Upload
hoangnhu
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi FKIP UMP 2015
ISBN 978-602-74194-0-7
Purwokerto, 13 Juni 2015
127
MITIGASI BENCANA BERBASIS KEARIFAN LOKAL DAN
PEMANFAATAN TEKNOLOGI GEOGRAFI UNTUK
PEMETAAN PERSEBARAN PERMUKIMAN PADA
DAERAH RAWAN LONGSORLAHAN
DI KECAMATAN PEKUNCEN KABUPATEN BANYUMAS
Junaedi1, Suwarno
2, Sutomo
3
1 Alumni Pendidikan Geografi FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto
2,3 Dosen Pendidikan Geografi FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Jl. Dukuh waluh PO BOX. 202 Kembaran Banyumas 53182
Telp. (0281) 636751, E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Pekuncen yang terletak di administatif
Kabupaten Banyumas. Tujuan utama penyusunan makalah ini adalah untuk mengkaji bahaya
longsorlahan di Kecamatam Pekuncen. Adapun tujuan khusus untuk untuk mencapai tujuan
utama adalah: Mengetahui karakteristik kearifan lokal yang ada di Kecamatam Pekuncen dan
Mengetahui pola persebaran permukiman pada daearah rawan longsorlahan di Kecamatan
Pekuncen.Metode penelitian yang digunakan adalah Kombinasi deskriptif kuantitatif dan
kualitatif data sekunder. Adapun metode analisis yang diterapkan adalah analisis spasial
dengan Sistem Informasi Geografi (SIG).
Masyarakat di Kecamatan Pekuncen khususnya masyarakat pedesaan memiliki
karakteristik yang unik yaitu menggunakan Kentongan sebagai alat yang digunakan dalam
upaya mitigasi bencana yang merupakan salah satu kearifan local daerah tersebut.
Perkembangan IPTEK yang begitu pesat di berbagai bidang khususnya teknologi komunikasi
tidak membuat masyarakat di Kecamatan Pekuncen meninggalkan kearifan local yang ada
seperti “kenthongan” sebagai alat komunikasi tradisional yang sekaligus menjadi kekayaan
budaya masyarakat yang terus di lestarikan dan dijaga keberadaannya.
Dalam penelitian ini teknologi geografi yang digunakan yaitu software ArcView. Arcview
adalah software pemetaan yang sangat familiar di gunakan oleh para geograf dalam
melakukan penelitian khususnya untuk memetakan daerah penelitian yang dalam penelitian ini
adalah pemetaan persebaran permukiman pada daerah rawan longsorlahan di Kecamatan
Pekuncen Kabupaten Banyumas. Pola sebaran permukiman di Kecamatan Pekuncen adalah
Mengelompok dengan nilai tetangga terdekat 0.05 dan terbagi dalam tiga kelas kerawanan
yaitu kerawanan rendah, kerawanan sedang, dan kerawanan tinggi.
Kata Kunci: Mitigasi, Kearifan Local, Teknologi Geografi.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara geografis Indonesia terletak di daerah katulistiwa dengan morfologi yang
beragam dari daratan sampai pegunungan tinggi. Keragaman morfologi ini banyak
dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas pergerakan lempeng
tektonik aktif di sekitar perairan Indonesia diantaranya adalah lempeng Eurasia, Australia
dan lempeng Dasar Samudera Pasifik. Pergerakan lempeng-lempeng tektonik tersebut
menyebabkan terbentuknya jalur gempa bumi, rangkaian gunung api aktif serta
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi FKIP UMP 2015
ISBN 978-602-74194-0-7
Purwokerto, 13 Juni 2015
128
patahanpatahan geologi yang merupakan zona rawan bencana gempa bumi dan tanah
longsor. Menurut BAKORNAS PBP dalam "Arahan Kebijakan Mitigasi Bencana
Perkotaan di Indonesia", dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia
merupakan negara dengan potensi bahaya (hazard potency) yang sangat tinggi. Beberapa
potensi tersebut antara lain adalah gempa bumi, tsunami, banjir, letusan gunung api,
tanah longsor, angin ribut, kebakaran hutan dan lahan, letusan gunung api. Potensi
bencana yang ada di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama, yaitu
potensi bahaya utama (main hazard) dan potensi bahaya ikutan (collateral hazard).
