48
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang lazim ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Merokok merupakan bagian hidup masyarakat. Dari segi kesehatan, tidak ada yang menyetujui dan melihat manfaat yang dikandungnya. Namun tidak mudah untuk menurunkan terlebih menghilangkannya. Gaya hidup ini menarik sebagai suatu masalah kesehatan, minimal dianggap sebagai faktor resiko dan berbagai macam penyakit (Bustan, 2007).Tembakau atau rokok dengan tingkat konsumsi yang tinggi di Negara Indonesia memiliki dampak terhadap kesehatan dan sosial ekonomi, yang sangat mempengaruhi pembangunan kesejahteraan penduduk. Indonesia menduduki posisi ke tiga dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah Cina dan India (WHO, 2008). Merokok menjadi lifestyle pada kebanyakan penduduk di negara berkembang. Hal ini erat kaitannya dengan kasus kematian akibat merokok yang terjadi di negara tersebut. WHO (2007, dalam Iqbal, 2008) menyebutkan bahwa jumlah perokok di kawasan Asia Tenggara mencapai 125,8 juta orang dengan kematian

merokok

Embed Size (px)

DESCRIPTION

doc

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang lazim ditemui dalam

kehidupan sehari-hari. Merokok merupakan bagian hidup masyarakat. Dari

segi kesehatan, tidak ada yang menyetujui dan melihat manfaat yang

dikandungnya. Namun tidak mudah untuk menurunkan terlebih

menghilangkannya. Gaya hidup ini menarik sebagai suatu masalah

kesehatan, minimal dianggap sebagai faktor resiko dan berbagai macam

penyakit (Bustan, 2007).Tembakau atau rokok dengan tingkat konsumsi

yang tinggi di Negara Indonesia memiliki dampak terhadap kesehatan dan

sosial ekonomi, yang sangat mempengaruhi pembangunan kesejahteraan

penduduk. Indonesia menduduki posisi ke tiga dengan jumlah perokok

terbesar di dunia setelah Cina dan India (WHO, 2008).

Merokok menjadi lifestyle pada kebanyakan penduduk di negara

berkembang. Hal ini erat kaitannya dengan kasus kematian akibat merokok

yang terjadi di negara tersebut. WHO (2007, dalam Iqbal, 2008)

menyebutkan bahwa jumlah perokok di kawasan Asia Tenggara mencapai

125,8 juta orang dengan kematian akibat merokok sebesar 20%. Indonesia

berada pada peringkat pertama dikawasan ASEAN dengan prosentase

46,16% dari perkiraan total jumlah perokok di kawasan Asia Tenggara pada

tahun 2007. Data Susenas menyebutkan bahwa jumlah perokok di Indonesia

meningkat dari tahun 1995 sebanyak 34,7 juta perokok menjadi 65 juta

perokok pada tahun 2007 (Prawira, 2011).

Dalam survei Sosial Ekonomi Badan Pusat Statistik tahun 2001 dan

2004 menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi anak-anak usia 15 – 19

tahun yang merokok. Tahun 2001 sebesar 12,7%, tahun 2004 meningkat

menjadi 17,3%. Tembakau membunuh hampir 6 juta orang setiap tahun,

diantaranya lebih dari 5 juta pengguna rokok dan bekas perokok dan juga

lebih dari 600.000 yang tidak merokok terkena dampak akibat rokok.

Perkiraan jumlah korban meninggal bisa mencapai lebih dari 8 juta pada

tahun 2030 (WHO, 2012).

Konsumsi rokok dan tembakau merupakan salah satu faktor risiko

utama terjadinya berbagai penyakit tidak menular seperti kardiovaskuler,

stroke, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), kanker paru, kanker mulut,

dan kelainan kehamilan. Penyakit-penyakit tidak menular tersebut saat ini

merupakan penyebab kematian utama di dunia, termasuk di negara kita

Indonesia. Konsumsi tembakau/rokok membunuh satu orang setiap detik.

Global Youth Survey (GYTS) Indonesia tahun 2006 melaporkan lebih dari

1/3 (37,3%) pelajar biasa merokok, anak laki-laki lebih tinggi dari

perempuan, yaitu pada anak laki-laki sebesar 61,3% responden sedangkan

pada anak perempuan sebesar 15,5% responden. (Kemenkes, 2010).

Merokok terbukti sangat merugikan dan memberikan dampak buruk

untuk kesehatan. Faktor yang dapat meningkatkan potensi terjadinya

hipertensi salah satunya adalah rokok. Penelitian yang dilakukan oleh

Csanyi, Egervari & Nagy (2001) menyatakan bahwa hipertensi ditambah

kebiasaan merokok dapat menimbulkan aterosklerosis dini. Untuk itu dapat

disimpulkan bahwa merokok adalah salah satu faktor dari hipertensi dan

dapat menyebabkan komplikasi penyakit lain.

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah di atas rentang normal

yaitu apabila di atas 140/90 mmHg (Potter & Perry, 2005). Menurut

Smeltzer dan Bare (2002), hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah

dimana pada dewasa hipertensi ada ketika tekanan darah sistolik sama atau

lebih tinggi dari 140 mmHg dan atau ketika tekanan darah sama atau lebih

tinggi dari 90 mmHg dalam jangka waktu yang lama. Menurut WHO

(2011), hipertensi adalah tekanan darah yang sama atau lebih tinggi dari

140/90 mmHg, dimana prehipertensi adalah ketika tekanan darah sisitolik

berada pada 120 – 139 mmHg atau ketika tekanan darah diastolik berada

pada 80 – 89 mmHg. Dari beberapa definisi hipertensi di atas dapat

disimpulkan hipertensi merupakan kenaikan tekanan darah menetap dimana

tekanan darah berada pada atau lebih tinggi dari 140/90 mmHg.

