82
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menua identik terjadi pada lanjut usia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, yang ditandai dengan kegagalan tubuh dalam mempertahankan homeostasis tubuh terhadap tekanan fisiologis yang menyebabkan terjadinya perubahan struktur tubuh dan perubahan fungsional sehingga menyebabkan adanya gangguan, ketidakmampuan dan sering terjadi penyakit (Rochman & Aswin, 2001). Menurut Potter & Perry (2005) masa dewasa tua (lansia) dimulai setelah pensiun biasanya antara usia 65-75 tahun. Lansia atau lanjut usia adalah orang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas yang mempunyai hak yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (Suardiman, 2011). Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia akan membawa dampak terhadap berbagai aspek kehidupan, baik bagi individu lansia itu sendiri, keluarga, masyarakat maupun 29

Mini Riset

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Gerontik

Citation preview

53

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANGMenua identik terjadi pada lanjut usia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, yang ditandai dengan kegagalan tubuh dalam mempertahankan homeostasis tubuh terhadap tekanan fisiologis yang menyebabkan terjadinya perubahan struktur tubuh dan perubahan fungsional sehingga menyebabkan adanya gangguan, ketidakmampuan dan sering terjadi penyakit (Rochman & Aswin, 2001). Menurut Potter & Perry (2005) masa dewasa tua (lansia) dimulai setelah pensiun biasanya antara usia 65-75 tahun. Lansia atau lanjut usia adalah orang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas yang mempunyai hak yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (Suardiman, 2011).

Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia akan membawa dampak terhadap berbagai aspek kehidupan, baik bagi individu lansia itu sendiri, keluarga, masyarakat maupun pemerintah. Implikasi ekonomis yang penting dari peningkatan penduduk lanjut usia adalah peningkatan ratio ketergantungan usia lanjut (old age ratio dependency) yang disebabkan kemunduran fisik, psikis, sosial lanjut usia yang dapat digambarkan melalui tiga tahap yaitu, kelemahan (impairment), keterbatasan fungsional (functional limitations), ketidakmampuan (disability), dan keterhambatan (handicap) yang dialami bersamaan dengan proses kemunduran akibat proses menua (aging process). Pada lansia terjadi berbagai perubahan, meliputi perubahan fisik, mental, spiritual, psikososial adaptasi terhadap stres mulai menurun. Pada lanjut usia permasalahan yang menarik adalah kurangnya kemampuan dalam beradaptasi secara psikologis terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya. Depresi pada lansia yang berada di panti ditandai oleh suasana afek depresif, pesimistis, gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna, gangguan perasaan sedih atau putus harapan, kesepian, tingkat aktivitas rendah, kelelahan fisik, gangguan tidur, gangguan nafsu makan, pandangan masa depan yang suram dan konsentrasi, gangguan membuat keputusan, serta keluhan fisik lainnya (Suardiman, 2011). Menurut Kaplan et all (2010) kira-kira 25% komunitas lanjut usia dan pasien rumah perawatn ditemukan adanya gejala depresi pada lansia. Depresi menyerang 10-15% lansia 65 tahun keatas yang tinggal dikeluarga dan angka depresi meningkat secara drastis pada lansia yang tinggal di institusi, dengan sekitar 50-75% penghuni perawatan jangka panjang memiliki gejala depresi ringan sampai sedang (Stanley & Beare, 2007).

Depresi pada lansia yang tidak ditangani dapat berlangsung bertahun-tahun dan dihubungkan dengan kualitas hidup yang jelek, kesulitan dalam fungsi sosial dan fisik, kepatuhan yang jelek terhadap terapi, dan meningkatnya morbiditas dan mortalitas akibat bunuh diri dan penyebab lainnya. Faktor-faktor yang menyebab depresi pada lansia bervariasi. Pertama adalah factor psikologis, kedua kerentanan faktor biologi terhadap depresi, ketiga faktor psikososial dan faktor budaya (Darmojo & Martono. 2004).

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada hari Kamis tanggal 9 April 2015 di Panti Sosial Lanjut Usia Bondowoso, diperoleh data bahwa jumlah lansia yang ada di Panti Sosial Lanjut Usia Bondowoso saat ini yaitu sebanyak 87 orang. Sebagian besar lansia di ruang Adelweis, Mawar 1 dan Mawar 2 Panti Sosial Lanjut Usia Bondowoso mengalami depresi atau sekitar 70%. Peneliti mengajukan kuesioner Skala Depresi Geriatrik (SDG) serta wawancara pada 9 orang lansia yang berada di ruang adelweis. Hasil yang didapatkan 8 orang lansia mengalami suasana perasaan sedih, mudah lelah, nafsu makan berkurang, mengalami gangguan tidur serta mengatakan diri tidak berdaya. Terdapat 1 orang lansia mengalami rasa pesimistis terhadap kehidupannya.

Penatalaksanaan depresi pada lansia yaitu mencakup terapi biologik dan psikososial. Terapi biologik antara lain dengan pemberian obat antidepresan, Elektrokonfulsif Therapy (ECT), terapi sulih hormon dan Transcranial Magnetic Stimulation (TMS). Sementara terapi psikososial bertujuan mengatasi masalah psikoedukatif, yaitu mengatasi kepribadian maladaptif, distorsi pola berpikir, mekanisme koping yang tidak efektif, hambatan relasi interpersonal. Terapi ini juga dilakukan untuk mengatasi masalah sosiokultural, seperti keterbatasan dukungan dari keluarga kendala terkait faktor kultural, perubahan peran social (Nita, 2008). Terapi yang lain yang termasuk terapi psikologis ialah terapi musik. Word Music Therapy Federation mengemukakan definisi terapi musik yang lebih menyeluruh yaitu terapi musik adalah penggunaan musik dan atau elemen musik oleh seseorang terapis musik yang telah memenuhi kualifikasi, terhadap klien atau kelompok dalam proses membangun komunikasi, meningkatkan relasi interpersonal, belajar, meningkatkan mobilitas, mengungkapkan ekspresi, menata diri atau untuk mencapai tujuan terapi lainnya. Proses ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan fisik, emosi, mental, sosial, maupun kognitif dalam rangka upaya pencegahan, rehabilitasi, atau pemberian perlakuan. Bertujuan mengembangkan potensi dan atau memperbaiki individu, baik melalui penataan diri sendiri maupun dalam relasinya dengan orang lain, agar ia dapat mencapai keberhasilan dan kualitas hidup yang lebih baik (Djohan, 2006).

Musik klasik merupakan musik yang dapat melatih otot-otot dan pikiran menjadi relaks. Dengan mendengarkan musik, responden merasakan kondisi yang rileks dan perasaan yang nyaman. Terapi musik klasik bertujuan untuk menghibur para lansia sehingga meningkatkan gairah hidup dan dapat mengenang masa lalu yang dapat memberikan rasa relaksasi pada lansia. Beberapa ahli menyarankan untuk tidak menggunakan jenis musik tertentu seperti pop, disco, rock and roll, dan musik berirama keras (anapestic beat) lainnya, karena jenis musik dengan anapestic beat (2 beat pendek, 1 beat panjang dan kemudian pause) merupakan irama yang berlawanan dengan irama jantung. Musik lembut dan teratur seperti intrumentalia dan musik klasik merupakan musik yang sering digunakan untuk terapi musik (Potter, 2005). Terapi musik klasik ini bekerja pada otak, dimana ketika didorong oleh rangsangan dari luar (terapi musik klasik), maka otak akan memproduksi zat kimia yang disebut neuropeptide. Molekul ini akan menyangkutkan ke dalam reseptor reseptor mereka yang ada di dalam tubuh dan akan memberikan umpan balik berupa ketenangan dan menjadi rileks (Nicholas & Humenick, 2002).

