Upload
ishak-sanjaya
View
38
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Manknyus
Citation preview
GEOLOGI
STRUKTUR GEOLOGI REGIONAL SERAYU SELATAN15/06/2013 TINGGALKAN KOMENTAR
Pulau Jawa dikontrol oleh sejumlah struktur utama yang mencerminkan evolusi tektoniknya) struktur utama Pulau Jawa terdiri dari Struktur Meratus yang berarah Timurlaut-Baratdaya, Struktur Sumatra Berarah baratlaut-Tenggara, dan Struktur Sunda berarah Utara-Selatan dan struktur Jawa yang berarah barat-Timur. (Pulonggono & Martodjoyo, 1994 dalam prasetyadi, 2010)
Selain itu di Jawa Tengah juga dikenali terdapat dua struktur sesar utama yang mengapit bagian barat dan timur Jawa Tengah. Sesar di bagian timur dikenal sebagai sesar Kebumen-Muria dan bagian barat disebut sesar Pamanukan-Cilacap. Kedua sesar ini dianggap sebagai fakto yang membuat Jawa Tengah secara fisiografis berbeda dengan Jawa barat dan Jawa Timur (Satyana, 2007)
Daerah penelitian berada pada sub cekungan banyumas yang secara regional berada dalam suatu system cekungan yang dibatasi oleh dua struktur sesar mendatar mengkanan, yaitu sear Karangbolong dan sesar gabon yang berarah baratlaut-tenggara, serta sesar normal berarah timur laut- barat daya yang membentuk half graben pada awal miosen. Perkembangan graben ini disebabkan oleh tektonik regional pada akhir oligosen yang diawali oleh pergerakan sesar mendatar menganan berarah barat laut-tenggara (Muchsin drr.,2003 dalam Praptisih, 2010).
Cekungan Serayu Selatan (disebut juga Banyumas Basin) merupakanforearc basin dari arc sytem Pulau Jawa. Bagian utara cekungan mengalami penurunan yang disebabkan oleh pengangkatan dari pegunungan Serayu (Serayu Range). Endapan turbidit vulkanik klastik yang diendapkan dalam cekungan membentuk kenampakan struktur diapiric. Pada
lepas pantai Jawa Tengah selatan, terdapat dua cekungan yang berkembang di puncak barat dan timur yang terangkat di zona segitiga yang masing-masing disebut rendahan barat dan rendahan timur. (Subroto, 2006 dalam Prasetyadi, 2010).
Sub cekungan kebumen atau yang dikenal sebagai rendahan timur dibentuk oleh adanya tumbukan lempeng yang menghasilkan arah gaya timurlaut-baratdaya. Arah gaya ini juga membentuk sebagian besar cekungan pada Pulau Jawa bagian timur antara lain cekungan ngimbang, dan sub cekungan Kendal.
GEOLOGI
GEOLOGI REGIONAL SERAYU SELATAN15/06/2013 TINGGALKAN KOMENTAR
Stratigrafi regional mandala serayu selatan terdiri dari beberapa formasi antara lain yang berbeda karakteristik anggota penyusunnya dan lingkungan pengendapannya, antara lain:
1. Batuan Pratersier
Merupakan batuan tertua yang tersingkap di zona pegunungan serayu selatan, mempunyai umur kapur tengah sampai denga paleosen yang dikenal sebagai kompleks Mélange Luk Ulo (Sukendar Asikin, 1974 dalam Prasetyadi 2010). Kelompok batuan ini merupakan bagian dari kompleks mélange yang terdiri dari graywake, sekis, lava basalt berstruktur bantal, gabbro, batugamping merah, rijang, lempung hitam yang bersifat serpihan dimana semuanya merupakan campuran yang dikontrol oleh tektonik.
2. Formasi Karangsambung
Merupakan kumpulan endapan olisostrom, terjadi akibat pelongsoran gaya berat di bawah permukaan laut, melibatkan endapan sedimen yang belum terkompaksi yang berlangsung pada lerengparit di bawah pengaruh endapan turbidit. Formasi ini merupakan sedimen pond dan diendapkan diatas bancuh Luk Ulo, terdiri dari konglomerat polimik, lempung abu-abu, serpih, dan beberapa lensa batugamping foraminifera besar. Hubungan tidak selaras dengan batuan Pratersier.
