17
Neuropati Perifer et causa Efek Samping Isoniazid Dea Mindy Sasmita 102012409 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510 [email protected] Pendahuluan Berdasarkan perbedaan sifat-sifat fisiknya, secara antropologis manusia digolongkan dalam berbagai suku dan ras. Penggolongan ini didasarkan atas perbedaan parameter morfologis yang antara lain terdiri dari warna kulit, warna dan tekstur rambut, tinggi badan, bentuk raut muka, bentuk hidung, dan sebagainya yang membedakan suku-suku tertentu dengan suku lainnya. 1 Dalam pendekatan secara genomik, perbedaan-perbedaan morfologis tersebut ternyata disebabkan oleh adanya beberapa gen yang bertanggung jawab terhadap perbedaan fenotip dari masing-masing etnik. 1 Keterlibatan gen dan protein di dalam perjalanan penyakit dan respon tubuh terhadap obat telah lama menjadi perhatian para praktisi baik dalam bidang kedokteran maupun dalam bidang farmasi. 1 Farmakogenomik merupakan salah satu bidang ilmu yang diyakini dapat menjelaskan bahwa adanya perbedaan respon dari setiap individu terhadap obat yang diberikan sangat erat kaitannya dengan perbedaan genetik dari masing-masing individu tersebut. Semakin banyak informasi yang diketahui tentang peranan genetik dalam respon obat khususnya pada tingkat molekuler akan membantu para peneliti dalam pengembangan obat. Untuk itu dibutuhkan suatu perangkat yang mampu 1

Neuropati Perifer Et Causa Efek Samping Isoniazid

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jnl

Citation preview

Page 1: Neuropati Perifer Et Causa Efek Samping Isoniazid

Neuropati Perifer et causa Efek Samping Isoniazid

Dea Mindy Sasmita

102012409

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510

[email protected]

Pendahuluan

Berdasarkan perbedaan sifat-sifat fisiknya, secara antropologis manusia digolongkan

dalam berbagai suku dan ras. Penggolongan ini didasarkan atas perbedaan parameter

morfologis yang antara lain terdiri dari warna kulit, warna dan tekstur rambut, tinggi badan,

bentuk raut muka, bentuk hidung, dan sebagainya yang membedakan suku-suku tertentu

dengan suku lainnya.1 Dalam pendekatan secara genomik, perbedaan-perbedaan morfologis

tersebut ternyata disebabkan oleh adanya beberapa gen yang bertanggung jawab terhadap

perbedaan fenotip dari masing-masing etnik.1

Keterlibatan gen dan protein di dalam perjalanan penyakit dan respon tubuh terhadap

obat telah lama menjadi perhatian para praktisi baik dalam bidang kedokteran maupun dalam

bidang farmasi.1 Farmakogenomik merupakan salah satu bidang ilmu yang diyakini dapat

menjelaskan bahwa adanya perbedaan respon dari setiap individu terhadap obat yang

diberikan sangat erat kaitannya dengan perbedaan genetik dari masing-masing individu

tersebut. Semakin banyak informasi yang diketahui tentang peranan genetik dalam respon

obat khususnya pada tingkat molekuler akan membantu para peneliti dalam pengembangan

obat. Untuk itu dibutuhkan suatu perangkat yang mampu mengidentifikasi

suatu marker tertentu yang dapat memperkirakan terjadinya respon negatif atau respon positif

dalam pengembangan obat yang didasarkan pada pendekatan teknologi genom tersebut.1

Obat Anti Tuberculosis

Penggunaan Obat Anti TB yang dipakai dalam pengobatan TB adalah antibotik dan

anti infeksi sintetis untuk membunuh kuman Mycobacterium. Aktifitas obat TB didasarkan

atas tiga mekanisme, yaitu aktifitas membunuh bakteri, aktifitas sterilisasi, dan mencegah

resistensi. Obat yang umum dipakai adalah Isoniazid, Etambutol, Rifampisin, Pirazinamid,

dan Streptomisin. Kelompok obat ini disebut sebagai obat primer.2 Isoniazid adalah obat TB

yang paling poten dalam hal membunuh bakteri dibandingkan dengan rifampisin dan

streptomisin. Rifampisin dan pirazinamid paling poten dalam mekanisme sterilisasi. Paduan

pengobatan yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan

TB oleh Pemerintah Indonesia :2

1

Page 2: Neuropati Perifer Et Causa Efek Samping Isoniazid

• Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3.

• Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3.

• Kategori 3 : 2 HRZ/4H3R3.

• Disamping ketiga kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE).

Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket kombipak, dengan tujuan untuk

memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai

selesai. 1 paket untuk 1 penderita dalam 1 masa pengobatan.

Tahap Pengobatan Lamanya Pengobatan

Dosis per hari/kali

Jumlah blister harian *)

Tablet

Isoniazi

d

@ 300

mg

Kaplet

Rifampisin

@ 450 mg

Tablet

Pirazinamid

@ 500 mg

Tablet

Etambutol

@ 250

mg

Tahap intensif (dosisharian)

2 bulan 1 1 3 3 56

Tahap lanjutan

(dosis 3 x

seminggu)

4 bulan

2 1 --- --- 48

Tabel 1. Paduan OAT Kategori 1 dalam paket kombipak untuk penderita dengan berat

badan antara 33 – 50 kg.2

Catatan : *) 1 bulan = 28 blister (dosis) harian

Satu paket kombipak kategori 1 berisi 104 blister harian yang terdiri dari 56 blister HRZE

untuk tahap intensif, dan 48 blister HR untuk tahap lanjutan, masing-masing dikemas dalam

dos kecil dan disatukan dalam 1 dos besar.

Isoniazid

Sediaan dasarnya adalah tablet dengan nama generik Isoniazida 100 mg dan 300 mg /

tablet Nama lain Isoniazida : Asam Nicotinathidrazida; Isonikotinilhidrazida; INH. Untuk

pencegahan, dewasa 300 mg satu kali sehari, anak anak 10 mg per berat badan sampai 300 mg, satu

kali sehari. Untuk pengobatan TB bagi orang dewasa sesuai dengan petunjuk dokter / petugas

kesehatan lainnya. Umumnya dipakai bersama dengan obat anti tuberkulosis lainnya. Dalam kombinasi

2

Page 3: Neuropati Perifer Et Causa Efek Samping Isoniazid

biasa dipakai 300 mg satu kali sehari, atau 15 mg per kg berat badan sampai dengan 900 mg, kadang

kadang 2 kali atau 3 kali seminggu. Untuk anak dengan dosis 10 20 mg per kg berat badan. Atau 20 –

40 mg per kg berat badan sampai 900 mg, 2 atau 3 kali seminggu.2

Obat ini diindikasikan untuk terapi semua bentuk tuberkulosis aktif, disebabkan

kuman yang peka dan untuk profilaksis orang berisiko tinggi mendapatkan infeksi. Dapat

digunakan tunggal atau bersama-sama dengan antituberkulosis lain. Kontraindikasi. Kontra

indikasinya adalah riwayat hipersensistifitas atau reaksi adversus, termasuk demam, artritis,

cedera hati, kerusakan hati akut, tiap etiologi kehamilan(kecuali risiko terjamin). 2 Kerja Obat.

Bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan.

Efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang.

Mekanisme kerja berdasarkan terganggunya sintesa mycolic acid, yang diperlukan untuk membangun

dinding bakteri. Efek Samping. Efek samping dalam hal neurologi: parestesia, neuritis perifer,

gangguan penglihatan, neuritis optik, atropfi optik, tinitus, vertigo, ataksia, somnolensi, mimpi

berlebihan, insomnia, amnesia, euforia, psikosis toksis, perubahan tingkah laku, depresi, ingatan tak

sempurna, hiperrefleksia, otot melintir, konvulsi.Hipersensitifitas demam, menggigil, eropsi kulit

(bentuk morbili,mapulo papulo, purpura, urtikaria), limfadenitis, vaskulitis, keratitis.2 Hepatotoksik:

SGOT dan SGPT meningkat, bilirubinemia, sakit kuning, hepatitis fatal. Metaboliems dan endrokrin:

defisiensi Vitamin B6, pelagra, kenekomastia, hiperglikemia, glukosuria, asetonuria, asidosis

metabolik, proteinurea. Hematologi: agranulositosis, anemia aplastik, atau hemolisis, anemia,

trambositopenia. Eusinofilia, methemoglobinemia. Saluran cerna: mual, muntah, sakit ulu hati,s

embelit. Intoksikasi lain: sakit kepala, takikardia, dispenia, mulut kering, retensi kemih (pria), hipotensi

postura, sindrom seperti lupus, eritemamtosus, dan rematik.

