Upload
adi-nugroho
View
602
Download
12
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH KONTAMINAN CaCO3 TERHADAP TEGANGAN
FLASHOVER DAN ARUS BOCOR PADA ISOLATOR GANTUNG
Skripsi
Disusun oleh :
Erwin Prasetya Adi Nugraha06/196171/TK/31964
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO DAN TEKNOLOGI INFORMASIFAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA2010
HALAMAN PENGESAHAN
PENGARUH KONTAMINAN CaCO3 TERHADAP
TEGANGAN FLASHOVER DAN ARUS BOCOR PADA
ISOLATOR GANTUNG
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Teknik Program S-1
Pada Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada
Oleh:
Erwin Prasetya Adi Nugraha06/196171/TK/31964
Telah diperiksa dan disetujui
Pada Tanggal : 5 April 2010
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Ir. T. Haryono, M.Sc. C.Eng., MIET194806171980031001
Dr. Eng. Suharyanto, S.T., M. Eng197611121999031002
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
segala berkat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penyusunan skripsi ini. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan strata satu di Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi
Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada
Dalam penulisan ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis untuk menyampaikan
penghargaan dan ucapan terimakasih kepada :
1. Ir. Lukito Edi Nugroho, M.Sc., Ph.D., selaku Ketua Jurusan Teknik
Elektro dan Teknologi Informasi Fakultas Teknik Universitas Gadjah
Mada.
2. Ir. T. Haryono, M.Sc. C.Eng., MIET., selaku dosen pembimbing I dalam
penyusunan skripsi.
3. Dr. Eng. Suharyanto, S.T., M.Eng., selaku dosen pembimbing II dalam
penyusunan skripsi.
4. Bapak Daryadi dan Mas Pras selaku laboran laboratorium Teknik
Tegangan Tinggi Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi Fakultas
Teknik Universitas Gadjah Mada.
5. Bapak Surawan dan Bapak Pur, selaku laboran di Jurusan Biologi
Universitas Gadjah Mada.
6. Bapak laboran Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Gadjah Mada.
7. Bapak / Ibu Dosen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi Fakultas
Teknik UGM yang telah membimbing penulis selama menuntut ilmu di
Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi Fakultas Teknik UGM
8. Karyawan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi Fakultas Teknik UGM.
9. Keluarga yang telah banyak membantu kelancaran penyusunan skripsi.
10.Teman – teman yang telah banyak memberi bantuan : Rugun Paulina,
Brian, Danang, Sinung, Kadek, Dimas dll.
Yogyakarta, 5 April 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul iiHalaman Pengesahan iiiKata Pengantar ivDaftar Isi viDaftar Gambar ixDaftar Tabel xiiIntisari xiiiAbstract xivBAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 21.3 Tujuan Penelitian 31.4 Batasan Masalah 31.5 Pendekatan Masalah 31.6 Sistematika Penulisan 4
BAB II LANDASAN TEORI 62.1 Umum 62.2 Media Isolasi 7
2.2.1 Gas sebagai media isolasi 72.2.2 Vakum sebagai media isolasi 82.2.3 Media isolasi cair 82.2.4 Media isolasi padat 9
2.3 Teknik Pembangkitan dan Pengujian Dengan Tegangan Tinggi
Bolak-balik Frekuensi Rendah
11
2.3.1 Keperluan dan fungsi pengujian 112.3.2 Transformator pembangkit tegangan tinggi untuk pengujian 12
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Daya Dielektrik Bahan 142.4.1 Bentuk elektroda 142.4.2 Tebal isolasi 142.4.3 Waktu penerapan tegangan 162.4.4 Frekuensi 172.4.5 Waktu penerapan dan frekuensi 17
2.5 Pemburukan Isolator 182.6 Proses Kontaminasi dan Kontaminan pada Isolator 182.7 Perhitungan Arus Bocor 20
BAB III METODE PENELITIAN23
1. Pengujian Isolator 233.2 Sampel Pengujian 233.3 Alat dan Bahan Penelitian 243.4 Prosedur Penelitian 26
3.4.1 Persiapan pengujian 263.4.2 Pengujian arus bocor 29
3.4.3 Pengujian tegangan flashover AC 324.4. Penentuan ESDD polutan isolator 343.4.5 Pengukuran NSDD (Non-Soluble Deposit Density) 37
BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN 391. Hasil Penelitian 39
4.2 Analisis Metode Kontaminasi Buatan 394.3 Pengujian Tegangan Flashover 43
4.3.1 Pembahasan hasil pengujian tegangan flashover vs
kelembaban udara
44
4.3.2 Pembahasan hasil pengujian tegangan flashover yang
dipengaruhi oleh adanya kontaminan
48
4.3.3 Pembahasan pengaruh kelembaban udara dan kontaminan
kalsium karbonat terhadap tegangan flashover
54
4.4 Pengujian Arus Bocor 564.4.1 Pembahasan pengaruh kelembaban udara terhadap arus
bocor
57
4.4.2 Pembahasan pengaruh kontaminan terhadap arus bocor 604.4.3 Pembahasan pengaruh kontaminan dan kelembaban
terhadap arus bocor
66
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 685.1 Kesimpulan 685.2 Saran 68
Daftar Pustaka 70
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Macam ketahanan isolasi setelah beberapa waktu
diaplikasikan di suatu nilai tegangan
10
Gambar 2.2 Rangkaian pembagi tegangan 22Gambar 3.1 Isolator gantung 24Gambar 3.2 Rangkaian pengujian arus bocor 29Gambar 3.3 Rangkaian pengujian tegangan flashover ac 32Gambar 4.1 Lama pengotoran 2 menit dan 11 menit 39Gambar 4.2 Hubungan antara lama pengotoran dengan nilai NSDD 40Gambar 4.3 Hubungan antara lama pengotoran dengan nilai ESDD 41Gambar 4.4 Grafik hubungan tegangan flashover vs kelembaban
udara dengan nilai NSDD = 0 mg/cm2
44
Gambar 4.5 Grafik hubungan tegangan flashover vs kelembaban
udara dengan nilai NSDD = 0,0314 mg/cm2
45
Gambar 4.6 Grafik hubungan tegangan flashover vs kelembaban
udara dengan nilai NSDD = 0,0523 mg/cm2
45
Gambar 4.7 Grafik hubungan tegangan flashover vs kelembaban
udara dengan nilai NSDD = 0,077 mg/cm2
46
Gambar 4.8 Grafik hubungan tegangan flashover vs kelembaban
udara dengan nilai NSDD = 0,1097 mg/cm2
46
Gambar 4.9 Grafik hubungan tegangan flashover vs ESDD dengan
kelembaban udara 66%
48
Gambar 4.10 Grafik hubungan tegangan flashover vs ESDD dengan
kelembaban udara 69%
49
Gambar 4.11 Grafik hubungan tegangan flashover vs ESDD dengan 49
kelembaban udara 72%Gambar 4.12 Grafik hubungan tegangan flashover vs ESDD dengan
kelembaban udara 75%
50
Gambar 4.13 Grafik hubungan tegangan flashover vs NSDD dengan
kelembaban udara 66%
51
Gambar 4.14 Grafik hubungan tegangan flashover vs NSDD dengan
kelembaban udara 69%
51
Gambar 4.15 Grafik hubungan tegangan flashover vs NSDD dengan
kelembaban udara 72%
52
Gambar 4.16 Grafik hubungan tegangan flashover vs NSDD dengan
kelembaban udara 75%
52
Gambar 4.17 Grafik hubungan gradien gambar 4.4 sampai gambar 4.8
vs NSDD
55
Gambar 4.18 Grafik hubungan arus bocor vs kelembaban udara
dengan nilai NSDD = 0 mg/cm2
57
Gambar 4.19 Grafik hubungan arus bocor vs kelembaban udara
dengan nilai NSDD = 0,0314 mg/cm2
57
Gambar 4.20 Grafik hubungan arus bocor vs kelembaban udara
dengan nilai NSDD = 0,0523 mg/cm2
58
Gambar 4.21 Grafik hubungan arus bocor vs kelembaban udara
dengan nilai NSDD = 0,077 mg/cm2
58
Gambar 4.22 Grafik hubungan arus bocor vs kelembaban udara
dengan nilai NSDD = 0,1097 mg/cm2
59
Gambar 4.23 Grafik hubungan arus bocor vs NSDD dengan
kelembaban udara = 66 %
60
Gambar 4.24 Grafik hubungan arus bocor vs NSDD dengan
kelembaban udara = 69 %
61
Gambar 4.25 Grafik hubungan arus bocor vs NSDD dengan
kelembaban udara = 72 %
61
Gambar 4.26 Grafik hubungan arus bocor vs NSDD dengan
kelembaban udara = 75 %
62
Gambar 4.27 Grafik hubungan arus bocor vs ESDD dengan
kelembaban udara 66%
63
Gambar 4.28 Grafik hubungan arus bocor vs ESDD dengan
kelembaban udara = 69%
63
Gambar 4.29 Grafik hubungan arus bocor vs ESDD dengan
kelembaban udara= 72%
64
Gambar 4.30 Grafik hubungan arus bocor vs ESDD dengan
kelembaban udara= 75%
64
Gambar 4.31 Bentuk gelombang pada pengujian arus bocor dengan
nsdd 0.0523 mg/cm2 dan kelembaban 66% dan 72%
66
Gambar 4.32 Bentuk gelombang pada pengujian arus bocor dengan
kelembaban 66% dan NSDD 0.0523 mg/cm2 dan 0.077
mg/cm2
67
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Faktor b 36
Tabel 4.1 Pengaruh lama pengotoran terhadap nilai NSDD dan ESDD 40Tabel 4.2 Pengaruh kontaminasi CaCO3 dan kelembaban udara terhadap
tegangan flashover43
Tabel 4.3 Pengaruh kontaminasi CaCO3 dan kelembaban udara terhadap arus bocor
56
Intisari
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari kontaminasi kalsium karbonat (CaCO3) yang mengendap pada permukaan isolator
gantung dalam beberapa nilai kelembaban udara terhadap terjadinya tegangan flashover dan arus bocor.
Prosedur penelitian yang dilakukan meliputi : (1) pelapisan kontaminan. Pelapisan kontaminan ini dilakukan secara buatan dengan cara menyemprotkan kontaminan ke dalam ruang kabut dimana isolator uji ditempatkan. (2) pengujian tegangan flashover, (3) pengujian arus bocor, (4) penghitungan nilai NSDD dan ESDD.
Hasil dari percobaan ini menunjukkan bahwa makin tinggi nilai endapan kontaminan (NSDD dan ESDD) dan kelembaban udara menyebabkan turunnya tegangan gagal dan bertambahnya nilai arus bocor yang terjadi.
