Upload
nay-finanda
View
364
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
GAMBARAN SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN DI PANTI SOSIAL
TRESNA WERDHA BUDI MULIA 01 CIPAYUNG
TAHUN 2010
LAPORAN MAGANG
OLEH:
NITA SUPRIYATININGSIH
NIM: 106101003294
PEMINATAN GIZI MASYARAKAT
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
GIZI MASYARAKAT
Magang, Februari Maret 2010
Nita Supriyatiningsih, NIM : 106101003294
Gambaran Sistem Penyelenggaraan Makanan Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia
01 Cipayung Jakarta Timur Tahun 2010
xvi + 113 halaman, 4 tabel,10 gambar, 4 bagan, 4 lampiran
ABSTRAK
Magang merupakan mata kuliah wajib bagi mahasiswa Program Studi Kesehatan
Masyarakat dalam upaya pembelajaran menghadapi dunia kerja serta melihat fakta dan
permasalahan kesehatan yang ada di lapangan kemudian memberikan alternatif solusi terhadap
masalah kesehatan tersebut. Melalui proses magang ini diharapkan juga dapat memberikan
pengalaman kerja dalam bentuk tatanan nyata kepada Mahasiswa. Pada kegiatan magang ini
penulis ingin mengetahui secara mendalam tentang penyelenggaraan makanan di Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Mulia 01 Cipayung. Pengamatan meliputi input , proses dan output
penyelenggaraan makanan. Selama proses magang, ditemukan beberapa masalah yang terkait
dengan sistem tersebut, yaitu masih terdapatnya tumpukan sampah disekitar dapur, peralatan
memasak yang masih kurang sehingga dapat menghambat proses penyelenggaraan makanan,
penerapan menu yang tidak sesuai dengan siklus menu yang telah ditetapkan, dan belum
diterapkannya diet khusus untuk lanjut usia dengan kondisi kesehatan tertentu serta kurangnya
tingkat kecukupan lemak, serat, dan kalsium. Berdasarkan perhitungan nilai gizi bahan makanan,
didapatkan bahwa jumlah rata-rata kecukupan energi dan protein lanjut usia selama satu minggu
sudah cukup (> 80% AKG). Namun untuk kecukupan energi lanjut usia laki-laki masih kurang
(< 80% AKG). Asupan lemak, serat, dan kalsium masih dibawah 60%. Berdasarkan masalah
tersebut penulis berupaya untuk dapat memberikan solusi terhadap permasalahan tersebut dengan
memberikan saran kepada instansi tentang pelatihan atau penyuluhan bagi karyawan panti
tentang gizi lanjut usia khususnya penyelenggaraan makanan sehingga dapat menghindari hal-hal
yang dapat menambah hilangnya zat gizi dan pengawasan terhadap penerapan siklus menu
sehingga dapat dipastikan terpenuhinya zat gizi dari bahan makanan yang telah ditetapkan serta
penerapan diet khusus untuk lanjut usia dengan kondisi kesehatan tertentu. Solusi tersebut
merupakan suatu bentuk kegiatan dalam pencegahan terhadap terjadinya masalah kesehatan
khususnya masalah gizi lanjut usia.
Daftar bacaan: 14 (1991-2009)
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Judul Magang
Gambaran Sistem Penyelenggaraan Makanan
Di Panti Tresna Werdha Budi Mulia 01
Cipayung Jakarta Timur Tahun 2010
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Magang
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 5 April 2010
Mengetahui,
Yuli Amran, SKM, MKM Hj. Elidar S, Bsc
Pembimbing Fakultas Pembimbing Lapangan
PANITIA SIDANG UJIAN MAGANG
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, 5 April 2010
Penguji I
Yuli Amran, SKM, MKM
Penguji II
Dr. Yuli Prapanca Satar, MARS
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Identitas Diri
Nama
Tempat/ Tanggal Lahir
Jenis Kelamin
Agama
Status Marital
Alamat
Telepon / HP
: Nita Supriyatiningsih
: Jakarta, 24 Februari 1988
: Perempuan
: Islam
: Belum Menikah
: Jl. Bambu Petung III Rt.010/04 No.54
Cipayung Jakarta Timur 13840
: (021) 84596408 / 085716041225
Pendidikan Formal
Tahun 1993 - 1994
Tahun 1994 - 2000
Tahun 2000 - 2003
Tahun 2003 2006
Tahun 2006 - sekarang
: TK. Islam Aisiah
: SDN. Cipayung 05 Pagi
: SLTP N 103 Cijantung
: SMA N 58 Ciracas
: FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, pencipta dan pemelihara alam semesta, yang kekal dan
abadi. Shalawat dan salam smoga dilimpahkan kepada Nabi dan junjungan kita Nabi Muhammad
SAW, keluarga, sahabat, dan hamba Allah yang suci.
Alhamdulillah pada akhirnya laporan magang ini dapat diselesaikan dan disajikan dalam
rangka memenuhi mata kuliah magang yang dilaksanakan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Mulia 01 Cipayung Jakarta Timur. Magang ini bertujuan untuk melihat secara langsung
pelaksanaan manajemen penyelanggaraan makanan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia
01 Cipayung, Jakarta Timur.
Dalam penyusunan laporan ini, penulis mendapatkan motivasi, bimbingan dan bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat, yaitu Bapak Dr. Yuli Prapanca Satar, MARS.
2. Bapak Dra. Hj. Ety Setiasih sebagai pimpinan yang telah bersedia memberi izin agar
institusinya dijadikan tempat magang.
3. Pembimbing fakultas, yaitu Ibu Yuli Amran, SKM, MKM yang telah memberikan bimbingan
dan masukan selama proses magang dan pembuatan laporan.
4. Pembimbing lapangan, yaitu Ibu Hj. Elidar S, Bsc sebagai Kepala Seksi Keperawatan yang
telah sabar membimbing, memberikan pengetahuan tentang kesehatan serta memberi
masukan selama proses magang dan pembuatan laporan.
5. Seluruh staf Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 01 Cipayung yang selalu bersedia
membantu dalam pengumpulan data magang.
6. Karyawan dapur khususnya ibu Inah, Mbak Ina, Bapak Ustad Ahyar, dan Mas Joko yang
selalu ramah padaku serta selalu memberikan informasi selama proses magang dan
pembuatan laporan.
7. Ibuku tercinta atas segala doa, perjuangan, pengorbanan serta dukungan moril dan materil
yang tiada henti.
8. Ayahku tersayang yang selalu memberikan dukungan dan nasihat dalam setiap langkah
kehidupanku.
9. Kakak dan adikku tersayang, yaitu Mas Heri, Heru, Nisa, dan Fajar yang telah memberikan
semangat agar cepat menyelesaikan proses magang ini.
10. Seluruh dosen dan civitas akademik FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya Pak
Gozali yang membantu dalam membuat surat izin.
11. Sahabat- sahabatku yang tergabung dalam kejora yaitu Emi, Budes, Rina, Neisya, Papau,
Lesy, Eka, dan Ana yang selalu membuat hari-hariku ceria dan selalu memberikan semangat
dalam menyelesaikan perkuliahan.
Pada akhirnya penyusun bersyukur kepada Allah SWT semoga laporan magang ini dapat
bemanfaat kepada banyak pihak dan tidak lupa penyusun mengharapkam kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak.
Jakarta, 31 Maret 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK..i
PERNYATAAN PERSETUJUAN.iii
LEMBAR PENGESAHAN.iv
RIWAYAT HIDUP PENULISv
KATA PENGANTAR.vi
DAFTAR ISI..viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.1
1.2. Tujuan......5
1.2.1. Tujuan Umum...5
1.2.2. Tujuan Khusus......5
1.3. Manfaat....6
1.3.1. Mahasiswa.....6
1.3.2. Universitas / FKIK UIN Syrif Hidayatullah Jakarta.6
1.3.3. Institusi Magang...6
1.4. Ruang Lingkup7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.8
2.1. Lanjut Usia..8
2.1.1. Pengertian Lanjut Usia..8
2.1.2. Klasifikasi Lanjut Usia.8
2.1.3. Karakteristik Lanjut Usia..9
2.1.4. Tipe Lanjut Usia...9
2.2. Proses Penuaan..11
2.3. Gizi untuk Lanjut Usia..11
2.3.1 Masalah Gizi Pada Lanjut Usia12
2.4. Pembinaan Kesehatan Lanjut Usia di Panti...12
2.4.1. Definisi Panti Sosial Tresna Werdha .12
2.4.2. Tujuan.12
2.4.3. Kegiatan..13
2.4.3.1. Upaya Promotif.13
2.4.3.2. Upaya Preventif.14
2.4.3.3. Upaya Kuratif15
2.4.3.4. Upaya Rehabilitatif16
2.5. Manajemen Penyelenggaraan Makanan16
2.5.1. Sejarah Manajemen Penyelenggaraan Makanan16
2.5.2. Jenis Penyelenggaraan Makanan....................................................................17
2.5.2.1. Berdasarkan Waktu Penyelenggaraan...............................................17
2.5.2.2. Berdasarkan Tempat Penyelenggaraan.............................................18
2.5.2.3. Berdasarkan Pengelolaan Penyelenggaraan......................................18
2.5.2.4. Berdasarkan Sifat Penyelenggaraaan................................................19
2.5.3. Tujuan Penyelenggaraan Makanan.................................................................19
2.5.4. Prinsip Penyelenggaraan Makanan Institusi...................................................19
2.5.5. Input Penyelenggaraan Makanan...21
2.5.5.1. Tenaga ..21
2.5.5.2. Dana...22
2.5.5.3. Sarana Fisik dan Peralatan22
2.5.6. Proses Penyelenggaraan Makanan..26
2.5.6.1. Perencanaan Menu.26
2.5.6.2. Perhitungan Kebutuhan Bahan Makanan..31
2.5.6.3. Pengadaan Bahan Makanan..32
2.5.6.4. Penerimaan Bahan makanan.34
2.5.6.5. Penyimpanan Bahan Makanan..36
2.5.6.6. Persiapan Bahan Makanan Untuk Dimasak..39
2.5.6.7. Pengolahan Bahan Makanan.............................................................41
2.5.6.8. Distribusi Dan Penyajian Makanan..................................................42
2.5.7. Output Penyelenggaraan Makanan44
2.5.7.1. Kelengkapan dan kecukupan Zat Gizi dalam Makanan...44
2.5.7.2. Cita Rasa Makanan...46
BAB III ALUR DAN JADWAL KEGIATAN MAGANG
3.1. Alur Magang.50
3.2. Jadwal Kegiatan Magang.51
BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum..54
4.1.1. Sejarah ...54
4.1.2. Visi dan Misi...54
4.1.3. Tugas Pokok....55
4.1.4. Struktur Organisasi.....55
4.1.5. Sasaran dan Persyaratan Penerimaan..56
4.1.6. Fasilitas...57
4.1.7. Jumlah Penghuni.58
4.2. Penyelenggaraan Makanan PSTW Budi Mulia 01 Cipayung...59
4.2.1. Jenis Penyelenggaraan Makanan59
4.2.2. Prosedur Penyelenggaraan Makanan..............................................................61
4.2.3. Input Penyelenggaraan Makanan...61
4.2.3.1. Dana..61
4.2.3.2. Tenaga...62
4.2.3.3. Sarana Fisik dan Peralatan.64
4.2.4. Proses Sistem Penyelenggaraan Makanan..71
4.2.4.1. Perencanaan Menu.71
4.2.4.2. Perhitungan Kebutuhan Bahan Makanan..74
4.2.4.3. Pengadaan Bahan Makanan...75
4.2.4.4. Penerimaan Bahan Makanan.76
4.2.4.5. Penyimpanan Bahan makanan...77
4.2.4.6. Persiapan Bahan Makanan untuk Dimasak..83
4.2.4.7. Pengolahan Bahan Makanan.............................................................84
4.2.4.8. Distribusi dan Penyajian Makanan....................................................87
4.2.4.9. Pengawasan.......................................................................................89
4.2.5. Output Penyelenggaraan Makanan.................................................................90
4.2.5.1. Kecukupan dan Kelengkapan Gizi....................................................90
4.2.5.2. Cita Rasa Makanan............................................................................96
4.2.6. Umpan Balik Penyelenggaraan Makanan102
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan..103
5.2. Saran........................................................................................................................109
DAFTAR PUSTAKA...112
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Halaman
Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Magang ...............51
Tabel 4.1. Jumlah Lanjut Usia Berdasarkan Jenis Kelamin.59
Tabel 4.2. Asupan Zat Gizi Warga Binaan Sosial Wanita Selama Tujuh Hari ...91
Tabel 4.3. Asupan Zat Gizi Lanjut Usia Laki-Laki Selama Tujuh Hari .92
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Halaman
Gambar 4.1. Kegiatan Panggung Gembira...58
Gambar 4.2. Halaman di Belakang Dapur66
Gambar 4.3. Ruang Dapur67
Gambar 4.4. Konstruksi Dapur.69
Gambar 4.5. Peralatan dan Perlengkapan Dapur..70
Gambar 4.6. Siklus Menu.72
Gambar 4.7. Tempat Penyimpanan Daging, Ikan atau Unggas.......................................78
Gambar 4.8. Tempat Penyimpanan Sayuran80
Gambar 4.9. Penyimpanan Bahan Makanan81
Gambar 4.10. Makan Siang Wisma Aster........................................................................88
DAFTAR BAGAN
Nomor Bagan Halaman
Bagan 2.1. Sistem Penyelenggaraan Makanan ................................................................20
Bagan 2.2. Arus Kerja Dapur...24
Bagan 3.1. Alur Magang .50
Bagan 4.1. Struktur organisasi Panti56
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Permohonan Magang
Lampiran 2 Siklus Menu Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 01 Cipayung
Lampiran 3 Perhitungan Nilai Gizi Makanan Selama Satu Minggu
Lampiran 4 Penilaian Status Gizi Warga Binaan Sosial (WBS)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perbaikan gizi sebagai salah satu dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi menyebabkan usia harapan hidup rata-rata meningkat. Dengan semakin luasnya
pelaksanaan upaya kesehatan dan keberhasilan pembangunan nasional pada semua sektor,
sehingga hal tersebut mendorong peningkatan kesejahteraan sosio-ekonomi serta kesehatan.
