19
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva (lapisan luar mata dan lapisan dalam kelopak mata) yang disebabkan oleh mikro-organisme (virus, bakteri, jamur, chlamidia), alergi, iritasi bahan-bahan kimia 4 . Konjungtivitis akut terjadi pada lebih dari 5 juta pasien yang mengunjungi rawat jalan dan departemen darurat di Amerika Serikat setiap tahunnya.1 Penelitian sebelumnya 2-4 telah menyatakan bahwa sekitar 50% sampai 80% dari kasus konjungtivitis pada anak-anak disebabkan oleh bakteri. Namun belum ada pedoman pasti dari temuan klinis untuk membedakan antara konjungtivitis bacterial dan nonbacterial, dimana kondisi tersebut sangat penting untuk menentukan pengobatan dengan antibiotic. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana cara mengidentifikasi populasi anak-anak yang beresiko rendah untuk mengalami konjungtivitis bakteri berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik? 1.3 Tujuan 1. Mengetahui cara mengidentifikasi populasi anak-anak yang beresiko rendah untuk mengalami konjungtivitis bakteri berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik? 1.4 Manfaat

Naila Jurnal Konj

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jurnal konjungtivitis

Citation preview

Page 1: Naila Jurnal Konj

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva (lapisan luar mata dan lapisan dalam

kelopak mata) yang disebabkan oleh mikro-organisme (virus, bakteri, jamur, chlamidia), alergi,

iritasi bahan-bahan kimia 4. Konjungtivitis akut terjadi pada lebih dari 5 juta pasien yang

mengunjungi rawat jalan dan departemen darurat di Amerika Serikat setiap tahunnya.1 Penelitian

sebelumnya 2-4 telah menyatakan bahwa sekitar 50% sampai 80% dari kasus konjungtivitis pada

anak-anak disebabkan oleh bakteri. Namun belum ada pedoman pasti dari temuan klinis untuk

membedakan antara konjungtivitis bacterial dan nonbacterial, dimana kondisi tersebut sangat

penting untuk menentukan pengobatan dengan antibiotic.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana cara mengidentifikasi populasi anak-anak yang beresiko rendah untuk

mengalami konjungtivitis bakteri berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui cara mengidentifikasi populasi anak-anak yang beresiko rendah untuk

mengalami konjungtivitis bakteri berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik?

1.4 Manfaat

1. Dapat menambah wawasan dan ilmu khususnya mengenai cara membedakan antara

konjungtivitis bacterial dengan nonbakterial.

2. Sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya.

BAB II

TELAAH JURNAL

Page 2: Naila Jurnal Konj

2

2.1 Latar Belakang Penelitian

Konjungtivitis akut terjadi pada lebih dari 5 juta pasien rawat jalan dan kunjungan UGD di

Amerika Serikat setiap tahun. Penelitian sebelumnya telah menyebutkan sekitar 50%-80% dari

kasus konjungtivitis pada anak-anak disebabkan oleh bakteri. Namun, keabsahan tanda-tanda dan

gejala klasik untuk membedakan bakteri dari penyebab konjungtivitis akut nonbakterial belum

didukung oleh literatur. Oleh karena itu, kebanyakan praktisi klinis meresepkan antibiotik topikal

untuk semua anak dengan konjungtivitis akut.

Resistensi bakteri terhadap obat antibiotik merupakan masalah yang semakin meningkat,

dan ada upaya nasional untuk menemukan kondisi yang pembatasan penggunaan obat antibiotik.

Tidak ada pedoman untuk membedakan konjungtivitis bakteri dari nonbakterial secara pasti.

2.2 Masalah penelitian

Mengidentifikasi populasi anak-anak beresiko rendah untuk konjungtivitis bakteri

berdasarkan sejarah dan temuan pemeriksaan fisik.

