Referat Pneumonia Nita

Embed Size (px)

DESCRIPTION

FHFFHFF

Citation preview

REFERATPNEUMONIA

OLEH :NITA RAHMATUNNISA1102011196

PEMBIMBINGdr. Rizki Drajat, Sp.P

TUGAS KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RSUD CILEGONFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSIPERIODE 27 JULI 4 OKTOBER 2015

KATA PENGANTARPuji dan syukur penyusun panjatkan ke Tuhan Yang Maha Esa, yang dengan pertolongan-Nya, referat yang berjudul Pneumonia dapat selesai disusun. Referat ini disusun sebagai sarana diskusi dan pembelajaran, serta diajukan guna untuk memenuhi persyaratan penilaian di kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Kota Cilegon. Penghargaan dan rasa terima kasih disampaikan kepada dr. Rizki Drajat, Sp.P yang telah memberikan dorongan, bimbingan dan pengarahan dalam pembuatan referat ini. Penyusun juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan referat ini. Penyusun menyadari bahwa dalam referat ini masih jauh dari sempurna, baik mengenai isi, susunan bahasa, maupun kadar ilmiahnya. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengalaman dari penyusun dalam mengerjakan referat ini. Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan referat ini. Semoga referat ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua. Akhir kata dengan mengucapkan Alhamdulillah, semoga Allah SWT selalu meridhoi kita semua dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Cilegon, September 2015

Penyusun

Daftar isiKata pengantar2Daftar isi ....3Bab I Pendahuluan 4Bab II Tinjauan Pustaka ........................................................................................................5Bab III Kesimpulan ..........................................................................................................28Daftar pustaka .........................................................................................................29

BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar Belakang.Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalambidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia merupakanpenyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi didunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensipneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10 %. 2Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematianbila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.2Pada masa yang lalu pneumonia diklasifikasikan sebagai pneumoni tipikal yang disebabkan oleh S. pneumoni dan atipikal yang disebabkan oleh kuman atipik seperti M. pneumoniae. Kemudian ternyata manifestasi dari patogen lain seperti H. influenza, S. aureus dan bakteri gram negatif memberikan sindrom klinik yang identik dengan pneumonia oleh S. pneumonia, dan bakteri lain dan virus dapat menimbulkan gambaran yang sama dengan pneumonia oleh M. pneumonia. Sebaliknya legionella spp. dan virus dapat memberikan gambaran pneumonia yang bervariasi luas. Karena itu istilah tersebut tidak digunakan lagi. Dengan demikian pneumonia saat ini dikenal 2 kelompok utama yaitu pneumonia di rumah perawatan (PN) dan Pneumonia komunitas yang didapat di masyarakat.6

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

II.1. PneumoniaII.1.1. DefinisiPneumonia adalah penyakit pernapasan akut yang menyebabkan perubahan gambaran radiologis paru. Penyakit ini dikelompokan berdasarkan tempat terjadinya penularan, karena hal ini mempengaruhi kemnungkinan mikroorganisme patogen penyebab sehingga bisa menentukan terapi empiris yang paling tepat.1 Sedangkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia secara kinis mendefiniskan pneumonia sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosistidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.2II.1.2 EpidemiologiPenyebaran pneumonia hampir mencakup semua usia, dengan prevalensi tertinggi terjadi pada usia lebih dari 65 tahun atau kurang dari 2 tahun, dan pada pasien dengan gangguan kesehatan.3 Menurut data Departemen Kesehatan RI, Dirjen P2PL, Pada tahun 2007 dan 2008 per bandingan kasus pneumonia pada balita dibandingkan dengan usia 5 tahun adalah 7:3. Artinya bila ada 7 kasus penumonia pada balita maka akan terdapat 3 kasus pneumonia pada usia 5 tahun. Pada tahun 2009 terjadi perubahan menjadi 6:4. namun pneumonia pada balita masih tetap merupakan proporsi terbesar. Selain itu, proporsi penemuan pneumonia pada bayi adalah sebesar >20% dari semua kasus pneumonia.4

