18
114 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan NAMLAI KERNE: KEARIFAN LOKAL DAN KETAHANAN PANGAN MASYARAKAT DESA WERWARU KECAMATAN MOA KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA NAMLAI KERNE: LOCAL WISDOM AND FOOD SECURITY OF WERWARU VILLAGE COMMUNITY MOA DISTRICT SOUTHWEST MALUKU REGENCY Melisa Pratiwi Ohleky, August. E. Pattiselanno, Raihana Kaplale Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura Jln. Ir. M. Putuhena, Kampus Poka, Ambon, 97233 E mail: [email protected]. [email protected]. [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran kearifan lokal bagi masyarakat desa Werwaru. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode observasi partisipan, wawancara mendalam (in-depth interview) dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif berupa kata- kata tertulis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kearifan lokal Namlai Kerne memiliki peran yang sangat penting bagi masyarakat Desa Werwaru baik itu sebagai sumber ketahanan pangan, sebagai alat tukar (barter) dan sebagai salah satu sumber pendapatan. Dengan adanya Namlai Kerne, mempermudah masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari. Selain sebagai sumber pangan sehari-hari masyarakat, Namlai Kerne juga dapat dijadikan sebagai alat tukar (barter) dan juga dijadikan sebagai sumber pendapatan dengan cara dijual kepada konsumen. Kata kunci: Kearifan lokal; ketahanan pangan; namlai kerne Abstract This study was aimed to find out the role of local wisdom for Werwaru village community. This research was conducted by using participant observation method, in-depth interview and documentation. Data analysis was done by using qualitative descriptive analysis in the form of written words. The results showed that the local wisdom of Namlai Kerne had a very important role for the people of Werwaru village either as a source of food security, as a means of exchange (barter) or as a source of income. Namlai Kerne facilitates the community in meeting the needs of daily food. Apart from being a daily food source of society, Namlai Kerne also can be used as a means of exchange (barter) and as a source of income by selling to consumers. Key words: Local wisdom; food security; namlai kerne

NAMLAI KERNE: KEARIFAN LOKAL DAN KETAHANAN PANGAN

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: NAMLAI KERNE: KEARIFAN LOKAL DAN KETAHANAN PANGAN

114 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan

NAMLAI KERNE: KEARIFAN LOKAL DAN KETAHANAN

PANGAN MASYARAKAT DESA WERWARU

KECAMATAN MOA KABUPATEN

MALUKU BARAT DAYA

NAMLAI KERNE: LOCAL WISDOM AND FOOD SECURITY OF

WERWARU VILLAGE COMMUNITY MOA DISTRICT SOUTHWEST

MALUKU REGENCY

Melisa Pratiwi Ohleky, August. E. Pattiselanno, Raihana Kaplale

Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura

Jln. Ir. M. Putuhena, Kampus Poka, Ambon, 97233

E – mail: [email protected].

[email protected].

[email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran kearifan lokal bagi masyarakat desa Werwaru.

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode observasi partisipan, wawancara

mendalam (in-depth interview) dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan

analisis deskriptif kualitatif berupa kata- kata tertulis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

kearifan lokal Namlai Kerne memiliki peran yang sangat penting bagi masyarakat Desa Werwaru

baik itu sebagai sumber ketahanan pangan, sebagai alat tukar (barter) dan sebagai salah satu

sumber pendapatan. Dengan adanya Namlai Kerne, mempermudah masyarakat dalam memenuhi

kebutuhan pangan sehari-hari. Selain sebagai sumber pangan sehari-hari masyarakat, Namlai

Kerne juga dapat dijadikan sebagai alat tukar (barter) dan juga dijadikan sebagai sumber

pendapatan dengan cara dijual kepada konsumen.

Kata kunci: Kearifan lokal; ketahanan pangan; namlai kerne

Abstract

This study was aimed to find out the role of local wisdom for Werwaru village community. This

research was conducted by using participant observation method, in-depth interview and

documentation. Data analysis was done by using qualitative descriptive analysis in the form of

written words. The results showed that the local wisdom of Namlai Kerne had a very important

role for the people of Werwaru village either as a source of food security, as a means of exchange

(barter) or as a source of income. Namlai Kerne facilitates the community in meeting the needs of

daily food. Apart from being a daily food source of society, Namlai Kerne also can be used as a

means of exchange (barter) and as a source of income by selling to consumers.

Key words: Local wisdom; food security; namlai kerne

Page 2: NAMLAI KERNE: KEARIFAN LOKAL DAN KETAHANAN PANGAN

115 Volume 5 No. 2 Juni 2017

Pendahuluan

Seiring bertambahnya jumlah penduduk maka masalah ketersediaan pangan

bagi masyarakat semakin menjadi masalah yang besar. Permasalahan pangan

kemudian didukung oleh perubahan iklim yang menyebabkan produksi semakin

menurun. Hal ini tentunya menjadi ancaman serius terhadap masalah ketahanan

pangan di pulau-pulau kecil. Ketahanan pangan menurut Kartasasmita dalam

(Wahid, 2014) adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang

tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,

aman, merata, dan terjangkau.