Berdasarkan Data BPBD Kabupaten Banyumas dari 27 Kecamatan di Kabupaten
Banyumas, ada 14 kecamatan yang rawan longsor lahan. Berdasarkan Perda Kabupaten
Banyumas Nomor 10 tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Banyumas 2011 – 2031.
Kecamatan yang merupakan daerah rawan longsorlahan meliputi; Kecamatan Pekuncen,
Kecamatan Lumbir, Kecamatan Gumelar, Kecamatan Wangon, Kecamatan Ajibarang,
Kecamatan Cilongok, Kecamatan Purwojati, Kecamatan Banyumas, Kecamatan
Somagede, Kecamatan Kebasen, Kecamatan Patikraja, Kecamatan Kedung Banteng,
Kecamatan Jatilawang, Kecamatan Tambak dan Kecamatan Rawalo.
Berdasarkan laporan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten
Banyumas (BPBD Kabupaten Banyumas) peristiwa longsorlahan di Kecamatan Pekuncen
terus terjadi secara berkelanjutan. Berikut Laporan Badan Penanggulangan Bencana
Daerah Bencana Longsorlahan yang terjadi tahun 2012-2014 di Kecamatan Pekuncen.
Lihat Tabel 1, di bawah ini:
Tabel 1. Kejadian Longsorlahan di Kecamatan Pekuncen
No Tanggal Kejadian Lokasi Kejadian Deskripsi
1. 25 Nov 2012 RT. 01/06 Desa
Candinegara Kec.
Pekuncen
Rumah Rusak Ringan, Rumah
bagian belakang roboh
milik Bp. Rejo Purwanto Disman
Total Kerugian diperkirakan Rp.
5.000.000,-
2. 14 Des 2012 Desa Cibangkong
Kec. Pekuncen
Tembok rumah milik Bp. Sirkam,
Karsiwan dan Sabri roboh terkena
longsoran tanah, kerugian
diperkirakan Rp.25.000.000,-
3. 19 Des 2013 Desa Pekuncen
Kecamatan
Pekuncen
Tembok rumah milik Sdr. Sujito
Amin Yusufhancur terkena
longsoran tanah, kerugian
diperkirakan Rp.10.500.000
4. 20 Des 2013 Desa Pekuncen
Kecamatan
Pekuncen
Rumah bagian belakang milik
Bpk. Sujitotertimbun longsoran
tanah, kerugian diperkirakan
Rp.10.500.000
5. 25 Des 2013 Desa Cibangkong
Kecamatan
Pekuncen
Sekitar Pukul 20.30 WIB Rumah
bagian belakang milik Sdr.
Karsono tertimbun longsoran
tanah, kerugian diperkirakan
Rp.5.000.000
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi FKIP UMP 2015
ISBN 978-602-74194-0-7
Purwokerto, 13 Juni 2015
129
Sumber: Data Laporan Bencana BPBD 2012-2014
Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 Tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana). Bencana sendiri adalah peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun
faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana dapat berupa
kebakaran, tsunami, gempa bumi, letusan gunung api, banjir, longsor, badai tropis, dan
lainnya.
Kearifan lokal (local wisdom) dalam dekade belakangan ini sangat banyak
diperbincangkan. Perbincangan tentang kearifan lokal sering dikaitkan dengan
masyarakat local dan dengan pengertian yang bervariasi. Kearifan lokalmerupakan
gagasan-gagasan setempat (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik
yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya (Sartini, 2004: 111). Menurut
rumusan yang dikeluarkan oleh Departemen Sosial (sekarang Kementerian Sosial)
kearifan lokal diartikan sebagai pandangan hidup dan pengetahuan serta berbagai strategi
kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam
menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka (Departemen Sosial
RI, 2006).
