Upload
phungkien
View
231
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
MILIARIA
I. PENDAHULUAN
Miliaria adalah kelainan kulit akibat retensi keringat ditandai dengan adanya
vesikel miliar.1 Miliaria merupakan suatu bentuk yang umum untuk suatu sumbatan
saluran keringat yang mengakibatkan air keringat tertahan didalam kulit yaitu pada
epidermis dan papilla dermis, yang terjadi secara mendadak dan menyebar secara
alami.2
Istilah ”miliaria” menunjukkan 3 gangguan yaitu terjadinya sumbatan saluran
keringat oleh keratin,diikuti robekan pada saluran dan pembentukan vesikel yang
berisi tahanan keringat.3
Pajanan panas yang lama, lingkungan yang lembab seperti pada daerah yang
tropis dan pekerjaan tertentu serta setelah sakit panas akan menyokong terjadinya
miliaria. Juga celana yang tertutup rapat merupakan suatu keadaan yang disukai
untuk berkembangnya miliaria misalnya pada dearah popok, terlalu lama berbaring.2
Bakteri normal kulit, seperti staphylococcus epidermidis dan staphylococcus aureus
diperkirakan berperanan dalam terjadinya miliaria.4
Miliaria atau dikenal juga dengan biang keringat1 dibagi atas empat macam
jenis, yaitu miliaria kristalina, miliaria rubra, miliaria pustulosa, dan miliaria
profunda2,5,6
Miliaria dapat terjadi pada pria dan wanita, semua ras dan semua usia.6
Miliaria kristalina dan miliaria rubra relatif lebih sering ditemukan pada bayi dan
anak-anak, tetapi pada keadaan yang cocok semua bayi dapat terkena miliaria.2
Frekuensi yang sama pada pria dan wanita.7
1
II. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya miliaria adalah penyumbatan pada pori-pori yang berasal
dari kelenjar keringat.8 Penyebab utama terjadinya sumbatan masih merupakan suatu
misteri.2
Pada saat cuaca panas tubuh mengeluarkan keringat, tetapi karena adanya
penyumbatan maka keringat tertahan di dalam kulit dan menyebabkan terbentuknya
benjolan kecil berwarna merah.8 Miliaria umumnya dipicu oleh panas, maserasi, dan
gesekan disertai sumbatan pada kelenjar keringat ekrin.9
Saluran ekrin yang belum matang pada bayi adalah salah satu penyebab
miliaria. Kelenjarnya mudah robek ketika berkeringat, robekan inilah menyebabkan
miliaria. Bila orang berkeringat terlalu lama dapat menyebabkan sumbatan keringat.
Hal ini menyebabkan kerusakan pada saluran keringat dan keringat tertimbun
dibawah kulit menyebabkan erupsi yang disebut miliaria.10
Ada beberapa obat yang menyebabkan eksaserbasi miliaria seperti betanecol,
obat yang merangsang terjadinya keluarnya keringat, dan isotretinoin, obat yang
mempengaruhi diferensiasi folikel.10
III. PATOGENESIS
Stimulus utama yang dapat menyebabkan terjadinya miliaria adalah kondisi
panas tinggi dan kelembaban yang memacu peningkatan produksi keringat.