2.3 Desain Penelitian

Kami melakukan studi kohort prospektif observasional pada anak usia 6 bulan sampai 17

tahun yang datang ke gawat darurat anak di Jacobi Medical Center, Bronx, New York, dengan

eritema konjungtiva akut, discharge pada mata, atau keduanya antara April 2007 sampai Maret

2008. Terkecuali pasien yg telah menggunakan lensa kontak atau obat antibiotik (topikal atau oral)

atau telah mengalami trauma mata atau paparan bahan kimia berbahaya dalam 5 hari

sebelumnya. Sebelum pelaksanaan studi, semua dokter yang menghadiri, praktisi perawat, dan

staf rumah mendapat pelatihan tentang pengumpulan spesimen yang tepat untuk kultur

konjungtiva.

Dihadiri dokter, pasien terdaftar yang memenuhi syarat setelah mendapat persetujuan

tertulis dari pengasuh dan persetujuan dari anak dengan usia ≥ 7 tahun. Pasien yang terdaftar 24

jam sehari dan 7 hari seminggu. Dokter menyelesaikan ceklist dari tanda dan gejala serta

memperoleh konjungtival swab untuk kultur bakteri. Konjungtiva palpebra bawah yang terkena

disampel menggunakan kapas yang kemudian dimasukkan ke dalam media transportasi dan

segera dikirim ke laboratorium mikrobiologi. Konjunctival swab diproses menggunakan teknik

mikrobiologis standar

Hasil utama adalah hasil dari kultur konjungtiva. Kultur dianggap negatif jika tumbuh flora

normal atau jika tidak ada pertumbuhan setelah 3 hari. Laboratorium mikrobiologi mendefinisikan

flora normal konjungtiva seperti Staphylococcus coagulase negatif, Streptococcus viridans, dan

spesies Diphtherioid. Hasil kultur konjungtiva dianggap positif bila laboratorium melaporkan

pertumbuhan bakteri lain dari flora normal

Page 3: Naila Jurnal Konj

3

Kekuatan analisis dilakukan dengan menggunakan statistik dan kekuatan perangkat lunak

analisis (PASS 2005; NCSS, Kaysville, Utah). Hipotesis nol adalah bahwa tidak ada hubungan

antara prediktor potensial dan probabilitas dasar dari memiliki kultur bakteri konjungtiva negatif.

Kami memutuskan bahwa untuk mempertimbangkan variabel signifikan, kultur bakteri negatif harus

sekitar 3 kali lebih mungkin dengan adanya variabel itu. Menggunakan asumsi ini, ukuran sampel

dari 353 akan diperlukan (P =. 05, kekuatan 80%).

Analisis data dilakukan dengan menggunakan program statistik (SPSS 14,0 untuk

Graduate Student Versi Windows; SPSS Inc, Chicago, Illinois)2 yaitu tes X2, Mann-Whitney tes, dan

regresi logistik yang digunakan untuk membuat model prediksi untuk kultur bakteri negatif

Subanalyses pada anak-anak dengan usia di atas dan di bawah cutoff point dilakukan

untuk menentukan apakah faktor-faktor subjektif (yakni, mata gatal, sensasi benda asing, mata

seperti terbakar, sakit mata, fotofobia, dan sakit tenggorokan) memiliki efek lebih besar dalam

memprediksi kultur negatif pada anak-anak yang lebih tua. Model prediksi terpisah kemudian

dibuat untuk masing-masing 2 kelompok usia. Penelitian ini disetujui oleh dewan review

kelembagaan dari Albert Einstein College of Medicine, Bronx, New York, dan Jacobi Medical

Center.

2.4 Hasil dan Data

Sebanyak 402 anak usia 6 bulan sampai 17 tahun dengan konjungtivitis akut memenuhi

syarat untuk pendaftaran. Dari jumlah tersebut, 23 orang tua menolak anak mereka berpartisipasi

dalam penelitian. Pada 11 anak yang terdaftar, laboratorium tidak menerima kultur spesimen. Dan

tersisa 368 anak-anak membentuk populasi penelitian.

Gambar 1. Hasil kultur konjungtiva berdasarkan umur

Gambar 2. Hasil kultur konjungtiva dalam bulan dari presentasi unit emergensi

Page 4: Naila Jurnal Konj

4

194 pasien (52,7%) adalah laki-laki. Usia pasien rata-rata

adalah 3 tahun (IQR, 1-5 tahun).

