Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
ETIKA LINGKUNGAN MASYARAKAT DI LOKASI BEKAS
TAMBANG BAUKSIT DI KELURAHAN KAMPUNG BUGIS
KOTA TANJUNGPINANG
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
OLEH :
DIAN WAHYUNI
NIM : 100569201064
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2015
2
ETIKA LINGKUNGAN MASYARAKAT DI LOKASI BEKAS
TAMBANG BAUKSIT DI KELURAHAN KAMPUNG BUGIS
KOTA TANJUNGPINANG
DIAN WAHYUNI
Mahasiswa Sosiologi, FISIP UMRAH, [email protected]
Padang Rihim Siregar, M.A
Dosen Sosiologi, FISIP UMRAH
Siti Arieta, M.A
Dosen Sosiologi, FISI UMRAH
ABSTRAK
Pengertian etika lingkungan ini merupakan manusia harus bertindak atau bagaimana
perilaku manusia yang seharusnya terhadap lingkungan hidup. Etika lingkungan disini dipahami
sebagai disiplin ilmu yang berbicara mengenai norma dan kaidah moral yang mengatur perilaku
manusia dalam berhubungan dengan alam serta nilai dan moral yang menjiwai perilaku manusia
dalam berhubungan dengan alam. Kehadiran aktivitas tambang bauksit telah menyebabkan
pencemaran lingkungan baik di darat maupun di laut seperti pencemaran air dan udara (polusi).
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui etika lingkungan masyarakat di lokasi bekas tambang
bauksit di Kelurahan Kampung Bugis Kota Tanjungpinang. Jenis penelitian ini bersifat deskriptif
kualitatif. Informan dalam penelitian ini berjumlah 8 orang. Lokasi penelitian ini berada di
Kelurahan Kampung Bugis tepatnya di RW 004, dikarenakan aktivitas tambang bauksit berada
sangat dekat dengan tempat tinggal masyarakat.
Penelitian ini menggunakan teori paradigm fakta sosial Emile Durkheim mengenai nilai,
norma, hukum, bahasa, agama, dan tatanan kehidupan lainnya. Dengan demikian fakta sosial juga
dapat dikaji melalui teori etika lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat dan
juga teori etika lingkungan yang sering dikenal dengan cara pandang terhadap alam dan hubungan
manusia dengan alam sebagai antroposentrisme dan biosentrisme. Hasil penelitian ini berkaitan
dengan etika lingkungan masyarakat yang lebih bersifat antroposentrisme yaitu mengaggap alam
sebagai alat untuk menunjang kebutuhan finansial semata. Hal ini karena nilai dan norma yang
belum tercipta dan perilaku mengharapkan upah ganti rugi terhadap alam sering dilakukan.
Kerusakan lingkungan yang terjadi berasal dari perilaku sosial masyarakat yang lebih
mementingkan upah ganti rugi yang diberikan oleh pengusaha pertambangan tersebut tanpa
mementingkan keadaan terhadap berkurangnya sumber daya alam. Etika lingkungan masyarakat
lebih diharapkan bersifat biosentrisme yang menganggap alam harus dihargai untuk kebutuhan
hidup dari generasi ke generasi.
Kata Kunci : Etika lingkungan, tambang bauksit
3
ETHICAL SOCIETY ENVIRONMENT LOCATION
IN BAUXITE MINE USED IN KAMPUNG BUGIS
TANJUNGPINANG CITY
DIAN WAHYUNI
Mahasiswa Sosiologi, FISIP UMRAH, [email protected]
Padang Rihim Siregar, M.A
Dosen Sosiologi, FISIP UMRAH
Siti Arieta, M.A
Dosen Sosiologi, FISI UMRAH
ABSTRACT
Definition of environmental ethics according to this understanding, how people should
act or how human behavior is supposed to environment. Environmental ethics here understood as
a discipline that talk about moral norms and rules that govern human behavior in touch with
nature and the values and morals that animates human behavior in touch with nature. The
presence of bauxite mining activities have caused environmental pollution both on land and at sea
as water and air pollution (pollution). The purpose of this study to determine the environmental
ethics of society in the former location of a bauxite mine in Kampung Bugis village in
Tanjungpinang city. This type of research is descriptive qualitative. Informants in this study were
8 people. The location of this research is in Kampung Bugis precisely in RW 004, due to bauxite
mining activities are very close to people's homes.
This study uses the theory of Emile Durkheim paradigm of social facts about values,
norms, laws, language, religion, and other life order. Thus the social fact can also be analyzed
through the theory of environmental ethics that affect people's lives. Theory of environmental
ethics is often known as the perception of nature and man's relationship with nature as
anthropocentrism and biocentrism. Results of this research related to environmental ethics
anthropocentrism communities that are more natural assume as a tool to support the financial
needs only. This is because the values and norms that have not been created and the behavior
expected wage compensation for nature often done. Environmental damage comes from the social
behavior of people who are more concerned with wage compensation provided by the mining
entrepreneur without the concerned state against the depletion of natural resources.
Environmental ethics is expected to be biocentrism people who consider nature to be cherished for
the necessities of life from generation to generation.
Keywords: environmental ethics, bauxite mine
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehadiran perusahaan tambang
dapat membantu masyarakat dalam segi
pekerjaan seperti sebagai supir-supir lori yang
megangkut bijih bauksit tersebut. Lapangan
pekerjaan yang diberikan oleh perusahaan
tambang bauksit tersebut mampu
meningkatkan kebutuhan kehidupan
masyarakat sehari-hari. Kondisi masyarakat
yang tinggal di dekat sekitar tambang yakni
berjarak lebih kurang satu kilometer dari
kegiatan pertambangan bauksit yang terkena
dampak lebih besar seperti tercemarnya air
sumur yang tidak layak untuk dikonsumsi
masyarakat sehari-hari. Kerusakan tanah pada
bekas galian tambang disaat hujan menjadi
merah dan berlumpur yang juga
meninggalkan genangan air, kini menjadi
kolam dalam ukuran yang cukup besar.
