16
MODUL PERKULIAHAN Perilaku Organisasi Modul Standar untuk digunakan dalam Perkuliahan di Universitas Mercu Buana Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Ekonomi dan Bisnis Jurusan Manajemen S-1 03 MK AGUS ARIJANTO,SE,MM Abstract Kompetensi

Modul Perilaku Organisasi [TM3]

Embed Size (px)

DESCRIPTION

perilaku organisasi

Citation preview

Page 1: Modul Perilaku Organisasi [TM3]

MODUL PERKULIAHAN

Perilaku OrganisasiModul Standar untuk digunakan dalam Perkuliahan di Universitas Mercu Buana

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

Ekonomi dan Bisnis Jurusan Manajemen S-1 03 MK AGUS ARIJANTO,SE,MM

Abstract KompetensiPerkembangan Teori Organisasidan teori-toeri para pakar organisasi dalam kaitannya dengan peran individu, kelompok dan organisasi itu sendiri.

Mahasiswa dapat memahami & menjelaskan ttg bagaimana Teori Organisasi terjadi di tahapan individu, kelompok & organisasi secara keseluruhan serta bagaimana tindakan manajemen dlm mendorong perilaku &

Page 2: Modul Perilaku Organisasi [TM3]

struktur dlm organisasi, bidang ilmu yg terkait dgn pembahasan ini & kerangka disiplin perilaku keorganisasian. Mampu menjelaskan bagaimana individu bwerperilaku dlm organisasi.

Kepribadian (Personality)Kepribadian

Dalam kehidupan kita sering kali ada orang yang bersifat pendiam dan pasif, sedangkan

yang lainnya ada yang bersifat ceria dan agresif. Pada saaat kita menggambarkan orang

dari segi karateristiknya, pendiam, pasif , ceria atau suka bergaul maka kita sedang

mengkategorikan mereka dari sifat-sifat kepribadian. Oleh karena itu kepribadian

(Personality) individu seseorang merupakan kombinasi sifat-sifat psikologis yang digunakan

untuk mengkalsifikasikanorang tersebut.

Indikator Tipe Myers-Briggs (MBTI)

Salah satu kerangka kepribadian yang paling sering digunakan adalah Indikator Tipe

Myers-Briggs (MBTI) . indikator ini pada dsarnya merupakan tes kepribadian dengan 100

pertanyaan yang menanyakan tentang bagaimana biasanya seseorang merasa atau

bertindak dalam situasi-situasi tertentu. Berdasarkan jawaban masing-masing individu maka

dikalsifikasikan dalam kelompok Ekstrovet dan Intgrovert ( E atau I ). Indrawi (Sensingzz)

atau Intuitif (Intuitif) (S atau N), pemikir (thingking) atau perasa (feeling) (T atau F) dan

pengertian (perceive) atau penilai (judging) (P atau J). Klasifikasi tersbut yang kemudian

dikombinasikan kepada 16 sifat kepribadian. Sebagai contoh : INTJ merupakan para visionaris. Mereka pada umumnya mempunyai pemikiran yang orisinil dan berusahan keras

untuk mewujudkan ide-ide dan tujuan mereka. Biasanya mereka memunyai ciri-ciri sebagi

orang yang skeptis, kritis, mandiri , tekun, dan sering keras kepala.

ESTJ adalah para organisator. Mereka adalah orang yang praktis, realistis, percaya

paa fakta dengan bakat alam untuk menjadi pebisnis atau mekanis. Mereka suka

mengorganisasikan dan menjalankan aktivitas-aktivitas. Type ENTP adalah seorang yang

konseptual, biasanya orang tersebut bergerak cepat, terus terang, dan handal dalam

menangai banyak hal.Orang tsb. Cenderung punya banyak ide dalam menghadapi masalah-

masalah yang menantang , tetapi lalai dalam menangani tugas rutin. Organisasi-organisasi

yang menggunakan MBTI adalah Apple Computer, AT&T, Citicorp, EXXON, GE , #M Co

‘13 2 Nama Mata Kuliah dari Modul

Pusat Bahan Ajar dan eLearningAgus Arijanto,SE,MM http://www.mercubuana.ac.id

Page 3: Modul Perilaku Organisasi [TM3]

dsb. Tidak ada bukti yang nyata bahwa MBTI merupakan suatupengukuran kepribadian

yang valid. Meskipun demikian hal ini tidak menghalangi organisasi-organisasi untuk

menggunakannya.