Kebijakan yang diturunkan oleh pemerintah dalam aplikasinya belum

banyak mendukung pangan lokal sebagai pangan pokok melainkan berfokus pada

pangan nasional yang pada prakteknya tiap-tiap daerah berbeda. Maluku

merupakan salah satu Provinsi yang terletak di bagian timur Indonesia yang

memiliki banyak kearifan lokal yang layak dikembangkan. Salah satu kabupaten

di Maluku yaitu Maluku Barat Daya (MBD). Kabupaten ini merupakan kabupaten

yang letaknya jauh dari Ibu kota Provinsi Maluku, serta memilik kondisi geografis

yang terdiri dari pulau- pulau sehingga proses pertumbuhan ekonomi di daerah ini

menjadi terhambat. oleh karena letaknya yang jauh, menjadi salah satu

permasalahan yakni pendistribusian pangan (beras).

Menurut Zamroni dalam Sumedi dan Jhauhari (2014) faktor kurang

memadainya infrastruktur, terutama transportasi pada wilayah terpencil menjadi

kendala pendistribusian bahan pangan. Hal ini tentu menjadi permasalahan besar

terhadap pangan di pulau-pulau kecil. Disisi lain, kondisi iklim di Kabupaten

MBD terdiri dari musim hujan dan musim panas (paceklik). Namun, karena

musim panas yang lebih lama (8 bulan) daripada musim hujan (4 bulan)

menyebabkan masalah bagi ketersediaan pangan lokal pada masyarakat setempat.

Hal ini ditambah lagi dengan sifat dari produk pertanian yang bulky dan mudah

rusak, membuat masyarakat harus memiliki pengetahuan dalam mengolah pangan

lokal (singkong) agar bisa bertahan dalam waktu yang lebih lama. Kebiasaan

masyarakat dalam mengolah pangan didasarkan pada pengetahuan setempat

Page 3: NAMLAI KERNE: KEARIFAN LOKAL DAN KETAHANAN PANGAN

116 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan

(kearifan lokal) yang sudah ada sejak zaman nenek moyang dan masih dilakukan

sampai saat ini.

Keberlangsungan kearifan lokal akan tercermin dalam nilai-nilai yang

berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu. Nilai-nilai tersebut menjadi

pegangan kelompok masyarakat tertentu yang biasanya akan menjadi bagian

hidup tak terpisahkan yang dapat diamati melalui sikap dan perilaku mereka

sehari-hari. Kearifan lokal dalam proses pengolahan pangan lokal sebagai sumber

karbohidrat masyarakat di pedesaan yang biasa dikonsumsi adalah jagung, ubi

kayu, ubi jalar, talas, ganyong (sebek), surak, gembili (kemilik), uwi dan perenggi

(Tupan, 2005).

Desa Werwaru merupakan salah satu desa di Kabupaten Maluku Barat

Daya yang memiliki cara sendiri dalam mengolah pangan lokalnya. Tradisi

tersebut sudah menjadi satu strategi dalam menjaga ketersediaan pangan

sepanjang tahun. Salah satu kearifan lokal Desa Werwaru yaitu mengolah

singkong menjadi singkong kering (Namlai Kerne). Kearifan lokal tersebut telah

lahir dan berkembang dari generasi ke generasi seolah-olah bertahan dan

berkembang dengan sendirinya. Nilai tersebut telah menjadi norma yang

mengatur bagaimana setiap anggota masyarakat harus berperilaku baik terhadap

sesama manusia, tumbuhan dan dan hewan serta sumber daya alam lingkungan,

(Pattinama 2013). Selain itu, kondisi iklim yang selalu berubah-ubah juga

membuat masyarakat Desa Werwaru harus mampu menjaga ketersediaan pangan

mereka sepanjang waktu, dengan teknologi pengolahan yang masih bersifat

tradisional.

Hasil penelitian lain dilakukan oleh Wahid (2014), terdapat hubungan

yang tidak dapat terpisahkan antara kearifan lokal dan ketahanan pangan. Hal ini

disebabkan karena untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional basisnya adalah

ketahanan pangan daerah dan ketahanan pangan daerah sendiri berbasis pada

kearifan lokalnya (Wahid, 2014). Oleh karena kearifan lokal memiliki peranan

penting dalam mendukung ketahanan di pulau-pulau kecil seperti di Maluku, serta

mengingat kearifan lokal masing-masing daerah berbeda.

Page 4: NAMLAI KERNE: KEARIFAN LOKAL DAN KETAHANAN PANGAN

117 Volume 5 No. 2 Juni 2017

Berdasarkan uraian penjelasan diatas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah: 1). Bagaimana proses pembuatan Namalai Kerne, 2). Nilai-

nilai kearifan lokal apa yang terkandung dalam Namlai Kerne, dan 3). Bagaimana

peran kearifan lokal (Namlai Kerne) bagi masyarakat Desa Werwaru

maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu: 1). Untuk mengetahui

proses pembuatan Namlai Kerne, 2). Untuk mengetahui nilai kearifan lokal dalam

Namlai Kerne, dan 3). Untuk mengetahui bagaimana peran Namlai Kerne dalam

mewujudkan ketahanan pangan di Desa Werwaru. Hasil dari penelitian ini

diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi peneliti lain dalam penelitian

tentang kearifan lokal.