Pendekatan yang dilakukan dalam melaksanakan program kesehatan adalah pendekatan kepada
keluarga dan masyarakat. Pendekatan ini lebih memprioritaskan upaya memelihara dan mejaga
yang sehat semakin sehat serta merawat yang sakit menjadi sehat (Maryam, 2008). Menurut
pasal 138 UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, upaya pemeliharaan kesehatan bagi lanjut
usia harus ditujukan untuk menjaga agar tetap hidup sehat dan produktif secara sosial maupun
ekonomis sesuai dengan martabat kemanusiaan.
Menurut UN-population Division, Departement of ergonomic and sosial Affairs (1999)
jumlah populasi lanjut usia lebih dari 60 tahun di dunia diperkirakan hampir mencapai 600 juta
orang dan diproyeksikan menjadi 2 milyar pada tahun 2050. Saat itu lanjut usia akan melebihi
jumlah populasi anak (0-14 tahun), pertama kali dalam sejarah umat manusia (Darmojo, 2009).
Jumlah lanjut usia akan naik lebih cepat daripada anak atau jumlah pertumbuhan
penduduk keseluruhan, golongan lanjut usia di Indonesia akan naik 3,96% setahunnya. Angka
pertumbuhan lanjut usia yang berumur 70 tahun ke atas akan naik 5,6% dalam kurun waktu
1985-1995. Menurut laporan data demografi penduduk internasional yang dikeluarkan oleh
Bureau of the Census USA (1993), dilaporkan bahwa Indonesia pada tahun 1990-2025 akan
mempunyai kenaikan jumlah usia lanjut sebesar 414%, suatu angka paling tinggi di seluruh
dunia. Sebagai perbandingan Kenya 347%, Brazil 255%, India 242%, China 220%, Jepang
129%, Jerman 66% dan Swedia 33%. Pada tahun 2000, dua diantara tiga lanjut usia di seluruh
dunia yang berjumlah 600 juta, akan hidup bertempat tinggal di negara-negara sedang
berkembang (Darmojo, 2009).
Berdasarkan data Departemen Sosial tahun 2004, jumlah lanjut usia tercatat 16.522.311
jiwa. Dari jumlah itu, 3.092.910 jiwa atau sekitar 20% diantaranya adalah lanjut usia terlantar
yang tidak memiliki pensiun, aset, maupun tabungan yang cukup. Sehingga mereka tidak dapat
memenuhi kebutuhan dasar hidupnya sehari-hari.
Perlahan tapi pasti masalah lanjut usia mulai mendapatkan perhatian pemerintah dan
masyarakat. Berbagai upaya telah dilaksanakan oleh instansi pemerintah, para professional
kesehatan, serta bekerja sama dengan pihak swasta dan masyarakat untuk mengurangi angka
kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) lanjut usia. Pelayanan kesehatan, sosial,
ketenagakerjaan dan lain-lainnya telah dikerjakan pada berbagai tingkatan, yaitu ditingkat
individu lanjut usia, kelompok lanjut usia, keluarga, panti sosial tresna werdha (PSTW), sarana
tresna werdha (STW), sarana pelayanan kesehatan tingkat dasar (primer), sarana pelayaan
kesehatan rujukan tingkat pertama (sekunder), dan sarana pelayanan kesehatan tingkat lanjutan
(tersier) untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada lanjut usia. Tujuan umum pembinaan
kesehatan lanjut usia dipanti yaitu meningkatnya derajat kesehatan dan mutu Kehidupan lanjut
usia di panti agar mereka dapat hidup layak (Maryam, 2008).
Dasar hukum pendirian panti werdha adalah Undang-undang Republik Indonesia Nomor
13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia. Pendirian panti dilakukan dalam upaya
peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia diarahkan agar lanjut usia tetap dapat diberdayakan
sehingga dapat berperan dalam kegiatan pembangunan dengan memperhatikan fungsi, kearifan,
pengetahuan, keahlian, keterampilan, pengalaman, usia, dan kondisi fisiknya, serta
terselenggaranya pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial lanjut usia (Depsos, 2008).
Berdasarkan Darmojo pada pidato purna tugas di semarang tahun 2001, sepuluh
kebutuhan lanjut usia(10 needs of the eldery) yaitu makanan cukup dan sehat, pakaian dan
kelengkapannya, perumahan / tempat tinggal / tempat berteduh, perawatan dan pengawasan
kesehatan, bantuan teknis praktis sehari-hari / bantuan hukum, transportasi umum bagi lanjut
usia, kunjungan/teman bicara/informasi, rekreasi dan hiburan sehat lainnya, rasa aman dan
tentram, bantuan alat-alat panca indera (Darmojo, 2009).
Menurut Darmojo (2009) makanan yang cukup dan sehat termasuk kedalam 10 kebutuhan
bagi lanjut usia. Bagi lanjut usia pemenuhan kebutuhan gizi yang diberikan dengan baik dapat
membantu dalam proses beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang
dialaminya selain itu dapat menjaga kelangsungan pergantian sel-sel tubuh sehingga dapat
memperpanjang usia. Proses penuaan dapat diperlambat apabila mempunyai asupan gizi yang
baik. Bila asupan zat gizi tersebut tidak diantisipasi dengan pemberian nutrisi secara tepat, maka
akan timbul masalah nutrisi yang dapat mempercepat atau memperburuk kondisi lanjut usia.
Ditambah dengan Penurunan daya tahan tubuhnya sehingga lanjut usia mudah terkena penyakit
dan bila terserang penyakit akan lama proses penyembuhannya serta mengakibatkan kualitas
hidup lanjut usia menjadi rendah.
Penyelenggaraan makanan sangat penting untuk mendukung masuknya zat-zat gizi,
sehingga kondisi fisik dan kesehatan dari para lanjut usia dapat tetap terjaga. Panti werdha juga
memerlukan sistem manajemen penyelenggaraan makanan untuk mendukung terpenuhinya
kebutuhan gizi para penghuni panti.
Departemen sosial sudah membangun 46 model panti werdha tersebar diseluruh negara
pada 20 propinsi yang ada. Selain itu pemda DKI Jakarta, melalui Dinas Sosial Provinsi DKI
Jakarta juga menyediakan suatu wadah atau tempat untuk pelayanan dan pembinaan usia lanjut,
dengan diberi nama Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 01 Cipayung.
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 01 Cipayung Jakarta Timur adalah salah satu unit
pelaksana teknis Dinas Bina Mental Spiritual dan Kesejahteraan Sosial Provinsi DKI Jakarta
yang berfungsi sebagai tempat atau sarana pelayanan kesejahteraan sosial bagi para lanjut usia
yang mengalami masalah sosial yang disebabkan oleh kemiskinan, ketidakmampuan secara fisik
dan ekonomi untuk diberikan pembinaan pelayanan sosial serta perlindungan agar mereka dapat
hidup secara wajar.
Melalui magang ini, peserta tertarik untuk melihat dan mengetahui manajemen
penyelenggaraan makanan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 01 Cipayung. Selain itu,
peserta mengharapkan kegiatan magang ini dapat memberikan pengalaman praktis di dunia
kerja.
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran sistem penyelenggaraan makanan Panti Sosial Tresna Werdha
Budi Mulia 01 Cipayung tahun 2010.
1.2.2. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran umum Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 01 Cipayung
tahun 2010.
2. Diketahuinya gambaran prosedur penyelenggaraan makanan di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 01 Cipayung 2010.
3. Diketahuinya gambaran input penyelenggaraan makananan meliputi dana, tenaga, dan
sarana di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 01 Cipayung 2010.
4. Diketahuinya gambaran proses penyelenggaraan makanan meliputi perencanaan menu,
perhitungan kebutuhan makanan, pengadaan bahan makanan, penerimaan bahan
makanan, penyimpanan bahan makanan, persiapan bahan makanan untuk dimasak,
pengolahan bahan makanan, penyajian dan pendistribusian makanan serta pengawasan
di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 01 Cipayung tahun 2010.
5. Diketahuinya gambaran output penyelenggaraan makanan meliputi cita rasa makanan
dan syarat gizi di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 01 Cipayung tahun 2010.
6. Diketahuinya gambaran umpan balik penyelenggaraan makanan di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 01 Cipayung tahun 2010.
1.3. Manfaat
1.3.1. Mahasiswa
1. Menambah pengalaman dan wawasan mahasiswa mengenai manajemen
penyelenggaraan makanan dalam suatu institusi.
2. Mengaplikasikan berbagai teori yang diperoleh selama kuliah secara langsung di
lapangan.
3. Mengembangkan kompetensi diri serta adaptasi di dunia kerja.
4. Memberikan pengalaman kerja sesuai dengan orientasi kuliah.
1.3.2. Universitas / FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1. Sebagai sarana pemantapan keilmuan bagi mahasiswa dengan mengaplikasikannya di
dunia kerja.