Setiap individu pun memiliki kemampuan yang berbeda, kemampuan secara langsung

mempengaruhi tingkat kinerja dan kepuasan karyawan melalui kesesuaian kemampuan –

pekerjaan. Dari sisi pembentukan perilaku dan  sifat manusia, perilaku individu akan

berbeda di karenakan oleh kemampuan yang dimilikinya juga berbeda. Pembelajaran

merupakan bukti dari perubahan perilaku individu. Pembelajaran terjadi setiap saat dan

relatif permanen yang terjadi sebagai  hasil dari pengalaman.

Walaupun manusia dapat belajar dan dapat dipengaruhi oleh lingkungan mereka, terlalu

sedikit perhatian yang diberikan dalam peran yang di mainkan pada evolusi pembentukan

perilaku manusia.  Para psikologi evolusioner memberitahu kita bahwa manusia pada

dasarnya sudah terbentuk ketika dilahirkan. Kita lahir di dunia ini dengan sifat-sifat yang

sudah mendarah daging, diasah, dan diadaptasikan terus selama jutaan tahun, yang

membentuk dan membatasi perilaku kita. Psikologi evolusioner menentang pemahaman

yang menyatakan bahwa manusia bebas untuk mengubah perilaku jika dilatih atau

dimotivasi. Akibatnya, kita menemukan bahwa orang dalam tataran organisasi sering

berperilaku dengan cara yang tampaknya tidak bermanfaat bagi diri mereka sendiri atau

majikan mereka. Namun B.F. Skinner, dengan bangga menyatakan keyakinannya dalam

membentuk perilaku individu dalam lingkungan, “Berikan saya seorang anak pada saat

kelahirannya dan saya dapat berbuat seperti apa yang Anda inginkan”.

Berdasarkan pada teori kepribadian yang dikemukakan oleh Sigmund Freud, memberikan

3 komponen dasar perilaku individu , diantaranya adalah :

Konsepsi Id : adalah subsistem dari kepribadian yang merupakan sumber dan menampung

semua kekuatan jiwa yang menyebabkan berfungsinya suatu sistem. Libido dan Agresi

‘13 3 Nama Mata Kuliah dari Modul

Pusat Bahan Ajar dan eLearningAgus Arijanto,SE,MM http://www.mercubuana.ac.id

Page 4: Modul Perilaku Organisasi [TM3]

adalah elemen kepribadian dari unsur Id yang berkenaan dengan kata hati, hasrat dan

keinginan untuk mengejar kesenangan & kepuasan.

Konsepsi Ego : mewakili logika yang dihubungkan dengan prinsip-rinsip realitas dan

merupakan subsistem yang berfungsi ganda yakni melayani sekaligus mengendalikan

(penengah) dua sisi lainnya (Id & Super Ego), dengan cara berinteraksi dengan dunia atau

lingkungan luar.

Konsepsi Super Ego : kekuatan moral dari personalitas yang merupakan sumber nilai,

norma dan etika yang dianut seseorang dan memungkinkan ego memutuskan apakah

sesuatu itu benar atau salah. Jika seseorang memiliki superego yang baik, maka orang

tersebut akan memiliki tingkat kecerdasan spiritual yang tinggi.

Sebagai kesimpulannya, perilaku individu tidak hanya ditentukan oleh faktor keturunan atau

bawaan dari lahir, tetapi juga dipengaruhi oleh effort (usaha), ability (kompetensi) serta

situasi lingkungan. Perubahan perilaku merupakan hasil dari proses pembelajaran.

Model Lima BesarAda 5 (lima) dimensi kepribadian dasar yang mendasari semua dimensi lainnya. Faktor Lima

besar tersbut adalah :

1. Keekstrovertan : suka bergaul, banyak bicara, asertif

2. Keramah-tamahan : baik hati, kooperatif, dan dapat dipercaya

3. Kehati-hatian : bertanggung-jawab, dapat diandalkan, tekun, dan berorientasi pada

prestasi

4. Kestabilan emosional : Tenang, antusias, dan sanggup (positif) menghadapai

keteganggan, kegelisahan, kemurungan dan ketidaknyamanan (negatif)

5. Keterbukaan terhadap pengalaman : Imajinatif, sensitif secara artistik dan cerdas.

Dari lima besar ini ditemukan hubungan yang penting antara dimensi keperibadian

dengan prestasi kerja. Lima kategori pekerjaan yang diamati adalah: para profesor

( insinyur, arsitek akuntan, pengacara) polisi , manajer dan karyawan yang terampil. Prestasi

kerja dinilai berdasarkan pemberian rating kinerja seperti tinkat gaji.