Metode Penelitian

Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja dengan memilih desa yang

masyarakatnya sebagian besar berperan dalan pengolahan singkong kering

(Namlai Kerne) yaitu di Desa Werwaru, Kecamatan Moa, Kabupaten Maluku

Barat Daya.

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode purposive

sampling, yaitu dengan memilih petani singkong sebagai informan kunci

sebanyak 12 orang yang telah lama menjadi petani minimal 5 tahun dan

cenderung mengolah singkong menjadi singkong kering (Namlai Kerne).

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam

penelitian kualitatif metode yang biasanya dimanfaatkan adalah wawancara,

pengamatan, dan studi literatur. Sumber data terdiri dari dua, yaitu: Data primer,

yaitu data yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan informan.

Wawancara akan dilakukan kepada informan terpilih berdasarkan observasi yang

telah dilakukan. Teknik ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Bugin (2011:

79) bahwa penelitian kualitatif menggunakan metode pengumpulan data seperti

wawancara yang mendalam, observai partisipan dan lain-lain.

Data sekunder yaitu data dikumpulkan melalui instansi-instansi terkait

seperti kantor desa, teori-teori yang relevan dari literatur, surat kabar, dan hasil

Page 5: NAMLAI KERNE: KEARIFAN LOKAL DAN KETAHANAN PANGAN

118 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan

karya para peneliti terdahulu yang berkaitan dengan masalah yang diteliti,

perpustakan dan lain-lain. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode

analisis kualitatif. Moeleong yang diacu dalam Subandi (2011), mendefinisikan

metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan atau dari bentuk tindakan kebijakan.

Hasil dan Pembahasan

Karakteristik Responden

Masyarakat Desa Werwaru sembilan puluh persen berprofesi sebgai petani.

Dengan pofesi ini, masyyrakat memiliki cara tersendiri dalam pemenuhan pangan

sehari-hari. Proses pemenuhan pangan dilakukan dengan berdasar pada

pengetahuan lokal yang dimiliki untuk mengolah pangan lokal daera setempat.

Salah satu pangan lokal yaitu singkong yang diolah menjadi singkong kering

(Namlai Kerne). Upaya untuk mengetahui keberadaan Namlai Kerne sebagai

kearifan lokal masyarakat desa Werwaru dapat ditelaah melalui karakteristik dari

penduduk yang dijadikan sebagai responden.

Karakteristik responden terdiri dari umur, tingkat pendidikan, jumlah

anggota keluarga, tingkat pendapatan dan lama berusaha tani yang merupakan

faktor yang mempengaruhi kemampuan petani dalam berusaha dan bekerja.

Karaktetristik responden dapat dijadikan sebagai acuan untuk melihat kemampuan

kinerja petani di lokasi penelitian.

Gambaran Umum Namlai Kerne

Namlai Kerne merupakan salah satu kearifan lokal masyarakata Desa

Werwaru yang sudah ada sejak zaman nenek moyang, dan sampai saat ini masih

menjadi tradisi masyarakat petani dalam menjaga ketersediaan pasokan pangan

sepanjang tahun. Namlai Kerne merupakan bahasa daerah Moa yang berarti

singkong kering, yang telah menjadi pangan lokal masyarakat setempat serta

menjadi andalan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pangan dan mengatasi

ancaman dari bahaya kelaparan atau krisis pangan (Fadhila, 2013). Sebelum

menjadi Namlai Kerne, ada beberapa tahapan yang dilakukan petani dengan

Page 6: NAMLAI KERNE: KEARIFAN LOKAL DAN KETAHANAN PANGAN

119 Volume 5 No. 2 Juni 2017

menggunakan teknik pengolahan yang wariskan dari orang tua dan leluhur

mereka.

Proses Pembuatan Namlai Kerne

Modifikasi bentuk Namlai Kerne yang dilakukan petani sekarang meskipun

berbeda dengan petani yang dulu, namun tahapan proses pembuatan Namlai

Kerne tidak sedikitpun berubah. Thenu (2013) menjelaskan bahwa pola

pengolahan pangan bersifat sederhana sesuai dengan kebiasaan masyarakat,

sehingga ditemui berbagai jenis produk olahan instan (siap di konsumsi) dan

diolah seperlunya, namun dapat memperpanjang masa simpan dan meningkatkan

nilai tambah produk. Sebelum melakukan pengolahan Namlai Kerne, petani

mengambil hasil produksi singkong di kebun. Proses pengambilan singkong di

kebun dilakukan pada sore hari dengan menggunakan alat transportasi roda dua

dan berjalan kaki. Peralatan yang digunakan yaitu parang, karung dan bakul.

Responden mengambil hasil produksi dibantu oleh suami/ istri serta anak-anak.

Ketika sampai dikebun, mereka mencabut pohon singkong dengan jumlah sesuai

keinginan responden kemudian umbinya dilepaskan dari pohon, dibersihkan dari

tanah- tanah yang menempel dan dimasukan kedalam wadah yang telah disiapkan

dan diangkut ke rumah. Pengambilan singkong dilakukan pada sore hari dengan

tujuan agar proses pengolahan dapat dilakukan pada malam hari karena singkong

sudah tersedia di rumah.

