22
GEOLOGI STRUKTUR GEOLOGI REGIONAL SERAYU SELATAN 15/06/2013 TINGGALKAN KOMENTAR Pulau Jawa dikontrol oleh sejumlah struktur utama yang mencerminkan evolusi tektoniknya) struktur utama Pulau Jawa terdiri dari Struktur Meratus yang berarah Timurlaut-Baratdaya, Struktur Sumatra Berarah baratlaut-Tenggara, dan Struktur Sunda berarah Utara-Selatan dan struktur Jawa yang berarah barat-Timur. (Pulonggono & Martodjoyo, 1994 dalam prasetyadi, 2010) Selain itu di Jawa Tengah juga dikenali terdapat dua struktur sesar utama yang mengapit bagian barat dan timur Jawa Tengah. Sesar di bagian timur dikenal sebagai sesar Kebumen-Muria dan bagian barat disebut sesar Pamanukan-Cilacap. Kedua sesar ini dianggap sebagai fakto yang membuat Jawa Tengah secara fisiografis berbeda dengan Jawa barat dan Jawa Timur (Satyana, 2007) Daerah penelitian berada pada sub cekungan banyumas yang secara regional berada dalam suatu system cekungan yang dibatasi oleh dua struktur sesar mendatar mengkanan, yaitu sear Karangbolong dan sesar gabon yang berarah baratlaut-tenggara, serta sesar normal berarah timur laut- barat daya yang membentuk half graben pada awal miosen. Perkembangan graben ini disebabkan oleh tektonik regional pada akhir oligosen yang diawali oleh pergerakan sesar

New Microsoft O

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Manknyus

Citation preview

Page 1: New Microsoft O

GEOLOGI

STRUKTUR GEOLOGI REGIONAL SERAYU SELATAN15/06/2013 TINGGALKAN KOMENTAR

Pulau Jawa dikontrol oleh sejumlah struktur utama yang mencerminkan evolusi tektoniknya) struktur utama Pulau Jawa terdiri dari Struktur Meratus yang berarah Timurlaut-Baratdaya, Struktur Sumatra Berarah baratlaut-Tenggara, dan Struktur Sunda berarah Utara-Selatan dan struktur Jawa yang berarah barat-Timur. (Pulonggono & Martodjoyo, 1994 dalam prasetyadi, 2010)

Selain itu di Jawa Tengah juga dikenali terdapat dua struktur sesar utama yang mengapit bagian barat dan timur Jawa Tengah. Sesar di bagian timur dikenal sebagai sesar Kebumen-Muria dan bagian barat disebut sesar Pamanukan-Cilacap. Kedua sesar ini dianggap sebagai fakto yang membuat Jawa Tengah secara fisiografis berbeda dengan Jawa barat dan Jawa Timur (Satyana, 2007)

Daerah penelitian berada pada sub cekungan banyumas yang secara regional berada dalam suatu system cekungan yang dibatasi oleh dua struktur sesar mendatar mengkanan, yaitu sear Karangbolong dan sesar gabon yang berarah baratlaut-tenggara, serta sesar normal berarah timur laut- barat daya yang membentuk half graben pada awal miosen. Perkembangan graben ini disebabkan oleh tektonik regional pada akhir oligosen yang diawali oleh pergerakan sesar mendatar menganan berarah barat laut-tenggara (Muchsin drr.,2003 dalam Praptisih, 2010).

Cekungan Serayu Selatan (disebut juga Banyumas Basin) merupakanforearc basin dari arc sytem Pulau Jawa. Bagian utara cekungan mengalami penurunan yang disebabkan oleh pengangkatan dari pegunungan Serayu (Serayu Range). Endapan turbidit vulkanik klastik yang diendapkan dalam cekungan membentuk kenampakan struktur diapiric. Pada

Page 2: New Microsoft O

lepas pantai Jawa Tengah selatan, terdapat dua cekungan yang berkembang di puncak barat dan timur yang terangkat di zona segitiga yang masing-masing disebut rendahan barat dan rendahan timur. (Subroto, 2006 dalam Prasetyadi, 2010).

Sub cekungan kebumen atau yang dikenal sebagai rendahan timur dibentuk oleh adanya tumbukan lempeng yang menghasilkan arah gaya timurlaut-baratdaya. Arah gaya ini juga membentuk sebagian besar cekungan pada Pulau Jawa bagian timur antara lain cekungan ngimbang, dan sub cekungan Kendal.