Tertutupnya permukaan kulit secara rapat, yang disebabkan oleh pakaian,
menyebabkan terkumpulnya keringat di permukaan kulit serta kelebihan hidrasi pada
stratum korneum. Pada orang-orang yang rentan terkena miliaria, termasuk bayi, yang
memiliki kelenjar eksokrin yang relatif imatur, kelebihan hidrasi pada stratum
korneum cukup untuk menghalangi aliran dari duktus kelenjar keringat.3
Urutan kejadian terbentuknya miliaria meliputi sumbatan keratin pada saluran
ekrin yang diikuti oleh pecahnya saluran keringat dan keringat masuk ke dalam kulit
di bawah sumbatan.2
2
Sumbatan parakeratotik pada saluran keringat mungkin dihasilkan dari luka
sel-sel epidermis yang melapisi saluran keringat. Pada keadaan yang biasa, hal ini
disebabkan oleh maserasi akibat air keringat yang sering terjadi pada lingkungan
tropis karena kelembaban tinggi dan baju menghalangi penguapan. Sumbatan juga
dapat terjadi pada dermatosis yang meradang.2
Jika berada pada kelembaban tinggi, orang akan memproduksi keringat secara
terus-menerus, tetapi ekskresi keringat tidak akan sampai ke permukaan kulit oleh
karena adanya penghalang di duktus kelenjar keringat. Halangan ini menghasilkan
kebocoran keringat dalam perjalanannya ke permukaan kulit, yaitu ke lapisan dermis
atau epidermis, yang relatif anhidrosis.3
Ketika titik kebocoran berada di daerah stratum korneum atau di bawahnya,
maka dikenal sebagai miliaria kristalina, sedikit yang disertai proses inflamasi dengan
lesi yang bersifat asimtomatis. Hal ini berbeda dengan miliaria rubra, kebocoran
keringat ke lapisan subkorneal memproduksi vesikel-vesikel spongiosis serta sel
infiltrat inflamasi periduktal yang kronik di dalam papila dermal dan lapisan di bawah
epidermis. Pada miliaria profunda, keluarnya keringat ke papila dermal me
nghasilkan substansi, infiltrat limfosit periduktal, dan spongisus duktus
intraepidermal.3
Pada miliaria kristalina, sumbatan lebih superfisial hingga ke sampai stratum
korneum. Miliaria rubra atau prickly heat sumbatan terjadi dalam epidermis dan
terjadi inflamasi yang menyebabkan vasodilatasi berupa eritem dan gatal.3 Jika
sumbatan lebih dalam lagi yaitu pada daerah taut dermoepidermal maka akan
membentuk vesikel retensi keringat di dalam dermis superfisial yaitu pada papila
dermis bila mana saluran keringat ruptur pada bagian tepi atas dermis yang akan
membentuk miliaria profunda dimana ekstravasasi keringat akan merangsang edema
lokal sehingga menghasilkan papul berwarna putih.2
Miliaria pustulosa merupakan varian dari miliaria rubra yang mengalami
respon inflamasi atau terjadi infeksi sekunder atau setelah terjadi serangan berulang-
ulang miliaria rubra.2
3
IV. GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis dari jenis-jenis bintik miliaria adalah sebagai berikut :
1. Miliaria kristalina. Bentuk ini biasanya terjadi pada neonatus yang berumur
kurang dari 2 minggu dan orang dewasa yang sedang demam atau tinggal di
daerah iklim tropis. Lesi ini muncul secara bersamaan dalam beberapa hari
sampai beberapa minggu setelah terpapar cuaca panas dan tidak hilang dalam
beberapa jam sampai beberapa hari.4 Umumnya tidak memberi keluhan dan
sembuh dengan sisik yang halus.1
Gambar 1 : Miliaria kristalina
Lesi jenis ini berupa vesikel jernih di permukaan kulit dengan diameter 1-2 mm,
tanpa dikelilingi oleh eritema. Pada bayi, lesi ini cenderung terjadi di daerah
kepala, leher, dan tubuh bagian atas. Pada orang dewasa, lesi ini muncul pada
daerah badan. Lesi ini mudah pecah dan sembuh dengan deskuamasi
superfisial.4
2. Miliaria rubra, jenis ini lebih berat daripada miliaria kristalina, terdapat pada