Menurut Anies (2006), resiko yang ditimbulkan oleh kebiasaan

merokok cukup besar dalam menimbulkan hipertensi. Selain itu nikotin

yang terkandung dalam asap rokok menyebabkan perangsangan terhadap

hormon adrenalin yang bersifat memacu jantung dan tekanan darah

(Husaini, 2007). Grando (2008) mengatakan bahwa hipertensi dapat diobati

dengan modifikasi gaya hidup dan terapi farmakologis. Faktor gaya hidup

mencakup mengontrol berat badan, menjaga pola makan yang sehat,

membatasi konsumsi alkohol dan berhenti merokok. Dapat disimpulkan

bahwa perilaku merokok erat kaitannya dengan hipertensi.

Pada survei awal yang dilakukan diketahui bahwa penyakit hipertensi

merupakan penyakit yang banyak di derita oleh warga RW 5 dan menderita

penyakit komplikasi dari hipertensi seperti penyakit jantung. Oleh karena

itu, untuk menurunkan angka hipertensi maupun kematian akibat hipertensi

maka peneliti tertarik untuk meneliti pengetahuan dan perilaku merokok

pada penderita hipertensi di RW 5 Desa Bintoro Kecamatan Demak

Kabupaten Demak.

B. Perumusan Masalah

Merokok sudah menjadi hal yang sangat biasa dan umum di dunia.

Merokok menyumbangkan angka kematian yang tinggi di negara-negara

berkembangsalah satunya di Indonesia. Salah satu faktor yang dapat

memicu munculnya hipertensi adalah perilaku merokok. Hipertensi

mempunyai prevalensi terbesar di Indonesia sama seperti halnya merokok.

Perilaku merokok pada klien hipertensi akan meningkatkan resiko Penyakit

Jantung Koroner (PJK), stoke, gagal jantung dan penyakit arteri perifer.

Dari uraian latar belakang diatas, maka peneliti ingin mengetahui bagaimana

gambaran pengetahuan dan perilaku merokok pada penderita hipertensi di

RW 5 Desa Bintoro Kecamatan Demak Kabupaten Demak.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan

pengetahuan dan perilaku merokok pada penderita hipertensi di RW 5

Desa Bintoro Kecamatan Demak Kabupaten Demak

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

a. Mengidentifikasi karakteristik (usia, jenis kelamin, pekerjaan)

warga RW 5 Desa Bintoro Kecamatan Demak Kabupaten

Demak

b. Mengidentifikasi pengetahuan tentang rokok pada warga yang

menderita hipertensi di RW 5 Desa Bintoro Kecamatan Demak

Kabupaten Demak

c. Mengidentifikasi tipe perokok pada penderita hipertensi di RW

5 Desa Bintoro Kecamatan Demak Kabupaten Demak

d. Mengidentifikasi jenis rokok yang dihisap oleh penderita

hipertensi di RW 5 Desa Bintoro Kecamatan Demak Kabupaten

Demak

e. Mengidentifikasi jumlah rokok yang dihisap dalam sehari oleh

penderita hipertensi di RW 5 Desa Bintoro Kecamatan Demak

Kabupaten Demak

f. Mengidentifikasi lama merokok pada penderita hipertensi di

RW 5 Desa Bintoro Kecamatan Demak Kabupaten Demak

D. Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah pengalaman,

wawasan dan pengetahuan tentang pengetahuan dan perilaku merokok

pada penderita hipertensi.

2. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan

informasi kepada seluruh masyarakat tentang dampak negatif dan

bahaya merokok. Khususnya pada penderita hipertensi dapat

megurangi atau berhenti merokok agar tidak semakin memperberat

penyakit yang diderita.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan bagi

perkembangan ilmu pengetahuan dibidang keperawatan komunitas.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan acuan atau

kajian untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan

dampak negatif dari merokok.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Pengetahuan

a. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini teradi

setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu oyek

tertentu. Pengetahuan tau kognitif merupakan domain yang

sangat penting untuk terbentuknya tinndakan seseorang

(Notoatmodjo, 2007).

Menurut Mahmud (2011), pengetahuan juga merupakan

sesuatu yang tertinggal dari hasil penginderaan manusia

terhadap dunia luar. Selain itu, pengetahuan merupakan

deskripsi arsip informasi konsep dan kenyataan tentang alam

semesta, baik yang ada dalam memori perseorangan maupun

tertulis.

b. Tingkat Pengetahuan

Menurut Bloom (1987) dikutip dalam Notoatmodjo (2007),

pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif

mempunyai enam tingkatan, yaitu :

1) Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi

yang telah dipelajari sebelumnya. Tahu merupkan tingkat

pengetahuan yang paling rendah, Kata kerja untuk

mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari

antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,

menyatakan dan sebagainaya.

2) Memahami (comprehension) diartikan sebagai suatu

kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang

obyek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan

materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham

terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan

sebagainya.

3) Aplikasi (application) diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi

atau kondisi sebenarnya.

4) Analisis (analysis) adalah suatu kemampuan menjabarkan

materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen,

tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut, dan

masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis

dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat

menggambarkan (membuat bagan), membedakan,

memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5) Sintesis (synthesis) menunjuk kepada suatu kemampuan

untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di

dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Misalnya,

dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat

meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya

terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan telah ada.

6) Evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi

atau obyek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu

kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunkan kriteria-

kriteria yang telah ada.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan seseorang dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

1) Pengalaman, dimana dapat diperoleh dari pengalaman diri

sendiri maupun orang lain. Misalnya, jika seseorang

pernah merawat anggota keluarga yang sakit hipertensi

pada umumnya menjadi lebih tahu tindakan yang harus

dilakukan jika terkena hipertensi.

2) Tingkat pendidikan, dimana pendidikan dapat membawa

wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara umum,

orang yang memiliki pengetahuan yang tinggi akan

mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan

dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih

rendah.

3) Sumber informasi, keterpaparan seseorang terhadap

informasi mempengaruhi tingkat peengetahuannya.

Sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan

seseorang, misalnya televisi, radio, koran, buku, majalah,

dan internet.

d. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pngetahuan dapat dilakukan dengan

wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi

yang ingin diukur. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita

ketahui dapat disesuaikan dengan tindakan domain diatas

(Notoatmodjo, 2007). Tingkat pengetahuan yang akan diukur

dalam penelitian ini adalah sejauh mana tingkat pengetahuan

responden baik mengenai pengertian, penyebab, komplikasi, dan

cara yang tepat untuk menanganinya. Pada penelitian ini tingkat

pengetahuan akan diukur melalui perhitungan statistik kuesioner

dan diklasifikasikan menjadi 2 kategori yaitu tingkat

pengetahuan baik dan kurang.

2. Perilaku Merokok

a. Definisi Perilaku Merokok

Merokok berarti membakar tembakau dan daun tar, dan

menghisap asap yang dihasilkannya (Husaini, 2007). Menurut

Tomkins dalam Basyir (2006) menggolongkan 4 jenis perilaku

merokok berdasarkan Management of Affect Theory yaitu,

perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif, dipengaruhi

perasaan negatif, perilaku merokok yang adiktif dan perilaku

yang sudah menjadi kebiasaan.

Perilaku merokok yang dipengaruhi perasaan postif yaitu

perilaku yang beranggapan bahwa dengan banyak merokok

seseorang merasakan bertambahnya rasa positif. Contohnya

seseorang yang merasa lebih percaya diri jika merokok. Perilaku

merokok yang dipengaruhi perasaan negatif yaitu perilaku yang

bertujuan untuk mengurangi perasaan negatif. Contohnya

seseorang yang sedang cemas akan merokok untuk

menghilangkan rasa cemasnya. Perilaku merokok yang adiktif

mengakibatkan seseorang kecanduan dan akan terus

meningktakan dosis rokok yang dihisap setiap saat bila efek

rokok tersebut berkurang. Perilaku merokok yang usdah menjadi

kebiasaaan yaitu merokok sudah menjadi perilaku yang otomatis

dilakukan, sering kali merokok dilakukan dengan atau tanpa

disadari. Contohnya merokok setelah selesai makan.

b. Definisi Rokok

Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang

antara 70 – 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan

diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang

telah dicacah (Jaya, 2009).

c. Jenis Rokok

Menurut Jaya (2009), di Indonesia rokok dibagi menjadi

beberapa jenis, antara lain :

1) Rokok berdasarkan bahan pembungkus

a) Klobot : rokok yang bahan pembungkusnya berupa

daun jagung.

b) Kawung : rokok yang bahan pembungkusnya berupa

daun aren.

c) Sigaret : rokok yang bahan pembungkusnya berupa

kertas.

d) Cerutu : rokok yang bahan pembungkusnya berupa

daun tembakau

2) Rokok berdasarkan bahan baku

a) Rokok putih : rokok yang bahan baku atau isinya

hanya daun tembakau yang diberi saus untuk

mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.

b) Rokok kretek : rokok yang bahan baku atau isinya

daun tembakau dan cengkeh yang diberi saus untuk

mendaptkan efek rasa dan aroma tertentu.

c) Rokok klembak : rokok yang bahan baku atau isinya

daun tembakau, cengkeh, dan kemenyan yang diberi

saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma

tertentu.

3) Rokok berdasarkan bahan pembuatannya

a) Sigaret Kretek Tangan (SKT) : rokok yang proses

pembuatnnya dengan cara digiling atau dilinting

dengan menggunakan tangan dan atau alat bantu

sederhana.

b) Sigaret Kretek Mesin (SKM) : rokok yang proses

pembuatannya menggunakan mesin. Sederhananya,

material rokok dimasukkan ke dalam pembuat

rokok. Keluaran yang dihasilkan pembuat rokok

berupa rokok batangan. Saat ini mesin pembuat

rokok telah mampu menghasilkan keluaran sekitar

6.000 – 8.000 batang rokok per menit. Biasanya

mesin pembuat rokok dihubungkan dengan mesin

pembungkus rokok sehingga keluaran yang

dihasilkan bukan lagi berupa rokok batangan

melainkan rokok yang sudah dalam bentuk pak. Ada

pula mesin pembungkus rokok yang mampu

menghasilkan keluaran rokok dalam bentuk pres,

satu pres berisi 10 pak.

4) Rokok berdasarkan filter

a) Rokok filter : rokok bagian pangkalnya terdapat

gabus.

b) Rokok non filter : rokok yang bagian pangkalnya

tidak terdapat gabus.

d. Komponen dalam Rokok

Menurut Aditama (2006), asap rokok mengandung sekitar

4.000 bahan kimia. Secara umum komponen rokok dibagi

menjadi dua yaitu :

1) Komponen gas

Komponen gas adalah yang dapat melewati filter

yang terdapat di dalam asap rokok, antara lain : carbon

monoksida (CO), amonia acrolin, benzopiren, lutidin,

colidin, metil alcohol, formalin, arsenic, dan lain-lain.

Menurut Jaya (2009), gas carbon monoksida (CO) lebih

mudah terikat hemoglobin daripada oksigen, karena itu

darah orang yang banyak kemasukan carbon monoksida

(CO) akan berkurang daya angkut bagi oksigen dan orang

tersebut dapat meninggal dunia karena keracunan carbon

monoksida (CO). Menurut Wati (2012), benzopiren dan

lutidin berasal dari tar tembakau yang dapat menyebabkan

kanker. Colidin menyebabkan kelumpuhan dan lambat

laun mengakibatkan kematian. Metil alcohol menimbulkan

kebutaan. Formalin sering digunakan untuk membalsem

mayat. Arsenik merupakan jenis racun yang dipakai untuk

membunuh tikus.

