Upload
doanthu
View
242
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
METODE BIMBINGAN ZAKAT INFAQ DAN SHADAQAH
(ZIS) PADA MAJELIS KONSELING DI YAYASAN
DARUL QUR’AN NUSANTARA TANGERANG
Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh
HARVINA ANDASARI
NIM: 103052028659
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1433 H. / 2012 M.
METODE BIMBINGAN ZAKAT INFAQ DAN SHADAQAH
(ZIS) PADA MAJELIS KONSELING DI YAYASAN
DARUL QUR’AN NUSANTARA TANGERANG
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh
HARVINA ANDASARI
NIM: 103052028659
Pembimbing
Prof. Dr. Hj. Ismah Salman, M.Hum
NIP : 19470515 196798 2 001
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1433 H./2012 M.
i
ABSTRAK
Harvina Andasari
Metode Bimbingan Zakat Infaq dan Shadaqah (ZIS)pada Majelis Konseling
di Yayasan Darul Qur’an Nusantara Tangerang
Dalam setiap persoalan atau permasalahan pastinya seseorang
membutuhkan solusi yang tepat bagi permasalahannya. Solusi yang tepat dari
permasalahan tersebut adalah Allah, dan sebagai perantaranya melalui konselor.
Dalam memberikan bimbingan ZIS (zakat,infq,shodaqoh) tentunya terdapat
beberapa metode, dimana metode tersebut merupakan salah satu jalan dakwah
untuk mencapai suatu tujuan amar ma’ruf nahi munkar.
Untuk itu penulis merumuskan masalah yang menjadi obyek penelitian,
yaitu: a) Bagaimana metode bimbingan ZIS di Majelis Konseling pada Yayasan
Daarul Qur’an Nusantara.. b) Bagaimana materi yg digunakan dalam bimbingan
ZIS di Majelis Konseling pada Yayasan Daarul Qur’an Nusantara. c). Bagaimana
bentuk dan waktu bimbingan ZIS di Majelis Konseling pada Yayasan Daarul
Qur’an Nusantara.
Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan desain deskriptif analisis,
dengan menggunakan teknik wawancara, obserfasi, dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bimbingan konseling yang diberikan
oleh Majelis Konseling Yayasan Daarul Qur’an ini adalah adanya upaya
menanamkan pemahaman bahwa sebagian besar permasalahan manusia dalam
memahami permasalahannya, terutama memahami tentang solusi dari
permasalahannya, agar kembali lagi berpedoman kepada ajaran al-qur’an dan
sunnah.
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil ‘Alamiin, penulis panjatkan segala puji dan syukur
ke hadirat Allah SWT Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana, karena atas izin
dan kehendak-Nyalah penulis dapat menyelesaikan hasil karya tulisan dan pikiran
ini, sehingga terlaksana sesuai dengan harapan. Shalawat serta salam tercurahkan
kepada Nabi besar Muhammad SAW, yang telah menjadi suri tauladan bagi
seluruh umat manusia, dan membawa kita sebagai umatnya mampu dalam
mengenal, mencari, dan menegakkan syariat Islam.
Pada dasarnya dalam proses penulisan skripsi ini, penulis banyak
mengalami kesulitan, akan tetapi karena atas kekuasaan dan izin Allah SWT,
melalui bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak, akhirnya skripsi ini dapat
penulis selesaikan walaupun banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis perlu menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya terutama kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, MA, selaku Rektor Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Arief Subhan MA, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan
Komunikasi, Bapak Drs. Wahidin Saputra MA, selaku Pembantu
Dekan Bidang Akademik, Bapak Drs. Mahmud Jalal MA, selaku
Pembantu Dekan Bidang Administrasi Umum, Bapak Drs. Study
Rizal, LK, MA, selaku Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswan.
iii
3. Ibu Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si selaku Ketua Jurusan Bimbingan
dan Penyuluhan Islam, yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk dapat meneruskan revisi skripsi ini.
4. Bapak Drs. Sugiharto, MA selaku Sekretaris Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam, yang telah membantu penulis mengurus keperluan
untuk menyelesaikan sidang skripsi ini.
5. Ibu Prof. Dr. Hj. Ismah Salman, M. Hum., selaku dosen pembimbing
yang telah memberikan motivasi dan semangat juang untuk
menyelesaiakan skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi khususnya di
Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam yang telah memberikan
pengalaman akademis berupa ilmu pengetahuan, semoga seluruh
kebaikan mereka diberi balasan yang lebih baik dari apa yang pernah
mereka ajarkan.
7. Pihak Yayasan Darul Qur’an Nusantara, terimakasih atas ijin untuk
melakukan penelitian.
8. Ayahanda Hamdi dan Ibunda tersayang Kustantina yang telah
melahirkan dan membesarkan Penulis dengan kasih sayangnya.
“Mama, papa hanya inilah yang dapat Penulis persembahkan.” Adik-
adik penulis, Ramdhana Fajri, Hildan Wardhana, Ilham Kustandi, yang
telah menemani penulis dengan canda tawa
iv
9. Suami penulis, Muhammad Nur Ikhsan, ST, dan putri ku Asla Marwah
Abqariah yang sudah banyak membantu penulis serta motivasinya,
terimakasih atas pengertian yang telah diberikan selama ini.
10. Teman-teman penulis di Jurusan BPI yang telah melukiskan kenangan
indah bersama dalam waktu yang cukup lama.
11. Keluarga Besar Mahasiswa Jurusan BPI, para senior dan junior, yang
senantiasa membantu penulis menuju pendewasaan diri.
12. Teman-teman di Al-Azhar Ika, Septi, Ana, Nila, Tina, Nurul, Iswan,
Ridla, Khairul, Rizki, Bilal, Amin, Iwan, Imron, Lukman,Himawan,
Royan, Mas Agus, Mas Tofik, Pak Anwar Sani, Mas Syarifuddin, Mba
Ningsih, Mba Dwi, Mba Titin, Ibu Emalia, dan Pak Nur.Atas
dukungan dan doa kalian semua impian penulis dapat terwujud.
13. Teman-teman Kosan WIKMA, Diah, Uni Wetty, Wiche, Tita, Heni,
Ana, Ia, Hani, Dede, Fiqri, Leni, Irma, yang telah menyempatkan
waktu kepada penulis dalam mengungkapkan permasalahan hidup.
14. Dan semua pihak yang telah ikut membantu hingga tersusunnya karya
tulis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
v
Akhirnya, hanya kepada Allah SWT. Penulis berserah diri, semoga
semua bentuk perhatian, bantuan dan partisipasi yang telah diberikan
mendapat pahala yang setimpal dari-Nya. Dan harapan penulis semoga
karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam
bidang Bimbingan dan Penyuluhan Islam. Amin.
Ciputat, 15 September 2012
Harvina Andasari
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ....................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. 6
D. Tinjauan Pustaka ...................................................................... .8
E. Teknik Penulisan ...................................................................... .9
F. Sitematika Penulisan ................................................................ .9
BAB II LANDASAN TEORI A. Metode Bimbingan Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS) ............ 11
1. Pengertian Metode ............................................................... 11
2. Pengertian Bimbingan .......................................................... 12
3. Pengertian Zakat ................................................................... 13
4. Pengertian Infaq .................................................................... 18
5. Pengertian Shadaqah ............................................................. 19
B. ZIS Sebagai Metode Bimbingan ............................................. 23
C. Zakat, Infaq dan Shadaqah dalam Ajaran Islam ....................... 27
D. Manfaat/Hikmah Zakat, Infaq dan Shadaqah ........................... 30
BAB III Metodologi Penelitian A. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 35
B. Metode Penelitian ..................................................................... 36
C. Fokus Penelitian ....................................................................... 38
D. Sumber Data ............................................................................. 39
E. Teknik Pengambilan Data......................................................... 39
F. Asumsi Penelitian ..................................................................... 41
G. Analisa Data ............................................................................. 43
BAB IV Temuan dan Analisis Data
A. Gambaran Umum Yayasan Darul Qur’an Nusantara .............. 45
1. Latar Belakang Berdirinya .................................................... 45
2. Visi, Misi dan Tujuan ........................................................... 46
3. Program-program .................................................................. 47
B. Temuan dan Analisa Data Lapangan ....................................... 51
C. Uji Asumsi ................................................................................ 57
vii
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .............................................................................. 60
B. Saran ........................................................................................ 61
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 63
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemiskinan dan kesenjangan sosial serta ekonomi dari sebuah negara
yang kaya dengan sumber daya alam dan mayoritas penduduknya beragama
Islam, seperti Indonesia, merupakan suatu keprihatinan. Penanganan yang
terkesan tidak serius, terhadap nasib dan masa depan puluhan juta kaum
dhuafa yang tersebar di seluruh tanah air, merupakan sikap yang berlawanan
dengan semangat dan komitmen Islam terhadap persaudaraan dan keadilan
sosial.
Jika dicermati, bukanlah karena persoalan kekayaan alam yang tidak
sebanding dengan jumlah penduduk, akan tetapi lebih karena tatanan sosial
yang buruk, serta rendahnya rasa kesetiakawanan sosial yang mengakibatkan
persoalan distribusi pendapatan dan akses ekonomi yang tidak adil.
Upaya yang hendaknya dilakukan, dalam rangka penanganan
permasalahan tersebut adalah harus dilakukan secara menyeluruh dan
tersistem dengan baik. Menurut Prof. Dr. Azyumardi Azra dalam salah satu
tulisannya menyatakan bahwa “…lingkaran kemiskinan yang terbentuk dalam
masyarakat kita lebih banyak kemiskinan struktural, sehingga upaya
2
mengatasinya harus dilakukan melalui upaya yang bersifat prinsipil,
sistematis, dan komprehensif, bukan hanya bersifat parsial dan sporadis….”1
Islam sebagai agama yang membawa petunjuk keadilan bagi seluruh
makhluk, telah membangun sebuah konsep saling berbagi terhadap sesama
terutama bagi yang memerlukan. Dengan mengajarkan kepada ummat Islam,
bahwa harta kekayaan itu statusnya bukan hak milik seutuhnya dari orang
yang memilikinya, melainkan sebahagian adalah hak orang lain yang harus
diberikan. Sebagaimana yang tercantum dalam al-Qur’an surah at-
Taubah/9:35 berikut:
Artinya: “ (Ingatlah) pada hari ketika emas dan perak dipanaskan dalam
neraka Jahanam, lalu dengan itu disetrika dahi, lambung dan
punggung mereka (seraya dikatakan) kepada mereka, “Inilah
harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka
rasakanlah (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (QS: Al-
Taubah: 35).2
Bahkan harta merupakan amanah Allah SWT. yang dititipkan kepada
manusia untuk dikelola, dan diambil manfaatnya oleh yang memiliki dan oleh
masyarakat seluruhnya. Sebagaimana yang tercantum dalam al Qur’an surat
at-Taubah:103 berikut:
1 Azyumardi Azra, Berderma untuk Semua Wacana dan Praktik Filantropi Islam
(Jakarta: Teraju, 2003), Cet. Ke-1, hal. 247-248. 2 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: Genta Risalah Press,
1992), Ed. Revisi, h. 283.
3
Artinya: “Ambilah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan
menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya
doamu itu (menumbuhkan) ketentraman jiwa bagi mereka. Allah
Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS: Al-Taubah: 103).3
Harta kekayaan menurut ajaran Islam mempunyai fungsi sosial untuk
kepentingan masyarakat, kepentingan umum, dan kepentingan perjuangan
agama, disamping fungsinya untuk memenuhi kepentingan pribadi. Secara
pandangan lahiriyah, manusia memang yang berupaya untuk mendapatkan
harta dengan jalan apa saja. Namun hakikat dari seluruh upaya manusa itu
adalah campur tangan Allah SWT, yang memiliki apa yang ada di alam
semesta dan isinya. Hak milik mutlak hanya ditangan Allah SWT. Murni
Djamal melalui pernyataannya yang tertulis dalam bukunya, menyatakan
bahwa manusia diberikan kebebasan mencari harta namun “…manusia hanya
mempunyai hak pakai atau hak guna sejauh tidak bertentangan dengan
kepentingan yang bersifat umum, seperti untuk masyarakat banyak, fakir,
miskin, perjuangan agama atau fisabilillah dan sebagainya….”4
Salah satu konsep yang diajarkan dalam Islam dalam rangka
mengentaskan kemiskinan adalah dengan menunaikan zakat, infaq, dan
shadaqahah. Dalam pelaksanaannya, ketiganya mempunyai aturan dan
3 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahanya, h. 297-298.
4 Murni Djamal, Ilmu Fiqh (Jakarta: Proyek Pembinaan dan Sarana Perguruan Tinggi
Agama/IAIN Jakarta, 1983), Cet. Ke-2, h. 238.