3. Formasi Totogan
Harloff (1933) dan Tjia HD (1996) menamakan sebagai tufa napalm I, sedangkan Suyanto & Roksamil (1974) menyebutnya sebagai lempung breksi. Litologi berupa breksi dengan komponen batulempung, batupasir, batugamping, napal, dan tufa. Berumur oligosen-miosen awal, dan berkedudukan selaras diatas formasi karang sambung.
4. Formasi Waturanda
Fomasi ini terdiri dari batupasir vulkanik dan breksi vulkanik yang berumur miosen awal-miosen tengah yang berkedudukan selaras diatas formasi totogan. Formasi ini memiliki anggota Tuff, dimana Harloff (1933) menyebutnya sebagai Eerste Merger Tuff Horizon.
5. Formasi Penosogan
Formasi ini terendapkan selaras diatas formasi waturanda, litologi tersusun dari perselingan batupasir, batulempung, tufa, napal, dan kalkarenit. Ketebalan formasi ini 1000 meter, memiliki umur miosen awal-miosen tengah.
6. Formasi Halang
Menindih selaras di atas formasi Penosogan dengan litologi terdiri dari perselingan batupasir, batulempung, napal, tufa
dan sisipan breksi. Merupakan kumpulan sedimen yang dipengaruhi oleh turbidit bersifat distal sampai proksimal pada bagian bawah dan tengah kipas bawah laut. Formasi ini memiliki umur miosen awal-pliosen. Anggota Breksi Halang, Sukendar Asikin menamakan sebagai formasi breksi II dan berjemari dengan formasi Penosogan. Namun Sukendar Asikin (1974) meralat bahwasanya Anggota Breksi ini menjemari dengan Formasi Halang (dalam Prasetyadi, 2010)
7. Formasi peniron
Peneliti terdahulu menamakan sebagai horizon breksi III. Formasi ini menindih selaras diatas formasi haling dan merupakan sedimen turbidit termuda yang diendapkan di Zona pegunungan serayu selatan. Litologinya terdiri dari breksi aneka bahan dengan komponen andesit, batulempung, batupasir dengan masa dasar batupasir sisipan tufa, batupasir, napal, dan batulempung.
8. Batuan vulkanik muda
Memiliki hubangan yang tidak selaras dengan semua batuan yang lebih tua dibawahnya. Litologi terdiri dari breksi dengan sisipan batupasir tufan, dengan komponen andesit dan batupasir yang merupakan bentukan aliran lahar pada lingkungan darat. Berdasarkan ukuran komponen yang membesar kearah utara menunjukkan arah sumber di utara yaitu Gunung Sumbing yang berumur plistosen (Dari berbagai sumber dalam Prasetyadi, 2010)
GEOLOGI
SAMPINGAN 14/06/2013 TINGGALKAN KOMENTAR
Fosil jejak memberikan kontribusi yang unik dari percampuran antara paleontology dan sedimentologi mengenai lingkungan pengendapan. Seperti stuktur sedimen fosil jejak dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok fasies fosil jejak. Adolf Seilacher (1967) menyatakan pengelompokan fosil jejak didasarkan pada konsep bahwa
banyak factor yang mengkontrol penyebaran fosil jejak dimana sejalan dengan peningkatan kedalanaman air. Saat ini fosil jejak bermanfaat untuk menentukan paleobathymetri.
Fasies Trypanites biasanya terbentuk pada substrat yang terlifikasi keseluruhanseperti hardground, pantai berbatu, reefs, dan sebagainya. Biasanya memiliki bentuk U, silinder, bentuk air mata, dan berorientasi vertical. Anggota fasies ini antara lain Caulostrepsis, Entobia, Echinoid booring, dan Trypanites.
Fasies Glossifungites memiliki rentang yang luas, namun biasanya hanya terbentukpada substrat yang tidka terlitifikasi seperti lumpur yang terhidrasi. Biasanya memiliki bentuk U, silinder, bentuk air mata, dan berorientasi vertical, anggotanya antara lain Gastrochaenolites, Diplocraterion, dan Psilonichnus.
Fasies Skolitos mencirikan secara relative lingkungan yang dipengaruhi oleh gelombang atau arus yang tinggi. Biasanya terbentuk pada lingkungan yang sedikit berlumpur hingga tanpa lumpur, tersortasi baik, substrat yang terkonsolidasi. Anggota fasies ini anatara lain Ophiomorpha, Diplocraterion, Skolithos, danMoncraterion.
