Upload
phamminh
View
225
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Pembuatan Dan Karakterisasi Batako Ringan Yang Di Buat Dari Sludge (Limbah Padat)
Industri Kertas-Semen(Disarikan dari: Berlian Sihombing)
Laporan PenelitianJudul : Pembuatan Dan Karakterisasi Batako Ringan Yang Di Buat
Dari Sludge (Limbah Padat) Industri Kertas-SemenOleh : Prof.Dr.Timbangen Sembiring,M.Sc
Drs.Ferdinan Sinuhaji,M.S
Penyusun :
Ahmad Nasrulloh(4301410014)Helivia Elvandari (4301410013)Nestri Yunarti (4301410010)Vera Hardyana (4301410016)
JURUSAN KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2011
ABSTRAK
Telah dilakukan pembuatan batako sludge dengan bahan agregat berbasis sludge,
dan pasir, di mana semen digunakan sebagai matrik perekat. Variasi rasio sludge terhadap
pasir adalah 100 : 0, 80 : 20, 60 : 40, 40 : 60, 20 : 80, dan 0 : 100 (dalam % volume), dan
waktu pengerasan: 7, 14, 21 dan 28 hari. Parameter pengujian yang dilakukan meliputi:
densitas, penyerapan air, kuat tekan, kuat patah, kuat tarik, daya redam suara, dan analisa
mikrostruktur. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa batako ringan dengan variasi
komposisi terbaik adalah 60% (volume) sludge dan 40% (volume) pasir, jumlah semen
pada kondisi tetap (31,75 cm3) dan waktu pengeringan selama 28 hari. Pada komposisi
tersebut, batako ringan yang dihasilkan memiliki densitas 1,56 gr/cm3, penyerapan air =
31,7%, kuat tekan = 9,1 MPa, kuat tarik = 1,83 MPa, dan kuat patah = 1,19 MPa. Ternyata
batako ringan ini mampu merespon dengan baik menyerap suara pada frekuensi: 125, 270,
500, dan 1000 Hz, dengan koefisien penyerapan suara pada frekuensi tersebut masing-
masing sekitar: 20, 30, 15,8 dan 9%. Berdasarkan analisa mikro struktur menunjukkan
bahwa sludge berupa serat dengan ukuran diameter berkisar 5 µm dan panjang 30 µm,
partikel pasir atau semen dengan ukuran berkisar 2 µm dan batako yang dihasilkan relatif
berpori dengan ukuran bisa mencapai 20 µm.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Secara umum pertumbuhan atau perkembangan industri konstruksi di Indonesia
cukup pesat, meskipun terjadi krisis ekonomi. Hampir 60% material yang digunakan
dalam pekerjaan konstruksi adalah beton, yang banyak dijumpai dalam pembuatan
gedung, jalan, bendungan, saluran dan lain-lain. Salah satu material konstruksi dalam
pembuatan dinding bangunan adalah batako.
Batako adalah bahan konstruksi yang terbuat berbasis perekat semen, sedangkan
agregatnya pada pembuatan batako konvensional, berupa: pasir dan batu (kerikil).
Batako umumnya banyak digunakan di bidang konstruksi dalam pembangunan rumah,
gedung, jembatan, konstruksi jalan dan lain-lain. Karakteristik batako yang umum ada
di pasaran memiliki densitas rata-rata: 2,0 - 2,5 gr/cm3, kuat tekan bervariasi dari 3 -
50 MPa (Yassar, et.al, 2003). Bila dilihat dari nilai densitas maka batako sekarang ini
tergolong cukup berat, sehingga untuk mengangkatnya baik pada waktu pengangkutan
ataupun instalasinya memerlukan tenaga alat berat sebagai media pembantu (Tetuko,
et.al, 2008).
Kelebihan atau keunggulan dari penggunaan batako ringan yang memiliki
densitas yang sangat rendah dibandingkan dengan beton pada umumnya antara lain:
mudah dalam handling dan pemasangan, sangat bagus dalam peredaman panas dan
suara, serta waktu konstruksi akan berlangsung dengan cepat. Dengan adanya
keunggulan tersebut maka batako ringan khususnya batako berpori sangat cocok sekali
dipergunakan untuk pembangunan perumahan, dan perkantoran.
Dalam penelitian ini akan mencoba menguasai teknologi pembuatan batako ringan dari
campuran air, semen, pasir, dan limbah padat pabrik kertas yang menghasilkan limbah
dalam jumlah yang cukup besar. Selama ini pemanfaatan limbah padat tersebut belum
optimal. Sebagian kecil limbah hanya dimanfaatkan sebagai tanah urugan pada area di
sekitar pabrik, sedangkan sisanya ditimbun begitu saja.
Apabila keadaan ini dibiarkan terus-menerus, maka semakin lama pabrik akan
kekurangan lahan untuk penimbunan limbah sehingga dimungkinkan terjadinya
pencemaran lingkungan. Dengan demikian diperlukan upaya untuk mengatasi
permasalahan tersebut, salah satu alternatif adalah dengan melakukan daur ulang
limbah menjadi bahan bangunan seperti batako ringan. Sehingga dengan
memanfaatkan limbah padat (sludge) pabrik kertas sebagai agrerat batako ringan
diharapkan dapat tercapai densitas < 1600 kg/m3 dengan kekuatan mekanik 3-5 MPa
(menurut British Standard BS 6073 Part I, syarat kekuatan mekanik untuk Building
Block adalah 2,5 -5 MPa).
1.2. Rumusan Masalah
Yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah limbah padat (sludge) industri kertas dapat dimanfaatkan sebagai
agregat halus dalam pembuatan batako.
2. Apakah limbah padat (sludge) industri kertas di dalam beton dapat memperingan
produk batako.
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk memahami teknologi pembuatan batako ringan.
2. Pemanfaatan limbah padat Industri kertas (sludge) menjadi batako ringan.
1.4. Hipotesis
Pemanfaatan limbah padat (sludge) pabrik kertas sebagai agregat dalam
pembuatan batako dapat dihasilkan batako ringan dengan densitas < 1600 kg/m3 dan
kuat patahnya 3-5 MPa. Perubahan ratio limbah padat (sludge) pabrik kertas dan
semen akan memberikan pengaruh terhadap karakteristik batako ringan secara
signifikan.
1.5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Pemanfaatan limbah padat (sludge) industri kertas dalam pembuatan batako ringan.
2. Dapat mengurangi jumlah pasir dalam pembuatan batako ringan.
3. Batako ringan akan lebih ringan dan lebih murah/ekonomis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Batako
Batako adalah campuran antara semen portland atau semen hidrolik yang lain,
agregat halus, agregat kasar dan air dengan atau tanpa bahan tambahan membentuk
masa padat. Dalam usaha memahami karakteristik bahan penyusun campuran batako
sebagai dasar perancangan beton. Departemen Pekerjaan Umum melalui Lembaga
Penyelidikan Masalah Bangunan (LPMB) banyak mempublikasikan standar-standar
yang berlaku.
