Upload
dwievadmadja
View
218
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Tugas Kuliah
Citation preview
BAB II
PEMBAHASAN
MODEL – MODEL PENDIDIKAN NON FORMAL
UNTUK PEMBANGUNAN
A. Pengertian Pendidikan Non Formal
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, Bangsa dan Negara.
Pendidikan non formal adalah setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis di luar
sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian
penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta
didik tertentu di dalam mencapai tujuan belajarnya.
Pendidikan non formal merupakan pendidikan alternatif setelah pendidikan formal.
Selain memberikan kesempatan bagi peserta didik yang ingin mengembangkan
keterampilannya pada jenis pendidikan tertentu yang telah ada di jalur pendidikan
formal juga memberikan kesempatan bagi masyarakat yang ingin mengembangkan
pendidikan keterampilannya yang tidak dapat ditempuh dan tidak terpenuhi pada jalur
pendidikan formal. Pendidikan non formal lebih berorientasi pada pendidikan yang
efektif dan efisien agar peserta didik dapat belajar dengan mudah dan mencapai
tujuan melalui proses yang hemat waktu dan biaya.
Pendidikan non formal merupakan usaha masyarakat dalam mencari jalan keluar
terhadap persoalan pendidikan formal yang tidak terjangkau oleh masyarakat.
Perhatian pendidikan non formal lebih terpusat pada usaha-usaha untuk membantu
terwujudnya proses pembelajaran di masyarakat. Hal ini sesuai dengan Pasal 55, UU
Sisdiknas No.20 tahun 2003 butir pertama yaitu “Masyarakat berhak
menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan non
formal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk
kepentingan masyarakat.”
1
Pendidikan non formal mempunyai fungsi membelajarkan individu atau kelompok
agar mampu memberdayakan dan mengembangkan dirinya sehingga mampu
beradaptasi terhadap perubahan atau perkembangan zaman. Berdasarkan fungsi
tersebut pendidikan non formal dapat melayani kebutuhan pendidikan suplemen,
pendidikan komplemen, pendidikan kompensasi, pendidikan substitusi, pendidikan
alternative (pengganti), pendidikan pengayaan, pendidikan pemutakhiran (updating),
pendidikan pelatihan atau keterampilan dan pendidikan penyesuaian atau
penyetaraan.
Penyelenggaraan pendidikan non formal (PNF) merupakan upaya dalam rangka
mendukung perluasan akses dan peningkatan mutu layanan pendidikan bagi
masyarakat. Jenis layanan dan satuan pembelajaran PNF sangat beragam, yaitu
meliputi:
1) Pendidikan Kecakapan hidup.
2) Pendidikan Anak Usia dini.
3) Pendidikan Kepemudaan
4) Pendidikan kesetaraan.
5) Pendidikan pemberdayaan perempuan.
6) Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, serta pendidikan lain yang ditujukan
untuk mengembangkan kemampuan peserta didik maupun masyarakat.
Adapun satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga
pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan masyarakat, majelis taklim, serta satuan
pendidikan yang sejenis.
B. Model – Model pendidikan Non Formal Untuk Pembangunan
Model – model pendidikan non formal yang ada di Indonesia sangat banyak
sekali. Terlebih yang berhubungan dengan pembangunan. Baik pembanguan
masyarakat, peserta didik maupun pembangunan Negara Indonesia itu sendiri.
Sebagaimana yang akan penulis paparkan dibawah ini:
1. Pemberdayaan Masyarakat
Pendidikan non formal berbasis masyarakat merupakan salah satu dari
desentralisasi pendidikan dan konsep otonomi daerah. Tuntutan reformasi yang
sangat penting adalah demokratisasi, yang mengarah pada dua hal yakni
2
pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan pemerintah daerah atau otonomi
daerah.
Demokratisasi penyelenggaraan pendidikan, harus mendorong pemberdayaan
masyarakat dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang
meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, dan
organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu
pelayanan pendidikan. Masyarakat tersebut dapat berperanan sebagai sumber,
pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
Dalam pendidikan pemberdayaan masyarakat, ada beberapa program yang
bisa dilaksanakan, khususnya untuk masyarakat pedesaan yang terpencil ataupun
terisolir dari pusat pemerintahan. Diantaranya adalah:
1) Program Riset Pembangunan pedesaan
Program Riset Pembangunan pedesaan mempunyai peranan penting
dan strategis dalam pembangunan daerah dan pembangunan nasional. Hal ini
disebabkan karena sebagian besar masyarakat tinggal di daerah pedesaan
dengan lingkungan yang memiliki potensi alam yang melimpah, lagi pula
pembangunan pedesaan menyentuh langsung kepentingan masyarakat desa.
