nepotisme

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tugas seminar pendidikan agama islam

Citation preview

Daftar IsiPENDAHULUAN2A.Latar Belakang2B.Tujuan Penulisan2BAB II3PEMBAHASAN3A.Pengertian Nepotisme3B.Nepotisme menurut ajaran islam4C.Nepotisme menurut hukum di Indonesia9BAB III10PENUTUP10A.Kesimpulan10

BAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang

Tindak perilaku Nepotisme akhir-akhir ini makin marak dipublikasikan di media massa maupun media cetak. Tindak nepotisme ini mayoritas dilakukan oleh para pejabat tinggi negara yang sesungguhnya dipercaya oleh masyarakat luas untuk memajukan kesejahteraan rakyat sekarang malah merugikan negara. Hal ini tentu saja sangat memprihatinkan bagi kelangsungan hidup rakyat yang dipimpin oleh para pejabat yang terbukti melakukan tindak yang tidak benar. Sangat di sayangkan bahwa sebagian besar masyarakat di Indonesia belum mengetahui tentang nepotisme, oleh karena itu saya akan membahas tentang nepotisme.B. Tujuan Penulisan

a) Mengetahui pengertian dari nepotisme.b) Mengetahui gambaran umum tentang nepotisme.c) Mengetahui persepsi masyarakat tentang nepotisme.d) Mengetahui fenomena nepotisme e) Mengetahui sanksi tentang nepotisme.

BAB IIPEMBAHASAN

A. Pengertian Nepotisme

Nepotisme berasal dari bahasa latin yaitu nepos atau nepotis yang berarti cucu (arti kiasan) keturunan dan atau keponakan. Baik kerabat langsung maupun hanya hubungan perkawinan dan bahkan bisa meningkat pada relasi atau teman (konco-konco). Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pengertian nepotisme adalah tindakan yang hanya menguntungkan sanak saudara atau teman-teman sendiri, terutama dalam pemerintahan walaupun objek yang diuntungkan tidak kompeten. Pengertian nepotisme sebagai tindakan mengambil kesempatan terhadap suatu keadaan, posisi atau jabatan berdasarkan hubungan kekerabatan, tidak selalu mempunyai konotasi makna yang negatif. Nepotisme menjadi sebuah perilaku positif (baik), apabila objek yang diuntungkan memang dianggap kompeten.Hal ini sah sah saja , hanya yang menjadi persoalan, jika tindakan nepotisme dikaitkan pemberian posisi atau jabatan tertentu kepada orang yang mempunyai kekerabatan dengan seorang pelakunya tanpa memperdulikan unsur-unsur sebagai berikut :Pertama, unsur keahlian atau kemampuan yang dimiliki, kalau nepotisme dilakukan dengan tidak memperdulikan kualitas, maka pelakunya bisa dikategori sebagai orang yang dzalim dan dapat merusak tatanan kehidupan, baik keluarga, masyarakat, negara, maupun agama.Kedua, unsur kejujuran dalam menjalankan amanat, Jika nepotisme dijalankan dengan cara yang tidak dibenarkan dalam suatu peraturan atau hukum tertentu, seperti menutup kesempatan kepada orang lain yang sama-sama mempunyai hak, maka ia termasuk kelompok yang bisa dikategorikan sebagai orang yang tidak jujur dan khianat terhadap amanat.B. Nepotisme menurut ajaran islam