Departemen Pekerjaan Umum - Departemen Pekerjaan Umum melalui Lembaga
Penyelidikan Masalah Bangunan (DPU - LPMB) memberikan definisi tentang beton
sebagai campuran antara semen portland atau semen hidrolik yang lainnya, agregat
halus, agregat kasar dan air dengan atau tanpa bahan campuran tambahan membentuk
massa padat (SK.SNI T . 15 . 1990). Pada keadaan normal perbandingan antara
semen : pasir (agregat halus) : kerikil (agregat kasar) = 1 : 1,5 : 2,5. Batako yang
dibuat dengan agregat normal adalah batako normal, yaitu yang mempunyai berat isi
2.200 -2.500 kg/m3 (SK.SNI.T . 15 . 1990). Kekuatan tekannya sekitar 15-40 MPa.
Parameter-parameter yang paling mempengaruhi kekuatan batako adalah:
1. Kualitas semen.
2. Proporsi semen terhadap campuran.
3. Kekuatan dan kebersihan agregat.
4. Interaksi atau adhesi antara pasta semen dengan agregat.
5. Pencampuran yang cukup dari bahan-bahan membentuk beton.
Di samping kualitas bahan penyusunnya, kualitas pelaksanaan pun menjadi sangat
penting dalam pembuatan beton (Mulyono T, 2005).
2.2. Kelebihan dan Kekurangan Beton Ringan
1. Kelebihan
a. Dapat dengan mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan kontruksi.
b. Mampu memikul beban yang berat.
c. Tahan terhadap temperatur yang tinggi.
d. Biaya pemeliharaan kecil.
e. Daya pantul suara yang kecil.
2. Kekurangan
a. Bentuk yang telah dibuat sulit diubah.
b. Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi.
c. Berat (Mulyono Try, 2005).
2.3. Semen
Semen adalah suatu jenis bahan yang memiliki sifat adhesif dan kohesif yang
memungkinkan melekatnya fragmen-fragmen mineral lain menjadi suatu massa yang
padat. Definisi ini dapat diterapkan untuk banyak jenis bahan semen yang biasa
digunakan untuk konstruksi beton untuk bangunan. Secara kimia semen dicampur
dengan air (hydration) untuk dapat membentuk massa yang mengeras, semen semacam
ini disebut semen hidrolis atau sering disebut juga semen Portland.
Massa jenis semen yang disyaratkan oleh ASTM adalah 3,15 gr/cm3, pada
kenyataannya massa jenis semen yang diproduksi berkisar antara 3,03 gr/cm3 sampai
3,25gr/cm3. Variasi ini akan berpengaruh proporsi campuran semen dalam campuran.
2.3.1. Jenis Semen
Berikut ini merupakan jenis-jenis semen yang beredar di pasaran sesuai SNI
seperti Tabel 2.1 berikut ini:
Sumber: Saragih, DT, 2007
2.3.2. Semen Portland Pozolan
Semen Portland Pozolan adalah suatu bahan pengikat hidrolis yang dibuat
dengan menggiling bersama-sama kliner semen Portland dan bahan yang mempunyai
sifat pozolan, atau mencampur secara merata bahan bubuk yang mempunyai sifat
pozolan (SNI 15-0302-1989). Selama penggilingan atau pencampuran dapat
ditambahkan bahan-bahan lain selama tidak mengakibatkan penurunan mutu.
Bahan yang mempunyai sifat pozolan atau adalah bahan yang mengandung
senyawa silika aluminium di mana bentuknya halus dan dengan adanya air, maka
senyawa-senyawa ini akan bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroaksida pada
suhu kamar membentuk senyawa yang mempunyai sifat seperti semen. Semen
Portland Pozolan dapat digolongkan menjadi 2 jenis yaitu sebagai berikut (Mulyono
Try, 2005):
1. Semen Portland Pozolan jenis SPP A yaitu semen portland pozolan yang dapat
dipergunakan untuk semua tujuan pembuatan adukan beton serta tahun sulfat
sedang dan panas hidrasinya sedang.
2. Semen Portland Pozolan jenis SSP B yaitu semen portland pozolan yang dapat
dipergunakan untuk semua adukan beton tersebut tahan sulfat sedang dan panas
hidrasi rendah.
2.4. Agregat
Pembagian agregat sangat menolong dalam memperbaiki keawetan serta stabilitas
volume dari batako ringan. Karakteristik fisik dari agregat dalam beberapa hal
komposisi kimianya dapat mempengaruhi sifat-sifat batako ringan dalam keadaan
plastis maupun keadaan telah mengeras dengan hasil-hasil yang berbeda. Berikut ini
merupakan jenis-jenis agregat (Mulyono Try, 2005).
1. Agregat Biasa
Jenis ini dapat digunakan untuk tujuan umum dan menghasilkan batako dengan
massa jenis yang berkisar antara 2,3 gr/cm3-2,5 gr/cm3. Agregat ini seperti pasir
dan kerikil yang dapat diperoleh dengan cara ekstraksi dari batuan alluvial dan
glasial. Pasir dan kerikil dapat juga diperoleh dengan cara menggali dari dasar
sungai dan laut.
2. Agregat Berat
Jenis ini dapat digunakan secara efektif dan ekonomis untuk jenis batako yang
harus menahan radiasi, sehingga dapat memberikan perlindungan terhadap sinar X,
Gamma dan Neutron. Efektivitas batako berat dengan massa jenis antara 4 gr/cm3-
5gr/cm3 bergantung pada jenis agregatnya.
3. Agregat Ringan
Jenis ini dipakai untuk menghasilkan batako ringan dalam sebuah bangunan yang
beratnya sendiri sangat menentukan. Agregat ringan digunakan dalam bermacam-
macam produk batako berkisar antara bahan isolasi sampai pada batako bertulang
atau beton pra-tekan, sungguh pun penggunaannya yang paling banyak dalam
pembuatan blok-blok beton pracetak. Batako yang digunakan dengan agregat ringan
mempunyai sifat tahan api yang baik.
Agregat ini mempunyai pori sangat banyak, sehingga daya serapnya jauh lebih
besar dibandingkan dengan daya serap agregat lainnya. Oleh karena itu
penakarannya harus dilakukan secara Volumetrik. Massa jenis agregat ringan
berkisar antara 0,35 gr/cm3 - 0,85gr/cm3.
Dalam penelitian ini menggunakan 2 jenis agregat yaitu agregat biasa (pasir) dan
agregat ringan sludge (limbah padat) pabrik kertas.
2.5. Pasir
Agregat yang digunakan untuk pembuatan batako ringan ini adalah pasir yang lolos
ayakan yang diameternya lebih kecil 5 mm. Adapun kegunaan pasir ini adalah untuk
mencegah keretakan pada batako apabila sudah mengering. Karena dengan adanya
pasir akan mengurangi penyusutan yang terjadi mulai dari percetakan hingga
pengeringan.
Pasir ini memang sangat penting dalam pembuatan batako ringan, tapi apabila
kadarnya terlalu besar akan mengakibatkan kerapuhan jika sudah mengering. Ini
disebabkan daya rekat antra partikel-partikel berkurang dengan adanya pasir dalam
jumlah yang besar, sebab pasir tersebut tidak bersifat merekat akan tetapi hanya
sebagai pengisi (Filler).
