Modul Ekologi Terumbu Karang

Embed Size (px)

Citation preview

  • MODUL BIOTA ASOSIASI DAN

    POLA INTERAKSI ANTAR SPESIES

    PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR)

    Benteng, Selayar 22-24 Agustus 2006

  • TUJUAN PEMBELAJARAN

    Para peserta pelatihan dapat mengetahui dan menemukenali biota-

    biota laut yang berasosiasi di ekosistem terumbu karang serta pola

    interaksi dari beberapa spesiesnya.

    METODE PENYAJIAN

    Materi diberikan dalam bentuk teori dalam kelas, disajikan dengan

    metode andragogy. Diskusi terbuka dilakukan selama pengajaran.

    KERANGKA TEORITIS

    1. Macam habitat dalam ekosistem terumbu karang

    Berdasarkan jarak dari pantai dan keterpaparannya terhadap arus

    dan gelombang, beberapa komunitas dalam ekosistem terumbu karang

    menempati habitatnya tersendiri. Penggolongan habitat secara

    geomorfologi ini berupa (Gambar 1):

    - Back reef, merupakan daerah terumbu karang bagian dalam yang

    terlindung, biasanya masih didominasi oleh ekosistem lamun atau

    makrofita lainnya; kedalaman agak dangkal 1-2 meter.

    - Reef flat, merupakan daerah paparan terumbu yang rentan

    terhadap surut, dimana terjadi peralihan komunitas (Gambar 2). Di

    daerah ini sudah mulai terlihat adanya beberapa koloni kecil

    karang, terutama karang bercabang dan submasif; kedalaman

    dangkal sekitar 1 meter.

    - Reef crest, merupakan daerah tubir dimana sebagian besar bentuk

    pertumbuhan karang dapat ditemui. Biasanya jenis karang adalah

    yang dapat bertahan terhadap hempasan gelombang dari laut

    lepas. Selain itu, jenis-jenis biota laut terutama ikan cukup

    melimpah di daerah ini. Kedalaman berkisar 2-3 meter.

    - Reef slope, merupakan daerah lereng yang landai atau curam;

    dengan luas permukaan substrat yang lebih lapang sehingga

  • memungkinkan jenis benthik banyak mendominasi selain karang.

    Kedalaman sekitar 3-10 meter.

    - Fore-reef slope atau reef base, merupakan lanjutan daerah lereng

    atau hanya merupakan dasar merata yang cenderung mulai

    tertutupi oleh sedimentasi, sehingga terkadang lebih banyak

    substrat berpasir yang ditemui. Di daerah ini sudah jarang terlihat

    komunitas karang keras yang lebat, tetapi beberapa jenis karang

    lunak dan hewan benthik invertebrata lainnya yang banyak ditemui.

    Kedalaman di atas 10 meter.

    Gambar 1. Pembagian wilayah berdasarkan geomorfologi (sumber: Tomascik

    et al., 1997b).

    Gambar 2. Peralihan komunitas dari ekosistem padang lamun ke ekosistem

    terumbu karang yang biasanya terdapat di daerah reef flat. (Foto: koleksi pribadi)

  • 2. Jenis biota yang berasosiasi pada ekosistem terumbu karang

    Jenis biota yang berasosiasi merupakan kelompok biota yang khas

    menghuni daerah terumbu karang, dan beberapa di antaranya jarang

    bahkan tidak ditemui di ekosistem yang lain. Dalam tataran sistematika

    makhluk hidup, organisme laut juga terbagi atas 2 kelompok besar yakni

    tanaman dan hewan. Berikut dirangkum beberapa jenis organisme laut yang umumnya berasosiasi di ekosistem terumbu karang:

    Alga/Rumput Laut

    Beberapa jenis alga atau rumput laut yang biasa ditemui di daerah

    terumbu karang adalah jenis selada laut Ulva, anggur laut Caulerpa, yang

    termasuk dalam jenis alga hijau; serta rumput laut Eucheuma dan jamur

    laut Padina yang termasuk ke dalam jenis alga cokelat (Gambar 3).

    Gambar 3. Beberapa jenis alga: (a) Caulerpa, (b) Eucheuma dan (c) Padina.

    Foto: internet (b), koleksi pribadi (a,c).

    Sponge

    Sponge merupakan kelompok hewan yang paling sederhana di

    antara seluruh penghuni laut. Dalam struktur taksonomi, sponge

    merupakan nama lain dari Filum Porifera. Dengan tubuh yang disellimuti

    oleh jutaan pori-pori, sponge merupakan hewan lunak yang menyerap air

    dan menyaring bahan organik dalam air laut sebagai makanannya

    (Ruppert & Barnes, 1994). Baik bentuk maupun warna dari sponge ini

    sangat beragam, mulai dari yang berbentuk seperti tabung, gumpalan,

    a b c

  • hingga seperti mangkok besar. Warnanya juga demikian, mulai dari

    cokelat pucat hingga merah menyala. Struktur sponge yang hanya

    ditopang oleh spikula-spikula fiber, membuat tubuhnya agak lentur, namun

    tetap dapat berdiri tegak dan kokoh. Pada Gambar 4, terdapat beberapa

    jenis yang umum ditemui di terumbu karang.

    Gambar 4. Sponge jenis (a) Callyspongia, (b) Spongia, dan (c) Xestospongia.

    Foto: koleksi pribadi (a); Colin & Arneson (1995)(b,c).

    Hydra dan Ubur-ubur

    Hydra dan ubur-ubur merupakan jenis yang perlu diwaspadai jika

    ingin menyelam di terumbu karang. Dengan kandungan nematosit yang

    cukup banyak dan kuat, hewan-hewan ini mampu membuat iritasi pada

    kulit bila tersentuh, bahkan dapat berakibat lebih buruk lagi. Bentuknya

    yang tidak begitu membahayakan dapat menipu pandangan. Seperti

    pada jenis bulu ayam Aglaophenia yang menyerupai helaian daun yang

    berwarna pucat, merupakan salah satu jenis hidra yang kuat jenis

    nematositnya. Jika terkena, kulit akan meradang dan mengalami

    pembengkakan yang cukup serius jika tidak segera ditangani. Begitu pula

    dengan jenis yang hidra yang lebih halus, Lytocarpus yang tampak seperti

    tulang daun. Walau tidak separah bulu ayam, namun sengatannya juga

    membuat iritasi yang berkepanjangan pada kulit (Gambar 5a, 5b).

    Salah satu golongan hidra lainnya yang merupakan satu-satunya

    menyerupai jenis karang keras adalah karang api Millepora (Gambar 5c).

    Sengatannya terasa seperti membakar kulit, sehingga disebut sebagai

    a b c

  • karang api. Bentuknya mirip dengan karang keras, namun hewan ini tidak

    termasuk dalam golongan karang keras yang pada umumnya tidak

    menyengat. Sejumlah besar koloni dari karang api yang pernah ditemui

    terdapat di sekitar Pulau Panambungan, Gusung Ondorea, dan perairan

    antara Pulau Sabangko dan Pulau Sagara di Kabupaten Pangkep.

    Namun, karang api ini sering ditemui dalam jumlah kecil di hampir pulau

    terumbu.

    Gambar 5. Beberapa jenis hidra: (a) bulu ayam Aglaophenia; (b) hidra

    Lytocarpus; (c) karang api Millepora; dan ubur-ubur: (d) ubur serdadu Portugis Physalia; (e) Aurelia; dan (f) Caesiopea. Foto: Colin and Arneson (1995) (a,b,c), internet (d), koleksi pribadi (e,f).

    Sementara itu, beberapa jenis ubur-ubur juga dapat ditemui, walau

    hanya sesekali teramati. Ubur-ubur dalam jumlah besar biasa terasa

    kehadirannya pada saat peralihan pasang surut, atau peralihan musim.