Menurut WHO, pneumonia merupakan penyebab kematian infeksi tunggal terbesar pada anak-anak di seluruh dunia. Pada tahun 2013, pneumonia diperkirakan telah membunuh 935.000 anak dibawah usia 5 tahun. Pneumonia berdampak pada anak-anak dan keluarga di seluruh dunia, namun prevalensi tertinggi terjadi di Asia Selatan dan Afrika. Berdasarkan data WHO/UNICEF tahun 2006 dalam Pneumonia: The Forgotten Killer of Children, Indonesia menduduki peringkat ke-6 dunia untuk kasus pneumonia pada balita dengan jumlah penderita mencapai 6 juta jiwa.5II.1.3 EtiologiPneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa. Pneumonia komuniti yang diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram Positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram Negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram Negatif. 2BakteriAgen penyebab pneumonia dibagi menjadi organisme Gram Positif atau Gram Negatif seperti: Streptococcus pneumoniae (pnemokokus), Streptococcus piogenes, Staphylococcus aureus, Klebsiela pneumonia, Legionella, Haemophilus influenza. VirusInfluenza virus, Parainfluenza virus, Syncytial adenovirus, chicken-pox (cacar air), Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus herpes simpleks, Hanta virus. FungiAspergilus, Fikomisetes, Blastomisetes dermatitidis, Histoplasma kapsulatum. AspirasiMakanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing. Tabel 2. Penyebab Penemonia Dan Kenapa Bisa Terjadi.6BakteriPenumonia akibat bakteri ini biasanya terjadi setelah flu, demam, atau ISPA yang menurunkan system imunitas tubuh. Sistem imunitas yang lemah menjadi keadaan yang baik untuk bakteri berkembang biak di paru, dan menimbulkan penyakit. Bermacam-macam bakteri dapat menyebabkan pneumonia, yang tersering adalah Streptococcus pneumoniae (pneumococcus) dapat disebarkan apabila orang yang terinfeksi batuk, bersin, atau menyentuh objek dengan tangan yang terkontaminasi. Pneumonia akibat bakteri ini dapat menjadi lebih serius bila dibandingkan dengan pneumonia akibat virus.

VirusBermacam-macam virus dapat menyebabkan pneumonia. Contohnya termasuk influenza, chickenpox, herpes simplex, and respiratory syncytial virus (RSV). Virus dapat ditularkan antar manusia ke manusia lain melalui batuk, bersin atau menyentuh objek dengan tangan yang terkontaminasi yang berkontak dengan cairan dari orang yang terinfeksi.

Jamur Bermacam-macam jamur dapat menyebabkan pneumonia. Yang paling sering adalah jamur yang terhirup dari udara luar/ lingkungan.

AspirasiPneumonia aspirasi terjadi apabila materi/ bahan-bahan dalam lambung atau benda asing terhirup masuk ke saluran pernafasan, menyebabkan cedera, infeksi atau penyumbatan.