4
pedoman yang khusus. Aturan dan pedoman yang khusus ini merupakan acuan
yang melatar belakangi seseorang melaksanakan ketiganya. Walaupun
demikian, secara umum seseorang akan merasa berat untuk melakukan salah
satu atau bahkan ketiganya. Oleh karena itu, perlu pengarahan dalam
pelaksanaan zakat, infaq, dan shadaqah ini sehingga dapat dipahami yang
dilanjutkan dengan pengamalan yang dilandasi dengan kesadaran penuh.
Untuk mewujudkan kesadaran tersebut, pengarahan-pengarahan yang
berbentuk bimbingan tertentu baik perorangan ataupun kelompok dapat
dijadikan fasilitas yang sangat baik.
Bimbingan zakat, infaq, dan shadaqah menjadi perlu dilakukan
karena konsep ketiganya adalah memberikan sebagian harta yang dimiliki diri
sendiri kepada orang lain, hal ini tentunya akan dirasakan sangat berat. Ini
adalah akibat dari kurangnya pengetahuan atau tipisnya kepercayaan kepada
janji Allah yang akan melipat gandakan harta yang diberikan. Seperti apa yang
tercantum dalam al Qur’an surah al-Baqarah/2: 261 berikut:
Artinya: “Perumpaman (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya dijalan Allah adalah serupa dengan sebutir
benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir, seratus
biji. Allah SWT melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia
kehendaki. Dan Allah SWT maha luas (karunia-Nya) lagi Maha
Mengetahui.” (QS: Al-Baqarah: 261).5
5 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 65.
5
Dalam memberikan bimbingan ZIS tentunya terdapat beberapa
metode, dimana metode tersebut merupakan salah satu jalan dakwah untuk
mencapai suatu tujuan amar ma’ruf dan nahi munkar. Seperti yang dilakukan
salah satu tokoh agama yaitu Ustad Yusuf Mansur. Dalam menjalankan
dakwahnya, beliau selalu mambawa konsep zakat, infaq, dan shadaqah
(selanjutnya disingkat dengan ZIS) dalam setiap materi yang disampaikan.
Sehingga mustami’ mendapatkan pencerahan tersendiri dalam memahami dan
mengamalkan ZIS.
Begitupun melalui bimbingan ZIS ini diharapkan menjadi motivator
kepada siapa saja yang akan menunaikan ZIS dengan dilandasi pengetahuan
dan pemahaman yang baik dan benar. Seperti halnya apa yang dilakukan
Ustad Yusuf Mansur dalam setiap dakwahnya yang menggerakkan hati untuk
berzakat, berinfaq, dan bershadaqah.
Atas dasar tersebut, metode bimbingan ZIS ini telah menarik perhatian
penulis untuk menelitinya lebih jauh. Salah satu lembaga yang
menyelenggarakan bimbingan ZIS ini adalah Majelis Konseling di bawah
naungan Yayasan Daarul Qur’an Nusantara yang dipromotori oleh Ustad
Yusuf Mansur, dimana lembaga tersebut juga mengumpulkan dan
menyalurkan ZIS.
Bertitik tolak dari uraian tersebut penulis tertarik untuk melaksanakan
penelitian, dan berinisiatif untuk mengangkat judul “Metode Bimbingan Zakat
Infaq Dan Shadaqahah (ZIS) Pada Majelis Konseling Di Yayasan Daarul
Qur’an Nusantara Tangerang.”
6
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1) Pembatasan Masalah
Banyak sekali orang yang melakukan bimbingan sebagai penuntas
masalah kehidupan pribadi umat manusia. Diantaranya ada yg datang ke
phisikolog, ustad atau guru ngaji, bimbingan di sekolah-sekolah, bahkan
ada yang datang ke paranormal atau dukun.
Namun penulis lebih tertarik dan memilih bimbingan atau
konseling yang bernuansa islami, yaitu bimbingan yang memberikan
solusi berupa pemahaman tentang ajaran agama, seperti ibadah wajib,
yaitu sholat wajib. Sedangkan ibadah sunnahnya seperti tahajud, dhuha,
puasa, dan ZIS ( zakat,infaq,shodaqah).
Adapun yang dimaksud penulis di sini yaitu tentang metode
bimbingan ZIS, yang dimana bimbingan ZIS tersebut merupaka
serangkaian dari solusi atas permasalahan. Dan penulis hanya membatasi
pada bagaimana metode bimbingan ZIS dan disertai dengan bentuk dan
materi yang diberikan, guna menunjang keberhasilan dari bimbingan
tersebut.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang diutaran diatas, maka
penulis dapat merumuskan pokok-pokok permasalahannya sebagai
berikut:
a. Apa saja metode yang digunakan dalam bimbingan ZIS pada
Majelis Konseling di Yayasan Daarul Qur’an Nusantara.
7
b. Bagaimana materi yang diterapkan dalam bimbingan ZIS pada
Majelis Konseling di Yayasan Daarul Qur’an Nusantara.
c. Bagaimana bentuk bimbingan ZIS yang bisa digunakan pada
Majelis Konseling di Yayasan Daarul Qur’an Nusantara.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan pada sebuah penelitian merupakan titik tolak dari setiap
kegiatan penelitian sesuai dengan pembatasan dan perumusan masalah
yang sudah dikemukakan, maka dari itu setelah membatasi dan
merumuskan masalah penelitian maka tujuan dari penelitian skripsi ini
menurut penulis adalah;
a) Untuk mengetahui metode bimbingan ZIS pada Majelis Konseling di
Yayasan Daarul Qur’an Nusantara.
b) Untuk mengetahui materi bimbingan ZIS pada Majelis Konseling di
Yayasan Daarul Qur’an Nusantara.
c) Untuk mengetahui bentuk dan waktu bimbingan ZIS pada Majelis
Konseling di Yayasan Daarul Qur’an Nusantara.
2. Manfaat Penelitian.
Adapun manfaat yang kiranya dapat diperoleh dari penelitian ini
adalah untuk:
a. Manfaat secara sosial (social value), diharapkan berguna untuk
memberikan pedoman yang baik bagi kehidupan klien agar bimbingan
8
tersebut manjadi motivasi dikehidupan kedepannya yang sesuai
dengan ajaran agama islam.
b. Manfaat secara akademik (academic value) diantaranya diharapkan
penulisa skripsi tentang bimbingan ZIS pada Majelis Konseling di
Yayasan Daarul Qur’an Nusantara.
c. Manfaat secara praktisi (practicion value) dari penelitian ini penulis
berharap dapat mensosialisasikan kepada klien agar terus melakuan
bimbingan yang sesuai dengan nilai-nilai dan syariat isalam.
d. Manfaat secara individual (individual value) penelitian ini dapat
diharapkan menjadi sebuah karya dan juga pedoman bagi penulis
untuk lebih mengembangkan wawasan dan khazanah keilmuan yang
dimiliki dalam hal bimbingan ZIS pada Majelis Konseling di Yayasan
Daarul Qur’an Nusantara.
D. Tinjauan Pustaka.
Dalam pembahasan yang akan disampaikan pada skripsi ini, memiliki
landasan literatur yang berkaitan dengan topik pembahasan, atau bahkan yang
memberikan inspirasi yang mendasari dilakukannya penelitian ini, di
antaranya:
a. Dari pembahasan skripsi sebelumnya pada jurusan Bimbingan Penyuluhan
Islam (BPI), penulis menemukan skripsi milik Riri Fikriyati,
101052022659, dengan judul “Bimbingan Islam Dalam Memberikan
Motivasi Bershadaqah di kalangan Siswa SMPN 254 Jagakarsa Jakarta
9
Selatan”. Dengan rumusan masalah, bagaimana bimbingan Islam yang
dilakukan oleh guru BP/BK, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi,
serta apa saja yang telah dihasilkan dari nilai-nilai positif lainnya dari
kegiatan shadaqahah.
b. Selanjutnya penulis juga meninjau skripsi Jurusan Manajemen Dakwah
(MD), yang disusun oleh “Andri, 103053028696, dengan judul “Konsep
Shadaqahah Ustadz Yusuf Mansur Dan Implementasinya Pada Pondok
Pesantren Daarul Qur’an Bulak Santri Tangerang”. Dengan rumusan
masalah “bagaimana konsep shadaqahah serta implementasi dari konsep
shadaqahah ustadz Yusuf Mansur pada Ponpes Daarul Qur’an”.
c. Berbeda dengan yang ingin penulis sampaikan lebih kepada cara atau
metode tentang ZIS, serta bentuk dan materi apa saja yang menjadi
penunjang dari proses konseling tersebut.
E. Teknik Penulisan.
Dalam teknik penulisan dan transliterasi skripsi ini peneliti
berpedoman dengan menggunakan buku “Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis,
Disertasi” yang disusun oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang
diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance)
Januari 2007, Cet. Ke- 1.
F. Sistematika Penulisan.
Untuk menghindari terjadinya tumpang tindih pembahasan, maka
dalam penulisan skripsi sangat diperlukan sistematika penulisan yang baik,
10
agar skripsi ini dapat tersampaikan dengan susunan yang rapi. Untuk itu, maka
penulis mensistematikakan penulisan skripsi ini sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan; Merupakan bab yang memuat latar belakang
masalah, pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, tinjauan pustaka, teknik dan sistematika penulisan.
Bab II Landasan Teori; Bab ini mengemukakan teori-teori yang
berkaitan dengan penelitian skripsi yang meliputi; Pengertian metode,
Pengertian bimbingan, dan pengertian zakat infaq dan shadaqahah (ZIS).
Kemudian pembahasan teori mengenai metode bimbingan ZIS, tuntunan ZIS
dalam ajaran islam, serta manfaat ZIS.
Bab III Metodologi Penelitian; Bab ini membahas tentang
metodologi penelitian yang digunakan dalam proses dan penyusunan skripsi
ini, terdiri dari; lokasi dan waktu penelitian, metode penelitian, fokus
penelitian, sumber data, teknik pengambilan data, asumsi penelitian dan
terakhir analisa data.
Bab IV Temuan dan Analisis Data Penelitian; Merupakan bab yang
menjelaskan tentang gambaran umum Yayasan Daarul Qur’an Nusantara dan
Majelis Konseling yang meliputi: Sejarah berdirinya, visi, misi dan program
kegiatan. Kemudian akan dikemukakan temuan lapangan yang berupa
interpretasi hasil wawancara dengan para subjek penelitian, pada akhir dari
bab ini dibahas mengenai analisis temuan lapangan dan uji asumsi.
Bab V Penutup; Bab ini terdiri dari Kesimpulan dan Saran penelitian.
11
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Metode Bimbingan
1. Pengertian Metode
Dalam pengertian harfiah, metode adalah “Jalan yang harus
dilalui“ untuk mencapai suatu tujuan.1 Metode berasal dari kata “meta”
yang berarti melalui dan “hodos” yang berarti jalan. Namun pengertian
hakekat dari “metode” tersebut adalah segala sarana yang dapat digunakan
untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Dalam “Kamus Besar Ilmu Pengetahuan”, terdapat dua pegertian
dari metode, yaitu:
a. Cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu
kegiatan guna mencapai tujuan yang telah ditentukan.
b. Cara melaksanakan atau mencapai ilmu pengetahuan berdasarkan
kaidah-kaidah yang jelas dan tegas.2
Menurut W.J.S Poerwadarminta menjelaskan bahwa metode
mempunyai pengertian sebagai berikut: “Cara yang telah diatur dan
terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud (dalam ilmu pengetahuan
dan sebagainya), cara menyelidiki (mengajar dan sebagainya)”. 3
1 H. M. Arifin, Pedoman dan Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta:
PT Golden Terayon Perss, 1998), Cet. Ke-6. h. 43. 2 Save M Dogun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Lembaga Pengkajian
Kebudayaan Nusantara, 1997), Cet. Ke-2. h. 112. 3 W.J. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995),
Cet. Ke-14. h. 649.
12
Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa metode adalah
suatu upaya terencana, sistematis dan rasional yang dilakukan seseorang
untuk mempersiapkan dan melakukan proses menemukan hasil dari suatu
tujuan tertentu.
2. Pengertian Bimbingan
Secara etimologi kata Bimbingan merupakan berasal dari Bahasa
Inggris “guidance”, dan dari kata kerja “to guide” yang mempunyai arti
menunjukkaan, membimbing, menuntun, ataupun membantu. Menurut
istilah, secara umum Bimbingan dapat diartikan sebagai suatu bantuan
atau tuntunan.