    Jenis ubur-ubur yang sesekali muncul antara lain ubur serdadu Portugis

    Physalia (Gambar 5d). Disebut demikian karena bentuknya mirip dengan

    topi tentara Portugis pada jaman dulu. Ubur serdadu Portugis ini mampu

    memakan ikan yang ukuran tubuhnya lebih besar dari dirinya, dengan

    mengandalkan tentakelnya yang berfungsi menjerat dan kemudian

    menghisap sari-sari makanan dari mangsanya. Hal yang sama juga

    a b c

    d e f

  • terdapat pada ubur-ubur jenis Aurelia juga bersifat soliter, dengan ukuran

    tubuh yang lebih besar dibanding Physalia. Sementara itu jenis ubur-ubur

    Caesiopea kadang terdapat dekat daerah lamun, ukuran yang ditemui

    cukup besar. Jenis ini mempunyai mesoglea yang sangat tebal dan lebih

    padat sehingga cukup layak untuk dikonsumsi.

    Anemon Laut dan Karang Lunak

    Anemon laut mempunyai struktur yang tidak jauh berbeda dengan

    polip karang keras, kecuali adanya perbedaan pada ukuran, dimana polip

    karang berukuran mikroskopis, sedangkan anemon laut berukuran cukup

    besar. Selaint itu, hal yang mendasar adalah, bahwa polip karang

    umumnya membentuk koloni dan mempunyai kemampuan untuk

    mengendapkan kapur (hermatipik), sedangkan anemon laut cenderung

    bersifat soliter dan sama sekali tidak bisa membentuk terumbu. Struktur

    tubuhnya cukup lunak dan kenyal dengan warna dan bentuk yang sangat

    beragam. Beberapa contoh yang umum ditemui berupa jenis pada

    Gambar 6a, b, c.

    a b c

    d e f

  • Gambar 6. (a) anemon raksasa Heteractis; (b) anemon handuk Stychodactyla;

    (c) anemon jamur Actinodiscus; (d) karang merah Tubipora; (e) karang biru Heliopora; (f) karang lunak Sarcophyton; (g) bunga karang Melithaea; (h) bambu laut Isis; dan (i) tali arus Cirripathes. Foto: Colin & Arneson (1995) (a,d,e,f,h), koleksi pribadi (b,c,g,i).

    Karang lunak sendiri mempunyai struktur rangka juga tetapi

    berbeda dengan karang keras. Jika karang keras mempunyai

    kemampuan mengendapkan kalsium karbonat, maka karang lunak

    mengendapkan senyawa-senyawa protein dan kolagen yang tidak

    sekeras kalsium sehingga teksturnya lebih lunak dan dapat dibengkokkan.

    Gambar 6 d, e, f, g, h, dan i merupakan beberapa contoh karang lunak

    yang umum dijumpai di terumbu karang.

    Moluska

    Hewan moluska terdiri dari banyak jenis, akan tetapi yang paling

    banyak dieksploitasi dan dikonsumsi adalah dari jenis siput, kerang-

    kerangan dan cumi-cumi. Hampir sebagian besar hewan moluska

    mempunyai cangkang, baik cangkang luar (seperti pada siput dan kerang)

    maupun cangkang dalam (seperti pada cumi-cumi).

    Umumnya jenis siput-siput berukuran besar dapat ditemui di

    terumbu karang, seperti jenis kepala kambing Lambis, triton trompet

    Cheronia, dan siput mata turbo Turbo. Begitu pula dengan jenis kerang

    atau tiram seperti kima Tridacna dan tiram Crassostrea, dimana jenis kima

    ini dapat mencapai ukuran hingga 2 m lebarnya. Jenis cumi-cumi pun

    g h

    i

  • demikian, dimana terbesar seperti gurita Octopus dan sotong Sepia

    (Gambar 7).

    Gambar 7. Moluska ukuran besar: (a) siput mata turbo Turbo; (b) kima

    Tridacna; dan (c) sotong Sepia. Foto: koleksi pribadi (a,c), internet (b).

    Krustasea

    Hewan krustasea meliputi jenis hewan yang memiliki banyak kaki

    (45 pasang), dan termasuk di dalamnya adalah udang, kepiting,

    kalomang dan teritip. Umumnya hewan krustasea ini bersifat demersal,

    kecuali teritip saja yang sifatnya melekat pada substrat (Gambar 8).

    Sebagian besar cangkang dari krustasea yang hidup di daerah terumbu

    karang memiliki pewarnaan yang terang dan beragam dibanding jenis

    yang sama yang hidup di perairan ekosistem yang lain seperti di

    mangrove dan estuari.

    Gambar 8. Krustase terumbu karang: (a) lobster Panulirus; (b) kepiting hias

    Carpilius; dan (c) teritip Lepas. Foto: koleksi pribadi (a), Colin & Arneson (1995) (b,c).

    a b c

    a b c

  • Ekinodermata

    Hewan ekinodermata dapat ditemui di hampir semua ekosistem,

    namun keanekaragaman yang paling tinggi terdapat pada ekosistem

    terumbu karang. Hewan ekinodermata meliputi jenis hewan yang memiliki

    duri, terbagi atas 5 kelompok besar yakni bintang laut, bintang ular, lilia

    laut, bulu babi, dan teripang, dan kesemuanya dapat ditemui di ekosistem

    terumbu karang. Selain berduri, hewan Ekinodermata ini mempunyai

    struktur tubuh yang khas, yakni terdiri atas 5 bagian atau lempengan.

    Bintang laut biru Linckia merupakan organisme yang paling umum

    ditemui karena warnanya birunya yang cerah dan menyolok, selain jenis

    bintang laut seribu Acanthaster yang merupakan musuh karang dengan

    penampakan sekujur tubuhnya yang penuh dengan duri. Sementara

    bintang ular Ophiotrix biasanya ditemukan di antara celah karang-karang

    bercabang, dan umumnya mempunyai ukuran yang kecil, halus dan

    rapuh. Jika di antara kelima lengannya tertangkap, maka dengan cepat

    akan dia putuskan untuk segera bersembunyi dan lengan yang terputus

    akan tumbuh kembali.

    Jenis lilia laut seperti Comanthina, umumnya bersifat melekat

    sementara pada substrat karang. Lengan-lengannya yang berkelipatan

    lima juga mudah patah. Jenis bulu babi hitam Diadema sering didapatkan

    hidup mengelompok di atas substrat yang agak berpasir, sedangkan jenis

    bulu babi lainnya hidup menyendiri di antara lubang atau celah karang.

    Sifat soliter ini juga dimiliki teripang yang umumnya terdapat pada daerah

    berpasir dan berarus kuat di sekitar daerah terumbu karang.

    Keberadaannya kadang tersamar oleh latar belakang substratnya.

    Contoh teripang duri Stichopus merupakan jenis yang kadang dijumpai di

    antara pecahan karang (Gambar 9).

  • Gambar 9. Ekinodermata: (a) bintang laut biru Linckia; (b) bintang ular

    Ophiotrix; (c) lilia laut Comanthina; (d) bulu babi hitam Diadema; dan (e) teripang Stichopus. Foto: koleksi pribadi (a,e), Colin & Arneson (1995) (b,c,d).

    Ikan Karang dan Reptilia Laut

    Ikan merupakan organisme yang paling beragam jenisnya dan

    melimpah ditemui, terutama pada ekosistem terumbu karang, dibanding

    dengan ekosistem estuari dan padang lamun misalnya. Berdasarkan

    tingkah lakunya, ikan karang ada yang hidup secara individu atau

    ditemukan menyendiri (contohnya ikan lepu ayam Pterois), mengelompok

    3-10 ekor (contohnya ikan kambuna Platax), dan dalam bentuk

    gerombolan atau schooling (contohnya ikan ekor kuning Caesio) (Gambar

    10a, b, c).

    Selain kecenderungan tersebut, ikan karang juga mempunyai sifat

    teritorial, dimana mereka akan menentukan wilayah kekuasaannya sehingga jika mereka diusik oleh penyelam, beberapa saat kemudian

    akan datang kembali ke wilayah tersebut. Contohnya pada jenis ikan

    ba c

    d e

  • betok laut Pomacentrus, ikan giru Amphiprion dan ikan kepe-kepe

    Chaetodon. Sedangkan yang bersifat migratori atau senantiasa berpindah ekosistem antara lain hiu nursery shark Carcharinus.

