25
BAB I PENDAHULUAN Dermatologi dapat dipelajari secara sistematis setelah PLENCK (1776), menulis bukunya yang berjudul System der Hautkran. Berdasarkan ruam , penyakit kulit mulai dipelajari secara sistematis. Sampai kini pemikiran PLENCK masih dipakai sebagai dasar membuat diagnosis penyakit kulit secara klinis, walaupun ditambah dengan kemajuan teknologi dibidang bakteriologi, mikologi, histopatologi, dan imunologi. Jadi untuk mempelajari ilmu penyakit kulit mutlak diperlukan pengetahuan tentang ruam kulit atau morfologi atau ilmu yang mempelajari lesi kulit. 1 Efloresensi kulit dapat berubah pada waktu berlangsungnya penyakit. Proses tersebut dapat merupakan akibat biasa dalam perjalanan proses patologik. Kadang-kadang perubahan ini dapat dipengaruhi keadaan dari luar, misalnya trauma garukan dan pengobatan yang diberikan, sehingga perubahan tersebut tidak biasa lagi. Dalam hal ini, gambaran klinis morfologik penyakit menyimpang dari biasanya dan sulit dikenali. 1 Menurut PRAKKEN (1996) Yang disebut efloresensi primer adalah makula, papul, plak, urtikaria, nodus, nodulus, vesikel, bula, pustul, dan kista. Sedangkan yang dianggap sebagai efloresensi sekunder adalah skuama, krusta, erosi, ulkus dan sikatriks. 1 1

Morfologi dan efloresensi kulit

Embed Size (px)

DESCRIPTION

khjbdscjskbdjcksbdjkdxcnskjihfvcbskjdcbsicfhskn swdbfcsyihkdvfbwkdhc adwbcwdrfkajsbcsowuefboswulndcfowsaufndoswujoqawfnurofw

Citation preview

Page 1: Morfologi dan efloresensi kulit

BAB I

PENDAHULUAN

Dermatologi dapat dipelajari secara sistematis setelah PLENCK (1776), menulis

bukunya yang berjudul System der Hautkran. Berdasarkan ruam , penyakit kulit mulai

dipelajari secara sistematis. Sampai kini pemikiran PLENCK masih dipakai sebagai dasar

membuat diagnosis penyakit kulit secara klinis, walaupun ditambah dengan kemajuan

teknologi dibidang bakteriologi, mikologi, histopatologi, dan imunologi. Jadi untuk

mempelajari ilmu penyakit kulit mutlak diperlukan pengetahuan tentang ruam kulit atau

morfologi atau ilmu yang mempelajari lesi kulit.1

Efloresensi kulit dapat berubah pada waktu berlangsungnya penyakit. Proses tersebut

dapat merupakan akibat biasa dalam perjalanan proses patologik. Kadang-kadang perubahan

ini dapat dipengaruhi keadaan dari luar, misalnya trauma garukan dan pengobatan yang

diberikan, sehingga perubahan tersebut tidak biasa lagi. Dalam hal ini, gambaran klinis

morfologik penyakit menyimpang dari biasanya dan sulit dikenali.1

Menurut PRAKKEN (1996) Yang disebut efloresensi primer adalah makula, papul,

plak, urtikaria, nodus, nodulus, vesikel, bula, pustul, dan kista. Sedangkan yang dianggap

sebagai efloresensi sekunder adalah skuama, krusta, erosi, ulkus dan sikatriks. 1

1

Page 2: Morfologi dan efloresensi kulit

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Efloresensi Kulit

Efloresensi adalah kelainan kulit yang dapat dilihat dengan mata telanjang (secara

obyektif), dan bila perlu dapat diperiksa dengan perabaan.1

Efloresensi kulit dapat berubah pada waktu berlangsungnya penyakit. Proses

tersebut dapat merupakan akibat biasa dalam perjalanan proses patologik. Kadang-kadang

perubahan ini dapat dipengaruhi keadaan dari luar, misalnya trauma garukan dan

pengobatan yang diberikan, sehingga perubahan tersebut tidak biasa lagi. Dalam hal ini,