Bimbingan menurut Hallen A dalam Dr. Rahcman Natawidjaja
adalah:
“Bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan kepada
individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya
individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga ia sanggup
mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai
dengan tuntutan dan keadaan lingkungan keluarga dan masyarakat,
serta kehidupan umumnya. Dengan demikian ia dapat mengecap
kebahagiaan hidup dan dapat memberikan sumbangan yang berarti
bagi kehidupan masyarakat umumnya. Bimbingan membantu
individu mencapai perkembangan diri secara optimal sebagai
makhluk sosial”. 4
Sedang menurut Ahmad Mubarok, bimbingan adalah suatu
kegiatan pemberian bantuan psikologis pada seseorang, agar yang
4 Hallen A, Bimbingan Konseling, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), Cet. Ke-1, h. 5.
13
bersangkutan dapat menyelesaikan atau mengurangi sendiri masalah yang
sedang dihadapinya.5
Bimo Walgito mendefenisikan, bimbingan sebagai bantuan atau
pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu
dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam hidupnya
agar individu dapat mencapai kesejahteraan hidup.6
Bimbingan juga dapat diartikan dengan membantu individu
melalui usahanya sendiri untuk menanamkan dan mengembangkan
kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan pemanfaatan
sosial.7
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan oleh seseorang yang
ahli pada seseorang yang sedang menghadapi masalah (psikologis), secara
sistematis dan berkesinambungan kepada individu, agar tercapai
kemampuan untuk memahami dirinya sendiri, kemampuan untuk
menerima dirinya sendiri serta mampu untuk memecahkan masalahnya
secara mandiri dan bertanggung jawab.
3. Pengertian Zakat
Zakat berarti membersihkan harta milik seseorang dengan cara
pendistribusian, oleh kaum kaya kepada kaum miskin sebagai hak mereka.
5 Ahmad Mubarok, Konseling Agama, Teori dan Kasus, (Jakarta: PT. Bina Rena
Pariwara, 2005), Cet. Ke-3, h. 2. 6 Bimo Walgito, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Yogyakarta: Andi Offset,
1995), h. 4. 7 M. Umar dan Sartono, Bimbingan dan Penyuluhan untuk Fakultas Tarbiyah dan
Komponen MKDK, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1998), Cet. Ke-1, h. 11.
14
Dengan membayar zakat, maka seseorang memperoleh penyucian hati dan
dirinya serta telah melakukan tindakan yang benar dan memeperoleh
rahmat selain hartanya akan bertambah.8
Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat merupakan kata dasar
(masdar) dari zakat yang berarti berkah, tumbuhan bersih, baik dan
bertambah. Sesuatu itu zaka, berarti tumbuh dan berkembang, dan
seseorang itu zaka, berarti orang itu baik.9
Zakat dari segi istilah fiqh berarti “sejumlah harta tertentu yang
diwajibkan Allah SWT diserahkan kepada orang-orang yang berhak”.
Jumlah dari kekayaan yang dikeluarkan itu disebut zakat, karena yang
dikeluarkan akan menambah banyak yang sudah ada, membuat lebih
berarti dan melindungi harta kekayaan itu dari kebinasaan.10
Layaknya
tanaman yang berbuah dan buah tersebut jatuh ke tanah yang kemudian
akan menjadi bibit pohon yang sejenis.
Sedangkan menurut istilah syara’ yang telah dirumuskan oleh
fuqaha mengenai arti zakat, antara lain adalah:
a. Pemberian sesuatu yang wajib diberikan dari sekumpulan harta
tertentu, menurut sifat-sifat dan ukuran tertentu, kepada golongan
tertentu yang berhak menerimanya.
b. Nama harta yang dikeluarkan manusia dari hak Allah SWT, untuk
diberikan kepada saudaranya yang fakir miskin.
c. Nama dari sebagian dari harta yang dikeluarkan oleh hartawan, untuk
diberikan kepada saudaranya yang fakir miskin dan untuk kepentingan
8 Yasin Ibrahim al-Syaikh, Cara Mudah Menunaikan Zakat, (Jakarta: Pustaka Madani,
1998), Cet. Ke 1, h. 35. 9 Yusuf Qardhawi, Fiqhuz Zakat, (Libanon: Muassasat Ar Risalah, 1973), Cet.ke-2, h. 34.
10 Ibid, h. 35.
15
umum yang meliputi penertiban masyarakat dan peningkatan taraf
hidup umat.
d. Mengeluarkan sebagian harta, guna diberikan kepada mereka yang
telah diterangkan syara’, menurut aturan yang telah ditentukan di
dalam al-Qur’an, sunnah rasul, dan undang-undang fiqh.11
Dari pengetian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa zakat
adalah sebuah upaya pensucian/pembersihan harta benda yang dimiliki,
dengan cara mengeluarkan beberapa bagian yang sudah ditentukan, dan
diberikan kepada orang-orang dengan syarat-syarat tertentu, sesuai dengan
kaidah-kaidah fiqih.
Zakat adalah salah satu anjuran yang terdapat dalam rukun Islam
yang lima yakni, syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji. Hukum zakat
adalah wajib untuk dilakukan bagi umat Islam, hal ini termaktub baik
dalam al-Qur’an maupun sunnah Rasulullah Muhammad SAW.
Di antaranya Allah Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an surat al-
Taubah ayat: 71 yang berbunyi;
Artinya: “dan orang-orang mukmin itu, baik laki-laki maupun perempuan,
sebagian menjadi pemimpin bagi yang lain, saling menyuruh
berbuat baik dan melarang berbuat jahat, mendirikan shalat dan
membayarkan zakat serta mentaati Allah dan Rasul-Nya, mereka
11
Muhammad Ja’far, Tuntunan Ibadah Zakat, Puasa, Haji, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994),
h. 2.
16
tentulah akan memperoleh karunia dari Allah”. (QS: al-Taubah:
71).12
Allah juga berfirman dalam surat al-Dzariyat ayat: 15-19 yang
berbunyi;
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang bertaqwa itu berada di dalam surga-
surga yang ada mata air di dalamnya, sambil mengambil apa yang
diberikan kepada mereka dari Tuhan mereka. Sesungguhnya mereka
sebelum itu, di dunia adalah orang-orang yang suka berbuat baik,
mereka sedikit sekali tidur di waktu malam, dan di akhir malam
mereka memohon ampun kepada Allah, dan pada harta mereka ada
hak untuk orang-orang miskin yang meminta dan orang miskin yang
tidak meminta”. (QS: al-Dzariyat: 15-19).13
Dalam sebuah hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Turmudzi dari
Abu Kabsyah al-Anmari, bahwa Nabi SAW pernah bersabda:
12
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahanya, (Bandung: Genta Risalah Press,
1992), Ed. Revisi, h. 291. 13
Ibid, h. 859.
17
Artinya: “ada tiga perkara yang saya bersumpah benar-benar terjadi, dan
akan saya ceritakan kepadamu, maka ingatlah baik-baik, yaitu;
tidaklah berkurang harta disebabkan zakat, dan tidak teraniaya
seorang hamba yang diterimanya dengan hati sabar, Allah akan
menambah kemuliaannya, serta tidak membuka seorang hamba
pintu meminta, kecuali akan dibukakan Allah baginya pintu
kemiskinan.” (HR. Turmudzi).14
Mengenai jenis harta yang wajib dizakatkan adalah; emas dan
perak, mata uang, hasil pertanian, peternakan, barang dagangan, barang
tambang dan harta karun. Untuk emas dan perak, baik dalam bentuk
kepingan (cetakan) maupun bongkahan, jika sudah mencapai masa satu
tahun serta pemiliknya tidak memiliki hutang piutang, maka kedua benda
tersebut wajib dikeluarkan zakatnya.15
Untuk zakat perniagaan, para ulama masih memiliki beda pendapat
mengenai wajib atau tidaknya, namun yang menjadi pokok pertimbangan
masalah ini adalah, bahwa Allah telah mewajibkan zakat pada harta orang-
orang kaya untuk membantu fakir miskin dan menggalang kepentingan
umum. Karena seandainya zakat perniagaan itu tidak wajib maka sebagian
besar dari para pengusaha/pedagang akan memperdagangkan uang
mereka, sehingga uang tersebut tidak akan pernah mencapai nisab satu
tahun.16
Adapun keuntungan bagi para orang kaya tersebut adalah untuk
14
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, (Bandung: PT Alma’arif, 1987), Cet. Ke- 14. h. 10. 15
Ibid, h. 34-36. 16
Ibid, h. 34-36
18
membersihkan diri dari penyakit pelit dan menggantinya dengan rasa
santun dan peduli terhadap orang-orang yang malang nasibnya di samping
membantu negara dalam menanggulangi masalah kemiskinan. Hal ini
adalah untuk membendung terjadinya krisis ekonomi yang sekarang ini
sering terjadi akibat penumpukan kekayaan pada segelintir orang.17
Allah
Ta’ala berfirman dalam surat al-Hasyr ayat 7 yang berbunyi:
….
Artinya: “… agar peredarannya tidak terbatas di kalangan orang-orang kaya di
antaramu saja… “ (QS: al-Hasyr: 7).18
Pada intinya semua jenis harta yang dimiliki seseorang haruslah
dikeluarkan zakatnya dengan persyaratan tertentu yang sudah ditetapkan.
Dalam Islam, pemberi zakat maupun penerima tidak akan mendapatkan
kerugian apapun. Pihak pemberi akan terbebas dari beban moral sosial dan
bahkan mendapat ganjaran kebajikan, sedangkan penerima zakat tentunya
akan sangat terbantu untuk mengatasi kesulitan khususnya masalah
ekonomi.
4. Pengertian Infaq
Infaq berasal dari kata “nafaqo-yanfiqu-infaq” yang artinya
menafkahkan, membelanjakan harta.19
Infaq adalah mendermakan,
memberi rizki berupa karunia Allah SWT atau menafkahkan sesuatu
17
Ibid, h. 44-46. 18
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahanya, h. 916. 19
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990), h. 463.
19
kepada orang lain dengan ikhlas karena Allah SWT, infaq adalah bukti
ketakwaan seseorang kepada Allah SWT.
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia mendefenisikan infaq adalah
memberi (sumbangan) harta benda tersebut untuk kebaikan, atau
menyumbangkan harta untuk kepentingan umum.20
Infaq adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan di
luar zakat, untuk kemaslahatan umum.21
Infaq sebagaimana yang dikatakan Didin Hafiduddin berasal dari
kata “an-faqa” yang berarti mengeluarkan bagian dari harta pendapatan
atau penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan oleh ajaran
Islam. Infaq dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman baik yang
berpenghasilan tinggi maupun rendah.22
Al-Qur’an menyebutkan bahwa
infaq dikeluarkan ketika kita dalam keadaan lapang atau sempit.
Pengertian infaq yang berasal dari kata “nafaqa” mempunyai
makna menafkahkan dan membelanjakan. Infaq mempunyai makna yang
sangat luas, dalam hal ini misalnya, dalam memberikan nafkah terhadap
istri dan keluarga termasuk implementasi infaq yang berarti memberikan
belanja kepada keluarganya.
20
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahas Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2002), Edisi ke-3, h. 431. 21
Dinas Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji, Pedoman Zakat 9 seri, (Jakarta: Bagian
proyek peningkatan zakat dan wakaf, 2002, h. 131. 22
Didin Hafidhuddin, Dakwah Aktual, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), h.15.
20
5. Pengertian Shadaqah
Dalam pengertian kamus Arab Indonesia mengenai shadaqah H.
Mahmud Yunus menulis shadaqah artinya memberikan shadaqah dengan
sesuatu.23
Berbeda dengan zakat dan infaq, shadaqah sifatnya lebih umum
dan meliputi pengertian zakat dan infaq. Menurut A. Hasan yang dikutip
oleh Khalid Fadlullah dalam arti umum, shadaqah dirumuskan sebagai
pemberian hanya kepada orang yang berhak dan patut diberi karena
perintah Allah SWT dan Rasulnya, baik perintah wajib maupun sunnah
yang merupakan bentuk kemanusiaan.
Shadaqah berarti benar. Orang yang bershadaqah adalah orang
yang benar. Bershadaqah adalah orang yang benar pengakuan imannya.24
Menurut terminologi syariat Islam pengertian shadaqah sama dengan
pengertian infaq, termasuk juga hukum dan ketentuan-ketentuannya. Infaq
hanya berkaitan dengan materi, sedangkan shadaqah memiliki arti lebih
luas, yakni menyangkut hal-hal yang bersifat nonmaterial.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia shadaqah adalah
pemberian sesuatu kapada fakir miskin yang berhak menerimanya di luar
kewajiban zakat maal dan zakat fitrah sesuai dengan kemampuan
pemberi.25
23
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, h. 214. 24
Didin Hafidhuddin, Panduan Praktis Tentang Zakat, Infaq, dan Shadaqah, (Jakarta:
Gema Insani Press, 1998), Cet. Ke-1, h. 15. 25
DIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1008.
21
Menurut Saefuddin Mujtaba shadaqah adalah pemberian sukarela
yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain, terutama pada setiap
kesempatan terbuka yang tidak ditentukan, baik jenis, jumlah maupun
waktunya.26
Dalam sebuah hadist dikatakan, dari Abu Dzar r.a. Rasulullah Saw
bersabda:
Artinya: “dari Abu Dzar r.a. Rasulullah bersabda; “tidak satu jiwapun dari
anak cucu Adam kecuali diwajibkan atasnya bersedekah, yakni
setiap hari di mana terbit padanya matahari”. Lalu ada yang
bertanya; “ wahai Rasulullah, darimana kami bisa memperoleh
sesuatu yang bisa untuk disedekahkan setiap hari ?”. Maka Rasul
menjawab; “sesungguhnya pintu kebajikan itu tidak sedikit,
membaca tasbih, tahmid, takbir dan tahlil, mengajak kepada
kebaikan dan melarang kemungkaran, menyingkirkan duri (benda
26
Saefuddin Mujtaba, Belanjakan Harta Anda Sesuai Amanat Allah, (Jakarta: H. I. Press,
1997), h. 5.