    Berdasarkan waktu makannya, ikan karang juga ada yang bersifat diurnal (muncul pada siang hari) dan nokturnal (muncul pada malam hari). Ikan moorish do; buntal kotak ikan serinding malam Apogon walau sering pula

    terlohat pada siang hari namun berlindung di antara atau di bawah karang

    (Gambar 10d, e, f, g).

    Gambar 10. Ikan karang: (a) ikan lepu ayam Pterois; (b) ikan kambuna Platax;

    (c) ikan ekor kuning Caesio; (d) ikan kepe-kepe Chaetodon; (e) nursery shark Carcharhinus; (f) moorish idol Zanclus; dan (g) ikan

    a b c

    d e

    gf

  • serinding malam Apogon. Foto: koleksi pribadi (a,b,d,e,g), internet (c), Kuiter (1992) (f).

    Adapun jenis reptilia laut yang juga dapat ditemui di daerah

    terumbu karang adalah ular laut dan penyu. Ular laut yang sering terlihat

    adalah jenis ular belang hitam-putih yang terlihat menyolok merayap dan

    berenang di sela karang, sedangkan jenis penyu adalah penyu sisik

    Eretmochelys imbricata yang menyukai daerah karang yang subur dengan

    jenis sponge sebagai makanannya (Gambar 11).

    Gambar 11. Reptilia laut: (a) ular laut; dan (b) penyu sisik Eretmochelys

    imbricata. Foto: koleksi pribadi (a), internet (b). 3. Pola interaksi antar biota/spesies

    Pola interaksi di antara organisme dalam terumbu karang, secara

    ekologis memenuhi beberapa bentuk interaksi. Mulai dari interkasi

    mutualisme, komensalisme, parasitisme, predatorisme atau pemangsaan,

    termasuk adaptasi kamuflase dalam memangsa.

    Ikan giru dan anemon laut merupakan satu contoh spesifik dan

    khas di terumbu karang. Masing-masing memperoleh keuntungan dalam

    pola mutualisme yang mereka bangun. Ikan giru mendapat perlindungan

    dari predator dengan bersembunyi di antara anemon laut yang bagi ikan

    selainnya, akan terkena racun dari anemon tersebut. Sementara bagi

    anemon laut sendiri, keberadaan ikan giru membantu dalam hal

    pengadukan air karena pergerakan aktif ikan giru, sehingga nutrien di

    a b

  • sekitarnya akan berkumpul dan sehingga mudah anemon dapat

    menangkapnya (Gambar 12a).

    Interaksi parasitisme juga ditemui pada jenis cacing tabung

    Spirobranchus yang menyusup dengan cara mengikis padatan beberapa

    jenis karang masif Porites, sehingga karang mengalami luka dan dapat

    diintervesi oleh organisme lainnya seperti alga dan hidra (Gambar 12b).

    Pola predatorisme juga lebih bervariasi. Ada yang menggunakan

    model penyamaran dengan substrat sehingga tidak terlihat oleh

    mangsanya. Jenis ikan lepu tembaga yang warna bagian punggung

    terlihat putih seperti pecahan karang, sangat kontras dengan warna pada

    bagian sisi dan perutnya yang cerah. Sedangkan bentuk predatorisme

    yang lebih nyata, adalah invasi jenis bintang laut seribu yang memakan

    polip-polip karang dengan cara menghisap (Gambar 12c, d). Bentuk

    predatorisme demikian lebih aktif dibanding ikan lepu tembaga yang

    bersifat pasif menunggu mangsa lewat, dan itupun hanya mengkonsumsi

    1 hingga 2 ekor ikan. Sedangkan pada predatorisme yang aktif, jumlah

    mangsanya lebih besar.

    a b

  • Gambar 12. Pola interaksi dan adaptasi: (a) ikan giru dan anemon laut; (b)

    cacing tabung dan karang masif ; (c) ikan lepu tembaga ; dan (d) bintang laut seribu dan karang masif. Foto: koleksi pribadi.

    c d

  • EVALUASI Para peserta diminta mengidentifikasi jenis organisme yang ditemui di

    kawasan terumbu karang daerahnya, lau mengelompokkan ke dalam

    daftar penamaan seperti diuraikan di atas.

    .

  • PUSTAKA

    Colin, P. L. & C. Arneson, 1995. Tropical Pacific Invertebrates. A Field Guide to the Marine Invertebrates Occuring on Tropical Pacific Coral Reefs, Seagrass Beds and Mangroves. Coral Reef Press, California, USA.

    Kuiter, R., 1992. Tropical Reef-Fishes of the Western Pacific: Indonesia and Adjacent Waters. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

    Ruppert, E. E. & R. D. Barnes, 1994. Invertebrate Zoology. Sixth Edition. Saunders College Publishing, Fort Worth Tokyo.

  • MODUL PENGENALAN TERHADAP EKOSISTEM

    TERUMBU KARANG

    PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR)

    Benteng, Selayar 22-24 Agustus 2006

  • TUJUAN PEMBELAJARAN

    Para peserta pelatihan dapat mengetahui dan memahami kondisi

    ekologis di ekosistem terumbu karang.

    METODE PENYAJIAN

    Materi diberikan dalam bentuk teori dalam kelas, disajikan dengan

    metode andragogy. Diskusi terbuka dilakukan selama pengajaran.

    KERANGKA TEORITIS

    Istilah "ecology" atau ekologi, berasal kata dari eco yang berarti rumah/tempat tinggal, dan logy atau asal katanya logo, yang berarti ilmu/pengetahuan. Jadi secara bersama-sama, ekologi berarti : "segala sesuatu pengetahuan tentang rumah atau tempat tinggal". Yang demikian

    itu adalah pengertian secara tekstual, sementara pengertian yang lebih

    meluas, ekologi merupakan ilmu yang mencoba menguak hubungan atau interaksi antara organisme hidup dengan lingkungannya serta di antara

    kelompok organisme itu sendiri (Nybakken, 1988).

    Dalam ruang lingkup ekologi, organisme itu sendiri telah

    mempunyai susunan organisasi tersendiri. Bermula dari individu yang

    secara genetik dimasukkan dalam tingkat spesies atau jenis. Selanjutnya sekumpulan individu spesies ini bergabung membentuk sebuah populasi. Kemudian beberapa populasi saling berinteraksi membentuk suatu

    komunitas, dan akhirnya beberapa komunitas ini saling berinteraksi dalam suatu tempat sehingga disebut sebagai sebuah ekosistem. Jadi, ekosistem merupakan organisasi dari organisme hidup yang paling

    kompleks (Nybakken, 1988).

    Lebih khusus pada ekosistem terumbu karang yang akan kita

    pelajari, merupakan suatu organisasi organisme hidup yang berada di

    perairan laut yang dihuni secara dominan oleh organisme karang, yang

  • saling berhubungan dengan lingkungannya. Lingkungan dalam hal ini

    berupa faktor-faktor fisik dan kimia, serta unsur-unsur abiotik lainnya yang

    secara langsung maupun tidak langsung, memberi pengaruh terhadap

    kehidupan organisme di sekitarnya.

    1. Deskripsi terbentuknya terumbu karang

    Istilah terumbu karang sangat sering kita dengar, namun belum tentu kita pahami pengertiannya. Istilah terumbu karang ini merupakan terjemahan langsung bahasa Inggris dari kata coral reefs. Menurut

    ensiklopedi dari situs htttp://dict.die.net/reef/, reef atau terumbu adalah serangkaian struktur keras dan padat yang berada di dalam atau dekat

    permukaan air. Sedangkan coral atau karang, merupakan salah satu organisme laut yang tidak bertulang belakang (invertebrate), berbentuk

    polip yang berukuran mikroskopis (Gambar 1a), namun mampu menyerap

    kapur dari air laut dan mengendapkannya sehingga membentuk timbunan

    kapur yang padat. Sekumpulan besar polip ini kemudian menyusun suatu

    koloni (Gambar 1b) sehingga membentuk suatu struktur kerangka menurut

    jenisnya (Gambar 1c). Struktur ini secara bersama-sama dengan struktur

    koloni karang yang lain turut mengendapkan kapur dan berkonstribusi

    besar dalam membentuk struktur terumbu yang padat. Seiring dengan

    waktu, selanjutnya terumbu ini akan menjadi substrat baru bagi koloni-

    koloni karang berikutnya.