II.1.4 Klasifikasi Pneumonia1. Menurut sifatnya, yaitu:a. Pneumonia primer, yaitu radang paru yang terserang pada orang yang tidak mempunyai faktor resiko tertentu. Kuman penyebab utama yaitu Staphylococcus pneumoniae ( pneumokokus), Hemophilus influenzae, juga Virus penyebab infeksi pernapasan( Influenza, Parainfluenza, RSV). Selain itu juga bakteri pneumonia yang tidak khas( atypical) yaitu mykoplasma, chlamydia, dan legionella.b. Pneumonia sekunder, yaitu terjadi pada orang dengan faktor predisposisi, selain penderita penyakit paru lainnnya seperti COPD, terutama juga bagi mereka yang mempunyai penyakit menahun seperti diabetes mellitus, HIV, dan kanker,dll. 72. Berdasarkan Kuman penyebaba. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik,Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydiac. Pneumonia virus, disebabkan oleh virus RSV, Influenza virusd. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised). 23. Berdasarkan klinis dan epidemiologia. Pneumonia komuniti (Community-acquired pneumonia= CAP) pneumonia yang terjadi di lingkungan rumah atau masyarakat, juga termasuk pneumonia yang terjadi di rumah sakit dengan masa inap kurang dari 48 jam. 2b. Penumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia= HAP) merupakan pneumonia yang terjadi di rumah sakit, infeksi terjadi setelah 48 jam berada di rumah sakit. Kuman penyebab sangat beragam, yang sering di temukan yaitu Staphylococcus aureus atau bakteri dengan gramm negatif lainnya seperti E.coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeroginosa, Proteus, dll. Tingkat resistensi obat tergolong tinggi untuk bakteri penyebab HAP.8c. Pneumonia aspirasi4. Berdasarkan lokasi infeksia. Pneumonia lobarisPneumonia focal yang melibatkan satu / beberapa lobus paru. Bronkus besar umumnya tetap berisi udara sehingga memberikan gambaran airbronchogram. Konsolidasi yang timbul merupakan hasil dari cairan edema yang menyebar melalui pori-pori Kohn. Penyebab terbanyak pneumonia lobaris adalah Streptococcus pneumoniae. Jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen. Kemungkinan sekunder disebabkan oleh adanya obstruksi bronkus seperti aspirasi benda asing, atau adanya proses keganasan. 7b. Bronko pneumonia (Pneumonia lobularis)Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrate multifocal pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus.7c. Pneumonia interstisial Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan peribronkil. Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan mycoplasma. Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstisial prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak merata.7II.1.5 PatogenesisPneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya , adalah yang paling berisiko.9Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru-paru.9Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel system pernapasan bawah. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan: 21. Inokulasi langsung2. Penyebaran melalui pembuluh darah3. Inhalasi bahan aerosol4. Kolonisasi dipermukaan mukosa

Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 2,0 nm melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse). 2Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya antibodi. 2Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia.Terdapat empat stadium anatomic dari pneumonia terbagi atas:1. Stadium Kongesti (4 12 jam pertama)Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. 72. Stadium Hepatisasi Merah (48 jam selanjutnya)Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. 73. Stadium Hepatisasi Kelabu (Konsolidasi)Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.74. Stadium Akhir (Resolusi)Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna secara enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim paru kembali menjadi penuh dengan cairan dan basah sampai pulih mencapai keadaan normal.7II.1.6 Diagnosis Pneumonia1 Gambaran Klinis dan Pemeriksaan Fisik Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejalanya meliputi: Gejala Mayor: 1.Batuk 2.Sputum produktif 3.Demam (suhu>38 0c)

Gejala Minor: 1. sesak napas 2. nyeri dada 3. konsolidasi paru pada pemeriksaan fisik 4. jumlah leukosit >12.000/L

Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang-kadang melebihi 40 C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.2Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernafas , pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang-kadang melemah. Mungkin disertai ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium resolusi. 2

2 Pemeriksaan Laboratorium Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya >10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Anlalisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. 83 Gambaran RadiologisGambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain: Perselubungan/konsolidasi homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau segment paru secara anantomis. Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas. Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil. Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada atelektasis. Silhouette sign(+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; batas lesi dengan jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau di lobus medius kanan. Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura. Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang paling akhir terkena. Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler. Pada masa resolusi sering tampakAir Bronchogram Sign (terperangkapnya udara pada bronkus karena tidanya pertukaran udara pada alveolus).Foto thoraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya penyebab pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.81.Pneumonia LobarisFoto Thorax

Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus (lobus kanan bawah PA maupun lateral)) atau bercak yang mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram biasanya ditemukan pada pneumonia jenis ini.CT Scan

Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri sampai ke perifer.

2. Bronchopneumonia (Pneumonia Lobularis)Foto Thorax

Pada gambar diatas tampak konsolidasi tidak homogen di lobus atas kiri dan lobus bawah kiri.

CT Scan

Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan, namun tidak menjalar sampai perifer.3. Pneumonia InterstisialFoto Thorax

Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi oleh perselubungan yang tidak merata.