pengertian nepotisme dalam Islam adalah menganjurkan untuk mendahulukan pemberian atau mementingkan sanak saudara atau teman sendiri, terutama dalam hal yang betul-betul membutuhkan dan mendesak.Menurut ajaran Islam, seorang pemimpin tidak boleh memberikan jabatan -apalagi jabatan yang sangat strategis-kepada seseorang semata-mata atas dasar pertimbangan hubungan kekerabatan atau kekeluargaan, padahal yang bersangkutan tidak mempunyai kemampuan dan profesionalisme, atau tidak bersifat amanah dalam memegang jabatan yang diberikan kepadanya, atau ada orang lain yang lebih berhak dari padanya. Sebagaimana telah disabdakan oleh Rasulullah dalam hadits shahih riwayat Imam al-Hakim dalam al-Mustadrak dari sahabat Abdullah ibn Abbas, sebagai berikut:"Barangsiapa memberikan jabatan kepada seseorang semata-mata karena didasarkan atas pertimba -ngan keluarga, padahal di antara mereka ada orang yang lebih berhak daripada orang tersebut, maka ia telah berkhianat kepadaAllah, Rasulullah dan orang-orang yang beriman".Jika yang diserahi tugas itu adalah kerabat dekat dari orang yang memberi tugas, bukanlah menjadi persoalan. Yang penting apakah orang tersebut memenuhi persyaratan atau tidak. Jadi prinsip yang ditanamkan dalam Islam adalah soal kompetensi seseorang atas sesuatu jabatan, bukan ada tidaknya hubungan kekerabatan. Kalaupun sekiranya pemangku sebuah jabatan adalah keluarga dari orang menunjuk, selama orang tersebut berkompeten/berhak dan tidak ada pihak-pihak yang merasa dizalimi, maka hal itu tidaklah menjadi persoalan Seperti yang tersirat dalam ayat Al-Qur-an dibawah in: .Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil, dan berbuat kebaikan, serta memberi bantuan kepada kaum kerabat; dan melarang daripada melakukan perbuatan-perbuatan Yang keji dan mungkar serta kezaliman. Ia mengajar kamu (dengan suruhan dan laranganNya ini), supaya kamu mengambil peringatan mematuhiNya.(Surat al-Nahl ayat 90). Tapi jika kita memegang prinsip kekerabatan sebagai landasan, dalam arti setiap ada hubungan kekerabatan seseorang dengan pejabat yang menunjuk maka itu sudah merupakan nepotisme yang terlarang, secara rasional barangkali sikap ini kurang obyektif. Hanya gara-gara hubungan kerabat, seseorang tidak berhak mendapatkan haknya, padahal ia berkompeten dalam urusan itu, tentu sikap seperti ini berlebihan yang tidak pada tempatnya. Jadi dalam pandangan Islam, nepotisme tidak selamanya tercela. Yang dilarang adalah menempatkan keluarga yang tidak punya keahlian dalam suatu posisi karena didasari oleh adanya hubungan kekeluargaan. Atau punya kapasitas, tetapi masih ada orang yang lebih berhak untuk jabatan itu, namun yang didahulukan adalah keluarganya. Ini juga nepotisme yang tercela. Karena ada orang lain yang dizalimi,- tidak mendapatkan haknyaKarakteristik dan ciri-ciri nepotisme menurut Hadis :1. Tidak berimanNepotisme adalah sebuah kejahatan karena merampas hak orang lain dan memberikannya kepada kerabat atau sanak famili yang tidak layak mendapatkannya. Salah satu pendorong seseorang untuk melakukan kejahatan adalah karena tidak memiliki iman pada saat melakukan hal tersebut. Karena dengan iman, setiap orang meyakini bahwa ia selalu diawasi oleh Yang Mahakuasa, sehingga tidak akan melakukan hal-hal yang negatif apalagi dosa besar2. Tidak amanahNepotisme berkaitan dengan rekrutmen. Dalam rekrutmen, ada dua syarat menurut ajaran Islam yaitu kemampuandan kejujuran.Uji kelayakan dan kepantasan yang sekarang dilakukan bagi calon pejabat tertentu sejalan dengan semangat yang diajarkan al-Quran itu.Berbagai jenis pekerjaan atau jabatan jelas menuntutkemampuan yang berbeda, akan tetapi apapun pekerjaan atau jabatan seseorang, dia harus memiliki kejujuran dan tanggung jawab, yaitu sikap yang menghormati norma dan hukum yang berlaku. Negara akan aman dari segala jenis kejahatan, termasuk nepotisme, jika pejabat-pejabatnya berlaku jujur.Rekrutmen yang tidak sehat banyak terjadi karena pejabat yang bersangkutan tidak memiliki amanah dan tanggung jawab. Padahal selayaknya sebuah amanah kekuasaan wajib dijalankan dengan sangat hati-hati dan bertanggung jawab. Karena hal itu menyangkut pemberian kepercayaan bukan hanya dari rakyat, melainkan juga dari Allah swt. sebagai pemberi amanah.3. Melakukan KezhalimanSebagaimana telah dipaparkan sebelumnya bahwa rekrutmen jabatan itu melalui ketentuan-ketentuan yang telah disepakati. Oleh karena itu, menyalahi kesepakatan itu dengan menunjuk keluarga yang tidak lolos merupakan sebuah kezhaliman karena merampas hak orang lain.Keengganan Rasulullah memberikan jabatan atau tugas kepada seseorang karena faktor kekurangkompotenan dalam bidangnya menjadi indikikasi bahwa Nabi tidak menghendaki kezaliman terjadi dengan memberikan jabatan bukan pada ahlinya.