Fasies Cruziana biasanya merupakan cirri lingkungan subtidal, tersortasi buruk, dan merupakan substrat yang tidak terkonsolidasi. Biasanya lingkungannya memiliki energy yang sedang berada dibawah fairwather wave base namun berada diatas storm wave basehingga energy rendah pada lingkungan yang lebih dalam. Fasies ini biasanya ditemukan pada littoral hingga sublithoral dari suatu estuarin, pantai, lagoon dan dataran pasang surut. Anggota fasies ini antara lain Cruziana, Asteriacites, Rhizocorallium, Aulichnites, Thalassinoides, Chindrites, Teichichnus, Arenicolites, Resella, danPlanolites
Fasies Zoophycos adalah merupakan salah satu fasies fosil jejak yang memeiliki rentang kedalaman yang sangat luas. Secara skematik fasies ini berada diantara fasies Cruziana dan Nerites ichnofasies. Biasanya terbentuk pada continental slope, berada dibawah storm wave base. Anggota fasies ini antara lain Zoophycos, Lorenzinia, Phycosiphon, dan spirophyton.
Fasies Nerites berada di bathyal hingga abyssal yang masih mengindikasikan keberadaan oksigen, biasanya diberasosiasi dengan arus turbidit. Anggota fasies ini antara lain Spirorhaphe, Uroheiminthoida, Megagrapton, Paleodictyon, Nereites, danCosmorhaphe.
GEOLOGI SAMPAI MATI!!!!SELASA, 13 NOVEMBER 2012
waktu geologi
Diposkan oleh geologi ftugm di 17.33 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Rahasia Sumur Zam-zamini nih link dari om Rovicky yang sangat menarik, baca dlu baru kommen :D
http://rovicky.wordpress.com/2007/06/26/rahasia-sumur-zamzam-1/Diposkan oleh geologi ftugm di 01.56 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
geologi regional kulon progo
GEOLOGI REGIONALII.1. Geomorfologi Regional
Menurut penelitian Van Bemmelen (1948), secara fisiografis Jawa Tengah dibagi
menjadi 3 zona, yaitu :
1. Zona Jawa Tengah bagian utara yang merupakan Zona Lipatan
2. Zona Jawa Tengah bagian tengah yang merupakan Zona Depresi
3. Zona Jawa Tengah bagian selatan yang merupakan Zona Plato
Berdasarkan letaknya, Kulon Progo merupakan bagian dari zona Jawa Tengah bagian
selatan maka daerah Kulon Progo merupakan salah satu plato yang sangat luas yang terkenal
dengan nama Plato Jonggrangan (Van Bemellen, 1948). Daerah ini merupakan
daerah upliftyang memebentuk dome yang luas. Dome tersebut relatif berbentuk persegi
panjang dengan panjang sekitar 32 km yang melintang dari arah utara - selatan, sedangkan
lebarnya sekitar 20 km pada arah barat - timur. Oleh Van Bemellen Dome tersebut diberi
nama Oblong Dome.
Berdasarkan relief dan genesanya, wilayah kabupaten Kulon Progo dibagi menjadi
beberapa satuan geomorfologi antara lain, yaitu :
A. Satuan Pegunungan Kulon Progo
Satuan pegunungan Kulon Progo mempunyai ketinggian berkisar antara 100 – 1200
meter diatas permukaan laut dengan kemiringan lereng sebesar 150 – 160. Satuan Pegunungan
Kulon Progo penyebarannya memanjang dari utara ke selatan dan menempati bagian barat
wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, meliputi kecamatan Kokap, Girimulyo dan Samigaluh.
Daerah pegunungan Kulon Progo ini sebagian besar digunakan sebagai kebun campuran,
permukiman, sawah dan tegalan.
B. Satuan Perbukitan Sentolo
Satuan perbukitan Sentolo ini mempunyai penyebaran yang sempit dan terpotong oleh
kali Progo yang memisahkan wilayah Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Bantul.
Ketinggiannya berkisar antara 50 – 150 meter diatas permukaan air laut dengan besar
kelerengan rata – rata 15 0. Di wilayah ini, satuan perbukitan Sentolo meliputi daerah
Kecamatan Pengasih dan Sentolo.