Rifampisin

Sediaan dasar yang ada adalah tablet dan kapsul 300 mg, 450 mg, 600 mg Dosis

Untuk dewasa dan anak yang beranjak dewasa 600 mg satu kali sehari atau 600 mg 2 – 3 kali

seminggu. Rifampisin harus diberikan bersama dengan obat anti tuberkulosis lain.2 Bayi dan

anak anak, dosis diberikan dokter / tenaga kesehatan lain berdasarkan atas berat badan yang

diberikan satu kali sehari maupun 2-3 kali seminggu. Biasanya diberikan 7,5 – 15 mg per kg

berat badan. Anjuran Ikatan Dokter Anak Indonesia adalah 75 mg untuk anak < 10 kg, 150

mg untuk 10 – 20 kg, dan 300 mg untuk 20 -33 kg. Di Indikasikan untuk obat antituberkulosis

yang dikombinasikan dengan antituberkulosis lain untuk terapi awal maupun ulang. Efek

samping pada Saluran cerna ; rasa panas pada perut, sakit epigastrik, mual, muntah,

anoreksia, kembung, kejang perut, diare, SSP:2 letih rasa kantuk, sakit kepala, ataksia,

bingung, pening, tak mampu berfikir, baal umum, nyeri pada anggota, otot kendor, gangguan

penglihatan, ketulian frekuensi rendah sementara ( jarang). Hipersensitifitas: demam, pruritis,

3

Page 4: Neuropati Perifer Et Causa Efek Samping Isoniazid

urtikaria, erupsi kulit, sariawan mulut dan lidah, eosinofilia, hemolisis, hemoglobinuria,

hematuria, insufiensi ginjal, gagal ginjal akut( reversibel). Hematologi: trombositopenia,

leukopenia transien, anemia, termasuk anemia hemolisis.Intoksikasi lain:2 Hemoptisis,

proteinurea rantai rendah, gangguan menstruasi, sindrom hematoreal.

Pirazinamid

Sediaan dasar Pirazinamid adalah Tablet 500 mg/tablet. Dosis Dewasa dan anak

sebanyak 15 – 30 mg per kg berat badan, satu kali sehari. Atau 50 – 70 mg per kg berat badan

2 – 3 kali seminggu.2 Obat ini dipakai bersamaan dengan obat anti tuberkulosis lainnya.

Indikasi Digunakan untuk terapi tuberkulosis dalam kombinasi dengan anti tuberkulosis lain.

Kontraindikasi terhadap gangguan fungsi hati parah, porfiria, hipersensitivitas.2 Efek samping

hepatotoksisitas, termasuk demam anoreksia,hepatomegali, ikterus; gagal hati; mual, muntah,

artralgia, anemia sideroblastik, urtikaria. Keamanan penggunaan pada anak-anak belum

ditetapkan. Hati-hati penggunaan pada:2,3 penderita dengan encok atau riwayat encok keluarga

atau diabetes melitus; dan penderita dengan fungsi ginjal tak sempurna; penderita dengan

riwayat tukak peptik.

Etambutol

Sediaan dasarnya adalah tablet dengan nama generik Etambutol-HCl 250 mg, 500

mg/tablet. Dosis. Untuk dewasa dan anak berumur diatas 13 tahun, 15 -25 mg mg per kg berat

badan, satu kali sehari.2 Untuk pengobatan awal diberikan 15 mg / kg berat badan, dan

pengobatan lanjutan 25 mg per kg berat badan. Kadang kadang dokter juga memberikan 50

mg per kg berat badan sampai total 2,5 gram dua kali seminggu.2,3 Obat ini harus diberikan

bersama dengan obat anti tuberculosis lainnya. Tidak diberikan untuk anak dibawah 13 tahun

dan bayi. Indikasi. Etambutol digunakan sebagai terapi kombinasi tuberkulosis dengan obat

lain, sesuai regimen pengobatan jika diduga ada resistensi. Jika risiko resistensi rendah, obat

ni dapat ditinggalkan. Obat ini tidak dianjurkan untuk anak-anak usia kurang 6 tahun, neuritis

optik, gangguan visual. Kontraindikasi. Hipersensitivitas terhadap etambutol seperti neuritis

optik.