gambaran klinis morfologik penyakit menyimpang dari biasanya dan sulit dikenali. Demi

kepentingan diagnosis penting sekali untuk mencari kelainan yang pertama (efloresensi

primer) yang biasanya khas untuk penyakit tersebut.1

Menurut PRAKEN (1966) yang disebut efloresensi (ruam) primer adalah macula,

papul, plak, urtika, nodulus, vesikel, bula, pustule dan kista. Sedangkan efloresensi

sekunder adalah skuama, krusta, erosi, ulkus dan sikatriks. 1

Untuk memperlajari macam-macam kelainan kulit lebih sistematis sebaiknya

dibuat pembagian menurut SIEMENS (1958) yang membaginya sebagai berikut :1

1. Setinggi permukaan kulit : makula

2. Bentuk peralihan, tidak berbatas pada permukaan kulit : eritema, telangiektasis

3. Diatas permukaan kulit : urtika, vesikel, bula, kista, pustule, abses, papul, nodus,

tumor, vegetasi

4. Bentuk peralihan, tidak berbatas pada suatu lapisan saja : sikatriks (hipertrofi dan

hipotrofi, anetoderma, erosi, ekskoriasi, ulkus, yang melekat diatas kulit (deposit),

skuama, sel-sel asing dan hasil metaboliknya, kotoran.

2

Page 3: Morfologi dan efloresensi kulit

2.2 Klasifikasi Efloresensi

2.2.1. Efloresensi Primer

1) Makula adalah kelainan kulit berbatas tegas berupa perubahan semata-mata, seperti pada

tinea versikolor, morbus Hansen, melanoderma, leukoderma, purpura, petekie, ekimosis.1

2) Papul adalah Penonjolan diatas permukaan kulit, sirkumskip, berukuran diameter lebih

kecil dari ½ cm, dan berisikan zat padat. Bentuk papul dapat bermacam-macam, misalnya

setengah bola contohnya pada eksem atau dermatitis, kerucut pada keratosis folikularis, datar

pada veruka plana juvenilis, datar dan berdasar poligonal pada liken planus, berduri pada

veruka vulgaris, bertangkai pada fibroma pendulans dan pada veruka filiformis. Warna

papul dapat merah akibat peradangan, pucat, hiperkrom, putih atau seperti kulit disekitarnya.

Beberapa infiltrat mempunyai warna sendiri yang biasanya baru terlihat setelah eritema yang

timbul bersamaan ditekan dan hilang (lupus, sifilis). Letak papul dapat epidermal atau

kutan.1,4

3

Page 4: Morfologi dan efloresensi kulit

3) Eritema adalah Kemerahan pada kulit disebabkan pelebaran pembuluh darah kapiler yang

reversible. 1

4) Nodus adalah massa padat sirkumskrip, terletak di kutan atau subkutan, dapat

menonjol, dengan diameter lebih dari 1 cm. Jika diameternya lebih kecil

daripada 1 cm disebut nodulus.1,2

5) Vesikel adalah gelembung berisi cairan serum, beratap, berukuran dengan

diameter kurang dari 1cm dan mempunyai dasar, vesikel berisi darah disebut

vesikel hemoragik.1,2

4

Page 5: Morfologi dan efloresensi kulit

6) Bula adalah vesikel yang berukuran lebih besar, misalnya pada pemfigus, luka

bakar. Jika vesikel atau bula berisi darah disebut vesikel atau bula hemoragik.

Jika bula berisi nanah disebut bula purulen.1,4

7) Pustula adalah vesikel yang berisi nanah, bila nanah mengendap dibagian

bawah vesikel disebut vesikel hipopion.1,2

5

Page 6: Morfologi dan efloresensi kulit

8) Urtikaria adalah penonjolan diatas kulit akibat edema setempat dan dapat

hilang perlahan-lahan, misalnya pada dermatitis medikamentosa, dan gigitan

serangga.1

9) Plak adalah peninggian di atas permukaan kulit, permukaaannya rata dan

berisi zat padat ( biasanya infiltrat), diameternya 2 cm atau lebih.1,2

10) Telangiektasis adalah pelebaran pembuluh darah kecil superficial (kapiler,

arteriol, dan venul) yang menetap pada kulit.1

6

Page 7: Morfologi dan efloresensi kulit

11) Kista adalah ruangan berdinding dan berisi cairan, sel, maupun sisa sel. Kista

terbentuk bukan akibat peradangan, walaupun kemudian dapat meradang.