Kondisi ini tentu saja sangat membahayakan
keselamatan dan menganggu aktivitas
masyarakat.
Perilaku masyarakat yang kurang
memperhatikan keseimbangan sumber daya
alam akan menimbulkan berbagai macam
bencana seperti banjir, tanah longsor, global
warming dan lain sebagainya yang
bersumber dari perilaku sosial masyarakat.
Perilaku sosial masyarakat ini hendaknya
harus sesuai dengan etika lingkungan yang
mengimbangi hak dan kewajiban terhadap
lingkungan serta membatasi tingkah laku
dan upaya mengendalikan kegiatan agar
tetap berada dalam batas yang ditentukan
oleh sistem nilainya dan toleransinya di
dalam lingkungan hidup.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
maka dapat dirumuskan masalah dalam
penelitian ini adalah Bagaimana etika
lingkungan masyarakat di lokasi bekas
tambang bauksit di Kelurahan Kampung
Bugis Kota Tanjungpinang?
C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan
Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui etika lingkungan
masyarakat di lokasi bekas tambang bauksit
di Kelurahan Kampung Bugis Kota
Tanjungpinang.
2
2. Kegunaan Penelitian
a. Secara praktis
Dilihat dari kegunaan penelitian secara
praktis penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan ilmu pengetahuan
dan pemikiran serta dapat membantu sebagai
bahan informasi mengenai permasalahan
yang berkaitan dengan etika lingkungan
masyarakat di lokasi bekas tambang bauksit
di Kelurahan Kampung Bugis agar lebih lagi
untuk menjaga alam lingkungan serta dapat
menanamkan pelestarian alam lingkungan
demi kepentingan bersama dalam kehidupan
bermasyarakat.
b. Secara teoritis
Penelitian ini juga diharapkan dapat
menjadi acuan informasi dalam penelitian-
penelitian berikutnya dengan permasalahan
penelitian yang sama serta menjadi referensi
pustaka bagi pemenuhuan kebutuhan
penelitian lanjutan.
D. Konsep Operasional
Dalam sebuah penelitian, konsep
operasional sangat diperlukan untuk
mempermudah dan memfokuskan
penelitian. Konsep operasional juga
berfungsi sebagai panduan bagi peneliti
untuk menindak lanjuti kasus tersebut serta
menghindari timbulnya kekacauan akibat
kesalahan penafsiran dalam penelitian.
Untuk melihat bagaimana etika lingkungan
masyarakat di Kelurahan Kampung Bugis
maka digunakan konsep operasional yaitu
sebagai berikut :
1. Masyarakat
Masyarakat dalam penelitian ini
merupakan masyarakat asli yang tinggal
di sekitar lokasi bekas tambang bauksit
dan yang menerima ganti rugi dari
perusahan pertambangan bauksit. Serta
masyarakat pendatang yang tinggal di
sekitar lokasi bekas tambang bauksit
dan yang menerima ganti rugi dari
perusahaan pertambangan bauksit di
Kelurahan Kampung Bugis.
2. Etika lingkungan
Etika lingkungan yang dimaksud adalah
perilaku yang sesuai dengan norma atau
aturan terhadap lingkungan alam.
Dalam penelitian ini peneliti melihat
perilaku masyarakat terhadap alam
lingkungan sesuai atau tidaknya dengan
norma yang telah berlaku pada
3
masyarakat di sekitar lokasi bekas
tambang bauksit di Kelurahan Kampung
Bugis. Sehingga etika lingkungan ini
dikategorikan menjadi dua yaitu :
a. Antroposentrisme
Rusaknya ekosistem di darat maupun
di laut akibat adanya aktivitas tambang
bauksit, terlihat bahwa lingkungan
alam dan isinya hanya sebagai alat
semata untuk kepentingan pribadi yang
bertujuan untuk mendapatkan
keuntungan sebesar-besarnya tanpa
mengembalikan fungsi alam
sebagaimana mestinya.
b. Biosentrisme
Adanya sumber daya alam yang harus
dijaga maka lingkungan alam dan isinya
harus dilindungi dan diperjuangkan
untuk kehidupan mendatang. Dalam hal
ini biosentrisme yang dimaksud peneliti
adalah sifat dan perilaku masyarakat
yang menjaga dan menghargai
lingkungan alam yang berada di sekitar
lokasi bekas tambang bauksit di
Kelurahan Kampung Bugis yang
memiliki pengaruh terhadap lingkungan
masyarakat.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat kualitatif,
yaitu berusaha memahami dan
menafsirkan makna suatu peristiwa
interaksi tingkah laku manusia dalam
situasi tertentu menurut perspektif
peneliti, dengan kata lain peneliti bukan
mencari jawaban atas pertanyaan “apa”
tetapi “mengapa”. Dengan pendekatan
kualitatif, penelitian ini diharapkan
mampu menggambarkan keadaan yang
sebenarnya (naturalistik) di lapangan.
(Prasetya Irawan, 2006: 49 dan 64).
2. Lokasi penelitian
Masyarakat yang peneliti kaji dalam
penelitian mengenai etika lingkungan
masyarakat di lokasi bekas tambang
bauksit yaitu masyarakat yang berlokasi
di RW 004, Kelurahan Kampung Bugis,
Kecamatan Tanjungpinang Kota,
Provinsi Kepulauan Riau. Penentuan
lokasi ini dilakukan dengan
pertimbangan lokasi penelitian yang
4
merupakan salah satu tempat tinggal
masyarakat yang sangat berdekatan
dengan lokasi bekas pertambangan
bauksit yang berada di Kelurahan
Kampung Bugis.
3. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam
melakukan penelitian ini adalah:
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang
diperoleh langsung dari objek yang
akan diteliti. Objek atau informan
yang dimaksud adalah masyarakat
yang bertempat tinggal di sekitar
lokasi bekas pertambangan bauksit
di Kelurahan Kampung Bugis yang
telah ditetapkan sebagai informan
penelitian.
b. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang
diperoleh secara tidak langsung dari
objek penelitian. Pengumpulan data
sekunder dalam penelitian ini
dengan cara penelitian kepustakaan
dan pencatatan dokumen, yaitu
dengan mengumpulkan data dan
mengambil informasi dari buku-
buku referensi serta dokumen-
dokumen dari instansi yang terkait
dengan topik penelitian.
4. Populasi Dan Sampel
Teknik penentuan informan
yang digunakan dalam penelitian
ini menggunakan purposive
sampling yaitu sampel yang “secara
sengaja” dipilih oleh peneliti,
karena sampel ini dianggap
memiliki ciri-ciri tertentu, yang
dapat memperkaya data penelitian
(Prasetya Irawan, 2006:15).
Adapun karakteristik informan
penelitian ini yaitu :
a. masyarakat asli yang tinggal
di sekitar lokasi bekas
tambang bauksit dan yang
menerima ganti rugi dari
perusahan pertambangan
bauksit.
b. masyarakat pendatang yang
tinggal di sekitar lokasi bekas
tambang bauksit dan yang
menerima ganti rugi dari
perusahaan pertambangan
bauksit.
5
Dengan demikian, informan
dalam penelitian ini adalah
masyarakat, tokoh masyarakat dan
masyarakat nelayan yang terkena
dampak dari aktivitas pertambangan
bauksit serta mendapatkan ganti rugi,
dan informan dalam penelitian ini
berjumlah 8 informan yang telah
ditetapkan oleh peneliti.
5. Teknik Dan Alat Pengumpulan
Data
Adapun teknik dan alat pengumpul
data yaitu berupa wawancara, observasi
dan dokumentasi. (Prasetya Irawan,
2006:67).
a. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan
pencatatan yang sistematis terhadap
gejala-gejala yang akan diteliti.
observasi dilakukan langsung oleh
peneliti di lokasi penelitian. Obyek
yang diobservasikan bersifat nyata
(tangible) seperti benda-benda,
gerakan, perilaku. Obyek juga bisa
bersifat seperti suasana atau situasi.
(Prasetya Irawan, 2006:69).
b. Wawancara
Wawancara ialah tanya jawab
lisan antara dua orang atau lebih secara
langsung. Wawancara bisa dilakukan
dengan format tidak terstruktrur, semi
terstruktur atau terstruktur.
Wawancara akan mampu memberikan
data yang sangat kaya. (Prasetya
Irawan, 2006:68).
c. Dokumentasi
Selain itu dokumentasi juga
digunakan untuk mengumpulkan data-
data yang berbentuk catatan berupa
hasil-hasil wawancara, foto-foto, serta
dokumen-dokumen yang menunjang
penelitian. selain itu dokumentasi lain
yang digunakan oleh peneliti ialah
literatur-literatur, internet atau jurnal,
serta yang berkaitan dengan
kepustakan untuk menunjang
penelitian.
6. Teknik Analisa Data
Menurut Miles dan Huberman
(Husaini Usman dan Purnomo Setiady
Akbar, 2009:84), mengemukakan
bahwa aktivitas dalam analisis data
kualitatif dilakukan secara interaktif
dan berlangsung terus menerus sampai
6
tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.
Aktivitas dalam analisis data, yaitu
data reduction, data display, dan
conclusion drawing/verification.
F. Sistematika Penulisan
Dalam memberikan gambaran
umum mengenai isi penelitian yang
akan dilakukan ini, perlu dikemukakan
garis besar pembahasan melalui
sistematika penulisan. Sistematika
penulisan ini sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Pendahuluan berisi latar belakang,
perumusan masalah, tujuan penelitian
dan kegunaan penelitian, metode
penelitian yang berisi jenis penelitian,
lokasi penelitian, jenis data, populasi
dan sampel, teknik dan alat
pengumpulan data, teknik analisis data
dan sistematika penulisan.
BAB II : KERANGKA TEORI
Pada bab ini peneliti meninjau
permasalahan dari aspek teori dalam
mengkaji tinjauan mengenai etika
lingkungan masyarakat di lokasi bekas
tambang bauksit.
BAB III : GAMBARAN UMUM
LOKASI PENELITIAN
Pada bab ini peneliti memberikan
gambaran tentang gambaran umum
lokasi penelitian yang meliputi
kondisi geografis, keadan sosial
dan ekonomi, pendidikan, sarana
dan prasarana, serta gambaran
tentang pertambangan bauksit.
BAB IV : HASIL PENELITIAN
DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian dan pembahasan.
Bab ini berisi tentang uraian hasil
penelitian dan pembahasan
mengenai objek yang akan diteliti
yakni etika lingkungan masyarakat
di lokasi bekas tambang bauksit.
BAB V : PENUTUP
Penutup berisi kesimpulan dari
keseluruhan objek penelitian yang
diteliti serta saran dari hasil
penelitian. Peneliti menguraikan
mengenai kesimpulan dan saran
yang diperoleh dari keseluruhan
hasil penelitian yang telah
dilakukan.
7
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Paradigma Fakta Sosial
Kata fakta sosial pertama kali
diperkenalkan pada abad ke-19 oleh sosiolog
Perancis yang bernama Emile Durkheim.
Emile Durkheim menyatakan bahwa
sosiologi harus menjadi ilmu dari fakta
sosial yaitu membicarakan sesuatu yang
umum yang mencakup keseluruhan
masyarakat dan berdiri sendiri serta terpisah
dari manifestasi individu. Fakta sosial ini
diartikan sebagai gejala sosial yang abstrak,
misalnya hukum, struktur sosial, adat
kebiasan, nilai, norma, bahasa, agama, dan
tatanan kehidupan lainnya yang memiliki
kekuasaan tertentu untuk memaksa bahwa
kekuasaan itu terwujud dalam kehidupan
masyarakat di luar kemampuan individu
sehingga individu menjadi tidak tampak.