22
berbahaya) dari tengah jalan, menyampaikan pendengaran kepada
orang tuli dan menuntun orang buta, membimbing orang untuk
mencapai tujuannya, berjalan membimbing orang lemah yang
meminta tolong, dan dengan tangan membantu mengangkat barang
orang yang lemah, maka semua itu adalah sedekah darimu untuk
dirimu”. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Hibban dalam shahihnya, dan
juga oleh Baihaqi secara ringkas serta sebuah riwayat; “dan
senyummu di depan saudaramu adalah sedekah, menyingkirkan
batu, duri dan tulang dari tengah jalan adalah sedekah, begitu pula
membimbing orang yang tersesat adalah sedekah”.27
Pengertian shadaqah beragam sesuai dengan sudut pandang dari
masing-masing pemerhati. Namun, sebenarnya semua itu adalah
shadaqah.28
Pengertian shadaqah lebih luas dan umum, banyak sekali di
dalam Al-Qur’an yang menganjurkan kaum muslimin untuk memberikan
shadaqah. Di antara ayat yang dimaksud adalah firman Allah SWT,
sebagai berikut:
Artinya: “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka,
kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia)
memberi shadaqah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan
perdamaian di antara manusia. Dan barang siapa yang berbuat
demikian karena mencari keridhaan Allah SWT, maka kelak Kami
memberi kepadanya pahala yang besar”.(QS: al-Nisa: 114).29
27
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, h. 176 - 178. 28
Ibid, h. 173. 29
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 97.
23
Dari ayat tersebut nampak jelas bahwa shadaqah adalah suatu
kebajikan yang dilakukan seseorang yang hanya mengharapkan ridha dan
pahala dari Allah SWT dan kelak akan mendapat imbalan pahala yang
besar dari Allah SWT. Dan shadaqah tidak terbatas pada pemberian
material saja, tetapi juga dapat berupa jasa yang bermanfaat bagi orang
lain, memberikan senyum kepada orang lain dengan ikhlas termasuk
dalam kategori shadaqah.
B. ZIS Sebagai Pendekatan Metode Bimbingan.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa bimbingan merupakan
bantuan ataupun tuntunan terhadap individu untuk dapat memahami dirinya,
sehingga ia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar.
Sedangkan Zakat Infaq dan Shadaqah (ZIS) adalah harta yang wajib dan
sunnah dikeluarkan atau pemberian, baik materi ataupun non materi yang
diberikan secara sukarela.
Bila digabungkan, metode bimbingan dan ZIS adalah sistem atau cara
yang dilakukan atau digunakan oleh seorang konselor kepada kliennya dalam
memberikan bantuan ataupun saran untuk dapat menjalankan kehidupan yang
sejahtera serta damai dalam lindungan Allah SWT atas nikmat yang harus kita
syukuri dan berikan kepada fakir, miskin dan dhuafa, oleh sebagian harta yang
kita miliki. Adapun kesimpulannya bahwa metode bimbingan ZIS merupakan
bantuan kepada individu yang sedang membutuhkan bantuan atas masalah-
24
masalah yang sedang dihadapinya dengan cara memberikan pengertian
tentang pentingnya ZIS serta manfaat yang dapat dipetik dari hal tersebut.
Dalam penerapanya, bimbingan memiliki beberapa metode. Metode
lazim diartikan sebagai cara untuk mendekati masalah sehingga diperoleh
hasil yang memuaskan. Dalam hal ini metode bimbingan dapat
diklasifikasikan berdasarkan segi komunikasi, metode tersebut terdiri dari
metode komunikasi langsung yang disingkat menjadi metode langsung.
Metode komunikasi tidak langsung atau metode tidak langsung.
1. Metode langsung (metode komunikasi langsung) adalah metode
dimana pembimbing melakukan komunikasi langsung (bertatap muka)
dengan orang yang dibimbingnya.30
Metode ini dapat dirinci lagi
menjadi:
a. Metode individual
Yaitu Pembimbing dalam hal ini melakukan komunikasi
langsung secara individual dengan pihak yang dibimbingnya. Hal
ini dapat dilakukan dengan mempergunakan teknik:
1) Pecakapan pribadi
Yakni Pembimbing melakukan dialog langsung tatap muka
dengan pihak yang dibimbing.31
2) Kunjungan rumah (home visit)
30
H. M, Arifin, Pedoman dan Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, h. 52.
31
Ibid
25
Yakni Pembimbing mengadakan dialog dengan kliennya tetapi
dilaksanakan di rumah klien sekaligus untuk mengamati rumah
klien dan lingkungannya.32
3) Kunjungan dan obsevasi kerja
Yakni Pembimbing atau konseling jabatan melakukan
percakapan individual sekaligus mengamati kerja klien dan
lingkungannya.33
b. Metode Kelompok
Yaitu Pembimbing melakukan komunikasi langsung
dengan klien dalam kelompok.34
Hal ini dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa tekhnik:
1) Diskusi kelompok
Yakni pembimbing melaksanakan bimbingan dengan cara
mengadakan diskusi dengan atau bersama kelompok klien yang
mempunyai masalah yang sama.35
2) Karya wisata
Yakni bimbingan kelompok yang dilakukan secara langsung
dengan mempergunakan ajang karya wisata sebagai forumnya.
32
Ibid 33
Ibid 34
H. M, Arifin, Pedoman dan Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, h. 53 35
Ibid
26
3) Sosiodrama
Yakni bimbingan kelompok yang dilakukan dengan cara
bermain peran untuk memecahkan atau mencegah timbulnya
masalah secara sosiologis.
4) Psikodrama
Yakni bimbingan kelompok yang dilakukan dengan cara
bermain peran untuk memecahkan atau mencegah timbulnya
masalah psikologis.
5) Group teaching
Pemberian bimbingan kelompok dengan memberi materi
bimbingan kelompok tertentu (ceramah) kepada kelompok
yang telah disiapkan.36
2. Metode tidak langsung (metode komunikasi tidak langsung)
Adalah metode bimbingan yang dilakukan melalui media
komunikasi massa. Hal ini dapat dilakukan secara individual maupun
kelompok, bahkan massal.
a. Metode individual
1) Melalui surat-menyurat
2) Melalui telepon dan sebagainya
b. Metode kelompok / massal
1) Melalui papan bimbingan
2) Melalui surat kabar atau majalah
36
H. M, Arifin, Pedoman dan Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, h. 54.
27
3) Melalui brosur
4) Melalui radio (media radio)
5) Melalui televisi
Metode dan teknik yang dipergunakan dalam melaksanakan
bimbingan atau konseling tergantung pada:37
a) Masalah /problem yang sedang dihadapi.
b) Tujuan penggarapan masalah
c) Keadaan yang dibimbing /klien.
d) Kemampuan pembimbing /konselor menggunakan metode.
e) Sarana dan prasarana yang tersedia.
f) Kondisi dan situasi lingkungan sekitar.
g) Organisasi dan administrasi layanan bimbingan konseling.
h) Biaya yang tersedia.
C. Zakat, Infaq dan Shadaqah dalam Ajaran Islam
Umat Islam adalah umat yang mulia, umat yang dipilih Allah SWT
umtuk mengemban risalah, agar meraka menjadi khalifah di muka bumi ini.
Tugas umat Islam adalah mewujudkan kehidupan yang adil, makmur, tentram
dan sejahtera. Oleh karena itu, Islam seharusnya menjadi rahmat bagi sebagian
alam.
Salah satu sisi ajaran Islam yang harus ditangani secara serius adalah
penanggulangan kemiskinan dengan cara mengoptimalisasikan pengumpulan
37
Ibid, h. 55.
28
dan pendayagunaan zakat, infaq, dan shadaqah, sebagaimana telah
dicontohkan oleh Rasulullah SAW serta penerusnya di zaman keemasan
Islam.
Zakat dalam Al-Qur’an disebut sebanyak 82 kali.38
Ini menunjukkan
hukun dasar zakat yang sangat kuat. Sebagaimana dalam salah satu Fiman
Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 110 yang berbunyi:
Artinya:“Dan laksanakanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan segala
kebajikan yang kamu kerjakan untuk dirimu, kamu akan
mendapatkannya (pahala) disisi Allah. Sungguh, Allah Maha
Melihat apa yang kamu kerjakan” (Q.S al-Baqarah: 110).39
Adapun tuntunan dalam berinfaq tersurat di dalam Al-Qur’an surat at-
Taubah ayat 99, yang berbunyi:
Artinya: “Dan dintara orang-orang Arab Badui itu ada yang beriman kepada
Allah dan hari kemudian, dan memandang apa yang diinfaqkannya
(dijalan Allah) sebagai jalan mendekatkan diri kepada Allah dan
sebagai jalan untuk (memperoleh) doa Rasul. Ketahuilah,
sesungguhnya infaq itu suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan
diri (kepada Allah). Kelak Allah akan memasukkan mereka ke dalam
38
Lili Bariadi et. Al., Zakat dan Wirausaha (Jakarta, CED (Center for Entreprenership
Development), 2005), Cet. Ke-1, h. 4. 39
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahanya, h. 30.
29
rahmat (surga)-Nya, sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha
Penyayang.” (Q.S. al-Taubah: 99).40
Istilah shadaqah dan infaq, sebagian ulama fiqih menyatakan bahwa
shadaqah wajib dinamakan zakat, sedangkan shadaqah sunnah dinamakan
infaq. Sebagian yang lain menyatakan infaq wajib dinamakan zakat,
sedangkan infaq sunnah dinamakan shadaqah.41
Dan Firman Allah mengenai anjuran shadaqah terdapat di dalam surat
al-Baqarah ayat: 271:
Artinya: “Jika kamu menampakkan shadaqah-shadaqahmu, maka itu baik.
Dan jika kamu menyembunyikannya dan memberikannya kepada
orang-orang fakir, maka itu lebih baik bagimu dan Allah akan
Menghapus sebagian kesalahan-kesalahan. Dan Allah Maha Teliti
apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. al-Baqarah: 271).42
Banyak sekali ayat-ayat al-Qur’an lain yang memberikan tuntunan
kaum muslimin untuk senantiasa memberikan shadaqah. Di antara ayat yang
dimaksud adalah firman Allah SWT, sebagai berikut:
40
Ibid, h. 297 41
Lili Bariadi dkk., Zakat dan Wirausaha, h. 4. 42
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 68.
30
Artinya: “Tidak ada kebaikkan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka,
kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia)
memberi shadaqah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan
perdamaian di antara manusia. Dan barang siapa yang berbuat
demikian karena mencari keredhaan Allah, maka kelak kami
memberi kepadanya pahala yang besar”. (QS: al-Nisa: 114).43
Dari ayat tersebut nampak jelas bahwa shadaqah adalah suatu
kebajikan yang dilakukan seseorang yang hanya mengharapkan ridha dan
pahala dari Allah SWT dan kelak akan mendapat imbalan pahala yang besar
dari Allah SWT.
D. Manfaat/hikmah Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS)
Zakat dapat mensucikan diri (pribadi) dari kotoran dosa, memurnikan
jiwa (menumbuhkan akhlak mulia, menjadi murah hati, peka terhadap rasa
kemanusiaan) dan mengikis sifat bakhil (kikir) serta serakah.
Zakat sebagaimana arti bahasa dari kata zakat mengandung arti suci
dan tumbuh, yakni orang yang patuh membayar zakat, hatinya dididik menjadi
suci, yakni hatinya sedikit-sedikit dilatih untuk tidak terbelenggu oleh harta,
karena memberi kepada orang lain merupakan latihan jiwa membuang sifat
tamak, menanamkan kesadaran bahwa di dalam harta miliknya ada hak orang
lain yang harus ditunaikan. Hartapun menjadi suci karena terbebas dari apa
yang bukan miliknya.
Ajaran Islam memberi peringatan dan ancaman yang keras terhadap
orang yang enggan mengeluarkan zakat. Kewajiban menunaikan zakat
demikian tegas dan mutlak, oleh karena itu di dalamnya terkandung hikmah
43
Ibid, h. 140.
31
dan manfaat yang demikian besar dan mulia, baik yang berkaitan dengan
muzakki, mustahik, serta harta yang dikeluarkan zakatnya maupun bagi
masyarakat secara keseluruhan.