Dinding kista merupakan selaput yang terdiri atas jaringan ikat dan biasanya

dilapisi sel epitel atau endotel. Kista terbentuk dari kelenjar yang tertutup dan

melebar. Saluran kelenjar, pembuluh darah, saluran getah bening atau lapisan

epidermis. Isin kista terdiri atas hasil dindingnya, yaitu serum, getah bening,

keringat, sebum,sel-sel epitel, lapisan tanduk dan rambut.1,4

12) Tumor adalah penonjolan di atas permukaan kulit berdasarkan pertumbuhan

sel maupun jaringan .1

2.2.2. Efloresensi Sekunder

1) Skuama adalah lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit. Skuama

dapat halus sebagai taburan tepung, maupun lapisan tebal dan luas sebagai

lembaran kertas. Dapat dibedakan, misalnya pitiriasiformis (halus),

psoriasiformis (berlapis-lapis), iktiosiformis (seperti ikan), kutikular (tipis),

lamelar (berlapis), membranosa atau eksfoliativa (lembaran-lembaran), dan

keratolitik (terdiri atas zat tanduk).1,6

2) Krusta adalah cairan badan yang mengering. Dapat bercampur dengan

jaringan nekrotik, maupun benda asing (kotoran, obat dan sebagainya).

Warnanya ada beberapa macam yaitu kuning muda berasal dari serum, kuning

kehijauan berasal dari pus, dan kehitaman berasal dari darah.1,4

7

Page 8: Morfologi dan efloresensi kulit

3) Ulkus adalah hilangnya jaringan yang lebih dalam dari ekskoriasi. Ulkus

mempunyai tepi, dinding, dasar, dan isi. Termasuk erosi dan ekskoriasi dengan

bentuk liniar ialah fisura, yakni belahan kulit yang terjadi oleh tarikan jaringan

disekitarnya, terutama terlihat pada sendi dan batas kulit dengan selaput

lendir.1

4) Erosi adalah kelainan kulit yang disebabkan kehilangan jaringan yang tidak

melampaui stratum basal. Contoh bila kulit digaruk sampai stratum spinosum

akan keluar cairan serosa dari bekas garukan, dermatitis kontak.1,2

8

Page 9: Morfologi dan efloresensi kulit

5) Ekskoriasi adalah kerusakan kulit yang disebabkan oleh hilangnya jaringan

sampai dengan stratum papilare sehingga kulit tampak merah disertai bintik-

bintik perdarahan. Ditemukan pada dermatitis kontak.1

6) Fisura adalah hilangnya kontinuitas permukaan kulit atau mukosa secara

linier yang dihasilkan dari tegangan yang berlebihan atau turunnya elastisitas

jaringan. Fisura sering terjadi pada telapak tangan dan kaki dimana tebal

stratum korneum paling luas. 4

9

Page 10: Morfologi dan efloresensi kulit

7) Parut (sikatriks) adalah pembentukan jaringan baru yang sifatnya lebih

banyak mengandung jaringan ikat untuk menganti jaringan yang rusak akibat

penyakit atau trauma dermis yang lebih dalam. Jaringan ikat ini dapat lebih

cekung dari kulit sekitar ( sikatrik atrofi ), dapat lebih menonjol ( sikatrik

hipertrofi ) dan dapat normal ( eutrofi)1,2

8) Atrofi adalah berkurangnya ukuran sel, jaringan, organ atau bagian tubuh.