Gambar 1. Panen singkong

Page 7: NAMLAI KERNE: KEARIFAN LOKAL DAN KETAHANAN PANGAN

120 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan

Petani Desa Werwaru masih menggunakan teknik pengolahan yang

digunakan oleh orang tua mereka pada zaman dulu. Tahapan proses pembuatan

Namlai Kerne dapat dijelaskan sebagai berikut:

Langkah pertama yang dilakukan dalam proses pembuatan Namlai Kerne

adalah Singkong yang telah tersedia di rumah, selanjutnya akan dibersihkan.

Proses pembersihan biasanya dilakukan pada malam hari. Tahapan dari proses

pembersihan meliputi:

Gambar 2. Proses pengupasan singkong

Pengupasan adalah proses melepaskan kulit dari umbi. Dalam proses ini,

semua anggota keluarga terlibat untuk melakukan kegiatan ini. Namun tidak

hanya anggota keluarga tetapi ada tetangga-tetangga yang datang membantu

responden. Warga yang datang membantu, tidak dipanggil oleh responden tetapi

datang dengan inisiatif sendiri. Aksi juga dibalas oleh responden pada kesempatan

lain jika responden tidak mengolah Namlai Kerne pada saat yang bersamaan.

Ketika warga datang membantu responden untuk pembersihan singkong, maka

responden wajib memberikan minuman (sopi) sebagai balas budi selama proses

pembersiha, Sikap memberi minuman bagi tamu sudah menjadi tradisi dan cara

hidup masyarakat Desa Werwaru yang dinamakan hnyoli leta.

Page 8: NAMLAI KERNE: KEARIFAN LOKAL DAN KETAHANAN PANGAN

121 Volume 5 No. 2 Juni 2017

Gambar 3. Singkong dicuci

Setelah singkong dikupas, langkah selanjutnya adalah singkong dicuci

dengan menggunakan air dan sikat pakaian. Air diisi dalam wadah (loyang),

kemudian singkong yang sudah dikupas dimasukan kedalam wadah lalu dicuci

menggunakan sikat. Proses ini biasanya dilakukan oleh anak perempuan

responden.

Gambar 4. Singkong dibelah

Singkong yang telah bersih, kemudian di belah dan uratnya dilepaskan.

Proses ini biasanya dilakukan oleh semua anggota keluarga dan tetangga yang

datang membantu. Setelah urat singkong dilepaskan dan ukuran singkong masih

lebar maka akan dibelah sekali lagi untuk mempermudah dalam proses

Page 9: NAMLAI KERNE: KEARIFAN LOKAL DAN KETAHANAN PANGAN

122 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan

selanjutnya. Semua singkong yang sudah dibelah, akan ditaruh dalam wadah atau

dianginkan diatas karung sampai besoknya baru dilanjutkan proses pengolahan.

Gambar 5. Pengirisan singkong

Proses pengirisan singkong dilakukan dengan cara dipotong setipis mungkin

dengan ukuran kira-kira 0,5cm. Singkong dipotong sekecil mungkin dengan

tujuan agar mempercepat dalam proses pengeringan. Apabila singkong terlalu

tebal, maka waktu pengeringan yang dibutuhkan akan lebih lama dari yang

diharapkan. Kegiatan pengirisan dilakukan pada waktu subuh sekitar pukul 04.00

Wit, dengan tujuan setalah fajar maka proses pengirisan selesai dan langsung

dijemur diibawah sinar matahari. Kegiatan pengirisan membutuhkan waktu yang

lebih lama dan biasanya yang melakukan kegiatan ini adalah ibu-ibu kerana ibu-

ibu memiliki keterampilan (lebih cepat) dalam memotong singkong secara tipis.

Gambar 6. Proses pengeringan singkong

Page 10: NAMLAI KERNE: KEARIFAN LOKAL DAN KETAHANAN PANGAN

123 Volume 5 No. 2 Juni 2017

Pengeringan dilakukan dengan tujuan mengurangi kadar air pada singkong.

Proses pengeringan yang dilakukan responden bersifat manual tanpa

menggunakan mesin pengering. Responden hanya menjadikan sinar matahari

sebagai satu-satunya sumber pengeringan. Oleh karena itu proses pengeringan

seringkali mengalami masalah atau hambatan apabila ada perubahan cuaca (hujan)

secara tiba-tiba. Lama penyinaran rata-rata adalah tiga hari penuh, jika

penyinarannya tidak penuh selama tiga hari maka proses pengeringan bisa lebih

dari tiga hari. Proses pengeringan dilakukan dengan menggunakan tikar (ukce)

yang dibuat dari daun koli. Pengeringan dilakukan saat matahari terbit dengan

cara membuka tikar di pekarangan yang luas kemudian singkong yang sudah

diiris, disiram diatas tikar dan disebar secara merata. Setelah sore (pukul 17.00

wit), singkong diangkat dan dimasukan kedalam karung. Karung digunakan

sebagai wadah penyimpanan sementara selama 3 hari sebelum dimasukan

kedalam drum.