(Kamanto Sunarto, 2014:12).
Dalam buku Rules of Sociological
Method, Durkheim menulis: "Fakta sosial
adalah setiap cara bertindak, baik tetap
maupun tidak, yang bisa menjadi pengaruh
atau hambatan eksternal bagi seorang
individu." Dan dapat diartikan bahwa fakta
sosial adalah cara bertindak, berfikir, dan
merasa yang ada diluar individu dan sifatnya
memaksa serta terbentuk karena adanya pola
di dalam masyarakat. Artinya, sejak manusia
dilahirkan secara tidak langsung
ia diharuskan untuk bertindak sesuai dengan
lingkungan sosial dimana ia dididik dan
sangat sukar baginya untuk melepaskan diri
dari aturan tersebut. (Kamanto Sunarto,
2004:12).
Menurut John J. Machionis
(Rachmad Susilo, 2008:20-21) menyatakan
para ilmuan sosiologi bisa menjelaskan
hubungan antara masyarakat dan lingkungan
karena masalah lingkungan muncul tidak
dengan sendirinya, melainkan sebagai akibat
tindakan khusus yang diperbuat manusia
dalam konteks ini ilmuan sosiologi
diharapkan menafsir bukti-bukti ilmiah
mengenai hubungan manusia dan
lingkungan itu. Terkait dengan ini beberapa
peran bisa dilakukan oleh para sosiolog.
Pertama sosiolog dapat menggali
makna lingkungan bagi orang-orang yang
memiliki latarbelakang atau background
sosial beragam sebab latarbelakang sosial
yang berbeda-beda sangat menentukan
8
makna sosial masing-masing yang tentunya
juga berlainan. Kedua, sosiolog dapat
menginventarisasi bentuk-bentuk parasaan
(sentimen) maasyarakat ada persoalan-
persoalan lingkungan, baik yang tergambar
dalam pikiran, harapan-harapan, dan
ketakutan-ketakutan mereka. Ketiga
sosiolog harus bisa menunjukkan bagaimana
pola-pola kehidupan sosial menyusun
tekanan pada lingkungan. Sosiolog juga
menjelaskan bagaimana pola-pola budaya
dan susunan ekonomi politik yang
mempengaruhi lingkungan alam. Hubungan-
hubungan sosial jelas akan menentukan
corak interaksi antar satu individu dengan
individu lain. Tidak jarang juga
kesepakatan-kesepakatan lokal dibuat untuk
menjaga keberlangsungan lingkungan.
B. Teori Etika Lingkungan
Perhatian sosiologi terhadap
masalah-maslah lingkungan sebenarnya
muncul jauh sebelum apa yang dinamakan
sosiologi lingkungan dicanangkan
keberadaannya oleh Riley Dunlap dan
William Catton di tahun 1978. Di tahun
tersebut, mereka menuliskan dua artikel,
disusun oleh sebuah artikel lagi setahun
setelahnya yang menandai upaya mendirikan
suatu cabang sosiologi yang mengkaji
masalah lingkungan dan kemudian mereka
beri nama Environment Sociology.
Riley Dunlap dan William Catton
(Rachmad Susilo, 2008:10). mengubah
pandangan ini dengan mengakui
kemampuan lingkungan fisik memengaruhi
kehidupan manusia atau dengan kata lain,
ada beberapa keterbatasan manusia ketika
berhadapan dengan lingkungan biofisik.
Sosiologi lingkungan menerima lingkungan
fisik sebagai sesuatu yang berpengaruh
langsung maupun tidak terhadap kehidupan
sosial.
Menurut Bertens (Elly Setiadi,
2006:110) menyebutkan ada tiga jenis
makna etika yaitu : Pertama, kata etika bisa
dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-
norma yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya. Kedua, etika
berarti juga kumpulan asas atau nilai moral.
Ketiga, etika mempunyai arti lagi ilmu
tentang yang baik dan buruk.
Etika lingkungan atau yang disebut juga
dengan etika ekologi ini menjadi suatu hal
9
yang sangat penting yang perlu diperhatikan
oleh kaum manusia saat ini. Penerapan etika
lingkungan saat ini harus diwajibkan sebagai
halnya etika berkendaraan oleh para
manusia. Peranan lembaga-lembaga
pemerhati alam yang ada tentu sangat
penting terhadap hal ini, karena prinsip
tentang etika harus dikampanyekan agar bisa
menjadi budaya khususnya para pelaku
bisnis yang berefek kepada lingkungan.
Pengertian etika lingkungan menurut
pengertian ini, bagaimana manusia harus
bertindak atau bagaimana perilaku manusia
yang seharusnya terhadap lingkungan hidup.
Etika lingkungan disini dipahami sebagai
disiplin ilmu yang berbicara mengenai
norma dan kaidah moral yang mengatur
perilaku manusia dalam berhubungan
dengan alam serta nilai dan moral yang
menjiwai perilaku manusia dalam
berhubungan dengan alam tersebut. (Sonny
Keraf, 2010:40).
Kaidah (mores) dan norma atau aturan
ini sesungguhnya ingin mengungkapkan,
menjaga dan melestarikan nilai tertentu,
yaitu apa yang dianggap baik dan penting
oleh masyarakat tersebut untuk dikejar
dalam hidup ini. Dengan demikian juga
berisikan nilai-nilai dan prinsip-prinsip
moral yang harus dilakukan dan tentang
tindakan dan keputusan dinilai sebagai baik
atau buruk secara moal. Kriteria ini yang
dianggap sebagai nilai dan prinsip moral.