C. Satuan Teras Progo
Satuan teras Progo terletak disebelah utara satuan perbukitan Sentolo dan disebelah timur
satuan Pegunungan Kulon Progo, meliputi kecamatan Nanggulan dan Kali Bawang, terutama
di wilayah tepi Kulon Progo
D. Satuan Dataran Alluvial
Satuan dataran alluvial penyebarannya memanjang dari barat ke timur, daerahnya
meliputi kecamatan Temon, Wates, Panjatan, Galur dan sebagian Lendah. Daerahnya relatif
landai sehingga sebagian besar diperuntukkan untuk pemukiman dan lahan persawahan.
E. Satuan Dataran Pantai
a. Subsatuan Gumuk Pasir
Subsatuan gumuk pasir ini memiliki penyebaran di sepanjang pantai selatan Yogyakarta,
yaitu pantai Glagah dan Congot. Sungai yang bermuara di pantai selatan ini adalah kali
Serang dan kali Progo yang membawa material berukuran besar dari hulu. Akibat dari proses
pengangkutan dan pengikisan, batuan tersebut menjadi batuan berukuran pasir. Akibat dari
gelombang laut dan aktivitas angin, material tersebut diendapkan di dataran pantai
dan membentuk gumuk – gumuk pasir.
b. Subsatuan Dataran Alluvial Pantai
Subsatuan dataran alluvial pantai terletak di sebelah utara subsatuan gumuk pasir yang
tersusun oleh material berukuran pasir halus yang berasal dari subsatuan gumuk pasir oleh
kegiatan angin. Pada subsatuan ini tidak dijumpai gumuk - gumuk pasir sehingga digunakan
untuk persawahan dan pemukiman penduduk.
II.2. Stratigrafi Regional
Menurut Sujanto dan Ruskamil (1975) daerah Kulon Progo merupakan tinggian yang
dibatasi oleh tinggian dan rendahan Kebumen di bagian barat dan Yogyakarta di bagian
timur, yang didasarkan pada pembagian tektofisiografi wilayah Jawa Tengah bagian selatan.
Yang mencirikan tinggian Kulon Progo yaitu banyaknya gunung api purba yang timbul dan
tumbuh di atas batuan paleogen, dan ditutupi oleh batuan karbonat dan napal yang
berumur neogen.
Dalam stratigrafi regional mengenai daerah fieldtrip, dibahas umur batuan berdasarkan
batuan penyusunnya, untuk itu perlu diketahui sistem umur batuan penyusun tersebut. Sistem
tersebut antara lain :
1. Sistem eosen
Batuan yang menyusun sistem ini adalah batu pasir, lempung, napal, napal pasiran,
batu gamping, serta banyak kandungan fosil foraminifera maupun moluska. Sistem eosen ini
disebut “Nanggulan group”. Tipe dari sistem ini misalnya di desa Kalisongo, Nanggulan
Kulon Progo, yang secara keseluruhannya tebalnya mencapai 300 m. Tipe ini dibagi lagi
menjadi empat yaitu “Yogyakarta beds”, “Discoclyina”, “Axiena Beds” dan Napal
Globirena, yang masing - masing sistem ini tersusun oleh batu pasir, napal, napal pasiran,
lignit dan lempung. Di sebelah timur ”Nanggulan group” ini berkembang facies gamping
yang kemudian dikenal sebagai gamping eosen yang mengandung fosil foraminifera,
colenterata, dan moluska
2. Sistem oligosen – miosen
Sistem oligosen – miosen terjadi ketika kegiatan vulkanisme yang memuncak dari
Gunung Menoreh, Gunung Gadjah, dan Gunung Ijo yang berupa letusan dan dikeluarkannya
material – material piroklastik dari kecil sampai balok yang berdiameter lebih dari 2 meter.
Kemudian material ini disebut formasi andesit tua, karena material vulkanik tersebut bersifat
andesitik, dan terbentuk sebagai lava andesit dan tuff andesit. Sedang pada sistem eosen,
diendapkan pada lingkungan laut dekat pantai yang kemudian mengalami pengangkatan dan
perlipatan yang dilanjutkan dengan penyusutan air laut. Bila dari hal tersebut, maka
sistem oligosen – miosen dengan formasi andesit tuanya tidak selaras dengan
sistem eosen yang ada dibawahnya. Diperkirakan ketebalan istem ini 600 m. Formasi andesit
tua ini membentuk daerah perbukitan dengan puncak – puncak miring.