Anak-anak dengan kultur positif secara signifikan lebih

muda dari anak-anak dengan kultur negatif :

2 tahun (IQR, 1-4 tahun) vs 5 tahun (IQR, 2-8 tahun)

(P .001) (Gambar 1). Menggunakan kurva receiver

operating characteristic, usia 6 tahun memberikan

diskriminasi optimal cutoff point untuk usia. Secara

keseluruhan, kultur konjungtiva negatif pada 130 pasien

(35,3%). Kultur spesimen konjungtiva diperoleh

sepanjang tahun. Pasien datang ke unit gawat

darurat pada bulan April sampai november secara

bermakna memiliki kultur negatif (P .001) (Gambar 2).

Pada pasien dengan kultur positif, Haemophilus

influenzae dan Streptococcus pneumoniae menyumbang

sebagian besar kultur bakteri (Tabel 1).

Asosiasi antara variabel demografi, klinis dan

hasil dari kultur konjungtiva terdaftar pada Tabel 2. Enam

belas variabel prediktor yang memenuhi syarat untuk

masuk ke dalam analisis regresi multivariat adalah 5

variabel yang secara independen terkait dengan kultur

negatif konjungtiva yaitu usia 6 tahun dan lebih tua, presentasi pada bulan April sampai November,

tidak ada atau sekret encer, adanya mata lengket di pagi hari, dan fotofobia. Namun, fotofobia

dilaporkan tak diperoleh dalam 99 pasien (26,9%), yang semuanya lebih muda dari 6 tahun.

Page 5: Naila Jurnal Konj

5

Karena usia median dari sampel 3 tahun dan karena fotofobia merupakan prediktor yang

tidak dapat diandalkan pada anak-anak muda, sehingga dihapus dan menghasilkan 4 variabel

yang ditampilkan dalam Tabel 3. Sebuah model dibuat dengan menggunakan kombinasi dari 4

variabel untuk memprediksi probabilitas kultur konjungtiva negatif (Tabel 4). Menggunakan model

ini, anak tanpa prediktor akan memiliki kultur negatif sebesar 11,8%, sedangkan seorang anak

dengan 4 prediktor akan memiliki kultur negatif sebesar 92,3%.

Hasil subanalyses untuk anak-anak di atas dan di bawah usia 6 tahun dari cutoff point

dicatat dalam Tabel 5. Pada anak 6 tahun dan lebih tua, muncul "tidak sakit tenggorokan" sebagai

variabel prediktor tambahan. Pada anak-anak lebih muda dari 6 tahun, hanya 2 variabel yang

ditemukan secara independen terkait dengan kultur negatif. Model prediksi untuk kedua kelompok

usia diberikan dalam Tabel 6.

2.5 Diskusi

Meskipun konjungtivitis merupakan salah satu kondisi yang sering terjadi, beberapa studi

telah berfokus pada diagnosis klinis. Terlebih lagi, meskipun pasien yang paling mungkin memiliki

kondisi ini adalah anak-anak, ada beberapa studi bahkan lebih sedikit yang melibatkan pasien

anak. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa dokter anak mendiagnosa sebagai

konjungtivitis bakteri atau nonbakterial hanya sekitar setengah dari waktu tetapi meresepkan

antibiotik topikal untuk kebanyakan anak.

Page 6: Naila Jurnal Konj

6

Patel dkk meneliti 111 anak-anak dengan konjungtivitis akut pada faktor klinis penelitian

untuk membedakan bakteri dari penyebab nonbakterial. Prevalensi dasar konjungtivitis bakteri

dalam kelompok mereka adalah 78%. Mereka menemukan 2 variabel, riwayat kelopak mata

lengket atau temuan fisik cairan berlendir atau purulen, untuk menjadi yang paling prediktif dari

penyebab bakteri. Namun, ada beberapa keterbatasan penting studi mereka. Dengan

mengecualikan anak-anak dengan "riwayat alergi, diagnosis konjungtivitis alergi, atau gejala lain

dari alergi.” Selain itu, mereka menggunakan sampel kemudahan dan mungkin memiliki sampel

anak-anak di bagian-bagian tertentu dari tahun ketika insiden penyakit bakteri lebih umum

Literatur menunjukkan bahwa prevalensi konjungtivitis bakteri pada orang dewasa adalah

sekitar 35%, menunjukkan bahwa semakin tua usia anak maka kemungkinan kultur yang positif

menurun. Penelitian oleh Patel et al termasuk anak-anak hingga usia 18 tahun tapi tidak terdapat

perbedaan yg signifikan pada anak dengan dan tanpa kultur positif. Ini mungkin karena ukuran

sampel yang relatif kecil mereka dan kenyataan bahwa kebanyakan pasien menyajikan dengan

konjungtivitis akut bayi dan balita.