Keuntugan terapi musik dibandingkan terapi yang lain adalah terapi musik mampu mempengaruhi kemampuan bahasa dan konsentrasi yang akhirnya berakibat pada meningkatnya kualitas hidup dan peningkatan konsentrasi. Sehingga musik dapat mengembalikan kemampuan tersebut pada penderita depresi. Otak dapat memberitahu bagaimana cara kerja yang terjadi dalam musik, baik saat mendengar, menciptakan ataupun mempertunjukkannya, ini sangat sederhana karna kerja otak dapat dipicu oleh perilaku dan perhatian manusia terhadap kesadaran, pikiran, persepsi dan sejenisnya (Djohan, 2006).B. Rumusan Masalah1. Pernyataan MasalahDepresi merupakan salah satu dari beberapa masalah utama pada lansia yang berada di Panti Sosial. Secara psikologis, lansia memiliki kenangan-kenangan masa lalu yang masih terbayang sehingga membuatnya merasa sedih, merasa tidak berguna, merasa marah dan lain sebagainya. Adanya kenangan ini menimbulkan gangguan pada lansia yang dimulai dari gangguan tidur, emosi tidak stabil, mudah marah hingga perilaku menyimpang dan berkeinginan bunuh diri. Lansia yang berada di ruang Adelweis PSLU Bondowoso sebagian besar mengalamai depresi sedang hingga berat dan membutuhkan terapi guna meningkatkan kualitas hidup lansia. Hal ini pula dapat membuat lansia menjadi tidak produktif dan tidak dapat menikmati aktivitas sehari-harinya.2. Pertanyaan Masalah

a. Bagaimanakah tingkat depresi lansia yang berada di ruang Adelweis, Mawar 1 dan Mawar 2 PSLU Bondowoso sebelum diberikan intervensi terapi music?

b. Bagaimanakah tingkat depresi lansia yang berada di ruang Adelweis, Mawar 1 dan Mawar 2 PSLU Bondowoso setelah diberikan terapi music?

c. Adakah pengaruh terapi music terhadap tingkat depresi lansia yang berada di ruang Adelweis, Mawar 1 dan Mawar 2 PSLU Bondowoso?C. Tujuan Penelitian1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh terapi music terhadap tingkat depresi lansia yang berada di ruang Adelweis, Mawar 1 dan Mawar 2 PSLU Bondowoso.

2. Tujuan Khususa. Mengukur tingkat depresi lansia yang berada di ruang Adelweis, Mawar 1 dan Mawar 2 PSLU Bondowoso sebelum diberikan intervensi terapi music.

b. Mengukur tingkat depresi lansia yang berada di ruang Adelweis, Mawar 1 dan Mawar 2 PSLU Bondowoso setelah diberikan intervensi terapi music.c. Menganalisis pengaruh terapi music terhadap tingkat depresi lansia yang berada di ruang Adelweis, Mawar 1 dan Mawar 2 PSLU BondowosoD. Manfaat Penelitian1. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah keilmuan terkait penelitian yang dilakukan dan juga untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya tentang depresi pada lansia.2. Bagi Dinas TerkaitSebagai masukan informasi tentang depresi pada lansia dan juga dapat digunakan sebagai strategi dalam penatalaksanaan depresi pada lansia di PSLU Bondowoso.3. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan tentang penatalaksanaan depresi pada lansia dengan terapi music kepada masyarakat agar dapat melakukan pencegahan terjadinya depresi pada lansia.4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapakan dapat dipergunakan sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya tentang depresi pada lansia.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Menua

1. Pengertian Menua

Masa tua (lansia) dimulai setelah pensiun, biasanya antara 65-75 tahun (Potter & Perry, 2005). Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004 dalam Psychologymania, 2013).2. Teori Proses Menua

Proses menua merupakan suatu proses yang wajar, bersifat alami dan pasti akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai umur panjang (Nugroho, 2000). Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu (Stanley and Patricia, 2006).

Darmojo dan Martono (1994), dalam Nugroho (2008), mengatakan bahwa menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.a. Teori Biologis

1) Teori Radikal Bebas

Radikal bebas merupakan contoh produk sampah metabolisme yang dapat menyebabkan kerusakan apabila terjadi akumulasi. Normalnya radikal bebas akan dihancurkan oleh enzim pelindung, namun beberapa berhasil lolos dan berakumulasi di dalam organ tubuh. Radikal bebas yang terdapat di lingkungan seperti kendaraan bermotor, radiasi, sinar ultraviolet, mengakibatkan perubahan pigmen dan kolagen pada proses penuaan. Radikal bebas tidak mengandung DNA. Oleh karena itu, radikal bebas dapat menyebabkan gangguan genetik dan menghasilkan produk-produk limbah yang menumpuk di dalam inti dan sitoplasma. Ketika radikal bebas menyerang molekul, akan terjadi kerusakan membran sel; penuaan diperkirakan karena kerusakan sel akumulatif yang pada akhirnya mengganggu fungsi. Dukungan untuk teori radikal bebas ditemukan dalam lipofusin, bahan limbah berpigmen yang kaya lemak dan protein. Peran lipofusin pada penuaan mungkin kemampuannya untuk mengganggu transportasi sel dan replikasi DNA. Lipofusin, yang menyebabkan bintik-bintik penuaan, adalah dengan produk oksidasi dan oleh karena itu tampaknya terkait dengan radikal bebas.2) Teori Cross-linkTeori cross-link dan jaringan ikat menyatakan bahwa molekul kolagen dan elastin, komponen jaringan ikat, membentuk senyawa yang lama meningkatkan regiditas sel, cross-linkage diperkirakan akibat reaksi kimia yang menimbulkan senyawa antara melokul-melokul yang normalnya terpisah (Ebersole & Hess, 1994 dalam Potter & Perry, 2005).3) Teori Imunologis

Teori imunitas berhubungan langsung dengan proses penuaan. Selama proses penuaan, sistem imun juga akan mengalami kemunduran dalam pertahanan terhadap organisme asing yang masuk ke dalam tubuh sehingga pada lamsia akan sangat mudah mengalami infeksi dan kanker.perubahan sistem imun ini diakibatkan perubahan pada jaringan limfoid sehingga tidak adanya keseimbangan dalam sel T intuk memproduksi antibodi dan kekebalan tubuh menurun. Pada sistem imun akan terbentuk autoimun tubuh. Perubahan yang terjadi merupakan pengalihan integritas sistem tubuh untuk melawan sistem imun itu sendiri.b. Teori Psikososial

1) Disengagement theory (pemisahan diri)

Teori ini menggambarkan penarikan diri oleh lansia dari peran masyarakat dan tanggung jawabnya. Lansia akan dikatakan bahagia apabila kontak sosial telah berkurang dan tanggungjawab telah diambil oleh generasi yang lebih muda. Manfaat dari pengurangan kontak sosial bagi lansia adalah agar dapat menyediakan eaktu untuk mengrefleksi kembali pencapaian yang telah dialami dan untuk menghadapi harapan yang belum dicapai.2) Teori Aktivitas

Teori ini berpendapat apabila seorang lansia menuju penuaan yang sukses maka ia harus tetap beraktivitas.kesempatan untuk turut berperan dengan cara yang penuh arti bagi kehidupan seseorang yang penting bagi dirinya adalah suatu komponen kesejahteraan yang penting bagi lansia. Penelitian menunjukkan bahwa hilangnya fungsi peran lansia secara negatif mempengaruhi kepuasan hidup, dan aktivitas mental serta fisik yang berkesinambungan akan memelihara kesehatan sepanjang kehidupan.3) Teori Kontinuitas

Teori kontinuitas mencoba menjelaskan mengenai kemungkinan kelanjutan dari perilaku yang sering dilakukan klien pada usia dewasa. Perilaku hidup yang membahayakan kesehatan dapat berlangsung hingga usia lanjut dan akan semakin menurunkan kualitas hidup.B. Depresi Pada Lansia

1. Pengertian Depresi

Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya kegairahan hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability, masih baik), kepribadian tetap utuh atau tidak mengalami keretakan kepribadian (Splitting of personality), prilaku dapat terganggu tetapi dalam batas-batas normal (Hawari Dadang, 2001).Selain itu depresi dapat juga diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan (afektif mood), yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan, ketidakgairahan hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya.Depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan komponen psikologis seperti rasa sedih, susah, merasa tidak berguna, gagal, putus asa dan penyesalan atau berbentuk penarikan diri, kegelisahan atau agitasi (Afda Wahywlingsih dan Sukamto)2. Etiologi Depresi Pada Lansia

Penyebab dan faktor risiko yang menyebabkan depresi pada orang tua dan lansia meliputi (www.kusehat.com):a. Masalah kesehatan - Penyakit dan kecacatan, sakit kronis atau berat; penurunan kognitif; kerusakan pada citra tubuh karena operasi atau penyakit.

b. Kesepian dan isolasi - Hidup sendiri, berkurangnya lingkaran sosial karena kematian atau relokasi, turunnya mobilitas karena sakit atau kehilangan kendali atas hak istimewa.

c. Berkurangnya perasaan berguna - Perasaan tak berguna atau kehilangan identitas karena pensiun atau terbatasnya kegiatan fisik.

d. Ketakutan - Takut mati atau sekarat; kecemasan atas masalah keuangan atau masalah kesehatan.

e. Kehilangan- Kematian teman, anggota keluarga, dan hewan peliharaan; hilangnya pasangan atau mitra.