GEOLOGI

GEOLOGI REGIONAL SERAYU SELATAN15/06/2013 TINGGALKAN KOMENTAR

Stratigrafi regional mandala serayu selatan terdiri dari beberapa formasi antara lain yang berbeda karakteristik anggota penyusunnya dan lingkungan pengendapannya, antara lain:

1. Batuan Pratersier

Merupakan batuan tertua yang tersingkap di zona pegunungan serayu selatan, mempunyai umur kapur tengah sampai denga paleosen yang dikenal sebagai kompleks Mélange Luk Ulo (Sukendar Asikin, 1974 dalam Prasetyadi 2010). Kelompok batuan ini merupakan bagian dari kompleks mélange yang terdiri dari graywake, sekis, lava basalt berstruktur bantal, gabbro, batugamping merah, rijang, lempung hitam yang bersifat serpihan dimana semuanya merupakan campuran yang dikontrol oleh tektonik.

2. Formasi Karangsambung

Page 3: New Microsoft O

Merupakan kumpulan endapan olisostrom, terjadi akibat pelongsoran gaya berat di bawah permukaan laut, melibatkan endapan sedimen yang belum terkompaksi yang berlangsung pada lerengparit di bawah pengaruh endapan turbidit. Formasi ini merupakan sedimen pond dan diendapkan diatas bancuh Luk Ulo, terdiri dari konglomerat polimik, lempung abu-abu, serpih, dan beberapa lensa batugamping foraminifera besar. Hubungan tidak selaras dengan batuan Pratersier.

3. Formasi Totogan

Harloff (1933) dan Tjia HD (1996) menamakan sebagai tufa napalm I, sedangkan Suyanto & Roksamil (1974) menyebutnya sebagai lempung breksi. Litologi berupa breksi dengan komponen batulempung, batupasir, batugamping, napal, dan tufa. Berumur oligosen-miosen awal, dan berkedudukan selaras diatas formasi karang sambung.

4. Formasi Waturanda

Fomasi ini terdiri dari batupasir vulkanik dan breksi vulkanik yang berumur miosen awal-miosen tengah yang berkedudukan selaras diatas formasi totogan. Formasi ini memiliki anggota Tuff, dimana Harloff (1933) menyebutnya sebagai Eerste Merger Tuff Horizon.

5. Formasi Penosogan

Formasi ini terendapkan selaras diatas formasi waturanda, litologi tersusun dari perselingan batupasir, batulempung, tufa, napal, dan kalkarenit. Ketebalan formasi ini 1000 meter, memiliki umur miosen awal-miosen tengah.

6. Formasi Halang

Menindih selaras di atas formasi Penosogan dengan litologi terdiri dari perselingan batupasir, batulempung, napal, tufa

Page 4: New Microsoft O

dan sisipan breksi. Merupakan kumpulan sedimen yang dipengaruhi oleh turbidit bersifat distal sampai proksimal pada bagian bawah dan tengah kipas bawah laut. Formasi ini memiliki umur miosen awal-pliosen. Anggota Breksi Halang, Sukendar Asikin menamakan sebagai formasi breksi II dan berjemari dengan formasi Penosogan. Namun Sukendar Asikin (1974) meralat bahwasanya Anggota Breksi ini menjemari dengan Formasi Halang (dalam Prasetyadi, 2010)

7. Formasi peniron

Peneliti terdahulu menamakan sebagai horizon breksi III. Formasi ini menindih selaras diatas formasi haling dan merupakan sedimen turbidit termuda yang diendapkan di Zona pegunungan serayu selatan. Litologinya terdiri dari breksi aneka bahan dengan komponen andesit, batulempung, batupasir dengan masa dasar batupasir sisipan tufa, batupasir, napal, dan batulempung.

8. Batuan vulkanik muda

Memiliki hubangan yang tidak selaras dengan semua batuan yang lebih tua dibawahnya. Litologi terdiri dari breksi dengan sisipan batupasir tufan, dengan komponen andesit dan batupasir yang merupakan bentukan aliran lahar pada lingkungan darat. Berdasarkan  ukuran komponen yang membesar kearah utara menunjukkan arah sumber di utara yaitu Gunung Sumbing yang berumur plistosen (Dari berbagai sumber dalam Prasetyadi, 2010)

GEOLOGI

SAMPINGAN 14/06/2013 TINGGALKAN KOMENTAR

Fosil jejak memberikan kontribusi yang unik dari percampuran antara paleontology dan sedimentologi mengenai lingkungan pengendapan. Seperti stuktur sedimen fosil jejak dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok fasies fosil jejak. Adolf Seilacher (1967) menyatakan pengelompokan fosil jejak didasarkan pada konsep bahwa

Page 5: New Microsoft O

banyak factor yang mengkontrol penyebaran fosil jejak dimana sejalan dengan peningkatan kedalanaman air. Saat ini fosil jejak bermanfaat untuk menentukan paleobathymetri.