‘13 4 Nama Mata Kuliah dari Modul

Pusat Bahan Ajar dan eLearningAgus Arijanto,SE,MM http://www.mercubuana.ac.id

Page 5: Modul Perilaku Organisasi [TM3]

Kemampuan dan Perbedaan Antar Individu dalam Perusahaan

Menurut Gibson, kinerja individual karyawan selain dipengaruhi oleh faktor motivasi,

juga oleh kemampuan karyawan. Karyawan dengan kemampuan teknis maupun operasional

yang tinggi untuk sebuah tugas akan meningkatkan motivasi kerjanya. Dalam hal

kemampuan karyawan, banyak yang bisa kita lihat bahwa seorang karyawan merasa

termotivasi dan memiliki kinerja yang baik, jika seorang karyawan memiliki pengetahuan

yang memadai terhadap bidang tugas dan tanggung jawabnya, kondisi fisik, adanya

dukungan faktor keluarga serta tidak adanya hambatan geographic.

Sehingga dengan demikian akan menjadi kewajiban bagi manajemen untuk

meningkatkan pengetahuan karyawan. Dari berbagai sumber, diketahui bahwa pengetahuan

itu dapat diperoleh dari pendidikan formal, pelatihan, akses informasi maupun pengalaman.

Untuk itu berbagai upaya yang dapat ditempuh adalah, penerapan program tugas belajar

dalam rangka meningkatkan level pendidikan karyawan. Cara yang digunakan dapat ‘paruh

waktu’ maupun penuh waktu. Banyak perusahaan mencarikan program tugas belajar

karyawanya dengan program week-end, agar tidak mengganggu waktu kerjanya di

perusahaan. Manfaat lainnya bahwa pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh dalam

bangku kuliahnya dapat langsung diaplikasikan dalam pekerjaannya. Atau sebaliknya,

bahwa persoalan-persoalan yang mereka jumpai dalam pekerjaan, dapat menjadi bahan

diskusi dalam kegiatan kuliah. Terlepas dari apa jenis programnya, maupun sistem

pembayaran pendidikanya, menyediakan kesempatan bagi karyawan untuk meningkatkan

pendidikannya memberi jalan bagi peningkatan kinerjanya secara individual.

Dengan pendidikan formal, peningkatan pengetahuan dapat ditempuh melalui

penyelenggaraan pelatihan teknis bagi karyawan. Meningkatkan akses informasi seputar

topik pekerjaan karyawan dengan berbagai sarana dan teknologinya, serta memberikan

ruang gerak yang lebih luas dan kreatif yang memungkinkan karyawan memperoleh

‘13 5 Nama Mata Kuliah dari Modul

Pusat Bahan Ajar dan eLearningAgus Arijanto,SE,MM http://www.mercubuana.ac.id

Page 6: Modul Perilaku Organisasi [TM3]

pengalaman langsung dalam menjawab persoalan-persoalan pekerjaan sehari-hari. Banyak

kegiatan yang dapat memperkaya pengalaman karyawan, seperti onward out-bond, diskusi

mingguan, serta kegiatan-kegiatan rekreatif lainnya. Kesemuanya itu dapat menjadi sumber

dan meningkatkan pengetahuan. Yang pada akhirnya nanti dapat meningkatkan motivasi

kerja dan kinerja individual karyawan.

Disamping itu, kemampuan karyawan dipengaruhi kondisi tubuh. Sehingga berusaha

mengerti aspek-aspek yang mempengaruhi kondisi tubuh karyawan sangatlah penting.

Kondisi tubuh dalam satu waktu dapat berbeda antar karyawantergantung pada beberapa

hal, diantaranya: jenis kelamin laki-perempuan, umur tua-muda, kondisi sehat-sakit, hamil-

tidak hamil dan seterusnya.