Gambar 7. Proses penyimpanan singkong

Penyimpanan dilakukan apabila singkong sudah menjadi Namlai Kerne.

Waktu penyimpanan tidak dilakukan sesuai keinginan responden semata tetapi

waktu penyimpanan harus dilakukan setelah 3 hari dikeringkan dan pada hari

akan disimpan maka responden harus menjemur Namlai Kerne dari pagi (09.00)

sampai siang (14.00) baru diangkat dan dimasukan kedalam drum. Cara ini

dilakukan agar suhu panas pada Namlai Kerne tetap terjaga saat berada dalam

Page 11: NAMLAI KERNE: KEARIFAN LOKAL DAN KETAHANAN PANGAN

124 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan

drum. pola penyimpanan menggunakan wadah/media (kaleng, drum) bersifat

sederhana namun bisa memperpanjang masa simpan pangan Thenu (2013).

Nilai Kearifan Lokal Dalam Namlai Kerne

Kearifan lokal dapat juga disebut jawaban kreatif terhadap situasi geografis-

geopolitis, historis, dan situasional yang bersifat lokal (Hendro, 2012). Hal ini

berarti dengan kearifan lokal yang ada maka, masyarakat dapat memenuhi

kebutuhan pangan rumah tangga dengan mengolah pangan lokal yang ada.

Namlai Kerne sebagai bentuk kearifan lokal masyarakat di Desa Werwaru untuk

menjaga ketahanan pangan tidak terlepas dari nilai-nilai budaya yang telah ada

sejak dahulu. Nilai-nilai budaya ini berkaitan erat dengan pengetahuan masyarakat

Desa Werwaru terhadap peran Namlai Kerne dalam mengatasi permasalahan

pangan.

Menurut Nurdiani (2014), Kearifan lokal yang ada dalam masyarakat dapat

berupa: nilai, norma, kepercayaan, sanksi, dan aturan-aturan khusus. Bentuk

kearifan lokal akan menghasilkan suatu bentuk implementasi dalam menjaga

kesejahteraan pangan.

Untuk mengetahui lebih jelas mengenai nilai kearifan lokal, dapat dilihat

pada tabel 8.

Tabel 8. Nilai Namlai Kerne sebagai kearifan lokal

Nilai Kearifan Lokal Nilai Namlai Kerne

Gotong-royong Proses pengolahan Namlai Kerne tidak dilakukan oleh

pemilik sendiri tetapi dibantu oleh tetangga-tetangga, hal

didasarkan pada rasa saling peduli satu dengan yang lain.

Budaya Namlai Kerne sudah ada sejak zaman dulu dan telah

menjadi kebiasaan masyarakat sehingga tetap dilakukan

dari dulu sampai sekarang.

Ekonomi Namlai Kerne sering dijadikan sebagai sumber pendapatan

bagi petani selain sebagai sumber pangan.

Identitas Namlai Kerne meupakan identitas Desa Werwaru karena

sentra penghasil Namlai Kerne terbanyak di Kabupaten

MBD adalah Desa Werwaru

Page 12: NAMLAI KERNE: KEARIFAN LOKAL DAN KETAHANAN PANGAN

125 Volume 5 No. 2 Juni 2017

Berdasarkan tabel diatas maka nilai Namlai Kerne dapat dijelaskan sebagai

berikut: 1). Gotong royong. Sikap bekerja sama antar petani dengan tetangga

dalam pengolahan Namlai Kerne sudah menjadi cara hidup masyarakat yang biasa

dikenal dengan Hnyoli leta yang diartikan sebagai sesuatu sikap seseorang untuk

terlibat membantu dalam sebuah kegiatan kampung bersama orang-orang sekitar.

Dalam proses pembuatan Namlai Kerne, imbalan yang diberikan pada masyarakat

yang ikut membantu yakni pemberian sopi (sejenis minuman keras yang terbuat

dari bakal buah pohon koli melalui proses penyulingan). Pemberian sopi (arak)

untuk diminum (remnu arak) oleh warga yang ikut membantu dilaksanakan

bersamaan saat pekerjaan sedang berlangsung.

Oleh karena pentingnya nilai gotong-royong (hnyoli leta) serta untuk

menjaga agar tindakan kolektivitas dalam Namlai Kerne tetap terjaga, maka

pelanggaran terhadap norma tersebut diselesaikan dengan pendekatan

kekeluargaan. Tujuannya adalah untuk mengingatkan individu terhadap sikapnya

yang salah. Dalam penyelesaiannya, individu yang berbuat salah akan didatangi

oleh seorang warga yang dihormati oleh warga lain dan dianggap sebagai wakil

warga dalam memberikan nasihat. 2). Budaya. Namlai Kerne sudah menjadi

budaya petani Desa Werwaru secara turun- temurun. Pewarisan pengolahan

namlai kerne tidak secara tertulis tetapi dilakukan secara lisan dari generasi ke

generasi. 3). Ekonomi. Namlai Kerne tidak hanya sebagai sumber pangan bagi

petani tetapi dijadikan sebagai sumber pendapatan, tidak hanya dalam bentuk

uang tetapi juga ditukar dengan pangan lain seperti ikan asin dan ternak (babi). 4).