Kata kunci: tegangan flashover, arus bocor, equivalent salt deposit density, non-soluble deposit density
Abstract
The aim of this study was to know the influence of CaCO3 contamination at the surface of suspension insulator on current leakage and flashover voltage occuring at some value of air humidity.
This study was carried out according to the following procedures : (1) coating of insulator surface with contaminant, (2) flashover voltage test (3) measurement of leakage current on contaminated insulator surface, (4) calculation of NSDD and ESDD.
The result of this study showed that the higher the value of contaminant deposition (NSDD and ESDD) and the value of air humidity, the lower the flashover voltages, but the higher the leakage current.
Index Terms: flashover voltage, leakage current, equivalent salt deposit density, non-soluble deposit density
BAB IPENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Salah satu perhatian utama dalam sistem tenaga listrik adalah efisiensi
penyaluran energi listrik dari pembangkit listrik sampai ke konsumen melalui
saluran transmisi dan distribusi. Dalam penyaluran energi listrik yang besarnya
sama, semakin tinggi tingkat tegangan yang digunakan maka rugi-rugi yang
terjadi pada kawat penghantar akan semakin kecil. Namun demikian, penggunaan
tegangan tinggi ini menimbulkan permasalahan dalam hal isolasinya.
Isolator merupakan salah satu jenis alat listrik yang banyak digunakan
pada sistem tenaga listrik, terutama pada sistem transmisi dan distribusi saluran
udara. Isolator ini berfungsi untuk mengisolasi bagian yang bertegangan terhadap
bagian yang seharusnya tidak bertegangan atau untuk memisahkan penghantar
dengan penghantar.
Tahanan isolasi dari permukaan isolator yang bersih memiliki nilai
tertentu yang telah didesain oleh produsen. Nilai tahanan tersebut akan turun bila
permukaannya menjadi kotor atau terkontaminasi polutan. Isolator yang berada
di daerah dengan tingkat polusi yang tinggi dapat menyebabkan isolator tersebut
tidak bekerja secara optimal baik dari segi peningkatan besarnya arus bocor
maupun penurunan tegangan gagal dari nilai awalnya. Komponen konduktif dan
komponen tak larut yang dibawa oleh angin akan membentuk lapisan kontaminan
pada permukaan isolator. Apabila isolator yang terkontaminasi berada di udara
lembab dan berkabut, maka lapisan kontaminan akan menyerap uap air di
sekitarnya dan bila terjadi secara berkelanjutan hingga suatu nilai kritis, maka
akan terjadi lompatan api ataupun arus bocor dari saluran ke tanah melalui
permukaan isolator yang terkontaminasi polutan.
1.2 Perumusan Masalah
Unjuk kerja isolator dalam mengisolir tegangan operasional jaringan
sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, antara lain, suhu, tekanan,
kelembaban, dan polusi udara. Isolator yang dipasang di daerah berkapur mudah
sekali mengalami kontaminasi oleh polutan debu kapur yang sebagian besar
penyusunnya adalah kalsium karbonat (CaCO3). Polutan tersebut dapat
menurunkan tahanan permukaan isolator yang dapat menyebabkan rugi arus bocor
maupun flashover.
Debu kapur merupakan salah satu polutan yang bersifat lembam yaitu
merupakan zat padat yang tidak larut dalam air. Komponen lembam ini dapat
mengurangi ketahanan isolasi suatu isolator karena kapur yang menempel pada
permukaan isolator mempunyai konduktifitas yang lebih tinggi dibandingkan
dengan konduktifitas permukaan isolator. Untuk mengetahui watak isolator
terkontaminasi polutan kapur, perlu dilakukan uji laboratorium.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk :
1. Mengetahui pengaruh kontaminasi kalsium karbonat terhadap nilai
tegangan flashover dan nilai arus bocor.
2. Mengetahui pengaruh kelembaban udara terhadap besarnya tegangan
flashover dan nilai arus bocor.
1.4 Batasan Masalah
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa batasan sebagai berikut.
1. Jenis isolator yang digunakan adalah isolator gantung berbahan porselin.
2. Polutan yang digunakan adalah kalsium karbonat (CaCO3) yang diperoleh
dari pasaran. Metode pemberian polutan dilakukan dengan cara
pengkabutan buatan menggunakan sprayer.
3. Pengujian dilakukan dengan menggunakan tegangan tinggi AC frekuensi
50 Hz. Pengujian ini meliputi pengujian flashover, pengujian arus bocor,
dan pengukuran Equivalent Salt Deposit Density (ESDD).
1.5 Pendekatan Masalah
Dalam melakukan pengujian ini, dilakukan studi yang terdiri atas.
1. Studi literatur.
Studi literatur yang dilakukan yaitu mempelajari literatur – literatur yang
berhubungan dengan teknik tegangan tinggi terutama yang memiliki
korelasi dengan penelitian yang dilakukan. Selain itu, dilakukan pula
telaah sistematis tentang hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
peneliti terdahulu yang ada hubungannya dengan penelitian yang akan
dilakukan.
2. Pengujian laboratorium.
Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi dengan
menggunakan tegangan tinggi AC. Pengujian yang dilakukan meliputi
pengujian arus bocor dan pengujian tegangan flashover yang dipengaruhi
oleh polutan kalsium karbonat dan kelembaban udara yang ditentukan.
Setelah isolator selesai diuji, dilakukan pengukuran Equivalent Salt
Deposit Density (ESDD) dan non-Soluble Deposit Density (NSDD).
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan penelitian ini adalah
1. Bab I merupakan pendahuluan yang memuat latar belakang masalah,
perumusan masalah, batasan masalah, pendekatan masalah, serta
sistematika penulisan.
2. Bab II berisikan dasar teori yang memuat uraian tentang isolator dan
faktor-faktor yang mempengaruhi unjuk kerja isolator.
3. Bab III mengungkapkan prosedur penelitian yang berisi mengenai bahan
dan alat yang digunakan, proses pembuatan polutan, metode pengujian dan
alat ujinya.
4. Bab IV berisikan hasil penelitian dan pembahasan yang memuat seluruh
hasil penelitian dan pembahasan serta analisa tentang data yang diperoleh.
5. Bab V adalah bab penutup yang berisi kesimpulan dari bab-bab
sebelumnya dan saran yang diperoleh dari hasil dan analisa.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 UmumIsolasi merupakan sifat dari suatu bahan yang dapat memisahkan secara
elektris dua buah penghantar atau lebih yang berdekatan sehingga tidak terjadi
kebocoran arus maupun terjadi flashover. Peran isolasi ini sangat penting dalam
sistem tenaga listrik karena merupakan salah satu kondisi dasar yang diperlukan
untuk pengoperaian sistem ini. Isolator adalah alat listrik yang dipakai untuk
menjalankan tugas mengisolasi. Dalam bidang teknik tegangan tinggi, fungsi
isolasi dan bahan isolasi secara ekonomis sangat penting sehingga penghematan
dalam pemakaiannya mutlak diperlukan.
Berdasarkan fungsinya maka bahan isolator dapat digolongkan sebagai
berikut (Naidu, Kamaraju).
1. Penyangga / penggantung (solid supports), merupakan isolator padat
(contoh : porselin, kayu, dan sebagainya)
2. Bahan pengisi (filling media), berupa bahan cairan atau gas, contohnya :
udara, minyak bitumen dan sebagainya
3. Bahan penutup (covering materials), yaitu bahan yang biasanya terdapat
pada bagian paling luar, berupa bahan padat atau cair, misalnya : mika dan
pernis.
2.2 Media Isolasi (Naidu, Kamaraju)
2.2.1 Gas sebagai media isolasi
Bahan dielektrik yang paling sederhana dan paling banyak ditemukan
adalah gas. Udara pada tekanan atmosfer merupakan media isolasi gas yang
paling umum digunakan. Selain udara, gas yang digunakan untuk media isolasi
adalah nitrogen (N2), karbon dioksida (CO2), freon (CCl2F2) dan sulfur
hexafluoride (SF6).
Berbagai fenomena dapat terjadi pada isolasi gas saat suatu tegangan
diterapkan. Saat tegangan yang diterapkan rendah, arus lemah mengalir diantara
elektroda (namun tegangan listrik ini masih dapat ditahan). Akan tetapi, bila
tegangan yang diterapkan tinggi, arus yang mengalir naik secara tajam, dan
terjadilah kegagalan isolasi listrik. Lucutan api yang besar selama terjadi
kegagalan isolasi menyebabkan suatu short circuit diantara elektroda. Nilai
maksimum tegangan yang diterapkan pada media isolasi pada saat terjadinya
kegagalan isolasi disebut tegangan gagal.
Terjadinya perkembangan arus yang besar saat kegagalan isolasi
disebabkan oleh proses ionisasi. Elektron dan ion timbul dari atom-atom atau
molekul-molekul netral, dan perpindahan elektron dan ion menuju anoda dan
katoda inilah yang menyebabkan terjadinya arus yang besar.
2.2.2 Vakum sebagai media isolasi
Gagasan penggunaan vakum sebagai media isolasi telah dikemukakan
sejak lama. Menurut teori Townsend, pertumbuhan arus pada sela elektoda (sela
udara atau hampa) disebabkan oleh aliran partikel bermuatan. Dengan tidak
adanya partikel ini, pada vakum yang sempurna, seharusnya media vakum
menjadi media isolasi yang sempurna. Dalam praktek, suatu nilai tegangan yang
tinggi tetap dapat menyebabkan terjadinya kegagalan isolasi. Saat ini, media
vakum diklasifikasikan sebagai berikut.
High vacuum : 1 x 10-3 sampai 1 x 10-6 Torr
Very high vacuum : 1 x 10-6 sampai 1 x 10-8 Torr
Ultra high vacuum : 1 x 10-9 dan di bawahnya.
Untuk tujuan isolasi listrik, kelas vakum yang umum digunakan adalah high
vacuum, pada rentang tekanan 10-3 Torr sampai 10-6 Torr.
2.2.3 Media isolasi cair
Zat cair dianggap lebih bermanfaat sebagai media isolasi daripada zat
padat ataupun gas. Hal ini dikarenakan baik zat cair maupun zat padat pada
umumnya 103 kali lebih padat daripada zat gas. Selain itu, zat cair, seperti halnya
zat gas, mengisi seluruh volume yang diisolasinya dan secara simultan akan
mendisipasi panas secara konveksi. Media minyak memiliki efisiensi 10 kali lebih
baik daripada udara atau nitrogen dalam hal kemampuan disipasi panasnya saat
digunakan pada transformator. Walaupun zat cair diperkirakan memiliki kekuatan
dielektrik pada orde 10 MV / cm, dalam praktek kekuatan dielektrik yang
diperoleh hanya pada orde 100 kV / cm.