    Gambar 1. (a) Polip karang; (b) koloni karang; (c) struktur kerangka karang.

    a b c

  • Pada dasarnya, terumbu yang terbentuk berasal dari endapan

    kalsium karbonat atau kapur yang dihasilkan oleh organisme karang dan

    tambahan dari alga berkapur serta organisme lain yang mensekresi

    kalsium karbonat.

    DKP-COREMAP (2004) memberikan urairan secara umum, bahwa

    terumbu karang adalah struktur dalam laut dangkal yang tahan terhadap

    gempuran ombak sebagai hasil proses-proses sementasi dan konstruksi

    kerangka koral hermatipik, ganggang berkapur, dan organisme yang

    mensekresi kapur.

    Proses sementasi dari kerjasama antar polip ini, membentuk

    struktur pertumbuhan kerangka yang berbeda-beda berdasarkan genetik

    jenisnya. Proses ini bisa dianalogkan seperti sekumpulan manusia yang

    saling bekerja sama membangun sebuah rumah, dan bentuk rumah

    tersebut berbeda menurut suku dan budaya. Sebagai ilustrasi, Gambar 2

    berikut dapat memberikan penjelasan antara polip dan kerangkanya.

    Gambar 2. Struktur umum polip dan lapisan dalam skeleton karang (Veron, 2000).

  • Bentuk kerangka inilah yang selanjutnya lebih jelas terlihat

    perbedaannya, bagai melihat beragam model rumah yang telah mereka

    bangun. Bentuk kerangka ini biasa disebut dengan bentuk pertumbuhan yang secara umum terbagi atas 7 model, yakni karang bercabang

    (branching coral), karang masif/padat (massive coral), karang

    submasif/semi-padat (submassive coral), karang jamur/soliter (mushroom

    coral), karang meja (tabulate coral), karang lembaran (folious coral), dan

    karang menjalar (encrusting coral) (Gambar 3).

    Gambar 3. Beberapa bentuk pertumbuhan koloni karang: (a) karang

    bercabang; (b) karang masif/padat; (c) karang submasif/semi-padat; (d) karang jamur/soliter; (e) karang meja; (f) karang lembaran; dan (g) karang menjalar.

    Proses pembentukan terumbu karang membutuhkan waktu sejak

    jutaan tahun lalu sebelum Masehi (Tomascik et al., 1997a), jauh sebelum

    jaman Dinosaurus mulai ada. Gambaran teoritis ini berpijak pada luas

    bentangan terumbu karang, baik secara horisontal terutama di seluruh

    daerah tropis, maupun secara vertikal pada kedalaman ratusan hingga

    ribuan meter di bawah laut, dimana masih ditemui hasil endapan,

    a b c d

    e f g

  • timbunan, pulau karang yang tenggelam, dan sebagainya, dengan indikasi

    pada unsur kalsium karbonat dan kerangka yang masih bisa teridentifikasi.

    2. Tipe, fungsi dan peranan terumbu karang

    Bentangan terumbu karang di seluruh dunia, secara umum

    terbentuk ke dalam 3 tipe, yakni (Gambar 4):

    (1) Terumbu tepi (fringing reef), berupa pembentukan terumbu yang

    mengitari pulau atau susuran dari daratan. Menurut teori,

    perkembangan tipe terumbu tepi berawal dari suatu pulau

    samudera/oseanik yang perlahan-lahan mengalami penurunan.

    Contoh dari terumbu tepi banyak ditemui di pulau-pulau yang

    masih bersifat muda, atau di sepanjang daratan besar, misalnya

    pada sisi barat Sulawesi bagian selatan.

    (2) Terumbu penghalang (barrier reef), berupa lanjutan pertumbuhan

    karang yang semakin melebar dengan tubir yang semakin

    menonjol. Penenggelaman massa pulau juga berlanjut sehingga

    secara perlahan tonjolan tubir dan massa darat pulau kelihatan

    seperti terpisah. Contoh yang paling terkenal dari tipe ini adalah

    Great Barrier Reef (GBR) di sisi timur Australia bagian utara.

    (3) Terumbu cincin (atoll), merupakan akhir dari proses

    penenggelaman massa pulau, yang kemudian disuksesi oleh

    pertumbuhan terumbu karang. Bagian tubir yang menonjol ini

    semakin nampak dan karena sejak awal tumbuh mengelilingi

    pulau, sehingga terlihat seperti cincin yang melingkar. Contoh dari

    tipe terumbu ini adalah atol Taka Bonerate yang terletak di sebelah

    tenggara Pulau Selayar.

  • Gambar 4. Teori pembentukan tipe terumbu karang: terumbu tepi (fringing

    reef), terumbu penghalang (barrier reef), dan terumbu cincin (atoll). (Sumber: Tomascik et al., 1997b).

    Secara alamiah, fungsi ekosistem terumbu karang sangat

    kompleks, dimana juga berkaitan dengan ekosistem mangrove dan

    padang lamun yang berdekatan. Secara fisik terumbu karang juga

    berfungsi sebagai pemecah ombak untuk melindungi daerah pesisir.

    Secara kimiawi, terumbu karang merupakan penangkap karbon yang

    diikat dalam bentuk kalsium karbonat. Nilai yang selama ini dikenal sangat

    vital adalah dalam hal mendukung sumberdaya perikanan. Lebih dari

    30% ikan-ikan yang merupakan pemasok protein ditangkap di daerah

    terumbu karang. Masih banyak fungsi lain yang nilainya tidak kalah

    penting misalnya sebagai sumber 'natural product', dan juga sebagai

    tempat pendidikan, penelitian dan pariwisata.

    Terumbu karang berperan penting sebagai pelindung pantai dari

    hempasan ombak dan arus kuat yang berasal dari laut. Selain itu,

    terumbu karang mempunyai peran utama sebagai habitat (tempat tinggal),

    tempat mencari makan, tempat asuhan dan pembesaran, dan tempat

  • pemijahan bagi berbagai biota yang hidup di terumbu karang atau

    sekitarnya.

    Keanekaragaman biota dan keseimbangan ekosistem terumbu

    karang tergantung pada jaring makanannya. Pengambilan jenis biota

    tertentu secara berlebihan dapat mengakibatkan peledakan populasi biota

    yang menjadi mangsanya, sehingga dapat mengganggu keseimbangan

    ekosistem (Gambar 5).

    Gambar 5. Ekosistem terumbu karang dengan keanekaragaman biotanya.

    3. Pengelolaan terhadap terumbu karang

    Terumbu karang dapat dimanfaatkan baik secara langsung maupun

    tidak langsung, yakni sebagai tempat penangkapan biota laut konsumsi

    dan biota hias, sebagai bahan konstruksi bangunan dan pembuatan

    kapur, sebagai bahan perhiasan dan sebagai bahan baku farmasi.

    Namun demikian, apabila segala bentuk pemanfaatan tersebut

    dilakukan tanpa memperhatikan aspek kelestariannya, maka lama

    kelamaan akan dapat memusnahkan ekosistem terumbu karang. Dalam

    dasawarsa terakhir, pemanfaatan ekosistem terumbu karang cenderung

    mengarah kepada tindakan eksplotasi yang berlebih dan merusak. Mulai

    dari pengambilan koloni karang yang masih muda untuk sebagai bahan

    bangunan, penangkapan ikan karang dengan menggunakan sianida dan

  • bom, merupakan beberapa contoh jenis eksploitasi yang sangat merusak,

    karena laju pertumbuhan karang tidak sejalan dengan laju eksploitasinya

    (Gambar 6).