4. Melakukan kebohongan publikTermasuk krakter nepotisme itu adalah suka melakukan kebohongan publik, dimana pelakunya menutup-nutupi atau membatasi hak-hak orang lain dengan tidak mengakses atau mengumumkan secara terbuka sehingga orang lain tidak dapat mengetahui hal itu. Semisal ada sebuah lowongan kerja atau kekosongan jabatan atau beasiswa kemudian hanya diumumkan kepada keluarga atau kepada sejawatnya.Dampak nepotisme dan sanksinya1. Laknat dari Allah SWTSalah satu sanksi yang diperoleh oleh pelaku nepotesme adalah laknat Allah swt. karena telah memberikan sesuatu bukan pada orang yang berhak sehingga dianggap sebagai sebuah kejahatan yang menyengsarakan khalayak, merugikan rakyat, merugikan perekonomian dan manajemen Negara, merendahkan martabat manusia dan bangsa di mata Allah maupun bangsa-bangsa lain di dunia ini. Karena sangat membahayakan, maka Hadis melarangnya dan mengancam pelakunya dengan tegas untuk tidak mendekatinya apatahlagi melakukannya dengan ancaman tidak diterima segala amal baiknya dan pada akhirnya dimasukkan ke dalam api neraka, sebagaimana tindakan preventif ketika Allah melarang mendekati perbuatan zina.2. Haram masuk surgaPejabat yang melakukan penipuan seperti nepotisme akan dimasukkan ke dalam neraka sebagai konsekwensi dari kutukan Allah swt. Hat itu terjadi, karena mereka tidak mengindahkan perintah-perintah Allah dengan melakukan kezaliman terhadap orang lain.Bahkan dalam konteks yang lebih besar lagi, yang dimaksud dengan tidak masuk surga di sini, bukan hanya dapat diaplikasikan di akhirat semata akan tetapi juga dapat direalisasikan di dunia dengan tidak merasakan kebahagiaan, kenikmatan, keadilan, ketentraman dan kedamaian di muka bumi sebagaimana yang bisa dirasakan oleh penduduk surga nanti.

3. Bertanggung jawab atas kejahatan di akhiratSebagaimana kejahatan-kejahatan yang lain, nepotisme juga akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Yang Maha Kuasa atas kejahatan yang telah dilakukannya. Pertanggungjawaban itu akan disesuaikan dengan kejahatan yang telah dilakukan seperti ungkapan hadis Nabi berikut: Meskipun hadis ini menunjuk pelaku korupsi bukan pelaku nepotisme akan tetapi ada kesamaan di antara keduanya yakni sama-sama menyalahgunakan jabatan untuk melakukan kejahatan. Dengan menelaah hadis di atas, maka sanksi yang akan dirasakan nanti oleh pelaku nepotisme adalah dikalungi kejahatan apa saja yang telah dilakukannya. Semisal pernah memberikan jabatan kepada sanak keluarga, maka jabatan dan isinya akan dikalungkan di lehernya kelak.

C. Nepotisme menurut hukum di IndonesiaDi Indonesia sendiri, nepotisme pun tidak di perbolehkan, adapun pasal pasal tindak pidana yang berkaitan dengan nepotisme. Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, menegaskan bahwa Nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.Selanjutnya, Pasal 5 angka 4 menyatakan bahwa setiap Penyelenggara Negara berkewajiban untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme. Adapunsanksidari pelanggaran ketentuan Pasal 5 angka 4 tersebut diatur pada Pasal 20 ayat (2) yang berbunyi Setiap Penyenggara Negara yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 4 atau 7 dikenakan sanksi pidana dan atau sanksi perdata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sanksi tersebut dipertegas dalam Pasal 22 yang berbunyi Setiap Penyelenggara Negara atau Anggota Komisi Pemeriksa yang melakukan Nepotisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 4 dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 2(dua) tahun dan paling lama 12(dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000(Dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000 (Satu milliar rupiah).