Minyak trafo (minyak petroleum) adalah media isolasi cair yang paling
banyak dipakai. Untuk aplikasi pada temperatur yang sangat tinggi, minyak
silikon dan fluorinated hydrocarbons merupakan media cair yang cocok
digunakan. Minyak nabati tertentu dan ester pernah pula dicoba sebagai media
isolasi, tetapi sebagian isomer dari poly-chlorinated diphenyls (umumnya disebut
dengan nama askerel) dapat bersifat sangat toxic dan beracun, sehingga
penggunaanya sudah hampir dihentikan. Sebagai ganti dari askerel ini maka suatu
sintetik ester (dengan nama dagang Midel) telah dikembangkan karena zat cair ini
tidak bersifat toxic.
Isolasi zat cair biasanya merupakan campuran dari hidrokarbon. Saat
digunakan untuk isolasi listrik, isolasi cair sedapat mungkin terbebas dari uap air,
hasil oksidasi dan kontaminan lainnya. Faktor paling penting yang berdampak
pada kekuatan dielektrik dari isolasi cair adalah kehadiran dari air. Kehadiran air
0,01% saja pada minyak trafo dapat menurunkan kekuatan dielektriknya sebesar
20% dari keadaan sebelum kehadiran air.
2.2.4 Media isolasi padat
Bahan isolasi padat digunakan pada segala macam rangkaian dan peralatan
listrik untuk memisahkan satu konduktor dengan yang lainnya saat dioperasikan
pada tegangan yang berbeda. Suatu bahan isolasi yang baik haruslah memiliki
kerugian dielektrik yang rendah, kekuatan mekanik yang tinggi, bebas dari gas
dan uap air di dalam tubuh bahan isolasi, tahan terhadap kemerosotan terhadap
panas dan kimia.
Penyelidikan kegagalan isolasi berbahan padat merupakan hal yang sangat
penting dalam penyelidikan isolasi. Saat kegagalan isolasi terjadi, bahan padat
mengalami kerusakan secara permanen sementara isolasi gas dapat memulihkan
kekuatan dielektriknya seperti semula dan isolasi cair pulih sebagian setelah
medan listrik yang dikenai ke bahan tersebut hilang.
Pada isolasi padat, mekanisme kegagalan isolasi merupakan fenomena
yang kompleks, dan bervariasi tergantung waktu penerapan tegangan seperti
ditunjukkan pada gambar 2.1. Beberapa macam mekanisme kegagalan isolasi ini
dapat dikelompokkan sebagai berikut.
1. Intrinsik atau kegagalan ionik,
2. Kegagalan elektromekanikal,
3. Kegagalan karena treeing dan tracking,
4. Kegagalan termal,
5. Kegagalan elektrokimia, dan
6. Kegagalan karena internal discharges.
Gambar 2.1 Macam ketahanan isolasi setelah beberapa waktu diaplikasikan di
suatu nilai tegangan
2.3 Teknik Pembangkitan dan Pengujian Dengan Tegangan Tinggi Bolak-
balik Frekuensi Rendah (Arismunandar, 1994)
2.3.1 Keperluan dan fungsi pengujian
Dalam praktek operasi sistem sehari-hari mungkin terjadi tegangan lebih
yang ditimbulkan oleh faktor-faktor di dalam sistem itu sendiri. Tegangan lebih
dalam hal ini dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu
a. Kenaikan amplitudo tegangan bolak-balik dengan frekuensi rendah, disebut
tegangan lebih stasioner.
b. Tegangan lebih peralihan (transient), yang menyebabkan sebagian sistem
berosilasi pada frekuensinya sendiri atau pada frekuensi lain yang tak
periodik.
Kenaikan tegangan dengan frekuensi rendah dapat ditimbulkan, misalnya,
oleh putusnya kawat tegangan tinggi yang panjangnya melebihi suatu batas
tertentu, atau karena adanya hubung singkat pada kawat-kawat transmisi antara
satu atau dua fasa dengan tanah. Dalam beberapa keadaan tertentu tegangannya
dapat mencapai 200 persen atau lebih dari tegangan nominalnya. Berdasarkan atas
keadaan ini maka untuk menyelidiki apakah peralatan listrik yang terpasang pada
jaringan tegangan tinggi dapat menahan tegangan lebih tersebut untuk waktu
terbatas. Besarnya tegangan yang harus diterapkan tergantung pada tegangan
nominal alat listrik yang harus diuji dan pada standar yang berlaku.
2.3.2 Transformator pembangkit tegangan tinggi untuk pengujian
Alat yang dipakai untuk membangkitkan tegangan tinggi bolak-balik
frekuensi rendah ialah sebuah transformator, yang biasanya disebut transformator
penguji (testing transformer). Transformator ini mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut.
1. Perbandingan jumlah lilitannya lebih besar daripada perbandingan pada
transformator tenaga. Hal ini masuk akal, oleh karena transformator penguji
yang dipasang dalam sebuah laboratorium diaplikasikan pada tegangan
distribusi (127 – 220 volt), sedangkan tegangan keluaran yang harus
dihasilkannya adalah tegangan uji ribuan volt.
2. Kapasitas kVA-nya kecil dibandingkan dengan kapasitas trafo tenaga oleh
karena untuk keperluan mengadakan lompatan api tidak diperlukan tenaga
yang besar. Yang diperlukan ialah tegangan, bukan tenaga.
3. Kecuali untuk pengujian-pengujian khusus, hanya transformator satu fasa
yang digunakan. Hal ini disebabkan karena biasanya pengujian dilakukan
fasa demi fasa.
4. Biasanya satu ujung lilitannya (terminal) dibumikan untuk keperluan
pengamanan.
5. Pada waktu merencanakan isolasi untuk transformator penguji hanya
diperhitungkan isolasi terhadap tegangan penguji maksimum, oleh karena
tidak diharapkan bahwa trafo tersebut akan mengalami tegangan lebih
(dalam maupun luar). Seperti dinyatakan sebelumnya bahwa trafo ini
dipasang dalam sebuah laboratorium yang cukup dilindungi terhadap
bahaya tegangan lebih.
6. Konstruksi lilitan dan isolasinya harus direncanakan sedemikian rupa
sehingga tercapai gradien tegangan (de/dx) yang seragam dan osilasi-
tegangan-dalam yang dapat diabaikan dalam lilitannya. Osilasi-dalam ini
adalah gejala peralihan yang disebabkan karena hubung singkat yang
terjadi pada waktu terjadi lompatan api pada benda yang diuji yang
menyebabkan rangkaian pengujiannya mempunyai frekuensi osilasi
tertentu.
Oleh karena jumlah lilitannya relatif lebih banyak, sebab perbandingan
kumparannya tinggi, maka kapasitansi-tersebar (distributed capacitance) dari
trafo-penguji antara kumparan dengan inti atau tangki besar sekali. Oleh sebab itu
maka meskipun trafo itu tak berbeban, arus-pemuatpun (charging current)
mengalir di dalamnya. Oleh karena arus pemuat lebih besar daripada arus eksitasi,
maka hasilnya adalah arus-mendahului (leading current) yang mengalir di dalam
trafo atau spesimen yang diuji. Akibatnya adalah tegangan yang lebih tinggi
daripada tegangan yang ditentukan oleh perbandingan lilitan. Cara menghilangkan
pengaruh arus pemuat ini ialah dengan membuat sela udara di dalam inti dan
membesarkan arus pembangkit.
Berhubung dengan kapasitansi distribusi tersebut di atas dan adanya
reaktansi yang besar maka timbullah resonansi yang frekuensinya mempunyai
besar beberapa ratus hertz. Apabila bentuk gelombang dari sumber tenaga tidak
sempurna, maka akan timbul perubahan bentuk yang lebih besar lagi yang
ditimbulkan oleh resonansi tersebut. Hal ini berakibat bahwa tegangan yang
dihasilkan tidak lagi dapat diperkirakan dari perbandingan kumparan.
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Daya Dielektrik Bahan(Arismunandar, 1994)
2.4.1 Bentuk elektroda
Kekuatan dielektrik isolator dipengaruhi oleh bentuk dari elektroda.
Isolator yang digunakan di lapangan jarang sekali ada dalam medan seragam
karena medan selalu dipengaruhi oleh efek samping dari penghantar atau tanah.
Oleh sebab itu perlu sekali dan telah dijadikan standar untuk melakukan semua
pengujian rutin di laboratorium terhadap isolator dengan elektroda piring dari
berbagai garis-tengah dengan pinggiran persegi atau sedikit diratakan (rounded
edges).
2.4.2 Tebal isolasi
Banyak bahan isolasi hanya dapat dibuat dengan tebal terbatas. Hal ini
berarti bahwa pada tegangan tinggi dimana diperlukan isolasi tebal gradien
tegangannya perlu diatur dalam tubuh isolator dengan mengadakan elektroda
tambahan atau dengan memakai bahan dengan konstanta dielektrik yang berbeda.
Gaya dielektrik dari bahan isolasi termasuk minyak umumnya dapat
dinyatakan sebagai rumus eksponensiil sederhana dimana gayanya naik dengan
tebalnya dipangkatkan angka kurang dari satu.
V = Atn …………………………………………………………(2.1)
dengan,
V = gaya dielektrik
A = konstanta, tergantung pada bahan
t = tebal isolasi
n = 0,5 – 1,0
Harga n untuk bahan padat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
kekeringan, struktur bahan, pengolahan bahan (n lebih rendah untuk bahan yang
diolah daripada yang tidak diolah), dan bentuk medan (seragam atau tidak) yang
tergantung pada bentuk elektroda yang dipakai, untuk medan seragam harga n
biasanya lebih tinggi daripada harga n untuk medan tak seragam.
Penggunaan bahan isolasi minyak, ada faktor lain lagi yang mempengaruhi
harga n, minyak yang dihilangkan gasnya, bila diuji diantara piringan rata gaya
dan dielektrik dan harga n-nya berubah-ubah, tergantung dari piringan, tegak atau
mendatar, hal ini disebabkan karena udara yang tertangkap pada elektroda atas
yang mendatar memegang peranan penting dalam kegagalan.
Harga n = 2/3 pada umumnya dipakai untuk bahan padat dan minyak dalam
perencanaan isolator. Secara kasar dapat dikatakan bahwa untuk meningkatkan
sifat mengisolasi dua kali, tebal bahan isolasi harus dilipatkan tiga kali. Inilah
sebabnya besar dan harga peralatan naik dengan cepat terhadap kenaikan tegangan
nominal.