2. Terbinanya suatu jaringan kerjasama yang berkelanjutan dengan institusi magang
dalam upaya meningkatkan keterkaitan dan kesepadanan antara substansi akademik
dengan kompetensi Sumber Daya Manusia yang kompetitif dan dibutuhkan dalam
pembangunan kesehatan masyarakat.
1.3.3. Institusi Magang
1. Membantu kegiatan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 01 Cipayung,
khususnya dalam mencari solusi masalah kesehatan masyarakat dibidang gizi lanjut
usia terutama dalam membantu penyelenggaraan makanan di Panti tersebut.
2. Kegiatan magang ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam peningkatan
kualitas makanan dan manajemen penyelenggaraan makanan di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 01 Cipayung.
1.4. Ruang Lingkup
Kegiatan magang ini berlokasi di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 01 Cipayung.
Kegiatan magang dilaksanakam oleh peserta magang selama 26 hari kerja dari tanggal 22
Februari s/d 29 Maret yang dilaksanakan oleh mahasiswi Peminatan Gizi Program Studi
Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk mengetahui gambaran manajemen
penyelenggaraan makanan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 01 Cipayung. Informasi
yang diperoleh mengenai gambaran umum panti, perencanaan menu, perhitungan kebutuhan
makanan, pengadaan bahan makanan, penerimaan bahan makanan, penyimpanan bahan
makanan, persiapan bahan makanan untuk dimasak, pengelolaan bahan makanan, dan penyajian
serta pendistribusian makanan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 01 Cipayung tahun
2010 dengan cara observasi, wawancara dan pengumpulan data sekunder.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Lanjut Usia
2.1.1. Pengertian Lanjut Usia
Menurut Darmojo (2009), lanjut usia adalah dimana individu yang berusia di atas 60
tahun yang pada umumnya memiliki tanda-tanda terjadinya penurunan fungsi-fungsi biologis,
psikologis, sosial, ekonomi. Sedangkan menurut definisi Departemen Kesehatran RI (2003),
lanjut usia adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindarkan. Proses menjadi tua
disebabkan oleh faktor biologik yang terdiri dari tiga fase yaitu fase progresif, fase stabil dan
fase regresif. Dalam fase regresif mekanisme lebih kearah kemunduran yang dimulai dalam sel,
komponen terkecil dalam tubuh manusia. Begitu pula pada tahap perkembangan yang lain, maka
pada lanjut usia terjadi perubahan fungsi fisik, emosi, kognitif, sosial, spiritual, dan ekonomi.
2.1.2. Klasifikasi Lanjut Usia
Menurut Departemen Kesehatan RI (2003) yang dikutip dariMaryam (2008) klasifikasi
berikut ini adalah lima klasifikasi pada lanjut usia, yaitu:
1. Pralansia (prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
3. Lansia risiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau seseorang yang berusia 60 tahun atau
lebih dengan masalah kesehatan.
4. Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat
menghasilkan barang atau jasa.
5. Lansia tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada
bantuan orang lain.
2.1.3. Karakteristik Lanjut Usia
Menurut Budi Anna Keliat (1999) yang dikutip dari maryam (2008), lanjut usia
memliki karakteristik sebagai berikut:
1. Berusia lebih dari 60 tahun.
2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan
biopsikososial sampai spiritual, serta kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif.
3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.
2.1.4. Tipe Lanjut Usia
Beberapa tipe lanjut usia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan,
kondisi fisik. Mental, sosial, ekonominya (Nugroho,2000). Tipe tersebut dapat dijabarkan
sebagai berikut:
1. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman,
mempunyai kesibukan bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi
undangan, dan menjadi panutan.
2. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan,
bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
3. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar,
mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, dan banyak menuntut.
4. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan
pekerjaan apa saja.
5. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh
tak acuh.
Tipe lain dari lanjut usia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe dependen
(ketergantungan), tipe defensif (bertahan), tipe militant dan serius, tipe pemarah/frustasi (kecewa
akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu) serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri).
Sedangkan bila dilihat dari tingkat kemandiriannya yang dinilai berdasarkan kemampuan untuk
melakukan aktivitas sehari-hari (indeks kemandirian katz), para lanjut usia dapat digolongkan
menjadi beberapa tipe yaitu lanjut usia mandiri sepenuhnya, lanjut usia mandiri dengan bantuan
langsung keluarganya, lanjut usia mandiri dengan bantuan secara tidak langsung, lanjut usia
dengan bantuan badan sosial, lanjut usia di panti werdha, lanjut usia yang dirawat dirumah sakit,
dan lanjut usia dengan gangguan mental (Maryam, 2008).
2.2. Proses Penuaan
Menurut constantinides (1994) yang dikutip oleh Darmojo (2009) penuaan adalah suatu
proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki
kerusakan yang diderita. Seiring dengan proses menua tersebut, tubuh akan mengalami berbagai
masalah kesehatan atau yang biasa disebut sebagai penyakit degeneratif.
2.3. Gizi untuk Lanjut Usia
Semua proses pertumbuhan mulai dari pembuahan sampai tua memerlukan zat gizi yang
terkandung dalam makanan. Proses penuaan sering disertai dengan adanya peningkatan
gangguan organ dan fungsi tubuh, perubahan komposisi tubuh, penurunan massa bebas lemak,
serta peningkatan massa lemak. Dengan kesegaran jasmani dan asupan gizi yang baik maka
proses penuaan dapat diperlambat. Sehingga mereka masih dapat mengatasi sendiri masalah
kehidupannya sehari-hari (Maryam, 2008).
2.3.1. Masalah Gizi pada Lanjut Usia
Perubahan fisik dan penurunan fungsi organ tubuh akan mempengaruhi konsumsi dan
penyerapan zat gizi. Defisiensi zat gizi termasuk zat besi pada lanjut usia, mempunyai dampak
terhadap penurunan kemampuan fisik dan menurunkan kekebalan tubuh. Masalah gizi kurang
juga banyak terjadi seperti kurang energi kronik (KEK), anemia, dan kekurangan zat gizi mikro
lain (Maryam, 2008).
2.4. Pembinaan Kesehatan Lanjut Usia di Panti
2.4.1 Definisi Panti Sosial Tresna Werdha
Menurut keputusan Gubernur provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 163 tahun
2002 tentang pembentukan organisasi dan tata kerja unit pelaksana teknis dilingkungan dinas
bina mental spiritual dan kesejahteraan sosial provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta pasal 26,
panti sosial tresna werdha adalah unit pelaksana teknis dinas bina mental dan kesejahteraan
social dalam pelaksanaan kesejahteraan sosial lanjut usia terlantar.
2.4.2. Tujuan
Menurut Maryam (2008) tujuan umum dibentuknya panti adalah meningkatkan derajat
kesehatan dan mutu kehidupan lanjut usia di panti agar mereka dapat hidup layak. Sedangkan
untuk tujuan khusus dari pendirian panti yaitu meningkatkan pembinaan dan pelayanan
kesehatan lanjut usia di panti, baik oleh petugas kesehatan maupun petugas panti, meningkatnya
kesadaran dan kemampuan lanjut usia khususnya yang tinggal di panti dalam memmelihara
kesehatan diri sendiri dan meningkatnya peran serta keluarga dan masyarakat dalam upaya
pemeliharaan kesehatan lanjut usia di panti.
2.4.3. Kegiatan
2.4.3.1. Upaya Promotif
Menurut Maryam (2008) upaya promotif adalah upaya untuk menggairahkan semangat
hidup dan meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia agara tetap berguna, baik bagi dirinya,
keluarga, maupun masyarakat. Kegiatan tersebut dapat berupa:
1. Penyuluhan / demonstrasi dan/ atau pelatihan bagi petugas panti mengenai hal-hal
berikut ini:
a. Masalah gizi dan diet terdiri dari cara mengukur keadaan gizi lanjut usia, cara
memilih bahan makanan yang bergizi bagi lanjut usia, cara menyusun menu sehat
dan diet khusus, cara menghitung kebutuhan makanan di panti, cara
menyelenggarakan penyediaan di panti, dan cara mengawasi keadaan gizi lanjut
usia.
b. Melakukan dasar kesehatan
2. Keperawatan kasus darurat
a. Mengenal kasus darurat
b. Tindakan pertolongan pertama kasus darurat
3. Mengenal kasus gangguan jiwa
a. Tanda dan gejala gangguan jiwa pada lanjut usia
b. Cara mencegah dan mengatasi gangguan jiwa pada lanjut usia
4. Olahraga
a. Maksud dan tujuan olahraga bagi lanjut usia
b. Macam-macam olahraga yang tepat bagi lanjut usia
c. Cara-cara melakukan olahraga yang benar
5. Teknik-teknik berkomunikasi
6. Bimbingan rohani
7. Sarasehan, peminaan mental dan ceramah keagamaan.
8. Pembinaan dan pengembangan kegemaran pada lanjut usia di panti
9. Rekreasi
10. Kegiatan lomba antar lanjut usia di dalam panti atau antar panti.
11. Penyebarluasan informasi tentang kesehatan di panti maupun masyarakat luas melalui
berbagai macam media.
2.4.3.2. Upaya Preventif
Adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya penyakit-penyakit yang
disebabkan oleh proses penuaan dan komplikasinya. Kegiatan dapat berupa kegiatan berikut ini:
1. Pemeriksaan berkala yang dapat dilakukan di panti oleh petugas kesehatan yang
datang ke panti secara periodic atau di puskesmas dengan menggunakan KMS lanjut
usia.
2. Penjaringan penyakit pada lanjut usia, baik oleh petugas kesehatan di puskesmas
maupun petugas panti yang telah dilatih dalam pemeliharaan kesehatan lanjut usia.
3. Pemantauan kesehatan oleh dirinya sendiri dengan banuan petugas panti yang
menggunakan buku catatan pribadi.
4. Melakukan olahraga secara teratur sesuai dengan kemampuan dan kondisi masing-
masing.
5. Mengelola diet dan makanan lanjut usia penghuni panti sesuai dngan kondisi
kesehatannya masing-masing.
6. Meningkatkan ketakwaan kepada tuhan YME .
7. Mengembangkan kegemarannya agara dapat mengisi waktu dan tetap produktif.
8. Melakukan orientasi realita, yaitu upaya pengenalaln terhadap lingkungan
sekelilingnya agar lanjut usia dapat lebih mampu mengadakan huungan dan
pembatasan terhadap waktu, tempat, dan orang scara optimal.
2.4.3.3. Upaya Kuratif
Upaya kuratif adalah upaya pengobatan lanjut usia oleh petugas kesehatan atau
petugas panti terlatih sesuai kebutuhan. Kegiatan ini meliputi pelayanan kesehatan dasar di panti
oleh petuga kesehatan atau petugas panti yang telah dilatih melalui bimbingan dan pengawasan
petugas kesehatan/ puskesmas, pengobatan jalan di puskesmas, Perawatan dietetic, Perawatan
kesehatan jiwa, Perawatan kesehatan gigi dan mulut, Perawatan kesehatan mata, Perawatan
kesehatan melalui kegiatan puskesmas, Rujukan ke rumah sakit, dokter spesialis, atau ahli
kesehatan yang diperlukan.
2.4.4.4. Upaya Rehabilitatif
Adalah upaya untuk mempertahankan fungsi organ seoptimal mungkin. Kegiatan ini
dapat berupa rehabilitasi mental, vokasional (keterampilan/kejuruan), dan kegiatan fisik.