Selain itu, bahwa karyawan dapat memiliki kemampuan yang baik jika ada faktor

dukungan keluarga dan tidak ada hambatan dalam faktor geografis. Dua hal terakhir ini,

hampir sering luput dari perhatian pimpinan. Selain persoalan tersebut sangatlah ’dalam’

tetapi tidak banyak juga karyawan bersedia berbagi. Tetapi dua hal inilah dari banyak

penelitian maupun fakta di lapangan sangat besar pengaruhnya bagi kemampuan karyawan

dalam menyelesaikan tugas yang menjadi bagian kinerjanya. Bagaimana tidak, jika seorang

karyawan dengan tingkat pengetahuan yang handal, dengan tingkat stamina yang prima

dapat bekerja dengan baik, jika masalah-masalah keluarganya yang ada di rumah, tidak

terselesaikan dan terbawa hingga ke kantor. Atau tiba-tiba dalam perjalanan menuju tempat

kerja, terhalang banjir atau halangan kerusakan mesin mobilnya. Pastilah terganggu

pelaksanaan tugas yang menjadi tanggungjawabnya.

Dari hal-hal tersebut di atas, ada beberapa sspek dalam meningkatkan kemampuan

karyawan, diantaranya meliputi:

a) Pengetahuan (Pendidikan, pelatihan, informasi, pengalaman) Kondisi Tubuh.

b) Faktor Keluarga (demographical factors)

c) Faktor alamiah (geographical factors)

‘13 6 Nama Mata Kuliah dari Modul

Pusat Bahan Ajar dan eLearningAgus Arijanto,SE,MM http://www.mercubuana.ac.id

Page 7: Modul Perilaku Organisasi [TM3]

Pendidikan dan Pelatihan sebagai salah satu sarana peningkatan kemampuan karyawan

Pendidikan diartikan sebagai proses persiapan individu–individu untuk memikul

tanggung jawab yang berbeda atau lebih tinggi didalam organisasi, biasanya berkaitan

dengan peningkatan kemampuan intelektual atau emosional yang diperlukan untuk

melaksanakan pekerjaan yang lebih baik.

Pelatihan adalah serangkaian aktivitas yang diprogram untuk meningkatkan keahlian-

keahlian, pengalaman, pengetahuan, atau pembahasan sikap individu. Di dalam pelatihan

ini juga merupakan penciptaan suatu lingkungan dimana karyawan dapat memperoleh dan

mempelajari sikap, kemampuan, keahlian, pengetahuan dan prilaku spesifik yang berkaitan

dengan pekerjaan atau performasi kerja (A. Fikri Jshrir dan S. Hariyanto, 1999 ).

John Soeprihanto (1994: 85 – 86) mengemukakan bahwa latihan adalah kegiatan

untuk memperbaiki kemampuan karyawan dengan cara meningkatkan pengetahuan dan

ketrampilan operasional dalam menjalankan suatu pekerjaan. Sedangkan pendidikan

merupakan kegiatan untuk memperbaiki kemampuan karyawan dengan cara meningkatkan

pengetahuan dan pengertian tentang pengetahuan umumnya.

Pelatihan bukanlah kegiatan yang berdiri sendiri. Pelatihan berfungsi untuk mengisi

kekurangan pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk mampu malakukan

pekerjaan dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Prinsip belajar meliputi lima hal, yaitu

partisipasi, repetisi, relevansi, simulasi dan umpan balik.

Program–program pelatihan dirancang untuk meningkatkan kinerja. Pelaksanaan

program pelatihan ini menurut Handoko (1994) dapat dilakukan dengan menggunakan

berbagai metode sejauh metode tersebut memenuhi faktor-faktor efektivitas biaya, isi

program yang dikehendaki, kelayakan fasilitas yang tersedia, preferensi dan kemampuan

peserta, prinsip-prinsip belajar.

Menurut Wether dan Davis (1995) metode-metode atau tehnik-tehnik dalam

pelaksanaan pendidikan dan pelatihan meliputi metode on the job training, latihan intruksi

pekerjaan (job intruction training), magang (apprenticeship), coaching, rotasi jabatan (job

rotation), penugasan, metode off the job training (lecture and video presentation, vestibule

training, role playing, case study, simulation, self study and progemmed learning, laboratory

training).

‘13 7 Nama Mata Kuliah dari Modul

Pusat Bahan Ajar dan eLearningAgus Arijanto,SE,MM http://www.mercubuana.ac.id

Page 8: Modul Perilaku Organisasi [TM3]

Hubungan antara Pendidikan, Pelatihan dan Prestasi Kerja

Pendidikan merupakan sebuah proses yang dipergunakan untuk mempersiapkan

pegawai untuk memikul tanggung jawab yang berbeda atau lebih tinggi didalam organisasi.