Fasies Trypanites biasanya terbentuk pada substrat yang terlifikasi keseluruhanseperti hardground, pantai berbatu, reefs, dan sebagainya. Biasanya memiliki bentuk U, silinder, bentuk air mata, dan berorientasi vertical. Anggota fasies ini antara lain Caulostrepsis, Entobia, Echinoid booring, dan Trypanites.

Fasies Glossifungites memiliki rentang yang luas, namun biasanya hanya terbentukpada substrat yang tidka terlitifikasi seperti lumpur yang terhidrasi. Biasanya memiliki bentuk U, silinder, bentuk air mata, dan berorientasi vertical, anggotanya antara lain Gastrochaenolites, Diplocraterion, dan Psilonichnus.

Fasies Skolitos mencirikan secara relative lingkungan yang dipengaruhi oleh gelombang atau arus yang tinggi. Biasanya terbentuk pada lingkungan yang sedikit berlumpur hingga tanpa lumpur, tersortasi baik, substrat yang terkonsolidasi. Anggota fasies ini anatara lain Ophiomorpha, Diplocraterion, Skolithos, danMoncraterion.

Fasies Cruziana biasanya merupakan cirri lingkungan subtidal, tersortasi buruk, dan merupakan substrat yang tidak terkonsolidasi. Biasanya lingkungannya memiliki energy yang sedang berada dibawah fairwather wave base namun berada diatas storm wave basehingga energy rendah pada lingkungan yang lebih dalam. Fasies ini biasanya ditemukan pada littoral hingga sublithoral dari suatu estuarin, pantai, lagoon dan dataran pasang surut. Anggota fasies ini antara lain Cruziana, Asteriacites, Rhizocorallium, Aulichnites, Thalassinoides, Chindrites, Teichichnus, Arenicolites, Resella, danPlanolites

Page 6: New Microsoft O

Fasies Zoophycos adalah merupakan salah satu fasies fosil jejak yang memeiliki rentang kedalaman yang sangat luas. Secara skematik fasies ini berada diantara fasies Cruziana dan Nerites ichnofasies. Biasanya terbentuk pada continental slope, berada dibawah storm wave base. Anggota fasies ini antara lain Zoophycos, Lorenzinia, Phycosiphon, dan spirophyton.

Fasies Nerites berada di bathyal hingga abyssal yang masih mengindikasikan keberadaan oksigen, biasanya diberasosiasi dengan arus turbidit. Anggota fasies ini antara lain Spirorhaphe, Uroheiminthoida, Megagrapton, Paleodictyon, Nereites, danCosmorhaphe.

GEOLOGI SAMPAI MATI!!!!SELASA, 13 NOVEMBER 2012

waktu geologi

Page 7: New Microsoft O

Diposkan oleh geologi ftugm di 17.33 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Rahasia Sumur Zam-zamini nih link dari om Rovicky yang sangat menarik, baca dlu baru kommen :D

http://rovicky.wordpress.com/2007/06/26/rahasia-sumur-zamzam-1/Diposkan oleh geologi ftugm di 01.56 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

geologi regional kulon progo

GEOLOGI REGIONALII.1. Geomorfologi Regional

        Menurut penelitian Van Bemmelen (1948), secara fisiografis Jawa Tengah dibagi

menjadi 3 zona, yaitu        :

1.      Zona Jawa Tengah bagian utara yang merupakan Zona Lipatan

2.      Zona Jawa Tengah bagian tengah yang merupakan Zona Depresi

3.      Zona Jawa Tengah bagian selatan yang merupakan Zona Plato

        Berdasarkan letaknya, Kulon Progo merupakan bagian dari zona Jawa Tengah bagian

selatan maka daerah Kulon Progo merupakan salah satu plato yang sangat luas yang terkenal

dengan nama Plato Jonggrangan (Van Bemellen, 1948). Daerah ini merupakan

daerah upliftyang memebentuk dome yang luas. Dome tersebut relatif berbentuk persegi

panjang dengan panjang sekitar 32 km yang melintang dari arah utara - selatan, sedangkan

lebarnya sekitar 20 km pada arah barat - timur. Oleh Van Bemellen Dome tersebut diberi

nama Oblong Dome.

        Berdasarkan relief dan genesanya, wilayah kabupaten Kulon Progo dibagi menjadi

beberapa satuan geomorfologi antara lain, yaitu           :

A.                Satuan Pegunungan Kulon Progo

Satuan pegunungan Kulon Progo mempunyai ketinggian berkisar antara 100 – 1200

meter diatas permukaan laut dengan kemiringan lereng sebesar 150 – 160. Satuan Pegunungan

Kulon Progo penyebarannya memanjang dari utara ke selatan dan menempati bagian barat

wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, meliputi kecamatan Kokap, Girimulyo dan Samigaluh.