Kegiatan ini dilakukan oleh petugas kesehatan, petugas panti yang telah dilatih dan berada dalam
pengawasan dokter, atau ahlinya (perawat).
2.5. Manajemen Penyelenggaraan Makanan
Keberadaan penyelenggaraan makanan untuk orang banyak (institusi) menjadi hal yang
sangat penting untuk dapat menyediakan makanan yang berkualitas baik, memenuhi kecukupan
gizi, bervariasi, dapat diterima dan menyenangkan konsumen dengan memperhatikan standar
sanitasi dan kebersihan yang tinggi termasuk macam peralatan dan sarana yang digunakan
(Moehyi, 1992).
2.5.1. Sejarah Manajemen Penyelenggaraan Makanan
Penyelenggaraan makanan kelompok sudah dikenal sejak zaman dahulu. Dalam
pembuatan bangunan, seperti kuil, candi, piramida atau benteng. Di Indonesia kegiatan upacara
agama dan upacara adat, penyajian makanan merupakan kegiatan pokok, baik sebagai ungkapan
rasa terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa maupun sebagai ungkapan rasa hormat terhadap
para tamu yang hadir. Penyelengaraan makanan kelompok secara lebih professional baru dimulai
pada pertengahan abad ke-17 bersamaan dengan awal revolusi industri di Eropa. Pada masa itu
dirasakan perlu adanya usaha untuk meningkatkan produktivitas kerja para pekerja di berbagai
industri. Robert Owen adalah salah seorang tokoh industri di Eropa yang mempelopori
penyelenggaraan makanan bagi para industri yang dikelola secara efektif dan efisien. Inilah awal
dari penyelenggaraan makanan industry (Moehyi, 1992).
Menurut Moehyi (1992) penyelenggaraan makanan non komersial berkembang sangat
lambat. Pengelolaan yang tidak baik, karyawan yang tidak terlatih, dan biaya yang terbatas
menyebabkan penyelenggaraan makanan institusi nonkomersial itu belum berubah. Hal inilah
yang menyebabkan penyelenggaraan makanan di berbagai institusi selalu terkesan kurang baik,
seperti di panti asuhan, lembaga pemasyarakatan, bahkan di asrama-asrama pelajar.
2.5.2. Jenis Penyelenggaraan Makanan
2.5.2.1. Berdasarkan Waktu Penyelenggaraan
Menurut Moehyi (1992), penyelenggaraan makanan berdasarkan waktu dibedakan
menjadi 3 kelompok, yaitu penyelenggaraan makanan hanya satu kali saja, baik berupa makanan
lengkap atau hanya berupa makanan kecil (snack food) seperti penyelenggaraan untuk pesta atau
jamuan makan atau snack pada acara tertentu.
Selanjutnya penyelenggaraan makanan secara tetap untuk jangka waktu tidak
terbatas, biasanya adalah makanan lengkap, baik untuk satu kali makan atau setiap hari seperti
penyelenggaraan makanan untuk asrama, panti asuhan, rumah sakit dan kampus dan yang
terakhir adalah penyelenggaraan makanan dalam keadaan darurat yang persediannya dilakukan
untuk jangka waktu tertentu seperti kebakaran, tsunami, dan lain-lain (Moehyi, 1992).
2.5.2.2. Berdasarkan Tempat Penyelenggaraan
Penyelenggaraan makanan yang dibedakan berdasarkan tempat memasak dan
menyajikan makanan terdiri dari dua jenis yaitu jasa boga, bersifat komersial. Makanan jadi
diangkut ke tempat lain untuk dihidangkan seperti ke tempat jamuan makan pesta perkawinan,
rapat, kantin atau kafetaria pusat industri. Penyelenggaraan makanan selanjutnya adalah
penyelenggaraan makanan institusi yaitu bentuk penyelenggaraan makanan yang tempat
memasak dan menyajikan makanan berada pada satu tempat. Jenis penyelenggaraan makanan ini
biasanya bersifat non komersial, seperti panti asuhan, asrama, lembaga pemasyarakatan (Moehyi,
1992).
2.5.2.3. Berdasarkan Pengelolaan penyelenggaraan
Menurut Departemen Kesehatan (2007) ada tiga jenis pengelolaan penyelenggaraan
makanan yaitu swakelola, outsourcing, dan kombinasi kedua-duanya. Swakelola artinya sistem
penyelenggaraaan makanan yang dilakukan menggunakan seluruh sumber daya yang disediakan
oleh institusi tersebut begitu juga pengelolaan dan kebijakan yang berjalan di dalam insitusi.
Keuntungannya adalah pengawasan dapat dilakukan di setiap langkah atau proses kegiatan
secara langsung dan tenaga instansi banyak berperan. Sedangkan kelemahannya adalah untuk
dapat melakukan seluruh proses kegiatan dibutuhkan tenaga dalam jumlah besar dan kualifikasi
yang sesuai serta kebutuhan sarana dan prasarana termasuk peralatan masak dan peralatan makan
yang besar.
Kemudian outsourcing yaitu sistem yang memanfaatkan perusahaan jasa boga atau
katering untuk penyelenggaraan makanan. Ada dua kategori sistem outsourcing yaitu semi
outsourcing yaitu menggunakan sarana dan prasarana milik instansi dan kategori full outsourcing
yaitu sarana dan prasarana bukan berasal dari instansi melainkan dari perusahan jasa boga atau
catering sendiri. Dalam penyelenggaraan makanan sistem outsourcing harus mengikuti
perencanaan menu, penentu sntandar porsi dan pemesanan makanan yang diajukan oleh instansi.
Dan yang ketiga adalah sistem kombinasi yang menjadi alternatif. Diperlukan pencatatan dan
pelaporan yang terpisah agar mudah dilakukan pengawasan dan pengendalian (Depkes, 2007).
2.5.2.4. Berdasarkan Sifat Penyelenggaraaan
Sifat penyelengaraan makanan kelompok dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu
penyelenggaraan makanan yang bersifat komersial dan non komersial (Moehyi, 1992).
2.5.3. Tujuan Penyelenggaraan Makanan
Menurut Moehyi (1992) tujuan akhir dari penyelenggaraan makananan institusi,
makanan komersial, dan jasa boga adalah menghasilkan kualitas dan cita rasa makanan yang
dapat memuaskan konsumen serta menekan serendah-rendahnya biaya penyelenggaraan
makanan dengan tidak mengurangi kualitas pelayanan.
2.5.4. Prinsip Penyelenggaraan Makanan Institusi
Berdasarkan Moehyi (1992) prinsip manajemen yang paling utama adalah menetapkan
terlebih dahulu strategi yang akan digunakan dalam penyelenggaraan pelayanan makanan
tersebut agar dapat mencapai kemampuan yang tinggi dalam memberikan pelayanan.
Menurut Departemen Kesehatan (2003) untuk mencapai tujuan manajemen
penyelanggaraan makanan dibutuhkan penerapan prinsip sistem yaitu strategi yang menetapkan
masukan (input) meliputi tenaga, dana, fasilitas, bahan makanan, prosedur. Kemudian
dilanjutkan dengan proses yang meliputi penyusunan anggaran, perencanaan menu, penyusunan
kebutuhan bahan makanan, pembelian bahan makanan, penerimaan bahan makanan,
penyimpanan bahan makanan, persiapan dan pengolahan, pendistribusian, pelaporan, evaluasi.
Dimana selama proses berlangsung dilakukan pengawasan dan pengendalian dan yang terakhir
adalah keluaran (output) yaitu makanan yang memenuhi syarat gizi dan sanitasi, cita rasa dan
pelayanan yang baik.
Bagan 2.1.
Sistem Penyelenggaraan Makanan (Depkes, 2000)
2.5.5. Input Sistem Penyelenggaraan Makanan
2.5.5.4. Tenaga
Menurut Depkes (1991) untuk mengelola makanan diperlakukan macam dan jumlah
tenaga yang khusus yang terdiri dari penanggung jawab, bertanggung jawab atas semua kegiatan
institusi termasuk kegiatan pengelolaan makanan. Untuk pelaksana sehari-hari, pemimpin akan
menujuk staf institusi yang dianggap erat kaitannya dengan kegiatan pengelolaan makanan.
Selanjutnya Depkes (1991) juga menjelaskan tugas untuk mengelola makanan ini
biasanya Kepala Bagian Personalia Atau Kepala Bagian Rumah Tangga. Penanggung jawab
pengelolaan sebaiknya mengerti dan memahami masalah dalam pengelolaan makanan banyak,
Kebijakan/prosedur
Peraturan/ UU
OUTPUT
Syarat Gizi
Cita Rasa
Syarat Higiene
Sanitasi
INPUT Tenaga
Dana
Fasilitas
Bahan makanan
Prosedur
UMPAN BALIK
Pendapat konsumen
PROSES
Perencanaan Menu
Pembelian Bahan Makanan
Penerimaan Bahan Makanan
Penyimpanan Bahan Makanan
Persiapan & Pengolahan
Pendistribusian
Pengawasan
pelaporan
Evaluasi
tahu kualitas bahan makanan, tata cara dan prosedur dalam pengelolaan makanan banyak. Selain
itu juga mampu mengarahkan dan menggerakan bawahan dalam penyediaan makanan yang
memenuhi selera konsumen, syarat gizi dan kesehatan. Memiliki gelar sarjana dalam bidangnya,
dan pernah mengikuti kegiatan seminar/penataran, khususnya tentang gizi, manajemen
penyelenggaraan makanan dan kesehatan.
Pengawas bertugas memimpin dan mengarahkan serta menggerakan bawahan,
berpendidikan SMKTA / boga / gizi / sederazat. Selain itu ada tenaga pelaksana yang
berpengalaman dalam pemasakan makanan menurut resep yang ada, memahami gizi, kesehatan,
sanitasi, dan pengetahuan bahan makanan. Serta terampil dan cekatan dalam melakukan tugas
yang ditetapkan, pembersih peralatan juga sebaiknya telah dilatih dalam tugas sanitasi peralatan,
perlengkapan dan memahami prosedur pembersihan dapur dan peralatan penyelenggaraan
makanan banyak. Ketiga tenaga kerja diatas haruslah berbadan sehat dan bebas dari penyakit
menular. Apabila tenaga yang ada belum memiliki latar belakang gizi dan kesehatan yang cukup,
dapat digunakan tenaga sarjana gizi yang bekerja sebagai konsulutan, khususnya dalam
mennetukan system pelayanan, cara pengolahan yang dipilih serta penetapan standar makanan
bagi institusi yang memenuhi syrat gizi dan kesehatan (Depkes, 1991).
2.5.5.5. Dana
Dalam mengelola makanan banyak pemimpin perlu memperhitungkan kemungkinan-
kemungkinan penggunaan dana yang dapat dipakai secara berkesinambungan. Dana sepenuhnya
merupakan ketetapan dari pimpinan yang mempertimbangkan kemungkinan di masa mendatang
(Depkes, 1991).
2.5.5.6. Sarana Fisik dan Peralatan.
Menurut Depkes (1991) mutu makanan akan dapat dicapai jika dapur, peralatan dan
perlengkapan direncanakan sesuai fungsi dan menu yang direncanakan. Untuk itu ada beberapa
syarat dapur yaitu:
a. Letak dapur
Menurut Depkes (1991) ada beberapa hal yang harus diperhatikan dari sebuah
dapur yaitu dapur mudah dicapai dari semua ruang makan, sehingga pelayanan
makanan dapat berjalan lancar, tidak berdekatan dengan tempat sampah, harus mudah
dicapai kendaraan dari luar sehingga memudahkan pengiriman bahan makanan dari
luar.
b. Ruangan
Menurut Depkes (1991) luas bangunan dapur disarankan 1/7-1/5 dari jumlah
klien. Luas ini mencakup ruang penerimaan bahan makanan, ruang penyimpanan,
ruang pemasakan, ruang distribusi, ruang pencucian alat, kantor kepala/ pimpinan
penyelenggara makanan, kamar kecil.