Pendidikan yang dilakukan organisasi berkaitan dengan peningkatan kemampuan intelektual

untuk melaksanakan tanggung jawab yang berbeda dan lebih tinggi. Pegawai yang memiliki

tingkat pendidikan lebih tinggi akan memiliki kematangan secara emosional dan

kemampuan intelektual yang lebih baik dibanding pegawai yang memiliki lebih rendah.

Pegawai yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi akan bertindak lebih terarah karena

memiliki kemampuan koseptual yang lebih baik.

Dengan demikian maka pegawai akan mengemban tugas dengan penuh tanggung

jawab sehingga prestasi kerjanya juga semakin baik. Oleh karena itu diduga bahwa

pendidikan memiliki pengaruh positif terhadap prestasi kerja.

Pelatihan merupakan aktivitas yang diprogram untuk meningkatkan keahlian–keahlian,

pengalaman, pengetahuan, atau pembahasan sikap individu. Kegiatan pelatihan lebih

diarahkan pada pemenuhan jangka pendek untuk tugas-tugas operasional. Output yang

diharapkan dari pelatihan adalah terciptanya sumber daya manusia yang terlatih sehingga

mampu mengerjakan tugas operasional jangka pendek dengan lebih baik. Pegawai yang

tidak mendapatkan pelatihan akan belajar lebih panjang dalam mengerjakan tugas

operasional yang belum pernah diembannya. Demikian pula pegawai yang tidak

mendapatkan pelatihan akan relatif lebih sulit menyelesaikan tugas operasional dengan

lebih efektif karena tidak ada update terhadap kemampuan tehnik dalam menyelesaikan

pekerjaan. Oleh karena itu diduga bahwa pelatihan memiliki pengaruh positif terhadap

prestasi kerja.

Pada kerangka pengaruh sebelumnya yang mengaitkan pengaruh pendidikan

terhadap prestasi dan pengaruh pelatihan terhadap prestasi, terlihat bahwa masing-masing

variable bebas diduga memiliki pengaruh positif terhadap variable prestasi kerja. Namun

demikian, pengaruh pendidikan dan pelatihan secara bersama-sama terhadap prestasi kerja

masih dipertanyakan. Berkenaan dengan hal tersebut, maka perlu sinergisitas antar variable

bebas, yaitu pendidikan dan pelatihan secara bersama-sama diperlukan sebagai faktor yang

berpengaruh terhadap prestasi kerja. Hal ini berarti bahwa pendidikan tanpa diiringi dengan

pelatihan maka prestasi kerja tidak akan optimal karena kemampuan konseptual. Sebaliknya

‘13 8 Nama Mata Kuliah dari Modul

Pusat Bahan Ajar dan eLearningAgus Arijanto,SE,MM http://www.mercubuana.ac.id

Page 9: Modul Perilaku Organisasi [TM3]

pelatihan yang baik tanpa didukung pendidikan juga membuat prestasi kerja tidak optimal

karena kemampuan yang dimilki pegawai hanya terarah pada kemampuan operasional

jangka pendek

Aspek emosi pada Manusia

Kecerdasan emosional mencakup pengendalian diri, semangat, dan ketekunan,

serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi,

kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak melebih-lebihkan

kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan

kemampuan berpikir, untuk membaca perasaan terdalam orang lain (empati) dan berdoa,

untuk memelihara hubungan dengan sebaik-baiknya, kemampuan untuk menyelesaikan

konflik, serta untuk memimpin diri dan lingkungan sekitarnya. Ketrampilan ini dapat diajarkan

kepada anak-anak. Orang-orang yang dikuasai dorongan hati yang kurang memiliki kendali

diri, menderita kekurangmampuan pengendalian moral.

Menurut pendapat dari Goleman (1997), mengatakan bahwa koordinasi suasana hati

adalah inti dari hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri

dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki

tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan

sosial serta lingkungannya. Lebih lanjut Goleman (1997) mengemukakan bahwa kecerdasan

emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri,

ketahanan dalam meghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan,

serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat

menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana

hati.

Menurut pendapat Cooper dan Sawaf (1998) mengatakan bahwa kecerdasan

emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan

daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi.

Kecerdasan emosi menuntut penilikan perasaan, untuk belajar mengakui, menghargai

perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara

efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari.