2) Program dengan Menggunakan Bahasa Ibu
Pada program ini, pesan-pesan pendidikan nonformal akan lebih mudah
dan cepat dihayati dan dimengerti oleh masyarakat apabila disampaikan
dalam bahasa lokal atau bahasa ibu mereka. Kemudian digabungkan dengan
bahasa pendidikan. Sehingga bukan bahasa lokal saja yang dikuasai oleh
masyarakat.
3) Program Radio Siaran
Program ini berfungsi sebagai media pesan atau bahan belajar yang
efektif untuk merangsang pikiran dan sebagai salah satu media dengar
terutama bagi masyarakat di Pedesaan yang hidup di daerah terpencil atau
terisolir dan sulit terjangkau oleh pendidikan Non formal.
4) Program Lab-site
3
Program Lab - site dalam pendidikan non formal berfungsi sebagai
tempat praktek atau tempat rintisan program-program PNF dan tempat latihan
bagi tutor-tutor dalam membelajarkan warga belajar.
5) Model Pembelajaran Terpadu
Model Pembelajaran Terpadu merupakan model pembelajaran dengan
pendekatan yang menekankan pada aspek-aspek bersifat umum seperti
thinking skills, social skill, values and attitudes. Hal ini didasarkan pada
kenyataan bahwa setiap ilmu tidak mungkin berdiri sendiri dan pasti saling
berkaitan.
2. Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja
Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja yaitu meliputi kursus, magang,
kelompok belajar usaha, dan lain sebagainya. Namun dalam poin ini yang akan
penulis bahas adalah model pendidikan lembaga kursus yang memang pada
masa sekarang banyak diminati oleh peserta didik dan masyarakat dalam rangka
penambahan keterampilan dan skill.
Lembaga kursus sebagai fungsi sosial di harapkan dapat memberikan
kesempatan kepada peserta didik maupun masyarakat yang tergolong kurang
mampu, pengangguran, dan putus sekolah sehingga memiliki kompetensi tertentu
sebagai modal untuk meningkatkan kualitas hidupnya dalam rangka menghadapi
era globalisasi.
Tujuan lembaga kursus yaitu memberikan layanan pendidikan bagi
masyarakat agar memiliki kompetensi yang diperlukan dalam dunia usaha atau
dunia kerja sesuai dengan jenis kursus yang diikuti, sehingga mampu mengambil
peluang kerja pada perusahaan atau dunia industri dengan penghasilan yang
layak atau mampu menciptakan lapangan kerja sendiri.
3. Pendidikan Kesetaraan
Pendidikan kesetaraan merupakan pendidikan alternatif yang memberikan
kesempatan kepada warga, bangsa untuk memperoleh bekal pengetahuan,
keterampilan fungsional, sikap dan kepribadian profesional yang lulusannya
memiliki kemampuan yang sama dan setara dengan lulusan pendidikan formal.
Pendidikan kesetaraan secara umum bertujuan untuk memberikan kesempatan
4
belajar pendidikan dasar dan menengah yang bermutu dan relevan dengan
penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional, serta
pengembangan sikap dan kepribadian professional dalam rangka mendukung
pendidikan sepanjang hayat.
Sasaran pendidikan kesetaraan adalah masyarakat yang memiliki
keterbatasan dari segi ekonomi, sosial, budaya, jarak, waktu, geografi, maupun
masyarakat yang kurang beruntung dalam hal pelayanan pendidikan dan ingin
menyelesaikan pendidikannya yang terhambat. Selain itu sasaran pendidikan
kesetaraan juga melayani warga masyarakat yang memerlukan layanan khusus
seperti daerah perbatasan, daerah bencana dan daerah terisolir dengan fasilitas
pendidikan belum ada, serta dalam memenuhi kebutuhan belajar sebagai dampak
perubahan peningkatan taraf hidup, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sebagai pendidikan alternatif, pendidikan kesetaraan dikembangkan mengacu
pada Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional dan Standar Nasional Pendidikan (Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan) yang disesuaikan dengan
tuntutan, kebutuhan dan karakteristik peserta didik serta dengan penguatan pada
penguasaan kecakapan hidup, khususnya kecakapan kerja.