    Gambar 6. Beberapa bentuk eksploitasi yang sangat merusak.

    Adapula jenis pemanfaatan melalui bidang pariwisata, hal ini pun

    juga tetap mengandung resiko terjadinya kerusakan walaupun dalam

    tingkat atau skala yang lebih kecil, antara lain pengambilan karang dan

    organisme lain sebagai souvenir, dan pematahan karang oleh penyelam

    pemula atau yang belum berpengalaman dan buangan sampah (Gambar

    7).

    Beberapa bentuk eksploitasi yang tidak bertanggung jawab

    tersebut merupakan satu dari sekian faktor yang harus ditangani secara

    bersama. Dalam pengelolaan terumbu karang ini, tidak dapat dilihat dari

    satu kepentingan saja, tetapi harus mempertimbangkan terutama

    kepentingan dari penduduk atau masyarakat dimana ekosistem terumbu

    karang tersebut berada. Sayangnya, sebagian besar masyarakat yang

    berada di sekitar ekosistem terumbu karang tidak memiliki pengetahuan

    yang cukup tentang bagaimana mengelola ekosistem tersebut dengan

    baik, meskipun pada beberapa daerah telah berlaku sejak lama sistem

    pengelolaan pemanfaatan yang berkesinambungan, seperti Sasi di

    Maluku.

  • Gambar 7. Beberapa tindakan yang tidak ramah lingkungan pada bidang pariwisata.

    Pengelolaan terumbu karang merupakan upaya yang dilakukan

    untuk mengatur terumbu karang melalui proses perencanaan,

    pengorganisasian, pelaksanaan, pemantauan atau pengawasan, evaluasi

    dan penegakan hukum (DKP-COREMAP, 2004). Jadi dalam hal ini

    melibatkan hampir seluruh komponen masyarakat dari tingkat bawah

    (grass root), yang umum disebut sebagai bentuk pengelolaan berbasis

    masyarakat (PBM). Dalam PBM, masyarakat ditempatkan sebagai

    pengelola sumberdaya alam dan jasa lingkungannya yang didukung oleh

    Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan dunia

    usaha. Secara khusus, terdapat pula program COREMAP (Coral Reef

    Rehabilitation and Management Program) yang saat ini telah memasuki

    fase ke-II setelah fase-I yang berupa inisiasi telah berlangsung selama

    lebih dari 3 tahun. Program ini mengucurkan dana pinjaman dari Bank

    Dunia yang kelak harus dikembalikan oleh generasi mendatang. Oleh

    sebab itu, dituntut kepada masyarakat dan berbagai pihak yang terlibat

    untuk bersungguh-sungguh menggunakan dana pinjaman ini sebaik-

    baiknya secara bertanggung jawab agar program rehabilitasi kerusakan

    terumbu karang ini dapat berhasil dengan baik.

  • Berbagai bentuk program yang diadakan oleh Pemerintah atau

    instansi dan LSM berupa penyuluhan dan pelatihan, pengamatan visual

    (manta-tow, RRA, dan lain-lain) dan monitoring hingga pembuatan

    peraturan desa dalam hal pemanfaatan sumberdaya di terumbu karang

    telah banyak dilakukan. Namun demikian, berdasarkan pengalaman

    pemanfaatan sumberdaya laut dari beberapa negara maju, disarankan

    untuk menerapkan sistem zonasi, karena akan membantu dalam mengelompokkan kepentingan pihak menurut kondisi ekosistemnya.

    Contoh sistem zonasi yang sudah dibuat antara lain di wilayah pesisir dan

    laut Kota Makassar yang telah menentukan zona-zona pemanfaatan,

    perlindungan, jalur kapal, pariwisata, penyelaman, dan sebagainya secara

    bijaksana dan berkesinambungan (Gambar 8). Sistem zonasi ini sifatnya

    tidak permanen, melainkan dapat diperbaharui minimal setiap 5 tahun,

    untuk memberi kesempatan apakah penentuan zona dapat berlanjut atau

    perlu diubah. Dengan demikian pula, proses monitoring dan evaluasi

    tetap dapat berjalan.

    Gambar 8. Sistem zonasi wilayah pesisir dan laut Kota Makassar.

  • EVALUASI

    Para peserta diminta untuk menjelaskan pengertian terumbu

    karang dan bentuk pengelolaan ekosistem terumbu karang yang telah

    dilakukan di wilayahnya masing-masing.

  • PUSTAKA DKP-COREMAP, 2004. Pedoman Umum Pengelolaan Terumbu

    Karang. Departemen Kelautan dan Perikanan-Coral Reef Rehabilitation and Management Program, Jakarta.

    Nybakken, J. W., 1988. Marine Biology, an Ecological Approach. Harper and Row Publishers, New York.

    Tomascik, T., A. J. Mah., A. Nontji., and M. K. Moosa, 1997a. The Ecology of the Indonesia Seas. Part One. Periplus Editions, Singapore.

    Tomascik, T., A. J. Mah., A. Nontji., and M. K. Moosa, 1997a. The Ecology of the Indonesia Seas. Part Two. Periplus Editions, Singapore.

    Veron, J. E. N., 2000. Corals of the World. Volume 1. Australian Institute of Marine Science and CRR Qld Pty Ltd., Townsville, Australia.

  • MODUL PEMANTAUAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG SECARA SEDERHANA DENGAN METODE MANTA TOW

    PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR)

    Benteng, Selayar 22-24 Agustus 2006

  • Pengamatan dengan Metode Manta Tow Gambaran Umum

    Secara umum, metode Manta Tow mi digunakan oleh para ahli sekitar tahun 1976 sampai 1990 untuk menghitung jumlah bintang laut berduri yang berada di atas terumbu karang. Metode ini digunakan di berbagai tempat di dunia seperti di Micronesia, Laut Merah dan di Australia (Great Barrier Reef). Penelitian dengan menggunakan metode Manta Tow sangat mudah pada daerah terumbu karang yang luas dan membutuhkan waktu yang sangat cepat dengan hasil pengamatan yang cukup akurat serta dapat memberikan gambaran secara tepat di mana daerah terumbu karang yang masih baik dan daerah terumbu karang yang teiah rusak.

    Metode Manta Tow digunakan untuk melihat dan memperkirakan perubahan secara luas dan kelompok biota laut yang hidup di atas terumbu karang tempat kelompok tersebut sering terlihat dan dijumpai, atau sekelompok biota laut yang berada dalam jumlah yang besar. Kelompok biota yang dimaksud adalah bintang laut berduri pemakan karang, dalam bahasa latin disebut Acanthaster planci dan dalam bahasa lnggris sering disebut Crown-of- Thorns star fish (CoTs). Kelompok biota tersebut dapat diamati dan diperkirakan berapa jumlahnya di dalam daerah terumbu karang yang luas dalam waktu yang singkat. Dianjurkan juga pada saat melakukan pengamatan dapat dilihat

    Gambar 4. Cara melakukan pengamatan dengan metode Manta Tow dengan cara

    menarik pengamat di belakang perahu. akibat kerusakan lain yang terjadi pada terumbu karang seperti, kematian karang (pemutihan karang), daerah bekas bom, kerusakan karang akibat badai topan dan juga kematian karang akibat pemangsaan bintang laut berduri dalam skala yang luas. Metode ini juga bermanfaat untuk memilih lokasi terumbu karang yang baik dan yang mewakili luas terumbu karang yang ada untuk dilakukan pengamatan yang lebih teliti yaltu dengan menggunakan metode Transek Garis (Line Intercept Transect).