Pasir yang baik digunakan untuk pembuatan batako ringan berasal dari sungai dan
untuk pasir dari laut harus dihindarkan karena dapat mengakibatkan perkaratan dan
masih mengandung tanah lempung yang dapat membuat batako menjadi retakretak
(Mulyono Try, 2005).
2.6. Air
Air juga sangat berperan penting dalam proses pembuatan batako ringan yang
kegunaannya untuk melunakkan campuran agar bersifat plastis. Air yang digunakann
adalah air yang baik terhindar dari asam dan limbah. Air minum yang di kota relative
bebas dari bahan-bahan kimia atau bahan-bahan lainnya yang dapat merugikan
genteng beton. Namun tidak demikian semua air yang dapat diminum itu baik
digunakan untuk dipakai campuran beton ringan.
Di Beberapa daerah tertentu air minum mengandung banyak unsur-unsur kimia.
Sebagai contoh air yang mengandung sedikit gula dan nitrat dapat digunakan untuk air
minum. Demikian juga halnya, air hujan yang turun banyak mengandung gas-gas serta
uap dari udara, karena udara terdiri dari komponen-komponen utama yaitu zat asam,
oksigen, nitrogen, dan karbondioksida.
2.7. Sludge
Industri kertas menghasilkan limbah padat berupa sludge (lumpur) yang berasal dari
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dalam jumlah yang cukup besar. Sebagian
kecil limbah hanya dimanfaatkan sebagai tanah urugan pada area di sekitar pabrik dan
juga sebagai land fill, sedangkan sisanya ditimbun begitu saja. Apabila keadaan ini
dibiarkan terus-menerus, maka semakin lama pabrik akan kekurangan lahan untuk
penimbunan limbah sehingga dimungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan.
Dengan demikian diperlukan upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut, salah satu
alternatif adalah dengan memanfaatkannya menjadi bahan tambahan (aditif) beton
ringan (batako) untuk mengurangi volume pasir.
2.8. Karakterisasi Batako Ringan
Batako ringan (aerated concrete) sering juga disebut batako berpori dibuat dari
campuran: semen, pasir dan sludge. Campuran batako kemudian dicetak dan
dikeringkan secara alami, dengan waktu pengeringan (agieng) selama: 7, 14, 21 dan 28
hari. Adapun karakteristik batako yang diukur meliputi: densitas, penyerapan air, kuat
tekan, kuat patah, kuat tarik, daya redam suara, dan analisa mikrostrukturnya dengan
menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM).
2.8.1. Densitas
Untuk pengukuran densitas dan penyerapan air digunakan metoda Archimedes
dan dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Sijabat K, 2007):
2.8.2. Penyerapan Air (Water Absorption)
Untuk mengetahui besarnya penyerapan air diukur dan dihitung menggunakan
persamaan sebagai berikut (Sijabat K, 2007):
2.8.3. Kuat Tekan
Pengukuran kuat tekan (compressive strength) dapat dihitung dengan
persamaan sebagai berikut (Sijabat K, 2007):
2.8.4. Kuat Tarik (Tensile Strength)
Pengukuran kuat tarik dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut
(Sijabat K, 2007):
2.8.5. Kuat Patah (Bending Strength)
Pengukuran kuat patah (bending strength) dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut (Sijabat K, 2007):
2.8.6. Daya Redam Suara
Besarnya penyerapan suara atau daya redam suara dari batako ringan berpori
perlu diukur, guna mengetahui sejauhmana aplikasi material tersebut dapat
diterapkan. Level intensitas suara atau tingkat kenyaringan dari suatu material diukur
dalam desible (dB) (Alan Truesdale, 2008).
Uji penyerapan suara dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
2.8.7. Analisa Mikrostruktur
Pengujian mikrostruktur dari batako ringan berpori dilakukan dengan
Scanning Electron Microscope (SEM) untuk melihat bentuk dan ukuran partikel
penyusunnya. Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan mikroskop elekteron
yang banyak digunakan untuk analisa permukaan material. SEM juga dapat
digunakan untuk menganalisa data kristalografi, sehingga dapat dikembangkan untuk
menentukan elemen atau senyawa. Prinsip kerja SEM menggunakan dua sinar
elektron secara simultan. Satu strike specimen digunakan untuk menguji dan strike
yang lain adalah CRT (Cathode Ray Tube) memberi tampilan gambar.
SEM menggunakan prinsip scanning, maksudnya berkas elektron diarahkan
dari titik ke titik pada objek. Gerakan berkas elektron dari satu titik ke titik yang lain
pada suatu daerah objek menyerupai gerakan membaca. Gerakan membaca ini
disebut dengan scanning. Komponen utama SEM terdiri dari dua unit, electron
column (B) dan display console (A).
Electron column merupakan model electron beam scanning. Sedangkan
display console merupakan elektron skunder yang di dalamnya terdapat CRT.
Pancaran elektron energi tinggi dihasilkan oleh electron gun yang kedua tipenya
berdasar pada pemanfaatan arus.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Fisika . LIPI, Waktu
penelitian dilakukan selama tiga bulan yaitu pada bulan Desember 2008 s/d Maret
2009.
3.2.Bahan Baku
Bahan baku yang dipergunakan untuk pembuatan batako sludge antara lain:
1. Semen type I (Portland cement).
2. Limbah padat (sludge) dari Industri kertas.
3. Air.
4. Pasir.
3.3.Peralatan
1. Timbangan digital.
2. Cetakan batako (mould steel).
3. Universal Testing Machine (UTM).
4. Scanning Electron Microscope (SEM).
5. Ayakan screen 100 mesh.
6. Signal generator.
7. Osiloscope.
8. Sound level meter.
9. Ball Mill.
3.4.Variabel dan Parameter
3.4.1.Variabel
Varibel penelitian ini antara lain:
1. Variasi komposisi sludge: 0, 20, 40, 60, 80 dan 100% (volume).
2. Variasi waktu pengerasan beton (ageing time): 7, 14, 21 dan 28 hari, dilakukan
pada kondisi normal atau alami.
3.4.2.Parameter
Parameter pengujian yang dilakukan meliputi: densitas, penyerapan air, kuat
tekan, kuat patah, kuat tarik, daya redam suara, dan analisa mikrostruktur dengan
Scanning Electron Microscope (SEM).
3.5.Preparasi Sampel Batako Ringan
Bahan baku yang digunakan pada pembuatan batako sludge terdiri dari:
semen portland tipe I, pasir silika, dan limbah padat dari Industri kertas. Untuk
menentukan komposisi bahan baku mengacu pada proporsi campuran agregat dalam
beton, yaitu sekitar 70 . 80% atau perbandingan semen terhadap agregat = 1 : 4
(Mulyono Try, 2005). Apabila semen yang digunakan untuk satu kali adukan adalah
sebanyak 100 gram atau ekivalen dengan 31,75 cm3 (densitas semen yang dipakai =
3,15 g/cm3) maka jumlah agregat = 4 x 31,75 cm3 = 127 cm3. Agregat yang dipakai
pada pembuatan beton terdiri dari pasir silika dan limbah padat (sludge) dengan
komposisi seperti pada Tabel 3.1. Banyaknya air yang digunakan dalam satu kali
pengadukan (faktor air semen = FAS) adalah 0,4; sedangkan menurut teori Fas = 0,25-
0,65(Mulyono Try, 2005).