Perkembangan Teknologi Informasi dalam bidang Geografis, memberikan banyak
manfaat untuk manusia dalam upaya mitigasi bencana. Salah satu manfaatnya adalah
dengan Sistem Informasi Geografis membantu dalam menentukan kebijakan dan
koordinasi dalam penanggulangan bencana yang terjadi pada suatu wilayah bencana,
pemberian supplay logistik, pembangunan barak pengungsian,serta pembangunan pasca
bencana (Drajat, 2010).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut: Bagaimana kearifan local di Kecamatan Pekuncen?, dan
Bagaimana Pola Persebran Permukiman pada daerah rawan longsorlahan di Kecamatan
Pekuncen?
6. 14 April 2014 Desa Cikembulan
RT. 02/01 Kec.
Pekuncen
Sekitar Pukul 20.30 WIB Rumah
bagian belakang milik Sdr. Warno
dan Sdr. Andriyanto tertimbun
longsoran tanah, kerugian
diperkirakan Rp.15.000.000
7. 22 Okt 2014 Desa Kranggan
(grumbul pejagaan)
Tebing setinggi 10 meter
mengalami longsor yang
mengakibatkan rumah milik
Bapak Miskam rusak berat,
kerugian diperkirakan mencapai
Rp 5.000.000
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi FKIP UMP 2015
ISBN 978-602-74194-0-7
Purwokerto, 13 Juni 2015
130
C. Tujuan
Tujuan utama penyusunan makalah ini adalah untuk mengkaji bahaya longsorlahan
di Kecamatam Pekuncen. Adapun tujuan khusus untuk untuk mencapai tujuan utama
adalah: Mengetahui kearifan lokal yang ada di Kecamatam Pekuncen, dan Mengetahui
pola persebaran permukiman pada daearah rawan longsorlahan di Kecamatan Pekuncen.
KAJIAN PUSTAKA
A. Mitigasi Bencana
Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 Tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana). Mitigasi didefinisikan sebagai upaya yang
ditujukan untuk mengurangi dampak dari bencana, Mitigasi adalah serangkaian upaya
untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran
dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. (UU No 24 Tahun 2007,
Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 9) (PP No 21 Tahun 2008, Bab I Ketentuan
Umum, Pasal 1 angka 6). Mitigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf c
dilakukan untuk mengurangi risiko bencana bagi masyarakat yang berada pada kawasan
rawan bencana. (UU No 24 Tahun 2007 Pasal 47 ayat (1). Mitigasi bencana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 huruf c dilakukan untuk mengurangi risiko dan dampak yang
diakibatkan oleh bencana terhadap masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana.
(PP No 21 Tahun 2008 Pasal 20 ayat (1)baik bencana alam, bencana ulah manusia
maupun gabungan dari keduanya dalam suatu negara atau masyarakat.
Dalam konteks bencana, dekenal dua macam yaitu (1) bencana alam yang
merupakan suatu serangkaian peristiwa bencana yang disebabkan oleh fakto alam, yaitu
berupa gempa, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan tanah longsor,
dll. (2) bencana sosial merupakan suatu bencana yang diakibatkan oleh manusia, seperti
konflik social, penyakit masyarakat dan teror. Mitigasi bencana merupakan langkah yang
sangat perlu dilakukan sebagai suatu titik tolak utama dari manajemen bencana.
Ada empat hal penting dalam mitigasi bencana, yaitu : 1. Tersedia informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk tiap jenis bencana.
2. Sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam
menghadapi bencana, karena bermukim di daerah rawan bencana.
3. Mengetahui apa yang perlu dilakukan dan dihindari, serta mengetahui cara
penyelamatan diri jika bencana timbul, dan
4. Pengauran dan penataan kawasan rawan bencana untuk mengurangi ancaman
bencana.
B. Kearifan Lokal
Dalam pengertian kamus, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata:
kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris Indonesia JohnM. Echols dan
Hassan Syadily, local berarti setempat, sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan
kebijaksanaan. Secara umum maka local wisdom(kearifan setempat) dapat dipahami
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi FKIP UMP 2015
ISBN 978-602-74194-0-7
Purwokerto, 13 Juni 2015
131
sebagai gagasan-gagasan setempat (local)yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai
baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.
I Ketut Gobyah thiam “Berpijak pada Kearifan Lokal” mengatakan bahwa kearifan
lokal (local genius) adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah.