Etika lingkungan dan moralitas terhadap
alam mempunyai arti yang sama berarti adat
kebiasaan yang dibakukan dalam bentuk
aturan (baik perintah atau larangan terhadap
lingkungan hidup) serta tentang bagaimana
manusia harus hidup baik sebagai manusia.
(Sonny Keraf, 2010:16).
Menurut Sonny Keraf (2010: 45-46)
mengatakan, ada beberapa model dari teori
etika lingkungan yang menentukan pola
perilaku manusia dalam kaitannya dengan
lingkungan yaitu yang dikenal sebagai
antroposentrisme dan biosentrisme yang
mempunyai cara pandang manusia, alam,
dan hubungan manusia dengan alam yaitu :
1. Antroposentrisme
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari
hubungan timbal balik antara manusia
dengan lingkungannya, maka kita dapat
mengambil sudut pandang ekologi untuk
membahas kajian manusia dan lingkungan
10
dengan disokong oleh segi kepentingan
manusia, yaitu oleh manusia untuk manusia.
Pendekatan ini disebut pendekatan
antroposentris, bahasa Yunani antrophos
berarti manusia. (Elly Setiadi, 2006:180).
Antroposentrisme adalah teori etika
lingkungan yang memandang manusia
sebagai pusat dari sistem alam semesta.
Manusia dan kepentingannya dianggap yang
paling menentukan dalam tatanan ekosistem
dan dalam kebijakan yang diambil dalam
kaitan dengan alam, baik secara langsung
atau tidak langung. Nilai tertinggi adalah
manusia dan kepentingannya. Hanya
manusia yang mempunyai nilai dan
mendapat perhatian. Segala sesuatu yang
lain di alam semesta ini hanya akan
mendapat nilai dan perhatian sejauh
menunjang dan demi kepentingan manusia.
Oleh karenanya alam pun hanya dilihat
sebagai obyek, alat dan sarana bagi
pemenuhan kebutuhan dan kepentingan
manusia. Alam hanya alat bagi pencapaian
tujuan manusia. Alam tidak mempunyai
nilai pada dirinya sendiri.
Bagi teori antroposentrisme, etika hanya
berlaku bagi manusia. Maka, segala tuntutan
mengenai perlunya kewajiban dan tanggung
jawab moral manusia terhadap lingkungan
hidup dianggap sebagai tuntutan yang
berlebihan, tidak relevan dan tidak pada
tempatnya. Kalaupun tuntutan seperi itu
masuk akal, itu hanya dalam pengertian
tidak langsung, yaitu sebagai pemenuhan
kewajiban dan tanggung jawab moral
manusia terhadap sesama. Maksudnya,
kewajiban dan tanggung jawab moral
manusia terhadap lingkungan demi
memenuhi kepentingan sesama manusia.
Selain bersifat antroposentrisme, etika
ini sangat intrumentalistik, dalam pola
hubungan manusia dan alam dilihat hanya
relasi instrumental. Alam dinilai sebagai alat
bagi kepentingan manusia. Kalaupun
manusia mempunyai sikap peduli terhadap
alam, itu semata-mata dilakukan demi
menjamin kebutuhan hidup manusia, bukan
karena pertimbangan bahwa alam
mempunyai nilai pada diri sendiri sehingga
pantas untuk dilindungi. Sebaliknya, kalau
alam itu sendiri tidak berguna bagi
kepentingan manusia, alam akan diabaikan
begitu saja. (Sonny Keraf, 2010:47-48).
11
Cara pandang antrposentrisme ini
menyebabkan manusia mengeksploitasi dan
menguras alam semesta demi memenuh
kepentingan dan kebuthan hidupnya, tanpa
cukup member perhatian kepada kelestarian
alam. Pola perilaku yang eksploitatif dan
tidak peduli terhadap alam tersebut dianggap
berakar pada cara pandang yang hanya
mementingkan kepentingan manusia. Cara
pandang ini melahirkan sikap dan perilaku
rakus dan tamak yang menyebabkan
manusia mengambil semua kebutuhannya
dari alam tanpa mempertimbangkan
kelestariannya. Apa saja boleh dilakukan
sejauh tidak merugikan kepentingan
manusia, sejauh tidak mempunyai dampak
yang merugikan kepentingan manusia.
(Sonny Keraf, 2010:49-50).
2. Biosentrisme
Paham biosentrisme menyatakan bahwa
bukan hanya manusia dan komunitasnya
yang pantas mendapatkan pertimbangan
moral, melainkan juga dunia binatang.
Akibat pertimbangan moral hanya ditujukan
pada kepentingan manusia saja, hewan-
hewan langka di sekitar kita gagal dilindungi
dan diselamatkan. Punahnya spesies maupun
habitat binatang merupakan akibat dari
kepentingan manusia yang ingin
mendapatkan keuntungan ekonomi. Oleh
karena itu, biosentrisme mendasarkan
perhatian dan perlindungan pada seluruh
spesies, baik mamalia, melata, biota laut,
maupun unggas. (Rachmad Susilo, 2008:99-
100). Paham biosentrisme memiliki pokok-
pokok pandangan sebagai berikut :
1. Alam memiliki nilai pada dirinya
sendiri (intrinsik) lepas dari
kepentingan manusia.
2. Alam diperlakukan sebagai moral,
terlepas bagi manusia ia bermanfaat
atau tidak, sebab alam adalah
komunitas moral. Dalam kaitan ini,
biosentrisme menganjurkan bahwa
kehidupan di alam semesta ini akan
dihormati seperti manusia
menghormati sistem sosial yang
terdapat dalam kehidupan mereka.
Bagi biosentrisme, tidak benar bahwa
hanya manusia yang mempunyai nilai. Alam
juga mempunyai nilai pada dirinya sendiri
lepas dari kepentingan manusia. Ciri utama
etika ini adalah biocentric, karena teori ini
mengenggap serius setiap kehidupan dan
makhluk hidup mempunyai nilai dan
berharga pada dirinya sendiri. Teori ini
menganggap serius setiap kehidupan dan
makhluk hidup di alam semesta. Alam perlu
diperlakukan secara moral. (Sonny Keraf,
2010:65).