3. Sistem miosen
Setelah pengendapan formasi andesit tua daerah ini mengalami penggenangan air laut,
sehingga formasi ini ditutupi oleh formasi yang lebih muda secara tidak selaras. Fase
pengendapan ini berkembang dengan batuan penyusunnya terdiri dari batu gamping reef,
napal, tuff breksi, batu pasir, batu gamping globirena dan lignit yang kemudian disebut
formasi jonggrangan, selain itu juga berkembang formasi sentolo yang formasinya terdiri dari
batu gamping, napal dan batu gamping konglomeratan. Formasi Sentolo sering dijumpai
kedudukannya diatas formasi Jonggrangan. Formasi Jonggrangan dan formasi Sentolo sama –
sama banyak mengandung fosil foraminifera yang beumur burdigalian – miosen. Formasi –
formasi tersebut memilik ipersebaran yang luas dan pada umumnya membentuk daerah
perbukitan dengan puncak yang relative bulat. Diakhir kala pleistosen daerah ini mengalami
pengangkatan dan pada kuarter terbentuk endapan fluviatil dan vulkanik dimana
pembentukan tersebut berlangsung terus – menerus hingga sekarang yang letaknya tidak
selaras diatas formasi yang terbentuk sebelumnya.
Berdasarkan system umur yang ditentukan oleh penyusun batuan stratigrafi
regional menurut Wartono Rahardjo dkk(1977), Wirahadikusumah (1989), dan Mac Donald
dan partners (1984), daerah penelitian dapat dibagi menjadi 4 formasi, yaitu :
a. Formasi Nanggulan
Formasi Nanggulan mempunyai penyusun yang terdiri dari batu pasir, sisipan lignit,
napal pasiran dan batu lempungan dengan konkresi limonit, batu gamping dan tuff, kaya akan
fosil foraminifera dan moluska dengan ketebalan 300 m. berdasarkan penelitian tentang umur
batuannya didapat umur formasi nanggulan sekitar eosen tengah sampai oligosen atas.
Formasi ini tersingkap di daerah Kali Puru dan Kali Sogo di bagian timur Kali Progo.
Formasin Nanggulan dibagi menjadi 3, yait
1. Axinea Beds
Formasi paling bawah dengan ketebalan lapisan sekitar 40 m, terdiri dari abut pasir, dan batu
lempung dengan sisipan lignit yang semuanya berfasies litoral, axiena bed ini memiliki
banyak fosil pelecypoda.
2. Yogyakarta beds
Formasi yang berada di atas axiena beds ini diendapkan secara selaras denagn ketebalan
sekitar 60 m. terdiri dari batu lempung ynag mengkonkresi nodule, napal, batu lempung, dan
batu pasir. Yogyakarta beds mengandung banyak fosil poraminifera besar dan gastropoda.
3. Discocyclina beds
Formasi paling atas ini juga diendapkan secara selaras diatas Yogyakarta beds denagn
ketebalan sekitar 200m. Terdiri dari batu napal yang terinteklasi dengan batu gamping dan
tuff vulakanik, kemudian terinterklasi lagi dnegan batuan arkose. Fosil yang terdapat pada
discocyclina beds adalah discocyclina.
b. Formasi Andesit Tua
Formasi ini mempunyai batuan penyusun berupa breksi andesit, lapili tuff, tuff, breksi
lapisi , Aglomerat, dan aliran lava serta batu pasir vulkanik yang tersingkap di daerah kulon
progo. Formasi ini diendapkan secara tidak selaras dengan formasi nanggulan dengan
ketebalan 660 m. Diperkirakan formasi ini formasi ini berumur oligosen – miosen.
c. Formasi Jonggrangan
Formasi ini mempunyai batuan penyusun yang berupa tufa, napal, breksi, batu
lempung dengan sisipan lignit didalamnya, sedangkan pada bagian atasnya terdiri dari batu
gamping kelabu bioherm diselingi dengan napal dan batu gamping berlapis. Ketebalan
formasi ini 2540 meter. Letak formasi ini tidak selaras dengan formasi andesit tua. Formasi
jonggrangan ini diperkirakan berumur miosen. Fosil yang terdapat pada formasi ini ialah
poraminifera, pelecypoda dan gastropoda.
d. Formasi Sentolo
Formasi Sentolo ini mempunyai batuan penyusun berupa batu pasir napalan dan batu
gamping, dan pada bagian bawahnya terdiri dari napal tuffan. Ketebalan formasi ini sekitar
950 m. Letak formasi initak selaras dengan formasi jonggrangan. Formasi Sentolo ini
berumur sekitar miosen bawah sampai pleistosen.