Preparasi pembuatan sampel beton sludge diperlihatkan pada diagram alir pada
Gambar 3.5. Untuk pembuatan beton sludge, masing-masing bahan baku ditimbang
sesuai dengan komposisi seperti pada Tabel 3.1. Setelah ditimbang, ketiga bahan baku
tersebut dicampur dalam suatu wadah plastik, dan diaduk hingga rata menggunakan
sendok semen. Tambahkan air, di mana jumlah air yang digunakan sesuai dengan
perbandingan berat air : semen = 0,4 (fas = 0,4). Kemudian adonan diaduk hingga
merata dan homogen. Selanjutnya adonan yang dihasilkan dituangkan dalam cetakan
yang terbuat dari besi dengan ukuran: 16 x 4 x 4 cm. Bentuk sampel uji lainnya adalah
berupa selinder berukuran: diameter 2,5 cm dan tinggi 7 cm. Kemudian adonan
dicetak, dan dikeringkan untuk proses pengerasan (ageing). Pada proses pengerasan
(ageing) secara alami dilakukan dengan variasi waktu: 7, 14, 21 dan 28 hari.
Setelah benda uji mengalami proses ageing, kemudian dilakukan pengujian yang
meliputi: densitas, penyerapan air, kuat tekan, kuat patah, kuat tarik, daya redam suara,
dan analisa mikrostrukturnya dengan menggunakan Scanning Electron Microscope
(SEM).
3.6. Pembentukan Sampel
Bahan yang telah dicampur dituang ke dalam tiga jenis cetakan.
3.1. Cetakan untuk sampel berbentuk silinder dengan diameter 2,5 cm dan tinggi 7 cm (ASTM C 1386 . 98 dan ASTM C 39/C 39M . 01)
3.2. Cetakan untuk sampel berbentuk balok dengan ukuran panjang 16 cm, lebar 4cm dan tinggi 4 cm (ASTM C 133 . 97 dan ASTM C 348 . 97).
3.3.Cetakan untuk sampel bentuk silinder pejal dengan diameter 5 mm dan panjang 10 cm (ASTM C 133 . 97).
3.7.Karakterisasi Batako
Pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi: densitas, porositas, daya
redam suara, kuat tekan, kuat patah, kuat tarik, dan analisa mikrostrukturnya dengan
menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM).
3.7.1. Densitas (Density)
Pengukuran densitas (bulk density) dari masing-masing komposisi batako ringan
yang telah dibuat, diamati dengan menggunakan prinsip Archimedes dengan
menggunakan neraca digital. Pada proses awal dilakukan penimbangan massa benda di
udara (massa sampel kering) seperti halnya pada penimbangan biasa, sedangkan
penimbangan massa benda di dalam air seperti diperlihatkan pada Gambar 3.6.
Metoda pengukuran densitas.
1. Sampel yang telah mengalami pengerasan (ageing), dikeringkan di dalam drying
oven dengan suhu (105 5) oC, selama 1 jam.
2. Kemudian timbang massa sampel kering (batako ringan), Ws dengan menggunakan
neraca digital.
3. Sampel yang telah ditimbang, kemudian direndam di dalam air selama 1 jam,
bertujuan untuk mengoptimalkan penetrasi air terhadap sampel uji.
Setelah proses penetrasi tercapai, seluruh permukaan sampel dilap dengan kain flanel
dan dicatat massa sampel setelah direndam di dalam air, Wb.
4. Gantung sampel, pastikan tepat pada posisi tengah dan tidak menyentuh alas beker
gelas yang berisi air, di mana massa sampel berikut penggantung di dalam air adalah
Wg.
5. Selanjutnya sampel dilepas dari tali penggantung, dan catat massa tali penggantung,
Wk.
Dengan mengetahui besaran-besaran tersebut di atas, maka nilai densitas batako ringan
dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (2.1), diperoleh data pada lampiran
Tabel A.
3.7.2. Penyerapan Air (Water Absorption)
Untuk mengetahui besarnya penyerapan air dari batako berpori yang telah
dibuat, maka perlu dilakukan pengujian.
Prosedur pengukuran penyerapan air adalah sebagai berikut:
1. Sampel yang telah dikeringkan di dalam drying oven dengan suhu (105 5)oC
selama 1 jam, ditimbang massa dengan menggunakan neraca digital, disebut massa
sampel kering.
2. Kemudian sampel direndam di dalam air selama 1 jam sampai massa sampel jenuh
dan catat massanya. Dengan menggunakan persamaan (2.2) maka nilai penyerapan
air dari batako ringan dapat ditentukan, diperoleh data pada lampiran Tabel B.
3.7.3. Kuat Tekan (Compressive Strength)
Alat yang digunakan untuk menguji kuat tekan adalah Universal Testing
Mechine (UTM). Model cetakan untuk benda uji, dimensi benda uji berupa selinder,
dan foto pengujian kuat tekan dengan menggunakan Universal Testing Mechine
(UTM) diperlihatkan pada Lampiran 8.
Prosedur pengujian kuat tekan adalah sebagai berikut:
1. Sampel berbentuk selinder diukur diameternya, minimal dilakukan tiga kali
pengulangan. Dengan mengetahui diameternya maka luas penampang dapat dihitung,
A = (d2/4).
2. Atur tegangan supply sebesar 40 volt, untuk menggerakkan motor penggerak
kearah atas maupun bawah. Sebelum pengujian berlangsung, alat ukur (gaya) terlebih
dahulu dikalibrasi dengan jarum penunjuk tepat pada angka nol.
3. Kemudian tempatkan sampel tepat berada di tengah pada posisi pemberian gaya
(lihat Lampiran 8), dan arahkan switch ON/OFF ke arah ON, maka pembebanan
secara otomatis akan bergerak dengan kecepatan konstan sebesar 4 mm/menit. 4.
Apabila sampel telah pecah, arahkan switch kearah OF maka motor penggerak akan
berhenti. Kemudian catat besarnya gaya yang ditampilkan pada panel display, saat
beton tersebut rusak.
Dengan menggunakan persamaan (2.3) maka nilai kuat tekan dari batako ringan
dapat ditentukan, diperoleh data pada lampiran Tabel C.
3.7.4. Kuat Tarik (Tensile Strength)
Bentuk sampel uji adalah selinder pejal dengan diameter 5 mm dan panjangnya 10
cm.