Daerah pegunungan Kulon Progo ini sebagian besar digunakan sebagai kebun campuran,

permukiman, sawah dan tegalan.

Page 8: New Microsoft O

B.                 Satuan Perbukitan Sentolo

Satuan perbukitan Sentolo ini mempunyai penyebaran yang sempit dan terpotong oleh

kali Progo yang memisahkan wilayah Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Bantul.

Ketinggiannya berkisar antara 50 – 150 meter diatas permukaan air laut dengan besar

kelerengan rata – rata 15 0. Di wilayah ini, satuan perbukitan Sentolo meliputi daerah

Kecamatan Pengasih dan Sentolo.

C.                 Satuan Teras Progo

Satuan teras Progo terletak disebelah utara satuan perbukitan Sentolo dan disebelah timur

satuan Pegunungan Kulon Progo, meliputi kecamatan Nanggulan dan Kali Bawang, terutama

di wilayah tepi Kulon Progo

D.                Satuan Dataran Alluvial

Satuan dataran alluvial penyebarannya memanjang dari barat ke timur, daerahnya

meliputi kecamatan Temon, Wates, Panjatan, Galur dan sebagian Lendah. Daerahnya relatif

landai sehingga sebagian besar diperuntukkan untuk pemukiman dan lahan persawahan.

E.                 Satuan Dataran Pantai

a.                   Subsatuan Gumuk Pasir

Subsatuan gumuk pasir ini memiliki penyebaran di sepanjang pantai selatan Yogyakarta,

yaitu pantai Glagah dan Congot. Sungai yang bermuara di pantai selatan ini adalah kali

Serang dan kali Progo yang membawa material berukuran besar dari hulu. Akibat dari proses

pengangkutan dan pengikisan, batuan tersebut menjadi batuan berukuran pasir. Akibat dari

gelombang laut dan aktivitas angin, material tersebut diendapkan di dataran pantai

dan membentuk gumuk – gumuk pasir.

b.                  Subsatuan Dataran Alluvial Pantai

Subsatuan dataran alluvial pantai terletak di sebelah utara subsatuan gumuk pasir yang

tersusun oleh material berukuran pasir halus yang berasal dari subsatuan gumuk pasir oleh

kegiatan angin. Pada subsatuan ini tidak dijumpai gumuk - gumuk pasir sehingga digunakan

untuk persawahan dan pemukiman penduduk.

II.2. Stratigrafi Regional

Menurut Sujanto dan Ruskamil (1975) daerah Kulon Progo merupakan tinggian yang

dibatasi oleh tinggian dan rendahan Kebumen di bagian barat dan Yogyakarta di bagian

timur, yang didasarkan pada pembagian tektofisiografi wilayah Jawa Tengah bagian selatan.

Yang mencirikan tinggian Kulon Progo yaitu banyaknya gunung api purba yang timbul dan

Page 9: New Microsoft O

tumbuh di atas batuan paleogen, dan ditutupi oleh batuan karbonat dan napal yang

berumur neogen.

Dalam stratigrafi regional mengenai daerah fieldtrip, dibahas umur batuan berdasarkan

batuan penyusunnya, untuk itu perlu diketahui sistem umur batuan penyusun tersebut. Sistem

tersebut antara lain    :

1.      Sistem eosen

Batuan yang menyusun sistem ini adalah batu pasir, lempung, napal, napal pasiran,

batu gamping, serta banyak kandungan fosil foraminifera maupun moluska. Sistem eosen ini

disebut “Nanggulan group”. Tipe dari sistem ini misalnya di desa Kalisongo, Nanggulan

Kulon Progo, yang secara keseluruhannya tebalnya mencapai 300 m. Tipe ini dibagi lagi

menjadi empat yaitu “Yogyakarta beds”, “Discoclyina”, “Axiena Beds” dan Napal

Globirena, yang masing - masing sistem ini tersusun oleh batu pasir, napal, napal pasiran,

lignit dan lempung. Di sebelah timur ”Nanggulan group” ini berkembang facies gamping

yang kemudian dikenal sebagai gamping eosen yang mengandung fosil foraminifera,

colenterata, dan moluska

2.      Sistem oligosen – miosen

Sistem oligosen – miosen terjadi ketika kegiatan vulkanisme yang memuncak dari

Gunung Menoreh, Gunung Gadjah, dan Gunung Ijo yang berupa letusan dan dikeluarkannya

material – material piroklastik dari kecil sampai balok yang berdiameter lebih dari 2 meter.