Efek samping yang muncul antara lain gangguan penglihatan dengan penurunan

visual, buta warna dan penyempitan lapangan pandang. Gangguan awal penglihatan bersifat

subjektif; bila hal ini terjadi maka etambutol harus segera dihentikan. Bila segera dihentikan,

biasanya fungsi penglihatan akan pulih. Reaksi adversus berupa sakit kepala, disorientasi,

mual, muntah dan sakit perut.2

Neuropati perifer

4

Page 5: Neuropati Perifer Et Causa Efek Samping Isoniazid

Gejala dan tanda neuropati perifer cukup sering ditemukan pada pasien usia lanjut,

dan seringkali dianggap sebagai bagian dari proses penuaan.4 Namun, sering ditemukan

berbagai kondisi yang menjadi penyebab neuropati perifer pada usia tua, antara lain diabetes

mellitus, keganasan, gangguan metabolik, defisiensi nutrisi dan pemakaian obat-obatan dalam

jangka waktu lama seperti obat anti kejang atau kemoterapi. Selain itu, juga terdapat

penyebab idiopatik neuropati perifer pada usia tua, yaitu polineuropati aksonal kronik, dimana

keadaan ini sering dijumpai.4 Prevalensi neuropati perifer pada usia lanjut tidak banyak

diketahui. Hal ini disebabkan sedikitnya penelitian dan keterbatasan waktu yang dibutuhkan

dalam mempelajari kasus neuropati perifer pada usia lanjut. Selain itu beberapa studi yang

dilakukan hanya mencakup gejala neuropati tertentu, seperti prevalensi neuropati sensorik,

otonom atau neuropati pada keganasan. Dari sedikit penelitian neuropati perifer yang bersifat

umum, prevalensinya berkisar antara 2,4% sampai 8%.4 Sedangkan pada penelitian terbaru

dari subjek usia lanjut yang tidak bekerja dilaporkan angka kejadian neuropati perifer

mencapai 31%. 4 Neuropati perifer pada usia lanjut mengakibatkan gangguan kualitas hidup

yang bermakna dan berdampak pada gangguan keseimbangan dan jatuh. Hal ini akan

membatasi fungsi fisik mereka dan menyebabkan mereka lebih banyak di rumah dan tidak

bekerja, sehingga meningkatkan beban bagi keluarga dan sistem kesehatan. Karena hal ini

dapat menyebabkan kecacatan yang berat dan keterbatasan fungsi, pendekatan diagnostik

yang baik bisa menjadi langkah awal bagi terapi yang memuaskan.4

Anamnesis

Langkah awal dalam mendiagnosis neuropati perifer adalah menentukan gejala dan

tanda yang berhubungan dengan disfungsi saraf perifer. Biasanya pasien mengalami

munculan gejala yang bermacam-macam. Untuk mendiagnosis secara benar maka diperlukan

anamnesis yang baik dan benar, bisa dilakukan secara auto / allo anamnesis. Berikut merupan

pertanyaan yang perlu di tanyakan pada pasien neuropati perifer :4,5

Pertama – tama perlu ditanyakan identitas pasien secara lengkap, tanyakan keluhan

utama berupa apakah ada fetigue dan wasting, apakah ada kram, kedutan otot dan rasa lemah

pada otot, apakah terdapat abnormalitas melangkah, apakah ada kesulita untuk membedakan

rasa pana dan dingin, dan apakah ada rasa kesemutan dan apakah terdapat rasa gatal. Selain

keluhan utama perlu juga ditanyakan bagaimana penyakit sekarang yang sesuai dengan kasus

pasien menderita penyakit TBC dan tanyakan juga riwayat penyakit dahulu seperti apa, RPK,

RPS, dan RPL nya. Untuk riwaya obat sangat penting ditanyakan karena efek samping dari

obat yang dikonsumsi meyebabkan keluhan yanag diderita asien sekarang, perlu juga

ditanyakan jenis obat apa dan jika perlu perhatikan dosis pada obat.