Prosedur pengujian kuat tarik adalah sebagai berikut:
a. Sampel berbentuk selinder diukur diameternya, minimal dilakukan tiga kali
pengulangan, kemudian jepitkan sampel pada dudukan yang telah tersedia.
b. Atur tegangan supply sebesar 40 volt, untuk menggerakkan motor penggerak
kearah atas maupun bawah. Sebelum pengujian berlangsung, alat ukur (gaya) terlebih
dahulu dikalibrasi dengan jarum penunjuk tepat pada angka nol.
c. Kemudian tempatkan sampel tepat berada di tengah pada posisi pemberian gaya,
dan arahkan switch ON/OFF ke arah ON, maka pembebanan secara otomatis akan
bergerak dengan kecepatan konstan sebesar 4 mm/menit.
d. Apabila sampel telah putus, arahkan switch kearah OFF maka motor penggerak
akan berhenti. Catat besarnya gaya yang ditampilkan pada panel display, saat
material beton ringan tersebut putus.
Dengan menggunakan persamaan (2.4) maka nilai kuat tarik dapat ditentukan,
diperoleh data pada lampiran Tabel D. 3.7.5. Kuat Patah (Bending Strength).Untuk
mengetahui besarnya kuat patah dari batako ringan yang telah dibuat, maka perlu
dilakukan pengujian standar. Alat yang digunakan untuk menguji kuat patah adalah
Universal Testing Mechine (UTM). Model cetakan serta dimensi benda uji untuk
kuat patah benda berbentuk balok, dan foto pengujian kuat tekan dengan
menggunakan Universal Testing Mechine (UTM) diperlihatkan pada Lampiran 8.
Prosedur pengujian kuat patah adalah sebagai berikut:
1. Sampel berbentuk balok diukur lebar dan tingginya, minimal dilakukan tiga kali
pengulangan, kemudian atur jarak titik tumpu (span) sebesar 10 cm sebagai dudukan
sampel (lihat Lampiran 8).
2. Atur tegangan supply sebesar 40 volt, untuk menggerakkan motor penggerak
kearah atas maupun bawah. Sebelum pengujian berlangsung, alat ukur (gaya) terlebih
dahulu dikalibrasi dengan jarum penunjuk tepat pada angka nol.
3. Kemudian tempatkan sampel tepat berada di tengah pada posisi pemberian gaya
(lihat Lampiran 8), dan arahkan switch ON/OFF ke arah ON, maka pembebanan
secara otomatis akan bergerak dengan kecepatan konstan sebesar 4 mm/menit.
4. Apabila sampel telah patah, arahkan switch kearah OF maka motor penggerak
akan berhenti. Kemudian catat besarnya gaya yang ditampilkan pada panel display,
saat batako sludge tersebut patah. Dengan menggunakan persamaan (2.7) maka nilai
kuat patah dari batako sludge dapat ditentukan, diperoleh data pada lampiran Tabel
E.
3.7.6. Kuat Tarik (Tensile Strength)
Untuk mengetahui besarnya kuat tarik dari batako sludge yang telah dibuat,
maka perlu dilakukan pengujian. Alat yang digunakan untuk menguji kuat tarik
adalah Universal Testing Mechine (UTM). Bentuk, dan ukuran sampel uji tarik,
seperti diperlihatkan pada Lampiran 8. Sedangkan model penjepit sampel dan teknik
pengujiannya, diperlihatkan pada Lampiran 8.
Prosedur pengujian kuat tarik adalah sebagai berikut:
1. Sampel berbentuk silinder diukur diameternya (d), minimal dilakukan tiga kali
pengulangan, kemudian pasang tali penggantung yang telah sebagai dudukan sampel.
2. Atur tegangan supply sebesar 40 volt, untuk menggerakkan motor penggerak
kearah atas maupun bawah. Sebelum pengujian berlangsung, alat ukur (gaya) terlebih
dahulu dikalibrasi dengan jarum penunjuk tepat pada angka nol.
3. Kemudian tempatkan sampel tepat berada di tengah pada posisi pemberian gaya,
dan arahkan switch ON/OFF ke arah ON, maka pembebanan secara otomatis akan
bergerak dengan kecepatan konstan sebesar 4 mm/menit.
4. Apabila sampel telah putus, arahkan switch kearah OFF maka motor penggerak
akan berhenti. Catat besarnya gaya yang ditampilkan pada panel display, saat beton
polimer tersebut putus. Dengan menggunakan persamaan (2.6) maka nilai kuat tarik
dari batako sludge dapat ditentukan, diperoleh data pada lampiran Tabel F.
3.7.7. Daya Redam Suara
Pengukuran daya redam suara (daya serap suara) dari batako sludge perlu
dilakukan agar dapat diketahui sejauhmana pemakaian dari material tersebut dapat
diterapkan tentunya. Perangkat peralatan yang digunakan untuk mengukur daya
redam suara, diperlihatkan pada Lampiran 8. Level intensitas suara atau disebut juga
kenyaringan diukur dalam desible (dB).
Prosedur pengukuran intensitas suara membutuhkan peralatan: sinyal generator
sebagai sumber sinyal sinus yang dapat diatur frekuensinya, speaker aktif sebagai
sumber suara, osiloskop untuk mengukur frekuensi sinyal generator, dan sound level
meter untuk mengukur level suara. Hal yang pertama dilakukan adalah mengukur
level sumber suara. Sound level meter diletakkan pada posisi tetap atau jarak tertentu
terhadap speaker aktif. Atur frekuensi sinyal generator mulai dari frekuensi rendah
hingga frekuensi 1600 Hz dan ukur level intensitas (dB) dari masing-masing
frekuensi tersebut dengan menggunakan sound level meter.
Kemudian lakukan pengukuran level suara di dalam kotak berukuran 24 x 24 x 24
cm3 terbuat dari beton ringan berpori, untuk mengukur tingkat intensitas yang
ditransmisikan. Tempatkan speaker aktif di dalam kotak tersebut. Dengan cara yang
sama seperti mengukur level sumber suara, dan level intensitas (dB) dari masing-
masing frekuensi tersebut. Artinya besar tingkat intensitas yang terukur merupakan
besaran yang ditransmisikan oleh bahan tersebut. Tingkat intensitas suara yang
terserap dapat diukur dari selisih antara tingkat intensitas sumber suara dengan
tingkat intensitas suara yang ditransmisikan Dengan mengetahui besarnya intensitas
suara yang diserap (Ia) dan intensitas sumber suara yang datang (Ii) maka koefisien
absorpsi, dari batako sludge dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan 2.8,
diperoleh data pada lampiran Tabel G.
3.7.8. Analisa Mikrostruktur dengan Scanning Electron Microscope (SEM)
Bentuk dan ukuran partikel penyusun dari batako sludge dapat diidentifikasikan
berdasarkan data yang diperoleh dari alat Scanning Electron Microscope (SEM),
seperti diperlihatkan pada Lampiran 8.
Mekanisme alat ukur SEM dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Sampel diletakkan di dalam cawan, kemudian sampel tersebut dilapisi emas.
2. Sampel disinari dengan pancaran elektron bertenaga kurang lebih 20 kV sehingga
sampel memancarkan elektron turunan (secondary electron) dan elektron terpantul
(back scattered electron) yang dapat dideteksi dengan detector scintilator yang
diperkuat sehingga timbul gambar pada layar CRT.