2.4.3 Waktu penerapan tegangan
Dalam batas waktu yang biasanya dipakai dalam pengujian frekuensi
rendah, besarnya nilai tegangan gagal banyak disebabkan oleh penyimpanan dan
disipasi panas di dalam bahan yang diuji. Bila tegangan bolak-balik diterapkan,
bahan uji mulai terjadi kehilangan histerisis dan rugi dielektrik. Mula-mula
kehilangan daya disimpan dan suhunya mulai naik. Bila suhunya mulai naik,
bahan mulai mendisipasi panas itu sampai keadaan seimbang tercapai (disipasi
panas = panas yang dibangkitkan), suhunya akan naik terus, tahanannya turun,
dan arusnya naik sampai pada akhirnya arus meluncur, titik luncur ini disebut nilai
gagal. Sesudah keadaan seimbang tercapai, kuat gagalnya tidak turun lagi dengan
waktu.
Sebagai hasil berbagai percobaan dengan gaya gagal sebagai fungsi dari
tegangan yang diterapkan (frekuensi 25 Hz sampai 420 Hz), maka telah
ditemukan rumus empiris sebagai berikut.
Rt = + -a 1 aTn …………………………………………………………
(2.2)
Rt = VV1 a = VoV1
dengan V = kuat gagal, setiap waktu T
V1 = kuat gagal, 1 menit (T = 1)
V0 = kuat gagal, waktu tak terhingga, atau tidak ada kegagalan
T = waktu dalam menit
N = bilangan konstan
2.4.4 Frekuensi
Pengaruh frekuensi pada bahan padat dalam batas 25 Hz sampai 420 Hz
dapat dinyatakan dalam rumus.
= Rf Kfn ………………………………………………………………..(2.3)
dengan Rf = perbandingan gaya sebagai fungsi dari frekuensi
K = konstanta tergantung pada bahan
f = frekuensi
n = 0,137
Meskipun ketelitian rumus ini untuk frekuensi di atas 500 Hz tidak
dijamin, kecocokannya untuk pengujian yang dilakukan oleh Peek ternyata cukup
baik. Dalam pengujian minyak trafo pada 60 Hz dan 420 Hz dengan
menggunakan elektroda bulat dan kecepatan menaikkan tegangan 1 kV per 5
detik, dapat dibuktikan bahwa pengaruh frekuensi pada gaya dielektrik dapat
diabaikan.
2.4.5 Waktu penerapan dan frekuensi
Pengaruh waktu penerapan dan frekuensi pada frekuensi komersiil pada
bahan padat adalah sesuai dengan rumus berikut.
= = + - / ,R RtRf 1 1 aT1 4 Kf0 137 ………………………………….(2.4)
dengan R =1 untuk f = 60 Hz dan T = 1 menit
Sedang untuk minyak, karena tidak ada pengaruh dari frekuensi, maka harga R
hanya ditentukan oleh waktu penerapan.
2.5 Pemburukan Isolator(Arismunandar,1994)
Pemakaian isolator selama bertahun-tahun menyebabkan penurunan daya
isolasinya. Proses ini dinamakan pemburukan (deterioration) isolator. Penyebab
utama dari pemburukan isolator adalah perubahan kimiawi dan proses pengerasan
semen, perubahan karena panas dan berkaratnya pasangan-pasangan logam.
Untuk mencegah proses pemburukan dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Meninggikan kuat-mekanis dari bagian porselin
2. Membatasi pengembangan kimiawi dari bagian-bagian semen
3. Mengecat (buffer paint) bagian-bagian semen
4. Tidak menggunakan semen di dalam lapisan porselin
2.6 Proses Kontaminasi dan Kontaminan pada Isolator (Looms,1988)
Bahan-bahan penyebab kontaminasi terbawa oleh angin melekat pada
isolator karena gaya gravitasi, tarikan elektrostatik oleh partikel-partikel
bermuatan listrik, perpindahan dielektrophoretik dari partikel-partikel yang
mempunyai permitivitas tinggi ke dalam ruang yang mempunyai divergensi
medan magnet besar, penguapan larutan ataupun endapan, dan tangkapan
aerodinamik.
Uap air yang mengandung polusi dapat berpengaruh buruk terhadap
isolator yang permukaannya sengaja diberi lapisan semir. Material polusi yang
terkumpul karena peristiwa ini dapat menyebabkan flashover dalam keadaan
basah.
Tangkapan aerodinamik merupakan penyebab utama polusi pada isolator.
Ketika udara yang mengandung partikel-partikel mengalir menuju isolator, maka
isolator akan menangkap partikel-partikel tersebut. Banyaknya tangkapan
tergantung dari bentuk isolator, besar dan densitas partikel, serta kecepatan aliran
udara.
Efek aerodinamik akan semakin besar apabila kecepatan angin semakin
tinggi melebihi kesebandingan linear. Dalam hal ini bentuk isolator sangat
menentukan tingkat tangkapan, tangkapan tertinggi dalam bentuk anti-fog,
terendah pada bentuk-bentuk biconvex, dan sedang pada bentuk dish. Efek
aerodinamik ini tidak hanya dijumpai di daerah yang kotor (berdebu), tetapi juga
pada isolator yang terpasang jauh (puluhan km) dari sumber debu. Hal ini terjadi
karena debu halus dapat diterbangkan oleh angin sampai jarak yang sangat jauh.
Tumbukan partikel-partikel yang terbawa angin selain menyebabkan
timbulnya polusi, ada pula yang bersifat menghilangkan polusi yang sudah
tertimbun, seperti tetes hujan dengan diameter 0,1 sampai 4 mm, dan pasir hingga
diameter 0,1 mm.
Kontaminan yang menempel pada isolator ada yang dapat larut (bersifat
konduktif) dan tidak larut. Komponen yang bersifat konduktif terdiri dari garam
yang dapat terurai menjadi ion-ion dalam suatu larutan, akan mempengaruhi besar
tegangan flashover isolator karena membentuk suatu lapisan konduktif pada
permukaan isolator tersebut.
Komponen tak larut merupakan zat padat yang tidak dapat terurai menjadi
ion-ion di dalam larutan. Zat-zat tersebut dapat membentuk suatu ikatan mekanis
yang mengikat partikel-partikel komponen konduktif. Ikatan mekanis ini
menurunkan proses pencucian permukaan isolator. Komponen tak larut dapat
bersifat hydrophilic (menyerap air) misal semen, dan hydrophobic (kedap air)
misal minyak oli.
Komponen tak larut yang bersifat hydrophilic dapat meningkatkan tingkat
kebasahan permukaan isolator karena bersifat menyerap air, sedang yang bersifat
hydrophobic dapat menurunkan tingkat kebasahan isolator.
2.7 Perhitungan Arus Bocor
Pengujian arus bocor dimaksudkan untuk mendapatkan data berupa nilai
arus bocor dari isolator gantung jika diterapkan pada tegangan kerjanya.
Pengamatan arus bocor ini memerlukan osiloskop sebagai alat bantunya. Input
tegangan yang masuk ke dalam osiloskop harus sesuai dengan karakteristik
kemampuan osiloskop tersebut. Piranti pengaman dan pelindung bagi osiloskop
diperlukan untuk membatasi tegangan besar yang masuk ke dalam osiloskop
dengan cara memasang rangkaian pembagi tegangan dan sela jarum.
Nilai resistans pada rangkaian pembagi tegangan tersebut adalah sebagai
berikut : R1 = 680 ohm, R2 = 920 ohm, R3 = 100 ohm, R4 = 820 ohm, R5 = 10.000
ohm. Berdasarkan perhitungan rangkaian pada gambar 2.2 dapat diukur besarnya
arus I1 berdasarkan nilai tegangan input osiloskop, VCD melalui persamaan berikut
Loop ABDE :
( I1 - I2) R1 = I2 R2 + ( I2 – I3) R3 …………………………………(2.5)
Loop BCD :
( I2 – I3) R3 = I3 ( R4 + R5) …………………………………………(2.6)
I3 R5 = VCD ……………………………………………………………………………………(2.7)
Jika persamaan di atas disederhanakan dan dimasukkan nilai resistansinya maka
diperoleh
I2 = + +I3820 10000 100100 = 109,2 I3
…………………………………(2.8)
I2 = × , = , VCD10000 109 2 0 01092 VCD
………………………………….(2.9)
Sehingga diperoleh persamaan akhir :
(I1- , 0 01092 VCD 680) = ( 920×0,01092VCD ) + ( 0,01092VCD - VCD10000 )100
680 I1- 7,4256 VCD = 10,0464 VCD + 1,092 VCD – 0,01 VCD
680 I1 = 18,574 VCD
I1 = 0,02732 VCD ………………………………………………………..(2.10)
Untai pembagi tegangan yang diperlukan adalah sebagai berikut
Gambar 2.2 Rangkaian pembagi tegangan
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Pengujian Isolator
Isolator lebih banyak digunakan di luar ruangan, sehingga kemungkinan
terkontaminasi polutan sangat besar. Akibat kontaminasi tersebut permukaan
isolator akan dapat bersifat konduktif yang memungkinkan terjadinya flashover
ataupun arus bocor.
Kegagalan isolasi disebabkan oleh beberapa hal antara lain isolasi tersebut
sudah dipakai untuk waktu yang lama, kerusakan mekanis, berkurangnya
kekuatan dielektriknya, dan karena isolasi tersebut dikenakan tegangan lebih.
Dalam hal ini, pengujian tegangan tinggi dimaksudkan untuk
1. Menemukan bahan yang kualitasnya tidak baik atau salah cara
pembuatannya.
2. Memberikan jaminan bahwa alat-alat listrik dapat dipakai pada tegangan
normalnya untuk waktu yang tak terbatas.
3. Memberikan jaminan bahwa isolasi alat-alat listrik dapat tahan terhadap
tegangan lebih untuk waktu yang tak terbatas.
3.2 Sampel Pengujian
Isolator yang digunakan sebagai sampel adalah isolator gantung berbahan
keramik yang terpolusi oleh polutan buatan yang terbuat dari kalsium karbonat.
Pemberian polutan dilakukan dengan cara penyemprotan. Lama penyemprotan
dilakukan dari dua menit hingga sebelas menit.
Pengujian Equivalent Salt Deposit Density dan non-Soluble Deposit
Density dilakukan pada urutan terakhir karena prosesnya memerlukan pencucian
polutan pada bahan uji sampel.