Ahmad Muflih Saefuddin dalam bukunya Pengelola Zakat Ditinjau
dari Aspek Ekonomi, yang diterbitkan oleh Badan Dakwah Islamiyah
mengungkapkan hikmah zakat dengan lebih terperinci, yakni:
a. Sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat-
Nya, menumbuhkan akhlak mulia dan memiliki rasa kepedulian yang
sangat tinggi. Menghilangkan sifat kikir dan rakus, menumbuhkan
ketenangan hidup sekaligus mengembangkan dan mensucikan harta yang
dimiliki.
b. Karena zakat merupakan hak bagi mustahik, maka fungsinya untuk
menolong, membantu dan membina mereka, terutama golongan fakir
miskin ke arah kehidupan yang lebih baik dan sejahtera, sehingga mereka
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak.
c. Dari sisi pembangunan kesejahteraan umat zakat salah satu instrumen
pemerataan pendapatan. Dengan zakat yang dikelola secara baik,
dimungkinkan dapat membangun pertumbuhan ekonomi sekaligus
pemerataan pendapatan economic with equqlity.
Zakat dipusatkan pada membayar, bukan pada menerima, oleh karena
itu zakat lebih merupakan shock terapi bagi pemilik harta agar tidak serakah
memonopoli kekayaan. Zakat tidak relefan dengan pengentasan kemiskinan
karena jumlahnya yang sangat sedikit. Oleh karena itu sebagaimana di
32
samping shalat wajib juga dianjurkan shalat sunnah yang bemacam-macam
dan jauh lebih banyak dibanding shalat wajib, maka di samping kewajiban
berzakat, pemilik harta dianjurkan untuk memberi shadaqah dan infaq.
Adapun hikmah zakat jika dilihat dari situasi, kondisi serta waktu
pelaksanaannya yakni pada bulan Sya’ban adalah, untuk mensucikan orang-
orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan dari perkataan dan perbuatan keji,
dan di samping itu zakat juga berfungsi untuk mensejahterakan orang-orang
miskin.44
Dengan zakat, infaq maupun sadhaqah, diharapkan mampu mengikis
sifat-sifat kikir dan serakah, dengan demikian hati dan jiwa orang-orang
mukmin dapat tersucikan dan terangkat derajatnya, sehingga layak untuk
mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat seperti yang dijanjikan oleh Allah
SWT.
Adapun infaq adalah, pemberian yang ditentukan jumlahnya untuk
kepentingan tertentu, misalnya infaq untuk membangun jalan, membangun
sekolah, membangun masjid dan sebagainya. Memang zakat, infaq, dan
shadaqah bisa ditata menjadi potensi ekonomi masyarakat, akan tetapi secara
psikologis, zakat, infaq, dan shadaqah lebih tertuju pada penjalinan hubungan
antar manusia dan pembinaan masyarakat secara lebih luas. Oleh karena itu
dalam agama ditetapkan tiga prioritas penerima zakat, infaq dan shadaqah,
yaitu orang miskin, tetangga dekat dan kerabat.45
44
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, h. 154. 45
Achmad Mubarok. Psikologi Keluarga dari Keluarga Sakinah Hingga Keluarga
Bangsa, (Jakarta: PT. Bima Rena Pariwara, 2005), Cet. Ke-1, h. 220.
33
Kata shadaqah ada hubungannya dengan kata “shadiq-shadiqah” yang
berarti “persahabatan”. Maknanya; orang yang gemar bershadaqah akan
memperoleh banyak sahabat, terutama dari orang-orang yang menerima
shadaqah itu. Shadaqah yang berhubungan dengan kata “shidq” yang artinya
benar atau jujur, maknanya bahwa pemberian shadaqah akan menumbuhkan
persahabatan yang benar, persahabatan yang dilandasi oleh nilai-nilai
kejujuran bukan persahabatan palsu.
34
Dan Firman Allah SWT dalam Surat Ibrahim ayat 31, yang berbunyi:
Artinya:“Katakanlah (Muhammad) kepada hamba-hamba-Ku yang telah
beriman, “hendaklah mereka melaksanakan shalat, menafkahkan
sebagian rezeki yang Kami berikan secara sembunyi atau terang-
terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada hari itu tidak ada
jual beli dan persahabatan.”(QS: Ibrahim: 31).46
Quraish Shihab menerangkan dalam bukunya yang berjudul
membumikan al-Qur’an yang diterbitkan oleh Mizan, bahwa manfaat
shadaqah adalah:
a. Mengikis habis sifat kikir dalam jiwa seseorang, melatihnya memiliki sifat
dermawan serta mengantarkan mensyukuri nikmat Allah SWT, sehingga
pada akhirnya dapat mensucikan diri mengembangkan kepribadiannya.
b. Menciptakan ketenangan dan ketentraman, bukan saja hanya kepada
penerima shadaqah kedengkian dan iri hati dapat timbul kepada mereka
yang hidup berlebihan tanpa mengulurkan bantuan kepada mereka.
Kedengkian tersebut dapat melahirkan permusuhan bagi pemilik harta,
sehingga pada akhirnya menimbulkan ketegangan dan kecemasan.
c. Mengambangkan harta benda, pengembangan ini dapat ditinjau dari dua
sisi, pertama sisi spiritual, berdasrkan firman Allah SWT.” Allah
memusnahkan riba dan mengembangkan shadaqah”. Kedua, sisi ekonomi,
psikologis yaitu batin dari pemberi shadaqah akan mengantarkan
46
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahanya, h. 384 - 35.
35
konsentrasi dalam pemikiran dan usaha pengembangan harta, di samping
itu penerima shadaqah akan mendorong terciptanya daya beli dan produksi
baru bagi produsen dalam hal ini adalah pemberi shadaqah.47
Ada sebuah kata-kata mutiara atau bisa disebut pesan yang
disampaikan oleh Dr. Kare Messenger “Kunci rumah anda, pergilah ke kolong
jembatan, cari siapapun yang membutuhkan, dan berbuatlah sesuatu baginya.”
Sedangkan Eric Butterworth pernah berkata: “ Orang yang tulus memberi
adalah orang yang sangat bahagia, sangat merasa aman, sangat merasa puas,
dan orang yang sangat makmur.”48
Memberi yang bermanfaat serta ikhlas
pastinya akan mendapatkan pahala sebagaimana Allah sudah janjikan bagi
umatnya yang menjalankan perintah-Nya.
47
Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, ( Bandung: Mizan, 1994), h. 325. 48
Muhammad Muhyidin, Keajaiban Shadaqah, (Yogyakarta: DIVA Press, 2007), Cet.
Ke-1, h. 71-72.
35
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian adalah sebuah strategi yang harus digunakan
oleh seorang peneliti dalam melakukan sebuah penelitian. Pengumpulan data,
analisa data, ketepatan dan keakuratan data hingga pada tahap pengolahan data
menjadi sebuah laporan, akan sangat ditentukan oleh metode yang digunakan
dalam sebuah penelitian.
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Majelis Konseling Yayasan Daarul Qur’an
Nusantara, Kawasan Bisnis CBD Ciledug Karang Tengah Tangerang Banten,
Jl. Hos Cokroaminoto Blok A3 No. 21, dimulai sejak pertengahan bulan
Februari tahun 2008 dan berakhir pada bulan Mei tahun 2009.
Alasan peneliti menetapkan tempat ini sebagai lokasi penelitian adalah
dengan berbagai pertimbangan di antaranya:
1. Lokasi penelitian mudah dijangkau, sehingga peneliti dapat menghemat
waktu dan biaya penelitian.
2. Yayasan Daarul Qur’an Nusantara merupakan sebuah instansi non
pemerintah yang memfokuskan kegiatannya pada bidang ke agamaan
praktis, seperti penerimaan dan penyalur Zakat, Infaq dan Shadaqah
{ZIS}.
36
3. Majelis Konseling Yayasan Daarul Qur’an Nusantara merupakan salah
satu program yang diprakarsai oleh Yayasan Daarul Qur’an, untuk
memberikan bimbingan dan konseling bagi mereka yang sedang
menghadapi masalah dalam kehidupan.
Dari ketiga poin alasan tersebut di atas, peneliti lebih memperhatikan
pada poin ke dua dan ke tiga, dimana dua poin tersebut cenderung mengarah
pada konsentrasi keilmuan yang peneliti ambil di Fakultas Dakwah dan
Komunikasi UIN, yakni Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
B. Metode Penelitian
Jenis penelitian skripsi ini adalah kualitatif dengan desain deskriptif
analisis. Metode ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara terarah, dan
faktual, mengenai faktor-faktor dan hubungan setiap fenomena yang diteliti,
dan kemudian dijabarkan dalam bentuk tulisan berupa pembahasan pada bab-
bab tertentu dalam skripsi.
Pada penelitian ini penulis berusaha untuk mengungkap dan
mendeskripsikan mengenai apa dan bagaimana dilaksanakannya bimbingan
zakat, infaq dan shadaqah (ZIS) pada Majelis Konseling Yayasan Daarul
Qur’an Nusantara, sehingga mampu membantu orang untuk keluar dari
masalah yang sedang dialaminya.
Seperti halnya yang diungkapkan oleh Mardalis yang memberi
pengertian penelitian yang bersifat deskriptif sebagai berikut:
37
“Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang
saat ini berlaku di dalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat
analisis dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini
terjadi atau ada. Dengan kata lain penelitian deskriptif bertujuan
memperoleh informasi-informasi mengenai keadaan saat ini dan
melihat kaitan variabel-variabel yang diteliti. Variabel ini tidak
menguji hipotesa atau tidak menggunakan hipotasa melainkan hanya
mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variabel-variabel
yang diteliti”. 1
Guba menyatakan bahwa, penelitian kualitatif tidak bertujuan untuk
menguji atau membuktikan kebenaran suatu teori, melainkan teori itu
dikembangkan sesuai dengan data yang dikumpulkan. Di samping itu, tidak
ada pengertian populasi dalam sebuah penelitian kualitatif, sampling bersifat
purposif, yakni bergantung pada fokus penelitian. Instrument pada penelitian
kualitatif tidak menggunakan test, angket atau eksperimen dan dengan
sendirinya tidak berdasarkan definisi operasional. Yang dilakukan peneliti
adalah menyelidiki aspek-aspek yang khas yang berupa pola atau tema. Untuk
analisis data pada penelitian jenis ini, bersifat terbuka, open ended, induktif.2
Dikatakan terbuka karena sifatnya terbuka bagi perubahan, perbaikan
dan penyempurnaan berdasarkan data yang diperoleh. Penelitian kualitatif ini
tidak dapat ditentukan rentang waktu yang dibutuhkannya, pada hakikatnya
penelitian ini dapat berjalan terus-menerus, namun suatu saat harus diakhiri
bila kehabisan waktu karena adanya ikatan atas aturan suatu lembaga ataupun
karena permasalahan biaya.3
1 Mardalis, Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal (Jakarta: Bumi Aksara, 2002),
h. 22. 2 Ibid
3 Drs. Subana, M.Pd dan Sudrajat S. Pd., Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, (Bandung:
Penerbit Pustaka Setia, 2001), Cet. Ke-1, h. 21-22.
38
C. Fokus Penelitian
Fokus penulis dalam penalitian mengenai metode bimbingan ZIS pada
Majelis Konseling di Yayasan Daarul Qur’an adalah:
1. Metode Bimbingan ZIS pada Majelis Konseling di Yayasan Daarul
Qur’an Nusantara.
Metode bimbingan ZIS pada Majelis Konseling di Yayasan Daarul
Qur’an Nusantara ini yaitu melalui metode direktif. Dalam hal ini
konselor atau pembimbing lebih sering memberikan saran-saran yang
bersifat mengajak ( berdakwah).
2. Materi yang digunakan dalam bimbingan ZIS pada Majelis
Konseling di Yayasan Daarul Qur’an Nusantara.
Berbagai materi yang menjadi dasar di dalam proses bimbingan
ZIS pada Majelis Konseling di Yayasan Daarul Qur’an Nusantara, yang
pertama: mengetahui apa yang menjadi penyebab atau masalah yang klien
alami. Kedua: pembelajaran mengenai etika islam, seperti perintah untuk
melakukan hal-hal yang baik sesuai dengan syariat islam seperti sholat
lima waktu, sholat dhuha, tahajud, zakat, infaq, sedekah, dan lain
sebagainnya.
3. Bentuk dan waktu untuk bimbingan ZIS pd Majelis Konseling di
Yayasan Daarul Qur’an Nusantara
a) Bentuk bimbingan zis yang diterapkan di Majelis Konseling Daarul
Qur’an Nusantara.
39
b) Waktu yang digunakan untuk konsultasi bimbingan zis yang
diterapkan di Majelis Konseling Daarul Qur’an Nusantara.
D. Sumber Data
Sumber data pada penelitian ini dibagi dalam dua kategori, yaitu:
1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari subyek penelitian,
dalam hal ini adalah para asatidz yang memberikan layanan konseling.
2. Data Sekunder, yaitu data yang sifatnya menunjang data primer, dapat
diperoleh dari pengurus yayasan, dokumentasi dan catatan-catatan
lapangan selama penelitian.
