkan dengan jumlah guru besar di Indonesia, maka jumlah tersebut hanya 1 persen saja. Keadaan ini menurut Samsul juga sama dialami perguruan tinggi lainnya, bahkan di beberapa daerah keadaan jauh lebih parah. Oleh karena itu, Samsul menargetkan di tahun 2022, Unsyiah dapat memiliki 150 guru besar.
“Kita berharap forum guru besar dapat bersinergi, berkolaborasi, serta melahirkan rekomendasi untuk
Sebanyak 8 mahasiswa Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) Internasional ke Malaysia. KKN Internasional ini akan berlangsung di Kampung Kota Aur, Pulau Penang, pada tanggal 28 Januari hingga 17 Februari 2019.
Wakil Rektor Bidang Akademik Unsyiah, Prof. Dr. Ir. Marwan, saat melepas rombongan mengatakan, KKN Internasional tahun ini merupakan periode kedua pelaksanaannya. Sebelumnya di tahun 2018, Unsyiah juga telah mengirim 15 mahasiswa untuk KKN di Perak, Malaysia. Menurutnya, KKN ini memberikan kesempatan bagi para mahasiswa untuk berinteraksi dan berkontribusi kepada masyarakat internasional. Semangat ini sejalan dengan visi Unsyiah yang ingin menjadi bagian masyarakat internasional, yang bukan hanya melibatkan dosen, tetapi juga mahasiswa.
“Lewat KKN Internasional sebuah universitas dapat berkontribusi, sekaligus melatih mahasiswa untuk beradaptasi secara global,” ujarnya.
mendorong lahirnya profesor baru di perguruan tinggi seluruh Indonesia,” ujarnya.
Direktur Karier dan Kompetensi SDM Kemristekdikti, Prof. Dr. Bunyamin Mahftuh, M.Pd., MA menyebutkan di tahun 2018, Unsyiah termasuk salah satu perguruan tinggi di Indonesia yang mengalami pertambahan profesor terbanyak. Unsyiah berada di peringkat kelima bersanding dengan perguruan tinggi ternama lainnya.
Sementara itu, Plt. Gubernur Aceh, Ir. Nova Iriansyah, MT, yang hadir sebagai keynote speaker mengatakan forum FDGBI dapat dijadikan andalan untuk memajukan pendidikan di Indonesia. Sebab untuk membangun negara bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga tugas semua pihak.
Nova berharap Rakernas FDGBI ini dapat memberikan dampak positif bagi perguruan tinggi di Aceh. Terlebih lagi, Aceh tercatat sebagai salah satu provinsi yang memiliki perguruan tinggi negeri terbanyak di Indonesia. Pertemuan ini menurutnya dapat dijadikan wadah untuk saling bersinergi, membimbing, dan memberi dukungan bagi universitas yang membutuhkan.
“Forum ini dapat dijadikan wadah untuk mensinergikan pemikiran dan gagasan strategis para guru besar, demi mendukung pembangunan dan kemajuan bangsa Indonesia”. (fer)
133 PROFESOR SE-INDONESIABERKUMPUL DI UNSYIAH
8 MAHASISWA KKN KE MALAYSIAMarwan berharap kegiatan ini dapat membentuk karakter dan membuka pikiran baru bagi mahasiswa. Terlebih lagi Malaysia memiliki budaya dan suku yang beragam. Ia juga mengajak mahasiswa untuk menggunakan kesempatan ini dengan baik. Sekaligus menjadi duta untuk mempromosikan Unsyiah dan Aceh selama di sana. Hal ini dimaksudkan untuk menumbuhkan citra positif tentang Aceh, sehingga masyarakat Malaysia tertarik untuk melanjutkan studi ke Unsyiah.
Sementara itu, Kepala Urusan Internasional Unsyiah, Dr. Muzailin Affan, mengatakan pemilihan Pulau Penang sebagai lokasi KKN Internasional karena Aceh dan Malaysia memiliki kedekatan khusus secara historis. Terlebih di Pulau Penang terdapat beberapa situs sejarah yang berhubungan langsung dengan Aceh. Untuk itu, Muzailin berharap para mahasiswa dapat melakukan ziarah dan tapak tilas untuk melihat sejarah lebih dekat. (fer)