Hendaknya dapur mengikuti prosedur arus kerja yang baik dan efisien seperti bagan
dibawah ini.
Bagan 2.2
Arus Kerja Dapur (Depkes, 1991)
Penerimaan
Penghidangan
Fasilitas pegawai
Penyimpanan bahan
makanan kering
Penyimpanan bahan
segar / dingin
Persiapan
Pemasakan
Tempat sampah diluar
dapur
Pembuangan sampah
Pencucian
c. Ventilasi dan cahaya
Sistem ventilasi harus baik, termasuk pengaturan udara. Cahaya alam baik,
namun perlu dilengkapi juga dengan cahaya lampu (Depkes, 1991).
d. Konstruksi dapur
Menurut Depkes (1991) dinding dapur hendaknya dari keramik berwarna yang
dapat memantulkan cahaya. Untuk memberikan cahaya yang cukup dinding diberi
jendela kaca. Lantai dapur sebaiknya terbuat dari bahan yang kedap air, tidak licin dan
tahan terhadap asam. Selain itu sebaiknya langit-langit dilengkapi dengan peredam
suara. Pada tempat pemasakan tertentu digunakan penyerap udara yang terbuat dari
logam anti karat atau peralatan sejenis lainnya.
e. Peralatan dan perlengkapan dapur
Untuk memudahkan penanganan sanitasi, keutuhan dan ketahanan alat,
dianjurkan memakai peralatan stainless steel. Bahan ini mudah dibersihkan, praktis,
kuat, dan tahan lama. Tidak dianjurkan menggunakan peralatan dari bahan kayu atau
tanah, karena sanitasinya sukar dijalankan. Semua peralatan besar dapat ditata dengan
baik. Penyusunan peralatan harus berdasarkan arus kerja yang sedikit mungkin bolak-
balik. Kebutuhan peralatan dipertimbangkan menggunakan data tentang jumlah
pemakaian alat/hari/minggu.
2.5.6. Proses Sistem Penyelenggaraan Makanan
Menurut Moehyi (1992) penyelenggaraan makanan merupakan serangkaian kegiatan
dimulai dari perencanaan menu makan yang akan disajikan sampai makanan yang dihasilkan
dapat disajikan.
2.5.6.1. Perencanaan Menu
Berdasarkan Moehyi (1992) kata menu berarti hidangan makanan yang disajikan
dalam suatu acara makan, baik makan siang maupun makan malam. Dalam penyelenggaraan
makanan institusi, menu dapat disusun dalam jangka waktu yang cukup lama, misalnya untuk
selama tujuh atau sepuluh hari. Menu yang disusun seperti itu disebut menu induk (master
menu). Menu yang baik disusun oleh satu tim yang terdiri dari ahli gizi, juru masak, pemilik, dan
klien. Menu direncanakan dengan seksama dan mengikuti prosedur serta mekanik penyusunan
menu. Menurut Moehyi (1992) penyusunan makanan dalam penyelenggaraan makanan institusi
dan jasa boga harus memperhatikan faktor-faktor berikut ini:
1. Kebutuhan gizi penerima makanan.
Makanan yang disajikan harus dapat memenuhi kebutuhan gizi penerima
makanan tersebut. Dengan berpedoman pada susunan hidangan empat sehat lima
sempurna yang terdiri dari makanan pokok, lauk-pauk hewani dan nabati, sayur yang
terbuat dari sayu-mayur dan buah-buahan, maka menu yang disajikan dapat
memenuhi kebutuhan zat gizi penerimanya.
2. Kebiasaan makan penerima.
Macam masakan yang disajikan sedapat mungkin disesuaikan dengan kebiasaan
makanan penerimanya. Makanan yang disajikan harus bersifat netral dan dapat
diterima oleh semua konsumen. Masakan yang terlalu khas dari suatu daerah
sebaiknya tidak disajikan.
3. Masakan harus bervariasi
Baik jenis masakan yang digunakan harus bervariasi. Satu jenis masakan yang
dihidangkan berkali-kali dalam jangka waktu yang singkat akan membosankan
konsumen. Begitu juga penggunaan bahan makanan dasar untuk membuat masakan
berkali-kali dalam jangka waktu yang singkat akan membuat penerima merasa jenuh.
4. Biaya yang tersedia
Biaya yang tersedia untuk menyelenggarakan makanan harus diperhitungkan
dalam penyusunan menu. Pada penyelenggaraan makanan institusi, biasanya sudah
ditetapkan biayanya dalam anggaran biaya tahunan.
5. Iklim dan musim
Penyusunan menu juga harus memperhatikan iklim dan musim karena ada jenis-
jenis bahan makanan yang hanya mudah didapat pada musim atau iklim tertentu.
Tersedia atau tidak tersedianya bahan makanan tertentu akan sangat mempengaruhi
harga pasar.
6. Peralatan untuk mengolah makanan
Jenis makanan tertentu yang memerlukan peralatan khusus untuk memasaknya
sebaiknya tidak disediakan jika institusi itu tidak memiliki peralatan tersebut.
Demikian juga masak-masakan yang memerlukan penanganan khusus dan memakan
waktu hendaknya dihindarkan.
7. Ketentuan-ketentuan lain yang berlaku pada institusi.
Masing-masing institusi biasanya mempunyai ketentuan-ketentuan atau peraturan
tersendiri, misalnya dalam hal penggunaan biaya.
Lebih lanjut Departemen Kesehatan RI (2007) menambahkan ada kaidah dalam
menyusun menu, yaitu Balance Artinya adanya keseimbangan dalam rasa, warna dan
penggunaan bahan makanan. Artinya tidak boleh terjadi Pengulangan warna, bahan, bentuk rasa
pada satu kali makan (contoh: ada lebih dari 1 hidangan yang pedas dalam satu kali makan).
Selain harus memperhatikan kaidah dalam menyusun menu, institusi juga harus
memperhatikan langkah-langkah dalam menyusun menu, menurut Departemen Kesehatan
(2007), langkah-langkah dalam perencanaan menu yaitu:
1. Menetapkan macam menu
Pada tahap awal dengan mengacu pada tujuan institusi, maka perlu ditetapkan
macam menu, apakah menu standar maupun menu pilihan.
2. Menetapkan siklus menu
Bila menu yang ditetapkan adalah standar, maka perlu ditetapkan macam siklus
menu yang cocok dengan tipe sistem penyelenggaraan makanan yang sedang
berjalan. Macam siklus menu 5 hari, 7 hari, atau 10 hari.
3. Menetapkan periode siklus menu
Periode siklus menu adalah lamanya siklus menu berlaku dan perlu penggantian
atau modifikasi kembali. Pada menu yang baru disusun, dimana keadaan konsumen
belum terlalu dipahami oleh manajemen, biasanya diberlakukan lebih cepat, misalnya
tiga bulan. Pada institusi yang telah lama dibentuk dan pihak manajemen telah
melakukan perbaikan-perbaikan dapat diberlakukan lebih lama, misalnya enam bulan
atau satu tahun.
4. Menetapkan pola menu
Pola menu yang dimaksud adalah golongan macam hidangan yang direncanakan
untuk setiap waktu makan. Tujuan dibuat pola menu adalah agar dalam siklus menu
dapat dipastikan menggunakan bahan makanan sumber zat gizi yang dibutuhkan
konsumen. Selain itu dengan penetapan pola dapat dikendalikan bahan makanan
sumber zat gizi yang diperlukan.
5. Menetapkan besar porsi
Besar porsi adalah banyaknya golongan bahan makanan yang direncanakan setiap
kali makan dengan menggunakan satuan penukar berdasarkan standar makan yang
berlaku.
6. Membuat master menu
Master menu adalah alokasi item bahan makanan ke dalam matrix dalam siklus
menu. Tujuan dibuatnya master menu adalah distribusi bahan makanan yang
digunakan tersebar lebih harmonis, sehingga pengulangan penggunaan bahan
makanan tertata dengan baik. Selain itu dengan adanya master menu mudah
dilakukan pengawasan penggunaan bahan makanan harian dan pengawasan harga
bahan makanan. Manfaat master menu adalah mudah dalam melakukan modifikasi
menu pada saat perencanaan ulang, apabila suatu saat terjadi perubahan dana. Maka
modifikasi biasanya dilakukan pada master menu.
7. Inventarisasi golongan hidangan, macam hidangan dan resepnya.
Resep-resep makanan sebaiknya telah tersedia resep yang telah distandarisi.
8. Merancang menu dalam siklus yang ditetapkan (format menu)
Yaitu memadukan / mengkombinasikan berbagai macam hidangan menjadi
susunan yang harmonis dan rasa yang dapat diterima.
9. Menyiapkan formulir penilaian menu
Yaitu menyiapkan instrument yang digunakan untuk mencek kembali menu yang
telah disusun. Mencek pola menu, penggunaan macam bahan makanan serta hidangan
yang ditetapkan. Pertanyaan-pertanyaan yang disusun harus dapat mencakup tujuan
institusi.
10. Melakukan penilaian yang dilakukan pihak manajemen.
Instrument penilaian disebarkan kepada setiap manajer. Bila tidak ada
ketidaksetujuan oleh pihak salah satu manajer, maka perlu diperbaiki kembali
sehingga menu telah benar-benar disetujui oleh manajer.
11. Melakukan pretest/ try out
Bila menu telah disetujui oleh pihak manajer dan mungkin pemilik, maka perlu
dilakukan pengembangan menu sebagai uji coba. Uji coba yang dilakukan adalah
memproduksi menu sesuai dengan jumlah yang diinginkan, misalnya 100 porsi. Ini
yang dimaksud dengan pengembangan menu.
2.5.6.2. Perhitungan Kebutuhan Bahan Makanan
Perencanaan bahan makananan menurut Depkes (2007) merupakan salah satu langkah
penting dalam kegiatan penyelenggaraan makanan dan dalam upaya mengendalikan harga
makanan. Ketetapan dalam merencanakan bahan makanan sangat membantu kelancaran
terlaksananya pengadaan bahan makanan yang lancar dan baik.
Berdasarkan Moehyi (1992) untuk dapat menghitung kebutuhan bahan makanan
diperlukan keterangan pembantu, seperti resep baku masing-masing jenis makanan, dan porsi
baku makanan untuk setiap orang.
1. Resep baku masakan
Resep baku masakan adalah suatu formula yang menerangkan secara rinci jenis
bahan, jenis bumbu dan bahan penyedap, tata cara mengolah dan memasak suatu
masakan sehingga diperoleh cita rasa yang diinginkan. Dalam mempraktikan resep
masakan, ada dua hal yang perlu diketahui dengan baik, yaitu:
a. Ukuran bahan
Dalam resep masakan, terutama makanan Indonesia, ukuran bahan makanan
yang digunakan biasanya dinyatakan dalam ukuran sendok, mangkuk, cangkir, dan
sebagainya. Yang menyulitkan adalah barang-barang yang digunakan sebagai
acuan ukuran itu tidak sama. Oleh Karena itu diperlukan kesepakatan ukuran
sehingga bahan yang digunakan banyaknya sama dengan yang dimasukkan dalam
resep.
b. Terminology cara masak.