12
Menurut Paul Taylor (Sonny Keraf,
2010:68), bahwa etika biosentrisme
didasarkan pada hubungan yang khas antara
manusia dan alam, dan nilai yang ada pada
alam itu sendiri. Alam dan seluruh isinya
mempunyai harkat dan nilai di tengah dan
dalam komunitas kehidupan di bumi. Alam
mempunyai nilai justru karena ada
kehidupan di dalamnya, terlepas dari apapun
kewajiban dan tanggung jawab moral yang
kita miliki terhadap sesama manusia.
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI
PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi
Kelurahan Kampung Bugis merupakan
salah satu lokasi yang terdapat di Kecamatan
Tanjungpinang Kota, Provinsi Kepulauan
Riau. Khusus lokasi pada penelitian ini
terdiri dari 1 (satu) Rukun Warga (RW) dan
3 Rukun Tetangga (RT).
1. Kondisi Geografis
Kelurahan Kampung Bugis merupakan
salah satu pusat pertambangan bauksit.
Mengingat bahwa hutan masih sangat lebat
sebelum masuknya pertambangan bauksit.
Hal ini menunjukkan bahwa pada saat itu
masyarakat setempat sangat menjaga alam.
2. Kondisi Sosial dan Ekonomi Penduduk
Jumlah penduduk kelurahan Kampung
Bugis adalah 9.362 jiwa yang terdiri dari
2.547 Kepala keluarga (KK) terdiri atas
penduduk laki-laki 5.009 jiwa dan
penduduk perempuan 4.353 jiwa.
3. Sarana dan Prasarana Penduduk
Sarana dan prasarana pendidikan yang
ada di Kelurahan Kampung Bugis ini, jarak
antara lokasi pertambangan bauksit berada
tidak jauh dari gedung sekolah, khususnya
gedung Sekolah Dasar (SD), hal ini tentunya
dapat mengganggu proses belajar mengajar
yang sedang berlangsung dikarenakan
adanya debu yang diakibatkan adanya
aktivitas tambang bauksit yang saat itu
masih beroperasi. Sedangkan untuk
kesehatan masyarakat sekarang dapat
memanfaatkan tenaga medis dengan adanya
beberapa fasilitas kesehatan.
Sarana kesehatan bahwa masyarakat
terbantu akan adanya fasilitas-fasilitas yang
13
diberikan oleh pemerintah setempat.
Sedangkan untuk air bersih, masyarakat di
Kelurahan Kampung Bugis ini berasal dari
air sumur yang terdapat di rumah masing-
masing penduduk maupun sumur umum.
B. Gambaran Umum Pertambangan
Bauksit
Perusahaan bauksit yang diberikan
izin operasi produksi oleh pemerintah di
Kelurahan Kampung Bugis. Izin operasi
produksi tidak semua luas digunakan
untuk penambangan, hal ini dikarenakan
tidak ekonomisnya bahan galian bauksit,
lahan digunakan untuk prasarana jalan
transportasi, sarana pengelolahan dan
pencucian, serta sarana perkantoran.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
A. Karakteristik informan
Informan dalam penelitian ini adalah
tokoh masyarakat, masyarakat seta
masyarakat nelayan dan petani. Informan
dalam penelitian ini berjumlah 8 orang.
B. Etika Lingkungan Masyarakat Di
Lokasi Bekas Tambang Bauksit Di
Kelurahan Kampung Bugis Kota
Tanjungpinang
Etika lingkungan disini dimaksudkan
untuk menjelaskan tentang perilaku
masyarakat terhadap lingkungan, yang di
dalamnya berbicara tentang baik-buruknya
perilaku masyarakat tersebut yang sesuai
atau tidaknya dengan aturan atau norma
yang berlaku di dalam kehidupan
masyarakat, sehingga menjadi suatu perilaku
pada kebiasaan, kaidah atau tata kelakuan
(mores) terhadap lingkungan.
1. Nilai dan Norma
Perilaku yang sesuai dengan norma
atau aturan lingkungan yang berlaku di
dalam masyarakat, aturan atau norma yang
diciptakan masyarakat sebaiknya dilakukan
dan diterapkan sebagaimana mestinya agar
sumber daya alam yang dirasakan tetap
terjaga dengan baik. Namun sayangnya,
masyarakat yang berada di Kelurahan
Kampung Bugis masih sangat minim dalam
kesadaran untuk menjaga lingkungan di
bekas lokasi tambang bauksit ini. Hal ini
dikarenakan belum adanya aturan atau
norma tertulis serta sanksi yang mengikat
14
masyarakat agar dapat menjauhkan
pertambangan bauksit dari lingkungan
tempat tinggal serta alam mereka yang telah
rusak.
Etika masyarakat terhadap alam masih
dapat dilihat dari sikap dan sifat masyarakat
terhadap lingkungannya di sungai tempat
mereka mencari sumber kehidupan. Alat
tangkap yang masih traadisional juga
mendukung alam untuk tetap dilesatrikan
serta terjaga demi kehidupan generasi
mendatang. Tata cara dalam penggunaan
alat-alat traisional terlihat pada masyarakat
yang mengajarkan anak-anak mereka untuk
tidak menggunakan alat-alat modern seperti
pengeboman ikan dan lain sebagainya, akan
membuat mereka kehilangan sumber utama
kehidupan mereka.