Kearifan lokal merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci firman Tuhan dan berbagai
nilai yang ada. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat
maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kerifan lokal merupakan produk budaya masa
lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun nilai lokal
tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat universal.
C. Teknologi Geografi (Sistem Informasi Geografi)
Sistem Informasi Geografis (bahasa Inggris: Geographic Information System
disingkat GIS) adalah sistem informasi khusus yang mengelola data yang memiliki
informasi spasial (bereferensi keruangan). Atau dalam arti yang lebih sempit, adalah
sistem komputer yang memiliki kemampuan untuk membangun, menyimpan, mengelola
dan menampilkan informasi berefrensi geografis, misalnya data yang diidentifikasi
menurut lokasinya, dalam sebuah database. Para praktisi juga memasukkan orang yang
membangun dan mengoperasikannya dan data sebagai bagian dari sistem ini.
Teknologi Sistem Informasi Geografis dapat digunakan untuk investigasi ilmiah,
pengelolaan sumber daya, perencanaan pembangunan, kartografi dan perencanaan rute.
Misalnya, SIG bisa membantu perencana untuk secara cepat menghitung waktu tanggap
darurat saat terjadi bencana alam, atau SIG dapat digunaan untuk mencari lahan basah
(wetlands) yang membutuhkan perlindungan dari polusi.
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian ini adalah di Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas dengan
Letak astronomis berada pada posisi koordinat BT- BT dan
LS- LS.
B. Metode
Kombinasi deskriptif kuantitatif dan kualitatif adalah penelitian yang berusaha
untuk mendiskripsikan dan mengungkapkan suatu masalah atau keadaan sebagaimana
adanya dengan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, baik fenomena fisis ataupun
fenomena sosial, berupa data dan informasi baik berupa data verbal maupun data
numerik. (Moh. Pambudu Tika, 2005:4)
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi FKIP UMP 2015
ISBN 978-602-74194-0-7
Purwokerto, 13 Juni 2015
132
C. Alur Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Mitigasi Bencana Berbasis Kearifan Local di Kecamata Pekuncen,”Kenthongan sebagai
alat tradisional dalam mitigasi bencana tanah longsor (longsorlahan) di Kecamatan Pekuncen,
Kabupataten Banyumas”.
Kentongan sering diidentikkan dengan alat komunikasi zaman dahulu yang sering
dimanfaatkan oleh penduduk yang tinggal didaerah pedesaan dan pegunungan. Kegunaan
kentongan didefinisikan sebagai tanda alarm, sinyal komunikasi jarak jauh, morse, penanda
adzan, maupun tanda bahaya. Ukuran kentongan tersebut berkisar antara diameter 40 cm dan
tinggi 1,5 M – 2 M. Dalam hal ini kentongan di gunakan sebagai tanda bahaya sebagai upaya
masyarakat dalam mitigasi bencana. Meskipun saat ini teknologi sudah semakin canggih,
namun sebagian masyarakat di Kecamatan Pekuncen tidak bisa meninggalkan media
komunikasi tradisional ini khususnya di daerah pedesaan. Dalam penggunaannya, kentongan
dipukul dengan irama yang berbeda beda sesuai kejadian yang akan dan sedang terjadi.
Misalnya, tanda kentongan yang menandakan adanya bahaya seperti bencana tanah longsor.
Penggunaan kenthongan oleh masyarakat di Kecamatan Pekuncen, khususnya masyarakat
di pedesaan masih dianggap efektif. Sebagai alat tradisional kenthongan menjadi alat yang tepat
karena dalam keadaan yang mendesak (panik) alat tradisional kenthongan mudah digunakan
serta tidak membutuhkan listrik atau energi alternative lainya.