Sesuai dengan amanat UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, Pasal 13
ayat (1) tentang jalur pendidikan, dan pasal 26, ayat (6) bahwa hasil PNF
kesetaraan dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah
melalui proses penilaian kesetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah
dengan mengacu pada standar nasional pendidikan sesuai PP No 19/2005.
Selanjutnya berdasarkan Kepmen No. 0131/U/1994 tentang Program Paket A dan
B, dan Kepmen Nomor 132/U/2004 tentang Paket C, PNF-kesetaraan berfungsi
sebagai pelayanan pembelajaran bagi masyarakat untuk mendapat pendidikan
melalui PNF dan pengakuan setara dengan tamatan SD, SMP, SMA.
Adapun yang menjadi penyelenggara kelompok belajar (komunitas belajar)
pendidikan kesetaraan meliputi:
1) PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat)
2) SKB (Sanggar Kegiatan Belajar)
3) Pondok Pesantren
5
4) Majlis Taklim
5) Lembaga Kursus
6) Sekolah Rumah
7) Sekolah Alam
8) Sekolah Multigrade Teaching
9) Susteran
10) Diklat-diklat dan UPT
11) Lembaga Swadaya Masyarakat
12) Yayasan Badan hukum dan badan usaha
13) Organisasi Kemasyarakatan
14) Organisasi Sosial Masyarakat
15) Organisasi Keagamaan
Diversifikasi layanan pendidikan kesetaraan disediakan untuk merespon
disparitas potensi, kebutuhan, dan kompetensi masyarakat yang majemuk. Berikut
ini merupakan diversifikasi layanan khusus pada pendidikan kesetaraan:
1) Pangkalan belajar, yaitu sistem pelayanan pendidikan kesetaraan yang
menghubungkan antara pangkalan (homebased) dengan daerah-daerah
penyangga (hinterland) pada kawasan khusus, seperti kawasan perbatasan,
pulau kecil.
2) Pembelajaran langsung, yaitu model layanan pembelajaran yang dilakukan
secara langsung.
3) Pusat Sumber Belajar, yang berorientasi basis komunitas.
4) Layanan Pendidikan bergerak (mobile education service) atau Kelas Berjalan
(Mobile Classroom), merupakan pelayanan pendidikan dengan sistem jemput
bola (door to door) yang dilakukan oleh tutor pada peserta didik dari satu
tempat ke tempat yang lain.
5) E-Learning, yaitu pembelajaran pendidikan kesetaraan secara online (e-
learning) sebagai alternatif bagi peserta didik yang relative sulit untuk bertemu
langsung dengan tutor atau meninggalkan tempat kerjanya.
Kurikulum pendidikan kesetaraan diarahkan untuk mewujudkan insan
Indonesia cerdas komprehensif dan kompetitif bagi semua warga belajar
pendidikan kesetaraan. Selain itu, layanan kesetaraan, baik bagi masyarakat
6
pedesaan maupun masyarakat miskin di perkotaan tetap mempertimbangkan
beberapa faktor, antara lain:
1) Perencanaan integratif,
2) Memahami budaya setempat,
3) Penguasaan bahasa,
4) Akses kepada pendidikan dasar yang mengacu pada keterampilan hidup yang
sesuai dengan potensi lokal, budaya dan sumberdaya.
Sistem pembelajaran (delivery system) pada pendidikan kesetaraan dengan
menggunakan pendekatan sebagai berikut:
1) Induktif: membangun pengetahuan melalui kejadian atau fenomena empirik
dengan menekankan pada experiential learning (belajar dengan mengalami
sendiri).
2) Konstruktif: mengakui bahwa semua orang dapat membangun pandangannya
sendiri terhadap dunia, melalui pengalaman individual untuk menghadapi atau
menyelesaikan masalah dalam situasi yang tidak tentu atau ambigius.
3) Tematik: mengorganisasikan pengalaman-pengalaman, mendorong terjadinya
belajar di luar ruang kelas, mengaktifkan pengalaman belajar, menumbuhkan
kerjasama antar perserta didik.
4) Berbasis Lingkungan: untuk meningkatkan relevansi, dan kebermanfaatannya
bagi peserta didik sesuai potensi dan kebutuhan lokal.
Muatan kurikulum Pendidikan Kesetaraan mengacu pada Standar Nasional
Pendidikan (SNP) yang meliputi mata pelajaran, muatan lokal, dan
pengembangan diri. Adapun, pengaturan beban belajar diatur dengan
menggunakan dua sistem jam belajar:
a) Pertemuan sistem tatap muka (regular), dan
b) Satuan Kredit Kesetaraan (SKK).