Kami berusaha untuk mengidentifikasi anak-anak beresiko rendah untuk konjungtivitis

bakteri berdasarkan sejarah dan temuan pemeriksaan fisik. Kami memilih untuk mendefinisikan

risiko rendah sebagai probabilitas tinggi kultur negatif karena kami percaya bahwa definisi ini akan

sangat berguna untuk dokter. Anak-anak dengan kultur negatif yang paling mungkin memiliki virus

atau konjungtivitis alergi dan tidak perlu antibiotik topikal.

Usia 6 tahun keatas, tanpa ada mata lengket pada pagi hari, tak ada discharge, dan

pasien yang datang pada April-November terbanyak ditemukan dengan kultur bakteri negative.

Kami mengkombinasikan 4 prediksi ini dan membuat keputusan. Bahwa, 3 dari 4 prediksi yang

ada, kemungkinan anak memiliki kultur negative tinggi. Ketika semua prediksi ditemukan, maka

kemungkinan meningkat hingga 90%. Aturan ini memungkinkan dokter untuk memutuskan berapa

banyak variabel perlu hadir sebelum ia menggunakan antibiotik.

Terlepas dari kenyataan bahwa kebanyakan kasus konjungtivitis terjadi pada anak yang

lebih muda, banyak faktor klasik yang terkait dengan konjungtivitis nonbakterial (yaitu, mata gatal,

sensasi benda asing, membakar mata, sakit mata, fotofobia, dan sakit tenggorokan) tidak bisa

andal ditanyakan pada anak usia muda . Kami menemukan bahwa model ini lebih baik dilakukan

pada anak yang lebih tua daripada di sampel keseluruhan. Selain itu, ketika menganalisis anak-

anak hanya lebih tua, hanya 1 variabel subjektif tambahan, tidak sakit tenggorokan, dibantu dalam

prediksi kultur negatif.

Ada beberapa keterbatasan yang terkait dengan studi ini. Walaupun semua dokter

menerima pelatihan tentang koleksi spesimen untuk kultur pada implementasi studi, teknik

mungkin telah berubah sepanjang waktu, dan pelatihan kembali adalah variabel. Hal ini juga

Page 7: Naila Jurnal Konj

7

mungkin bahwa dokter tidak mungkin telah memperoleh spesimen yang memadai karena

kurangnya kerjasama pasien. Namun, persentase terbesar dari kultur positif diperoleh pada anak-

anak muda, yang sering tidak kooperatif. Selain itu, populasi pasien terletak di Amerika Serikat

timur laut, di mana ada variasi musiman dalam penyebab konjungtivitis. Kawasan yang mengalami

kurang variasi musiman dapat menemukan aturan prediksi kurang bermanfaat.

Keterbatasan lain adalah bahwa kita tidak menentukan durasi pasti dari gejala yang

diperlukan untuk mendefinisikan konjungtivitis pasien sebagai akut. Ada kemungkinan bahwa

praktisi mungkin telah mengecualikan beberapa pasien yang gejalanya mereka tidak merasa yang

akut. Namun, analisis post hoc dari data ini menunjukkan bahwa hanya 2 pasien (0,5%) disajikan

dengan gejala berlangsung lebih lama dari 14 hari.