Kondisi Medis yang Dapat Menyebabkan Depresi pada Lansia sangatlah penting menyadari bahwa masalah medis dapat menyebabkan depresi pada orang tua dan lansia, baik secara langsung atau sebagai reaksi psikologis terhadap penyakit. Setiap kondisi medis yang kronis, terutama jika itu menyakitkan, melumpuhkan, atau mengancam jiwa, dapat menyebabkan depresi atau membuat gejala depresi lebih parah. 3. Tanda dan Gejala Depresi Pada Lansia

Tanda dan gejala yang sering timbul dari depresi adalah penurunan energi dan konsentrasi, gangguan tidur terutama terbangun dini hari dan sering terbangun malam hari, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan dan keluhan somatik. Sedangkan menurut Greg Wilkinson, tanda dan gejala depresi terbagi atas:a. Suasana Hati1) Sedih2) Kecewa3) Murung4) Putus Asa5) Rasa cemas dan tegang6) Menangis7) Perubahan suasana hati8) Mudah tersinggungb. Fisik1) Merasa kondisi menurun, lelah, pegal-pegal2) Sakit3) Kehilangan nafsu makan4) Kehilangan berat badan5) Gangguan tidur6) Tidak bisa bersantai7) Berdebar-debar dan berkeringat8) Agitasi9) KonstipasiNamun seringkali gejala-gejala fisik tersebut disalahtafsirkan sebagai gejala akibat penyakit fisik tertentu.

4. Patofisiologi Depresi Pada Lansia

a. Faktor PsikososialBerkurangnya interaksi sosial dan dukungan sosial yang kurang baik dapat mengakibatkan penyesuaian diri yang negatif pada lansia. Menurunnya kapasitas hubungan keakraban dengan keluarga, berkurangnya interaksi dengan keluarga yang dicintai dapat menimbulkan perasaan tidak berguna, merasa disingkirkan, tidak dibutuhkan lagi dan kondisi ini dapat berperan dalam terjadinya depresi.Kemampuan adaptasi (lamanya tinggal dipanti) berpengaruh terhadap terjadinya depresi pada lansia. Sulit bagi lansia meninggalkan rumah lamanya yang selama ini ditempati bersama-sama orang-orang yang dicintainya. Yang tentu saja mempunyai kenangan manis. Selain itu sikap konservatif lansia menambah sulit untuk menyesuaikan diri pada lingkungan baru. Kondisi ini dapat menyebabkan perasaan tertekan, kesedihan dan keputusasaan.b. Faktor Psikologi1) Motivasi Masuk PantiMotivasi merupakan suatu dorongan dalam pikiran untuk bertindak. Motivasi sangat penting bagi lansia untuk menentukan tujuan hidup dan apa yang ingin dicapainya dalam kehidupan di panti. Adanya keinginan yang muncul dari dalam individu lansia untuk tinggal di panti akan membuatnya bersemangat meningkatkan toleransi dan merasa berguna. Kondisi ini akan menimbulkan efek yang baik bagi kehidupan lansia.2) Rasa rendah diri atau tidak berdayaSeseorang yang ambisius, merasa dikejar-kejar akan tugas dan selalu berambisi harus lebih maju, umumnya saat memasuki lansia cendrung untuk: gelisah, mudah stres, was-was, mudah frustasi, merasa diremehkan, mudah cemas, sulit tidur, tidak siap hidup dirumah saja, perasaan tidak berdaya dan tidak berguna. Sebaliknya mereka yang berkepribadian tenang, keinginan untuk maju diimbangi dengan usaha yang tidak terburu-buru berdasarkan pada pemikiran yang tenang pada umumnya tidak menunjukkan perubahan psikologis yang negatif. C. Terapi Musik

1. Pengertian Terapi Musik

Terapi musik adalah usaha meningkatkan kualitas fisik dan mental dengan rangsangan suara yang terdiri dari melodi, ritme, harmoni, timbre, bentuk dan gaya yang diorganisisr sedemikian rupa hingga tercipta musik yang bermanfaat untuk kesehatan fisik dan mental (Eka, 2011, dalam Apriliana 2012).

Terapi musik adalah terapi yang universal dan bisa diterima oleh semua orang karena kita tidak membutuhkan kerja otak yang berat untuk menginterpretasi alunan musik. Terapi musik sangat mudah diterima organ pendengaran kita dan kemudian melalui saraf pendengaran disalurkan ke bagian otak yang memproses emosi (sistem limbik) (Astuti, 2011).

Terapi musik terdiri dari dua hal yaitu aktif dan pasif, dengan pendekatan aktif maka pasien dapat turut serta aktif berpartisipasi. Misalnya pada saat mendengarkan musik mereka dapat ikut serta bersenandung, menari, atau sekedar bertepuk tangan. Sedangkan yang sifatnya pasif jika pasien hanya bertindak sebagai pendengar saja, meski sebagai motorik mereka tampak pasif, namun sesungguhnya aktivitas mentalnya tetap bekerja (Kurniawan, 2011, dalam Apriliana, 2012).Campbell (2001) dalam Apriliana (2012) mengatakan bahwa proses mendengarkan musik merupakan suatu bentuk komunikasi afektif dan memberikan pengalaman emosional. Emosi merupakan suatu pengalaman subyektif yang terdapat pada setiap manusia.Untuk dapat merasakan dan menghayati serta mengevaluasi makna dari interaksi dan lingkungan, ternyata dapat dirangsang dan dioptimalkan perkembangannya melalui musik sejak masa dini.2. Efek Musik Terhadap Respon Tubuh

Menurut Nurseha & Djafar (2002) musik klasik mempunyai fungsi menenangkan pikiran dan katarsis emosi, serta dapat mengoptimalkan tempo, ritme, melodi dan harmoni yang teratur sehingga menghasilkan gelombang alfa serta gelombang beta dalam gendang telinga sehingga memberikan ketenangan yang membuat otak siap menerima masukan baru, efek rileks, dan menidurkan. Secara umum musik menimbulkan gelombang vibrasi yang dapat menimbulkan stimulus pada gendang pendengaran. Stimulasi itu ditransmisikan pada susunan saraf pusat (limbic system) di sentral otak yang merupakan ingatan, kemudian pada hypothalamus atau kelenjar sentral memiliki susunan saraf pusat akan mengatur segala sesuatunya untuk mengaitkan musik dengan respon tertentu.Bernardi (2006) dalam jurnal penelitiannya mengatakan bahwa mendengarkan musik merupakan fenomena komplek yang menyertakan aspek psikologis, emosional, neurologis, dan perubahan kardiovaskular yang disertai perilaku perubahan pernapasan.

Terdapat tiga sistem saraf dalam otak yang akan terpengaruh oleh musik yang didengar, yaitu :a. Sistem otak yang memproses perasaan

Musik merupakan bahasa jiwa yang mampu membawa perasaan ke arah mana saja. Musik yang didengar akan merangsang sistem saraf yang akan menghasilkan suatu perasaan. Rangsangan sistem saraf ini mempunyai arti penting bagi pengobatan, karena sistem saraf merupakan bagian dalam proses fisiologis. Dalam ilmu kedokteran jiwa, jika emosi tidak harmonis maka akan mengganggu sistem lain dalam tubuh, misalnya sistem pernapasan, sistem endokrin, sistem imun, sistem kardiovaskuler, sistem metabolik, sistem motorik, sistem nyeri, sistem temperatur dan lain sebagainya. Semua sistem tersebut dapat bereaksi positif jika mendengar musik yang tepat.b. Sistem otak kognitif

Aktivitas sistem ini dapat terjadi walaupun seseorang tidak mendengarkan atau memperhatikan musik yang sedang diputar. Musik akan merangsang sistem ini secara otomatis, walaupun seseorang tidak menyimak atau memperhatikan musik yang sedang diputar. Sistem ini dirangsang maka seseorang akan meningkatkan memori, daya ingat, kemampuan belajar, kemampuan matematika, analisis, logika, intelegensi dan kemampuan memilah. Di samping itu juga adanya perasaan bahagia dan timbulnya keseimbangan sosial.c. Sistem otak yang mengontrol kerja otot

Musik secara langsung bisa mempengaruhi kerja otot kita. Detak jantung dan pernapasan bisa melambat atau cepat secara otomatis, tergantung alunan musik yang didengar. Bahkan bayi dan orang tidak sadar pun tetap terpengaruh oleh alunan musik. Bahkan ada suatu penelitian tentang efek terapi musik pada pasien dalam keadaan koma. Ternyata denyut jantung bisa diturunkan dan tekanan darah kembali naik. Fakta ini juga bermanfaat bagi penderita hipertensi karena musik bisa mengontrol tekanan darah (Eka, 2011, dalam Apriliana, 2012).3. Manfaat Musik Untuk Kesehatan

Siritunga (2013) dalam jurnal penelitiannya menyimpulkan bahwa mendengarkan musik klasik India sekitar 22 menit secara signifikan dapat menurunkan tekanan darah systole dan diastole, frekuensi nadi, dan frekuensi pernapasan pada individu yang asimtomatik. Kesimpulan tersebut mengarahkan musik untuk dapat dijadikan terapi pencegahan penyakit kardiovaskular.