3.3. Alat dan Bahan Penelitian
a. Bahan
Bahan yang digunakan sebagai kontaminan adalah kalsium karbonat
(CaCO3) yang merupakan unsur utama pada batu kapur, sedangkan isolator yang
digunakan adalah isolator keramik jenis gantung seperti pada gambar 3.1 yang
banyak diaplikasikan pada jaringan 20 kV dan 150 kV dengan luas permukaan
1500 cm2.
Gambar 3.1 Isolator gantung
b. Alat
Alat-alat yang digunakan pada pengujian ini adalah sebagai berikut :
1. Rangkaian pengujian tegangan tinggi AC dengan kapasitas transformator
uji = 5 kVA dan tegangan masukkan 220 V, 50 Hz.
2. Ruang kabut ( fog chamber )
Digunakan untuk ruang pelapisan polutan dengan metode pengkabutan
dan pengaturan kelembaban saat proses pengujian.
3. Multimeter HIOKI tipe 3200 Digital Hi Tester
Digunakan untuk mengukur tegangan pada sisi primer transformator uji.
4. Osiloskop LeCroy tipe 9354 AL
Digunakan untuk melihat bentuk gelombang dan mengukur besar arus
bocor yang terjadi.
5. Sprayer dan kompresor
Digunakan sebagai alat bantu pelapisan polutan dengan metode
pengkabutan dan pengaturan kelembaban pada ruang kabut.
6. Gantungan / tempat peletakan isolator gantung.
7. Kapas bersih
Digunakan untuk memisahkan polutan isolator bersama air pencuci.
8. Termometer gelas
Digunakan untuk mengukur suhu air pencuci yang dipanaskan dan
kalibrasi konduktometer.
9. Timbangan analitis
Digunakan untuk menimbang kapas dan pengukuran NSDD.
10. Konduktometer buatan Hanna Instruments No. Code HI8633
Digunakan untuk mengukur konduktivitas air bersama kapas sebelum ada
polutan dan setelah ada polutan.
11. Sarung tangan karet
Digunakan saat proses pemisahan polutan dari isolator
12. Gelas beker berkapasitas 1000 ml dan 500 ml
Digunakan untuk tempat pembuatan larutan CaCO3 dan tempat air pencuci
isolator uji.
13. Kertas saring
Digunakan untuk menyaring polutan yang akan diukur NSDD-nya
14. Oven
Digunakan untuk proses pengeringan polutan untuk pengukuran NSDD.
15. Air destilasi
Digunakan untuk pelapisan dan pencucian polutan pada isolator serta
untuk membersihkan batang konduktometer.
16. Kaolin
17. Kamera
3.4 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini dilakukan sebagai berikut.
3.4.1 Persiapan pengujian
Pada tahap persiapan pengujian dilakukan beberapa langkah, yaitu
1. Pemilihan dan Pembersihan Isolator
Sebelum melakukan pengujian, terlebih dahulu disiapkan isolator
gantung yang akan diuji. Isolator yang telah dipilih tersebut
dibersihkan dengan air biasa dan digosok-gosok dengan
menggunakan busa. Setelah permukaan isolator tampak bersih,
isolator tersebut masih harus dibilas dengan menggunakan air
destilasi untuk meminimalkan partikel-partikel yang bersifat
konduktif. Setelah isolator dirasa cukup bersih, isolator tersebut
dikeringkan pada tempat yang telah tersedia.
2. Penimbangan CaCO3, Kaolin dan Kapas
Kalsium karbonat ( CaCO3 ) dan kaolin yang digunakan diperoleh
dari pasaran. Dalam pembuatan larutan polutan, digunakan 40 gram
kalsium karbonat dan 40 gram kaolin untuk setiap satu liter air
destilasi.
Untuk memisahkan polutan dari isolator digunakan kapas.
Penimbangan kapas ini harus lebih teliti dengan ketelitian sampai
10-4 gram. Massa kapas yang digunakan sekitar 4 gram.
3. Pemberian Lapisan Polutan
Metode kontaminasi buatan yang digunakan adalah metode kabut
garam (salt fog method). Prinsip dari metode ini adalah
menyemprotkan larutan polutan dengan konsentrasi tertentu ke
dalam ruangan tertutup. Jarak antara sprayer dengan obyek uji
sekitar 50 cm. Dalam proses pelapisan kontaminan, kontaminan
tidak disemprotkan langsung ke arah obyek uji. Dengan metode ini
diharapkan polutan dapat menempel secara merata pada permukaan
isolator. Dalam percobaan ini, pengotoran dibagi menjadi dua, yaitu
1. Pengotoran sampel untuk uji arus bocor
Sampel isolator yang digunakan terdiri dari lima kelompok
(berdasarkan lama penyemprotan polutan) yang salah satunya adalah
isolator bebas kontaminan (isolator bersih) sedangkan sisanya
merupakan isolator yang terkontaminasi. Pemberian kontaminan ini
dilakukan melalui penyemprotan larutan polutan yang lama
penyemprotannya divariasi dari 2 menit sampai 11 menit. Setelah
penyemprotan selesai, isolator didiamkan dalam ruang kabut selama
sepuluh menit sampai kabut polutan mengendap sepenuhnya lalu
isolator tersebut dikeluarkan dari ruang kabut untuk dikeringkan.
2. Pengotoran sampel untuk uji tegangan flashover
Sampel uji untuk tegangan gagal terdiri dari lima kelompok
sampel (berdasarkan lama penyemprotan polutan). Tiap kelompok
sampel terdiri dari empat isolator. Lama penyemprotan untuk tiap
kelompok sampel adalah 0 menit (tidak diberi polutan), 2 menit, 4
menit, 7 menit, dan 11 menit. Setelah penyemprotan selesai, isolator
didiamkan dalam ruang kabut selama kurang lebih 10 menit hingga
kabut sepenuhnya mengendap. Selanjutnya, isolator dikeluarkan dari
ruang kabut untuk dikeringkan.
Pada pembuatan sampel ini, tiap kelompok sampel diasumsikan
telah dikotori oleh polutan secara seragam sehingga nilai Equivalent
Salt Deposit Density dan nilai Non-Soluble Deposit Density dianggap
sama.
3.4.2 Pengujian arus bocor
Pengujian ini menggunakan tegangan kerja isolator gantung, yaitu 10 kV.
Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui besar arus bocor pada tegangan kerja
isolator tersebut (tegangan yang diaplikasikan tidak boleh menyebabkan terjadi
flashover pada isolator saat pengujian arus bocor). Rangkaian pengukuran arus
bocor dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 3.2 Rangkaian pengujian arus bocor
Keterangan gambar :
1. T : trafo tegangan tinggi, perbandingan transormasi pada name plate
adalah 220 V / 100 kV, 5 kVA (setelah dikalibrasi ternyata perbandingan
transformasinya 1 : 466)
2. CM : kapasitor tegangan tinggi, 100 Pf
3. VM : alat ukur tegangan tinggi
4. SJ : sela jarum
pengaman osiloskop saat pengukuran arus bocor atau untuk melewatkan
arus tinggi apabila terjadi flashover secara mendadak.
5. Osc : osiloskop LeCroy type 9354 AL, digunakan untuk menampilkan
dan merekam gelombang saat pengukuran arus bocor.
6. Pembagi tegangan, untuk mengamankan osiloskop dan mengkonversi arus
ke tegangan ketika pembacaan arus bocor oleh osiloskop.
7. Ruang kabut.
Di dalam ruang kabut ini diletakkan termometer, barometer, dan higrometer.
Untuk pengamanan peralatan, terutama osiloskop dari bahaya arus bocor
yang besarnya tidak terduga akibat penerapan tegangan tinggi maka dalam
percobaan ini digunakan dua pengaman yaitu pembagi tegangan dan sela jarum.
Prosedur yang dilakukan untuk pengujian arus bocor adalah sebagai berikut
a. Persiapan alat dan bahan
1. Isolator yang akan diuji dimasukkan ke dalam ruang kabut dengan cara
digantung di langit-langit ruang kabut. Usahakan posisi atas permukaan
isolator datar supaya tidak terjadi tetesan air saat pemberian kabut buatan.
2. Siapkan rangkaian pengujian seperti pada gambar 3.2
3. Siapkan sprayer, air destilasi, barometer, higrometer, dan thermometer
b. Pelaksanaan pengujian
1. Pasang higrometer, barometer, dan termometer di dalam ruang kabut.
Penempatan higrometer, barometer, dan termometer ini harus diatur
sedemikian rupa agar tidak terlalu jauh dan tidak terlalu dekat dari isolator
uji.
2. Semprotkan air destilasi hingga terbentuk kabut dengan menggunakan
sprayer. Tujuan pengkabutan ini untuk menciptakan kelembaban yang
diinginkan yaitu antara 55% hingga kelembaban kritis 75 %. Pengujian
arus bocor dilakukan setelah 10 menit proses pengkabutan.
3. Periksa rangkaian pengujian seperti pada gambar 3.2
4. Secara berturut-turut main switch, control switch, primer switch, dan
sekunder switch diposisiskan “ON”.
5. Switch penaik tegangan diputar pada posisi ON dengan kecepatan 1,5 kV /
detik, hingga voltmeter menunjukkan tegangan di sekunder 21 V (di
primer 10 kV, karena tegangan yang diukur voltmeter adalah tegangan
primer maka untuk memperoleh nilai tegangan sekunder tegangan primer
dikalikan dengan rasio 466). Catat hasil pengukuran pada osiloskop.
Catat data yang dihasilkan osiloskop tiap pengujian.
4.3. Pengujian tegangan flashover AC
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh kontaminasi kalsium
karbonat dan kelembaban lingkungan terhadap karakteristik tegangan flashover
isolator gantung. Rangkaian pengujian adalah seperti tampak pada gambar di
bawah ini.
Gambar 3.3 Rangkaian pengujian tegangan flashover ac
Langkah pengujian tegangan flashover AC isolator terkontaminasi kalsium
karbonat adalah sebagai berikut
1. Isolator uji dimasukkan ke dalam ruang kabut.
2. Pasang termometer, barometer, dan higrometer.
3. Atur kelembaban dari 66 % hingga 75 %. Pengaturan kelembaban ini
dilakukan dengan cara pengkabutan. Setelah itu, isolator dibiarkan dalam
ruang kabut selama 10 menit sebelum pengujian.
4. Setelah 10 menit, catat nilai suhu, kelembaban, dan tekanan udara dalam
ruang kabut. Lakukan pengujian tegangan flashover AC dengan
menaikkan tegangan dengan kecepatan 1,5 kV / detik. Pengujian tegangan
flashover dilakukan tiga sampai lima kali untuk tiap isolator.
Untuk mendapatkan tegangan flashover pada kondisi tekanan dan suhu
standar, maka perlu dilakukan koreksi dengan menggunakan persamaan
berikut.