Periksaan Fisik dan Penunjang

Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan adalah pemeriksaaan tanda – tanda vital dan

pemeriksaan neurologis yang meliputi: pemeriksaan syaraf cranial bila diperlukan tetapi tidak

5

Page 6: Neuropati Perifer Et Causa Efek Samping Isoniazid

dianjurkan, pemeriksaan untuk membedakan panas dan dingin, pemeriksaan perasaan tajam

dan tumpul, serta pemeriksaan refleks fisiologis dan patologis yang meliputi : 5 refleks

babinsky, dan pemeriksaan posisi. Pemeriksaan penunjang tidak terlalu dianjurkan untuk

kasus ini, tapi apa bila di perlukan pemeriksaan laboratorium yang dapat menunjang diagnosis

cukup banyak, dan tergantung dari klinis pada pasien. pemeriksaan gula darah puasa, elektrolit untuk

menilai fungsi ginjal dan hati, pemeriksaan darah tepi lengkap, kadar vitamin B6 serum.

Diagnosis Kerja

Diagnosis kerja untuk kasus ini adalah neuropati perifer di karenakan efek samping dari

pemakain INH.

Diagnosis Banding

Neuropati perifer ec diabetes mellitus

Keluhan nyeri terutama pada ekstremitas merupakan keluhan umum pada penderita

diabetes mellitus, terutama pada penderita menahun apalagi dengan kendali glukosa yang

tidak baik. Penyebab keluhan ini dikenal sebagai neuropati perifer, komplikasi kronis diabetes

yang sulit diatasi dengan pengobatan.6 Kelainan yang memberikan gejala nyeri ( neuropathic

pain ) ini, akibat lesi ataupun disfungsi primer yang seringkali terjadi pada system saraf

perifer namun juga dapat bersifat sentral, misalnya pada kelainan pasca stroke. Penanganan

nyeri pada neuropati perifer pada penderita diabetes mellitus pada saat ini belum memberi

hasil memuaskan.6 Hal ini disebabkan karena secara struktural kelainan jaringan telah bersifat

ireversibel terutama pada keadaan diabetes lanjut. Permasalahan lain yang hampir selalu

menyertai nyeri pada neuropathic pain adalah adanya gangguan tidur dan gangguan kejiwaan

berupa anxiety dan depresi yang secara keseluruhan menurunkan quality of life. Pengobatan

yang ideal diharapkan tidak hanya dalam hal mengatasi permasalahan nyeri yang

mengganggu, tapi juga menyangkut penyakit dasarnya, serta berbagai gejala tambahan

tersebut. Dengan perkataan lain, paradigma baru dari penanganan neuropathic pain yang

harus diusahakan haruslah mengacu kepada peningkatan quality of life dari sipenderita.

Mekanisme dari sensasi nyeri yang dirasakan adalah akibat abnormalitas berupa hipereksitasi

neuron ( presynaptic ) sehingga menimbulkan produksi neurotransmitter yang berlebihan.

Oleh karena itu usaha penanganan terhadap neuropathic pain haruslah didasarkan pada

pencegahan produksi neurotransmitter yang berlebihan ini. Pregabalin merupakan senyawa

yang bekerja khusus mengatasi neuropathic pain melalui titik tangkapnya dalam memodulasi

keadaan hipereksitasi neuron, dan terbukti juga memberi manfaat tambahan dalam

memperbaiki gangguan tidur dan anxiety terkait nyeri.6

Epidemiologi

Kebanyakan kasus ini banyak terdapt pada orang orang dengan ras kaukasian di

daerah amerika dan eropa, sekitar 50% warga kaukasian merupakan asetilator lambat.

6

Page 7: Neuropati Perifer Et Causa Efek Samping Isoniazid

Sehingga lebih gampang terkena neuropati perifer apabila menjalani pengobatan dengan

isoniazid. Berbeda jauh dengan ras asia yang cenderung merupakan aselitator cepat.1,7

Etiologi

Neuropati perifer merupakan gambaran klinis yang sering dijumpai pada sebagian besar

penyakit sistemik. Etiologi neuropati tersering di negara maju adalah diabetes dan alkoholisme,

sedangkan di negara berkembang adalah lepra. Namun sudah jelas selain daripada penyakit diatas

neuropati perifer juga dapat disebabkan oleh toksikasi dari obat obat yang bereaksi dengan gen dari

sesorang.5

Patofisiologi

Dinamika/Kinetika Obat. Pada saat dipakai Isoniazida akan mencapai kadar plasma puncak

dalam 1 – 2 jam sesudah pemberian peroral dan lebih cepat sesudah suntikan im; kadar berkurang

menjadi 50 % atau kurang dalam 6 jam.8 Mudah difusi kedalam jaringan tubuh, organ, atau cairan

tubuh; juga terdapat dalam liur, sekresi bronkus dan cairan pleura, serobrosfina, dan cairan asitik.