badan dan tempat-tempat tekanan atau gesekan pakaian. Terlihat papul merah
atau papul vesikular ekstrafolikular yang sangat gatal dan pedih. Miliaria ini
terdapat pada orang yang tidak biasa pada daerah tropik.1 Lesi dapat sembuh
dalam beberapa hari, bila pasien dipindahkan dari ruangan yang panas dan
lembab.4
Dikutip dari kepustakaan 11
4
Gambar 2 : Miliaria rubra
Bentuk klinis tersering berupa makula eritematosa miliar dengan vesikel-vesikel
diatasnya. Dapat pula timbul papul-papul diatas makula tersebut.7 Pada bayi,
lesi jenis ini muncul di daerah leher, lipatan paha, dan ketiak. Pada orang
dewasa, lesi ini sering muncul pada kulit yang sering tertutup dan mengalami
gesekan dengan pakaian, misalnya pada daerah leher, kulit kepala, tubuh bagian
atas,dan daerah fleksor.4
3. Miliaria profunda. Bentuk ini sering terjadi pada orang-orang yang tinggal di
daerah beriklim tropis, dan telah mengalami miliaria rubra secara berulang. Lesi
ini berkembang dalam beberapa menit samapai beberapa jam setelah
berkeringat, serta bersifat asimptomatis. Lesi jenis ini cepat sembuh, biasanya
kurang dari satu jam setelah penyebab berkeringat dihilangkan. 4
Gambar 3 : Miliaria profunda
* Dikutip dari kepustakaan 11* Dikutip dari kepustakaan 4
5
Lesi jenis ini berupa papul tanpa folikel dengan diameter 1-3 mm, berwarna
eritema. Lesi biasanya terjadi pada badan, tetapi dapat juga muncul pada
ekstremitas. Lesi ini muncul setelah beraktivitas atau pada saat produksi
keringat meningkat.4
4. Miliaria pustulosa. Merupakan variasi dari miliaria rubra yang mengalami
respon inflamasi atau terjadi infeksi sekunder atau setelah terjadi berulang-
ulang miliaria rubra sehingga terbentuklah miliaria pustulosa dengan gejala
papul putih yang dalam, sering terjadi pada iklim tropis.2
Gambar 4 : Miliaria pustulosa**
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada miliaria tidak ditemukan hasil laboratorium yang abnormal.2 Gambaran
histopatologi pada miliaria kristalina terlihat gelembung intera/subkorneal,1 dari hasil
pemeriksaan sitologi kandungan vesikel tidak memperlihatkan sel-sel yang
mengalami inflamasi atau sel raksasa multinuklear.4
Pada miliaria rubra, gambaran histopatologik berupa gelembung terjadi pada
stratum spinosum sehingga menyebabkan peradangan pada kulit dan perifer kulit di
** Dikutip dari kepustakaan 4
6
epidermis.1 Vesikel spongiotik yang terdapat di dalam stratum spinosum, di bawah
sumbatan keratin dan infiltrat radang kronis terdapat di sekitarnya dan di dalam
vesikel serta mengelilingi dermis, infiltrasi limfositik perivaskuler dan vasodilatasi
terlihat pada dermis superfisial. Dengan pewarnaan khusus, dapat terlihat kokus
positif gram di bawah dan di dalam sumbatan keratin. Pada saluran keringat
intraepidermal diisi dengan substansi amorf yang Periodic Acid-Schiff (PAS) positif
dan diastase resisten.2
Miliaria profunda, terlihat sumbatan pada daerah taut dermoepidermal dan
pecahnya saluran keringat pada dermis bagian atas dan juga adanya edema
intraseluler periduktal pada epidermis (spongiosis) serta infiltrat radang kronis.2
Miliaria pustulosa, terlihat campuran infiltrat dengan sel-sel mononuklear dan
lekosit polimorfonuclear (PMN) dan sumbatan ekrin pada taut dermoepidermal
dengan gangguan pada sistem ekrin dermal.2
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Jika
saluran kelenjar keringat tersumbat, maka keringat yang tertahan menyebabkan
terjadinya peradangan, yang selanjutnya akan menimbulkan iritasi dan gatal-gatal.8
Diagnosis miliaria yang khas bentuk klinisnya tidak sukar untuk ditegakkan.