2) Komponen padat

Komponen padat adalah bagian yang tertinggal pada

filter, yaitu berupa nikotin dan tar. Nikotin adalah bahan

adiktif yang menimbulkan ketergantungan atau

kecanduan. Zat ini meracuni syaraf tubuh, meningkatkan

tekanan darah, menimbulkan penyempitan pembuluh

darah tepi. Tar adalah kumpulan beribu-ribu bahan kimia

yang terdapat dalam rokok. Tar bersifat karsinogen/

penyebab kanker.

e. Bahaya Rokok

Bahan-bahan kimia yang terkandung di dalam sebatang

rokok terbukti membahayakan kesehatan para perokok aktif dan

perokok pasif. Penyakit yang diakibatkan rokok antara lain :

1) Kanker paru-paru

Penyakit kanker paru sering dihubungkan dengan

kebiasaan merokok sebagai penyebab utama. Hal ini

terbukti dari penelitian-penelitian yang berada di luar

negeri maupun dalam negeri. Selain dikarenakan

kebiasaan merokok, faktor lain yang berperan dalam

meningkatnya resiko kanker paru seperti pencemaran

udara dalam industri dan pertambangan. Beberapa bahan

pencemar yang dihubungkan dengan meningkatnya resiko

kanker paru adalah asbes, arsen, berilium, cadmium, gas

mustard, chromium, uranium, dan nikel . Bahan pencemar

ini hanya meningkatkan resiko kanker paru sekitar 10 – 20

%. Jadi, faktor penyebab utama kanker paru adalah

kebiasaan merokok (Aditama, 2007).

2) Penyakit paru-paru

Merokok dapat menyebabkan perubahan dan

struktur fungsi saluran nafas dan jaringan paru-paru. Pada

saluran besar, sel mukosa membesar (hypertrofi) dan

kelenjar mukus bertambah banyak (hyperplasia). Pada

saluran nafas kecil, terjadi radang ringan hingga

penyempitan akibat bertambahnya sel dan penumpukan

lendir. Pada jaringan paru-paru, terjadi peningkatan

jumlah sel radang dan kerusakan alveoli (Triswanto,

2007).

Dua penyakit paru selain kanker paru yang sering

dihubungkan dengan kebiasaan merokok adalah bronkhitis

kronik dan emfisema paru. Bronkhitis kronik ditandai

dengan keluhan batuk berdahak yang berkepanjangan,

terjadi karena kerusakan selaput lendir serta silia yang ada

pada saluran nafas. Emfisema terutama ditandai oleh

keluhan sesak nafas yang terjadi karena kerusakan pada

saluran nafas yang kecil. Jika kedua penyakit ini trjadi

bersamaan, maka disebut Penyakit Paru Obstruktif Kronik

(PPOK). Kelainan pada PPOK bersifat irreversible

sehingga upaya yang dilakukan adalah menjaga supaya

kelianan tidak makin memburuk dan mengusahakan

perbaikan kemampuan bernafas. Kematian akibat PPOK

pada orang yang merokok sepuluh kali lipat lebih tinggi

dibandingkan orang yang tidak merokok (Aditama, 2007).

3) Penyakit kardiovaskuler

Menurut Jaya (2009), senyawa kimia yang

terkandung di dalam rokok akan meningkatkan detak

jantung, tekanan darah, resiko hipertensi dan penyumbatan

arteri. Di samping itu rokok juga menurunkan kadar HDL

(kolesterol baik dalam darah) dan menurunkan tingkat

elastisitas aorta (pmbuluh darah terbesar pada tubuh

manusia) yang dapat meningkatkan terjadinya

penggumpalan darah.

Gas CO akan mengganggu kemampuan darah untuk

berkaitan dengan oksigen karena gas CO mempunyai

kemampuan mengikat zat hemoglobin di dalam darah 200

kali lebih kuat daripada oksigen. Hal ini mengakibatkan

tubuh kekurangan oksigen yang merupakan suatu bahan

utama bagi kehidupan manusia. Kebiasaan merokok

berpengaruh pada jantung dan pembuluh darah melalui

mekanisme aterosklerotik, gangguan metabolisme lemak,

gangguan sistem homeostatik, ganggguan irama jantung,

serta penurunan kemampuan untuk oksigenasi (Aditama,

2007).

4) Hipertensi

Merokok dikaitkan dengan efek pressor dengan

peningkatan tekanan darah sekitar 10/7 mmHg pada

pasien hipertensi 15 menit setelah merokok sebanyak dua

batang (Aziza, 2007)

5) Kehamilan

Calon ibu yang memiliki kebiasaan merokok akan

membawa akibat buruk untuk bayi yang dikandungnya.

Wanita hamil yang merokok beresiko lebih besar

melahirkan bayi yang meninggal dibandingkan wanita

hamil yang bukan perokok. Jika wanita itu melahirkan

normal, maka bayi wanita perokok lebih sering meninggal

di bulan-bulan pertama kehidupannya. Hal ini dikarenakan

berat badan bayi dari ibu yang merokok umumnya kurang

dan bayi mudah sakit. Ibu yang memiliki kebiasaan

merokok juga menyebabkan kelianan bawaan pada bayi

yang dilahirkannya seperti kelianan katup jantung. Selain

itu kejadian abortus juga lebih sering terjadi pada wanita

perokok. Para ahli juga mendeteksi adanya kecenderungan

gangguan tumbuh kembang anak-anak dari ibu perokok

baik dari sudut fisik, emosi maupun kecerdasan. Hal ini

semua terjadi akibat pengaruh bahan-bahan dalam asap

rokok (Aditama, 2007)

f. Penggolongan Perokok

Menurut Hansen (2003), perokok aktif dan pasif adalah

orang yang beresiko terpapar asap rokok yang berisi zat-zat

kimia. Perokok aktif adalah perook yang memiliki kebiasaan

merokok dengan kata lain adalah orang yang menghisap rokok.

Perokok pasif adalah orang yang tidak melakukan aktivitas

merokok secara langsung, tetapi menghirup asap dari perokok

pasif. Perokok pasif rentan menjadi korban penyakit akibat

rokok karena menghisap asap sampingan yang memiliki bahaya

tiga kali lebih besar (Crofton & Simpson, 2009).

Bustan (2007) mengatakan bahwa jumlah rokok yang

dihisap bisa dalam satuan batang, bungkus, pak per hari.