Identitas. Produksi Namlai Kerne terbesar adalah Desa Werwaru, itulah sebabnya

ketika ada permintaan konsumen terhadap Namlai Kerne maka tempat yang

mereka tuju untuk membeli adalah Desa Werwaru karena dianggap sebagai

penghasil Namlai Kerne. Berdasarkan data yang diperolah dari instansi terkait

seperti kantor Desa bahwa luas lahan untuk ubi kayu adalah 50 ha dengan total

produksi 500 ton/ tahun. Dengan demikian ketersediaan Namlai Kerne sepanjang

tahun didukung oleh jumlah produksi yang besar. Karena selain singkong sebagai

makanan pokok masyarakat Desa Werwaru, alasan lain mengapa harus adanya

Namlai Kerne adalah karena hasil produksi yang tinggi.

Page 13: NAMLAI KERNE: KEARIFAN LOKAL DAN KETAHANAN PANGAN

126 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan

Peran Namlai Kerne Bagi Masyarakat Petani

Kearifan lokal Namlai Kerne yang ada di Desa Werwaru memberikan

berbagai manfaat bagi para petani. Hal ini dapat dilihat dari beberapa peran

Namlai Kerne berikut ini.

Peran Namlai Kerne dalam menjaga ketahanan pangan

Ketahanan pangan menurut Kartasasmita dalam (Wahid, 2014) adalah

kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya

pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau.

Berdasarkan pendapat dari Kartasasmita dan dibuktikan dengan penelitian

langsung dilapangan, maka peran Namlai Kerne bagi masyarakat desa Werwaru

sangat penting dalam menjaga ketahanan pangan dilihat dari aspek ketahanan

pangan yaitu ketersediaan, kecukupan, aksesibilitas dan keamanan pangan.

Namlai Kerne di desa Werwaru dapat menjamin ketahanan pangan karena tersedia

sepanjang tahun, mudah diakses oleh semua jenis kalangan masyarakat, aman

untuk dikonsumsi dan dapat memenuhi kebutuhan pangan masyayrakat dari

waktu ke waktu. Ketersediaan pangan bagi masyarakat petani melalui

pengetahuan lokal yang dimiliki untuk mengolah sumber daya lokal yang tersedia.

Proses pengolahan sumber daya alam didasarkan pada kemampuan dan selera

petani dalam mengakses sumber daya lokal yang dimiliki. Kearifan lokal sebagai

sumber pemenuhan kebutuhan pangan rumah tangga tercermin dari tersedianya

stok pangan sepanjang tahun. Hal ini dijelaskan oleh Sopamena dkk (2017) bahwa

kearifan lokal sebagai pemenuhan kebutuhan pangan rumah tangga dengan

menggunakan strategi dalam pengolahan. Strategi yang digunakan dalam

mengolah komoditas pertanian menjadi produk yang tahan lama sehingga pangan

tetap tersedia sampai musim tanam berikutnya dengan berdasarkan pada

pengetahuan lokal setempat seperti mengolah jagung menjadi sereal, produk lain

juga seperti sinole.

Hasil wawancara dengan ibu M. L. Ibu M. L mengatakan bahwa:

Namlai Kerne merupakan pangan pokok, sehingga dilakukan

setiap musim panen dengan tujuan memenuhi kebutuuhan makan

Page 14: NAMLAI KERNE: KEARIFAN LOKAL DAN KETAHANAN PANGAN

127 Volume 5 No. 2 Juni 2017

sehari-hari. Ibu M. L mengatakan bahwa dari kecil mereka

dibiasakan orang tua memngkonsumsi Namlai Kerne sehingga

sampai saat ini mereka tidak bisa meninggalkan Namlai kerne

meskipun sudah ada pangan lain seperti beras.

Berdasarkan ringkasan wawancara maka dapat dijelaskan Namlai Kerne di

Desa Werwaru sangat berperan dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat

petani. Dalam mengkonsumsi Namlai Kerne, ada teknik pengolahan yang

dilakukan masyarakat seperti mengolah Namlai Kerne dengan pangan lain,

diselingkan dengan pangan lain sehingga Namlai Kerne tidak secara rutin

dikonsumsi setiap hari. Hal ini dijelaskan oleh Thenu (2013) bahwa pola

konsumsi masyarakat bervariasi (pola makan campuran). Pola campuran seperti

ini adalah suatu tradisi yang sudah terpola dan merupakan bentuk antisipasi

terhadap berbagai resiko seperti : musim, daya beli masyarakat dan ketersediaan

sumber lauk pelengkap. Berdasarkan pola penanganan pangan tersebutlah, maka

masyarakat tetap bertahan dalam kondisi apapun di wilayah kepulauan.

Masyarakat memiliki cara agar tidak bosan dalam mengkonsumsi Namlai Kerne

yaitu mencampurnya dengan pangan lain seperti jagung, dan kacang merah. Cara

pengolahannya yaitu jika masyarakat ingin mengkonsumsi Namlai Kerne sendiri

maka hanya direbus sampai matang kemudian dikonsumsi, tetapi jika ingin

mencampurnya dengan jagung atau kacang maka cara pengolahannya yaitu

kacang merah rebus terlebih dahulu sampai matang setelah itu namlai kerne

dicampur dengan kacang merah yang sudah matang dan direbus sampai matang

kemudian siapa dikonsumsi.