Untuk mendapatkan cita rasa yang khas, kita harus menggunakan cara memasak
yang khas pula. Itu sebabnya dikenal beragam cara memasak makanan.
2. Porsi baku makanan
Sebagai pedoman untuk menetapkan porsi baku makanan Indonesia dapat
digunakan angka patokan kecukupan makanan yang dianjurkan yang disusun oleh
Departemen Kesehatan untuk digunakan di rumah sakit atau institusi lain. Kecukupan
makanan yang dianjurkan (recommended food allowances= RFA ) disusun
berdasarkan kecukupan zat gizi yang dianjurkan (recommended dietary allowances
=RDA) untuk rata-rata orang Indonesia. Pembagian porsi makan sehari-hari untuk
makan pagi, makan siang, dan makan malam yang lazim digunakan adalah:
a. 1/5 bagian untuk makan pagi
b. 2/5 bagian untuk makan siang, dan
c. 2/5 bagian untuk makan malam.
2.5.6.3. Pengadaan Bahan Makanan
Pengadaan bahan makanan yang diperlukan dalam penyelenggaraan makanan institusi
dapat dilakukan melalui dua cara (Moehyi, 1992), yaitu sebagai berikut:
1. Pengadaan bahan makanan dapat dilakukan dengan cara membeli sendiri bahan
makanan yang diperlukan di pasar atau ditoko-toko. Cara ini mudah dan praktis,
tetapi hanya dilakukan apabila jumlah konsumen yang akan dilayani tidak banyak
(kurang dari 50 orang) atau jika penyelenggaraan makanan itu hanya berlangsung
dalam waktu singkat.
2. Pengadaan bahan makanan melalui pemasok bahan makanan atau leveransir bahan
makanan. Biasanya pengadaan bahan makanan untuk penyelenggaraan makanan
institusi dan rumah sakit sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu pemasok yang
dipilih setelah diadakan pelelangan atau tender Ada tiga bentuk pelelangan untuk
memilih pemasok bahan makanan bagi institusi atau rumah sakit, yaitu sebagai
berikut:
a. Pelelangan umum
Pelelangan yang terbuka untuk semua pemasok bahan makanan.
b. Pelelangan terbatas
Pelelangan yang diikuti oleh rekanan calon pemasok tertentu yang sudah diteliti
oleh pihak yang berwenang, seperti pemerintah daerah, departemen perdagangan.
Calon pemasok mengikuti pelelangan yang sudah diteliti (prakualifikasi) itu
terdaftar sebagai rekanan pemerintah.
c. Pelelangan dengan perbandingan penawaran
Beberapa calon pemasok yang sudah diprakualifikasi dan sudah terdaftar sebagai
rekanan pemerintah (biasanya paling sedikit tiga calon) diminta mengajukan
penawaran harga. Calon yang mengajukan penawaran harga yang terendah akan
ditunjuk sebagai pemasok kebutuhan makanan bagi institusi itu.
2.5.6.4. Penerimaan Bahan Makanan
Menurut Depkes (2007) penerimaan bahan makanan merupakan suatu kegiatan yang
meliputi pemeriksaan / penelitian, pencatatan dan pelaporan tentang macam, kualitas dan
kuantitas bahan makanan yang diterima sesuai dengan pesanan serta spesifikasi yang telah
ditetapkan dalam perjanjian jual beli. Prinsip dalam penerimaan bahan makanan adalah jumlah
yang diterima harus sesuai dengan yang dipesan, mutu yang diterima harus dengan spesifikasi
yang disepakati dalam perjanjian dan harga bahan makanan yang tercantum dalam faktur
pembelian harus sama dengan harga bahan makanan yang tercantum dalam perjanjian jual beli.
Bentuk atau cara menerima bahan makanan secara umum ada dua macam (Depkes, 2007) , yaitu:
1. Blind receiving atau cara buta,
Dimana petugas penerima bahan makanan tidak menerima spesifikasi bahan
makanan serta faktur pembelian dari penjualan / vendor. Petugas penerima langsung
mengecek, menimbang dan menghitung bahan makanan yang datang di ruang
penerima kemudian mencatat di buku laporan atau formulir yang telah dilengkapi
dengan jumlah, berat dan spesifikasi lain jika diperlukan. Pihak vendor mengirim
faktur pengiriman bahan makanan langsung ke bagian pembayaran dan bagian
penerimaan mengirim lembar formulir bahan makanan yang diterima untuk
dicocokkan oleh bagian pembelian / pembayaran.
2. Conventional atau konvensional,
Dimana petugas penerimaan bahan makanan menerima faktur dan spesifikasi
satuan dan jumlah bahan makanan yang dipesan. Jika jumlah dan mutu tidak sesuai,
petugas berhak mengembalikannya. Namun petugas harus mencatat semua bahan
makanan yang diterima dan bahan makanan yang dikembalikan untuk dilaporkan
kepada bagian pembelian atau pembayaran. Prosedur pengembalian bahan makanan,
Biasanya penerimaan bahan makanan dilakukan oleh tim penerima bahan makanan
yang khusus ditunjuk oleh pimpinan institusi. Jumlah anggotanya berkisar antara tiga sampai
lima orang. Tugas dan tanggung jawab tim penerima bahan makanan (Depkes, 2007) adalah
sebagai berikut:
1. Meneliti apakah bahan makanan yang diserahkan oleh pemasok sesuai dengan
ketentuan-ketentuan (spesifikasi) sebagaimana tercantum dalam kontrak kerja.
2. Mencocokkan jumlah dan jenis bahan makanan yang diserahkan oleh pemasok
apakah sudah sesuai dengan pesanan yang tercantum dalam Daftar Pesanan Bahan
Makanan.
3. Mengambil keputusan menerima atau tidak bahan makanan yang diserahkan oleh
pemasok.
Penerimaan bahan makanan di institusi biasanya dipusatkan di suatu ruangan yang
cukup besar dengan peralatan yang cukup, seperti timbangan dan peti kemas (container) guna
menampung bahan makanan (Moehyi, 1992). Langkah penerimaan bahan makan ( Depkes,
2007) yaitu:
1. Bahan makan diperiksa sesuai dengan daftar pesanan (yang memuat satuan dan
jumlah volum) dan spesifikasi bahan makanan.
2. Bahan makanan basah langsung didistribusikan ke bagian pengolahan, bahan makan
kering disimpan di gudang / penyimpanan kering.
3. Bahan makanan yang tidak langsung dipergunakan saat itu dilakukan penyimpanan
diruang pendingin.
2.5.6.5. Penyimpanan Bahan Makanan
Berdasarkan Departemen Kesehatan RI tahun 2007, penyimpanan bahan makanan
merupakan suatu tata cara menata, menyimpan, memelihara keamanan bahan makanan kering
dan basah baik kualitas maupun kuantitas digudang bahan makanan kering dan basah serta
pencatatan dan pelaporannya.
Bahan makanan yang diterima ada yang segera digunakan, tetapi ada juga yang perlu
disimpan lebih dahulu. Bahan makanan yang segera digunakan langsung dikirim ke ruangan
penyiapan dan pengolahan makanan, sedangkan bahan makanan yang masih harus disimpan
dipisahkan. Bahan makanan yang tahan lama disimpan dan pengadaannya dalam jumlah banyak,
harus dicatat dalam buku atau kartu stok bahan makanan pada waktu penerimaan dan
pengeluarannya. Hal berikut ini perlu diperhatikan dalam penyimpanan bahan makanan kering
(Moehyi,1992), adalah sebagi berikut:
1. Bahan makanan harus dipisahkan menurut jenisnya.
2. Bahan makanan yang sudah lama diterima diletakkan disebelah atas atau di bagian
depan agar dapat digunakan lebih dahulu sehingga tidak ada stok bahan makanan
yang rusak karena terlalu lama disimpan.
3. Sebaiknya bahan makanan diletakkan diatas rak-rak penyimpanan. Usahakanlah agar
bahan makanan yang menggunakan karung atau kantong kertas tidak diletakkan
langsung diatas lantai, tetapi dia atas papan sehingga terhindar dari udara lembab.
4. Ruang penyimpanan bahan makanan atau gudang harus selalu dalam keadaaan kering
dan bersih. Tumpahan bahan makanan harus segera dibuang.
5. Gudang penyimpanan bahan makanan harus bebas dari segala jenis serangga.
6. Pada waktu tertentu gudang tempat penyimpanan bahan makanan harus dibuka untuk
memungkinkan pertukaran udara sehingga ruangan tidak pengap.
Fungsi dari penyimpanan bahan makanan adalah menyelenggarakan pengurusan
bahan makanan agar setiap waktu diperlukan dapat melayani dengan tepat, cepat dan aman
digunakan dengan cara yang efisien. Prinsip dasar dalam penyimpanan bahan makanan adalah
tepat tempat, tepat waktu, tepat mutu, tepat jumlah dan tepat nilai. Sesuai jenis bahan makanan
gudang operasional dapat dibedakan menjadi dua (Depkes, 2007), yaitu:
1. Gudang bahan makanan kering
Merupakan tempat penyimpanan bahan makanan kering yang tahan lama seperti
beras, gula, tepung-tepungan, kacang hijau, minyak, kecap, makanan dalam kaleng
dan lain-lain. Menurut Depkes (2003), syarat utama untuk menyimpan bahan
makanan kering adalah bahan makanan harus ditempatkan secara teratur menurut
macam, golongan ataupun urutan pemakaian bahan makanan, menggunakan bahan
yang diterima terlebih dahulu (FIFO=First In First Out), kartu/buku penerimaan,
stok, dan pengeluaran bahan makanan harus segera diisi dan diletakkan pada
tempatnya, gudang dibuka pada waktu yang telah ditentukan, semua bahan makanan
ditempatkan dalam tempat tertutup, terbungkus rapat dan tidak berlubang, diletakkan
di atas rak bertingkat yang cukup kuat dan tidak menempel pada dinding, pintu harus
selalu terkunci pada saat tidak ada kegiatan serta dibuka pada waktu-waktu yang
ditentukan, suhu ruangan harus kering sebaiknya berkisar antara 19-210C,
pembersihan ruangan secara periodik, dua kali seminggu, penyemprotan ruangan
dengan insektisida hendaknya dilakukan secara periodik dengan mempertimbangkan
keadaan ruangan, semua lubang yang ada di gudang harus berkasa, serta bila terjadi
pengrusakan oleh binatang pengerat harus segera diperbaiki.
2. Gudang bahan makanan segar
Merupakan tempat penyimpanan bahan makanan yang masih segar seperti daging,
ikan unggas, sayuran dan buah. Bahan makanan tersebut umumnya mudah rusak,
sehingga perlu dilakukan tindakan untuk memperlambat kerusakan terutama
disebabkan oleh mikroba. Pengelompokkan bahan makanan segar sesuai dengan suhu
penyimpanan
(Depkes 2007) adalah :
a. penyimpanan segar ( fresh cooling ), bahan makanan disimpan dalam lemari
pendingin yang bersuhu sekitar 1-40C untuk suhu cair, untuk sayuran segar
berkisar antara 10-150C.
b. penyimpanan dingin ( chilly ), bahan makanan disimpan dalam lemari es dengan
suhu antara ( -5 ) 00C. suhu yang dibutuhkan untuk penyimpaan daging, ikan
atau ungas lebih dari hari.
c. penyimpanan baku ( freezer ), suhu untuk penyimpanan ini sangatlah dingin yaitu
sekitar ( -10 ) c. dapat untuk menyimpan daging dalam waktu lama.