Metabolisme dihati, terutama oleh karena asetilasi dan dehidrazinasi(kecepatan asetilasi umumnya

lebih dominan ). Waktu paro plasma 2-4 jam diperlama pada insufiensi hati, dan pada inaktivator

”lambat”. Lebih kurang 75-95 % dosis diekskresikan di kemih dalam 24 jam sebagai metabolit,

sebagian kecil diekskresikan di liur dan tinja. Melintasi plasenta dan masuk kedalam ASI. Dari segi

farmakodinamik Isoniazid adalah inhibitor kuat untuk cytochrome P-450 isoenzymes, tetapi

mempunyai efek minimal pada CYP3A.8 Pemakaian Isoniazide bersamaan dengan obat-obat tertentu,

mengakibatkan meningkatnya konsentrasi obat tersebut dan dapat menimbulkan risiko toksis.

Antikonvulsan seperti fenitoin dan karbamazepin adalah yang sangat terpengaruh oleh isoniazid.

Polimorfisme genetik adalah adanya variasi genetik yang menyebabkan perbedaan

aktivitas dan kapasitas suatu enzim dalam menjalankan fungsinya.8 Adanya perbedaan 

ekspresi genetik antara tiap individu akan dapat memberikan respon yang berbeda terhadap

nasib obat dalam tubuh. Hal ini dapat kita tinjau terutama dari aspek metabolisme tubuh.

Proses metabolisme terjadi oleh adanya bantuan enzim.8,9 Enzim merupakan suatu protein

yang keberadaanya merupakan hasil dari ekspresi genetik (sintesis protein). Kapasitas enzim

yang dihasilkan tiap individu berbeda-beda. Hal inilah yang salah satunya yang memacu

terhadap perbedaan respon yang tubuh terhadap pemakaian obat yang sama.

Mekanisme neuropati perifer Karena INH

Isoniazid merupakan obat yang digunakan sebagai antituberkolosis. Studi terhadap

kecepatan asetilasi isoniazid (N-asetilasi) menunjukkan bahwa ada perbedaan kemampuan

asetilasi dari masing-masing individu yang berdasarkan faktor genetiknya, memiliki 2 tipe,

yaitu tipe asetilator cepat dan asetilator lambat.9 Reaksi asetilasi itu sendiri merupakan reaksi

pada jalur metabolisme obat yang mengandung gugus amina primer, seperti amina aromatik

primer dan amina alifatik skunder. Sedangkan fungsi dari reaksi asetilasi itu sendiri adalah

untuk proses detoksifikasi, serta mengubah obat/senyawa induk, menjadi senyawa

7

Page 8: Neuropati Perifer Et Causa Efek Samping Isoniazid

metabolitnya yang bersifat tidak aktif, lebih bersifat polar, agar selanjutnya mudah untuk

dieksresikan.8,9 Aktivitas dari obat INH sebagai antituberkolosis ini, sangat tergantung pada

tingkat kecepatan reaksi asetilasinya. Pada isoniazid, terdapat perbedaan respon dari beberapa

individu berupa perbedaan dalam kecepatan proses asetilasinya terhadap obat tersebut. Profil

asetilasi terhadap isoniazid yang merupakan obat anti tuberkulosis ini digolongkan dalam

asetilator cepat dan lambat. Individu yang tergolong dalam asetilator lambat ternyata aktivitas

enzim N-asetilastransferase-nya sangat lambat. Perbedaan tersebut ternyata disebabkan oleh

adanya variasi genetik dari  gen yang menyandi ekspresi dari enzim N-

asetilastransferase. Bagi individu yang mempunyai kelainan yang disebabkan oleh autosomal

recessive allele, berupa variasi polimorfik maka aktivitas enzim N-asetilastransferase menjadi

lambat. Aktivitas enzim N-asetilastransferase ini sangat bervariasi untuk setiap suku atau

ras.10 Bagi orang barat (Amerika dan Eropa) 50% dari penduduknya ternyata tergolong

asetilator lambat, sedangkan untuk orang Jepang dan Eskimo sebagian besar tergolong

asetilator cepat.10

Jika isoniazid diberikan pada individu bertipe asetilator lambat, maka enzim N-

asetiltransferase yang dimiliki tidak sebanyak enzim N-asetilastransferase yang dihasilkan

oleh individu yang memiliki tipe asetilator cepat.10 Dengan demikian, maka kemampuan

untuk isoniazid dapat dieksresikan dalam bentuk asetil-isoniazid yang bersifat tidak aktif

berlangsung lambat. Sehingga INH akan memiliki masa kerja (t ½) yang panjang yaitu 140-