Berkurangnya sel epidermal menyebabkan penipisan epidermis. Atrofi

epidermis tampak mengkilap, hampir transparan, seperti kertas tipis dan

keriput, dan mungkin tidak mempertahankan garis kulit normal. 4

9) Likenifikasi adalah penebalan kulit sehingga garis-garis lipatan atau relief

kulit tampak lebih jelas seperti pada neurodermatitis.1

10

Page 11: Morfologi dan efloresensi kulit

10) Striae (Stretch mark) adalah depresi linear kulit yang biasanya berukuran

panjang beberapa sentimeter dan hasil dari perubahan ke colagen reticular

yang terjadi dengan peregangan kulit cepat. permukaan striae mungkin tipis

dan keriput. beberapa striae dan simetris didistribusikan sepanjang garis

belahan dada di dtermasuk daerah yang terlibat.3

11) Abses adalah kumpulan nanah dalam jaringan, bila mengenai kulit berarti

didalam kutis atas subkutis. Batas antara ruangan yang berisikan nanah dan

11

Page 12: Morfologi dan efloresensi kulit

jaringan disekitarnya tidak jelas. Abses biasanya terbentuk dari infiltrat

radang. Sel dan jaringan hancur membentuk nanah. Dinding abses terdiri atas

jaringan sakit, yang belum menjadi nanah.1

12) Hiperpigmentasi adalah penimbunan pigmen berlebihan sehingga kulit

tampak lebih hitam dari sekitarnya. Misal, pada melasma dan pasca inflamasi.2

13) Hipopigmentasi adalah kelainan yang menyebabkan kulit menjadi lebih putih

dari sekitarnya, misal pada scleroderma dan vitiligo.2

2.2.3. Efloresensi Lainnya

12

Page 13: Morfologi dan efloresensi kulit

1) Kanalikuli adalah ruam kulit berupa saluran-saluran pada stratum korneum,

yang timbul sejajar dengan permukaan kulit, seperti terdapat pada scabies.2

2) Milia (white head) adalah penonjolan diatas permukaan kulit yang berwarna

putih yang ditimbulkan oleh penyumbatan saluran kelenjar sebasea, seperti

pada akne sistika.5

3) Eksantema adalah ruam permukaan kulit yang timbul serentak dalam waktu

singkat dan tidak berlangsung lama, biasanya didahului demam.1

4) Fagedenikum adalah proses yang menjurus kedalam dan meluas (ulkus

tropikum, ulkus mole).1

5) Terebrans adalah proses yang menjurus kedalam.1

6) Monomorf adalah kelainan kulit yang pada satu ketika terdiri atas hanya satu

macam ruam kulit.1

7) Polimorf adalah kelainan kulit yang sedang berkembang, terdiri atas

bermacam-macam efloresensi.1

8) Eksantema Skarlatiniformis adalah erupsi yang difus dapat generalisata atau

lokalisata, berbentuk eritema numular.1

9) Eksantema morbiliformis adalah erupsi berbentuk eritema yang lentikuler.1

10) Galopans adalah proses yang sangat cepat meluas (Ulkus diabetikum

galopans).1

11) Roseola adalah eksantema lentikular berwarna merah tembaga seperti pada

sifilis dan frambusia.1

12) Guma adalah infiltrat sirkumskrip, menahun, destruktif dan menahun.1

13) Vegetasi adalah pertumbuhan berupa penonjolan-penonjolan bulat atau

runcing menjadi satu. Vegetasi dapat di bawah permukaan kulit, misalnya

pada tubuh. Dalam hal ini disebut granulasi, sperti pada tukak.1

14) Purpura adalah perdarahan didalam kulit berupa kemerahan yang tidak hilang

bila ditekan. Erupsi purpura dapat terjadi sebagai ekspresi tunggal alergi obat.

Biasanya simetris serta muncul didaerah sekitar kaki, termasuk pergelangan kaki

atau tungkai bawah. Erupsi berupa bercak sirkumskrip berwarna merah

kecoklatan dan disertai rasa gatal.1

13

Page 14: Morfologi dan efloresensi kulit

2.3 Morfologi Kulit

Berbagai istilah ukuran, susunan kelainan/bentuk serta penyebaran dan lokalisasi

dijelaskan berikut ini.1

I. Ukuran1

Miliar : sebesar kepala jarum pentul

Lentikular : sebesar biji jagung

Numular : sebesar uang logam 5 rupiah atau 100 rupiah

Plakat : lebih besar dari uang logam 100 rupiah/numular

II. Gambaran1

Linear: seperti garis lurus

Sirsinar atau anular: seperti lingkaran

14

Page 15: Morfologi dan efloresensi kulit

Arsinar: seperti bulan sabit

Polisiklik: seperti pinggriran yang sambung menyambung

Korimbiformis : susunan seperti induk ayam yang dikelilingi anak-

anaknya.