Sayuran harus disimpan dengan baik ditempat yang seharusnya. Sayuran yang
disimpan ditempat yang lembab dan terlindung dari sinar matahari atau dari sumber panas lain
untuk mengurangi penguapan dan mempertahankan kesegaran sayuran sehingga sayuran tidak
berubah menjadi layu dan kering (Moehyi, 1992).
Setiap jenis bahan makanan segar memiliki suhu penyimpanan tertentu yang optimal
untuk menjaga kualitas. Syarat-syarat penyimpanan di ruangan atau lemari pendingin antara lain,
suhu tempat harus betul-betul sesuai dengan keperluan bahan makanan agar tidak menjadi rusak,
pengecekan terhadap suhu dilakukan dua kali sehari dengan pembersihan lemari es / ruangan
pendingin dilakukan setiap hari., pencairan es pada lemari es harus segera dilakukan setelah
terjadi pengerasan, semua bahan makanan yang akan dimasukkan ke lemari / ruang pendingin
sebaiknya dibungkus plastik atau kertas timah, tidak menempatkan bahan makanan yang berbau
keras bersama bahan makanan yang tidak berbau, khusus untuk sayuran suhu penyimpanan harus
betul-betul diperhatikan. Untuk buah-buahan, ada yang tidak memerlukan pendingin, perhatikan
sifat buah tersebut sebelum dimasukkan ke dalam ruang / lemari pendingin (Depkes, 2003).
2.5.6.6. Persiapan Bahan Makanan untuk Dimasak
Berdasarkan Departemen Kesehatan (2007) Perlakuan terhadap bahan makanan
sebelum proses pemasakan disebut persiapan bahan makanan. Berdasarkan Moehyi (1992)
menjelaskan bahwa zat gizi yang ada dalam makanan merupakan senyawa kimia yang
mempunyai sifat mudah larut dalam air, mudah teroksidasi, mudah terurai karena enzim, dan
sebgainya. Hal ini menyebabkan tidak semua zat gizi yang ada dalam makanan dapat digunakan
oleh tubuh. Sebagian zat gizi itu akan rusak atau menjadi tidak aktif karena berbagai sebab.
Berkurangnya zat gizi dalam makanana disebabkan oleh tiga hal zat gizi terlarut dalam air dan
akan terbuang bersama air pencuci, zat gizi akan rusak atau terurai karena pengaruh enzim yang
ada dalam makanan, dan zat gizi akan terurai akibat pemanasan bahan makanan waktu dimasak.
Sebelum dimasak, bahan makanan mengalami berbagai perlakuan, seperti dipotong,
dikupas, diieris, direncang, dan direndam. Berbagai perlakuan itu akan mempengarui kandungan
zat gizi dalam bahan makanan tersebut apabila dilakukan secara tidak benar. Sayuran yang
dipotong-potong akan kehilangan banyak vitamin sewaktu dicuci karena vitamin lebih mudah
terlarut dalam air. Memotong sayuran menjadi bagian kecil-kecil berarti memperluas permukaan
sayuran yang dapat dicapai dengan merendam dan meremas bahan makanan (Moehyi, 1992).
Lebih lanjut Moehyi (1992) menjelaskan disamping memperluas permukaan bahan
makanan yang dapat tersentuh oleh air pencucian, perlakuan-perlakuan itu juga akan
menyebabkan berbagai macam enzim yang ada dalam bahan makanan itu dapat bekerja dengan
baik untuk memecah zat gizi yang ada dalam bahan makanan itu. Aktifnya enzim dalam bahan
makanan akibat perlakuan terhadap bahan makanan itu akan menambah jumlah zat gizi yang
hilang dan tidak dapat dimanfaatkan tubuh.
2.5.6.7.Pengolahan Bahan Makanan
Menurut Depkes (2007) pengolahan makanan merupakan suatu kegiatan mengubah
atau memasak bahan makanan mentah menjadi makanan yang siap dimakan, berkualitas dan
aman untuk dikonsumsi. Lebih lanjut Depkes (2007) menjelaskan adapun tujuan dari pengolahan
makanan yaitu mengurangi risiko kehilangan zat gizi bahan makanan, meningkatkan nilai cerna,
meningkatkan dan mempertahankan warna, rasa, keempukan, dan penampilan makanan serta
bebas dari bahan potensial dan zat berbahaya bagi tubuh.
Untuk mempertahankan agar bahan makanan tidak hancur, tingkat kematangan
merata juga mencegah kontaminasi bahan terhadap mikroorganisme pembusuk, maka beberapa
bahan makanan perlu dilakukan pemasakan awal. Blancing termasuk cara pemasakan awal
dengan memasukan bahan dalam air mendidih dengan sekitar waktu 1-3 menit, kemudian
langsung diangkat dan didinginkan. Fungsi perlakuan tersebut yaitu mengeluarkan darah dan
lemak seperti ayam, ikan, memperoleh warna yang lebih cerah untuk sayuran dan buah,
menginefektifkan enzim bahan, membunuh mikroorganisme, dan mempermudah pengulitan
sseperti tomat (Depkes, 2007).
Kehilangan zat gizi juga masih akan terjadi pada waktu makanan dimasak.
Penggunaan panas yang tinggi dalam waktu lama akan menyebabkan terjadinya kerusakan zat
gizi yang ada dalam bahan makanan. Sayuran hijau yang dimasak terlalu lama pada suhu yang
tinggi akan menyebabkan lebih mudahnya zat gizi dalam bahan makanan itu teroksidasi sehingga
rusak. Warna sayuran akan berubah dari warna hijau tua menjadi hijau pucat. Pemasakan
makanan dengan alat memasak terbuka, misalnya panci yang terbuka, akan menyebabkan
makanan lebih banyak kehilangan zat gizi jika dibandingkan dengan pemasakan makanan
dengan panci tertutup (Moehyi, 1992).
2.5.6.8.Distribusi Dan Penyajian Makanan
Distribusi dan penyajian makanan yang telah dimasak merupakan kegiatan terakhir
dalam proses penyelenggaraan makanan. Hal berikut ini perlu diperhatikan dalam
pendistribusian dan penyajian makanan kepada konsumen (Moehyi, 1992).
1. Makanan yang didistribusikan dan disajikan kepada konsumen tepat pada waktunya.
Dengan kata lain, makanan untuk makan siang jangan disajikan terlalu awal atau
terlalu lambat.
2. Makanan yang disajikan harus sesuai dengan jumlah atau porsi yang telah
ditentukan. Besar porsi makanan menjadi sangat penting terutama pada
penyelenggaraan makanan bagi orang sakit yang sedang melakukan diet.
3. Kondisi makanan yang disajikan juga harus sesuai. Perlu diperhatikan temperatur
makanan yang disajikan dalam keadaan hangat.
Ada beberapa cara penyajian makanan, baik dalam penyelenggaraan makanan
institusi maupun dalam penyelenggaraan makanan komersial (Moehyi, 1992), yaitu sebagai
berikut:
1. Penyajian makanan diatas meja makan
Pelayanan akan menyajikan makanan yang diperlukan setelah konsumen duduk di
kursi yang tersedia. Dengan demikian, konsumen tidak mengambil sendiri makanan
yang diperlukannya. Makanan yang disajikan dapat terpisah-pisah menurut porsi
masing-masing, tetapi ada juga dalam bentuk porsi untuk dua orang atau lebih. Cara
ini biasanya digunakan dalam penyelenggaraan makanan di asrama, panti asuhan,
atau ditempat lain yang konsumennya saling mengenal.
2. Penyajian makanan dengan cara prasmanan
Makanan yang disajikan kepada konsumen disuatu tempat khusunya dalam
jumlah banyak. Cara ini selain digunakan dalam penyelenggaraan jamuan makan juga
digunakan dalam penyelenggaraan makanan komersil seperti di hotel-hotel besar.
3. Penyajian makanan dengan cara kafetaria
Penyaian makanan dengan cara kafetaria memungkinkan konsumen mengambil
dan memilih sendiri makanan yang disukai. Akan tetapi berbeda dengan cara
prasmanan ruang untuk penyajian dibuat dan diatur secara khusus sehingga konsumen
mengambil makanan harus mengikuti urutan tertentu yang dimulai dengan
pengambilan alat makan kemudian baru mangambil makanan yang dimulai dari nasi,
lauk-pauk, sayur, dan hidangan penutup. Setelah mengambil makanan konsumen
harus ke kasir tempat pembayaran makanan yang diambilnya.
4. Penyajian makanan melalui kemasan
Makanan dimasukkan atau dikemas semuanya dalam suatu tempat. Biasanya
kotak karton digunakan sebagai pengemas. Cara ini sangat cocok digunakan dalam
pelayanan makanan untuk wisata dalam perjalanan. Kelemahan cara ini adalah
makanan dapat cepat basi.
2.5.7. Output Penyelenggaraan Makanan
2.5.7.1.Kelengkapan dan Kecukupan Zat Gizi dalam Makanan
Menurut moehyi (1992) untuk menjamin terlaksananya berbagai fungsi normal dalam
tubuh dan untuk memperoleh tingkat gizi dan kesehatan yang optimal, tubuh memerlukan
sejumlah zat gizi. Kelengkapan zat gizi yang diperlukan tubuh dalam jumlah yang sesuai dengan
kebutuhan setiap orang merupakan syarat utama yang harus dipenuhi oleh makanan yang
dimakan setiap hari. Ada tiga aspek dalam penyelenggaraan makanan yang erta kaitannya
dengan faktor gizi, yaitu kelengkapan dan kecukupan zat gizi yang diperoleh dari makanan,
penanaman kebiasaan makan yang sehat (sound food habit) dan penganekaragaman makanan
yang menguntungkan.
Bagi setiap penyelenggaraan makanan, baik penyelenggaraan makanan institusi
nonkomersial maupun komersial, kelengkapan dan kecukupan zat gizi dalam makanan yang
disajikan haruslah dijadikan pedoman dalam penyusunan menu makanan yang akan disajikan.
Susunan menu haruslah merupakan kombinasi yang serasi dari sumber energi, protein, dan
mineral, serta sumber berbagai vitamin. Yang perlu diperhatikan oleh para penyelenggara
makanan institusi dan jasa boga adalah komposisi zat gizi dan kandungan zat gzi dalam berbagai
jenis bahan makanan berbeda-beda. Dengan demikian, kekurangan zat gizi dalam satu jenis
bahan makanan dapat ditutupi dari jenis bahan makanan yang lain (Moehyi, 1992).
Masalah gizi yang dihadapi lanjut usia berkaitan erat dengan menurunnya aktivitas
fisiologis tubuhnya. Konsumsi pangan yang kurang seimbang akan memperburuk kondisi lanjut
usia yang secara alami memang sudah menurun. Dibandingkan dengan usia dewasa, kebutuhan
gizi lanjut usia umumnya lebih rendah karena adanya penurunnan metabolisme basal dan
kemunduran lainnya.
Bila jumlah kalori yang dikonsumsi berlebihan, maka sebagian energi akan disimpan
berupa lemak sehingga akan timbul kegemukan (obesitas) yang akan mempercepat timbulnya
penyakit degeneratif. Sebaliknya bila terlalu sedikit, maka cadangan energi tubuh akan
digunakan, sehingga tubuh akan menjadi kurus (Maryam, 2008).