  • Metode Manta Tow adalah suatu teknik pengamatan terumbu karang dengan cara menarik pengamat di belakang perahu kecil bermesin dengan menggunakan tali sebagai penghubung antara perahu dengan pengamat (Gambar 4). Dengan kecepatan perahu yang tetap dan melintas di atas terumbu karang dengan lama tarikan 2 menit, pengamat akan melihat beberapa obyek yang terlintas serta nilai persentase penutupan karang hidup (karang keras dan karang lunak) dan karang mati. Data yang diamati dicatat pada tabel data dengan menggunakan nilai kategori atau dengan nilal persentase bilangan bulat. Untuk tambahan informasi yang menunjang pengamatan ini, dapat pula diamati dan dicatat persen penutupan pasir dan patahan karang serta obyek lain (Kima, Diadema dan Acantaster) yang terlihat dalam lintasan pengamatan, semua tergantung dan tujuan pengamatan yang akan dilaksanakan. Fernandes (1989) melakukan pengumpulan data dengan cara pengulangan pada satu lokasi yang sama dengan banyak obyek yang diamati dan pada akhirnya disarankan agar teknik ini tidak digunakan untuk menghitung jumlah kelompok ikan. Logistik dan Peralatan Tim Kerja

    Pada tahap pemula, pengamatan dengan menggunakan metode Manta Tow membutuhkan paling sedikit 4 orang yang dapat disebut sebagai tim kerja dengan masing-masing orang mempunyai tugas dan fungsi masing-masing, yaitu:

    1. 1 orang bertugas mengemudikan perahu motor. 2. 1 orang bertugas sebagai pengamat (observe) yang ditarik di

    belakang perahu. 3. 1 orang bertugas sebagai penunjuk arah yang berada di depan

    perahu dan melihat posisi perahu agar selalu berada di antara rataan terumbu dengan tepi tubir.

    4. 1 orng bertugas sebagai penentu waktu, fungsinya adalah memperhatikan waktu pengamatan dan memberi tahu pengemudi untuk menghentikan perahu apabila waktu pengamatan telah berlangsung selama 2 menit.

    Seluruh anggota tim harus mengetahui metode ini dengan benar serta melaksanakannya dengan penuhtanggungjawab dan sesuai dengan prosedur yang ada, karena ini berhubungan erat dengan keselamatan seluruh anggota tim.

    Untuk tahap mahir, pengamatan mi bisa dilakukan hanya dengan menggunakan tim kerja yang berjumlah dua orang, yaitu satu untuk pengamat dan satunya lagi adalah pengemudi perahu yang sekaligus bertugas sebagai penentu lama waktu tarikan.

  • Peralatan yang Digunakan

    Untuk melakukan pengamatan terumbu karang dengan menggunakan metode Manta Tow ini diperlukan peralatan sebagai berikut; 1. Kaca mata selam (masker) 2. Alat bantu pernapasan di permukaan air (snorkel) 3. Alat bantu renang di kaki (fins) 4. Perahu bermotor (minimal 5 PK) 5. Papan manta (mania board) yang berukuran panjang 60 cm, lebar 40 cm, dan tebal 2 cm 6. Tali yang panjangnya 20 meter dan berdiameter 1 cm. 7. Pelampung kecil 8. Papan plastik putih yang permukaannya telah dikasarkan dengan kertas pasir 9. Pensil 10. Penghapus 11. Stop watc,jam dll 12. Global/Positioning System (GPS) lat penentu posisi global bila memungkinkan

    Perahu dengan berkekuatan kurang Iebih 5 PK digunakan untuk menarik pengamat dan dapat memberikan kecepatan yang cukup bagi pengamat untuk melakukan pengamatan dengan baik. Kecepatan perahu ini harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak terlalu cepat dan juga tidak terlalu lambat pada saat melakukan pengamatan.

    Papan manta yang berukuran 60 cm x 40 cm x 2 cm (panjang x lebar x tebal) digunakan sebagai tempat pegangan pengamat dan untuk meletakkan papan tabel. Pengamat juga dapat mengatur arah gerakan ke kanan, ke kin atau pun menyelam dengan menggerakkan papan manta ini. Satu lubang di tengah bagian bawah papan manta diperlukan agar pengamat dapat mengatur posisinya pada saat melakukan pengamatan (Gambar 5).

  • Tali sepanjang 20 meter digunakan untuk menghubungkan papan manta dengan perahu. Jarak antara ujung perahu dengan pengamat adalah 18 meter sehingga sisa panjang tali digunakan untuk mengikat ujung perahu. Lebar papan manta dan panjang regangan tali pengikatnya perlu diperhatikan untuk mendapatkan jarak antara pengamat dan ujung perahu yang sesuai. Dua buah pelampung dipasang pada jarak 6 meter dan 12 meter dan ujung perahu ke arah papan manta. Fungsi pelampung ni adalah sebagai tanda untuk menentukan kecerahan air laut.

  • Papan plastik putih digunakan untuk tabel data. Tabel data yang ditempelkan pada papan manta hendaknya menggunakan plastik aknilik dengan posisi tabel diletakkan di tengah papan manta sehingga data yang dilihat oleh pengamat dapat dituliskan pada tabel data tersebut (Gambar 5, Tabel 3, dan Lampiran 2).

    Jam atau stop watchdigunakan untuk menentukan Iamanya waktu pengamatan. Lama pengamatan adalah 2 menit pada setiap tarikannya. Global Positioning System digunakan untuk penentuan posisi. Karena alat ini (GPS) cukup mahal, maka untuk penggunaan di desa sebaiknya digunakan tanda-tanda alam yang berada di pantai (contoh; pohon kelapa miring di tanjung X, batu besar, bangunan permanen, dan lain-lain). Setiap setelah pengamatan selama dua menit, pengamat harus menentukan posisinya dengan cara melihat tegak lurus garis pantai dan mencatat minimal dua tanda tertentu di daratan yang sejajar dengan pengamat (misalnya: balai desa dan pohon ketapang) sebagal acuan posisinya.

  • Sebaiknya dicari tanda alam yang diperkirakan akan tetap ada selama beberapa tahun ke depan.

    Prosedur Umum Manta Tow

    Pengamat ditarik di antara rataan terumbu karang dan tubir (reef edge) , dengan kecepatan yang tetap yaitu antara 3 - 5 km/jam atau seperti orang yang berjalan lambat. Bila ada faktor lain yang menghambat seperti arus perairan yang kencang maka kecepatan perahu dapat ditambah sesuai dengan tanda dan si pengamat yang berada di belakang perahu. Pengamatan terumbu karang dilakukan selama 2 menit, kemudian berhenti beberapa saat untuk memberikan waktu bagi pengamat mencatat data-data yang terlihat selama 2 menit pengamatan tersebut ke dalam tabel data yang tersedia di papan manta (Gambar 6). Setelah mendapat tanda dan pengamat maka pengamatan dilanjutkan lagi selama 2 menit, begitu seterusnya sampai selesai pada batas lokasi terumbu karang yang diamati.

    Dalam pengamatan penutupan karang (keras, lunak, dan mati), pengisian data untuk penutupan karang sebaiknya menggunakan persentase. Hal mi untuk memudahkan pengamat dalam menentukan masing-masing tutupan karang. Pengamat harus memperhatikan total persen dan penjumlahan tutupan karang ditambah dengan pasir dan tutupan lainnya jangan sampai melebihi 100%. Kalau menggunakan kategori (Gambar 6), pengamat harus hati-hati dalam penentuan ni. Adakalanya jumlah total dan persen tutupan karang dan obyek lainnya yang diamati lebih dan 100%.

  • Pengisian data-data ke atas tabel data tergantung kepada tujuan pengamatan itu sendiri. Tabel data pada Tabel 3 merupakan contoh sederhana untuk pengamatan terumbu karang yang bertujuan untuk mengetahui tutupan karang keras, karang lunak, dan karang mati yang dapat menggambarkan kondisi terumbu karang secara umum. Apabila pengamatan ditujukan untuk mengetahui informasi lain dan terumbu seperti kelimpahan bintang laut berduri, patahan-patahan karang, hamparan pasir, sponge, kima, alga, dan biota terumbu karang lainnya maka tabel data tersebut dapat dimodifikasi sesuai dengan keperluan pengamatan.