Penelitian ini dirancang untuk membantu dokter dalam membuat diagnosis konjungtivitis

nonbakterial. Hal ini masih belum jelas apakah semua anak dengan konjungtivitis bakteri harus

diobati dengan antibiotik topikal awalnya atau apakah menunggu dan melihat pendekatan, seperti

yang disarankan oleh Everitt et al, adalah strategi yang lebih baik. Sedangkan beberapa studi telah

menunjukkan bahwa kebanyakan anak dengan konjungtivitis bakteri akan menunjukkan

kesembuhan klinis setelah seminggu tanpa pengobatan, yang lain telah menyarankan bahwa

anak-anak dengan konjungtivitis bakteri lebih cepat sembuh ketika diobati dengan antibiotik.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Definisi

Konjungtivitis bacterial adalah Peradangan pada konjungtiva yang disebabkan Oleh

Streptokokus, Corynebacterium diptherica, Pseudomonas, neisseria, dan hemophilus. 3

Terdapat dua bentuk konjungtivitis bacterial: akut (dan subakut) dan menahun. Penyebab

konjungtivitis bakteri paling sering adalah Staphylococcus, Pneumococcus, dan Haemophilus.

Konjungtivitis bacterial akut dapat sembuh sendiri bila disebabkan mikroorganisme seperti

Page 8: Naila Jurnal Konj

8

Haemophilus influenza. Lamanya penyakit dapat mencapai 2 minggu jika tidak diobati dengan

memadai. 3

Konjungtivitis akut dapat menjadi menahun. Pengobatan dengan salah satu dari sekian

antibacterial yang tersedia biasanya mengenai keadaan ini dalam beberapa hari. Konjungtivitis

purulen yang disebabkan Neisseria gonorroeae atau Neisseria meningitides dapat menimbulkan

komplikasi berat bila tidak diobati secara dini, 4

3.2 Diagnosis

Hiperemi Konjungtiva

Edema kelopak dengan kornea yang jernih

Kemosis : pembengkakan konjungtiva

Mukopurulen atau Purulen4

3.3 Pemeriksaan

Pemeriksaan tajam penglihatan

Pemeriksaan segmen anterior bola mata

Sediaan langsung (swab konjungtiva untuk pewarnaan garam) untuk mengindentifikasi

bakteri, jamur dan sitologinya. 5

Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan menular ke sebelah oleh tangan. Infeksi dapat

menyebar ke orang lain melalui bahan yang dapat menyebarkan kuman seperti seprei, kain, dll.1,5

3.4 Pemeriksaan Laboratorium

Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bacterial, organism dapat diketahui dengan

pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas dengan pulasan Gram atau

Giemsa; pemeriksaan ini mengungkapkan banyak neutrofil polimorfonuklear.1,2,3 Kerokan

konjungtiva untuk pemeriksaan mikroskopik dan biakan disarankan untuk semua kasus dan

diharuskan jika penyakit itu purulen, bermembran atau berpseudomembran. Studi sensitivitas

antibiotika juga baik, namun sebaiknya harus dimulai terapi antibiotika empiric. Bila hasil sensitifitas

antibiotika telah ada, tetapi antibiotika spesifik dapat diteruskan. 6

3.5 Terapi

Prinsip terapi dengan obat topical spectrum luas. Pada 24 jam pertama obat diteteskan

tiap 2 jam kemudian pada hari berikutnya diberikan 4 kali sehari selama 1 minggu. Pada malam

harinya diberikan salep mata untuk mencegah belekan di pagi hari dan mempercepat

penyembuhan1, 3

Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan agen mikrobiologiknya.

Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat mulai dengan terapi topical antimikroba. Pada

setiap konjungtivitis purulen, harus dipilih antibiotika yang cocok untuk mengobati infeksi N

Page 9: Naila Jurnal Konj

9

gonorroeae, dan N meningitides. Terapi topical dan sistemik harus segera dilkasanakan setelah

materi untuk pemeriksaan laboratorium telah diperoleh. 4,6

Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, saccus konjungtiva harus dibilas dengan

larutan garam agar dapat menghilangkan secret konjungtiva. Untuk mencegah penyebaran

penyakit ini, pasien dan keluarga diminta memperhatikan secara khusus hygiene perorangan. 1,4

3.6 Perjalanan dan Prognosis

Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri, infeksi dapat berlangsung

selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3 hari, kecuali konjungtivitis stafilokokus (yang

dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan memasuki tahap mnehun) dan konjungtivitis

gonokokus (yang bila tidak diobati dapat berakibat perforasi kornea dan endoftalmitis). Karena

konjungtiva dapat menjadi gerbang masuk bagi meningokokus ke dalam darah dan meninges,

hasil akhir konjungtivitis meningokokus adalah septicemia dan meningitis.1,4

Konjungtivitis bacterial menahun mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan menjadi

masalah pengobatan yang menyulitkan.