Norma sebagai ukuran untuk
menentukan sesuatu, peraturan atau
ketentuan yang akan dipatuhi oleh setiap
anggota masyarakat. Bagi masyarakat yang
tidak mengikuti norma yang telah ditetapkan
maka akan dianggap menyeleweng dan akan
dikenakan sanksi. Demikian dengan etika
lingkungan yang berusaha memberikan
sumbangan dengan beberapa nilai dan
norma yang diwariskan untuk mencegah
terjadinya kerusakan lingkungan akibat dari
aktivitas pertambangan bauksit. Maka nilai
dan norma terhadap lingkungan harus
mencakup kemandirian dan tanggung jawab,
kejujuran dan amanah, diplomatis, hormat
dan santun, dermawan, suka tolong-
menolong, gotong royong dan kerjasama
dalam menjaga dan melestarikan
lingkungan.
2. Kebiasaan
Masyarakat yang tinggal di sekitar
lokasi bekas pertambangan bauksit sangat
berpengaruh terhadap alam seperti
mempengaruhi mata pencaharian
masyarakat. mayoritas kehidupan
masyarakat di Kelurahan Kampung Bugis
ini ialah sebagai nelayan. Hal ini
dikarenakan kehidupan masyarakat yang
juga berada di pesisir laut. Tidak hanya
sebagai nelayan tetapi juga terdapat
masyarakat yang bekerja sebagai petani.
Kebiasaaan masyarakat yang hidup
bergantung terhadap alam semestinya dapat
menjaga dan melindungi lingkungan hidup.
Hal ini dikarenakan merupakan satu-satunya
sumber kehidupan masyarakat. Apabila
15
masyarakat mengabaikan kondisi
lingkungan yang rusak seperti saat ini, itu
sama saja masyarakat membiarkan sumber
mata pencaharian mereka semakin sedikit
bahkan hilang. Masyarakat yang tinggal di
sekitar lokasi bekas tambang bauksit sudah
sangat terbiasa dengan lingkungan yang
mereka rasakan saat ini dari pasca aktivitas
pertambangan bauksit. Sesungguhnya dapat
dilakukan masyarakat untuk mengurangi
kerusakan lingkugan dengan cara menanami
pohon agar hutan menjadi hijau kembali.
Bagi masyarakat lingkungan alam
sangat penting. Namun sayangnya, semua
yang telah terjadi atas dasar masyarakat
telah mendapatkan keuntungan ganti rugi
dari perusahaan pertambangan bauksit.
Tidak hanya masyarakat yang mengalami
kerugian, tetapi juga lingkungan itu sendiri
mengalami kerugian ekologis. Hal ini
dikarenakan kepentingan manusia yang
membutuhkan sisi ekonomis. Tentunya,
kepentingan manusia juga harus bergantung
dari kelestarian alam, manusia dihimbau,
bahkan terdorong, untuk bertindak secara
arif menjaga dan melestarikan lingkungan
hidup. Kerugian lain yang dikarenakan
kerusakan sumber daya alam sangat
dirasakan masyarakat yang berada di
Kelurahan Kampung Bugis, seperti sulitnya
mencari ikan di sungai yang saat ini sudah
tercemar akibat longsornya tanah bekas
galian tambang bauksit yang mencemari
sungai masyarakat, sehingga berkurangnya
tangkapan nelayan membuat mereka
terutama pada masyarakat nelayan hanya
pasrah dengan keadaan.
3. Tata Kelakuan (Mores)
Pengelolaan sumber daya alam haruslah
didasarkan pada perilaku masyarakat yang
perlu dilakukan secara moral, tidak hanya
memandang nilai dan harga alam. Sumber
daya alam yang semakin berkurang
membuat masyarakat yang tinggal di lokasi
bekas tambang bauksit tidak bisa mencegah
masuknya pertambangan bauksit, hal ini
dikarenakan dengan adanya kompensasi atau
upah ganti rugi yang diberikan oleh
pengusaha tambang kepada mayarakat,
sehingga masyarakat tidak mempunyai
wewenang dalam menghentikan aktivitas
tersebut. Keadaan lingkungan setelah
hadirnya tambang bauksit tidak baik untuk
kehidupan masyarakat.
16
Kesadaran terhadap lingkungan hidup
itu didasarkan pada sikap mental, sebagai
rangkaian hubungan, sebab akibat yang
saling bergantungan secara utuh. Melalui
pengembangan batin yang berdasarkan
kebijaksanaan, perilaku moral, konsentrasi,
dan belas kasih. Menyadari betapa
pentingnya keterkaitan antara manusia
dengan lingkungan secara luas, sehingga
manusia tidak dapat hidup sendiri.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Eksploitasi sumber daya alam haruslah
sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan,
Karena alam dapat membantu masyarakat
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
yang tinggal di Kelurahan Kampung Bugis.
Masyarakat yang terkena dampak dari
pertambangan harus dapat bertahan hidup
untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Hal ini dibutuhkan kesadaran pengusaha
tambang bauksit dan pemerintah untuk
mengembalikan fungsi alam sebagaimana
yang telah ditetapkan dalam peraturan.
Masyarakat harus memiliki sikap
biosentrisme, karena sifat biosentrisme
adalah memandang alam sebagai kehidupan
yang berkelanjutan, bukan hanya mencari
keuntungan tetapi juga mempertimbangkan
moral, norma, nilai-nilai sosial yang
memang sudah ada dalam diri manusia itu
sendiri.
B. Saran
1. Diharapkan kepada pemerintah khususnya
yang menaungi pertambangan agar dapat
mengontrol revegetasi lahan untuk dapat
dikelola kembali oleh perusahaan
pertambangan bauksit yang berada di lokasi
Kelurahan Kampung Bugis. Sehingga dapat
membantu masyarakat untuk tidak
kehilangan mata pencaharian terutama
masyarakat yang bergantung pada alam,
serta membantu masyarakat untuk dapat
bersama-sama menjaga alam dan isinya agar
dapat dinikmati bersama untk kehidupan
bersama dari generasi ke generasi.