Astuti (2011) menyatakan bahwa terdapat setidaknya 10 manfaat utama dari terapi musik bagi kesehatan, antara lain:

a. Relaksasi, mengistirahatkan tubuh dan pikiran

Manfaat yang pasti dirasakan setelah melakukan terapi musik adalah perasaan rileks, tubuh lebih bertenaga dan pikiran lebih fresh. Terapi musik memberikan kesempatan bagi tubuh dan pikiran untuk mengalami relaksasi yang sempurna. Dalam kondisi relaksasi (istirahat) yang sempurna itu, seluruh sel dalam tubuh akan mengalami reproduksi, penyembuhan alami berlangsung, produksi hormon tubuh diseimbangkan dan pikiran mengalami penyegaran.

b. Meningkatkan kecerdasan

Sebuah efek terapi musik yang bisa meningkatkan intelegensia seseorang disebut Efek Mozart. Hal ini telah diteliti secara ilmiah oleh Frances Rauscher et al dari Universitas California. Penelitian lain juga membuktikan bahwa masa dalam kandungan dan bayi adalah waktu yang paling tepat untuk menstimulasi otak anak agar menjadi cerdas. Hal ini karena otak anak sedang dalam masa pembentukan, sehingga sangat baik apabila mendapatkan rangsangan yang positif. Ketika seorang ibu yang sedang hamil sering mendengarkan terapi musik, janin di dalam kandungannya juga ikut mendengarkan. Otak janin pun akan terstimulasi untuk belajar sejak dalam kandungan. Hal ini dimaksudkan agar kelak si bayi akan memiliki tingkat intelegensia yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang dibesarkan tanpa diperkenalkan pada musik.

c. Meningkatkan motivasi

Motivasi adalah hal yang hanya bisa dilahirkan dengan perasaan dan mood tertentu. Apabila ada motivasi, semangat pun akan muncul dan segala kegiatan bisa dilakukan. Begitu juga sebaliknya, jika motivasi terbelenggu, maka semangat pun menjadi luruh, lemas, tak ada tenaga untuk beraktivitas. Dari hasil penelitian, ternyata jenis musik tertentu bisa meningkatkan motivasi, semangat dan meningkatkan level energi seseorang.d. Pengembangan diri

Musik sangat berpengaruh terhadap pengembangan diri seseorang. Musik yang sering didengarkan oleh seseorang menuntukan kualitas pribadinya. Hasil penelitian Pusat Riset Terapi Musik dan Gelombang Otak menunjukkan bahwa orang yang punya masalah perasaan, biasanya cenderung mendengarkan musik yang sesuai dengan perasaannya. Misalnya orang yang putus cinta, mendengarkan musik atau lagu bertema putus cinta atau sakit hati. Dan hasilnya adalah masalahnya menjadi semakin parah. Dengan mengubah jenis musik yang didengarkan menjadi musik yang memotivasi, dalam beberapa hari masalah perasaan bisa hilang dengan sendirinya atau berkurang sangat banyak. Bahkan terapi musik dapat membentuk kepribadian sesuai dengan apa yang diinginkan seseorang dengan mendengarkan musik yang sesuai.e. Meningkatkan kemampuan mengingat

Terapi musik bisa meningkatkan daya ingat dan mencegah kepikunan. Hal ini bisa terjadi karena bagian otak yang memproses musik terletak berdekatan dengan memori. Sehingga ketika seseorang melatih otak dengan terapi musik, maka secara otomatis memorinya juga ikut terlatih. Atas dasar inilah terapi musik banyak digunakan di sekolah-sekolah modern di Amerika dan Eropa untuk meningkatkan prestasi akademik siswa. Sedangkan di pusat rehabilitasi, terapi musik banyak digunakan untuk menangani masalah kepikunan dan kehilangan ingatan.

f. Kesehatan jiwa

Seorang ilmuwan Arab, Abu Nasr al-Farabi (873-950M) dalam bukunya ''Great Book About Music'', mengatakan bahwa musik membuat rasa tenang, sebagai pendidikan moral, mengendalikan emosi, pengembangan spiritual, menyembuhkan gangguan psikologis. Pernyataannya itu tentu saja berdasarkan pengalamannya dalam menggunakan musik sebagai terapi. Sekarang di zaman modern, terapi musik banyak digunakan oleh psikolog maupun psikiater untuk mengatasi berbagai macam gangguan kejiwaan, gangguan mental atau gangguan psikologis.

g. Mengurangi rasa sakit

Musik bekerja pada sistem saraf otonom yaitu bagian sistem saraf yang bertanggung jawab mengontrol tekanan darah, denyut jantung dan fungsi otak, yang mengontrol perasaan dan emosi. Menurut penelitian, kedua sistem tersebut bereaksi sensitif terhadap musik. Ketika kita merasa sakit, kita menjadi takut, frustasi dan marah yang membuat kita menegangkan otot-otot tubuh, hasilnya rasa sakit menjadi semakin parah. Mendengarkan musik secara teratur membantu tubuh relaks secara fisik dan mental, sehingga membantu menyembuhkan dan mencegah rasa sakit. Dalam proses persalinan, terapi musik berfungsi mengatasi kecemasan dan mengurangi rasa sakit. Sedangkan bagi para penderita nyeri kronis akibat suatu penyakit, terapi musik terbukti membantu mengatasi rasa sakit.

h. Menyeimbangkan tubuh

Menurut penelitian para ahli, stimulasi musik membantu menyeimbangkan organ keseimbangan yang terdapat di telinga dan otak. Jika organ keseimbangan sehat, maka kerja organ tubuh lainnya juga menjadi lebih seimbang dan lebih sehat.

i. Meningkatkan kekebalan tubuh

Dr. John Diamond dan Dr. David Nobel telah melakukan riset mengenai efek dari musik terhadap tubuh manusia dimana mereka menyimpulkan bahwa: Apabila jenis musik yang kita dengar sesuai dan dapat diterima oleh tubuh manusia, maka tubuh akan bereaksi dengan mengeluarkan sejenis hormon (serotonin ) yang dapat menimbulkan rasa Nikmat dan senang sehingga tubuh akan menjadi lebih kuat (dengan meningkatnya sistem kekebalan tubuh) dan membuat kita menjadi lebih sehat.

j. Meningkatkan olahraga

Mendengarkan musik selama olahraga dapat memberikan olahraga yang lebih baik dalam beberapa cara, di antaranya meningkatkan daya tahan, meningkatkan mood dan mengalihkan Anda dari setiap pengalaman yang tidak nyaman selama olahraga. Pada semua pusat kebugaran di Indonesia musik dengan paduan irama dan tempo yang sesuai diputar untuk mengiringi gerakan-gerakan senam.

4. Mekanisme Musik Dalam Mempengaruhi Manusia

Harus dipahami bahwa pola gelombang otak manusia menentukan aktivitas tubuh seseorang dan pikiran. Oleh karena itu, yang sebelumnya diketahui bahwa musik berpengaruh lebih besar pada otak kanan, ternyata juga memengaruhi otak kiri akibat pancaran yang dilakukan oleh Corpus Callosum dengan menyebarkan informasi dari kanan ke kiri dan sebaliknya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa musik memengaruhi kedua belah otak (Feriyadi, 2012).

Semua jenis bunyi atau bila bunyi tersebut dalam suatu rangkaian teratur yang kita kenal dengan musik, akan masuk melalui telinga, kemudian menggetarkan gendang telinga, mengguncang cairan di telinga dalam serta menggetarkan sel-sel berambut di dalam Koklea untuk selanjutnya melalui saraf Koklearis menuju ke otak. Ada 3 buah jaras Retikuler atau Reticular Activating System yang diketahui sampai saat ini. Pertama: jarak retikuler-talamus. Musik akan diterima langsung oleh Talamus, yaitu suatu bagian otak yang mengatur emosi, sensasi, dan perasaan, tanpa terlebih dahulu dicerna oleh bagian otak yang berpikir mengenai baik-buruk maupun intelegensia. Kedua: melalui Hipotalamus mempengaruhi struktur basal forebrain termasuk sistem limbik, Hipotalamus merupakan pusat saraf otonom yang mengatur fungsi pernapasan, denyut jantung, tekanan darah, pergerakan otot usus, fungsi endokrin, memori, dan lain-lain, dan ketiga: melalui axon neuron secara difus mempersarafi neokorteks. Seorang peneliti Ira Altschuler mengatakan Sekali suatu stimulus mencapai Talamus, maka secara otomatis pusat otak telah diinvasi.(Feriyadi, 2012).