BAB IIIPENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pemarapan-pemaparan di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:1. Nepotisme secara etimologi adalah kemanakan, sanak keluarga dan orang terdekat sedangkan menurut hadis, nepotisme adalah memberikan jabatan atau tugas apapun kepada orang lain (baik keluarga atau konco-konconya) bukan atas dasar kredibilitas dan kapabilitas serta kemaslahatan dalam mengemban tugas atau jabatannya sehingga dapat menimbulkan kekacauan dan kehancuran. Oleh karena itu, menurut hadis Nabi, nepotisme bisa terjadi jika ketiga hal (kredibilitas, kapabilitas dan kemaslahatan) tidak terwujud dalam rekrutmen.2. Ciri-ciri dan karakteristik orang-orang yang melakukan nepotisme berdasarkan hadis-hadis Nabi antara lain, tidak memiliki iman atau paling tidak keimanannya dipertanyakan pada saat dia melakukan kejahatan tersebut, tidak amanah (jujur) dan tidak bertanggung jawab (kompoten), melakukan kezhaliman terhadap orang lain, melakukan kebohongan publik dimana pelakunya menutup-nutupi atau membatasi hak-hak orang lain dengan tidak mengakses atau mengumumkan secara terbuka dan paling penting tidak memiliki akhlak.3. Di antara sanksi yang akan dirasakan oleh orang yang melakukan nepotisme berdasarkan hadis-hadis Nabi di antaranya, laknat Allah swt. karena telah memberikan sesuatu bukan pada orang yang berhak sehingga dianggap sebagai sebuah kejahatan yang menyengsarakan khalayak dan merugikan rakyat serta merugikan perekonomian dan manajemen Negara, haram masuk surge atau lebih tepatnya masuk neraka, dan bertanggung jawab atas kejahatannya di akhirat nanti.Dengan mengkaji hadis-hadis tentang nepotisme dan melihat definisi nepotisme, mengetahui karakteristik dan sanksi-sanksinya, maka selayaknya setiap orang paling tidak mampu mengaplikasikan hadis-hadis tersebut dengan cara tidak melakukan nepotisme karena dapat merugikan diri sendiri terlebih lagi orang lain. Dan lebih baiknya lagi jika hadis itu mampu kita tularkan kepada anggota keluarga, khususnya keluarga yang kebetulan menjadi pejabat atau menduduki jabatan atau pengaruh di sebuah lembaga.Jika apa yang dianjurkan atau yang dilarang oleh Rasulullah melalui hadis-hadisnya mampu direalisasikan minimal oleh setiap individu, maka kebahagiaan, ketentraman, kesejahteraan dan kenyamanan layaknya kehidupan surga akan dirasakan di dunia ini meskipun tidak seindah dan semudah di surga kelak.

.DAFTAR PUSTAKA

Lihat Surah al-Baqarah ayat 85.Abu al-Husain, Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi,Shahih Muslim, kitabal-ZakahbabQabul al-Shadaqah Min al-Kasb al-Thayyib(Bairut: Dar al-Jail, t. thn),.Op.Cit. Jilid 3 hal. 85Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari,Shahih al-Bukharikitabal-IlmibabMan Suila Ilman wahuwa Musytagi(Bairut: Dar Ibnu Katsir, Cet. III, 1407 H./1987 M.) dan Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hambal al-Syaibani,Musnad Ahmad,MusnadAisyah bin Abi Bakar(Bairut: Alam al-Kutub, Cet. I, 1419 H./1998 M.), Jilid 2 hal. 361Daud Rasyid,Hukum Tentang Korupsi(dikutip dari internet yang dimuat pada hari Rabu, 09 Agustus 2008, akan tetapi diakses pada tanggal 26 Desember 2008).M. Syuhudi Ismail,Kaedah Keshahihan Hadis; Telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah(Cet. II; Jakarta: Bulan Bintang, 1995), h. 3.Hassan Shadily, dkk,Ensiklopedi Indonesia,(Jakarta: Ichtiar Baru-van Hoeve, 1983) Jilid 4 hal. 2361http://thkhusus.wordpress.com/2010/01/03/nepotisme-dalam-perspektif-hadis-nabi-saw/http://junaidimuadzin.wordpress.com/2009/07/02/konsep-nepotisme-menurut-hukum-islam-dan-hukum-positif-di-indonesia/

6