Menurut jumlah rokok yang dihisap, perokok juga dapat

digolongkan menjadi perokok ringan, perokok sedang, dan

perokok berat. Perokok ringan adalah perokok yang merokok

kurang dari 10 batang per hari. Perokok sedang adalah perokok

yang menghisap 10 – 20 batang per hari. Perokok berat adalah

perokok yang menghisap rokok lebih dai 20 batang per hari.

Brotowasisto (2001, dalam Widowati, 2008)

menggolongkan perokok berdasarkan waktu merokoknya

menjadi empat kategori yaitu perokok ringan, perokok sedang,

perokok berat, dan perokok sangat berat. Perokok ringan

merokok dengan selang waktu merokok 60 menit dari bangun

pagi. Perokok sedang dengan selang waktu 6 – 30 menit dari

bangun pagi. Perokok berat dengan selang waktu 6 – 30 menit

dari bangun pagi. Dan perokok sangat berat yaitu dengan selang

waktu 5 menit dari bangun pagi.

g. Lama Merokok

Bustan (2007) mengatakan bahwa merokok dimuai sejak

umur kurang dari 10 tahun atau lebih dari 10 tahun. Semakin

muda seseorang merokok, semakin besar pula pengaruhnya bagi

kesehatan orang tersebut, hal ini dinamakan dose-response

effect. Resiko kematian akan meningkat seiring banyak jumlah

rokok yang dihisap dan usia pertama kali merokok. Zakiyah

(2008) mengungkapkan adanya hubungan linier yang signifikan

antara lama merokok dengan tekanan darah sistolik dan

diastolik. Semakin lama merokok maka tekanan darah sistolik

dan diastolik semakin tinggi. Selain itu, Martini, Hendrati, dan

Lucia dkk (2004) dalam jurnal penelitian medika eksakta

menyebutkan bahwa lama kebiasaan merokok merupakan faktor

yang mendukung atau mempercepat kejadian hipertensi.

3. Hipertensi

a. Definisi Hipertensi

Hipertensi merupakan gangguan asimptomatik yang

ditandai dengan peningkatan tekanan darah secara persisten,

dimana diagnosa hipertensi pada orang dewasa ditetapkan paling

sedikit dua kunjungan dimana lebih tinggi atau pada 140/90

mmHg (Potter dan Perry, 2006). WHO (2011), menetapkan

kategori tekanan darah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Level Tekanan Darah

Level Tekanan DarahNormal Sistolik : dibawah 120 mmHg

Diastolik : dibawah 80 mmHgResiko (prehipertensi)

Sistolik : 120 – 139 mmHgDiastolik : 80 – 89 mmHg

Hipertensi Sistolik : lebih tinggi atau pada 140 mmHgDiastolik : lebih tinggi atau pada 90 mmHg

b. Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi hipertensi pada individu berumur 18 tahun ke

atas menurut laporan joint National Committee on Detection,

Evaluation, and Treatment of High Blood Preassure (1993)

dalam Smeltzer dan Bare (2002), sebagai berikut :

Tabel 2.2 Level Tekanan Darah

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)Stadium 1 (ringan) 140 – 159 90 – 99Stadium 2 (sedang) 160 – 179 100 – 109Stadium 3 (berat) 180 – 209 110 – 119Stadium 4 (sangat berat)

≥ 210 ≥ 120

Klasifikasi hipertensi dibagi 4 stadium yaitu stadium

ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Stadium ringan berada

pada rentang 140/90 – 159/99 mmHg. Stadium sedang berada

pada rentang 160/100 – 179/109 mmHg. Stadium berat berada

pada rentang 180/110 – 209/119 mmHg. Sedaangkan stadium

sangat berat berada diatas atau sama dengan 2210/120 mmHg.

c. Faktor Penyebab Hipertensi

Dalam Potter dan Perry (2006), individu dengan riwayat

keluarga hipertensi beresiko mengalami hipertensi. Selain itu,

kegemukan, merokok, pengguna berat alkohol, kadar kolesterol

tinggi dan terpapar stress secara kontinu juga dihubungkan

dengan hipertensi. Smeltzer dan Bare (2002) juga berpendapat

bahwa hipertensi dipengaruhi oleh “gangguan emosi, obesitas,

konsumsi alkohol yang berlebihan, rangsangan kopi yang

berlebih, tembakau dan obat-obatan yang merangsang, tetapi

penyakit ini sangat dipengaruhi oleh faktor keturunan”.Oleh

karena itu dapat disimpulkan bahwa hipertensi memiliki

kecenderungan genetik kuat yang dapat diperparah oleh faktor-

faktor sebagai berikut :

1) Jenis kelamin

Pria lebih beresiko mengalami cardiovascular

disease and hypertension (CVDH) daripada wanita. Akan

tetapi, setelah wanita mengalami menopause makan

insiden terjadi CVDH kan cenderung sama pada wanita

dan pria (Reckelhoff, 2001).

Pada usia <45 tahun , pria lebih beresiko karena

hipertensi dibanddingkan dengan perempuan. Setelah usia

45 tahun, resiko pria dan wanita terhadap penyakit

hipertensi relatif sama. Setelah usia lebih dari 55 tahun,

wanita lebih beresiko mengalami hipertensi daripada pria

(Patel, 1995 dalam Lidya 2009).

2) Usia

Umumnya lanjut usia mengalami peningkatan

tekanan darah. Hal ini dapat disebabkan pembuluh darah

yang tersumbat oelh penimbunan lemak atau pembuluh

darahnya menjadi kaku karena proses penuaan (Stanley

dan Beare, 2002).

Harlock (1980, dalam Winanti 2010)

mengkategorikan usia dewasa kedalam usia dewasa awal

(18 – 39 tahun), usia dewasa tengah (40 – 60 tahun) dan

lansia (>60 tahun). Hipertensi merupakan penyakit

degeneratif yang kebanyakan terlihat pada lanjut usia.

3) Obesitas

Obesitas dan hipertensi mempunyai hubungan yang

dekat. Tekanan darah yang meningkat seiring dengan

peningkatan berat badan menghasilkan hipertensi sekitar

50% individu yang obesitas. Penurunan berat badan

seberat 10 kg yang dipertahankan selama dua tahun akan

menurunkan tekanan darah kurang lebih 6,0/4,6 mmHg.