Gilman dan Newman (1996), dalam Feriyadi (2012), mengemukakan bahwa Planum Temporale adalah bagian otak yang banyak berperan dalam proses verbal dan pendengaran, sedangkan Corpus Callosum berfungsi sebagai pengirim pesan berita dari otak kiri kesebelah kanan dan sebaliknya. Seperti kita ketahui otak manusia memiliki dua bagian besar, yaitu otak kiri dan otak kanan. Walaupun banyak peneliti mengatakan bahwa kemampuan musikal seseorang berpusat pada belahan otak kanan, namun pada proses perkembangannya proporsi kemampuan yang tadinya terhimpun hanya pada otak kanan akan menyebar melalui Corpus Callosum kebelahan otak kiri. Akibatnya, kemampuan tersebut berpengaruh pada perkembangan linguistik seseorang. Dr. Lawrence Parsons dari Universitas Texas San Antonio menemukan data bahwa harmoni, melodi dan ritme memiliki perbedaan pola aktivitas pada otak. Melodi menghasilkan gelombang otak yang sama pada otak kiri maupun kanan, sedangkan harmoni dan ritme lebih terfokus pada belahan otak kiri saja. Namun secara keseluruhan, musik melibatkan hampir seluruh bagian otak.Bernardi (2006) dalam jurnal penelitiannya menyatakan bahwa mendengarkan musik merupakan fenomena kompleks yang meliputi aspek psikologik, emosional, neurologik, dan perubahan-perubahan kardiovaskular dengan modifikasi pernapasan. Dalam mendengarkan musik, ada perbedaan mekanisme antara orang yang bukan musisi (non-musician) dengan musisi (musician). Non-musician mendengarkan musik dengan hemisfer non-dominan di otaknya, sedangkan musician mendengarkan musik dengan hemisfer dominan. Perbedaan tersebut membuat musician dapat lebih atentif atau memperhatikan musik dengan lebih seksama.

5. Jenis - Jenis Terapi Musik

Para terapis membagi tema musik ke dalam lima jenis, yaitu musik bertema trance, melow, semangat, ceria, dan relaksasi. Musik bertema trance adalah jenis musik yang mengandung ungkapan rasa ceria yang luar biasa. Jenis musik semacam itu cocok untuk menyembuhkan orang yang mengalami tekanan mental atau stress. Musik yang berirama melow dan melankolis merupakan jenis musik yang menyayat perasaan. Musik semacam itu bisa menurunkan asupan sejumlah komposisi kimia dalam otak. Musik bertema melankolis dalam kondisi normal bisa mengurangi rasa sakit dan nyeri. Sementara jika didengar di saat sedih, bisa mempermudah bagi seseorang untuk menahan rasa duka. Namun, penggunaan musik bertema seperti itu secara berlebihan bisa menurunkan semangat dan kebencian. Musik bertema semangat merupakan jenis musik yang bisa membangkitkan reaksi kuat dan cepat yang disertai dengan tanggapan fisiologis.

Astuti (2011) menyebutkan bahwa terapi musik yang biasa digunakan untuk kesehatan terdiri dari 2 macam, terapi musik aktif dan terapi musik pasif.

a. Terapi musik aktif

Dalam terapi musik aktif pasien diajak bernyanyi, belajar main menggunakan alat musik, menirukan nada-nada, bahkan membuat lagu singkat. Dengan kata lain pasien berinteraksi aktif dengan dunia musik, misalnya pada saat mendengarkan musik mereka dapat ikut serta bersenandung, menari, atau sekedar bertepuk tangan. Untuk melakukan Terapi Musik aktif tentu saja dibutuhkan bimbingan seorang pakar terapi musik yang kompeten.b. Terapi musik pasif

Pada terapi musik pasif pasien hanya bertindak sebagai pendengar saja, meski sebagai motorik mereka tampak pasif, namun sesungguhnya aktivitas mentalnya tetap bekerja (Kurniawan, 2011). Pasien tinggal mendengarkan dan menghayati suatu alunan musik tertentu yang disesuaikan dengan masalahnya. Pada jenis terapi ini perlu diperhatikan pemilihan jenis musik yang digunakan harus sesuai dengan permasalahan yang sedang dialami pasien.

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESISA. Kerangka KonsepKerangka konsep merupakan justifikasi ilmiah terhadap penelitian yang dilakukan dan memberi landasan kuat terhadap topik yang dipilih sesuai dengan identifikasi masalahnya (Hidayat, 2009).

Berdasarkan uraian pada tinjauan pustaka sebelumnya, dapat disusun kerangka teoritis yang mendasari kerangka konsep penelitian. Adapun kerangka teoritis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Kerangka konsep pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

B. HipotesisHipotesis yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

H1 : Ada pengaruh terapi musik klasik terhadap tingkat depresi pada lansia.BAB IV

METODE PENELITIANA. Desain PenelitianDesain yang digunakan pada penelitian ini adalah Pra-Eksperimental dengan one group pre-post test design. Desain penelitian ini dilakukan dengan melibatkan satu kelompok subjek penelitian, yakni lansia yang mengalami depresi. Kelompok subjek tersebut diobservasi tingkat depresinya sebelum diberikan perlakuan berupa terapi musik klasik (pra-test), kemudian diobservasi kembali setelah diberikan perlakuan (post-test). Dengan demikian dapat diketahui seberapa besar pengaruh terapi musik klasik penurunan tingkat depresi pada subjek penelitian dengan cara membandingkan hasil pra-tes dengan hasil post-test.

Ciri tipe penelitian one group pra-post test design ini adalah mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subjek. Kelompok subjek diobservasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah intervensi. Pengujian sebab-akibat dilakukan dengan cara membandingkan hasil pra-tes dengan pasca-tes. Namun tetap tanpa melakukan pembandingan dengan pengaruh perlakuan yang dikenakan pada kelompok lain (Nursalam, 2013).

Untuk memperkuat hasil signifikansi yang diperoleh setelah dilakukan analisis data, terapi musik akan diberikan sebanyak 3 kali setiap 4 jam terhadap subjek penelitian. Sehingga data yang akan dikumpulkan meliputi data pada observasi

ke-1, observasi ke-2, dan observasi ke-3. Berikut bagan desain penelitian yang akan dilakukan:

B. Populasi dan Sampel1. Populasi

Populasi dalam penelitian adalah subjek (manusia, klien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang berada di PSLU Bondowoso.

2. Sampel

Sampel terdiri atas bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling. Sedangkan sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili populasi yang ada (Nursalam, 2013).

Sampel dalam penelitian kali ini adalah lansia yang memenuhi kriteria penelitian di PSLU Bondowoso. Jumlah sampel dalam penelitian ini tidak dibatasi. Krejcie dan Morgan (1970) dalam Mustafa (2000), menyebutkan bahwa untuk jumlah populasi sebanyak 10, maka sampel yang diambil adalah 10.Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian (Sastroasmoro dan Ismail, 1995, dan Nursalam, 2008, dalam Nursalam, 2013). Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Non-probability sampling dengan teknik Purposive Sampling. Sedangkan besar sampel yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 10 orang.

Kriteria sampel dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu inklusi dan eksklusi (Nursalam, 2013). Kriteria sampel dalam penelitian ini antara lain:

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2013). Kriteria inklusi penelitian ini adalah:

1) Lansia yang berada di Ruang Adelweis dan Mawar di PSLU Bondowoso;2) Bersedia menjadi responden atau mendapat persetujuan dari orang tua/keluarga yang ditunjukkan dengan inform-consent;

3) Dapat mendengar dengan jelas;

4) Responden tidak mengalami komplikasi penyakit kardiologi;

5) Responden dalam kondisi istirahat atau bed rest minimal sejak 30 menit sebelum terapi.

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2013). Kriteria eksklusi pada penelitian ini antara lain:

1) Responden dalam kondisi gangguan jiwa berat;

2) Responden mengalami nyeri akut yang ditunjukkan dengan tanda-tanda baik secara objektif maupun subjektif;

3) Responden berada dalam kondisi demam tinggi;

4) Responden mengalami gangguan pendengaran.C. Variabel PenelitianVariabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap sesuatu. Variabel juga merupakan konsep dari berbagai level abstrak yang didefinisikan sebagai suatu fasilitas untuk pengukuran dan atau manipulasi suatu penelitian (Nursalam, 2013).

Variabel yang terdapat dalam penelitian ini antara lain: variabel bebas (independen), variabel terikat (dependen), dan variabel perancu (confounding).

1. Variabel Independen (bebas)

Variabel independen adalah stimulus atau intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien untuk mempengaruhi tingkah laku klien (Nursalam, 2013). Variabel independen dalam penelitian ini adalah terapi musik klasik.

2. Variabel Dependen (terikat)

Variabel dependen adalah faktor yang diamati dan diukur untuk menentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel bebas (Nursalam, 2013). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat depresi pada lansia.

3. Variabel Confounding (perancu)

Variabel confounding adalah variabel yang nilainya ikut menentukan variabel baik secara langsung maupun tidak langsung (Nursalam, 2013). Variabel confounding yang dapat mempengaruhi dalam penelitian ini antara lain: obat-obatan, derajat hiperaktivitas bronkus, usia, aktivitas, nyeri akut, demam, posisi.