2. Perusahaan pertambangan bauksit sebaiknya
melakukan revegetasi lahan secara maksimal
sesuai dengan Undang-Undang yang telah
berlaku bukan hanya untuk memanfaatkan
sumber daya alam yang ada dan lahan
masyarakat, serta dapat melakukan
pemulihan terhadap alam dengan melihat
kondisi alam yang berdampak panjang dan
17
langsung dirasakan oleh masyarakat,
terutama masyarakat yang tinggal di
Kelurahan Kampung Bugis. Karena
masyarakat yang berada di lokasi ini tinggal
di bekas Pertambangan Bauksit.
3. Diharapkan peran aktif masyarakat, pada
masyarakat pertanian untuk dapat
memanfaatkan lahan pertanian setelah
dilakukannya aktivitas pertambangan
bauksit dan terus melakukan penanaman
tanpa henti, juga diharapkan bagi mayarakat
yang ada dipesisir khusunya masyarakat
nelayan, agar terus melakukan budidaya ikan
maupun makhluk hidup lainnya di laut, agar
tidak habis karena adanya pencemaran
akibat aktivitas pertambangan bauksit di
lokasi bekas tambang bauksit yang berada di
Kelurahan Kampung Bugis. Sehingga tetap
terjaga fungsi sumber daya alam di dalam
kehidupan bermasyarakat demi generasi
bangsa selanjutnya.
18
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Abdulsyani. 2007. Sosiologi Sistematika, Teori, dan Terapan. Jakarta: Bumi Aksara.
Arya Wardhana, Wisnu. 2004, Dampak Pncemaran Lingkungan. Yogyakarta : Andi Offset.
Attfield, Robin. 2010. Etika Lingkungan Global. Bantul : Kreasi Wacana Offset.
Daljoeni. N, dan A. Suyitno. 2004. Pedesaan, Lingkungan Dan Pembangunan. Bandung: P.T
Alumni
Effendy, Tenas. 2005. Tegak Menjaga Tuah, Duduk Memelihara Marwah, Yogyakarta: BKPBM
Irawan, Prasetya. 2006. Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta :
DIA FISIP UI.
Johnson, Doyle, Paul. tt. Teori Sosiologi Klasik Modern. Diindonesiakan oleh Robert M.Z
Lawang. Jakarta : PT. Gramedia.
Keraf, Sonny. 2010. Etika Lingkungan Hidup. Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara.
Manik, Sontang dan Karden Eddy. 2009, Pengelolaan Lingkungan. Jakarta : Djambatan.
Narwoko, Dwi, dan Bagong Suyanto. 2010. Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan Edisi Ketiga.
Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Setiadi, Elly, dkk. 2009. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar Edisi Kedua. Jakarta: Prenada Media
Group.
Soelaeman, Munandar. 2009. Ilmu Sosial Dasar Teori dan Konsep Ilmu Sosial. Bandung : PT.
Refika Aditama.
Soemarwoto, Otto 2004. Ekologi Lingkungan Hidup Dan Pembangunan. Jakarta : Djambatan.
Sofyan, Mufid, Anwar, 2010, Ekologi Manusia Dalam Perspektif Sektor Kehidupan Dan Ajaran
Islam. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Sujarwa. 2010. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar Manusia Dan Fenomena Social Budaya.
Yogyakarta : Pustaka pelajar.
Susilo, Rachmad K, 2008. Sosiologi Lingkungan. Jakarta : PT. Raja Grafindo.
Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar sosiologi edisi revisi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
19
Suyanto Bagong, dan Sutinah. 2005. Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif Pendekatan.
Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Usman, Husaini. Akbar, dan Setiady Purnomo. 2009. Metedologi Penelitian Sosial Edisi Kedua.
Jakarta : Bumi Aksara.
Winarno, Herimanto. 2010. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Jakarta : Bumi Aksara
Internet :
http://haluankepri.com/tanjungpinang/46614-eksploitasi-bauksit-ditanjungpinang-kian-
meresahkan-.html diakses 20 Oktober 2013, 15:45 Wib
http://jagoips.wordpress.com/2013/09/16/permasalahan-lingkungan-hidup/-html diakses 01
November 2013, 16:41 Wib
http://batam.tribunnews.com/2014/02/20/bekas-galian-tambang-bauksit-di-tanjungpinang-
memprihatinkan. diakses 25 April 2014, 17.03 Wib
http://batam.tribunnews.com/2014/01/01/pemilik-tambang-wajib-mereklamasi-lahan-bekas-galian
diakses 25 April 2014, 18.04 wib
http://www.tribunnews.com/bisnis/2014/01/02/sukses-panen-jagung-di-lahan-eks-pertambangan
diakses pada 8 Mei 2015, 19.13 wib
http://www.kompasiana.com/tedi_syofyan/bouksit-masalah-utama-di-tanjungpinang diakses pada
8 Mei 2015, 20.00 wib
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=4&dn=20090409154317 diakses pada 28 Oktober
2015, 20.15 wib
http://tanjungpinangpos.co.id/2014/99364/penemuan-dan-penambangan-bauksit-di-pulau-bintan-
1920-1947/ diakses pada 28 Oktober 2015, 21.00 wib
Jurnal :
Wibowo, Supriyanto. 2013. Bentuk Kegiatan Ekonmi Masyarakat Dalam Pemanfaatan Blumang
Dukuh Penambangan Desa Kedawung Kabupaten Kebumen. Jurnal Sosiologi dan
Antropologi. (http://lib.unnes.ac.id, diakses tanggal 22 Agustus 2015, 16.09 wib).
20
Dokumen :
Dokumen Kelurahan Kampung Bugis Kecamatan Tanjungpinang Kota 2014.
Dokumen Dinas Kelautan Perikanan Pertanian Kehutanan dan Energi (KP2KE) Kota
Tanjungpinang 2013.
Berita Acara Pengawasan Pengawasan Penataan Peraturan LH Prov. KEPRI Tahun 2012.