Canadian Hypertension Education Program (CHEP)

melaporkan bahwa tekanan darah akan berkurang sekitar

2/1 mmHg setiap penurunan 1 kg berat badan (Aziza,

2007).

4) Pola makan

Banyak makan makanan yang mengandung bahan

pengawet, garam , dan bbumbu penyedap juga dapat

menyebabkan hipertensi. Hal ini disebabkan karena

makanan tersebut banyak mengandung natrium yang

bersifat menarik air ke dalam pembuluh darah, sehingga

beban kerja jantung untuk memompa darah meningkat dan

mengakibatkan hipertensi. Konsumsi alkohol dan kpi

berlebihan juga mengakibatkan hipertensi. Efek alkohol

dan kpi terhadap tekanan darah masih belum begitu jelas,

namun diduga ada kitannya dengan perangsangan saraf

otonom simpatis dan pengaruh hormon kortisol, yang

keduanya dapat menghasilkan efek peningkatan tekanan

darah (Mayo Clinic Staff, 2012).

5) Pekerjaan

Pekerjaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan

responden untuk memperoleh imbalan atau mendapatkan

penghasilan. Peningkatan tekanan darah akibat rangsangan

psikososial terjadi pada mereka yang bekerja secara

intensif dan terus menerus. Prevalensi hipertensi pada

petani 1,8% lebih rendah daripada prevalensi hipertensi

pada nelayan. Prevalensi hipertensi lebih tinggi pada

mereka yang bekerja dibagian administrasi dibandingkan

pada mereka yang pengangguran sekitar 9,6% (Darmojo,

2000 dalam Lidya, 2009)

6) Rokok/ tembakau

Kebiasaan merokok diperkirakan mulai banyak

dikenal di Indonesia pada awal abad ke-19 yang lalu.

Merokok adalah suatu kegiatan membakar tembakau yang

kemudian dihisap asapnya, baik langsung maupun

menggunkan pipa. Merokok sudah menjadi lifestyle bagi

sebagian orang. Sikap orang tersebut terhadap rokok yang

dipengaruhi seseorang menjad perokok atau tidak (Dariyo,

2008).

Gas CO yang dihasilkan oleh rokok mempunyai

kemampuan mengikat hemoglobin (Hb) yang terdapat

dalam sel darah merah (eritrosit) lebih kuat disbanding

oksigen (Kozlowski, et al., 2001). Akibatnya, sel tubuh

menjadi kekurangan oksigen dan akan berusaha

meningkatkan oksigen melalui kompensasi pembuluh

darah dengan jalan menciut (spasme). Bila proses spasme

berlangsung lama dan terus menerus, akibatnya pembuluh

darah akan mudah rusak dengan terjadinya aterosklerosis.

Aterosklerosis atau pengerasan pembuluh darah

tersebut mengakibatkan tekanan darah di dalam pembuluh

menjadi tinggi. Selain itu nikotin yang terkandung dalam

asap rokok menyebabkan perangsangan terhadap hormone

adrenalin yang bersifat memacu jantung dan tekanan darah

(Husaini, 2007).

7) Aktivitas fisik

Olahraga dinamis sedang (30 – 45 menit, 3 – 4

kali/minggu) efektif dalam menurunkan tekanan darah

pada pasien hipertensi dan orang normotensi pada

umumnya. Olahraga aerobik teratur seperti jalan cepat

atau berenang pasien hipertensi menurunkan tekanan

darah 4,9/3,9 mmHg. Olahraga ringan lebih efektif dakam

menurunkan tekanan darah (Aziza, 2007).

d. Manifestasi Klinis Hipertensi

Individu yang menderita hipertensi kadang tidak

menampakkan gejala selama bertahun-tahun. Gejala bila ada,

biasanya menunjukkan adanya kerusakan vaskuler, dengan

manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi

oleh pembul;uh darah bersangkutan. Dalam Smeltzer dan Bane

(2002), pada saat pemeriksaan fisik, mungkin tidak dijumpai

kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat

pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan,

eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan

pada kasus berat, edema pupil. Gejala yang mungkin antara

lain : peningkatan tekanan darah, kepala terasa pusing, sering

marah, telinga terasa berdengung, mata berkunang-kunang,

sukar tidur dan lainnya.

Menurut Mayo Clinic Staff (2012), sebagai orang yang

menderita tekanan darah tinggi akan mengeluhkan sakit kepala

yang terasa tumpul, perdarahan lewat hidung (mimisan) yang

semakin sering, atau pusing (sensasi berputar, vertigo). Namun

tidak sedikit pula orang yang tidak mengalami gejala apapun,

walaupun tekanan darahnya telah mencapai tingkat yang

membahayakan (tekanan sistolik di atas 160 mmHg atau

tekanan diastolic di atas 100 mmHg).

e. Komplikasi dari Hipertensi

Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung,

stroke, dan gagal ginjal. Tingginya tekanan darah yang lama

akan merusak pembuluh darah di seluruh tubuh, dimana yang

paling jelas pada mata, jantung, ginjal, dan otak. OLeh karena

itu, konsekuensi yang biasa terjadi pada hipertensi yang lama

dan tidak terkontrol adalah gangguan penglihatan, oklusi

coroner, gagal ginjal, dan stroke (Smeltzer dan Bane, 2002).