Kemudian material ini disebut formasi andesit tua, karena material vulkanik tersebut bersifat

andesitik, dan terbentuk sebagai lava andesit dan tuff andesit. Sedang pada sistem eosen,

diendapkan pada lingkungan laut dekat pantai yang kemudian mengalami pengangkatan dan

perlipatan yang dilanjutkan dengan penyusutan air laut. Bila dari hal tersebut, maka

sistem oligosen – miosen dengan formasi andesit tuanya tidak selaras dengan

sistem eosen yang ada dibawahnya. Diperkirakan ketebalan istem ini 600 m. Formasi andesit

tua ini membentuk daerah perbukitan dengan puncak – puncak miring.

3.      Sistem miosen

Setelah pengendapan formasi andesit tua daerah ini mengalami penggenangan air laut,

sehingga formasi ini ditutupi oleh formasi yang lebih muda secara tidak selaras. Fase

pengendapan ini berkembang dengan batuan penyusunnya terdiri dari batu gamping reef,

napal, tuff breksi, batu pasir, batu gamping globirena dan lignit yang kemudian disebut

formasi jonggrangan, selain itu juga berkembang formasi sentolo yang formasinya terdiri dari

batu gamping, napal dan batu gamping konglomeratan. Formasi Sentolo sering dijumpai

kedudukannya diatas formasi Jonggrangan. Formasi Jonggrangan dan formasi Sentolo sama –

Page 10: New Microsoft O

sama banyak mengandung fosil foraminifera yang beumur burdigalian – miosen. Formasi –

formasi tersebut memilik ipersebaran yang luas dan pada umumnya membentuk daerah

perbukitan dengan puncak yang relative bulat. Diakhir kala pleistosen daerah ini mengalami

pengangkatan dan pada kuarter terbentuk endapan fluviatil dan vulkanik dimana

pembentukan tersebut berlangsung terus – menerus hingga sekarang yang letaknya tidak

selaras diatas formasi yang terbentuk sebelumnya.

                        Berdasarkan system umur yang ditentukan oleh penyusun batuan stratigrafi

regional menurut Wartono Rahardjo dkk(1977), Wirahadikusumah (1989), dan Mac Donald

dan partners (1984), daerah penelitian dapat dibagi menjadi 4 formasi, yaitu :

a.       Formasi Nanggulan

Formasi Nanggulan mempunyai penyusun yang terdiri dari batu pasir, sisipan lignit,

napal pasiran dan batu lempungan dengan konkresi limonit, batu gamping dan tuff, kaya akan

fosil foraminifera dan moluska dengan ketebalan 300 m. berdasarkan penelitian tentang umur

batuannya didapat umur formasi nanggulan sekitar eosen tengah sampai oligosen atas.

Formasi ini tersingkap di daerah Kali Puru dan Kali Sogo di bagian timur Kali Progo.

Formasin Nanggulan dibagi menjadi 3, yait

1.      Axinea Beds

Formasi paling bawah dengan ketebalan lapisan sekitar 40 m, terdiri dari abut pasir, dan batu

lempung dengan sisipan lignit yang semuanya berfasies litoral, axiena bed ini memiliki

banyak fosil pelecypoda.

2.      Yogyakarta beds

Formasi yang berada di atas axiena beds ini diendapkan secara selaras denagn ketebalan

sekitar 60 m. terdiri dari batu lempung ynag mengkonkresi nodule, napal, batu lempung, dan

batu pasir. Yogyakarta beds mengandung banyak fosil poraminifera besar dan gastropoda.

3.      Discocyclina beds

Formasi paling atas ini juga diendapkan secara selaras diatas Yogyakarta beds denagn

ketebalan sekitar 200m. Terdiri dari  batu napal yang terinteklasi dengan batu gamping dan

tuff vulakanik, kemudian terinterklasi lagi dnegan batuan arkose. Fosil yang terdapat pada

discocyclina beds adalah discocyclina.

b.      Formasi Andesit Tua

Formasi ini mempunyai batuan penyusun berupa breksi andesit, lapili tuff, tuff, breksi

lapisi , Aglomerat, dan aliran lava serta batu pasir vulkanik yang tersingkap di daerah kulon

progo. Formasi ini diendapkan  secara tidak selaras dengan formasi nanggulan dengan

ketebalan 660 m. Diperkirakan  formasi ini formasi ini berumur oligosen – miosen.