CT Scan

Gambaran CT Scan pneumonia interstitiak pada seorang pria berusia 19 tahun. (A) Menunjukan area konsolidasi di percabangan peribronkovaskuler yang irreguler. (B) CT Scan pada hasil follow up selama 2 tahun menunjukan area konsolidasi yang irreguler tersebut berkembang menjadi bronkiektasis atau bronkiolektasis (tanda panah)

4 Pemeriksaan BakteriologisBahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, torakosintesis, bronkoskopi, atau biopsi. Kuman yang predominan pada sputum disertai PMN yang kemungkinan penyebab infeksi. 2Pengambilan dahak dilakukan pagi hari. Pasien mula-mula kumur-kumur dengan akuades biasa, setelah itu pasien diminta inspirasi dalam kemudian membatukkan dahaknya. Dahak ditampung dalam botol steril dan ditutup rapat. Dahak segera dikirim ke labolatorium (tidak boleh lebih dari 4 jam). Jika terjadi kesulitan mengeluarkan dahak, dapat dibantu nebulisasi dengan NaCl 3%. Kriteria dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan langsung dan biarkan yaitu bila ditemukan sel PMN > 25/lpk dan sel epitel < 10/lpk. 2II.1.7 Diagnosis BandingTuberculosis Paru (TB)Tuberculosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh M. tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M. tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan. Gejala klinis TB antara lain batuk lama yang produktif (durasi lebih dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala sistemik meliputi demam, menggigil, keringat malam, lemas, hilang nafsu makan dan penurunan berat badan.10

Tampak gambaran cavitas pada paru lobus atas kanan pada foto thorax proyeksi PAAtelektasisAtelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak mengandung udara dan kolaps. Memberikan gambaran yang mirip dengan pneumonia tanpa air bronchogram. Namun terdapat penarikan jantung, trakea, dan mediastinum ke arah yang sakit karena adanya pengurangan volume interkostal space menjadi lebih sempit dan pengecilan dari seluruh atau sebagian paru-paru yang sakit. Sehingga akan tampak thorax asimetris. 10

Atelektasis pada foto thorax proyeksi PAEfusi PleuraMemberi gambaran yang mirip dengan pneumonia, tanpa air bronchogram. Terdapat penambahan volume sehingga terjadi pendorongan jantung, trakea, dan mediastinum kearah yang sehat. Rongga thorax membesar. Pada edusi pleura sebagian akan tampak meniscus sign (+) tanda khas pada efusi pleura. 10

Efusi pleura pada foto thorax posisi PAII.1.8 PenatalaksanaanPengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu : 111. penyakit yang berat dapat mengancam jiwa2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia.3. hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara umum pemilihan antibiotic berdasarkan baktri penyebab pneumonia dapat dilihat sebagai berikut : 11,2,91. Pemberian Antibiotik Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP) Golongan Penisilin TMP-SMZ MakrolidPenisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP) Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan) Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi Marolid baru dosis tinggi Fluorokuinolon respirasiPseudomonas aeruginosa Aminoglikosid Seftazidim, Sefoperason, Sefepim Tikarsilin, Piperasilin Karbapenem : Meropenem, Imipenem Siprofloksasin, LevofloksasinMethicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA) Vankomisin Teikoplanin LinezolidHemophilus influenzae TMP-SMZ Azitromisin Sefalosporin gen. 2 atau 3 Fluorokuinolon respirasiLegionella Makrolid Fluorokuinolon RifampisinMycoplasma pneumoniae Doksisiklin Makrolid FluorokuinolonChlamydia pneumoniae Doksisikin Makrolid FluorokuinolonTabel 3. Rekomendasi Terapi Empiris (ATS 2001) 8

Kategori Keterangan Kuman Penyebab Obat Pilihan I Obat Pilihan II

Kategori I Usia penderita < 65 tahun-Penyakit Penyerta (-)-Dapat berobat jalan -S.pneumonia-M.pneumonia-C.pneumonia-H.influenzae-Legionale sp-S.aureus-M,tuberculosis-Batang Gram (-) Klaritromisin 2x250 mg -Azitromisin 1x500mg Rositromisin 2x150 mg atau 1x300 mg Siprofloksasin 2x500mg atau Ofloksasin 2x400mg Levofloksasin 1x500mg atau Moxifloxacin 1x400mg Doksisiklin 2x100mg