Sedang menurut Van Bemellen Pegunungan Kulon Progo dikelompokkan menjadi
beberapa formasi berdasarkan batuan penyusunnya. Formasi tersebut dimulai dari yang
paling tua yaitu sebagai berikut :
a. Formasi Nanggulan
Formasi Nanggulan mempunyai penyusun yang terdiri dari batu pasir, sisipan lignit,
napal pasiran dan batu lempungan dengan konkresi limonit, batu gamping dan tuff, kaya akan
fosil foraminifera dan moluska dengan ketebalan 300 m. berdasarkan penelitian tentang umur
batuannya didapat umur formasi nanggulan sekitar eosen tengah sampai oligosen atas.
Formasi ini tersingkap di daerah Kali Puru dan Kali Sogo di bagian timur Kali Progo.
Formasin Nanggulan dibagi menjadi 3, yaitu
a. Axinea Beds
Formasi paling bawah dengan ketebalan lapisan sekitar 40 m, terdiri dari abut pasir, dan batu
lempung dengan sisipan lignit yang semuanya berfasies litoral, axiena bed ini memiliki
banyak fosil pelecypoda.
b. Yogyakarta beds
Formasi yang berada di atas axiena beds ini diendapkan secara selaras denagn ketebalan
sekitar 60 m. terdiri dari batu lempung ynag mengkonkresi nodule, napal, batu lempung, dan
batu pasir. Yogyakarta beds mengandung banyak fosil poraminifera besar dan gastropoda.
c. Discocyclina beds
Formasi paling atas ini juga diendapkan secara selaras diatas Yogyakarta beds denagn
ketebalan sekitar 200m. Terdiri dari batu napal yang terinteklasi dengan batu gamping dan
tuff vulakanik, kemudian terinterklasi lagi dnegan batuan arkose. Fosil yang terdapat pada
discocyclina beds adalah discocyclina.
b. Formasi Andesit Tua
Formasi ini mempunyai batuan penyusun berupa breksi andesit, lapili tuff, tuff, breksi
lapisi , Aglomerat, dan aliran lava serta batu pasir vulkanik yang tersingkap di daerah kulon
progo. Formasi ini diendapkan secara tidak selaras dengan formasi nanggulan dengan
ketebalan 660 m. Diperkirakan formasi ini formasi ini berumur oligosen – miosen.
c. Formasi Jonggrangan
Formasi ini mempunyai batuan penyusun yang berupa tufa, napal, breksi, batu
lempung dengan sisipan lignit didalamnya, sedangkan pada bagian atasnya terdiri dari batu
gamping kelabu bioherm diselingi dengan napal dan batu gamping berlapis. Ketebalan
formasi ini 2540 meter. Letak formasi ini tidak selaras dengan formasi andesit tua. Formasi
jonggrangan ini diperkirakan berumur miosen. Fosil yang terdapat pada formasi ini ialah
poraminifera, pelecypoda dan gastropoda.
d. Formasi Sentolo
Formasi Sentolo ini mempunyai batuan penyusun berupa batu pasir napalan dan batu
gamping, dan pada bagian bawahnya terdiri dari napal tuffan. Ketebalan formasi ini sekitar
950 m. Letak formasi initak selaras dengan formasi jonggrangan. Formasi Sentolo ini
berumur sekitar miosen bawah sampai pleistosen
e. Forasi Alluvial dan gumuk pasir
Formasi ini iendapan secara tidak selaras terhadap lapisan batuan yang umurnya lebih
tua. Litologi formasi ini adalah batu apsr vulkanik merapi yang juga disebut formasi
Yogyakarta. Endapan gumuk pasir terdiri dari pasir – pasir baik yang halus maupun yang
kasar, sedangkan endapan alluvialnya terdiri dari batuan sediment yang berukuran pasir,
kerikir, lanau dan lempung secara berselang – seling.