Pendidikan kesetaraan menerapkan proses pembelajaran yang berorientasi
terhadap pencapaian standar kompetensi lulusan, dengan tiga pendekatan yaitu:
materi ajar yang bermuatan literacy dan life skills, pengorganisasian materi secara
tematik, proses pembelajaran yang bersifat induktif, dan penilaian kompetensi.
Dengan demikian standar kompetensi lulusan meliputi paket A, B, dan C. dan agar
7
pelaksanaan Program Pendidikan Kesetaraan dapat berhasil dengan baik, maka
perlu berbagai upaya peningkatan mutu secara menyeluruh.
4. Pendidikan Berbasis Masyarakat (Communihy-based education)
Pendidikan berbasis masyarakat (communihy-based education) merupakan
mekanisme yang memberikan peluang bagi setiap orang untuk memperkaya ilmu
pengetahuan dan teknologi melalui pembelajaran seumur hidup. Kemunculan
paradigma pendidikan berbasis masyarakat dipicu oleh arus besar modernisasi
yang menghendaki terciptanya demokratisasi dalam segala dimensi kehidupan
manusia, termasuk di bidang pendidikan. Mau tak mau pendidikan harus dikelola
secara desentralisasi dengan memberikan tempat seluas-luasnya bagi partisipasi
masyarakat.
Sebagai implikasinya, pendidikan menjadi usaha kolaboratif yang melibatkan
partisipasi masyarakat di dalamnva. Partisipasi pada konteks ini berupa kerjasama
antara warga dengan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, menjaga
dan mengembangkan aktivitas pendidikaan. Sebagai sebuah kerjasama, maka
masyarakat diasumsi mempunyai aspirasi yang harus diakomodasi dalam
perencanaan dan pelaksanaan suatu program pendidikan.
Secara konseptual, pendidikan berbasis masyarakat adalah model
penyelenggaraan pendidikan yang bertumpu pada prinsip “dari masyarakat, oleh
masyarakat dan untuk masyarakat”. Pendidikan dari masyarakat artinya pendidik
memberikan jawaban atas kebutuhan masyarakat. Pendidikan oleh masyarakat
artinya masyarakat ditempatkan sebagai subyek atau pelaku pendidikan, bukan
objek pendidikan. Pada konteks ini, masyarakat dituntut peran dan partisipasi
aktifnya dalam setiap program pendidikan.
Adapun pengertian pendidikan untuk masyarakat artinya masyarakat
diikutsertakan dalam semua program yang dirancang untuk menjawab kebutuhan
mereka. Secara singkat dikatakan, masyarakat perlu diberdayakan, diberi peluang
dan kebebasan untuk mendesain, merencanakan, membiayai, mengelola dan
menilai sendiri apakah yang diperlukan secara spesifik di dalam, untuk dan oleh
masyarakat sendiri.
Di dalam Undang-undang No. 20/2003 pasal 1 ayat 16, arti dari pendidikan
berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan
8
agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan
pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Dengan demikian nampak bahwa
pendidikan berbasis masyarakat pada dasarnya merupakan suatu pendidikan
yang memberikan kemandirian dan kebebasan pada masyarakat untuk
menentukan bidang pendidikan yang sesuai dengan keinginan masyarakat itu
sendiri.
Dengan demikian, pendekatan pendidikan berbasis masyarakat adalah salah
satu pendekatan yang menganggap masyarakat sebagai agen sekaligus tujuan,
melihat pendidikan sebagai proses dan menganggap masyarakat sebagai
fasilitator yang dapat menyebabkan perubahan menjadi lebih baik. Dari sini dapat
ditarik pemahaman bahwa pendidikan dianggap berbasis masyarakat jika
tanggung jawab perencanaan hingga pelaksanaan berada di tangan masyarakat.
Pendidikan berbasis masyarakat bekerja atas asumsi bahwa setiap masyarakat
secara fitrah telah dibekali potensi untuk mengatasi masalahnya sendiri. Baik
masyarakat Kota ataupun Desa, mereka telah memiliki potensi untuk mengatasi
masalah mereka sendiri berdasarkan sumber daya vang mereka miliki serta
dengan memobilisasi aksi bersama untuk memecahkan masalah yang mereka
hadapi.