VS = VB / d …………………………………………(3.1)
dengan,
VS = tegangan flashover pada keadaan standar
VB = tegangan flashover yang diukur pada keadaan sebenarnya
d = kepadatan udara relatif
d = × + + = , +bB760 273 20273 t 0 386bB273 tB
…………………(3.2)
bB = tekanan udara pada waktu pengujian (mmHg)
tB = suhu pada waktu pengujian (0C)
Bila tekanan dinyatakan dalam mbar, maka
d = × + + = , +bB1013 273 20273 t 0 289bB273 tB
…………………(3.3)
3.4.4 Penentuan ESDD polutan isolator
Lapisan polutan atau garam yang menempel pada permukaan isolator
dapat menyebabkan turunnya nilai hambatan permukaan isolator tersebut. Untuk
memperoleh nilai kepadatan garam atau disingkat ESDD (Equivalent Salt Deposit
Density) dari isolator uji dilakukan proses sebagai berikut.
1. Pengukuran ESDD dimulai dengan mempersiapkan peralatan dan air
destilasi yang digunakan untuk memisahkan polutan yang menempel pada
permukaan isolator uji. Peralatan yang disiapkan antara lain.
- Gelas ukur berkapasitas 1000 mL
Digunakan untuk menampung air pencuci dan air hasil cucian isolator
uji bersama polutan yang telah dipisahkan serta kapas untuk
membersihkan permukaan isolator uji dari polutan.
- Kapas
Kapas ditimbang dengan berat kira-kira 4 gr untuk membersihkan tiap
isolator uji
- Konduktometer buatan Hanna Instruments No Code HI8633
Digunakan untuk menentukan konduktivitas air dan kapas, baik
sebelum maupun sesudah ada polutan
- Sarung tangan karet
Digunakan untuk memisahkan polutan dari permukaan isolator uji agar
isolator uji tidak terkontaminasi oleh kotoran dari luar.
2. Pengukuran konduktivitas
Semua peralatan yang digunakan pada proses pengukuran
konduktivitas ini terlebih dahulu dibersihkan untuk menghindari adanya
kontaminasi dari luar. Proses yang dilakukan adalah sebagai berikut.
- Isikan air destilasi ke dalam gelas hingga 1000 ml .
- Masukkan kapas bersih ke dalam air tersebut
- Aduk air destilasi bersama kapas bersih tersebut lalu ukur suhu dan
konduktivitas. Catat hasilnya.
- Bersihkan isolator uji dari polutan yang menempel di permukaannya
menggunakan kapas dan air destilasi tersebut.
- Setelah proses pencucian isolator uji selesai, kapas bersama air destilasi
dan polutan ditampung kembali dalam gelas ukur.
- Aduk kapas dan polutan supaya polutan larut secara merata. Setelah itu,
ukur suhu dan konduktvitasnya dengan konduktometer. Catat hasilnya.
3. Perhitungan ESDD
- Hasil pengukuran konduktivitas air bersama kapas baik yang mengandung
polutan maupun yang tidak pada suhu tertentu dikonversikan ke
konduktivitas pada suhu 200 C menggunakan faktor koreksi (K), seperti
pada tabel 3.1 berikut.
Tabel 3.1 Faktor b
θ (ᵒC) b
5 0,031556
10 0,02817
20 0,02277
30 0,01905
Perhitungan konduktifitasnya adalah
σ20 = σθ [1 – b(θ - 20)] …………………………(3.4)
- Dari konduktivitas pada suhu 200 C kemudian dapat ditentukan
konsentrasi garam dalam % dengan menggunakan persamaan
D =( , × - × ) , /5 7 10 4 σ20 1 03 10 …………………(3.5)
dengan D = konsentrasi garam dalam %
σ20 = konduktivitas garam, μS/cm pada suhu 20 0C
- ESDD dihitung dengan menggunakan persamaan
ESDD = 10 x V x ( - )D1 D2 S …………………(3.6)
dengan,
ESDD = Equivalent Salt Deposit Density (mg / cm2)
V = Volume air pencuci (ml)
D1 = Ekivalen konsentrasi garam dari air bersama kapas
sesudah ada polutan
D2 = Ekivalen konsentrasi garam dari air bersama kapas
sebelum ada polutan
S = Luas seluruh permukaan isolator (cm2)
4.5. Pengukuran NSDD (Non-Soluble Deposit Density)
Pengukuran NSDD atau material endapan tak larut dilakukan sebagai
berikut.
Alat yang digunakan
- Kertas saring digunakan untuk menyaring endapan
- Corong dan gelas beker
- Oven, digunakan untuk proses pengeringan hasil saringan
- Timbangan analitik, digunakan untuk menimbang kertas saring baik
sebelum ada endapan dan kapas maupun sesudahnya
Langkah-langkah pengukuran.
- Air hasil pencucian isolator terkontaminasi dan kapasnya disaring
menggunakan kertas saring dan air hasil saringannya ditampung dalam
gelas beker. Kertas saring yang digunakan sebelumnya ditimbang dengan
menggunakan timbangan analitik.
- Hasil penyaringan (endapan polutan dan kapas) dan kertas saringnya
dikeringkan dengan menggunakan oven.
- Endapan polutan, kapas dan kertas saring ditimbang dengan menggunakan
timbangan analitik.
- Massa endapan diperoleh dengan cara
Massa endapan = (massa total kapas, kertas saring dan polutan) –
(massa kapas + massa kertas saring)
- Selanjutnya dilakukan perhitungan NSDD dengan cara membagi massa
endapan dengan seluruh luas permukaan isolator uji.
BAB IV
HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian
Setelah pengujian-pengujian tersebut dilakukan, maka didapat hasil
sebagai berikut.
1. Hubungan antara kontaminasi CaCO3 terhadap nilai ESDD
2. Pengaruh kontaminasi CaCO3 terhadap tegangan flashover
3. Pengaruh kelembaban udara terhadap tegangan flashover
4. Pengaruh kontaminasi CaCO3 terhadap arus bocor
5. Pengaruh kelembaban udara terhadap arus bocor
2. Analisis Metode Kontaminasi Buatan
Pengujian ini menggunakan metode kontaminasi buatan dalam penyiapan
sampel pengujian. Dari metode ini diperoleh sampel uji seperti gambar berikut.
(a) (b)
Gambar 4.1 (a) lama pengotoran 2 menit ; (b) lama pengotoran 11 menit
Gambar 4.1 merupakan sampel uji yang diperoleh dengan metode
kontaminasi buatan dengan lama pengkabutan 2 menit dan 11 menit. Secara kasat
mata, dapat diketahui bahwa dengan lama pengotoran 11 menit (gambar 4.1.b)
menghasilkan endapan kontaminan yang lebih banyak dibandingkan dengan lama
penyemprotan 2 menit (gambar 4.1.a). Nilai NSDD dan ESDD pada tiap sampel
uji yang diperoleh adalah sebagai berikut.
Tabel 4.1 Pengaruh lama pengotoran terhadap nilai NSDD dan ESDD
No. Lama pengotoran(menit)
NSDD(mg/cm2)
ESDD(mg/cm2)
1 0 0 02 2 0.0314 0,295x10-3
3 4 0.0523 0,730x10-3
4 7 0.077 0,978x10-3
5 11 0.1097 1,274x10-3
Untuk mengetahui hubungan antara lama pengotoran dengan nilai ESDD
dan NSDD, dapat dilihat pada gambar 4.2 dan gambar 4.3.
Gambar 4.2 Hubungan antara lama pengotoran dengan nilai NSDD
Gambar 4.3 Hubungan antara lama pengotoran dengan nilai ESDD
Dari gambar 4.2 dan 4.3, diperoleh hasil bahwa makin lama pengotoran
maka nilai NSDD dan nilai ESDD yang terdeposit pada permukaan bagian atas
isolator gantung menjadi makin bertambah. Dari gambar 4.1, tampak bahwa
kontaminan menempel secara merata di permukaan bagian atas isolator gantung
sedangkan permukaan yang menghadap ke bawah tidak terkontaminasi. Penyebab
dari fenomena tersebut karena kontaminan yang melekat pada isolator
dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain gaya gravitasi, tarikan elektrostatik oleh
partikel bermuatan listrik, dan desain dari isolator.
Gaya gravitasi dipengaruhi oleh massa benda dan percepatan gravitasi
menurut persamaan
F = m x g …………………………………………(4.1)
dengan,
F = gaya gravitasi (dalam N)
m = massa benda (dalam kg)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
Larutan CaCO3 yang dikabutkan dalam ruang kabut akan menghasilkan
partikel CaCO3 bersama partikel air yang beterbangan memenuhi ruang kabut
secara merata. Karena pengaruh gaya gravitasi, partikel tersebut lambat laun akan
turun seluruhnya. Sebagian partikel yang berada tepat di atas permukaan isolator
akan mengendap di permukaan tersebut. Makin besar massa partikel, makin
mudah dan cepat partikel tersebut mengendap. Untuk permukaan isolator yang
menghadap ke bawah, permukaan ini tidak terkontaminasi oleh kontaminan
karena gaya lekat kontaminan lebih kecil daripada berat kontaminan sehingga
kontaminan akan jatuh.
Salah satu faktor lain yang mempengaruhi pelekatan kontaminan pada
permukaan isolator adalah desain dari isolator itu sendiri. Desain isolator ini akan
sangat mempengaruhi efek aerodinamik pada isolator. Saat partikel kontaminan
yang terbawa udara terhembus melewati isolator, maka isolator akan menangkap
partikel-partikel tersebut. Banyaknya partikel kontaminan yang tertangkap
dipengaruhi pula oleh jumlah partikel kontaminan dan kecepatan angin.
Kontaminan yang mengendap pada permukaan isolator dapat terbagi
menjadi dua jenis yaitu, kontaminan yang tidak larut dalam air (NSDD) dan yang
larut dalam air atau ESDD. Pengaruh dari NSDD dan ESDD terhadap besarnya
arus bocor dan tegangan flashover akan dibahas pada ulasan berikutnya.
3. Pengujian Tegangan Flashover
Pengujian tegangan flashover dilakukan untuk mengetahui pengaruh
kehadiran kontaminan dan pertambahan kelembaban terhadap besarnya tegangan
gagal yang terjadi. Pengujian tegangan flashover dilakukan sebanyak 3 sampai 5
kali untuk setiap isolator uji. Pengujian ini merupakan salah satu cara untuk
mengetahui kekuatan dielektrik isolator. Tabel 4.2 berikut menunjukkan hasil
pengujian tegangan flashover untuk berbagai nilai kontaminasi CaCO3 dan
kelembaban udara.