Peran Namlai Kerne dalam bidang ekonomi.

kearifan lokal berperan dalam meningkatkan ekonomi rumah tangga. Hal ini

dijelaskan oleh Lepp dkk dalam Batoro dan Jati (2017) yang menyatakan bahwa

masyarakat pedesaan harus mengeksplorasi budaya mereka dalam memperkuat

sumber daya ekonomi untuk pengembangan pembangunan masyarakat. hasil

wawancara dengan ibu E. L dan ibu B. S mengenai peran Namlai Kerne dalam

bidang ekonomi sebagai berikut.

Page 15: NAMLAI KERNE: KEARIFAN LOKAL DAN KETAHANAN PANGAN

128 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan

Wawancara dengan Ibu E. L di rumah Ibu E. L mengatakan bahwa

“Namlai Kerne sangat berperan dalam meningkatkan atau

menambah ekonomi keluarga. Hal ini saya rasakan dari hasil

penjualan Namlai Kerne digunakan untuk biaya pendidikan anak-

anak. Selain untuk biaya pendidikan, Namlai kerne juga dijual dan

hasil dari penjualan itu digunakan untuk membeli kebutuhan

rumah tangga seperti sembako. Jumlah Namlai Kerne yang terjual

saat wawancara adalah lima drum dengan total uang sebesar Rp

5.000.000”.

Namlai Kerne selain sebagai sumber pangan, juga sebagai sumber

pendapatan dalam keluarga. Proses penjualan menggunakan kaleng dengan berat

15 kg sebagai takaran dengan harga Rp 100.000,- per kaleng. Hampir semua

petani yang mengolah Namlai Kerne menjadikan namlai kerne sebagai salah satu

sumber pendapatan tambahan disamping pendapatan dari pangan lain. Dengan

demikian peran Namlai Kerne bagi petani dibidang ekonomi sangat penting

karena dapat membantu petani dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Peran Namlai Kerne sebagai alat tukar (barter)

Tidak hanya digunakan sebagai sumber pangan dan sumber pendapatan,

Namlai Kerne juga dijadikan sebagai alat tukar dengan pangan dan barang lain.

Seperti yang dialami oleh suku Maybrat yang dijelaskan oleh Pattiselanno dan

Mentansan (2010) bahwa masyarakat Ayfat melakukan proses tukar menukar

hasil buruan dengan barang lain seperti gelang dari kulit siput, gigi taring buaya

dan babi. Kegiatan perdagangan melalui proses barter dilakukan masyarakat Ayfat

untuk keperluan sosial budaya diantara sesama kelompok etnik. Hal serupa

dilakukan oleh masyarakat Desa Werwaru karena tidak semua pangan diproduksi

oleh petani dengan demikian mereka harus menukar Namlai Kerne dengan pangan

lain untuk memenuhi kebutuhan mereka. Pangan yang sering ditukar dengan

Namlai Kerne yaitu ikan segar, ikan asin, dan ternak seperti babi. Takaran untuk

proses barter yaitu jika ditukar dengan ikan segar maka 2 kg Namlai Kerne

ditukar dengan 1 tusuk ikan segar (20 ekor), sedangkan untuk ikan asin yang

Page 16: NAMLAI KERNE: KEARIFAN LOKAL DAN KETAHANAN PANGAN

129 Volume 5 No. 2 Juni 2017

berukurran besar, maka 4 kg Namlai Kerne ditukar dengan 1 tusuk ikan asn(10

ekor). Dan untuk ternak, 1 ekor anak babi dapat ditukar dengan 3 kaleng (150 kg)

Namlai Kerne. Karena letak Desa Werwaru yang jauh dari pantai membuat

masyarakat sulit mendapatkan ikan sebagai lauk oleh karena itu petani sering

menukar Namlai Kerne dengan ikan asin dan ikan segar dari desa dan pulau lain.

Kedalaman wawancara dengan responden mengenai peran Namlai Kerne

sebagai alat tukar sebagai berikut.

Wawancara dengan Ibu P. L di rumah Ibu P. L mengatakan bahwa

“Namlai Kerne yang dimiliki, sering ditukar dengan ikan segar

dan ikan asin dari penjual ikan. Pertukaran ini terjadi karena para

penjual ikan datang dan menawarkan ikan mereka dengan Namlai

kerne. Karena letak Desa Werwaru yang jauh dengan laut,

mengharuskan untuk menukar Namlai Kerne dengan ikan untuk

dikonsumsi.”