Retensi keringat yang menyebabkan gatal pada eksim dan dermatosis lainnya harus
dicurigai bilamana terjadi iritasi pada keadaan yang panas meskipun sukar untuk
dibuktikan.2 Pada pemeriksaan laboratorium tidak ada hasil pemeriksaan
laboratorium yang abnormal kecuali saat cuaca sangat panas yang disebabkan retensi
keringat. Hasil biopsi memperlihatkan sumbatan saluran keringat, pecahnya saluran
keringat dan vesikel berisi timbunan keringat pada lapisan kulit yang menandakan
tipe miliaria.3
VII. DIAGNOSIS BANDING
7
Miliaria dapat didiagnosis banding dengan :
1. Eritema toksikum neonatorum
Miliaria rubra sering dibingungkan dengan eritema toksikum neonatorum.4
Eritema toksikum neonatorum merupakan suatu eritema generalisata yang mencolok,
yang terjadi beberapa jam setelah lahir dan menghilang secara spontan dalam waktu
24-48 jam.2 Penyakit ini merupakan tumor jinak, dapat sembuh sendiri.12 Lesi Eritema
toksikum neonatorum ini mempunyai karakteristik berupa eritema makular, papul,
vesikel dan pustul, dan tidak ditemukan gejala sisa yang permanen.13 Pustul pada
eritema toksikum neonatorum diisi oleh eosinifil, tidak demikian halnya pada miliaria
rubra.4
Gambar 5 : Eritema toksikum neonatorum
2. Folikulitis
Folikulitis adalah peradangan pada selubung akar rambut (folikel).
Penyebabnya adalah infeksi oleh bakteri stafilokokus,14 dapat juga disebabkan oleh
trauma atau sumbatan pada folikel.15 Miliaria rubra juga dibingungkan dengan
folikulitis.4,16 Papul folikel eritematosa atau pustul kecil seperti kepala peniti tanpa
mengenai kulit disekitarnya disertai dengan rambut dibagian tengahnya.2 Folikulitis
bisa terjadi di bagian kulit manapun, biasanya merupakan akibat dari kerusakan
Dikutip dari kepustakaan 3
8
folikel rambut karena bergesekan dengan pakaian, penyumbatan folikel rambut,
pencukuran.14
Pada kulit yang terkena akan timbul ruam, kemerahan dan rasa gatal.
Di sekitar folikel rambut tampak beruntus-beruntus kecil berisi cairan yang bisa
pecah lalu mengering dan membentuk keropeng. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
gejala-gejalanya. Untuk memastikan bahwa penyebabnya adalah stafilokokus, bisa
dilakukan pembiakan contoh jaringan yang terinfeksi di laboratorium.14
Gambar 6 : Folikulitis
3. Herpes simpleks
Pada keadaan infeksi serius, miliaria kadang-kadang dibingungkan dengan
herpes simpleks.18 Infeksi virus herpes simpleks memberikan gambaran berupa
vesikel2 yang berkelompok19 dan pustul diatas plak atau eritematosa serta edema.