Dalam Smeltzer dan Bane (2002), Institut Nasional

Jantung dan Darah memperkirakan separuh orang yang

menderita hipertensi tidak sadar akan kondisinya. Begitu

penyakit ini diderita, tekanan darah psien harus terus dipantau

dengan interval yang teratur karena hipertensi merupakan

kondisi seumur hidup.

f. Penatalaksanaan pada Penderita Hipertensi

Penatalaksanaan pada hipertensi adalah mempertahankan

tekanan darah dibawah 140/90 mmHg (Smeltzer dan Bane,

2002). Penanganannya dapat secara non farmakologi dan

farmakologi. Penanganan hipertensi sebaiknya dimulai dengan

memperbaiki gaya hidup yaitu mengatur diet (makan rendah

garam dan mempertahankan berat badan dalam batas normal),

latihan yang teratur sepanjang tidak bertentangan dengan

keadaan penyakit yang dialami, berhenti merokok, minum kopi,

dan alkohol (Mayo Clinic Staff, 2012) :

1) Modifikasi diet dan turunkan berat badan

Diet yang anjurkan adalah DASH (Dietary

Approaches to Stop Hypertension); yang terdiri atas diet

tinggi buah, tinggi sayur, dan produk susu yang rendah

lemak. Kurangi juga asupan garam sampai dengan 6 gram

NaCl (garam dapur) per hari. Jangan lupakan penurunan

berat badan. Pertahankan berat badan dalam kisaran ideal,

yaitu dalam kisaran indeks massa tubuh 18,5 sampai

dengan 24,9. Dari upaya penurunan berat badan,

diharapkan tekanan darah sistolik dapat turun 5 – 20

mmHg per penurunan sebanyak 10 kg. Sedangkan dari

diet, diharapkan tekanan darah sistolik dapat turun 2 – 4

mmHg.

2) Aktivitas fisik

Olahraga yang dianjurkan adalah olahraga aerobic,

selama minimal 30 menit per hari, dan harus dilakukan

setidak-tidaknya 4 – 5 hari dalam seminggu secara rutin.

Contoh olahraga yang baik adalah jalan cepat (brisk

walking). Diharapkan tekanan darah sistolik dapat turun 4

– 9 mmHg.

3) Berhenti merokok, kurangi konsumsi alkohol dan kopi

Dengan berhenti merokok, membatasi konsumsi

alkohol dan kopi, maka dari upaya ini diharapkan tekanan

darah sistolik dapat turun 2 – 4 mmHg.

Jika hal-hal tersebut dapat berhasil mengontrol tekanan

darah, maka tidak diperlukan obat-obat antihipertensi (Siburan,

2005). Namun, jika modifikasi gaya hidup dan pola makan tidak

berhasil menurunkan tekanan darah tinggi, barulah seseorang

membutuhkan intervensi obat. Untuk obat-obatan antihipertensi,

sebaiknya dikonsultasikan terlebih dahulu dengan dokter

mengenai pengobatan hipertensi yang benar dan tepat.

B. Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Faktor Resiko Hipertensia. Usiab. Jenis kelaminc. Pengetahuan tentang

rokokd. Perilaku merokoke. Tipe perokok :

- Perokok aktif- Perokok pasif

f. Jenis rokokg. Jumlah rokok yang dihisaph. Lama merokok

HIPERTENSI

C. Variabel Penelitian

Untuk variabel independen adalah pengetahuan dan perilaku merokok

dan variabel dependen adalah penderita hipertensi.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain

deskriptif sederhana. Desain penelitian ini tidak melakukan intervensi dari

peneliti. Penelitian untuk melihat, mendeskripsikan dan menggambarkan

suatu fenomena kesehatan yang terjadi di masyarakat (Notoatmojo, 2010).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan

perilaku merokok pada penderita hipertensi di RW 5 Desa Bintoro

Kecamatan Demak Kabupaten Demak.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan .......................2015 di wilayah

RW 5 Desa Bintoro Kecamatan Demak Kabupaten Demak. Peneliti memilih

tempat ini dengan alasan ada angka kejadian hipertensi dan banyak

masyarakat yang menderita penyakit komplikasi dari hipertensi seperti

penyakit jantung. Di tempat ini juga banyak orang yang melakukan

kebiasaan merokok.

Desa Bintoro terletak di Kecamatan Demak Kabupaten Demak Jawa

Tengah. Demak. Letak Desa Bintoro berada pada ....... km dari ibukota

kecamatan, dan ....... km dari ibukota kabupaten. Luas Desa Bintoro ± ........

yang terdiri dari permukiman dan pekarangan, bangunan umum dan lain-

lain. Secara topografi daerah ini termasuk daerah yang ........... dengan

ketinggian ...... m di atas permukaan laut. Jumlahpenduduk di Desa Bintoro

hingga akhir tahun 2014 berjumlah ........ jiwa yang terdiri dari ........ Kepala

Keluarga (KK), terbagi menjadi ....... Rukun Warga (RW) dan ...... Rukun

Tetangga (RT). Dituinjau dari segi mata pencaharian, sebagaian besar

bekerja sebagai ................... Warga Desa Bintoro ........... % memeluk agama

.......... Di wilayah RW 5 terdapat ..... KK dengan penderita hipertensi

sebanyak .......

C. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling

Populasi adalah keseluruhan objek yang akan diteliti sedangkan objek

yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi disebut sampel

(Notoatmodjo, 2010). Populasi target pada penelitian ini adalah semua

perokok aktif maupun perokok pasif yang menderita hipertensi (laki-laki

maupun perempuan) di RW 5 Desa Bintoro Kecamatan Demak Kabupaten

Demak.

Teknik pengambilan sampel yang dilakukan peneliti adalah dengan

merode purposive sampling yaitu pengambilan sampel didasarkan pad suatu

pertimbangan yang dibuat peneliti sendiri berdasarkan ciri atau sifat-sifat

pupolasi yang sudah diketahui sebelumnya. Sampel yang diambil dalam

pernelitian ini dihitung melalui perhitungan :

n = Z12 - α/2.p(1 – p)

d2

= (1,65)2.0,5.(1 – 0,5) (0,1)2

= 68 responden Keterangan :n : jumlah sampel minimal yang diperlukan Z1

2 - α/2 : konstanta derajat kepercayaan (1,65)d : presisi mutlak/ limit error (0,1)p : proporsi jika tidak diketahui nilainya

Teknik pengambilan sampling dengan menggunakan purposive

sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan cara menentukan orang

yang akan diteliti dengan kriteria inklusi dan eksklusi untuk menggali data

yang akan digunakan dalam penelitian.

a. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian

mewakili sampel penilitian yang mempunyai syarat sebagai sampel

(Hidayat, 2009). Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu :

1) Penduduk tetap yang tinggal di RW 5 Desa Bintoro Kecamatan

Demak Kabupaten Demak dan menderita hipertensi

2) Memahami bahasa Indonesia dan bisa baca tulis

3) Bersedia menjadi responden dan menandatangani lembar

persetujuan menjadi responden

b. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subyek penelitian

tidak dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai

sampel penelitian yang menyebabkan antara lain adalah hambatan

etis, menolak menjadi responden atau berada pada suatu keadaan yang

tidak memungkinkan untuk dilakukan penelitian (Hidayat, 2009).