    Penunjuk arah yang berada di depan perahu agar selalu memperhatikan posisi perahu dan memberikan tanda ke pengemudi perahu agar perahu tetap pada jalurnya, yaltu antara rataan terumbu dan tepi tubir (Gambar 7). Ia harus memperhatikan adanya batu-batu karang yang menonjol ke permukaan laut sehingga dapat dihindari demi keamanan mesin perahu dan juga pengamat yang berada di belakang perahu, juga kedalaman laut di atas terumbu karang harus diperhatikan agar perahu tidak kandas.

    Harus diperhatikan beberapa faktor lain untuk pengamatan terumbu karang terutama jarak antara pengamat dengan terumbu tidak boleh terlalu dekat, kondisi laut yang berombak, kecepatan arus, dan kecerahan air karena dapat berpengaruh terhadap hasil pengamatan yang dilakukan.

    Pengamat harus memperhatikan kecerahan air taut dengan melihat pada pelampung yang berada pada tall tow jarak 6 meter dan pengamat (Gambar 8). Bila pengamat dapat melihat pelampung yang terpasang pada jarak 6 meter dan papan manta, maka kategori yang dicatat adalah 1 (satu) atau jarak pandang di laut cukup untuk melakukan pengamatan. Bila pelampung yang terpasang pada jarak 12 meter dan papan manta tenlihat maka kategori yang dicatat adalah 2 (dua) atau jarak pandang yang baik untuk melakukan pengamatan. Pengamatan kecerahan air ni dapat dilakukan setiap 15 kali tarikan sekali. Apabila pelampung pada jarak 6 meter tersebut tidak terlihat maka pengamatan pada saat itu ditunda, karena ini sangat mempengaruhi penglihatan pengamat terhadap perhitungan persen penutupan karang.

  • Tanda komunikasi antara pengamat yang berada di belakang perahu dengan pengemudi perahu dilakukan dengan gerakan tangan, diharapkan pengemudi perahu agar selalu memperhatikan tanda yang diberikan oleh pengamat sehingga pengamat tetap berada pada posisi pengamatan (Gambar 9). Perhatikan kondisi alam yang akan mempengaruhi kegiatan pengamatan seperti angin dan ombak. Apabila angin bertiup kencang dan ombak terlalu besar janganlah melakukan pengamatan karena berbahaya bagi keselamatan seluruh tim kerja.

    Seluruh tim kerja harus mendiskusikan penentuan titik awal untuk memulai kegiatan pengamatan secara bensama-sama, yaitu dengan mengacu pada peta yang ada atau tanda-tanda alam yang ada di tepi pantai yang paling dikenal. Titik awal yang telah ditentukan akan dipakai terus dalam setiap pengamatan yang akan dilakukan. Pada saat berhenti setelah pengamatan selama 2 menit maka kegiatan yang dilakukan ialah; a. Pengamat mengisikan data-data ke dalam tabel dan seluruh hasil pengamatannya. b. Pengemudi perahu hendaknya menjaga posisi perahunya agar tidak pindah dan posisi pada waktu berhenti. Jika terdapat bintang laut berduri pemakan karang (CoTs) hendaknya dihitung jumlahnya dan diperkirakan berapa besarnya sesuai dengan kategori pada Tabel 4 dan Tabel 5

  • Standarlisasi Pengamatan

    Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, maka seluruh anggota tim harus mendapat pelatihan tentang metode Manta Tow. Seluruh anggota tim harus mendapat pelatihan tentang karang dan biota-biota yang berasosiasi dengannya. Anggota tim harus mengetahui dengan benar prosedur kerja dan masing-masing tugas yang diberikan dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Pengamatan harus dilaksanakan beberapa kali pengulangan pada tempat yang sama sampai seluruh anggota tim memiliki keseragaman dalam segala aspek dan metode yang dipakai (seperti kecepatan perahu, pencatatan data, dan lain-lain). Pengamatan yang paling baik dilakukan setiap 2 kali dalam setahun agar dapat diketahui kondisi dan terumbu karang tersebut apakah bertambah baik atau bertambah rusak.

    Pengamatan yang akan dilakukan berikutnya hendaknya dimulai pada posisi awal yang sama agar memudahkan pengamat untuk melakukan perbandingan data dengan pengamatan sebelumnya.

  • MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA

    PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR)

    Benteng, Selayar 22-24 Agustus 2006

  • TRANSPLANTASI KARANG

    Terumbu karang sebagai ekosistem khas

    perairan tropik, merupakan habitat berbagai

    biota laut untuk tumbuh dan berkembang biak

    dalam kehidupan yang seimbang. Sifat yang

    menonjol dari terumbu karang adalah

    produktifitas dan keanekaragamannya yang

    tinggi, serta jumlah spesies yang banyak dan

    bentuk morfologi yang sangat bervariasi.

    Terumbu karang saat ini masih dapat dipertahankan dengan baik apabila

    dilakukan pengelolaan secara profesional. Hal ini akan meningkatkan

    produktifvitas terumbu karang dan juga dapat menarik perhatian berbagai

    wisatawan yang pada akhirnya mendukung perkembangan daerah dan

    peningkatan pendapatan dari sektor perikanan dan wisata bahari.

    Proses perbaikan secara alami pada terumbu karang yang kondisinya sudah

    rusak relatif lebih lama dan membutuhkan kondisi lingkungan yang betul-

    betul tidak terganggu oleh aktivitas manusia. Upaya penanggulangan

    kerusakan ekosistem terumbu karang dapat dilakukan dengan

    mengembangkan teknik tranplantasi karang (coral transplantation).

    Transplantasi karang merupakan salah satu upaya rehabilitasi terumbu

    karang melalui pencangkokan atau pemotongan karang hidup yang

    selanjutnya ditanam di tempat lain yang mengalami kerusakan atau

    menciptakan habitat baru pada lahan yang kosong.

    Terumbu Karang

    Terumbu karang (coral reefs) merupakan organisme yang hidup di dasar

    perairan laut dangkal terutama di daerah tropis. Terumbu karang terutama

    disusun oleh karang-karang jenis Anthozoa dari kelas Scleractinia, yang mana

    termasuk hermatypic coral atau jenis-jenis karang yang mampu membuat

    bangunan atau kerangka karang dari kalsium karbonat. Struktur bangunan

  • kapur (CaCO3) yang cukup kuat, membuat koloni karang mampu menahan

    gelombang air laut.

    Terumbu karang dibangun oleh biota laut penghasil kapur khususnya jenis-

    jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup

    di dasar lainnya seperti moluska, krustasea, ekinodermata, poliket, porifera,

    tunicata dan biota lainnya yang hidup bebas di perairan sekitarnya termasuk

    jenis-jenis plankton dan ikan.

    Manfaat Terumbu karang

    Sebagai ekosistem penting, terumbu karang mempunyai

    fungsi sebagai:

    a. Penyedia pangan (perikanan lepas pantai dan perikanan

    perairan karang).

    b. Pelindung pantai; sebagai pemecah ombak, melindungi

    pantai dari sapuan badai.

    c. Tempat berpijah, bertelur, mencari makan dari berbagai biota laut yang

    bernilai ekonomis tinggi.

    d. Gudang keanekaragaman hayati dan tempat tinggal beraneka ragam

    kehidupan.

    e. Sebagai pencatat iklim atau gejala masa lalu.

    f. Sumber penghasil berbagai macam bahan makanan dan bahan baku obat-

    obatan.

    Reproduksi karang

    Karang melakukan Reproduksi aseksual dengan cara fragmentasi. Hal ini

    dapat terjadi karena perusakan sebagian koloni akibat faktor fisik misalnya

    arus dan gelombang, atau karena faktor biologi misalnya predator atau

    binatang penggali karang yang dapat menyebabkan sebagian koloni karang

    terpisah dari induk koloni.