15

Page 16: Morfologi dan efloresensi kulit

III. Bentuk1

Teratur : bulat, lonjong, seperti ginjal dan sebagainya

Tidak teratur : tidak mempunyai bentuk teratur

IV. Penyebaran dan lokasi1

Sirkumskrip : berbatas tegas

Difus : tidak berbatas tegas

Generalisata : tersebar pada sebagian besar bagian tubuh

Regional : mengenai daerah tertentu pada tubuh.

Universalis : seluruh atau hampir seluruh tubuh ( 90%-100%).

Solitar : hanya satu lesi.

Herpetiformis : vesikel berkelompok seperti pada herpes zoster.

Konfluens : dua atau lebih lesi yang menjadi satu.

Diskret : terpisah satu dengan yang lain.

Serpingiosa : proses yang menjalar ke satu jurusan diikuti oleh penyembuhan pada

bagian yang di tinggalkan.

Irisformis : eritema berbentuk bulat lonjong dengan vesikel warna yang lebih gelap

ditengahnya.

16

Page 17: Morfologi dan efloresensi kulit

Simetrik : mengenai kedua belah tubuh yang sama.

Bilateral : mengenai kedua belah tubuh.

Unilateral : mengenai sebelah tubuh.

Menonjol : Papul, plak, nodul, kista, bentol, bekas luka, horn, komedo, kalsinosis

Tertekan : Erosi, ulkus, atrofi, poikiloderma, sinus, striae,burrow, sklerosis

Datar : Makula, patch, eritema, eritoderma,

Perubahan Permukaan : scale, krusta, ekskoriasi, fisura, likenifikasi, keratoderma,

eschar

Dipenuhi cairan : Vesikel, Bulla, Pustula, Furunkel, Abses

Vaskuler : Purpura, telangiektasis, infark

17

Page 18: Morfologi dan efloresensi kulit

BAB III

PENUTUP

Demikian isi dari “Morfologi Kelainan Kulit” yang dipaparkan dalam Refreshing ini.

Penulis mengakui masih banyak kekurangan dalam Laporan Refreshing ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing dr. Bowo Wahyudi, Sp. KK

yang telah memberikan masukan dalam pembuatan laporan Refreshing ini.

Semoga laporan ilmu yang didapat dari laporan refreshing ini dapat bermanfaat bagi

pembaca pada umumnya dan penulis

18

Page 19: Morfologi dan efloresensi kulit

DAFTAR PUSTAKA

1. Budimulja, Unandar. Morfologi dan Cara Membuat Diagnosis : Ilmu Kulit Kelamin. Ed. 5.Jakarta: FKUI, 2007. hal 34-42.

2. Siregar, R.S. Cara Menegakkan Diagnosis Penyakit Kulit : Atlas Berwarna Saripati

Penyakit Kulit Edisi Kedua. Jakarta : EGC, 2005. hal 1-9

3. Hunter, John, John Savin,et al. Clinical Dermatology 3rd Edition.Australia : Blackwell Science, 2002. hal 18-24

4. Wolff Klaus, Lowell A Goldsmith, et al . Fitzpatrick’s Dermatology in General

Medicine. Edisi 6. USA: McGraw-Hill Company, 2008. hal 12-26

5. Wolff Klaus, Johnson Allen Richard. Fitzpatrick’s color atlas and synopsis of clinical

dermatology. Ed 6. Jakarta: Salemba medika, 2009. hal 20-35

6. Arnold HL, Odom RB, James WD. Andrew’s Disease of the Skin, Clinical

Dermatology, 8th edition. Philadelphia : WB Saunders Company, 1990. hal 14-22

19

Page 20: Morfologi dan efloresensi kulit

20