Page 11: New Microsoft O

c.       Formasi Jonggrangan

Formasi ini mempunyai batuan penyusun yang berupa tufa, napal, breksi, batu

lempung dengan sisipan lignit didalamnya, sedangkan pada bagian atasnya terdiri dari batu

gamping kelabu bioherm diselingi dengan napal dan batu gamping berlapis. Ketebalan

formasi ini 2540 meter. Letak formasi ini tidak selaras dengan formasi andesit tua. Formasi

jonggrangan ini diperkirakan berumur miosen. Fosil yang terdapat pada formasi ini ialah

poraminifera, pelecypoda dan gastropoda.

d.      Formasi Sentolo

Formasi Sentolo ini mempunyai batuan penyusun berupa batu pasir napalan dan batu

gamping, dan pada bagian bawahnya terdiri dari napal tuffan. Ketebalan formasi ini sekitar

950 m. Letak formasi initak selaras dengan formasi jonggrangan. Formasi Sentolo ini

berumur sekitar miosen bawah sampai pleistosen.

Sedang menurut Van Bemellen Pegunungan Kulon Progo dikelompokkan menjadi

beberapa formasi berdasarkan batuan penyusunnya. Formasi tersebut dimulai dari yang

paling tua yaitu sebagai berikut       :

a.       Formasi Nanggulan

Formasi Nanggulan mempunyai penyusun yang terdiri dari batu pasir, sisipan lignit,

napal pasiran dan batu lempungan dengan konkresi limonit, batu gamping dan tuff, kaya akan

fosil foraminifera dan moluska dengan ketebalan 300 m. berdasarkan penelitian tentang umur

batuannya didapat umur formasi nanggulan sekitar eosen tengah sampai oligosen atas.

Formasi ini tersingkap di daerah Kali Puru dan Kali Sogo di bagian timur Kali Progo.

Formasin Nanggulan dibagi menjadi 3, yaitu

a.       Axinea Beds

Formasi paling bawah dengan ketebalan lapisan sekitar 40 m, terdiri dari abut pasir, dan batu

lempung dengan sisipan lignit yang semuanya berfasies litoral, axiena bed ini memiliki

banyak fosil pelecypoda.

b.      Yogyakarta beds

Formasi yang berada di atas axiena beds ini diendapkan secara selaras denagn ketebalan

sekitar 60 m. terdiri dari batu lempung ynag mengkonkresi nodule, napal, batu lempung, dan

batu pasir. Yogyakarta beds mengandung banyak fosil poraminifera besar dan gastropoda.

c.       Discocyclina beds

Formasi paling atas ini juga diendapkan secara selaras diatas Yogyakarta beds denagn

ketebalan sekitar 200m. Terdiri dari  batu napal yang terinteklasi dengan batu gamping dan

Page 12: New Microsoft O

tuff vulakanik, kemudian terinterklasi lagi dnegan batuan arkose. Fosil yang terdapat pada

discocyclina beds adalah discocyclina.

b.      Formasi Andesit Tua

Formasi ini mempunyai batuan penyusun berupa breksi andesit, lapili tuff, tuff, breksi

lapisi , Aglomerat, dan aliran lava serta batu pasir vulkanik yang tersingkap di daerah kulon

progo. Formasi ini diendapkan  secara tidak selaras dengan formasi nanggulan dengan

ketebalan 660 m. Diperkirakan  formasi ini formasi ini berumur oligosen – miosen.

c.       Formasi Jonggrangan

Formasi ini mempunyai batuan penyusun yang berupa tufa, napal, breksi, batu

lempung dengan sisipan lignit didalamnya, sedangkan pada bagian atasnya terdiri dari batu

gamping kelabu bioherm diselingi dengan napal dan batu gamping berlapis. Ketebalan

formasi ini 2540 meter. Letak formasi ini tidak selaras dengan formasi andesit tua. Formasi

jonggrangan ini diperkirakan berumur miosen. Fosil yang terdapat pada formasi ini ialah

poraminifera, pelecypoda dan gastropoda.

d.      Formasi Sentolo

Formasi Sentolo ini mempunyai batuan penyusun berupa batu pasir napalan dan batu

gamping, dan pada bagian bawahnya terdiri dari napal tuffan. Ketebalan formasi ini sekitar

950 m. Letak formasi initak selaras dengan formasi jonggrangan. Formasi Sentolo ini

berumur sekitar miosen bawah sampai pleistosen

e.       Forasi Alluvial dan gumuk pasir

Formasi ini iendapan secara tidak selaras terhadap lapisan batuan yang umurnya lebih

tua. Litologi formasi ini adalah batu apsr vulkanik merapi yang juga disebut formasi

Yogyakarta. Endapan gumuk pasir terdiri dari pasir – pasir baik yang halus maupun yang

kasar, sedangkan endapan alluvialnya terdiri dari batuan sediment yang berukuran pasir,

kerikir, lanau dan lempung secara berselang – seling.