    Fragmentasi sering terjadi pada koloni yang mempunyai kecepatan tumbuh

    tinggi dan cabang-cabang dari koloni akan mudah patah oleh gangguan fisik

    maupun oleh sebab-sebab biologis. Fragmentasi dari jenis-jenis karang

    dengan kecepatan tumbuh yang tinggi akan menghasilkan dominasi suatu

  • jenis pada suatu daerah dan jika terjadi kerusakan maka akan cepat pulih

    kembali.

    Reproduksi seksual karang dimulai dengan pembentukan calon gamet

    sampai terbentuknya gamet matang, proses ini disebut sebagai

    gametogenesis. Selanjutnya gamet yang masak dilepaskan dalam bentuk

    telur atau planula. Masing-masing jenis karang mempunyai variasi dalam

    melepaskan telur atau planulanya. Karang tertentu melepaskan telur yang

    telah dibuahi dan pertumbuhan terjadi di luar (broadcaster). Sedang karang

    yang lain pembuahan terjadi di dalam induknya dierami untuk beberapa saat

    dan dilepaskan sudah dalam bentuk planula (broader). Planula yang telah

    dilepaskan akan berenang bebas dan bila planula mendapatkan tempat yang

    cocok ia akan menetap di dasar dan berkembang menjadi koloni baru.

    Ekologi Ekosistem Terumbu Karang

    Terumbu karang tersebar di laut dangkal di

    daerah tropis hingga subtropik yaitu di antara 35o

    LU dan 33o LS mengelilingi bumi. Garis lintang

    tersebut merupakan batas minimum dimana

    karang masih dapat tumbuh. Sebaran tidak

    hanya terbatas secara horisontal akan tetapi juga

    terbatas secara vertikal dengan faktor

    kedalaman, pertumbuhan, penutupan dan kecepatan tumbuh karang

    berkurang secara eksponensial dengan kedalaman. Faktor utama yang

    mempengaruhi sebaran vertikal adalah intensitas cahaya, oksigen, suhu dan

    kecerahan air.

    Faktor-faktor lingkungan untuk pertumbuhan karang

    Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup

    karang adalah :

    a. Suhu paling baik untuk pertumbuhan karang berkisar 23-30oC

    b. Kedalaman; Kebanyakan karang tumbuh pada kedalaman 25m

    c. Cahaya; cahaya yang cukup membantu laju fotosintesis untuk

    menghasilkan kalsium karbonat dan membentuk terumbu.

    d. Salinitas optimal bagi kehidupan karang berkisar 30-35o/oo.

  • e. Kekeruhan; Sedimentasi yang tinggi dapat menutupi dan mematikan

    polip karang.

    f. Substrat keras berupa benda padat yang ada di dasar laut, misalnya

    batu, cangkang moluska, potongan kayu bahkan besi yang terbenam

    Transplantasi Karang

    Kegunaan transplantasi karang

    Transplantasi karang berperan dalam mempercepat regenerasi terumbu

    karang yang telah rusak, dan dapat pula dipakai untuk membangun daerah

    terumbu karang baru yang sebelumnya tidak ada. Salah satu kegunaan

    transplantasi karang yang cukup penting adalah dapat menambah karang

    dewasa ke dalam suatu populasi sehingga dapat meningkatkan produksi larva

    di ekosistem terumbu karang yang rusak.

    Di masa mendatang transplantasi karang akan banyak kegunaan diantaranya

    untuk melapisi bangunan bawah laut sehingga lebih kokoh dan kuat, untuk

    memadatkan spesies karang yang jarang atau terancam punah, dan untuk

    pengambilan karang hidup bagi hiasan aquarium.

    Halhal yang perlu diperhatikan dalam Melakukan

    transplantasi karang

    Untuk mengurangi stress, karang yang akan ditransplantasi dilepaskan secara

    hati-hati dan di tempatkan dalam wadah plastik berlubang serta proses

    pengangkutan dilakukan didalam air. Sebaiknya operasi ini hanya

    menghabiskan waktu kurang lebih 30 menit untuk setiap tumpukan karang

    yang akan dipindahkan.

    Beberapa teknik untuk melekatkan karang yang ditransplantasi adalah

    semen, lem plastik, penjepit baja, dan kabel listrik plastik.

    Dari beberapa percobaan yang telah dilakukan, ada beberapa ketentuan

    untuk transplantasi karang, yaitu:

    1. Untuk transplantasi karang diperlukan suatu wadah beton sebagai

    substrat dimana karang ditanamkan.

  • 2. Jenis karang bercabang lebih cepat pertumbuhannya, dan lebih mampu

    menyesuaikan dibandingkan karang masif.

    3. Semua lokasi perairan pada dasarnya dapat dilakukan transplantasi

    dengan syarat kondisi hidrologik masih dalam batas toleransi

    pertumbuhan karang.

    4. Hasil percobaan pada habitat yang berpasir tetapi dengan kesuburan

    yang tinggi pertumbuhan karang lebih cepat dibandingkan pada daerah

    yang karangnya rusak.

    5. Wadah karang yang ditransplantasi sebaiknya tidak menghalangi aerasi

    oleh arus.

    Metode Transplantasi

    Metode-Metode yang sering dilakukan pada Transplantasi :

    Metode Patok

    Metode Jaring

    Metode Jaring dan Substrat

    Metode Jaring dan Rangka

    Metode Jaring, Rangka dan Substrat

    Metode Rantai

    Alat dan Bahan

    Sarana Tansportasi Laut Peralatan skin dive atau Scuba Peralatan Dokumentasi bawah air Kaliper/Jangka sorong(skala terkecil 0,01 mm) Rambu apung Alat Pengukur Kualitas air Gunting karang/Gergaji Keranjang berlubang/wadah sampel Sampel karang hidup Substrat beton 7 cm tebal 3 cm Rangka besi

  • Tahapan Transplantasi Karang

    Penentuan Lokasi transplantasi. Untuk mengetahui koordinat lokasi

    dapat digunakan GPS (Global Positioning System).

    Mempersiapkan alat-alat dan bahan yang akan digunakan pada

    transpalantasi.

    Memberi tanda (rambu apung) pada lokasi transplantasi.

    Mencari karang yang akan di transplantasi.

    Fragmen karang diambil dari induk koloni yang masih hidup

    berdiameter >25 cm menggunakan gunting dengan ukuran

    fragmen 10 cm dan dikumpulkan di keranjang berlubang

    dan dibawa ke lokasi transplantasi.

    Proses pengangkutan harus dilakukan di bawah air dengan hati-hati.

    Memasang rangka besi atau patok pada lokasi transplantasi sejajar garis

    pantai. Pemasangan rangka transplantasi dapat dilakukan pada

    kedalaman 1 , 3 atau 10 m.

    Mengikat fragmen karang ke substrat dengan pengikat kabel yang telah

    disiapkan.

    Untuk mengukur laju pertumbuhan koloni karang serta parameter fisika-

    kimia perairan dapat dilakukan setiap dua minggu atau setiap bulan.

    Tahapan Transplantasi Karang

  • Substrat

    Substrat yang digunakan dalam melakukan transplantasi karang dapat juga

    dilakukan dengan beberapa cara, antara lain :

    1. Substrat gerabah berangka

    Substrat ini menggunakan rangka besi berbentuk segi empat 20x20 cm,

    disetiap sudut rangka besi diberi kaki dengan tinggi 20 cm yang berfungsi

    sebagai patok pada saat ditancapkan ke dasar perairan. Fragmen karang

    diikat ke tiang substrat dengan menggunakan pengikat kabel berukuran

    panjang 15 cm.

    2. Substrat patok besi

    Patok besi dengan panjang 30 cm yang ujungnya telah dibengkokkan

    ditancapkan ke dasar perairan. Bagian besi yang bengkok berfungsi

    sebagai penahan fragmen karang yang telah diikatkan ke besi dengan

    menggunakan pengikat kabel dengan panjang 10 cm.

    3. Substrat Karang Mati

    Fragmen karang langsung diikatkan dengan menggunakan pengikat kabel

    dengan panjang 20 cm ke karang mati yang ada disekitar lokasi

    transplantasi.