Sumber data ialah unsur utama yang dijadikan sasaran dalam
penelitian untuk memperoleh data-data kongkret, dan yang dapat memberikan
informasi untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini.4
E. Teknik Pengambilan Data
Dalam memperoleh data-data penelitian, peneliti menggunakan teknik
wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik wawancara merupakan
percakapan yang berisikan tanya dan jawab yang mengarah pada tujuan
tertentu yang diperoleh dari subjek penelitian. Menurut Deddy Mulyana
menjelaskan bahwa, wawancara adalah bentuk komunikasi dua orang,
melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya,
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu.5
4 Ibid, h. 29.
5 Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif; Paradigma Baru Ilmu Komunikasi
dan Ilmu Sosial lainnya, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), Cet. Ke-2, h. 180.
40
Menurut Fred N. Kerlinger, wawancara adalah percakapan dengan
maksud tertentu, percakapan ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interview) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Maksudnya adalah
orang yang diwawancarai itu mengemukakan isi hatinya, pandangan-
pandangannya, pendapatnya, dan lain-lain sedemikian rupa sehingga
pewawancara dapat lebih mengenalnya.6
Benister dkk seperti dikutip oleh E. Kristi Poerwandari menjelaskan,
bahwa observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat,
mencatat fenomena-fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan aspek-
aspek dalam fenomena tersebut.7
Sebelum melakukan wawancara, penulis terlebih dahulu menyusun
panduan wawancara yang dijadikan acuan pada saat wawancara berlangsung.
Selain itu, penulis juga menggunakan tape recorder untuk merekam hasil-
hasil yang diperlukan, dan juga mencatat informasi yang didapatkan ketika
wawancara berlangsung.
Adapun pelaksanaan observasi dalam penelitian ini dilakukan terhadap
kegiatan bimbingan dan konseling yang diberikan oleh Majelis Konseling
Yayasan Daarul Qur’an Nusantara.
Teknik pengumpulan data dengan metode dokumentasi yakni, peneliti
membaca dan mempelajari berbagai data tertulis seperti buku, jurnal, atau
bulletin yang diterbitkan oleh Yayasan Daarul Qur’an Nusantara atau penerbit
lain yang berkesesuaian dengan pembahasan penelitian ini.
6 Fred N. Kerlinger, Asas-asas Penelitian Bihavioral (Yogyakarta: Universitas Gajah
Mada Press, 2000), h. 770. 7 E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi, h. 62.
41
F. Asumsi Penelitian
Anjuran untuk berzakat, infaq dan shadaqah dalam ajaran Islam
merupakan upaya untuk membentuk dan membangun rasa tanggung jawab
sosial baik dalam skala individu maupun korporasi.
Maka seseorang yang sedang mengalami suatu permasalahan hidup
memerlukan bantuan atau bimbingan dari seseorang yang mampu
mengajaknya menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Proses bimbingan tersebut
disini lebih kepada ajaran agama islam, yang dimana selain dengan melakukan
perintah wajib sebagai proses perenungan jiwa pada klien tersebut juga
melakukan perintah sunnah yaitu anjuran untuk berzakat, infaq, dan sodaqah
sebagai proses pembersihan atau klinsing bagi harta yang kosong.
Di samping itu pemahaman tentang zakat, infaq dan shadaqah adalah
bagian dari ibadah yang tentunya akan mendapat ganjaran kebajikan yang
berkali lipat, kiranya akan mampu menjadi motivasi seseorang untuk bangkit
dan memperbaiki diri sehingga mampu melakukan tiga anjuran tersebut di atas
(zakat, infaq dan shadaqah). Dalam sebuah ungkapan bijak, “lebih baik tangan
di atas daripada tangan yang di bawah” adalah sebuah analogi yang ingin
mengatakan bahwa lebih baik memberi dari pada menerima.
Untuk itu diperlukan adanya kegiatan yang dapat membimbing
seseorang untuk bisa memberi dengan tulus dan ikhlas. Pada umumnya
kegiatan bimbingan dilakukan menggunakan beberapa metoda di antaranya:
42
1. Wawancara.
Wawancara adalah salah satu cara untuk memperoleh fakta-fakta kejiwaan
klien, yang nantinya dapat dijadikan bahan pemetaan kondisi kejiwaan
klien pada saat tertentu sehingga dapat merumuskan jenis bantuan apa
yang sesuai. Kegiatan ini dilakukan melalui proses Tanya jawab terstruktur
sehingga dapat mengeksplorasi kondisi permasalahan klien secara
sistematis.
2. (Group Guidance) bimbingan kelompok.
Bimbingan ini dilakukan dalam sebuah kelompok, yakni proses eksplorasi
kondisi kejiwaan dilakukan dengan cara diskusi, ceramah, seminar, atau
dinamika kelompok. Dengan kegiatan ini diharapkan klien mampu
mengenal kondisi diri, melalui pertukaran pengalaman baik permasalahan
dan cara mengatasinya, antar sesama anggota maupun pembimbing.
3. (Non-direktif) tidak mengarahkan
Dalam metode ini, konselor berupaya agar klien mengeksplorasi
permasalahannya sendiri dengan satu atau dua pertanyaan mengarahkan,
kemudian memberikan klien kesempatan seluas-luasnya untuk
menceritakan semua uneg-uneg (kondisi batin) yang disadarinya, yang
kiranya menjadi hambatan jiwanya. Konselor hanya mencatat point-point
penting yang dianggap rawan untuk kemudian diberi bantuan, yakni
berupa petunjuk-petunjuk maupun saran yang sifatnya tidak wajib dan
tidak mengikat.
43
4. (Direktif) bersifat mengarahkan.
Merupakan kebalikan dari metoda non-direktif. Yakni konselor berperan
aktif untuk membimbing klien dengan saran-saran, pandangan atau
nasehat yang hendaknya dilakukan klien, sesuai dengan permasalahan
yang dihadapinya.
5. Psikoanalisis (penganalisaan jiwa)
Ini merupakan metoda yang sedikit lebih rumit, karena seorang konselor
dituntut untuk lebih menguasai teori-teori psikoanalisa untuk dapat
mengeksplorasi kondisi kejiwaan klien, seperti tafsir mimpi, konsepsi Id,
Ego dan Super Ego, dan lain sebagainya. Teori ini berasal Sigmund Freud
yang dipergunakan untuk mengungkapkan segala tekanan perasaan
terutama yang tidak disadari oleh klien.8
G. Analisa Data
Penelitian ini menggunakan analisis induktif dalam perspektif Zakat,
Infaq dan Shadaqah (ZIS), di mana ZIS ini dipandang sebagai faktor yang
mampu mempengaruhi kondisi psikis seseorang seperti, pandangan hidup,
kesadaran sosial dan pola perilaku yang baik yang sesuai dengan tuntunan al-
Qur’an dan Sunnah Rasulullah Muhammad SAW.
Metode penelitian kualitatif itu sendiri secara khusus berorientasi pada
ekplorasi, penemuan dan logika induktif. Dikatakan induktif karena peneliti
tidak dituntut untuk memaksakan diri dalam membatasi masalah penelitian
8 H.M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: PT
Golden Terayon Press, 1998), Cet. Ke-6. h. 44-50., lihat juga, H.M Umar dan Sartono, Bimbingan
dan Penyuluhan, (Bandung: Pustaka Setia, 2001) Cet. Ke-II. h. 122-145.
44
pada menerima atau menolak dugaannya, tetapi lebih pada memahami suatu
situasi (make sense of the situation) sesuai dengan situasi tersebut
menampilkan diri.9
Dalam hal ini, data yang peneliti temukan di lapangan dikumpulkan,
kemudian memaparkannya secara deskriptif dengan cara menerangkan,
memberikan gambaran serta menginterpretasikan, kemudian disimpulkan
menurut pemahaman peneliti berdasarkan pada teori-teori bimbingan dan
konseling yang dimiliki.
Setelah penulis mendapatkan data-data informasi yang dibutuhkan,
selanjutnya teknik yang penulis lakukan dalam menganalisis data yaitu
sebagai berikut:
1. Data yang didapatkan melalui observasi, dimana penulis mengumpulkan
data secara akurat dengan cara mencatat fenomena yang muncul dan
mempertimbangkan hubungan antara aspek hubungan tersebut.
2. Data yang disampaikan melalui wawancara, yakni adanya percakapan
antara penulis dengan yang diwawancarai, mengemukakan pendapat,
pandangan dan lain sebagainya.
3. Data yang didapatkan melalui dokumentasi, yakni penulis mencari data
mengenai hal-hal yang berupa catatan, transkrip, buku dan lain sebagainya.
E.Kristi P.h, 31
45
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Gambaran Umum Majelis Konseling Yayasan Daarul Qur’an Nusantara.
Yayasan Daarul Qur’an Nusantara adalah sebuah lembaga yang
bergerak di bidang pendidikan Islam untuk menciptakan para penghafal al-
Qur’an dan sebagai lembaga penerima serta penyalur zakat, infaq dan
shadaqah dan juga wakaf ummat muslim nusantara.
Lembaga ini berlokasi di dua tempat yaitu; 1). Kawasan Bisnis CBD
Ciledug Blok A3 No. 21 Jl. Hos Cokroaminoto, Karang Tengah 15157 Kota
Tangerang. 2). Komplek Perkantoran Bona Indah Blok A2/D5 Jl. Karang
Tengah Lebak Bulus Cilandak Jakarta Selatan.1
1. Latar Belakang Berdirinya Yayasan Daarul Qur’an Nusantara.
Yayasan Daarul Qur’an Nusantara adalah sebuah lembaga yang
pada mulanya bergerak di bidang pendidikan (pesantren) yang didirikan
oleh ustadz Yusuf Mansur, seorang putra Betawi, pada tahun 2003. Hal ini
dilakukan adalah untuk membuktikan kecintaannya terhadap al-Qur’an.
Pada mulanya pesantren ini hanya dihuni oleh delapan orang santri, namun
pada tahun-tahun berikutnya bertambah menjadi 250 orang santri yang
terdiri dari tingkat Taman kanak-kanak hingga tingkat SMU dengan nama
Program Pembibitan Penghafal Al-Qur’an atau disingkat dengan PPPA.
1 Yayasan Daarul Qur’an, PPPA News, (Tangerang: Azzahra Graphic Design printing,
2008), Ed. I, h. 1.
46
PPPA ini diikarkan pada tanggal 29 Maret 2006 di Balai Sarbini, serta
dikukuhkan melalui Akte Notaris tertanggal 11 Mei 2007. Tidak hanya
pada bidang pendidikan saja, Yayasan ini lambat laun juga mulai
merambah pada bidang yang lebih luas, salah satunya adalah sebagai
lembaga yang menerima dan menyalurkan zakat infaq dan shadaqah serta
wakaf.2
2. Visi, Misi dan Tujuan Yayasan Daarul Qur’an Nusantara.
Adapun visi dari Yayasan Daarul Qur’an Nusantara adalah; 1).
Mencetak generasi penghafal Qur’an. 2). Menjadikan masyarakat umum
pencinta al-Qur’an. Sedangkan misi Yayasan Daarul Qur’an Nusantara
adalah; 1). Menyediakan pendidikan gratis bagi siswa yang tidak mampu.
2). Menjadikan al-Qur’an sebagai tuntunan dan pola hidup masyarakat.3
Tujuan didirikannya Yayasan Daarul Qur’an Nusantara ini adalah
untuk sebaik mungkin memperkenalkan kepada masyarakat bahwa al-
Qur’an dan ajaran Islam pada umumnya merupakan sebuah tuntunan yang
mengarah pada kebaikan bagi seluruh alam (rahmatan li al-„alamin).4
2 Ustadz Ahmad Jameel, Wawancara I Tangerang, 19 Oktober 2008 pukul 13.25 WIB,
Pesantren Ketapang Yayasan Daarul Qur’an Nusantara. 3 Ibid.
4 Ibid.
47
3. Program-Program Yayasan Daarul Qur’an Nusantara
Sebagian besar kegiatan di Yayasan Daarul Qur’an Nusantara,
dititik beratkan pada bidang pendidikan khususnya menghapal al-Qur’an.5
Namun kemudian, seiring dengan pesatnya perkembangan globalisasi dan
informasi, Yayasan ini kemudian mengembangkan beberapa program
penunjang, salah satunya adalah Majelis Konseling (MK) Yayasan Darul
Qur’an Nusantara, seperti:
a. G -Waqtu
Gerakan Wakaf Tunai yang digulirkan untuk membangun
fasilitas umum: pendidikan, kesehatan, ibadah dan lain sebagainya
yang bermanfaat untuk masyarakat.6
b. Simpatik guru
Simpatik Guru bertujuan memberikan subsidi sebagai wujud
simpati kepada para asaatidz/asaatidzah yang mengabdikan ilmunya di
madrasah, TPA/ TPQ, majlis iqra dan masjid. Sasaran dari program ini
diprioritaskan pada kepada TPA/ TPQ yang mendidik anak-anak
kurang mampu sebagai motivasi untuk terus mengajarkan Al-Qur’an,
Para asaatidz juga di dorong untuk membiasakan dan mengajarkan
anak didik mereka sholat dhuha, tahajud dan sholat sunnah lainnya
diluar ibadah fardhu.