      Dari seluruh daerah Kulon Progo, pegunungan Kulon Progo sendiri termasuk dalam

formasi Andesit tua. Formasi ini mempunyai litologi yang penyusunnya berupa breksi

andesit, aglomerat, lapili, tuff, dan sisipan aliran lava andesit. Dari penelitian yang dilakukan

Purmaningsih (1974) didapat beberapa fosil plankton seperti Globogerina Caperoensis bolii,

Globigeria Yeguaensis” weinzeierl dan applin dan Globigerina Bulloides blow. Fosil tersebut

menunjukka batuan berumur Oligosen atas. Karena berdasarkan hasil penelitian

menunjukkan pada bagian terbawah gunung berumur eosin bawah, maka oleh Van bemellen

andesit tua diperkirakan berumur oligosen atas sampai miosen bawah dengan ketebalan 660

m.

Page 13: New Microsoft O

II.3. Struktur Geologi Regional

Struktur ini dapat dikenali dengan adanya kenampakan pegunungan yang dikelilingi

oleh dataran alluvial. Secara umum struktur geologi yang bekerja adalah sebagai berikut :

1.      Struktur Dome

Menurut Van Bemellen (1948), pegunungan Kulon Progo secara keseluruhan merupakan

kubah lonjong yang mempunyai diameter 32 km mengarah NE – SW dan 20 km mengarah

SE – NW. Puncak kubah lonjong ini berupa satu dataran yang luas disebut jonggrangan

plateu. Kubah ini memanjang dari utara ke selatan dan terpotong dibagian utaranya oleh sesar

yang berarah tenggara – barat laut dan tertimbun oleh dataran magelang, sehingga sering

disebut oblong dome. Pemotongan ini menandai karakter tektonik dari zona selatan jawa

menuju zona tengah jawa. Bentuk kubah tersebut adalah akibat selama pleistosen, di daerah

mempunyai puncak  yang relative datar dan sayap – sayap yang miring dan terjal.

Dalam  kompleks pegunungan Kulon Progo khususnya pada lower burdigalian terjadai

penurunan cekungan sampai di bawah permukaan laut yang menyebabkan terbentuknya

sinklin pada kaki selatan pegunungan Menoreh dan sesar dengan arah  timur – barat yang

memisahkan  gunung Menoreh denagn vulkan gunung Gadjah. Pada akhir miosen daerah

Kulon Progo merupakan dataran rendah dan pada puncak Menoreh membentang pegunungan

sisa dengan ketinggian sekitar 400 m. secara keseluruhan kompleks pegunungan Kulon Progo

terkubahkan selama pleistosen yang menyebabkan terbentuknya sesar radial yang memotong

breksi gunung ijo dan Formasi Sentolo, serta sesar yang memotong batu gamping

Jonggrangan. Pada bagian tenggara kubah terbentuk graben rendah.

2.      Unconformity

Di daerah Kulon Progo terdapat kenampakan ketidakselarasan (disconformity) antar

formasi penyusun Kulon Progo. Kenampakan telah dijelaskan dalam stratigrafi regional

berupa formasi andesit tua yang diendapkan tidak selaras di atas formasi Nanggulan, formasi

Jonggrangan diendapkan secara tidak selaras diatas formasi Andesit Tua, dan formasi Sentolo

yang diendapkan secara tidak selaras diatas formasi Jonggrangan.

 sumber 

Van Bemmelen, R.W..1970. The Geology of Indonesia, volume 1. A.Haque. Netherlands.Diposkan oleh geologi ftugm di 01.29 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

sistem kristal pada mineral

Page 14: New Microsoft O

SISTEM KRISTAL ISOMETRIK

Sistem Kristal isometrik memiliki 3 sumbu simetri dan ketiganya memiliki panjang yang

sama. Sudut antara ketiga sumbu simetri tersebut adalah tegak lurus, atau berukuran 90o.

 http://kucinggeje.blogspot.com/2008/10/kristalografi-dasar.html

 

Mineral yang mencirikan sistem kristal isometric adalah

Intan                                        pirit                                          sphalerit

(www.geology.com)                (www.geology.com)                   

(www.geology.com)           

 SISTEM KRISTAL TETRAGONAL

Sistem Kristal tetragonal memiliki 3 sumbu simetri dan 3 sumbu simetri tersebut saling

memotong tegak lurus. Namun panjang ketiga sumbu simetri tersebut ada 1 yang lebih

pendek / panjang.