Berdasarkan hasil wawancara, maka diketahui bahwa Desa Werwaru selalu

didatangi penjual ikan dari pulau Luang untuk menukar ikan asin dengan Namlai

Kerne sementara dari desa tetangga di pulau Moa dan juga pulau Letti datang

menukar ikan segar dan ternak babi dengan Namlai Kerne. Proses tukar menukar

ini sudah dari zaman dulu, dan masih terjadi saat ini.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa: Nilai- nilai

yang terkandung didalam Namlai Kerne sebagai kearifan lokal yaitu nilai gotong-

royong, nilai budaya, nilai ekonomi dan nilai identitas. Namlai Kerne memiliki

beberapa peran terhadap petani yaitu; a) Sebagai sumber pangan. responden

menjadikan Namlai Kerne sebagai salah satu sumber pangan disamping pangan

lokal lainnya dalam pemenuhan kebutuhan pangan sehari-hari. b) Sumber

pendapatan. Namlai Kerne sebagai sumber pendapatan, karena dapat diuangkan.

Meskipun tidak ada prasarana (pasar) yang menampung produk ini namun ada

konsumen yang datang membeli langsung dirumah. Namlai Kerne dijual dengan

Page 17: NAMLAI KERNE: KEARIFAN LOKAL DAN KETAHANAN PANGAN

130 AGRILAN : Jurnal Agribisnis Kepulauan

menggunakan ukuran kaleng dengan berat kaleng kurang lebih 15 kg dengan

harga Rp 100.000 per kaleng. c) Sebagai alat tukar (barter). Selain sebagai sumber

pangan dan sumber pendapatan, Namlai Kerne juga dapat digunakan sebagai alat

tukar atau dibarter dengan pangan lain seperti ikan asin, gurita, ikan mentah, dan

juga ternak seperti babi. Proses pertukaran ini tidak hanya dilakukan oleh

masyarakat dari Desa tetangga tetapi juga dari pulau lain seperti pulau Leti dan

pulau Luang.

Daftar Pustaka

Bugin, B. 2012. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Edisi 1 cet 9. Jakarta: Raja

Grafindo Persada (Rajawali Perss).

Budiyanto, M. dan Agus, K. 2010. “Model Pengembangan Ketahanan Pangan

Berbasis Pisang Melalui Revitalisasi Nilai Kearifan Lokal”. Jurnal Teknik

Industri, 11 (2): 170–177.

Fadhilah, A. 2013. Kearifan lokal dalam membentuk daya pangan lokal

komunitas Molamahu pulubala Gorontalo. Universitas Islam Negeri.

Hendro, dkk. 2012. Kearifan Lokal dalam Menjaga Lingkungan Hidup (Studi

Kasus Masyayrakat di Desa Colo Kecamatan Dawek Kabupaten Kudus).

Journal Of Educational Social Studies. (online), 1(1) : -

Nurdiani, R. 2014. Penerapan Nilai-Nilai Kearifan Lokal dalam

Mempertahankan Ketahanan Pangan (Studi Etnografi pada Masyarakat

Kampung Adat Cireundeu, Kel. Leuwigajah Kec. Cimahi Selatan, Kota

Cimahi). Jurnal Pendidikan (Hukum, Politik, dan Kewarganegaraan), Vol.

I. (2); 203-212.

Pattinama, M.J. 2013. Kearifan Lokal dan Pengentasan Kemiskinan.

<http://maxmjpattinama.unpatti.org/2013/03/kearifan-lokal-dan-

pengentasan-kemiskinan>/. Diakses tanggal 13 April 2017.

Pattinama, M.J. 2013. “Pengentasan Kemiskinan dengan Kearifan Lokal (studi

kasus di pulau Buru-Maluku dan Surade-Jawa Barat)”. Makara, sosial

Humaniora, 13 (1): 1-12.

Pattiselanno, F dan Mentansan, G. 2010. “Kearifan tradisional suku Maybrat

dalam perburuan satwa sebagai penunjang pelestarian satwa”. Makara,

sosial humaniora, 14 ( 2) : 75-82

Sopamena J. F, Sukesi. K, Hidayat. K, Sugiyanto. 2017. “Local Wisdom and Food

Resilience in Selaru Island Community Of Maluku Province”. 5 (2) : 170-

172.

Page 18: NAMLAI KERNE: KEARIFAN LOKAL DAN KETAHANAN PANGAN

131 Volume 5 No. 2 Juni 2017

Subandi, 2011. “Deskripsi Kualitatif sebagai Satu Metode Dalam Penelitian

Pertunjukan”. Harmonia 11 (2) : -

Sutikno. B dan Batoro. J. 2017. “Analisis kearifan lokal terhadap pembangunan

ekonomi hijau di kabupaten pasuruan”. Jurnal ekonomi islam 8 (2) ; 243 –

256

Thenu. S. F. W. 2013 “Model pengembangan agribisnis jagung untuk mendukung

ketahanan pangan berbasis gugus pulau di Kabupaten Maluku Barat Daya

Provinsi Maluku”. Disertasi. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Tupan, 2005. Wujudkan Ketahanan Pangan dengan Kearifan Lokal. Bidang

Informasi Pusat Dokumentasi Dan Informasi Ilmiah – Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia (PDII-LIPI).

Wahid, M. A. 2014. Kearifan Lokal (Local Wisdom) Dan Ketahanan Pangan.

Skripsi. Universitas Padjajaran.

Zamroni, S. 2010. Food Security Policies in Maritime Southeast Asia: The Case

of Indonesia. International Institute for Sustainable Development,

Winnipeg, Manitoba.