Dalam UU sisdiknas no 20/2003 pasal 55 tentang Pendidikan Berbasis
Masyarakat disebutkan sebagai berikut:
1) Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada
pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan
sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat.
2) Penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat mengembangkan dan
melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan
pendanannya sesuai dengan standar nasional pendidikan.
3) Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari
penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sumber
lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
9
4) Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis,
subsidi Dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah.
5) Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
Dari kutipan di atas nampak bahwa pendidikan berbasis masyarakat dapat
diselenggarakan dalam jalur formal maupun nonformal, serta dasar dari
pendidikan berbasis masyarakat adalah kebutuhan dan kondisi masyarakat, serta
masyarakat diberi kewenangan yang luas untuk mengelolanya. Oleh karena itu
dalam menyelenggarakannya perlu memperhatikan tujuan yang sesuai dengan
kepentingan masyarakat setempat.
Untuk itu Tujuan dari pendidikan nonformal berbasis masyarakat dapat
mengarah pada isu-isu masyarakat yang khusus seperti pelatihan karir, perhatian
terhadap lingkungan, budaya dan sejarah etnis, kebijakan pemerintah, pendidikan
politik dan kewarganegaraan, pendidikan keagamaan, pendidikan bertani,
penanganan masalah kesehatan serta korban narkotika, HIV/Aids dan sejenisnya.
Sementara itu lembaga yang memberikan pendidikan kemasyarakat bisa dari
kalangan bisnis dan industri, lembaga-lembaga berbasis masyarakat,
perhimpunan petani, organisi kesehatan, organisasi pelayanan kemanusiaan,
organisi buruh, perpustakaan, museum maupun organisasi persaudaraan.
Menurut Michael W. Galbraith, pendidikan berbasis masyarakat memiliki
prinsip-prinsip yang sangat penting, diantaranya yaitu:
1) Self determination (menentukan sendiri), yaitu Semua anggota masyarakat
memiliki hak dan tanggung jawab untuk terlibat dalam menentukan kebutuhan
masyarakat dan mengidentifikasi sumber-sumber masyarakat yang bisa
digunakan untuk merumuskan kebutuhan tersebut.
2) Self help (menolong diri sendiri), yaitu Anggota masyarakat dilayani dengan
baik ketika kemampuan mereka untuk menolong diri mereka sendiri telah
didorong dan dikembangkaii. Mereka menjadi bagian dari solusi dan
membangun kemandirian lebih baik bukan tergantung karena mereka
10
beranggapan bahwa tanggung jawab adalah untuk kesejahteraan mereka
sendiri.
3) Leadership development (pengembangan kepemimpinan), yakni para
pemimpin lokal harus dilatih dalam berbagai keterampilan untuk memecahkan
masalah, membuat keputusan, dan proses kelompok sebagai cara untuk
menolong diri mereka sendiri secara terus-menerus dan sebagai upaya
mengembangkan masyarakat.
4) Localization (lokalisasi), yaitu potensi terbesar untuk tingkat partisipasi
masyarakat tinggi terjadi ketika masyarakat diberi kesempatan dalam
pelayanan, program dan kesempatan terlibat dekat dengan kehidupan tempat
masyarakat hidup.
5) Integrated delivery of service (keterpaduan pemberian pelayanan), yaitu
adanya hubungan antaragensi di antara masyarakat dan agen-agen yang
menjalankan pelayanan publik dalam memenuhi tujuan dan pelayanan publik
yang lebih baik.
6) Reduce duplication of service, yaitu pelayanan Masyarakat seharusnya
memanfaatkan secara penuh sumber-sumber fisik, keuangan dan sumber
dava manusia dalam lokalitas mereka dan mengoordinir usaha mereka tanpa
duplikasi pelayanan.
7) Accept diversity (menerima perbedaan), yaitu menghindari pemisahan
masyarakat berdasarkan usia, pendapatan, kelas sosial, jenis kelamin, ras,
etnis, agama atau keadaan yang menghalangi pengembangan masyarakat
secara menyeluruh. Ini berarti penglibatan warga masyarakat perlu dilakukan
seluas mungkin dan mereka didorong atau dituntut untuk aktif dalam
pengembangan, perencanaan dan pelaksanaan program pelayanan dan
aktifitas-aktifitas kemasyarakatan.
8) Institutional responsiveness (tanggung jawab kelembagaan), yaitu pelayanan
terhadap kebutuhan masyarakat yang berubah secara terus-menerus adalah
sebuah kewajiban dari lembaga publik sejak mereka terbentuk untuk melayani
masyarakat. Lembaga harus dapat dengan cepat merespon berbagai
11
perubahan yang terjadi dalam masyarakat agar manfaat lembaga akan terus
dapat dirasakan.