Pemanfaatan SIG Untuk Pemetaan Pola Persebaran Permukiman Pada Daerah Rawan
Longsorlahan Di Kecamatan Pekuncen Kabupaten Banyumas. Untuk mengetahui pola
persebaran permukiman dan pola permukiman didaerah penelitian digunakan analisis tetangga
terdekat (nearest-neighbour statistic), disimbolkan dengan huruf T, dengan menggunakan
formulasi statistik sebagai berikut:
Mitigasi Bencana
Pasca Bencana
Pra Bencana
Saat Bencana
Pemanfaatan Teknologi
Geografi (Arc View)
Pola Persebaran
Permukiman Pada
Daerah Rawan
Longsorlahan di
Kecamatan Pekuncen
Kearifan Lokal
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi FKIP UMP 2015
ISBN 978-602-74194-0-7
Purwokerto, 13 Juni 2015
133
(Sumber: Bintarto dan Surastopo Hadisumarmo, 1978)
Keterangan:
T = indeks penyebaran terdekat
= jarak rata-rata yang diukur antara satu titik dengan titik tetangga terdekat diperoleh dengan
perhitngan
= jarak rata-rata yang diperoleh adaikata semua titik mempunyai pola random.
p = Kepadatan titik dalam tiap kilometer persegi yaitu jumlah (N) dibagi dengan luas wilayah
dalam kilometer persegi (L) sehingga menjadi
pola persebaran permukiman
Untuk mengetahui pola persebaran permukiman digunakan Peta Administrasi Kecamatan
Pekuncen yang ditumpang susun dengan titik sebaran permukiman. Adapun persebaran
permukiman dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2
Gambar 1 Peta Persebaran Permukiman di Kecamatan Pekuncen
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi FKIP UMP 2015
ISBN 978-602-74194-0-7
Purwokerto, 13 Juni 2015
134
Gambar 2 Persebaran Titik Permukiman Kecamatan Pekuncen.
Berdasarkan Gambar Peta 2 diatas maka dapat diketahui jarak antar titik permukiman
dengan rincian sebagai berikut, dengan catatan jumlah jarak yaitu menggunakan satuan Km,
data yang diperoleh dilapangan masih menggunakan saruan meter maka perlu di rubah ke km.
Jadi jumlah dalam meter dibagi 1000
1. Jarak permukiman adalah 906.631 m = 0.906631 km dilapangan
2. Jarak permukiman adalah 1027.588 m = 1.027588 km dilapangan
3. Jarak permukiman adalah 210.081 m = 0.210081 km dilapangan
4. Jarak permukiman adalah 470.744 m = 0.470744 km dilapangan
5. Jarak permukiman adalah 425.214 m = 0.425214 km dilapangan
6. Jarak permukiman adalah 370.077 m = 0.370077 km dilapangan
7. Jarak permukiman adalah 255.892 m = 0.255892 km dilapangan
8. Jarak permukiman adalah 568.171 m = 0.568171 km di apangan
9. Jarak permukiman adalah 454.092 m = 0.454092 km dilapangan
10. Jarak permukiman adalah 568.171 m = 0.568171 km dilapangan
11. Jarak permukiman adalah 281.487 m = 0.281487 km dilapangan
12. Jarak permukiman adalah 337.687 m = 0.337687 km dilapangan
13. Jarak permukiman adalah 523.705 m = 0.523705 km dilapangan
14. Jarak permukiman adalah 538.425 m = 0.538425 km dilapangan
15. Jarak permukiman adalah 266.690 m = 0.266690 km dilapangan
16. Jarak permukiman adalah 354.501 m = 0.354501 km dilapangan
17. Jarak permukiman adalah 1058.629 m = 1.058629 km dilapangan
18. Jarak permukiman adalah 887.364 m = 0.887364 km dilapangan
19. Jarak permukiman adalah 857.380 m = 0.857380 km dilapangan
20. Jarak permukiman adalah 310.482 m = 0.310482 km dilapangan
21. Jarak permukiman adalah 221.144 m = 0.221144 km dilapangan
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi FKIP UMP 2015
ISBN 978-602-74194-0-7
Purwokerto, 13 Juni 2015
135
22. Jarak permukiman adalah 233.554 m = 0.233554 km dilapangan