‘13 9 Nama Mata Kuliah dari Modul

Pusat Bahan Ajar dan eLearningAgus Arijanto,SE,MM http://www.mercubuana.ac.id

Page 10: Modul Perilaku Organisasi [TM3]

Selanjutnya menurut Howes dan Herald (1999) mengatakan pada intinya,

kecerdasaan emosional merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pintar

menggunakan emosi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa emosi manusia berada diwilayah dari

perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi, dan sensasi emosi yang apabila diakui dan

dihormati, kecerdasaan emosional menyediakan pemahaman yang lebih mendalam dan

lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain. Menurut Harmoko (2005) Kecerdasan emosi

dapat diartikan kemampuan untuk mengenali, mengelola, dan mengekspresikan dengan

tepat, termasuk untuk memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, serta membina

hubungan dengan orang lain.

Jelas bila seorang indiovidu mempunyai kecerdasan emosi tinggi, dapat hidup lebih

bahagia dan sukses karena percaya diri serta mampu menguasai emosi atau mempunyai

kesehatan mental yang baik.

Sedangkan menurut Dio (2003), dalam konteks pekerjaan, pengertian kecerdasan emosi

adalah kemampuan untuk mengetahui yang orang lain rasakan, termasuk cara tepat untuk

menangani masalah. Orang lain yang dimaksudkan disini bisa meliputi atasan, rekan

sejawat, bawahan atau juga pelanggan. Realitas menunjukkan seringkali individu tidak

mampu menangani masalah–masalah emosional di tempat kerja secara memuaskan. Bukan

saja tidak mampu memahami perasaan diri sendiri, melainkan juga perasaan orang lain

yang berinteraksi dengan kita. Akibatnya sering terjadi kesalahpahaman dan konflik antar

pribadi.

Berbeda dengan pemahaman negatif masyarakat tentang emosi yang lebih

mengarah pada emosionalitas sebaiknya pengertian emosi dalam lingkup kecerdasan emosi

lebih mengarah pada kemampuan yang bersifat positif. Didukung pendapat yang

dikemukakan oleh Cooper (1999) bahwa kecerdasan emosi memungkinkan individu untuk

dapat merasakan dan memahami dengan benar, selanjutnya mampu menggunakan daya

dan kepekaan emosinya sebagai energi informasi dan pengaruh yang manusiawi.

Sebaliknya bila individu tidak memiliki kematangan emosi maka akan sulit mengelola

‘13 10 Nama Mata Kuliah dari Modul

Pusat Bahan Ajar dan eLearningAgus Arijanto,SE,MM http://www.mercubuana.ac.id

Page 11: Modul Perilaku Organisasi [TM3]

emosinya secara baik dalam bekerja. Disamping itu individu akan menjadi pekerja yang

tidak mampu beradaptasi terhadap perubahan, tidak mampu bersikap terbuka dalam

menerima perbedaan pendapat , kurang gigih dan sulit berkembang.

Dari beberapa pendapat diatas dikatakan bahwa kecerdasan emosional menuntut diri untuk

belajar mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain dan untuk

menanggapinya dengan tepat, menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kehidupan

dan pekerjaan sehari-hari. 3 (tiga) unsur penting kecerdasan emosional terdiri dari :

kecakapan pribadi (mengelola diri sendiri); kecakapan sosial (menangani suatu hubungan)

dan keterampilan sosial (kepandaian menggugah tanggapan yang dikehendaki pada orang

lain).

‘13 11 Nama Mata Kuliah dari Modul

Pusat Bahan Ajar dan eLearningAgus Arijanto,SE,MM http://www.mercubuana.ac.id

Page 12: Modul Perilaku Organisasi [TM3]

Daftar PustakaJames L.Gibson, John M Ivancevich. H. Donelly, Jr, 2000, Organizational Behavior,

Structure and Process, Burr Ridge, H. Irwin

Greenberg, J & Baron RA, 2004, Behaviour in Organizations : Understanding and Managing

The Human Side of Work, 9th edition, Upper Saddie River, NJ , Prentice Hall.

Robbin Stephen P, 1996, Organizational behavior: Concepts, Controversies, Aplication, 7th

Prentice Hall.

Robbins, Stephen P. 1994, Teori Organisasi Struktur, Desain dan Aplikasi, Edisi 3.

‘13 12 Nama Mata Kuliah dari Modul

Pusat Bahan Ajar dan eLearningAgus Arijanto,SE,MM http://www.mercubuana.ac.id