3.7 Pencegahan

Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudahmembersihkan atau men-

goleskan obat, penderita harus mencuci tangannya bersih-bersih.

Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata yang

sakit.

Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan penghuni rumah lain-

nya.8

Page 10: Naila Jurnal Konj

10

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Komunitas medis prihatin tentang penggunaan antibiotik yang berlebihan dan tingkat

resistensi bakteri yang berkembang pesat. Data ini menunjukkan bahwa kombinasi 4 faktor klinis

(usia 6 tahun, presentasi pada bulan April-November, discarghe (-), dan tidak adanya mata lengket

di pagi hari) dapat membantu dokter dalam mengidentifikasi anak-anak beresiko rendah untuk

konjungtivitis bakteri. Jika temuan ini divalidasi pada populasi lain, kita mungkin dapat membatasi

administrasi rutin obat antibiotik untuk anak-anak dengan konjungtivitis akut.

Page 11: Naila Jurnal Konj

11

DAFTAR PUSTAKA

1. Schappert SM, Burt CW. Ambulatory care visits to physician offices, hospital outpatient departments,

and emergency departments: United States, 2001–02. Vital Health Stat 13. 2006;159(159):1-66.

2. Gigliotti F, Hendley JO, Morgan J, Michaels R, Dickens M, Lohr J. Efficacy of topical antibiotic therapy

in acute conjunctivitis in children. J Pediatr. 1984; 104(4):623-626.

3. Rose PW, Harnden A, Brueggemann AB, et al. Chloramphenicol treatment for acute infective con-

junctivitis in children in primary care: a randomised doubleblind placebo-controlled trial. Lancet.

2005;366(9479):37-43.

4. Buznach N, Dagan R, Greenberg D. Clinical and bacterial characteristics of acute bacterial conjunc-

tivitis in children in the antibiotic resistance era. Pediatr Infect Dis J. 2005;24(9):823-828.

5. Rietveld RP, van Weert HC, ter Riet G, Bindels PJ. Diagnostic impact of signs and symptoms in acute

infectious conjunctivitis: systematic literature search [abstract]. BMJ. 2003;327(7418):789.

6. Everitt H, Little P. How do GPs diagnose and manage acute infective conjunctivitis? a GP survey.

Fam Pract. 2002;19(6):658-660.

7. Leibowitz HW, Pratt MV, Flagstad IJ, Berrospi AR, Kundsin R. Human conjunctivitis, I: diagnostic

evaluation. Arch Ophthalmol. 1976;94(10):1747-1749.

8. Rietveld RP, ter Riet G, Bindels PJ, Sloos JH, van Weert HC. Predicting bacterial cause in infectious

conjunctivitis: cohort study on informativeness of combinations of signs and symptoms. BMJ.

2004;329(7459):206-210.

9. Patel PB, Diaz MC, Bennett JE, Attia MW. Clinical features of bacterial conjunctivitis in children. Acad

Emerg Med. 2007;14(1):1-5.

10. Pelletier J, Haim L, Patel NS. Comment on “Clinical features of bacterial conjunctivitis in children.”

Acad Emerg Med. 2007;14(8):759-760, author reply 760.

11. Everitt HA, Little PS, Smith PW. A randomised controlled trial of management strategies for acute in -

fective conjunctivitis in general practice [published correction appears in BMJ. 2006;333(7566):468].

BMJ. 2006;333(7563):321.

Page 12: Naila Jurnal Konj

12

12. Granet DB, Dorfman M, Stroman D, Cockrum P. A multicenter comparison of polymyxin B sulfate/

trimethoprim ophthalmic solution and moxifloxacin in the speed of clinical efficacy for the treatment of

bacterial conjunctivitis. J Pediatr Ophthalmol Strabismus. 2008;45(6):340-349.

13. Sheikh A, Hurwitz B. Antibiotics versus placebo for acute bacterial conjunctivitis [update of: Cochrane

Database Syst Rev. 2000;(2):CD001211]. Cochrane Database Syst Rev. 2006;(2):CD001211.