5 Ibid
6 Majalah daqu, edisi 2008 / Jumadil Akhir 1430 H. h 92-96
48
c. Beasiswa santri qur’an
Merupakan apresiasi kepada para santri dhuafa untuk
menadapatkan beasiswa dalam belajar menghafal Al-Qur’an. Bantuan
berupa beasiswa bagi para santri tahfidz dari berbagai pesantren serta
memberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang
yang lebih tinggi.7
d. PPPA training center
Sebagai pusat pengembangan dalam bidang Pembibitan,
pelatihan, konsultasi dan kajian Al- Qur’an, PPPA Training Center
menggulirkan berbagai program antara lain:
a) Majelis konseling
Majelis konseling ini sebagai sarana masyarakat untuk
berkonsultasi berbagai masalah dan diasuh oleh para asatidz
Program Pembibitan Penghafal Al-Qur’an Yayasan Daarul
Qur’an.8
b) Pusat kajian qur’an terpadu (PUQAT)
Sebagai Pusat Pengkajian berbagai macam metode yang
mempunyai tujuan mencetak menghafal Al-Qur’an.9
7 Ibid
8 Ibid
9 Ibid
49
c) Q – Learn
Program belajar Al qur’an yang difasilitasi oleh PPPA
Daarul Qur’an dengan menyediakan tenaga pengajar Al
Qur’an/Guru ngaji Privat yang di peruntukkan bagi mereka yang
tidak mempunyai waktu khusus tetapi ingin belajar mengaji.
Program Q- Learn akan memberikan pembelajaran mulai dari
tingkat awal sampai mahir baca tulis Al –Qur’an sampai belajar
cara menghafalnya.10
e. Bingkisan untuk yatim (BUY)
Setiap bulan Muharram, PPPA Daarul Qur’an memberikan
bingkisan untuk anak yatim. Distribusi bingkisan ini untuk anak yatim
di daerah-daerah terpencil dan pedesaan sebagai ikhtiar menyambung
tali silaturrahim.11
f. Santri gemar membaca (SGM)
Program Pengadaan Perpustakaan bagi pondok pesantren dan
sekolah untuk mendorong minat baca bagi para santri dan masyarakat
agar gemar membaca.12
10
Ibid 11
Ibid 12
Ibid
50
g. Bantuan untuk pesantren tahfidz
Membantu biaya operasional pondok pesantren dalam
pemeliharaan fasilitas serta aktifitas belajar mengajar sebagai ikhtiar
menghidupkan pesantren-pesantren tahfidz di Indonesia.13
h. JARIQU (jadikan aku santri qur’an)
Program Orang Tua Asuh untuk para santri penghafal Al
Qur’an.14
i. Berbagi parcel nusantara
Program charity dan pemberdayaan untuk guru-guru TPA dan
sekolah, mereka dibekali keterampilan membuat dan mendesain parsel
secara menarik, dan di distribusikan untuk masyarakat yang tak
berpunya di sekitar mereka.15
j. Mobile qur’an
Dengan menggunakan fasilitas perpustakaan mobil yang siap
berkeliling ke pusat keramaian: Masjid, sekolah dan mejelis untuk
memberikan motivasi dalam mencintai Al-qur’an. Dipadukankan
dengan multi media yang dipandu oleh trainer, sehingga masyarakat
13
Ibid 14
Ibid 15
Ibid
51
akan lebih memahami dan mengetahui informasi terbaru
perkembangan Al-qur’an.16
k. EKSPOR (ekonomi pesantren produktif)
Program pemberdayaan yang digulirkan untuk membangun
kemandirian pesantren-pesantren tahfidz di Indonesia.17
l. Qur'an call
Program qur’an call merupakan layanan bimbingan belajar
membaca Al Qur’an by phone 24 jam untuk segala umur. Program ini
di dukung oleh para mahasiswa Tahfidz STMIK (sekolah tinggi
manajemen informatika dan komputer) Antar Bangsa dan Santri
Daarul Qur’an yang telah hafal dan memahami Al Qur’an.18
B. Temuan dan Analisis Data Lapangan
1. Bimbingan ZIS Majelis Konseling di Yayasan Daarul Qur’an
Nusantara.
a. Metode Bimbingan ZIS
Pada metode bimbingan ZIS ini, klien diupayakan untuk
mampu mengenali permasalahan yang sedang di hadapi, bahwa
permasalahan itu tidak hanya datang dari luar akan tetapi mungkin
juga diakibatkan oleh diri sendiri. Hal ini senada dengan yang
diungkapkan oleh ustadz A Jameel;
16
Ibid 17
Ibid 18
Ibid
52
“Kenapa masalah Allah berikan kepada manusia… yang
pertama Allah.. e… ingin agar manusia itu kembali kepada Allah,
yang kedua, bisa jadi Allah ingin manusia tersebut inget kepada
Allah dan Allah ingin manusia tersebut naek derajat, yang ketiga,
ada memang masalah yang disebabkan oleh manusia itu sendiri
yang mengundangnya. “kullu nafsin bima kasabat rahiinah” setiap
manusia tergantung pada apa yang ia lakukan.”19
Dalam Islam, dianjurkan bagi tiap-tiap muslim ketika ia
menghadapi suatu permasalahan dalam hidupnya dan ia tidak
memiliki pedoman akan masalah tersebut, dengan kata lain tidak ada
kejelasan akan solusi dari permasalahan yang dihadapinya, maka ia
wajib untuk berpegang pada al-Qur’an dan al-Sunnah.
Setelah mengamati apa kira-kira duduk permasalahan yang
sedang klien alami, konselor pertama-tama mengajak klien untuk
mengintrospeksi diri yakni bertobat dengan membersihkan hati
melalui perbaikan perilaku, kegiatan ibadah dan perubahan pola
pikir. Seperti yang dituturkan oleh ustadz A Jameel berikut:
“Ketika mereka itu datang ada yang… “ustaad, saya sudah
lama punya utang, segala macemlah, lalu kita ajak kepada mereka
untuk kembali pada Allah, balik pada Allah, benerin shalatnya,
sebelum jauh-jauh mencari solusi, benerin dulu shalatnya, dirapiin
dulu punya ikhtiar kepada Allahnya, berdoanya gimana.. bangun
malamnya gimana… e.. punya salah apa kita kepada Allah, pernah
19
Ustadz Ahmad Jameel, Wawancara I Tangerang, 19 Oktober 2008 pukul 13.25 WIB,
Pesantren Ketapang Yayasan Daarul Qur’an Nusantara
53
salah apa kita kepada Allah, pernah buat salah apa kita kepada
manusia… itu dulu dibenerin.”20
Allah Ta’ala berfirman dalam surat al-Hajj ayat 77, yang berbunyi:
ا
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah
kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan,
supaya kamu mendapat kemenangan”. (QS: al-Hajj: 77).21
Proses ini dalam Majelis Konseling Darul Qur’an
Nusantara dikenal dengan nama proses “klinsing”
(pembersihan/pensucian), sesuai dengan penuturan ust. Jameel;
“Sempet juga kita bikin satu ini ya..klinik. kita namain
klinik spiritual konseling, seperti apa sih…yang pertama kita ngajak
mereka itu…e.. ada tiga hal yang kita ajak mereka untuk… e… apa
namanya… mencoba untuk intropeksi ya.. yang pertama di
klinsing..”22
Upaya pembersihan/pensucian di atas diikuti dengan upaya untuk
merubah pola pikir (Mind Storming) klien.
Kemudian tahap selanjutnya adalah tahap eksplorasi
masalah, pada tahap ini konselor berupaya menyampaikan kepada
klien bahwa, kemungkinan besar permasalahan yang selama ini
20
Ustadz Ahmad Jameel, Wawancara I Tangerang, 19 Oktober 2008 pukul 13.25 WIB,
Pesantren Ketapang Yayasan Daarul Qur’an Nusantara. 21
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Departemen Agama RI, Al-
Qur‟an dan Terjemahannya, (Bandung: Genta Risalah Press, 1992), Ed. Revisi, h. 523. 22
Ustadz Ahmad Jameel, Wawancara I Tangerang, 19 Oktober 2008 pukul 13.25 WIB,
Pesantren Ketapang Yayasan Daarul Qur’an Nusantara.
54
dihadapinya adalah akibat dari dosa-dosa yang telah ia
lakukan.Berikut penuturan ustad Jamil:
“Ketika dia sudah dapet, sudah ketemu akar masalah,
kita.. kita sodorkan tuh sepuluh dosa besar.. sepuluh dosa besar
penyebab kesalahan….. kita sodorkan sepuluh dosa besar, kalau
ada salah satu yang dicoret, coret,coret. Bahkan ada yang bilang
“ustad, kurang ni sepuluh”, “:dosa saya lebih dari sepuluh”, nah
ini, kita sodorin daftar dosa.”23
Setelah proses eksplorasi masalah tersebut dilakukan,
barulah konselor mengajak klien untuk bersama-sama mencari
solusi yang humanis namun konselor tetap membimbing klien untuk
meyakini ke-Maha Kuasaan Allah SWT.
Pada tahap berikutnya, konselor berupaya menyadarkan
klien bahwa salah satu solusi yang tepat dalam mengatasi masalah
yang dihadapinya adalah dengan tindakan belajar untuk rajin
beribadah serta mau memberi dan berbagi dengan ikhlas, yakni
dengan bershadaqah.
Tahap terakhir adalah tahap evaluasi. Di sini konselor
dituntut untuk mampu mengawasi klien yang dibimbingnya.
Kegiatan evaluasi ini dilakukan dengan harapan agar konselor dan
klien bisa mengukur kemajuan, perubahan ataupun kemunduran
yang dialami oleh klien untuk kemudian diperbaiki.
23
Ustadz Ahmad Jameel, Wawancara I Tangerang, 19 Oktober 2008 pukul 13.25 WIB,
Pesantren Ketapang Yayasan Daarul Qur’an Nusantara.
55
Selain itu proses evaluasi ini akan dapat membantu
konselor untuk menentukan langkah bimbingan selanjutnya yang
tentu saja atas kesepakatan konselor dan klien.
b. Materi Bimbingan ZIS
Untuk materi yang digunakan dalam proses konseling atau
bimbingan yaitu peserta atau klien harus menginap selama 3 hari
kegiatan, dimana meliputi kegiatan riyadhah, dhuha, sholat wajib dan
ibadah-ibadah sunnahnya seperti zakat, infaq, dan shodaqah.
Seperti yang ustad Hendi katakana,”Solusi yang diterapkan disini
adalah ibadah wajib dan sunnahnya, yaitu sholat dan sedekahnya.
Begitu kita sudah suruh dia besedekah, ternyata dia tidak mendapatkan
yang dia inginkan, nah untuk membangun kepercayaan bahwa Allah
membalas sedekah orang itu tidak mesti dalam berupa uang, itu lama
waktunya karena harus masuk ke kategori tauhid lagi. Misalnya dia
punya hutang 100 juta, saya suruh dia sedekah 10 juta,tetapi dalam
waktu tiga bulan target yang dia inginkan dia gak dapet tuh 100 juta,
(karena mungkin ada yang tidak dijanakan?), bukan itu saja,karena
mungkin allah mendebit 100 juta gorg selesai kuliahnya,dan di tiba-tiba
dia tidak jadi kecelakaam. Nah itu-itu yang tidak masuk dalam kategori
mereka.”24
c. Bentuk dan Waktu Bimbingan
Majelis konseling disini adalah suatu program dari Yayasan
Daarul Qur’an itu sendiri. Yang dimana program tersebut dikhususkan
untuk konsultasi atas permasalahan-permasalahan hidup.
24
Ustad Hendi,wawancara III Tangerang 14 Februari 2009 pukul 13.08 WIB, Pesantren
Ketapang Yayasan Daarul Qur’an Nusantara.
56
Seperti yang ustad Hendi katakan;” Kalau majelis konseling
tidak terorganisir,karena majelis konseling ini sebuah program, bukan
lembaga. Kalau lembaga ada jabatan, karena program maka masuk
pada sebuah kegiatan tapi besar dan program yang nasional.Di Daarul
Qur‟an setiap program pasti nasional termasuk majelis konseling ini ,
seperti keliling dari satu rumah ke rumah lainnya, dari satu kantor ke
kantor yang lainnya, dari majelis satu ke majelis lainnya dan
seterusnya.”25
Dikatakan bahwa bentuk program ini andalan dan terstruktural,
seperti yang ustad Rochimi katakana;”Program kita ini andalan dan
structural, jadi ada namanya 3 hari kegiatan, 3 hari itu meliputi sekian
materi dan pesertanya harus menginap, karena fuul dengan materi.”26
Di samping itu tentang yang dijelaskan oleh ustad Rochimi lebik
kepada kelompok, sedangkan untuk bentuk bimbingan selain kelompok
namun ada juga bentuk individu, seperti yang ustad Hendi katakan:”
Bimbingan yang saya berikan adalah personal, kemudian konseling,
kemudian learning by doing. Jadi bimbingan yang saya berikan itu
mengajak klien saya itu untuk melaksanakannya. Jadi bentuknya
personal. Dan selanjutnya adalah kelompok, cara memberikan
bimbingan kelompok adalah dengan mengetahui permasalahan yang
terjadi dalam kelompok tersebut, lalu kita cari penyebabnya, nanti
ketemu sendiri solusinya.27
Waktu juga menjadi factor penentu dalam melakukan bimbingan.