Dari seluruh daerah Kulon Progo, pegunungan Kulon Progo sendiri termasuk dalam
formasi Andesit tua. Formasi ini mempunyai litologi yang penyusunnya berupa breksi
andesit, aglomerat, lapili, tuff, dan sisipan aliran lava andesit. Dari penelitian yang dilakukan
Purmaningsih (1974) didapat beberapa fosil plankton seperti Globogerina Caperoensis bolii,
Globigeria Yeguaensis” weinzeierl dan applin dan Globigerina Bulloides blow. Fosil tersebut
menunjukka batuan berumur Oligosen atas. Karena berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan pada bagian terbawah gunung berumur eosin bawah, maka oleh Van bemellen
andesit tua diperkirakan berumur oligosen atas sampai miosen bawah dengan ketebalan 660
m.
II.3. Struktur Geologi Regional
Struktur ini dapat dikenali dengan adanya kenampakan pegunungan yang dikelilingi
oleh dataran alluvial. Secara umum struktur geologi yang bekerja adalah sebagai berikut :
1. Struktur Dome
Menurut Van Bemellen (1948), pegunungan Kulon Progo secara keseluruhan merupakan
kubah lonjong yang mempunyai diameter 32 km mengarah NE – SW dan 20 km mengarah
SE – NW. Puncak kubah lonjong ini berupa satu dataran yang luas disebut jonggrangan
plateu. Kubah ini memanjang dari utara ke selatan dan terpotong dibagian utaranya oleh sesar
yang berarah tenggara – barat laut dan tertimbun oleh dataran magelang, sehingga sering
disebut oblong dome. Pemotongan ini menandai karakter tektonik dari zona selatan jawa
menuju zona tengah jawa. Bentuk kubah tersebut adalah akibat selama pleistosen, di daerah
mempunyai puncak yang relative datar dan sayap – sayap yang miring dan terjal.
Dalam kompleks pegunungan Kulon Progo khususnya pada lower burdigalian terjadai
penurunan cekungan sampai di bawah permukaan laut yang menyebabkan terbentuknya
sinklin pada kaki selatan pegunungan Menoreh dan sesar dengan arah timur – barat yang
memisahkan gunung Menoreh denagn vulkan gunung Gadjah. Pada akhir miosen daerah
Kulon Progo merupakan dataran rendah dan pada puncak Menoreh membentang pegunungan
sisa dengan ketinggian sekitar 400 m. secara keseluruhan kompleks pegunungan Kulon Progo
terkubahkan selama pleistosen yang menyebabkan terbentuknya sesar radial yang memotong
breksi gunung ijo dan Formasi Sentolo, serta sesar yang memotong batu gamping
Jonggrangan. Pada bagian tenggara kubah terbentuk graben rendah.
2. Unconformity
Di daerah Kulon Progo terdapat kenampakan ketidakselarasan (disconformity) antar
formasi penyusun Kulon Progo. Kenampakan telah dijelaskan dalam stratigrafi regional
berupa formasi andesit tua yang diendapkan tidak selaras di atas formasi Nanggulan, formasi
Jonggrangan diendapkan secara tidak selaras diatas formasi Andesit Tua, dan formasi Sentolo
yang diendapkan secara tidak selaras diatas formasi Jonggrangan.
sumber
Van Bemmelen, R.W..1970. The Geology of Indonesia, volume 1. A.Haque. Netherlands.Diposkan oleh geologi ftugm di 01.29 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
sistem kristal pada mineral
SISTEM KRISTAL ISOMETRIK
Sistem Kristal isometrik memiliki 3 sumbu simetri dan ketiganya memiliki panjang yang
sama. Sudut antara ketiga sumbu simetri tersebut adalah tegak lurus, atau berukuran 90o.
http://kucinggeje.blogspot.com/2008/10/kristalografi-dasar.html
Mineral yang mencirikan sistem kristal isometric adalah
Intan pirit sphalerit
(www.geology.com) (www.geology.com)
(www.geology.com)
SISTEM KRISTAL TETRAGONAL
Sistem Kristal tetragonal memiliki 3 sumbu simetri dan 3 sumbu simetri tersebut saling
memotong tegak lurus. Namun panjang ketiga sumbu simetri tersebut ada 1 yang lebih
pendek / panjang.