200 menit. Dengan demikian, maka individu tipe asetilator lambat, memerlukan dosis

pengobatan yang rendah, agar tidak menimbulkan peningkatan efek toksis yang ditimbulkan

oleh INH.10 Untuk individu tipe asetilator lambat ini, pemberian INH tidak harus dilakukan

berulangkali/frekuensi yang tinggi, hal ini karena metabolisme INH berlangsung lambat,

sehingga INH dapat menimbulkan efek yang konstan dengan durasi yang lama setelah

diminum.10

Namun hal lain yang harus diperhatikan adalah bahwa karena obat dimetabolisme

dalam bentuk asetilisoniazid yang bersifat tidak aktif dengan kecepatan yang lambat, maka

kemungkinan peningkatan efek toksis yang ditimbulkan oleh INH lebih tinggi, efek toksik

dapat timbul karena persaingan INH dengan piridoxin (B6) yang merupaka sebuat

neuroprotektor.10 Selain itu, menurut studi yang telah dilakukan, individu bertipe aetilator

lambat ini, memiliki kemungkinan untuk menimbulkan efek samping, yaitu neuritis perifer

yang lebih tinggi daripada individu bertipe asetilator cepat.9,10

Gejala klinis

Semua gejala neurologi yang terjadi berhubungan dengan system saraf pusat yang

terdiri dari otak dan medulla spinalis atau sistim syaraf perifer yang menghubungkan medulla

spunalis dan otak ke semua bagian tubuh.4 Jaringan saraf perifer terdiri dari saraf motoric

yang dapat mengkontraksikan otot dan sensorik yang dapat memberikan batasan sensasi rasa.

8

Page 9: Neuropati Perifer Et Causa Efek Samping Isoniazid

Saraf perifer dapat mengkontrol beberapa fungsi involunter system saraf otonom yang mana

mengatur beberapa organ interna kelenjar keringat dan tekanan darah.4

Namun saraf – saraf perifer mudah rapuh dan rusak. Kerusakan saraf perifer dapat

mengganggu hubungan antara area yang dipersarafi dan otak, yang mengganggu kemampuan

untuk pergerakan otot – otot tertentu atau sensasi rasa yang normal. Gejala tersebut tidak

tergantung pada penyebab neuropati dan satu atau beberapa saraf yang terlibat, jika saraf

sensorik mengalami kerusakan, gejala – gejala yang ditimbulkan berupa nyeri, kebas, rasa

gatal, kelemahan otot, rasa terbakar, dan hilang rasa.5

Penatalaksanaan

Farmakologi

Penatalaksanaan secara farmakologi sendiri yaitu dengan pemberian pridoxin dosis

awalnya 2,5 - 10 mg perhari. Setelah gejala klinisnya terkoreksi, sediaan multivitamin

mengandung vitamin B6 2-5 mg perhari harus diberikan selama beberapa minggu. Dan

koreksi dosis isoniazid apabila tidak diberikan bersamaan dengan piridoksin.11

Non farmakologi

Makan bahan makanan yang mengandung Piridoksin yang memang banyak terdapat

di sayur-sayuran. Namun penelitian pertama kali menemukannya pada kacang, tentu

dimungkinkan juga terdapat pada sumber makanan alami lainnya. Piridoksin atau vitamin B6

ini terutama terdapat pada sayuran.5 Misalnya seperti sayur paprika, sayur lobak, dan sayur

bayam. Pada takaran paprika 1 cangkir saja mampu memenuhi 0,27 mcg vitamin B6.