D. Definisi OperasionalTabel 4.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian

NoVariabelDefinisi OperasionalInstrumentHasil UkurSkala

1.Variabel Independen : Terapi Musik KlasikTerapi musik klasik berjudul Piano Sonata (Beethoven) dan Air (J.S.Bach) dengan durasi 7 menit diberikan pada subjek penelitian menggunakan speaker dengan tingkat kekerasan suara 70% dari volume maksimal, diberikan sebanyak 3 kali setiap 4 jam sekali.

Pemutar musik (Handphone Galaxy Grand Duos), headset, dan jam tangan/stopwatch.

2.Variabel Dependen : Tingkat Depresi lansiaTingkat depresi yang dirasakan pada lansia dengan gejala suasana afek depresif, pesimistis, gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna, gangguan perasaan sedih atau putus harapan, kesepian, tingkat aktivitas rendah, kelelahan fisik, gangguan tidur, gangguan nafsu makan, pandangan masa depan yang suram dan konsentrasi, gangguan membuat keputusan, (Suardiman, 2011)Kuesioner Geriatric Depression Scale (GDS)Tingkat depresi yang dikategorikan dalam depresi ringan, sedang dan berat.Ratio

E. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Ruang Adelweis, Mawar 1 dan Mawar 2 di PSLU Bondowoso. Waktu penelitian adalah sebagai berikut:

1. Persiapan dan Perencanaan : 13-18 April 2015

2. Pelaksanaan

: 20-26 April 2015

3. Pelaporan

: 28 April 3 Mei 2015

F. Etika PenelitianSecara umum prinsip etika penelitian ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:1. Prinsip Manfaat

a. Bebas dari penderitaan

Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan kepada subjek, khususnya jika menggunakan tindakan khusus (Nursalam, 2013). Penelitian ini menggunakan tindakan berupa terapi musik yang tidak menyakiti subjek karena bukan merupakan tindakan yang bersifat invasif.b. Bebas dari eksploitasi

Partisipasi subjek dalam penelitian harus dihindarkan dari keadaan yang tidak menguntungkan (Nursalam, 2013).c. Resiko (benefits ratio)

Kehati-hatian dalam mempertimbangkan resiko dan keuntungan yang akan berakibat kepada subjek pada setiap tindakan (Nursalam, 2013). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan prosedur standar yang berlaku untuk semua subjek dan tidak mengandung resiko apapun.

2. Prinsip Menghargai Hak Asasi Manusia (Respect Human Dignity)

a) Hak untuk ikut/tidak menjadi responden (right to self determination)

Subjek mempunyai hak memutuskan apakah mereka bersedia menjadi subjek atau tidak, tanpa adanya sanksi apapun atau akan berakibat terhadap perawatan dan kesembuhannya.b) Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan (right to full disclosure)

Peneliti akan menjelaskan secara rinci serta bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada subjek.c) Informed consent

Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas berpartisipasi atau menolak menjadi responden (Nursalam, 2013). Dalam penelitian ini, peneliti akan memberikan lembar persetujuan yang telah berisi segala informasi tentang penelitian serta informasi bahwa data yang diperoleh hanya akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

3. Prinsip Keadilan (Right to Justice)

a) Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (right in fair treatment)

Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama, dan sesudah keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi apabila ternyata mereka tidak bersedia atau dikelurkan dari penelitian (Nursalam, 2013).

b) Hak dijaga kerahasiaannya (right to privacy)

Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa nama (anonymity) dan rahasia (confidentiality) (Nursalam, 2013). Dalam penelitian ini peneliti tidak akan mencantumkan nama subjek, melainkan hanya berupa inisial dan nomor responden.

G. Pengumpulan Data1. Sumber Data

Data yang akan diambil oleh peneliti terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diambil dari hasil observasi langsung peneliti pada saat pre-test dan post-test berupa frekuensi pernapasan. Sedangkan data sekunder diambil dari catatan medis dan keperawatan berupa data-data yang terkait dengan karakteristik subjek.

2. Teknik Pengumpulan Data

Data diperoleh dengan melakukan observasi langsung terhadap subjek penelitian sebelum dan setelah diberikan terapi musik klasik. Terapi musik klasik akan diberikan sebanyak 3 kali setiap 4 jam sekali. Jadi, data yang akan diperoleh meliputi data pada observasi ke-1, observasi ke-2, dan observasi ke-3.

3. Instrument Pengumpulan Data

Alat-alat yang digunakan selama pemberian terapi musik klasik antara lain: formulir informed consent sebagai bukti kesediaan yang bersangkutan diteliti, Speaker mini dan pemutar musik (Handphone Galaxy Grand Duos), lembar kuesioner GDS, lembar pengumpulan data, lembar kuesioner data demografi responden, dan alat tulis.H. Prosedur Pengumpulan DataData akan dikumpulkan melalui prosedur standar yang terdiri dari prosedur administratif dan prosedur teknis.

1. Prosedur Administratif

Prosedur administratif pada penelitian ini terkait dengan perijinan kepada pihak-pihak terkait. Adapun prosedurnya antara lain:

a. Mengajukan proposal mini riset kepada dosen pembimbing keperawatan Gerontik.

b. Mengajukan proposal permohonan penelitian mini riset kepada UPT PSLU Bondowoso;

c. Mengajukan permohonan pelaksanaan penelitian kepada Pimpinan UPT PSLU Bondowoso;

d. Apabila disetujui, Pimpinan UPT PSLU Bondowoso akan memberikan rekomendasi kepada Pembimbing Mahasiswa untuk mendampingi penelitian akan dilakukan, untuk memfasilitasi jalannya penelitian;

e. Setelah data selesai dikumpulkan, dilanjutkan dengan penyusunan laporan penelitian untuk seterusnya juga dilaporkan kepada Pimpinan UPT PSLU Bondowoso.

2. Prosedur Teknis

Prosedur teknis penelitian ini merupakan serangkaian kegiatan yang menjadi acuan standar dalam mengumpulkan data-data subjek penelitian. Adapun SOP (Standart Operational Procedure) dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a) Mengisi kuesioner data-data demografi subjek penelitian yang diambil dari catatan medis dan keperawatan;

b) Memberikan informasi kepada subjek penelitian segala sesuatu terkait penelitian dan mengisi formulir persetujuan tindakan (informed consent);

c) Memposisikan subjek penelitian dalam posisi fowler/semi fowler di atas tempat tidur, menganjurkan subjek untuk santai dan tidak merasa tegang;

d) Melakukan penghitungan tingkat depresi lansia dengan GDS;

e) Memberikan terapi musik klasik dengan durasi 7 menit pada subjek penelitian, amati respon subjek selama pemberian terapi musik;

f) 4 menit setelah pemberian terapi musik klasik, hitung kembali Geriatric Depression Scale (GDS);

g) Mendokumentasikan seluruh aktivitas penelitian dan data-data yang diperoleh;

h) Mengulang kembali prosedur (c) sampai (g) setiap 4 jam sebanyak 3 kali.I. Analisa Data

Data yang terkumpul selanjutnya akan dianalisa menggunakan prosedur statistik. Uji statistik dapat membuktikan hubungan, perbedaan, atau pengaruh hasil yang diperoleh pada variabel-variabel yang diteliti (Nursalam, 2013). Pertama-tama akan dilakukan analisis univariat (deskriptif). Tujuan dari analisis ini adalah untuk menjelaskan/mendeskriptifkan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti (Hastono, 2006, dalam Rasni dan Dewi, 2009).

Data selanjutnya akan diolah menggunakan analisis bivariat. Jenis uji statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah Repeated ANOVA untuk mengetahui perbedaan frekuensi pernapasan sebelum, setelah perlakuan pertama, setelah perlakuan kedua, dan setelah perlakuan ketiga dari keseluruhan subjek penelitian. Keseluruhan proses analisis statistik tersebut akan dilakukan oleh jasa pengolahan data statistik yang menggunakan program komputer SPSS 17.0.BAB V

HASIL PENELITIAN

Bab ini menguraikan secara rinci tentang hasil penelitian dan hasil pengumpulan data sesuai dengan tujuan yang peneliti tetapkan. Data hasil penelitian yang dilakukan di Unit Pelayanan Tekhnis Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bondowoso. Unit Pelayanan Tekhnis Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bondowoso dikelompokkan menjadi data umum dan data khusus. Data umum menjelaskan karakteristik responden di lokasi pengambilan sampel penelitian. Data khusus menampilkan variable penelitian. Namun, sebelum penelitian dilakukan, peneliti terlebih dahulu menguji validitas dan reliabilitas instrument penelitian (kuesioner) kepada 10 responden.