Menurut Depkes RI (1991) menu seimbang untuk lanjut usia adalah susunan makanan
yang mengandung cukup semua unsur gizi yang dibutuhkan para lanjut usia. Syarat menu
seimbang untuk lanjut usia sehat yaitu:
1. Mengandung zat gizi dari beraneka ragam bahan makanan yang terdiri dari:
a. Zat tenaga
b. Zat pembangunan
c. Zat pengatur
2. Jumlah kalori yang baik untuk dikonsumsi oleh lanjut usia adalah 50% dari hidrat
arang yang merupakan hidrat arang kompleks (sayuran, kacang-kacangan, biji-bijian).
3. Jumlah lemak dalam makanan dibatasi, yaitu 25-30% dari total kalori.
4. Jumlah protein yang baik dikonsumsi disesuaikan dengan lanjut usia yaitu 8-10% dari
total kalori.
5. Dianjurkan mengandung tinggi serat yang bersumber pada buah, sayuran dan
bermacam-macam pati, yang dikonsumsi dengan jumlah secara bertahap.
6. Menggunakan bahan makanan yang tinggi kalsium, seperti susu non fat, yoghurt, ikan
dan lain-lain.
7. Makanan mengandung tinggi zat besi (Fe) seperti kacang-kacangan, hati, daging,
bayam atau sayuran hijau.
8. Membatasi penggunaan garam, perhatikan label makanan yang mengandung garam,
seperti adanya monosodium glutamate, sodium bicarbonate, sodium citrate.
9. Bahan makanan sebagai sumber zat gizi sebaiknya dari bahan makanan yang segar
dan mudah dicerna.
10. Hindari bahan makanan yang tinggi alkohol.
11. Makanan sebaiknya yang mudah dikunyah seperti makanan lembek.
2.5.7.2. Cita Rasa Masakan
Menurut Moehyi (1992) makanan yang memiliki cita rasa tinggi adalah makanan
yang disajikan menarik, menyebarkan bau yang sedap, dan memberikan rasa lezat. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa tujuan mengolah dan memasak makanan adalah menghasilkan makanan yang
bercita rasa tinggi sehingga memuaskan bagi yang memakannya. Cita rasa makanan mencakup
dua aspek utama (Moehyi, 1992), yaitu:
1. Penampilan makanan
Beberapa faktor yang menetukan penampilan makanan sewaktu diatas meja antara
lain:
a. Warna makanan
Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan makanan. Kadang-
kadang untuk mendapatkan warna yang diinginkan digunakan zat pewarna yang
berasal dari berbagai bahan alami. Sedapat mungkin hindarkan penggunaan zat
warna sintesis karena dapat membahayakan kesehatan manusia.
b. Konsistensi atau tekstur makanan
Sensitivitas indera cita rasa dipengaruhi oleh konsistensi makanan sehingga hal
tersebut turut menentukan cita rasa makanan. Makanan yang berinsistensi padat
atau kental akan memberikan rangsangan yang lebih lambat terhadap indera. Cara
memasak, lama waktu memasak akan menentukan pula konsistensi makanan.
c. Porsi makanan
Pentingnya posi makanan bukan hanya karena penampilan makanan waktu
disajikan tetapi juga berkaitan dengan perencanaan dan perhitungan pemakaian
bahan.
d. Penyajian makanan
Jika penyajian makanan tidak dilakukan dengan baik, seluruh upaya yang telah
dilakukan guna menampilkan makanan dengan cita rasa yang tinggi akan tidak
berarti. Pemilihan alat yangt digunakan, cara menyusun makanan dalam tempat
penyajian makanan, dan penghiasan hidangan merupakan tiga hal yang perlu
dipertahankan dalam penyajian makanan.
2. Rasa Makanan
Rasa makanan merupakan faktor kedua yang menentukan cita rasa makanan.
Komponen berikut yang berperan dalam penentuan rasa makanan, yaitu:
a. Aroma makanan
Aroma yang disebarkan oleh makanan daya tarik yang sangat kuat dan mampu
merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera.
b. Bumbu masakan dan bahan penyedap
Disamping bau yang sedap, berbagai bumbu yang digunakan dapat pula
membangkitkan selera karena memberikan asa makanan yang khas.
c. Keempukan makanan
Makanan yang masuk ke dalam mulut dan setelah dikunyah akan menyebabkan
keluarnya air ludah yang kemudian menimbulkan rangsangan pada saraf
pengecap yang ada di lidah. Makanan yang empuk dapat dikunyah dengan
sempurna dan aaan menghasilkan senyawa yang lebih banyak yang berarti
intensitas rangsangan menjadi lebih tinggi. Keempukan makanan selain
ditentukan oleh mutu bahan makanan yang digunakan juga ditentukan oleh mutu
bahan makanan yang digunakan juga ditentukan oleh cara memasak. Pemanasan
akan mengakibatkan perubahan terhadap sifat fisik protein yang terdapat dalam
bahan makanan. Protein akan mengalami penggumpalan. Penggunaan panas yang
tinggi akan menyebabkan terbentuknya gumpalan protein yang lebih keras. Para
ahli masak menganjurkan untuk mendapatkan daging yang lunak, daging harus
dimasak dengan temperature dibawah 1500C. Dengan panas yang rendah, daging
yang dimasak tidak akan terlalu susut akibat kehilangan air.
d. Kerenyahan makanan
Kerenyahan makanan adalah makanan yang dimasak menjadi kering, tetapi tidak
keras sehingga enak dimakan.
e. Tingkat kematangan
Tingkat kematangan dalam masakan Indonesia belum mendapat perhatian karena
umumnya masakan Indonesia harus dimasak sampai masak benar.
f. Temperatur benar
Makanan yang terlalu panas atau sebaliknya akan sangat mempengaruhi
sensitivitas saraf pengecap terhadap makanan.
a. Penyusunan laporan magang b. Pengajuan permohonan magang c. Komfirmasi permohonan magang
d. Penentuan pembimbing lapangan
BAB III
ALUR DAN JADWAL MAGANG
3.1. Alur Magang
Adapun alur magang yang dilakukan oleh penulis yang dijelaskan pada bagan 3.1
berikut:
Bagan 3.1.
Alur Magang
Persiapan Magang
Pelaksanaan Magang
a. Pengenalan dan proses adaptasi dengan pihak panti
b. Mengetahui dan melihat proses penyelenggaraan makanan di panti
c. Pemantauan pelaksanaan magang oleh pembimbing dan konsultasi
Evaluasi atau Presentasi Laporan
a. Penyusunan laporan magang
b. Presentasi hasil laporan magang
3.2. Jadwal Magang
Tabel 3.1
Jadwal Kegiatan Magang
Hari Tanggal Kegiatan
Senin 22 Februari 2010 - Pengarahan magang - Perkenalan dengan pihak pengurus PSTW
Budi Mulia 01 Cipayung
- Perkenalan dengan Pembimbing lapangan - Perkenalan dengan karyawan dapur - Mengamati kegiatan di dapur
Selasa 23 Februari 2010 - Mendata jumlah lanjut usia di PSTW Budi Mulia 01 Cipayung
- Mengambil dan mengamati siklus menu - Ikut serta dalam persiapan makan siang - Ikut serta dalam penyajian dan pembagian
makanan
Rabu 24 Februari 2010 - Mengamati kegiatan pendistribusian kudapan dan susu
- Ikut dalam persiapan makanan - Ikut dalam pengolahan makanan - Ikut dalam penyajian dan pembagian
makanan
Kamis
25 Februari 2010 - Mengambil data gambaran umum PSTW Budi Mulia 01 Cipayung
- Ikut serta dalam persiapan makan siang - Ikut serta dalam pengolahan makan siang - Ikut serta dalam pemorsian makan siang
Jumat
26 Februari 2010 - Ikut serta dalam persiapan makanan - Ikut serta dalam penyajian makanan - Ikut serta dalam pendistribusian makan
siang
Senin
1 Maret 2010
- mengamati penerimaan bahan makanan - mengamati proses penyimpanan bahan
makanan pada ruang penyimpanan
- ikut serta dalam penyajian makanan - Pengolahan dan analisis data yang diperoleh
Selasa
2 Maret 2010 - Mengamati higiene sanitasi bahan makanan yang akan diolah
- Mengamati sanitasi peralatan dapur - Ikut serta dalam persiapan bahan makanan
- Pengolahan dan analisis data yang diperoleh
Rabu
3 Maret 2010 - Ikut serta dalam persiapan bahan makanan - Mengamati higiene sanitasi pengolahan
makan siang
- Ikut serta dalam pengolahan makanan
Kamis
4 Maret 2010 - Melakukan pengukuran antropometri - Menilai status gizi lanjut usia - Pengolahan dan analisis data yang diperoleh
Jumat 5 Maret 2010 - Mengambil data gambaran umum dapur - Mengamati tempat pendistribusian dan
tempat penyajian
- Mengamati proses pendistribusian - Mengamati higiene sanitasi penyajian
makan siang dan sisa makanan
- Ikut serta dalam penyajian dan pembagian makanan
- Pengolahan dan analisis data yang diperoleh
Senin
8 Maret 2010 - Mengambil data profil panti - Diskusi dengan pembimbing lapangan - Wawancara dengan lanjut usia mengenai
cita rasa makanan
- Pengolahan dan analisis data yang diperoleh
Selasa
9 Maret 2010 - Mengamati proses pencucian peralatan untuk mengolah makanan
- Mengamati sanitasi tempat penyimpanan peralatan untuk mengolah makanan
- Pengolahan dan analisis data yang diperoleh
Rabu
10 Maret 2010 - Mengamati higiene sanitasi dan ikut serta dalam persiapan dan pengolahan makan
siang
- Mengamati sisa makan siang
Kamis
11 Maret 2010 - Mengamati sanitasi tempat penyimpanan bahan makanan kerin
- Mengamati sanitasi tempat penyimpanan makanan basah
- Ikut serta dalam persiapan, penyajian dan pembagian makanan
Jumat
12 Maret 2010 - Mengambil data gambaran umum dapur - Mengamati proses pencucian peralatan
dapur
Senin 15 Maret 2010 - Diskusi dengan pembimbing lapangan - Mengamati higiene sanitasi tempat
penyimpanan peralatan dapur
- Ikut serta dalam pendistribusian makanan - Mengamati higiene sanitasi penyajian
makanan
Selasa
16 Maret 2010 - Ikut serta dalam persiapan bahan makanan - Ikut serta dalam penyajian dan pembagian
makanan
- Pengolahan dan analisis data yang diperoleh
Rabu
17 Maret 2010 - Ikut serta dalam persiapan bahan makanan - Ikut serta dalam pengolahan makanan - Diskusi dengan pembimbing fakultas
Kamis 18 Maret 2010 - Mengamati higiene sanitasi dan ikut serta dalam persiapan makan siang
- Mengamati proses pencucian bahan makanan
- Ikut serta dalamkegiatan seminar kesehatan di PSTW Budi Mulia
Jumat 19 Maret 2010 - Ikut serta dalam persiapan makanan - Mengamati sanitasi pembuangan sampah
bahan makanan
- Ikut serta dalam penyajian dan pembagian makanan
Senin
22 Maret 2010 - Diskusi dengan pembimbing lapangan - Mengamati sanitasi peralatan untuk
mengolah makanan
- Mengamati higiene sanitasi bahan makanan yang akan di olah
Selasa
23 Maret 2010 - Mengamati higiene sanitasi proses penyajian makan siang
- Mengamati proses pendistribusian makanan - Pengolahan dan analisis data yang diperoleh
Rabu
24 Maret 2010 - Ikut serta dalam persiapan dan penyajian makanan
- Diskusi dengan pembimbing fakultas
Kamis
25 Maret 2010 - Mengamati higiene sanitasi dan ikut serta dalam persiapan makanan
- Ikut serta dalam proses p