Adapun kriteria eksklusi dalam penelitian ini yaitu :

1) Penderita hipertensi di RW 5 Desa Bintoro Kecamatan Demak

Kabupaten Demak yang mengalami kecacatan, kelemahan fisik

atau mental.

D. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional

Cara Ukur Alat Ukur

Hasil Ukur Skala

Usia Lamanya waktu hidup yang sudah dilalui responden sampai saat mengisi kuesioner

Peneliti memberikan pernyataan terbuka dalam kuesioner dengan isian jawaban bebas

Kuesioner

1. Dewasa awal

2. Dewasa tengah

3. Lansia

Ordinal

Jenis Kelamin

Identitas biologis responden dilihat dari penampilan fisik

Peneliti memberikan pertanyaan tertutup dalam kuesioner dengan pilihan jawaban laki-laki atau perempuan

Kuesioner

1. Laki-laki2. Perempuan

Nominal

Pekerjaan Kegiatan yang dilakukan responden

Peneliti memberikan pertanyaan

Kuesioner

1. Karyawan2. Ibu rumah

tangga

Nominal

untuk memperoleh penghasilan

terbuka dalam kuesioner dengan isian jawaban bebas

3. Buruh4. Tidak

bekerja5. Lain-lain

Pengetahuan

Hasil belajar responden baik melalui pendidikan formal, non formal, ataupun dari informasi yang didapatkan dai lingkungan sekitar

Menggunakan pertanyaan kuesioner. Pertanyaan tentang tingkat pengetahuan sejumlah 11 pertanyaan dengan menggunakan pilihan jawaban. Responden memilih jawaban yang paling benar

Kuesioner

1. Pengetahuan baik

2. Pengetahuan kurang

Hasil analisa pengetahuan didapat bahwa grafik terdistribusi normal sehingga penggolongan pengetahuan baik dan pengetahuan kurang dengan menggunakan nilai mena sebagai cut off point (mean pada data : 21,20 dibulatkan menjadi 21). Nilai ≤ 21 dikategorikan sebagai pengetahuan kurang, dan nilai > 21 dikategorikan sebagai pengetahuan baik

Ordinal

Tipe perokok

Perilaku merokok responden, aktif atau pasif

Peneliti memberikan pertanyaan tertutup dalam kuesioner dengan jawaban ya atau tidak

Kuesioner

1. Perokok aktif

2. Perokok pasif

Nominal

Jenis rokok Jenis rokok yang dihisap responden. Berdasarkan efeknya, dikelompokkan menjadi dua yaitu rokok filter dan rokok non filter

Peneliti memberikan pertanyaan tertutup dalam kuesioner dengan pilihan jawaban filter atau non filter

Kuesioner

1. Rokok filter

2. Rokok non filter

Nominal

Lama merokok

Lama responden berperilaku merokok yang dihitung dalam tahun

Peneliti memberikan pertanyaan tertutup dalam kuesioner dengan pilihan jawaban 1 – 5 tahun, 6 – 10 tahun, 11 – 15 tahun, > 15 tahun

Kuesioner

1. < 10 batang

2. 10 – 20 batang

3. > 20 batang

Nominal

E. Alat Pengumpulan Data

F. Teknik Pengumpulan Data

G. Pengolahan Data

Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan tahap-tahap sebagai

berikut :

1. Pemeriksaan data (editing), yaitu merupakan pemeriksaan daftar

pernyataan yang telah diisi oleh responden. Pemeriksaan daftar

pernyataan ini dapat berupa kelengkapan jawaban, keterbacaan tulisan

dan relevansi jawaban dari responden (Setiadi, 2007).

2. Menghitung skor (scoring), menghitung skor atau nilai dari masing-

masing item. Pada tahap scoring ini penelitian memberi nilai pada

data sesuai dengan skor yang telah ditentukan berdasarkan kuesioner

yang telah diisi oleh responden.

3. Pemberian kode (coding), yaitu merupakan pengklasifikasian

jawaban-jawaban dari responden dalam suatu kategtori tertentu

(Setiadi, 2007).

4. Memasukkan data (entry), proses memasukkan data ke dalam tabel

dilakukan dengan program komputer (Setiadi, 2007). Jawaban yang

sudah diberi kode kemudian dimasukkan tabel melalui pengolahan

sistem komputer.

5. Pembersihan data (cleaning), merupakan teknik pembersihan data,

data-data yang tidak sesuai dengan kebutuhan akan terhapus (Setiadi,

2007). Pembersihan data dilakukan setelah semua data berhasil

dimasukkan ke dalam tabel dengan mengecek kembali apakah data

telah benar atau tidak.

H. Analisis Data

I. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti perlu mendapat rekomendasi

dari tempat penelitian. Setelah mendapat persetujuan barulah melakukan

penelitian dengan memperhatikan masalah etika penelitian (Hidayat, 2009).

Etika penelitian tersebut meliputi :

1. Lembar persetujuan (Inform Concent)

Lembar persetujuan merupakan cara persetujuan antara peneliti

dengan reponden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.

Diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar

persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed concent agar

responden mengerti maksud dan tujuan penelitian. Dalam penelitian

lembar persetujuan responden diberikan kepada responden.

2. Tanpa nama (Anonimity)

Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan

nama responden tetapi dengan cara penulisan kode pada lembar

pengumpulan data.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan

jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-

masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin

kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan

dilaporkan pada hasil riset.