23. Jarak permukiman adalah 281.487 m = 0.281487 km dilapangan
24. Jarak permukiman adalah 1159.538 m = 1.159538 km dilapangan
25. Jarak permukiman adalah 521.568 m = 0.521568 km dilapangan
26. Jarak permukiman adalah 262.021 m = 0.262021 km dilapangan
27. Jarak permukiman adalah 662.014 m = 0.662014 km dilapangan
28. Jarak permukiman adalah 501.692 m = 0.501692 km dilapangan
29. Jarak permukiman adalah 278.454 m = 0.278454 km dilapangan
30. Jarak permukiman adalah 252.451 m = 0.252451 km dilapangan
31. Jarak permukiman adalah 524.490 m = 0.524490 km dilapangan
32. Jarak permukiman adalah 397.788 m = 0.397788 km dilapangan
33. Jarak permukiman adalah 253.816 m = 0.253816 km dilapangan
34. Jarak permukiman adalah 418.526 m = 0.418526 km dilapangan
35. Jarak permukiman ju adalah 624.079 m = 0.624079 km dilapangan
36. Jarak permukiman ju adalah 538.316 m = 0.538316 km di apangan
37. Jarak permukiman ju adalah 437.612 m = 0.437612 km dilapangan
38. Jarak permukiman ju adalah 1363.367 m = 1.363367 km dilapangan
39. Jarak permukiman ju adalah 1201.114 m= 1.201114 km dilapangan
40. Jarak permukiman ju adalah 907.407 m = 0.907407 km dilapangan
41. Jarak permukiman ju adalah 668.552 m = 0.668552 km dilapangan
42. Jarak permukiman ju adalah 613.039 m = 0.613039 km dilapangan
∑ = 27,664 km
Jadi jumlah total jarak permukiman dilapangan adalah 27.664 km, maka diperoleh
∑
∑
Luas wilayah Kecamatan Pekuncen sendiri adalah 92.70 (L) dan jumlah titik
permukiman (N) ada 99, maka:
0.49
Sehingga diperoleh ( )
=
0.55
Hasil analisis tetangga terdekat (nearest-neighbour statistic) menunjukan bahwa pola
persebaran permukiman di Kecamatan Pekuncen menunjukan pola persebaran mengelompok,
dengan nilai T = 0.55
Sedangkan untuk mengetahui pola permukiman pada daerah rawan longsorlahan di
Kecamatan Pekuncen dengan menggunakan analisis tetangga terdekat (nearest-neighbour
statistic) perlu menggunakan peta persebaran permukiman di Kecamatan Pekuncen, peta
persebaran titik permukiman di Kecamatan Pekuncen dan peta persebaran permukiman pada
daerah rawan longsor longsorlahan di Kecamatan Pekuncen Kabupaten Banyumas.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi FKIP UMP 2015
ISBN 978-602-74194-0-7
Purwokerto, 13 Juni 2015
136
Gambar 3. Peta Persebaran Permukiman Pada Daerah Rawan Longsorlahan
di Kecamatan Pekuncen.
Berdasarkan gambar di Kecamatan Pekuncen terbagi menjadi tiga kelas kerawanan, yaitu
rawan rendah, rawan sedang dan rawan tinggi. Sedangkan mengetahui pola permukiman pada
daerah rawan longsorlahan di Kecamatan Pekuncen, berikut adalah analisis datanya:
a. Pola Permukiman di Daerah Rawan Rendah
Berdasarkan peta persebaran titik permukiman pada daerah rawan longsorlahan di
Kecamatan Pekuncen meliputi titik 1, titik 2 dan titik 3 dengan jarak total 2.11 yaitu Desa
Krajan, Desa Glempang, dan Desa Tumiyang.
∑
∑
Luas wilayah adalah (L) dan jumlah titik permukiman (N) ada 6, maka:
1.35
( )
=
(mengelompok)
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi FKIP UMP 2015
ISBN 978-602-74194-0-7
Purwokerto, 13 Juni 2015
137
b. Pola Permukiman di Daerah Rawan Sedang
Berdasarkan peta persebaran titik permukiman pada daerah rawan longsorlahan di
Kecamatan Pekuncen meliputi titik 19, titik 20 dan titik 21, titik 22, titik 23, titik 24, titik
25, titik 26, titik 27, titik 38, titik 39, titik 40, titik 41, dan titik 42 dengan jarak total 8.98
yaitu Desa Petahunan, Desa Semedo, dan Desa Karangklesem.