Tabel 4.2 Pengaruh kontaminasi CaCO3 dan kelembaban udara terhadap tegangan flashover
No.Lama
penyemprotan(menit)
NSDD(mg/cm2)
ESDD(mg/cm2)
Tegangan flashover (kV) untuk kelembaban udara
66 % 69 % 72 % 75 %1 0 0 0 90,4 88,7 86,8 79,1
2 2 0.0314 0,295x10-3 84,0 79 71,4 71,6
3 4 0.0523 0,730x10-3 83,5 76,1 71.4 66,6
4 7 0.077 0,978x10-3 82,2 68,3 70,8 65,3
5 11 0.1097 1,274x10-3 82 64 60,8 57,3
Tabel 4.2 menunjukkan nilai rata-rata hasil pengujian tegangan flashover.
Nilai tegangan flashover tersebut merupakan nilai pada keadaan standar-nya.
Dengan menggunakan program excel, dapat dibuat grafik yang
menyatakan hubungan kelembaban udara terhadap tegangan flashover, nilai
ESDD terhadap tegangan flashover dan nilai NSDD terhadap tegangan flashover.
3.1. Pembahasan hasil pengujian tegangan flashover vs
kelembaban udara
Pada pengujian ini, kelembaban udara divariasi dari 66% hingga 75%.
Hasil pengujian ditampilkan pada tabel 4.2 dan gambar 4.4 sampai 4.8.
Gambar 4.4 Grafik hubungan tegangan flashover vs kelembaban udara dengan nilai NSDD = 0 mg/cm2
Gambar 4.5 Grafik hubungan tegangan flashover vs kelembaban udara dengan nilai NSDD = 0,0314 mg/cm2
Gambar 4.6 Grafik hubungan tegangan flashover vs kelembaban udara dengan nilai NSDD = 0,0523 mg/cm2
Gambar 4.7 Grafik hubungan tegangan flashover vs kelembaban udara dengan nilai NSDD = 0,077 mg/cm2
Gambar 4.8 Grafik hubungan tegangan flashover vs kelembaban udara dengan nilai NSDD = 0,1097 mg/cm2
Grafik yang terbentuk dari gambar 4.4 sampai gambar 4.8 ini
terhubung dengan persamaan sebagai berikut
• Nilai NSDD = 0 mg/cm2
y = -1.193x + 170.3 ; R² = 0.858
• Nilai NSDD = 0,0314 mg/cm2
y = -1.493x + 181.7 ; R² = 0.891
• Nilai NSDD = 0,0523 mg/cm2
y = -1.846x + 204.5; R² = 0.986
• Nilai NSDD = 0,077 mg/cm2
y = -1.606x + 184.9 ; R² = 0.710
• Nilai NSDD = 0,1097 mg/cm2
y = -2.576x + 247.6 ; R² = 0.823
Kurva pada grafik menggambarkan hubungan matematis besaran yang
diamati. Besar pendekatan regresi dengan data sebenarnya ditunjukkan dengan
koefisien R2 (semakin mendekati angka 1, maka tingkat estimasi makin baik)
Dari data tersebut, dapat diketahui bahwa pada nilai kontaminasi yang sama,
tegangan flashover turun bila kelembaban ditingkatkan dari 66% menuju 75%.
Tegangan gagal pada frekuensi rendah (pada pengujian ini digunakan
tegangan ac 50 Hz) lebih mudah terjadi melalui permukaan isolator daripada
melalui bagian dalam isolator. Karena hal ini, maka faktor lingkungan mempunyai
peranan yang cukup besar terhadap besarnya arus bocor, seperti kelembaban
lingkungan. Kelembaban udara menyatakan banyaknya partikel air yang
terkandung dalam udara tersebut. Dengan meningkatnya kelembaban udara, hal
ini menyebabkan makin banyak partikel air yang berada di udara. Air
mengandung ion yang konduktif sehingga ion-ion tersebut akan bergerak menuju
elektroda (bila diberikan tegangan tinggi sebesar Vbd) yang disebabkan oleh
pengaruh medan listrik. Karena pengaruh ion tersebut, maka di sekitar elektroda
terjadi akumulasi muatan sehingga mengakibatkan distribusi medan litrik tidak
homogen lalu bila tegangan sudah tidak dapat ditahan lagi, maka akan terjadi
kegagalan isolasi lewat permukaan.
3.2. Pembahasan hasil pengujian tegangan flashover yang
dipengaruhi oleh adanya kontaminan
Adanya kontaminan pada permukaan isolator dapat mempengaruhi kinerja
dari isolator. Gambar 4.9 sampai 4.12 berikut ini menunjukkan hubungan antara
nilai ESDD terhadap besarnya tegangan flashover isolator uji.
Gambar 4.9 Grafik hubungan tegangan flashover vs ESDD dengan kelembaban udara 66%
Gambar 4.10 Grafik hubungan tegangan flashover vs ESDD dengan kelembaban udara 69%
Gambar 4.11 Grafik hubungan tegangan flashover vs ESDD dengan kelembaban udara 72%
Gambar 4.12 Grafik hubungan tegangan flashover vs ESDD dengan kelembaban udara 75%
Dari gambar grafik tersebut diperlihatkan adanya hubungan yang tidak
linear antara besarnya tegangan flashover yang terjadi dengan nilai ESDD pada
permukaan isolator. Dari gambar tersebut diketahui pula bahwa kenaikan nilai
ESDD menyebabkan nilai tegangan flashover permukaan isolator menjadi
menurun (pada nilai kelembaban udara yang sama).
Gambar 4.13 hingga gambar 4.16 memperlihatkan hubungan antara
tegangan flashover terhadap keberadaan komponen kontaminan tak larut
(NSDD).
Gambar 4.13 Grafik hubungan tegangan flashover vs NSDD dengan kelembaban udara 66%
Gambar 4.14 Grafik hubungan tegangan flashover vs NSDD dengan kelembaban udara 69%
Gambar 4.15 Grafik hubungan tegangan flashover vs NSDD dengan kelembaban udara 72%
Gambar 4.16 Grafik hubungan tegangan flashover vs NSDD dengan kelembaban udara 75%
Gambar 4.13 sampai gambar 4.16 memperlihatkan pengaruh dari adanya
NSDD terhadap kekuatan dielektrik isolator pada tegangan tinggi bolak-balik
frekuensi rendah 50 Hz. Dengan bertambahnya nilai NSDD, hal ini menyebabkan
tegangan flashover isolator uji menjadi turun secara eksponensial (pada nilai
kelembaban udara yang sama).
Pada isolator bersih dalam kondisi kering, tegangan flashover yang terjadi
dapat dijelaskan sebagai berikut. Medan listrik pada isolator uji terdistribusi
hampir merata di seluruh bagian isolator, walaupun pada bagian sudut isolator
yang dekat dengan konduktor bertegangan memiliki konsentrasi medan yang lebih
besar (Vosloo, Holtzhausen). Hal inilah yang menyebabkan dibutuhkannya
tegangan listrik yang lebih besar untuk dapat menyebabkan sejumlah besar
elektron yang berada di katoda bergerak menuju anoda.
Pada isolator yang terkontaminasi, kontaminan kalsium karbonat melekat
hanya pada permukaan isolator yang menghadap ke atas, sedangkan permukaan
isolator yang menghadap ke bawah terbebas dari kontaminan tersebut. Perbedaan
kondisi ini menyebabkan ketidakhomogenan distribusi medan listrik (ada bagian
yang memiliki konsentrasi medan lebih tinggi). Bila pada isolator tersebut
dilakukan uji tegangan gagal ac frekuensi rendah, maka didapat hasil tegangan
flashover yang lebih rendah daripada isolator uji dalam keadaan bersih.
3.3. Pembahasan pengaruh kelembaban udara dan
kontaminan kalsium karbonat terhadap tegangan flashover
Permukaan isolator yang masih baik memiliki sifat hydrophobic yang
tinggi untuk memperkecil kemungkinan partikel air menempel di permukaan
isolator. Sifat hydrophobic ini dapat berkurang bila permukaan isolator terkikis
atau terdapat kontaminan.
Pada pengujian ini, dilakukan pengotoran terhadap permukaan isolator
dengan menggunakan kontaminan kalsium karbonat. Kontaminan ini menurunkan
sifat hydrophobic permukaan isolator. Kontaminan kalsium karbonat yang
menempel pada permukaan isolator uji menyebabkan partikel air mudah melekat.
Melekatnya partikel air ini juga dapat menyebabkan larutnya sebagian partikel
kontaminan (kontaminan yang terlarut disebut ESDD) yang dapat meningkatkan
konduktifitas air.
Akibat dari adanya kontaminan dan partikel air pada permukaan isolator
uji ini mempengaruhi tegangan flashover. Dari gambar grafik 4.4 sampai gambar
4.8 diperoleh persamaan garis yang menghubungkan antara nilai kelembaban
udara dan besarnya tegangan flashover pada suatu nilai kontaminasi tertentu
sebagai berikut.
• Nilai NSDD = 0 mg/cm2
y = -1.193x + 170.3 ; R² = 0.858
• Nilai NSDD = 0,0314 mg/cm2
y = -1.493x + 181.7 ; R² = 0.891
• Nilai NSDD = 0,0523 mg/cm2
y = -1.846x + 204.5; R² = 0.986
• Nilai NSDD = 0,077 mg/cm2
y = -1.606x + 184.9 ; R² = 0.710
• Nilai NSDD = 0,1097 mg/cm2
y = -2.576x + 247.6 ; R² = 0.823
Dari persamaan garis tersebut diketahui bahwa nilai gradien garis
cenderung meningkat (makin curam) bila nilai kontaminan juga
meningkat. Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada gambar 4.17 berikut.
Gambar 4.17 Grafik hubungan gradien gambar 4.4 sampai gambar 4.8 vs NSDD
Dari gambar 4.17 di atas, tampak bahwa peningkatan nilai NSDD
akan menyebabkan gradien menjadi makin besar. Hal ini dikarenakan
dengan makin banyaknya endapan kontaminan di permukaan isolator,
partikel air yang terserap makin banyak. Bila hal ini terjadi, maka
pengaruh kelembaban udara akan makin signifikan sehingga pengaruhnya
terhadap tegangan flashover makin besar.
4.4 Pengujian Arus Bocor
Pengujian arus bocor dilakukan pada tegangan kerja isolator gantung yaitu
10 kV. Hasil pengujian arus bocor untuk tegangan uji 10 kV ditampilkan pada
tabel 4.3 berikut.
Tabel 4.3 Pengaruh kontaminasi CaCO3 dan kelembaban udara terhadap arus bocor
No.