3. Pemotretan dilakukan setelah dilakukan pengesetan pada bagian tertentu, dari
objek dan perbesaran yang diinginkan sehingga diperoleh foto yang dapat
diidentifikasi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Batako sludge yang telah dibuat dari campuran semen, pasir dan sludge,
dikeringkan secara alami (7, 14, 21 dan 28 hari), dan kemudian diuji sifat-sifatnya.
Karakteristik batako sludge sangat ditentukan oleh komposisi pasir silika : sludge dan
proses pengeringannya. Untuk mengetahui karakteristik batako tersebut maka perlu
diukur besaran-besaran fisisnya antara lain: densitas, penyerapan air, kuat tekan, kuat
patah, kuat tarik, daya redam suara dan analisa mikrostrukturnya dengan menggunakan
SEM.
4.1. Densitas (Density)
Hasil pengukuran densitas batako sludge yang berbasis campuran semen, pasir dan
sludge, setelah dikeringkan secara alami: 7, 14, 21 dan 28 hari, dengan menggunakan
persamaan 2.1, diperoleh hasil seperti pada lampiran Tabel A, dan grafik seperti pada
Gambar4.1.
Dari Gambar 4.1, terlihat bahwa densitas batako sludge yang dikeringkan secara alami
diperoleh berkisar antara 1,259-2,410 gr/cm3. Nilai densitas batako sludge dengan
variasi komposisi: 0-100% (volume) sludge dan dikeringkan selama 7 hari adalah
berkisar antara: 1,259- 2,138 gr/cm3. Kemudian dengan komposisi yang sama dan
waktu pengeringannya diperpanjang masing-masing: 14, 21 dan 28 hari, maka nilai
densitasnya cenderung meningkat menjadi: 1,290-2,241, 1,326-2,330 dan 1,352-2,410
gr/cm3. Ternyata dari hasil yang diperoleh dapat dinyatakan bahwa fungsi waktu
pengeringan akan meningkatkan nilai densitas karena sebagian air kristal yang terdapat
dalam beton akan terurai (terlepas). Ternyata dari hasil pengamatan menunjukkan
bahwa, apabila waktu pengeringan atau pengerasan (aging) diperpanjang maka nilai
densitas cenderung meningkat. Artinya proses pengeringan sangat mempengaruhi
kualitas batako tersebut. Jadi waktu pengeringan terbaik adalah selama 28 hari dan
apabila waktu pengeringannya diperpanjang lagi, maka pengaruhnya tidak cukup
signifikan. Dari referensi, nilai densitas batako semen portland berkisar antara 2240 -
2400 kg/m3. (http://www.engineeringtoolbox.com/concrete-properties
d_1223.html,2009).
Sedangkan menurut referensi (Satyarno, 2004), pembagian batako ringan
berdasarkan berat jenis 240-800 kg/m3, digunakan sebagai dinding pemisah atau
dinding isolasi, berat jenis 800-1400 kg/m3, digunakan sebagai dinding pemikul
beban, dan berat jenis 1400-1800 kg/m3, dapat digunakan sebagai batako normal
struktur. Apabila dilihat dari ketiga kategori di atas, maka pada komposisi: 20%
(volume) sludge adalah termasuk beton normal, penambahan sekitar: 40-80% (volume)
sludge termasuk beton ringan struktur dan dapat difungsikan sebagai pengganti batako
normal. Sedangkan untuk komposisi > 80% (volume) sludge adalah termasuk batako
ringan untuk penyekat atau dinding. Sebenarnya kualifikasi dari jenis batako ringan
struktur adalah memiliki densitas dalam rentang 1,44-1,84 gr/cm3 (NRMCA, 2000).
Pada referensi lain, batako berpori yang diklasifikasikan sebagai batako ringan adalah
yang memiliki densitas < 1 gr/cm3 (Siporex Oy, 2000).
4.2. Penyerapan Air (Water Absorption)
Dengan menggunakan persamaan 2.2 diperoleh data pada lampiran Tabel B, dan
grafik seperti pada Gambar 4.2, terlihat bahwa penyerapan air dari batako sludge yang
dikeringkan secara alami (7, 14, 21 dan 28 hari) diperoleh berkisar antara: 30,2-
43,4%. Nilai penyerapan air dari batako sludge dengan variasi komposisi: 0- 100%
(volume) sludge dan dikeringkan selama 7 hari adalah berkisar antara: 39,0 -
43,4%.Kemudian dengan komposisi yang sama dan waktu pengeringannya
diperpanjang masing-masing: 14, 21 dan 28 hari, maka nilai penyerapan airnya
cenderung menurun menjadi: 36,3, 40,3, 32,8, 36,6 dan 30,2, 33,1%.
Apabila dilihat dari fungsi waktu pengeringan terbaik adalah selama 28 hari dan waktu
pengeringannya diperpanjang lagi, maka pengaruhnya tidak cukup signifikan.
Hasil penelitian lain pada foam concrete setelah perendaman selama 10 hari,
menghasilkan nilai penyerapan air hanya sebesar 13%, sedangkan pada denseconcrete
block dengan perendaman waktu yang sama adalah 50%
(http://.ibeton.ru/english/intro.php, 2009).
Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa komposisi 0-40% (volume) sludge,
penyerapan airnya < 13% dan untuk komposisi > 40% (volume) sludge, nlai
penyerapan airnya > 13%. Ternyata komposisi sludge yang layak ditambahkan
sehingga mendekati nilai penyerapan air minimum adalah berkisar antara 40 dan 60%
(volume) sludge. Adanya air yang terperangkap di dalam batako sludge lambat laun
akan terlepas secara bertahap sebagai fungsi waktu pada saat pengerasan. Pengaruh
penambahan sludge menunjukkan besarnya nilai penyerapan air cenderung meningkat.
Hal ini dapat disebabkan oleh adanya reaksi eksotermal antara CaO dan SiO2, yang
akan menimbulkan panas, serta gelembung-gelembung gas (CO2) maupun H2O yang
terbentuk selama proses pencetakan dan pada saat pengerasannya justru akan terurai.
Gelembung-gelembung udara ini menjadikan volumenya menjadi dua kali lebih
besar dari volume awal. Pada akhir proses pengembangan hidrogen akan terlepas ke
atmosfer dan posisinya langsung digantikan oleh udara, sehingga menimbulkan rongga
dan membuat batako menjadi ringan (Wijoseno, 2008).
4.3. Kuat Tekan (Compressive Strength)
Dengan meggunakan persamaan 2.3 diperoleh data lampiran Tabel C dan grafik
pada Gambar 4.3, terlihat bahwa kuat tekan dari batako sludge yang dikeringkan
secara alami: 7, 14, 21 dan 28 hari, adalah berkisar antara 1,90- 19,93 MPa. Nilai kuat
tekan dari batako sludge dengan variasi komposisi: 0-100% (volume) sludge dan
dikeringkan selama 7 hari adalah berkisar antara: 1,90-16,78 MPa. Kemudian dengan
komposisi yang sama dan waktu pengeringannya diperpanjang masing-masing: 14, 21
dan 28 hari, maka nilai kuat tekan cenderung naik menjadi: 2,10 , 18,19, 2,40 , 19,10
dan 2,70, 19,93 MPa. Apabila dilihat dari fungsi waktu pengeringan terbaik adalah
selama 28 hari. Pernyataan ini dikuatkan dari hasil penelitian (Smita Badur and Rubina
Chaudhary, 2008) yang menunjukkan hubungan antara compressive strength terhadap
waktu pengeringan di atas 30 hari relatif konstan.