A. Data Umum

1. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden di Unit Pelayanan Tekhnis Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bondowoso.

JenisKelaminJumlahPresentase

Laki-laki550 %

Perempuan550 %

Total74100 %

Berdasarkan tabel di atas, responden berjenis kelamin perempuan berjumlah 5 (50 %) responden dan 5 (50 %) responden berjenis kelamin laki-laki.

2. Distribusi Responden Berdasarkan Umur

Tabel 5.2

Distribusi Frekuensi Pendapatan Responden di Unit Pelayanan Tekhnis Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bondowoso.

UsiaJumlahPresentase

60-74330 %

75-90550 %

>90220 %

Total74100 %

Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui sebagian besar 5 responden (50 %) berusia 75-90 tahun. Sedangkan responden yang berusia 60-75 sebanyak 3 responden (30 %) dan 2 responden berusia > 90 tahun (20%).

B. Data KhususData khusus pada penelitian ini meliputi tingkat depresi sebelum dilakukan terapi musik, setelah dilakukan terapi music pertama, setelah dilakukan terapi music kedua, dan setelah dilakukan terapi music ketiga.

Berdasarkan hasil uji dengan menggunakan Paired T-Test, diketahui bahwa data tingkat depresi didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 5.3

Hasil Uji Paired T-Test Tingkat Depresi Sebelum Dilakukan Terapi, Setelah Terapi Pertama, Setelah Terapi Kedua, dan Setelah Terapi Ketiga

WaktuMeanSD95% Confidence IntervalNilai p

Pre Test Post Test 16,3001,8894,949 7,6510,0005

Pre Test Post Test 28,9001,7297,663 10,137

Pre Test Post Test 317,8002,09816,299 19,301

Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat rata-rata tingkat depresi antara tingkat depresi sebelum terapi dan setelah terapi pertama sebesar 6,300, antara tingkat depresi sebelum terapi dan setelah terapi kedua sebesar 8,900, antara tingkat depresi sebelum terapi dan setelah terapi ketiga sebesar 17,800. Hasil uji statistic diperoleh nilai p sebesar 0,0005.

BAB VI

PEMBAHASANBab ini menyajikan uraian hasil penelitian yang dikaitkan dengan landasan teoritis yang telah ada sebelumnya. Topik pembahasan pada bab ini meliputi uraian tentang pengaruh terapi musik klasik terhadap tingkat depresi lansia, keterbatasan penelitian, serta implikasi hasil penelitian terhadap keperawatan.

A. Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Tingkat Depresi Lansia1. Tingkat Depresi Lansia Sebelum Dilakukan Terapi Musik Klasik

Berdasarkan hasil analisa statistik diketahui tingkat depresi keseluruhan responden sebelum dilakukan terapi musik memiliki rata-rata 25,70. Nilai GDS tertinggi 28 dan nilai GDS terendah adalah 23. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semua responden mengalami depresi sedang hingga berat. Sebagian besar responden mengungkapkan ketidakpuasan dalam hidupnya. Ketidakpuasan yang dirasakan dimanifestasikan dalam bentuk sikap dan perilaku negative terhadap dirinya. Sebagian besar responden menyatakan bahwa mereka menganggap hidupnya kosong dan merasa tidak berarti. Disamping itu, responden juga menyatakan dirinya merasa tidak yakin terhadap masa depan yang akan dimiliknya. Responden sangat terganggu dengan segala beban pikiran yang ada di kepalanya sehingga membuatnya murung dan merasa tidak berdaya. Responden menyatakan bahwa dia merasa sedih dan tertekan atas kehidupannya saat ini. Responden sulit untuk berkonsentrasi dan mengalami kesulitan tidur di malam hari. Sebagian besar responden menyatakan bahwa mereka sulit untuk berpikir jernih dan meluapkan dalam bentuk emosi dan perasaan marah yang meledak-ledak.

Berdasarkan teori dan fakta yang diperoleh, peneliti mengemukakan bahwa tingginya tingkat depresi pada lansia salah satunya disebabkan oleh adanya rasa kekecewaan terhadap kehidupan yang dialami saat ini dan terhadap orang-orang di sekitarnya. Sebagian besar responden merasakan hidupnya saat ini tidak memuaskan dan merasa banyak pikiran hingga dapat menyebabkan depresi. Beberapa lansia mengungkapkan bahwa dalam kehidupannya mereka merasa tidak bahagia karena banyaknya tekanan dan beban hidup yang dialami.

Dadang (2011) mengatakan bahwa depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya kegairahan hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability, masih baik), kepribadian tetap utuh atau tidak mengalami keretakan kepribadian (Splitting of personality), prilaku dapat terganggu tetapi dalam batas-batas normal.

Penyebab dan faktor risiko yang menyebabkan depresi pada orang tua dan lansia meliputi masalah kesehatan - Penyakit dan kecacatan, sakit kronis atau berat; penurunan kognitif; kerusakan pada citra tubuh karena operasi atau penyakit, kesepian dan isolasi - Hidup sendiri, berkurangnya lingkaran sosial karena kematian atau relokasi, turunnya mobilitas karena sakit atau kehilangan kendali atas hak istimewa, berkurangnya perasaan berguna - Perasaan tak berguna atau kehilangan identitas karena pensiun atau terbatasnya kegiatan fisik, ketakutan - takut mati atau sekarat; kecemasan atas masalah keuangan atau masalah kesehatan, kehilangan- Kematian teman, anggota keluarga, dan hewan peliharaan; hilangnya pasangan atau mitra (www.kusehat.com, 2010).

Azizah, L.M. 2011 menyatakan bahwa pada lanjut usia terus menjadi masalah kesehatan mental yang serius meskipun pemahaman kita tentang penyebab depresi dan perkembangan pengobatan farmakologis dan psikoterapeutik sudah sedemikian maju. Gejala-gejala tersebut berhubungan dengan penyesuaian yang terhambat terhadap kehilangan dalam hidup dan stressor. Stresor pencetus seperti pensiun yang terpaksa, kematian pasangan, kemunduran kemampuan atau kekuatan fisik dan kemunduran kesehatan serta penyakit fisik, kedudukan sosial, keuangan, penghasilan dan rumah tinggal sehingga mempengaruhi rasa aman lansia dan menyebabkan depresi.Depresi pada lansia yang berada di panti ditandai oleh suasana afek depresif, pesimistis, gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna, gangguan perasaan sedih atau putus harapan, kesepian, tingkat aktivitas rendah, kelelahan fisik, gangguan tidur, gangguan nafsu makan, pandangan masa depan yang suram dan konsentrasi, gangguan membuat keputusan, serta keluhan fisik lainnya (Suardiman, 2011).2. Tingkat depresi Pada Lansia Setelah Dilakukan Terapi Musik Klasik

Terapi musik klasik diberikan sebanyak tiga kali kepada setiap responden dan hasilnya setelah dilakukan terapi pertama didapatkan rata-rata tingkat depresi lansia 19 dengan menggunakan Geriatric Depression Scale. Kemudian setelah dilakukan terapi musik klasik kedua didapatkan rata-rata tingkat depresi menurun menjadi 16. Setelah dilakukan terapi musik klasik ketiga didapatkan rata-rata tingkat depresi 7.

Perbedaan tingkat depresi setelah dilakukan terapi musik pada responden lansia disebabkan karena efek relaksasi dan terapeutik dari music itu sendiri. Musik klasik merupakan musik yang dapat melatih otot-otot dan pikiran menjadi relaks. Dengan mendengarkan musik, responden merasakan kondisi yang rileks dan perasaan yang nyaman. Terapi musik klasik bertujuan untuk menghibur para lansia sehingga meningkatkan gairah hidup dan dapat mengenang masa lalu yang dapat memberikan rasa relaksasi pada lansia (Potter, 2005).Nicholas & Humenick (2002) menyatakan bahwa terapi musik klasik ini bekerja pada otak, dimana ketika didorong oleh rangsangan dari luar (terapi musik klasik), maka otak akan memproduksi zat kimia yang disebut neuropeptide. Molekul ini akan menyangkutkan ke dalam reseptor reseptor mereka yang ada di dalam tubuh dan akan memberikan umpan balik berupa ketenangan dan menjadi rileks.Penelitian ini menggunakan metode pemberian terapi musik klasik sebanyak 3 kali yang diulang setiap 4 jam. Rentang waktu yang cukup lama untuk melakukan pengulangan terapi memungkinkan efek terapeutik yang diberikan pada responden sudah berjalan, sehingga muncul bias apakah perbedaan tingkat depresi setelah dilakukan terapi musik klasik benar-benar disebabkan karena efek relaksasi terapi musik klasik itu sendiri atau lebih dominan disebabkan karena factor lainnya seperti aktivitas responden.

3. Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Tingkat depresi Pada Lansia

Berdasarkan hasil pengukuran tingkat depresi sebelum dan sesudah terapi musik klasik, dapat diketahui secara klinik terdapat perbedaan antara tingkat depresi sebelum dilakukan terapi musik klasik dengan tingkat depresi setelah dilakukan terapi musik klasik. Secara statistik, hasil analisa dengan uji Paired T-Test diperoleh nilai p = 0,0005 dengan sebesar 5%, yang berarti ada pengaruh yang signifikan antara tingkat depresi sebelum dilakukan terapi musik, setelah dilakukan terapi pertama, setelah dilakukan terapi kedua, dan tingkat depresi setelah dilakukan terapi ketiga. Penurunan tingkat depresi dapat terlihat pada nilai GDS sebelum pemberian terapi music dan setelah pemberian terapi music. Terjadi penurunan tingkat depresi dalam rentang angka 16-19 setelah diberikan terapi music sebanyak 3 kali pemberian dengan rentang waktu 30 menit setiap kali pemberian terapi. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa H1 diterima.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Marzuki (2014) yang menyatakan bahwa depresi pada lansia adalah masalah psiko-geriatrik yang sering terjadi dan membutuhkan perhatian khusus. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menangani depresi pada lansia adalah dengan relaksasi mendengarkan music klasik. Rita Hadi (2014) melakukan penelitian serupa terkait pengaruh terapi musik gamelan terhadap depresi pada lansia dan diapatkan hasil bahwa ada pengaruh signifikan pemberian terapi music gamelan dengan penurunan depresi pada lansia.

B. Keterbatasan PenelitianPenelitian yang dilakukan oleh peneliti masih banyak sekali memiliki keterbatasan. Adapun keterbatasan penelitian yang dimaksud antara lain:

1. Ketidakmampuan peneliti untuk sepenuhnya mengendalikan variabel perancu yang mempengaruhi tingkat depresi, seperti: efek obat-obatan, aktivitas responden serta status patologik subjek penelitian.

2. Pemberian terapi musik kepada setiap subjek penelitian tidak pada waktu yang sama, sehingga kemungkinan ada perbedaan efek fisiologis dari terapi musik antara pemberian terapi di pagi hari, siang, dan sore hari.

3. Terbatasnya waktu penelitian dan sumberdaya yang minim.

C. Implikasi KeperawatanBerdasarkan pembahasan hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa Intervensi musik merupakan salah satu intervensi mandiri yang dapat dilakukan oleh perawat dalam melakukan pelayanan keperawatan gerontik di komunitas sebagai upaya promotif dan preventif sehingga dapat diaplikasikan secara rutin di seluruh tatanan pelayanan keperawatan komunitas baik di panti wreda maupun di rumah. Dengan demikian diharapkan angka kematian akibat depresi pada lanjut usia dapat menurun. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai evidence-based practice yang dapat digunakan oleh perawatkomunitas untuk dapat mengambangan penelitian yang selanjutnya dengan menggunakan kelompok kontrol dan sampel yang lebih banyak.

Terapi depresi pada lansia dapat dilakukan dengan memberikan music klasik, dimana terapi music klasik dapat dilakukan sebagai sebuah aktivitas terapeutik yang menggunakan music sebagai media untuk memperbaiki, memelihara, mengembangkan mental fisik, dan kesehatan emosi. Diharapkan kepada para petugas Unit Rehabilitasi Sosial Ungaran untuk mengaplikasikan terapi music klasik sebagai rencana intervensi dalam melakukan perawatan lansia yang mengalami depresi. Penelitian dapat dijadikan sebagai pertimbangan bagi pengurus di Panti Wredha untuk mengantisipasi adanya depresi pada lansia. Hal ini bertujuan agar pengurus dapat melakukan upaya-upaya penurunan depresi pada lansia dengan program-progam yang membantu lansia menikmati sisa hidupnya di Panti, sehingga penerimaan lansia terhadap kondisinya saat ini menjadi lebih baik, dan mampu menekan timbunya depresi, seperti menambah frekuensi terapi music, menambah aktivitas yang bermanfaat seperti membuat kerajinan tanganBAB VII

PENUTUPA. Kesimpulan

Berdasarkan hasil mini riset dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan antara lain:

1. Tingkat depresi lansia yang menjadi responden mini riset di PSLU Bondowoso berdasarkan GDS sebelum diberikan terapi musik klasik bervariasi dari sedang hingga berat;

2. Tingkat depresi lansia yang menjadi responden mini riset di PSLU Bondowoso berdasarkan GDS setelah diberikan terapi musik klasik mengalami penurunan yang signifikan dari ringan hingga sedang;

3. Terdapat pengaruh yang signifikan pemberian terapi musik klasik terhadap tingkat depresi lansia berdasarkan GDS di PSLU Bondowoso.

B. Saran

Berdasarkan hasil mini riset dan pembahasan pada bab sebelumnya, kami selaku peneliti menyarankan beberapa hal sebagai berikut:

1. Bagi UPT PSLU Bondowoso

Terapi musik, khususnya musik klasik, berpotensi untuk dijadikan pilihan terapi komplementer dalam mengatasi masalah depresi pada lanjut usia. Hal tersebut didasarkan pada hasil mini riset yang telah dilakukan serta penelitian-penelitian lainnya yang menyimpulkan bahwa terapi musik secara signifikan berpengaruh terhadap penurunan tingkat depresi pada lanjut usia. Terapi musik klasik dapat diberikan secara rutin sebagai salah satu bentuk pelayanan pada klien di UPT PSLU Bondowoso. Terapi musik dapat diberikan melalui sarana yang tersedia. seperti sistem pengeras suara (sound system), sebanyak 2 3 kali seminggu.

2. Bagi Institusi Pendidikan Kesehatan

Terapi musik merupakan salah satu terapi unggulan dalam ilmu keperawatan. Pengembangannya sangat bergantung pada upaya insan akademik dalam melakukan riset-riset yang lebih mendalam. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi baru terkait pengaruh terapi musik klasik terhadap tingkat depresi lansia. Demi berkembangnya ilmu pengetahuan di bidang keperawatan, hendaknya lembaga pendidikan keperawatan dapat memfasilitasi lebih lanjut upaya-upaya penelitian terkait di masa yang akan datang.

3. Bagi Masyarakat

Masyarakat dapat melaksanakan terapi musik mandiri di keluarga atau komunitas untuk meringankan gejala depresi ataupun sebagai upaya manajemen stress, terutama pada lanjut usia.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi yang mendasari penelitian serupa di masa yang akan datang.DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Endah Puji. 2011. Mengenal Terapi Musik. Didownload dari www.terapimusik.com pada tanggal 23 Desember 2013, 19.45 WIB.

Dewi dan Rasni. 2009. Modul Praktikum Biostatistika. Jember: PSIK Unej.

Dewi, S. R. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Deepublish.

Elin Yulinah, Sukandar, et al. 2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT.ISFI Penerbitan.

Feriyadi. 2012. Pengaruh Musik Terhadap Kesehatan, Jiwa, Fungsi, dan Kerja Otak Manusia. Didownload dari www.terapimusik.com pada 23 Desember 2013, 20.30 WIB.

Hidayat. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan, Buku 2. Jakarta: Salemba Medika.

Mansjoer, et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius.

Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis, Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.

Potter, Patricia A., & Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik, Edisi 4, Volume 1. Jakarta: EGC.

Potter, Patricia A., & Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik, Edisi 4, Volume 2. Jakarta: EGC.

Terapi Musik Klasik

Rangsangan suara pada organ pendengaran sampai di planum temporale dan menyebar melalui corpus callosum sampai di pusat saraf otonom

Sekresi neurotransmitter (norepinefrin/adrenergik) menciptakan efek simpatis.

Hipotalamus mengintegrasikan stimulus melalui spinal cord menuju medulla adrenal

Sekresi noradrenalin

Bronkodilatasi

Vasokonstriksi pembuluh darah kapiler sehingga memperpanjang waktu pertukaran oksigen

Relaksasi

Gambar 3.1 Kerangka Teoritis

OUTPUT

PROSES

INPUT

Lansia dengan karakteristik :

Mengalami depresi sedang-berat

Tidak dalam keadaan gangguan jiwa.

Skala depresi lansia

Dilakukan Intervensi Terapi Musik Klasik

Variabel Confounding:

Obat-obatan

Usia

Koping individu

Aktivitas

Keterangan:

: Diteliti

: Tidak Diteliti

Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian

Subjek

P1

T

Ob.1

Ob.2

Ob.3

Keterangan:

P1 : Tingkat depresi sebelum terapi musik

T : Pemberian terapi musik klasik durasi 7 menit

Ob.1 : Tingkat depresi setelah terapi musik pertama

Ob.2 : Tingkat depresi setelah terapi musik kedua

Ob.3 : Tingkat depresi setelah terapi musik ketiga

29