NSDD(mg/cm2)
ESDD(mg/cm2)
Arus Bocor (mA) untuk kelembaban udara66 % 69 % 72 % 75 %
1 0 0 0,075 0,088 0,087 0,0902 0.0314 0,295x10-3 0,080 0,090 0,092 0,0973 0.0523 0,730x10-3 0,087 0,093 0,095 0,0974 0.077 0,978x10-3 0,093 0,096 0,100 0,1015 0.1097 1,274x10-3 0,129 0,138 0,150 0,156
Data tabel di atas dapat digunakan untuk mencari grafik hubungan antara
besar arus bocor yang terjadi terhadap kelembaban udara, nilai ESDD dan NSDD.
Grafik ini dibuat dengan menggunakan perangkat lunak Excel.
4.4.1 Pembahasan pengaruh kelembaban udara terhadap arus bocor
Gambar 4.18 sampai gambar 4.22 yang ditampilkan berikut merupakan
hasil analisis regresi berdasarkan tabel 4.3 yang menunjukkan hubungan antara
arus bocor dengan kelembaban udara.
Gambar 4.18 Grafik hubungan arus bocor vs kelembaban udara dengan nilai NSDD = 0 mg/cm2
Gambar 4.19 Grafik hubungan arus bocor vs kelembaban udara dengan nilai NSDD = 0,0314 mg/cm2
Gambar 4.20 Grafik hubungan arus bocor vs kelembaban udara dengan nilai NSDD = 0,0523 mg/cm2
Gambar 4.21 Grafik hubungan arus bocor vs kelembaban udara dengan nilai NSDD = 0,077 mg/cm2
Gambar 4.22 Grafik hubungan arus bocor vs kelembaban udara dengan nilai NSDD = 0,1097 mg/cm2
Dari grafik tersebut, diketahui bahwa kenaikan kelembaban udara akan
memperbesar nilai arus bocor yang mengalir melalui isolator. Hal ini disebabkan
oleh menurunnya konduktivitas permukaan isolator yang dipengaruhi oleh
kenaikan kelembaban udara. Kenaikan kelembaban udara tersebut menambah
jumlah partikel air di permukaan isolator. Partikel air yang menempel di
permukaan isolator inilah yang menyebabkan nilai konduktivitas permukaan
isolator menjadi meningkat. Karena konduktivitasnya meningkat, maka arus yang
mengalir melalui permukaan isolator akan meningkat pula.
4.4.2 Pembahasan pengaruh kontaminan terhadap arus bocor
Kontaminan sangat mempengaruhi besarnya arus bocor yang mengalir.
Telah disebutkan bahwa kontaminan terdiri dari kontaminan yang dapat larut
dalam air dan tidak terlarut dalam air. Gambar 4.23 sampai gambar 4.26 berikut
ini menunjukkan pengaruh dari kontaminan kalsium karbonat yang tidak terlarut
dalam air (NSDD) terhadap arus bocor yang mengalir pada nilai kelembaban
tertentu.
Gambar 4.23 Grafik hubungan arus bocor vs NSDD dengan kelembaban udara = 66 %
Gambar 4.24 Grafik hubungan arus bocor vs NSDD dengan kelembaban udara = 69 %
Gambar 4.25 Grafik hubungan arus bocor vs NSDD dengan kelembaban udara = 72 %
Gambar 4.26 Grafik hubungan arus bocor vs NSDD dengan kelembaban udara = 75 %
Dari grafik tersebut diketahui bahwa dengan meningkatnya nilai NSDD
ini akan menyebabkan naiknya nilai arus bocor yang mengalir melalui isolator uji.
Gambar 4.27 hingga gambar 4.30 merupakan grafik yang disajikan untuk
menyatakan secara visual pengaruh nilai ESDD terhadap arus bocor yang terjadi
dalam kelembaban tertentu.
Gambar 4.27 Grafik hubungan arus bocor vs ESDD dengan kelembaban udara 66%
Gambar 4.28 Grafik hubungan arus bocor vs ESDD dengan kelembaban udara = 69%
Gambar 4.29 Grafik hubungan arus bocor vs ESDD dengan kelembaban udara= 72%
Gambar 4.30 Grafik hubungan arus bocor vs ESDD dengan kelembaban udara= 75%
Dari gambar tersebut, diketahui bahwa makin besar jumlah kontaminan
terlarut (ESDD) akan menyebabkan meningkatnya arus bocor yang terjadi.
Baik gambar grafik arus bocor vs NSDD (gambar 4.23 sampai 4.26)
maupun gambar grafik arus bocor vs ESDD (gambar 4.27 sampai gambar 4.30)
menunjukkan hubungan yang tidak linear. Persamaan garis yang terbentuk (yang
paling mendekati data) merupakan persamaan garis polinomial derajat dua.
Kemungkinan bentuk persamaan ini tidak dapat sepenuhnya mewakili hubungan
antara nilai arus bocor dengan NSDD dan antara nilai arus bocor dengan ESDD
karena nilai NSDD dan ESDD tersebut mempengaruhi nilai arus bocor secara
simultan. Namun, gambar grafik tersebut sudah dapat dianggap memenuhi apa
yang hendak dicapai dalam penelitian ini.
Kontaminan kalsium karbonat menutupi permukaan isolator uji yang
menghadap ke atas secara merata. Kontaminan ini memiliki nilai konduktifitas
yang lebih tinggi daripada permukaan isolator sehingga dengan kehadiran
kontaminan tersebut akan menyebabkan mengalirnya arus bocor yang lebih besar
daripada saat isolator uji dalam keadaan bersih dan kering.
4.4.3 Pembahasan pengaruh kontaminan dan kelembaban terhadap arus
bocor
Kehadiran kontaminan yang bersifat lembam dapat menyebabkan partikel
H2O mudah menempel di permukaan isolator karena berkurangnya sifat
hydrophobic permukaan isolator. Partikel H2O ini merupakan larutan elektrolit
lemah sehingga memiliki kemampuan konduktivitas yang relatif tinggi
dibandingkan permukaan isolator. Selain itu, kehadiran partikel H2O ini juga
dapat menyebabkan larutnya kontaminan yang terlarut yang dinyatakan dengan
nilai ESDD. Kontaminan yang terlarut ini menambah tinggi tingkat konduktifitas
dari air. Karena nilai konduktifitas dari larutan dan adanya endapan tak larut
tersebut menyebabkan arus bocor yang mengalir menjadi bertambah.
Berkut ini ditampilkan bentuk gelombang perekaman dari hasil pengujian
arus bocor pada osiloloskop.
(a) (b)
Gambar 4.31 Bentuk gelombang pada pengujian arus bocor dengan nsdd 0.0523 mg/cm2 dan kelembaban (a) 66% ; (b) 72%
(a) (b)
Gambar 4.32 Bentuk gelombang pada pengujian arus bocor dengan kelembaban 66% (a) 0.0523 mg/cm2; (b) 0.077 mg/cm2
Dari gambar 4.31 diketahui bahwa dengan naikkannya kelembaban udara
selain menyebabkan kenaikan nilai arus bocor juga menyebabkan timbulnya
impuls. Implus yang terjadi ini merupakan discharge pada permukaan isolator.
Gambar 4.32 merupakan gambar gelombang arus bocor pada kelembaban
66 % dari nilai NSDD yang berbeda. Pertambahan endapan kontaminan kalsium
karbonat dapat memicu terjadinya discharge sehingga fenomena ini menjadi
semakin sering terjadi.
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KesimpulanDari percobaan, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.
1. Endapan kontaminan kalsium karbonat pada permukaan isolator gantung
dapat menyebabkan turunnya kekuatan dielektrik isolator. Semakin banyak
endapan kontaminan tersebut, semakin menurun tegangan flashover yang
dapat ditahan isolator.
2. Faktor lingkungan,seperti kelembaban udara, turut pula mempengaruhi
besarnya tegangan flashover pada isolator. Naiknya kelembaban udara
menyebabkan tegangan flashover menurun.
3. Meningkatnya jumlah endapan kontaminan kalsium karbonat
menyebabkan pengaruh kelembaban terhadap tegangan flashover menjadi
makin signifikan.
4. Pengaruh meningkatnya nilai kelembaban udara dan atau endapan
kontaminan menyebabkan arus bocor menjadi makin besar.
5.2 Saran
Penelitian yang dilakukan ini masih memiliki banyak kekurangan, untuk
itu perlu dilakukan perbaikan untuk penelitian-penelitian sejenis. Beberapa
perbaikan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Percobaan yang dilakukan hendaknya memperhatikan pengaruh intensitas
cahaya, suhu, dan tekanan udara secara lebih seksama supaya diperoleh
lama pengeringan yang sama pada permukaan isolator saat dilakukan
pengujian. Hal ini perlu dilakukan supaya didapat data arus bocor yang
lebih akurat agar hasil penelitian menjadi lebih valid.
2. Perlunya dilakukan penanggulangan derau yang timbul pada pembacaan
osiloskop supaya data yang sebenarnya dapat diperoleh.
3. Perlunya tempat penyimpanan isolator uji yang benar-benar jauh dari
jangkauan manusia dan hewan agar kerusakan kontaminan pada
permukaan isolator dapat diminimalkan.
DAFTAR PUSTAKA
Arismunandar, Artono., 1994, “Teknik Tegangan Tinggi”, Pradnya Paramita,
Jakarta.
International Electrotechnical Commision : IEC 507, 1991, “Artificial Pollution
Test on High Voltage Insulator To Be on AC System”,2nd Edition.
Khan, Yasin.,”Impact of Arid Desert’s Simulated Environmental Conditions on
High Voltage Polymeric Insulators”, King Saud University, Saudi
Arabia
Kusmana, E., 2000, “Pengaruh Kontaminasi Kapur terhadap Tegangan Gagal dan
Arus Bocor Isolator”, Skripsi, UGM, Yogyakarta.
Looms, J.S.T., 1988,”Insulator for High Voltages”, Peter Peregrinus Ltd., London.
Naidu, M.S. dan V.Kamaraju., “High Voltage Engineering,2nd Edition”, McGraw-
Hill Publishing Co.Ltd., New Delhi.
Prasetyohadi.,2001,”Pengaruh Kontaminasi Semen terhadap Tegangan Gagal dan
Arus Bocor Isolator”, Skripsi, UGM, Yogyakarta.
Vosloo, W.L. dan Holtzhausen, J.P.,”The Electric Field of Polluted
Insulators”,University of Stellenbosch, South Afica.
Vosloo, W.L. dan Holtzhausen, J.P.,”The Effect of Thermal Characteristics of
Power Line Insulators on Pollution Performance”, University of
Stellenbosch, South Africa