Kemudian pada buah-buahan juga mengandung vitamin B6. Seperti pada buah pisang, buah

alpukat, buah tomat, buah melon, buah semangka. Pada takaran 1 buah pisang saja sudah

mengandung vitamin B6 sebanyak 0,43 mcg.5 Kemudian ternyata selain ada di buah dan

sayuran, vitamin B6 juga terdapat pada daging hewan. Seperti daging sapi, rusa, kambing dan

domba. Lalu daging ikan seperti ikan cod, ikan salmon, ikan tuna juga mengandung vitamin

B6. Seperti daging hati sapi mengandung 1,03 mcg vitamin B6 dalam takaran 100 gramnya. 4

Lalu untuk daging ikan tuna sendiri memiliki kadar kandungan vitamin B6 sebanyak 1,18

mcg dengan takaran 4 ons ikan tuna.4

Komplikasi

Neuropati diabetik dapat menyebabkan beberapa komplikasi. Kerusakan saraf pada

kaki disertai dengan sirkulasi darah yang buruk dapat menyebabkan ulkus dan

bahkan ganggren. Tidak  hanya kaki  yang diserang oleh diabetes yang berhubungan dengan

neuropati tetapi dapat juga mempengaruhi organ tubuh lainnya.4,5 Bila saraf yang

berhubungan dengan pencernaan mengalami kerusakan, pengosongan lambung dapat

9

Page 10: Neuropati Perifer Et Causa Efek Samping Isoniazid

mengalami perlambatan yang  dapat menyebabkan mual, muntah dan kembung. atau sering

terjadinya konstipasi atau diare. Pada beberapa kasus dapat mengalami masalah seperti

pengendalian kandung kemih,Menurunnya gerakan atau sensasi baik partial atau komplet,

Penurunan tekanan darah, Impotensi., Depresi, Penurunan berat badan.4,5

Prognosis

Dubia ad bonam, apabila ditangani dengan segera.4

Kesimpulan

Farmakogenomik merupan sebuah terobosan yang sangat baik untuk memetakan

dunia sesuai dengan rasa dan populasi untuk mempermudah pemilihan obat yang sesuai

dengan gen penderita, salah satu obat yang menyebabkan efek samping neuropati perifer pada

ras tertentu karenan terdapat persaingan denga pidoksin, untuk menangani hal ini perlu

dilakukan pendekatan dengan anamnesis dan gejala klinis yang baik. Untuk mengani hal ini

perlu diberikan penambahan piridoksin dan mengkonsumsi makanan yang mengandung

piridoksin.

Daftar Pustaka

1. Gunawan, SG. Setiabudy R. Nafrialdi, Elysabeth (editor). Farmakologi dan Terapi.

5th ed. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia; 2007.

2. WHO, Treatment of Tuberculosis Guidelines for National Programmes, Third

edition, World Health Organization, Geneva, page 47-52.2003.

3. Brunton LL. Lazo JS. Parker KL (editor). Goodman & Gilman’s The

Pharmacological Basis of Therapeutics. 11th ed. New York: McGraw-Hill; 2006.

4. England JD, Asbury AK. Peripheral neuropathy. Lancet 2004;363:2151-2161

5. Alport AR, Sander HW. Clinical approach to peripheral neuropathy: Anatomic

localizaion and diagnostic testing. Continuum Lifelong Learning Neurol

2012;18(1):13-38

6. Mold JW, Vesely SK, Keyl BA, Schenk JB, Roberts M. The prevalence, predictors,

and consequences of peripheral sensory neuropathy in older adults. J Am Board Fam

Pract ;17:309-318.2004.

7. Martyn CN, Hughes RAC. Epidemiology of peripheral neuropathy. J Neurol

Neurosurg Psychiatry 2007;62:310-3186. Chia L, Fernandez.

8. Wattimena. R. J.; dkk, “Farmakodinami dan Terapi Antibiotik”, Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung, penerbit Gadjah Mada

University press, Yogyakarta. hal 136-177. 2000.

10

Page 11: Neuropati Perifer Et Causa Efek Samping Isoniazid

9. Lecomte T, Ferraz JM, Zinzindohoué F, Loriot MA, Tregouet DA, Landi B, Berger

A, Cugnenc PH, Jian R, Beaune P, Laurent-Puig P. Thymidylate synthase gene

polymorphism predicts toxicity in colorectal cancer patients receiving 5-fluorouracil-

based chemotherapy. Clin Cancer Res.Sep 1;10(17):5880-8.2004.

10. Thomason AR, Warren EI. Tuberculosis: A Clinical Rreview. US Pharmacist.; 7: Hs-

14-HS-22.2005.

11. Weiss LD, Weiss JM, Johns JS, et al. Neuromuscular rehabilitation and

electrodiagnosis. Peripheral neuropathy. Arch Phys Med Rehabil 2005;86(3 Suppl

1):S11-S17

11