Sedangkan menurut referensi (Satyarno, 2004), pembagian batako ringan
berdasarkan kuat tekannya antara 0,35 - 7 MPa digunakan sebagai dinding pemisah
atau dinding isolasi, 7 - 17 MPa digunakan sebagai dinding pemikul beban, dan >
17 MPa dapat digunakan sebagai batako normal struktur. Referensi lain (Yothin
Ungkoon, 2007), nilai kuat tekan dari batako ringan berpori yang dikeringkan
secara alami adalah sebesar 1,6 MPa. Nilai kuat tekan batako ringan struktural
adalah berkisar 1900 psi atau 13,1 MPa (Carolyn Schierhorn, 2008). Dari hasil
pengamatan memperlihatkan bahwa penambahan sludge cenderung menurunkan
kuat tekan pada batako tersebut. Jadi penambahan sludge optimum (diperkenankan)
adalah sebanyak 60% (volume) sebagai beton ringan pemikul beban. Artinya
penggunaan sludge dapat mengurangi pemakaian pasir semaksimum mungkin
sekitar 40% untuk pembuatan batako tersebut, sehingga dapat menekan biaya
produksinya. Di samping itu dengan bobot batako yang ringan maka handling dan
pemasangannya akan jauh lebih mudah dan relatif lebih cepat.
4.4. Kuat Patah (Bending Strength)
Dengan persamaan 2.4 dapat dihitung nilai kuat patah, pada lampiran Tabel D maka
diperoleh grafik pada Gambar 4.4, terlihat bahwa nilai kuat patah dari batako sludge
yang dikeringkan alami: 7, 14, 21 dan 28 hari, adalah berkisar antara 0,48 -2,93 MPa.
Nilai kuat patah dari batako sludge dengan variasi komposisi: 0-100% (volume) sludge
dan dikeringkan selama 7 hari adalah berkisar antara: 0,48-2,20 MPa. Kemudian
dengan komposisi yang sama dan waktu pengeringan masing-masing:14, 21 dan 28
hari, maka nilai kuat patah cenderung naik menjadi: 0,56, 2,44, 0,63, 2,67 dan 0,75,
2,93 MPa. Proses pengeringan sangat mempengaruhi kualitas batako, jadi waktu
pengeringan terbaik adalah selama 28 hari. Ternyata dari grafik ditunjukkan bahwa
kuat patah batako sludge berbanding terbalik terhadap penambahan sludge dan
berbanding lurus terhadap waktu pengerasan.
Kondisi optimum dan memenuhi kategori beton ringan apabila penambahan sludge
tidak lebih dari 80% (volume). Kekuatan patah dari batako dengan penggunaan paper
sludge sebanyak 15% dan dikeringkan 28 hari adalah sebasar 2,42 MPa (Ng Khung
Loon, 2008). Sedangkan menurut literatur (Yothin Ungkoon, 2007), kuat patah dari
batako ringan berpori yang dikeringkan secara alami adalah sekitar0,59 MPa. Nilai
flexural strength dari beton semen portland pada umumnya adalah berkisar antara: 3- 5
Mpa. Sumber referensi lain menunjukkan bahwa nilai flexural strength dari foam
concrete dengan densitas sekitar 1 gr/cm3 adalah 0,70 MPa dan untuk densitas 1,8
gr/cm3.
4.5. Kuat Tarik (Tensile Strength)
Dengan menggunakan persamaan 2.5 diperoleh nilai kuat tarik seperti pada
lampiran Tabel E, sehingga diperoleh grafik pada Gambar 4.5, terlihat bahwa kuat
tarik dari batako sludge yang dikeringkan secara alami: 7, 14, 21 dan 28 hari, adalah
berkisar antara 0,45-4,47 MPa. Nilai kuat tarik dari batako sludge dengan variasi
komposisi: 0-100% (volume) sludge dan dikeringkan selama 7 hari adalah berkisar
antara: 0,45-3,69 MPa. Kemudian dengan komposisi yang sama dan waktu
pengeringannya diperpanjang masing-masing: 14, 21 dan 28 hari, maka nilai kuat tarik
cenderung naik menjadi: 0,67, 4,08, 0,92, 4,42 dan 1,21 , 4,77 MPa. Proses
pengeringan sangat mempengaruhi kualitas beton, jadi waktu pengeringan terbaik
adalah selama 28 hari dan bila waktu pengeringannya diperpanjang lagi maka
pengaruhnya tidak cukup signifikan. Beton yang dibuat tanpa pasir (100% volume
sludge) adalah termasuk dalam klasifikasi batako ringan struktural. Nilai tensile
strength dari batako semen portland pada umumnya adalah berkisar 2-5 MPa
Kekuatan tarik dari batako dengan penggunaan paper sludge sebanyak 15% dan
dikeringkan selama 28 hari adalah sebasar 1,05 MPa (Ng Khung Loon, 2008).
Sedangkan nilai tensile strength dari foam concrete dengan densitas sekitar 1 g/cm3
adalah 0,65 MPa dan untuk densitas 1,8 gr/cm3 adalah 1,6 MPa. Ternyata dari
hubungan ini terlihat bahwa penambahan sludge cenderung menurunkan kuat tarikdan
sebaliknya berlaku bahwa fungsi waktu pengeringan cenderung meningkatkan nilai
kuat tarik. Jadi apabila ditargetkan nilai densitas batako berkisar antara 1,40-1,80
gr/cm3, maka besarnya nilai kuat tarik minimal adalah sekitar: 0,8 -1,0 MPa.
Berdasarkan hal tersebut di atas, sebaiknya penambahan sludge berkisar antara 40-
60% (volume) dengan waktu pengeringan (ageing) 28 hari pada suhu kamar.
4.6. Daya Redam Suara
Pengujian daya redam suara dari batako sludge dilakukan dengan menggunakan sinyal
generator sebagai pembangkit suara dan mengunakan dicible meter untuk mengukur
penyerapan suara, pengujian tersebut dilakukan mengacu pada
(http://www.engineeringtoolbox.com/accoustic-sound-absorption-d_68.html,2009).
Dengan menggunakan persamaan 2.6 diperoleh koefisien penyerapan suara pada
lampiran Tabel F, dan grafik pada Gambar 4.6, ditunjukkan hasil pengukuran level
intensitas suara dari beton ringan berpori dengan komposisi 60% (volume) sludge dan
40% (volume) pasir yang dikeringkan secara alami selama 28 hari. Pada pengukuran
penyerapan suara yang dilakukan adalah pada daerah rentang frekuensi 100-1600 Hz.