Terdapat pembesaran getah bening regional tetapi demam dan gejala konstitusi
biasanya ringan.2 Ada riwayat kontak dengan penderita, dan melibatkan membran
mukosa.19
*Dikutip dari kepustakaan 17
**Dikutip dari kepustakaan 20
9
Gambar 7 : Herpes simpleks**
VIII. PENATALAKSANAAN
1. Perawatan Umum
Kunci utama penatalaksanaan miliaria terutama pada penempatan penderita
pada lingkungan yang sejuk sehingga keringat akan berhenti keluar. Sumbatan keratin
yang menyumbat lubang keringat akan terbuka dalam beberapa hari, tetapi beberapa
kelenjar mungkin akan tersumbat selama 2-3 minggu.4
Penyejuk ruangan pada kamar tidur umumnya dianjurkan paling sedikit 8 jam
setiap harinya pada keadaan tidak berkeringat sebagai pencegahan juga dapat
digunakan kipas angin.4 Pengobatan dengan cara menghindari panas dan kelembatan
yang berlebihan, mengusahakan regulasi suhu yang baik dan pakaian tipis yang dapat
menyerap keringat.1
2. Terapi sistemik
Antihistamin dibutuhkan bila timbul gatal. Selain itu obat ini juga dapat
membantu untuk tidur, yang biasanya terganggu oleh karena rasa gatal. Jika terjadi
infeksi, maka penggunaan antibiotik juga dibutuhkan.18 Anti histamin dalam dosis
terapi efektif untuk mengobati udem, eritem dan pruritus. Salah satu contoh AH1
10
golongan alkilamin adalah Klorfeneramin maleat dengan dosis tunggal dewasa 2-4
mg.21 Terapi retinoid dan asam askorbik oral juga dianjurkan.6
3. Terapi topikal
Antibiotik topikal secara klinis tidak terlalu efektif tetapi dapat diberikan
untuk menghindari impetiginisasi. Pada percobaan, pemberian gentamisin dan
neomisin secara topikal dapat mengurangi berkembangnya miliaria.2 sediaan
gentamisin salep atau krim dalm kadar 0,1 dan 0,3 %. Neomisin terbanyak digunakan
topilak, baik untuk infeksi kulit maupun untuk infeksi mukosa oleh kuman yang
sensitif.22 Juga dapat dapat diberikan anti biotik topikal seperti krim kloramfenikol
2%.7
Losion kalamin mungkin efektif untuk mengurangi ketidaknyamanan, yang
biang kering dapat memberi efek sebagai emolien.2 Pada miliaria rubra dapat
diberikan bedak salisil 2% dibubuhi menthol ¼ -2%. Losio Faberi dapat pula
digunakan.untuk memberikan efek anti pruritus dapat ditambahkan mentholum atau
camphora pada lotio Faberi. Pada miliaria profunda dapat diberikan lotio calamin
dengan atau tanpa mentol 0,25%, dapat pula resorsin 3% dalam alkohol.1
Steroid topikal yang ringan sering diberikan dengan alasan mengurangi gejala
selama masa perbaikan.11 Hidrokortison 1% dapat juga dapat digunakan untuk
mengurangi gejala.2 Antiseptik dan antibiotik antistafilokokus dapat melawan
pertumbuhan bakteri. 11
IX. PROGNOSISPrognosis umumnya baik,7 dimana sebagian besar pasien sembuh dalam satu
sampai beberapa minggu, bila pasien dipindahkan ke ruangan yang sejuk.4
X. KESIMPULAN
Miliaria atau heat rash atau biang keringat adalah salah satu gangguan yang
terjadi akibat penyumbatan duktus kelenjar eksokrin ke permukaan kulit. Miliaria
11
muncul ketika suhu atau kelembaban lingkungan relatif lingkungan tinggi dan
produksi keringat meningkat.
Miliaria dibagi atas empat macam jenis, yaitu miliaria kristalina, miliaria
rubra, miliaria profunda dan miliaria pustulosa. Miliaria dapat terjadi pada pria dan
wanita, semua ras dan semua usia.
Pada miliaria tidak ditemukan hasil laboratorium yang abnormal. Miliaria
didiagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik. Miliaria dapat didiagnosis banding
dengan eritema toksikum neonatorum, folikulitis, dan herpes simpleks.
Pasien sering diterapi dengan kortikosteroid potensi rendah, antibiotik, dan
antihistamin. Sebagian besar pasien sembuh dalam satu sampai beberapa minggu.