9) Lifelong learning (pembelajaran seumur hidup), yaitu kesempatan
pembelajaran formal dan informal harus tersedia bagi anggota masyarakat
untuk semua umur dalam berbagai jenis latar belakang.
Prinsip-prinsip pengembangan masyarakat yang dikemukakan saat ini ialah
keterpaduan, berkelanjutan, keserasian, kemampuan sendiri (swadaya dan gotong
royong), dan kaderisasi. Prinsip keterpaduan memberi tekanan bahwa kegiatan
pengembangan masyarakat didasarkan pada program-program yang disusun oleh
masyarakat dengan bimbingan dari lembaga-lembaga yang mempunyai hubungan
tugas dalam pembangunan masyarakat.
5. Penyetaraan Home Schooling
Homes chooling yaitu metode pendidikan belajar-mengajar yang dilakukan di
rumah, baik oleh orang tua maupun tutor. Sebenarnya tidak harus di rumah.
Intinya, mereka yang menjalani homes chooling harus bisa belajar di mana saja,
kapan saja, dan dengan siapa saja. Materi pelajaran untuk siswa homes chooling
atau homes choolers itu bisa sesuai dengan kurikulum nasional, kurikulum
internasional, atau gabungan. Waktu belajarnya lebih fleksibel, biasanya homes
choolers punya banyak kesempatan mendalami bidang pelajaran sesuai minat
dan potensi masing-masing. Pendidikan homes chooling bisa dilakukan satu
keluarga, beberapa keluarga, atau bergabung dalam komunitas homes chooling.
Siswa yang punya kendala psikologis (mudah stres dan tertekan belajar di
sekolah), geografis (tempat tinggal jauh dari sekolah), dan ekonomis (keluarga
tidak mampu), bisa menemukan alternatif pendidikan dengan homes chooling
yang umumnya fleksibel, menyesuaikan dengan minat dan potensi tiap individu.
Direktur Pendidikan Kesetaraan Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah
Ella Yulaelawati mengatakan siswa yang mengikuti pendidikan home schooling
atau sekolah rumah bisa disetarakan dengan siswa sekolah biasa. Peserta home
schooling harus mengikuti ujian persamaan pendidikan nonformal berupa kejar
paket A untuk sekolah dasar, paket B untuk sekolah menengah pertama, dan
12
paket C untuk sekolah menengah atas atau ujian di Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat.
C. Manfaat Model – Model Pendidikan Non Formal Untuk Pembangunan
Berdasarkan beberapa poin yang telah penulis paparkan diatas, maka manfaat
dari model-model pendidikan non formal untuk pembangunan, baik pembangunan itu
ditinjau dari segi pemerintahan, masyarakat, maupun peribadadi sendiri. Maka dapat
penulis simpulkan yaitu:
1) Peranan pemerintah sedikit terkurangi dan memperbesar partisipasi masyarakat
dalam hal pembangunan melalui pendidikan non formal.
2) Dapat mempercepat proses penghapusan buta huruf bagi warga Indonesia.
3) Terciptanya masyarakat yang memiliki skill dan kemampuan, meski mereka tidak
mengikuti pendidikan formal.
4) Mengurangi angka pengangguran dan ketertinggalan khususnya bagi mereka
yang ada di pedesaan.
5) Penyetaraan pendidikan, membuka kesempatan kerja bagi mereka yang ingin
berkembang dan menikmati kesetarafan hidup.
Selain yang penulis sebutkan diatas, tentu masih banyak lagi manfaat-manfaat
dari model pendidikan non formal yang ada di Negara ini.
13
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
14
DAFTAR PUSTAKA
http://silfigustomi.blogspot.com/2013/03/pendidikan-non-formal.html
http://aisyahrama.blogspot.com/2009/05/pendidikan-non-formal.html
http://uharsputra.wordpress.com/pendidikan/pendidikan-nonformal/
http://ayiolim.wordpress.com/2011/02/23/perencanaan-pendidikan-nonformal-sebagai-
pendekatan-terpadu/
http://ujisem2ayunabila.blogspot.com/2012/06/prospek-pendidikan-nonformal-kini-
dan.html
http://www.bppaudnireg1.com/buletin/read.php?id=75&dir=6&idStatus=0
15