http://www.rocksinmyheadtoo.com/Systems.htm
Mineral yang mencirikan sistem kristal tetragonal adalah
Kalkopirit Rutil Zircon
(www.geology.com) (www.geology.com)
(www.geology.about.com)
SISTEM KRISTAL ORTHORHOMBIK
Sistem Kristal orthorhombik memiliki 3 sumbu simetri yang saling tegak lurus namun
panjang yang berbada, sehingga pada mineral yang kristalnya berbentuk orthorhombik
bentuknya ada yang gemuk atau pipih.
http://www.rocksinmyheadtoo.com/Systems.htm
Mineral yang mencirikan sistem kristal orthorhombik adalah
Anhidrit Barit Aragonit
(www.geology.com) (www.geology.com)
(www.healingcrystals.com)
SISTEM KRISTAL MONOKLIN
Sistem Kristal monoklin memiliki 3 sumbu simetri yang berbeda panjangnya serta berbeda
sudut perpotongannya juga. Dua sumbu simetrinya memotong tegak lurus, tetapi yang
satunya memotong dengan sudut yang miring.
http://www.rocksinmyheadtoo.com/Systems.htm
Mineral yang mencirikan sistem kristal monoklin adalah
Gipsum Hornblenda Talc
(www.geology.com) (www.geology.com) (www.geology.com)
SISTEM KRISTAL TRIKLIN
Sistem Kristal triklin memiliki 3 sumbu simetri yang tidak sama panjang, sumbu simetrinya
pun tidak berpotongan dengan tegak lurus. Ketiga sumbu simetrinya berpotongan tidak
beraturan.
http://www.rocksinmyheadtoo.com/Systems.htm
Mineral yang mencirikan sistem kristal triklin adalah
Oligoklas Rhodonit Albit
(www.geology.com) (www.geology.com) (upload.wiki
media.com)
SISTEM KRISTAL HEKSAGONAL
Sistem Kristal heksagonal memiliki 4 sumbu simetri dengan 3 sumbu simetri terletak pada 1
bidang, yaitu horizontal. Ketiga sumbu simetri tersebut membentuk sudut 60o antar sumbu
horizontal dan sumbu keempat merupakan sumbu vertical yang memotong tegak lurus pada
ketiga sumbu simetri horizontal. Sumbu keempat tersebut biasanya lebih panjang dari keteiga
sumbu horizontal.
http://www.rocksinmyheadtoo.com/Systems.htm
Mineral yang mencirikan sistem kristal heksagonal adalah
Kuarts Kalsit Nephelin
(www.geology.com) (www.geology.com)
(www.geology.com)
SISTEM KRISTAL TRIGONAL
Sistem Kristal trigonal memiliki sumbu simetri dan sudut perpotongan yang sama dengan
sistem kristal heksagonal. Namun sebenarnya pada system Kristal trigonal terdapat dua
system yang digabungkan menjadi satu sistem. Perbedaan dengan Kristal heksagonal terletak
pada simetrinya. Pada sistem kristal trigonal puncak dan dasar prisma berbentuk limas
segitiga.
http://www.rocksinmyheadtoo.com/Systems.htm
Mineral yang mencirikan sistem kristal trigonal adalah
Hinsdalit Pyrosmalit Korondum (www.naris.go.kr) (www.naris.go.kr) (www.geology.com)
maaf gambar download sendiri yaa, itu linknya :)
DAFTAR PUSTAKA
www.geology.com www.naris.go.kr http://www.rocksinmyheadtoo.com/Systems.htm upload.wikimedia.com www.geology.about.com Soekardi, 2007, Materi Ringkas Krist – Min, FT – UGM Jurusan Teknik Geologi,
Yogyakarta Soetoto, Ir., 2001, Geologi, Laboratorium Geologi Dinamik, FT – UGM Jurusan Teknik
Geologi, YogyakartaDiposkan oleh geologi ftugm di 01.23 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Posting Lama Beranda
Langganan: Entri (Atom)
ARSIP BLOG
▼ 2012 (6)o ▼ November (6)
waktu geologi
Rahasia Sumur Zam-zam geologi regional kulon progo sistem kristal pada mineral klasifikasi embry & klovan (1971) penggunaan reaksi bowen
MENGENAI SAYA
geologi ftugm Lihat profil lengkapku
Template Picture Window. Diberdayakan oleh Blogger.