DAFTAR PUSTAKA
1. Natahusada, E.C. Miliaria. Djuanda, A. Ilmu penyakit Kulit dan kelamin. 1999: Jakarta.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Hal.258-9
2. Amiruddin MD. Ilmu penyakit kulit. Makassar: Bagian ilmu penyakit kulit dan kelamin fakultas kedokteran universitas hasanuddin; 2003
3. Hurley HJ. Disorder of the sweat glands. In: Orkin M, Maibach HI, Dahl MV, eds. Dermatology 1st ed. Minnesota: Prentice-Hall International Inc; 1991.p.340-8.
4. Levin N.A. Miliaria. [online]. January 25, 2007 [ cited 2007 Feb 14 ]; [11 screen]. Available from URL: http://www.emedicine.com/derm/topic266.htm
5. Goldsmith LA. Disorders of the eccrine sweat glands. In: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, Eds. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 6th ed. New York: McGraw-Hill; 2003.p.705-7.
6. Bolognia JL, etc. Dermatology. London: Mosby; 2003 7. Siregar R.S. Atlas berwarna saripati penyakit kulit. 1996. Jakarta. EGC8. Biang Keringat. [ cited 2007 Feb 14 ]; [11 screen]. Available from
URL: http://www.medicastore.com/med/detail_pyk.php?iddtl=811&idktg=14&UID=20070214152103125.162.210.53
9. Bozzo P, Miller RC. Dermatology and dematopathology a dynamic interface. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 1999.
10. Miliaria. [ cited 2007 Feb 14 ]. Available from URL: http://www.telmedpak.com/homes.asp?a=derma_eanas&b=Miliaria
12
11. Miliaria. [online]. 2006 [ cited 2006 Jun 30 ]; [ 3 screen ]. Available from URL: http://dermnetz.org/lesions/miliaria.html
12. Yan AC. Erythema toxicum. [online]. January 13, 2006 [ cited 2007 Feb 14 ]. Available from URL: http://www.emedicine.com/ped/topic697.htm
13. Beute T.C. Erythema toxicum neonatorum. November 8, 2006 ;[ cited 2007 Feb 14 ]. Available from URL: http://www.emedicine.com/derm/topic139.htm
14. Folikulitis, bisul & karbunkel. [ cited 2007 Feb 14 ]; Available from URL: http://www.medicastore.com/med/detail_pyk.php?iddtl=343&idktg=14&UID=20070214152246125.162.210.53
15. Satter E. Folliculitis. [online]. June 21, 2006 [cited 2007 Feb 14].Available from URL: http://www.emedicine.com/derm/topic159.htm
16. Hurley HJ. Disease of the apocrine and Eccrine sweat glands. Moschella, S.L and Hurley, H.J. Dermatology 2nd ed.. Philadelphia: W.B. Saunders Company; 1985.p.1355-62.
17. Folliculitis Group. [ cited 2006 July 2]. Available from URL: http://www.thumbnailIndex.cfm
18. Greene A. Miliaria. [online]. 2002 Aug 31 [cited 2006 Jun 30]; [2 screen]. Available from URL:http://www.drgreene.com/a-zguide/miliaria.htm
19. Torres G. Herpes simplex. [online]. August 9, 2005 [cited 2007 Feb 14 ]; Available from URL: http://www.emedicine.com/derm/topic179.htm
20. Herpes simplex. [online]. 2006 [cited 2006 Jul 9]; Available from URL: http://www.comtemporarypediatrics.com/contpeds/data/articlestandard/contpeds/312004/108010/k2a0
21. Sjamsudin U, Dewoto HR. Autakoid dan antagonis. In: Ganiswara SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi, ed. Farmakologi dan terapi.4th ed. Jakarta: Bagian farmakologi fakultas kedokteran universitas indonesia; 1995.p.248-61.
22. Gan SG, Gan VHS. Aminoglikosoid. In: Ganiswara SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi, editors. Farmakologi dan terapi. 4 th
ed. Jakarta: Bagian farmakologi fakultas kedokteran universitas indonesia; 1995.p.661-74
13