∑
∑
Luas wilayah adalah 14.55 (L) dan jumlah titik permukiman (N) ada 33, maka:
0.33
( )
=
0.78 (mengelompok)
c. Pola Permukiman di Daerah Rawan Tinggi
Berdasarkan peta persebaran titik permukiman pada daerah rawan longsorlahan di
Kecamatan Pekuncen meliputi titik 5, titik 6, titik 7, titik 8, titik 9, titik 10, titik 11, titik
12, titik 13, titik 14, titik 15, titik 16, titik 17, titik 28, titik 29, titik 33, titik 34 titik 35,
titik 36 dan titik 37 dengan jarak total 8.94 yaitu Desa Pekuncen, Desa Pasiraman Lor,
Desa Pasiraman Kidul, Desa Cikawung, Desa Candinegara, dan Desa Cikembulan.
∑
∑
Luas wilayah Kecamatan Pekuncen adalah 18.77 (L) dan jumlah titik permukiman
(N) ada 39 , maka:
( )
=
(mengelompok)
Hasil analisis menunjukan bahwa pola permukiman pada daearah rawan
longsorlahan di Kecamatan Pekuncen menunjukan pola mengelompok dengan nilai T
masing-masing T = 0.25 pada daerah rawan rendah , T = 0.78 pada daearh rawan sedang,
dan T = 0.64 pada daerah rawan tinggi.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi FKIP UMP 2015
ISBN 978-602-74194-0-7
Purwokerto, 13 Juni 2015
138
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Kentongan merupakan alat yang digunakan masayarakat sebagai upaya mitigasi bencana
di Kecamatan Pekuncen yang merupakan salah satu kearifan local.
2. Pola sebaran permukiman di Kecamatan Pekuncen adalah Mengelompok dengan nilai
tetangga terdekat 0.05
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. RTRW Kabupaten Banyumas tahun 2011-2031. Purwokerto: BAPPEDA
Kabupaten Banyumas.
Anonim. 2013. Kecamatan Pekuncen Dalam Angka Tahun 2013. Purwokerto: BPS Kabupaten
Banyumas.
Annonim. 2014. Data Bencana 2012-2014. Purwokerto: BPBD Kabupaten Banyumas
Hidayah, Misbah. 2012. Kajian Sikap Masyarakat dan Sebaran Longsorlahan di Kecamatan
Pekuncen Kabupaten Banyumas. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Juhadi. 2007. Pola-Pola Pemanfaatan Lahan Dan Degradasi Lingkungan Pada Kawasan
Perbukitan. Geografi-FIS UNNES 2009.
Sumaatmadja, Nursid. 1988. Studi Geografi. Bandung:Alumni
Pambudu Tika, Moh. 2005. Metode Penelitian Geografi. Jakarta: Bumi Aksara
Peraturan Mentri Pekerja Umum Nomer 22/PRT/M/2007 tentang Penataan Ruang Kawasan
Rawan Bencana Longsor.
Bintarto, R. 1977. Geografi Desa. Yogyakarta: Spring
Septiono Nugroho, Dwi. 2012. Kajian Persebaran Longsorlahan Tiap Bentuk Penggunaan
Lahan di Kecamatan Pekuncen. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Suranto Joko, Purwanto. 2008. Kajian Pemanfaatan Lahan Pada Daerah Rawan Bencana Tanah
Longsor di Gununglurah, Cilongok, Banyumas. Tesis. UNDIP Semarang.
Suwarno, dkk. 2011. Kajian Prilaku Masyarakat Dalam Pengelolaan Lahan Rawan
Longsorlahan Di Kecamatan Pekuncen Kabupaten Banyumas. Yogyakarta: UGM
Udang-Undang No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
UU No 24 Tahun 2007 tentang Mitigasi Bencana
Yanita Werdiningdyah, Mira 2014. Kesesuaian Lahan Permukiman Wilayah Rawan
Longsorlahan di Kecamatan Pekuncen, Kabuapaten Banyumas. Skripsi. Universitas
Muhammadiyah Purwokerto.