http://www.rocksinmyheadtoo.com/Systems.htm

Mineral yang mencirikan sistem kristal tetragonal adalah

       Kalkopirit                                     Rutil                                        Zircon

(www.geology.com)                (www.geology.com)             

(www.geology.about.com)

SISTEM KRISTAL ORTHORHOMBIK

Sistem Kristal orthorhombik memiliki 3 sumbu simetri yang saling tegak lurus namun

panjang yang berbada, sehingga pada mineral yang kristalnya berbentuk orthorhombik

bentuknya ada yang gemuk atau pipih.

http://www.rocksinmyheadtoo.com/Systems.htm

Mineral yang mencirikan sistem kristal orthorhombik adalah

Page 15: New Microsoft O

      Anhidrit                                        Barit                                        Aragonit

(www.geology.com)                (www.geology.com)            

(www.healingcrystals.com)

SISTEM KRISTAL MONOKLIN

Sistem Kristal monoklin memiliki 3 sumbu simetri yang berbeda panjangnya serta berbeda

sudut perpotongannya juga. Dua sumbu simetrinya memotong tegak lurus, tetapi yang

satunya memotong dengan sudut yang miring.

http://www.rocksinmyheadtoo.com/Systems.htm

 

Mineral yang mencirikan sistem kristal monoklin adalah

        Gipsum                                 Hornblenda                                                Talc

(www.geology.com)                (www.geology.com)                (www.geology.com) 

SISTEM KRISTAL TRIKLIN

Sistem Kristal triklin memiliki 3 sumbu simetri yang tidak sama panjang, sumbu simetrinya

pun tidak berpotongan dengan tegak lurus. Ketiga sumbu simetrinya berpotongan tidak

beraturan.

http://www.rocksinmyheadtoo.com/Systems.htm

Mineral yang mencirikan sistem kristal triklin adalah

      Oligoklas                                       Rhodonit                                 Albit

(www.geology.com)                    (www.geology.com)                        (upload.wiki

media.com)

Page 16: New Microsoft O

SISTEM KRISTAL HEKSAGONAL

Sistem Kristal heksagonal memiliki 4 sumbu simetri dengan 3 sumbu simetri terletak pada 1

bidang, yaitu horizontal. Ketiga sumbu simetri tersebut membentuk sudut 60o antar sumbu

horizontal dan sumbu keempat merupakan sumbu vertical yang memotong tegak lurus pada

ketiga sumbu simetri horizontal. Sumbu keempat tersebut biasanya lebih panjang dari keteiga

sumbu horizontal.

http://www.rocksinmyheadtoo.com/Systems.htm

Mineral yang mencirikan sistem kristal heksagonal adalah

Kuarts                                     Kalsit                                       Nephelin

  (www.geology.com)                 (www.geology.com)                 

(www.geology.com)

SISTEM KRISTAL TRIGONAL

Sistem Kristal trigonal memiliki sumbu simetri dan sudut perpotongan yang sama dengan

sistem kristal heksagonal. Namun sebenarnya pada system Kristal trigonal terdapat dua

system yang digabungkan menjadi satu sistem. Perbedaan dengan Kristal heksagonal terletak

pada simetrinya. Pada sistem kristal trigonal puncak dan dasar prisma berbentuk limas

segitiga.

http://www.rocksinmyheadtoo.com/Systems.htm

Mineral yang mencirikan sistem kristal trigonal adalah

Hinsdalit                                 Pyrosmalit                               Korondum      (www.naris.go.kr)                      (www.naris.go.kr)                              (www.geology.com)

 maaf gambar download sendiri yaa, itu linknya :)

DAFTAR PUSTAKA

Page 17: New Microsoft O

         www.geology.com         www.naris.go.kr         http://www.rocksinmyheadtoo.com/Systems.htm         upload.wikimedia.com         www.geology.about.com         Soekardi, 2007, Materi Ringkas Krist – Min, FT – UGM Jurusan Teknik Geologi,

Yogyakarta         Soetoto, Ir., 2001, Geologi, Laboratorium Geologi Dinamik, FT – UGM Jurusan Teknik

Geologi, YogyakartaDiposkan oleh geologi ftugm di 01.23 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Posting Lama Beranda

Langganan: Entri (Atom)

ARSIP BLOG

▼  2012 (6)o ▼  November (6)

waktu geologi

Rahasia Sumur Zam-zam geologi regional kulon progo sistem kristal pada mineral klasifikasi embry & klovan (1971) penggunaan reaksi bowen

MENGENAI SAYA

geologi ftugm Lihat profil lengkapku

Template Picture Window. Diberdayakan oleh Blogger.