Pemilihan sampel dengan komposisi tersebut di atas untuk dilakukan pengujian daya
redam suaranya, karena dilihat dari sifat-sifat fisis lainnya merupakan terbaik dengan
penambahan jumlah sludge optimal.
Dari Gambar 4.6, ternyata level intensitas suara dari sumber yang datang adalah
berkisar antara 53,07-91,00 dB dan level intensitas suara yang terserap sekitar 30,13-
73,00 dB. Pada Gambar 4.7, ditunjukkan hubungan koefisien penyerapan suara
terhadap frekuensi dari beton sludge dengan komposisi 60% (volume) sludge dan 40%
(volume) pasir yang dikeringkan secara alami selama 28 hari. Dari Gambar 4.7,
terlihat bahwa batako sludge dengan komposisi 60% (volume) sludge dan 40%
(volume) pasir yang dikeringkan secara alami selama 28 hari memiliki sifat
penyerapan suara yang baik sekitar 0,2 atau 20% pada frekuensi 125 Hz, 0,3 atau 30%
pada frekuensi 270 Hz, 0,16 atau 16% pada frekuensi 500 Hz, dan 0,09 atau 9% pada
frekuensi 1000 Hz. Tingkat penyerapan yang optimum adalah pada frekuensi 270 Hz.
4.7. Analisa Mikrostruktur dengan SEM
Pada Gambar 4.8, ditunjukkan foto SEM dari batako sludge yang dikeringkan
secara alami selama 28 hari. Dari Gambar 4.8, terlihat bahwa pada batako sludge
terdapat rongga-rongga yang ditandai dengan warna hitam (gelap). Sedangkan warna
abu-abu (terang) merupakan serat sludge dengan bentuk batang (memanjang). Bentuk
bulat atau gumpalan merupakan campuran pasir dan semen. Rongga-rongga (pori)
tidak terdistribusi merata dan ukurannya bisa mencapai 20 µm. Ukuran partikel serat
sludge bisa mencapai diameter sekitar 5 µm dan panjang 30 µm, dan partikel pasir
maupun semen berkisar 2,5 µm.
Menurut referensi (Yothin Ungkoon, 2007), menyatakan bahwa batako ringan
berpori yang dikeringkan secara alami mempunyai permukaan yang lebih kasar dan
ukuran pori lebih besar, jumlah lebih sedikit dan terdistribusi tidak merata. Adanya
cacat mikro (micro crack) pada batako menyebabkan kekuatan mekanik turun, karena
memudahkan terjadinya keretakan. Pada beton ringan yang permukaannya lebih
halus, ukuran partikelnya kecil, umumnya tanpa cacat dan relatif lebih padat, maka
cenderung memiliki kekuatan mekanik lebih tinggi.
Dari Gambar 4.9, ditunjukkan foto SEM batako sludge yang dikeringkan alami
selama 7 hari, terlihat bahwa pori halus karena masih mengandung air.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari data dan hasil-hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Pada komposisi 60% (volume) sludge dan 40% (volume) pasir dengan waktu
pengeringan selama 28 hari dihasilkan batako yang terbaik.
2. Karakteristik dari batako sludge yang dihasilkan pada komposisi terbaik adalah
densitas = 1,56 gr/cm3, penyerapan air = 31,7%, kuat tekan = 9,1 MPa, kuat patah =
1,19 MPa, kuat tarik = 1,83 MPa, dan tingkat penyerapan suara optimum sebesar
30% pada frekuensi 270 Hz.
3. Berdasarkan analisa struktur mikro dengan SEM menunjukkan bentuk sludge
berupa serat dengan ukuran diameter berkisar 5 µm dan panjang 30 µm, partikel
pasir atau semen dengan ukuran berkisar 2 µm dan batako yang dihasilkan relative
berpori dengan ukuran bisa mencapai 20 µm.
5.2. Saran
Untuk melengkapi penelitian batako sludge yang dibuat perlu dilakukan
pengukuran sifat termalnya dan agar sampai pada tahap komersialisasi maka perlu
kajian lebih lanjut tentang tekno-ekonominya.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.engineeringtoolbox.com/accoustic-sound-absoption-d 68.html
10/04/2009 12:00.
Stroy-Beton Inc. http://.ibeton.ru/english/intro.php. 10/04/2009. 11:36
Foam Concrete. http://www.foamconcrete.co.uk/propertis-of-foamconcrete-
html. 10/04/2009. 11:05.
http://Wijoseno.Wordpress.Com/2008/209/22/beton-ringan/
http://online.physics.uiuc.edu/courses/phys199pom/Student
report/fall02/Alan Trues dale/Alan Truesdale Absorbtion
Coefficient.pdf. 10/04/2009 12:50.
Schiehorn, Carolyn. 2008. Producing Structural Lightweight Concrete Block.
Satyarno, Iman.2004. Panel Beton Styrofoam Ringan untuk Dinding, Teknik Sipil FT
UGM, Yogyakarta.
Try, Mulyono.2005. Teknologi Beton, Andi, Yogyakarta.
Loon, Ng Khung. 2008. Waste Paper Sludge As Fine Agregate Replacement In
Concrete.
NRMCA, 2000. CIP 36- Structural Light Weight Concrete.
Paul,Nugraha dan Antoni. 2007. Teknologi Beton. Andi. Surabaya.
K, Ramamurthy,dan Narayanan N., 2000. Influence of Composition And Curing On
Drying Shrinkage Of Aerated Concrete.
Iman, Satyarno. 2004. Light Weight Styrofoam Concrete For Lighter And More
Ductile Wall, Universitas Gajah Mada.
Oy, Siporex 2000. Autoclaved Aerated Concrete Block, RT Environmental
Declaration 1(2) 3.23 House.
K, Sijabat. 2007. Pembuatan Keramik Paduan Cordicrit Sebagai Bahan Refraktori
dan Karakterisasinya. Tesis, USU Medan.
Badur, Smita dan Rubina Chandhary, 2008. Utilization of Hazardous Wastes and By
Products As A Green Concrete Material Through S/S Proses: A Review
Rev. Adv. Mater. Sci, 42-61.
P, Tetuko Anggito,dkk. 2008. Pengaruh Proses Aging
Karakteristik Beton Geopolymer Berbasis Fly Ash, Proseding Seminar
Nasional Fundamental dan Aplikasi Teknik Kimia, Surabaya.
Abbate, William V. 2005. Precast Autoclaved Aerated Concrete.
Stoecker, Wilbert F. 1982. Referigerasi dan Pengkondisian Udara, Erlangga.
Wijoseno. Beton Ringan.http://wijoseno.wordpress.com/2008/09/22/beton-ringan/.
10/04/2009. 10:30.
Ungkoon, Yothin. 2007. Chadchart Sittipunt, Pichai Namprakai, Wanvisa
Jetipattaranat, Kyo-Seon Kim, and Tawatchai Charinpanitku, Analysis of
Microstructure and Properties of Autoclaved Aerated Concrete Wall
Construction Materials, J. Ind. Eng. Chem., Vol. 13, No. 7, 1103-1108.