Karena waktu yang tidak tepat dan suasana yang tidak kondusif tentu
tidak akan membawa manfaat.
25
Ibid. 26
Ustad Abdul Rochimi,wawancara II Tangerang 13 Februari 2009 pukul 09.15 WIB,
Pesantren Ketapang Yayasan Daarul Qur’an. 27
Ustad Hendi,wawancara III Tangerang 14 Februari 2009 pukul 13.08 WIB, Pesantren
Ketapang Yayasan Daarul Qur’an Nusantara.
57
Di Majelis Konseling sendiri kalau untuk waktu bimbingannya
tidak ditentukan untuk yang personal, karena kadang mereka bias
konsultasi melalui media internet maupun telepon seluler dan itu bagi
klien cara yang efektif sesuai dengan perkembangan zaman masa kini.
Adapun waktu yang ditentukan untuk kelompok biasanya sabtu-minggu.
Seperti yang ustad Rochimi katakana:”waktu untuk personal bebas,
waktu untuk kelopok sabtu-minggu dan menggunakan kelas khusus atau
kelas khusus atau kelas yang sesuai dengan permasalahannya, seperti
karir, jodoh, hutang piutang, usaha dan lain sebagainya, dengan
pemateri yang berbeda-beda, dibuka dr jam 8 paji hari sabtu ditutup jam
5 sore di hari minggu.”28
C. Uji Asumsi
Berdasarkan temuan lapangan di atas, semakin memperkuat dugaan
bahwa permasalahan manusia yang muncul ke permukaan disebabkan oleh
enggannya manusia dalam memperhatikan nasib sesamanya. Hal ini
ditegaskan dalam sebuah pepatah yang telah lama dilupakan: “berat sama di
pikul, ringan sama dijinjing” telah lama hilang dalam pola pikir dan kehidupan
manusia. Keselarasan dan rasa solidaritas yang tinggi sesungguhnya dapat
menciptakan aura positif dalam kehidupan sosial. Hal itu juga yang akan
semakin membuat rasa persatuan antar sesama masyarakat semakin kukuh dan
kuat.
Adanya anjuran untuk saling memberi dalam bentuk zakat infaq dan
shadaqah diiringi dengan rasa tulus dan ikhlas, sesungguhnya akan
meningkatkan ukhuwah (rasa persaudaraan) bagi sesama manusia. Tidak
seperti rumus matematis, apabila sesuatu dikurangi maka hasilnya akan
28
Ustad Abdul Rochimi,wawancara II Tangerang 13 Februari 2009 pukul 09.15 WIB,
Pesantren Ketapang Yayasan Daarul Qur’an.
58
berkurang. Pengeluaran shadaqah, infak dan zakat yang apabila dikelola
dengan baik ternyata mampu memperbaiki kesenjangan sosial yang selama ini
terus melanda masyarakat umum.
Pelaksanaan metode ZIS merupakan metode yang menarik sekaligus
tepat dalam proses konseling. Walaupun tidak selalu berhasil pada awalnya.
Karena penggunaan metode ini juga harus ditunjang oleh kesungguhan dan
penghayatan klien dalam menjalankannya. Pendamping juga harus memiliki
pribadi yang mampu menunjukkan bahwa metode ini bukan hanya untuk
dibicarakan tetapi dilaksanakan. Bimbingan dan pelaksanaan yang selaras
akan membantu klien dalam pembenahan dan pembentukan pola pikir baru
akan pentingnya berzakat, berinfaq dan bershadaqah, sebagai salah satu solusi
dalam menghadapi problematika hidupnya.
Karena sesungguhnya, pengeluaran harta milik seseorang untuk pihak-
pihak yang berhak menerimanya, mengandung unsur latihan rohani dan
latihan moral. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari rasa tamak,
mengurangi rasa cinta harta, memupuk rasa persaudaraan, kasih sayang dan
membangkitan kepekaan untuk mau menolong orang yang kekurangan.29
Mengenai kegiatan konseling di Majelis Konseling Yayasan Daarul
Qur’an Nusantara, nampak bahwa meskipun para konselor diberi kebebasan
untuk berkreasi dalam memberikan layanan bimbingan, akan tetapi tetap
menggunakan ZIS sebagai landasan berpikir dan bertindak. Proses bimbingan
29
Mohammad Ardani, Memahami Permasalahan Fikih Dakwah, Tangerang: PT Mitra
Cahaya Utama, Cet. Ke-1. h. 178.
59
dilakukan dengan tahapan-tahapan tertentu seperti proses pengenalan,
eksplorasi masalah, penanggulangan, serta evaluasi.
60
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Dari hasil penelitian lapangan yang telah penulis deskripsikan pada
bab-bab sebelumnya, penulis berkesimpulan bahwa kegiatan layanan
bimbingan dan konseling yang dilakukan/diberikan oleh Majelis Konseling
Yayasan Daarul Qur’an pada tataran praktisnya masih tetap mengadopsi
metode dan pendekatan-pendekatan bimbingan dan konseling pada umumnya.
Mengenai kegiatan konseling di Majelis Konseling Yayasan Darul
Qur’an Nusantara, nampak bahwa meskipun para konselor diberi kebebasan
untuk berkreasi dalam memberikan layanan bimbingan, akan tetapi tetap
menggunakan ZIS sebagai landasan berpikir dan bertindak. Proses bimbingan
dilakukan dengan tahapan-tahapan tertentu seperti proses pengenalan,
eksplorasi masalah, penanggulangan, serta evaluasi.
Adapun sisi unik dari layanan bimbingan konseling yang diberikan
oleh Majelis Konseling Yayasan Daarul Qur’an ini adalah adanya upaya
menanamkan pemahaman bahwa sebagian besar permasalahan manusia adalah
disebabkan oleh kurang mampunya manusia untuk bisa memberi dengan
ikhlas (zakat, infaq dan shadaqah). Andai saja seseorang mampu
melaksanakan ini dengan baik maka yang bersangkutan akan terjamin bahwa
kondisi baik fisik maupun rohaninya akan baik pula.
61
B. Saran.
Dari sedikit hasil penelitian yang telah diperoleh, penulis merasa perlu
untuk mengajukan beberapa saran yang sekiranya bersifat membangun.
Dengan tidak mengurangi rasa hormat, berikut beberapa saran yang dapat
penulis ajukan:
1. Konselor/pembimbing diharapkan menguasai bidang keilmuan dan
pengembangan bimbingan dan konseling dengan lebih mendalam,
terutama dengan menggabungkan metode-metode lain yang dapat
memperkaya dan mewarnai proses konseling itu sendiri. Sehingga apa
yang menjadi tujuan dari sebuah bimbingan atau konseling mampu
mendapatkan hasil yang maksimal.
2. Konselor hendaknya terus memberikan pemahaman kepada masyarakat
luas, tidak hanya sebatas antara klien dan konselornya saja, untuk
menyadari pentingnya berbagi yang didasari dengan rasa ikhlas, kepada
sesamanya (Zakat, Infaq dan shadaqah). Karena semakin masyarakat
menyadari betapa pentingnya ZIS ini, maka secara tidak langsung akan
membantu pemerintah dalam mengatasi masalah sosial yang terjadi,
khususnya di lingkungan sekitarnya.
3. Hendaknya para pembimbing/konselor senantiasa semakin memperkaya
lagi khazanah pengetahuan dan pemahaman pada sisi keilmuan psikologi
khususnya yang berkaitan dengan bimbingan dan konseling. Terutama
yang berkenaan dengan fase-fase perkembangan manusia. Hal ini penting
62
karena akan terdapat perbedaan mendasar dalam menghadapi klien yang
berbeda usia, lingkungan dan pendidikan.
4. Saran terakhir penulis mengingat terbatasnya hasil penelitian kali ini
adalah, hendaknya dapat dilakukan penelitian lebih lanjut dan mendalam
mengenai layanan bimbingan dan konseling yang berbasis zakat, infaq dan
shadaqah ini. Karena ini merupakan suatu khazanah pengetahuan baru,
yang masih harus lebih dikembangkan lagi bagi bidang keilmuan Dakwah,
khususnya bagi Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
63
DAFTAR PUSTAKA
A, Hallen. Bimbingan Konseling. Jakarta: Ciputat Press, 2002.
Ardani, M. Memahami Permasalahan Fikih Dakwah. Tangerang: Mitra Cahaya
Utama, 2006, Cet. Ke-I.
Arifin, M. Pedoman dan Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama.
Jakarta: PT Golden Terayon Perss, 1998.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian”Suatu Pendekatan Praktek”, Jakarta:
Rineka Cipta, 2002.
Azra, Azyumardi. Berderma untuk semua wacana dan praktik filantropi islam.
Jakarta: Teraju, 2003.
Bariadi, Lili dkk. Zakat dan Wirausaha. Jakarta, CED (Center for Entreprenership
Development), 2005.
Chaplin, P. James, Kamus Lengkap Psikologi, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2001, Cet. Ke- VII.
________________, Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung: Genta Risalah
Press, 1992.
________________. Al-Hikmah Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung:
Diponegoro, 2006.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahas Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka, 2002.
Dinas Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji, Pedoman Zakat 9 seri. Jakarta:
Bagian proyek peningkatan zakat dan wakaf, 2002.
Djamal, Murni. Ilmu Fiqh Jakarta: Proyek Pembinaan dan Sarana Perguruan
Tinggi Agama/IAIN Jakarta, 1983.
Dogun, Save M. Kamus Besar Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Lembaga Pengkajian
Kebudayaan Nusantara, 1997
Fachruddin, Terjemah Hadits Shahih Muslim. Jakarta: Bulan Bintang, 1982.
Hafidhuddin, Didin. Dakwah Aktual. Jakarta: Game Insani Press, 1998.
64
____________ Panduan Praktis Tentang Zakat, Infaq, dan Sedekah. Jakarta:
Gema Insani Press, 1998.
____________ Zakat Dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani Press,
2002.
Ibrahim, al-Syaikh Yasin. Cara Mudah Menunaikan Zakat. Jakarta: Pustaka
Madani, 1998.
Ja’far, Muhammad. Tuntunan Ibadah Zakat, Puasa, Haji. Jakarta: Kalam Mulia,
1994.
Kerlinger, Fred N. Asas-asas Penelitian Bihavioral .Yogyakarta: Universitas
Gajah Mada Press, 2000.
Mahmud, Musthafa. Islam Sebuah Kajian Filosofis, Jakarta: Bina Rena, 1997.
Mardalis. Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara,
2002.
____________ Psikologi Keluarga dari Keluarga Sakinah Hingga Keluarga
Bangsa. Jakarta: PT. Bima Rena Pariwara, 2005.
____________ Konseling Agama, Teori dan Kasus. Jakarta: PT. Bina Rena
Pariwara, 2005.
Muhyidin, Muhammad. Keajaiban Shadaqah. Yogyakarta: DIVA Press, 2007.
Mujtaba, Saefuddin. Belanjakan Harta Anad Sesuai Amant Allah. Jakarta: H. I.
Press, 1997.
Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif; Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002.
Narbuko, Cholid dan Achmadi, Abu. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi
Aksara, 2003.
Poerwadarminta, W.J. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,
1995.
Poerwandari, E. Kristi. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Jakarta:
LPSP3, 1998.
Qardhawi, Yusuf. Fiqhuz Zakat. Libanon: Muassasat Ar Risalah, 1973.
Rosjidan. Pengantar Wawancara Konseling. Malang: IKIP, 1994.
Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah. Bandung: PT Alma’arif, 1978.
65
Shihab, Quraish. Membumikan Al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1994.
Subana, M. dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia,
2001.
Suyuti, Achmad. Selekta Khutbah Jum’at. Jakarta: Pustaka Amani, 1998.
Umar, M. dan Sartono, Bimbingan dan Penyuluhan untuk Fakultas Tarbiyah dan
Komponen MKDK. Bandung: CV Pustaka Setia, 1998
Walgito, Bimo. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Yogyakarta: Andi Offset,
1995.
Yayasan Daarul Qur’an, PPPA News. Tangerang: Azzahra Graphic Design
Printing, 2008.
Yunus, Mahmud. Kamus Arab Indonesia. Jakarta: Hidakarya Agung, 1990.