Kategori II -Usia penderita > 65 tahun- Peny. Penyerta (+)-Dapat berobat jalan -S.pneumonia H.influenzae Batang gram(-) Aerob S.aures M.catarrhalis Legionalle sp -Sepalospporin generasi 2-Trimetroprim +Kotrimoksazol-Betalaktam -Makrolid-Levofloksasin-Gatifloksasin-Moxyfloksasin

Kategori III-Pneumonia berat.- Perlu dirawat di RS,tapi tidak perlu di ICU-S.pneumoniae-H.influenzae-Polimikroba termasuk Aerob-Batang Gram (-)-Legionalla sp-S.aureusM.pneumoniae - Sefalosporin Generasi 2 atau 3- Betalaktam +Penghambat Betalaktamase +makrolid-Piperasilin + tazobaktam-Sulferason

Kategori IV-Pneumonia berat-Perlu dirawat di ICU-S.pneumonia-Legionella sp-Batang Gram (-) aerob-M.pneumonia-Virus-H.influenzae-M.tuberculosis-Jamur endemic Sefalosporin generasi 3 (anti pseudomonas) + makrolid Sefalosporin generasi 4 Sefalosporin generasi 3 + kuinolon-Carbapenem/ meropenem -Vankomicin-Linesolid-Teikoplanin

2. Terapi Suportif Umum1. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96% berdasarkan pemeriksaan analisis gas darah.2. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental, dapat disertai nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila terdapat bronkospasme.3. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk dan napas dalam. Bila perlu dikerjakan fish mouth breathing untuk melancarkan ekspirasi dan pengeluarn CO2. Posisi tidur setengah duduk untuk melancarkan pernapasan.114. Pengaturan cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada pneumonia, dan paru lebih sensitif terhadap pembebanan cairan terutama bila terdapat pneumonia bilateral. Pemberian cairan pada pasien harus diatur dengan baik, termasuk pada keadaan gangguan sirkulasi dan gagal ginjal. Overhidrasi untuk maksud mengencerkan dahak tidak diperkenankan. 125. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. Terapi ini tidak bermanfaat pada keadaan renjatan septik.6. Obat inotropik seperti dobutamin atau dopamin kadang-kadang diperlukan bila terdapat komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal prerenal.7. Ventilasi mekanis, indikasi intubasi dan pemasangan ventilator pada pneumonia adalah:a. Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan O2 100% dengan menggunakaan masker. Kosentrasi O2 yang tinggi menyebabkan penurunan pulmonary compliance hingga tekanan inflasi meninggi. Dalam hal ini perlu dipergunakan PEEP untuk memperbaiki oksigenisasi dan menurunkan FiO2 menjadi 50% atau lebih rendah.12b. Gagal napas yang ditandai oleh peningkatan respiratory distress, dengan atau didapat asidosis respiratorik.c. Respiratory arrest.d. Retensi sputum yang sulit diatasi secara konservatif.8. Drainase empiema bila ada.9. Bila terdapat gagal napas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup yang didapatkan terutama dari lemak (>50%), hingga dapat dihindari pembentukan CO2 yang berlebihan.123. Terapi Sulih (switch therapy)Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan perubahan obat suntik ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk mengurangi biaya perawatan dan mencegah infeksi nosokomial. Perubahan ini dapat diberikan secara sequential (obat sama, potensi sama), switch over (obat berbeda, potensi sama) dan step down (obat sama atau berbeda, potensi lebih rendah). Pasien beralih dari intravena ke oral terapi ketika hemodinamik sudah stabil dan perbaikan terbukti secara secara klinis, dapat menelan obat-obatan, dan memiliki saluran pencernaan berfungsi normal. 13Kriteria untuk Pneumonia terkait stabilitas klinis adalah : 121. Temp 37,8 C, Kesadaran baik2. Denyut jantung 100 denyut / menit,3. Respirasi rate 24 napas / menit4. Tekanan darah sistolik 90 mmHg5. Saturasi O2 arteri 90% atau pO2 60 mmHg pada ruang udara,6. Kemampuan untuk mengambil asupan oral.II.1.9Komplikasi Pneumonia1. Efusi pleura dan empiema. Terjadi pada sekitar 45% kasus, terutama pada infeksi bakterial akut berupa efusi parapneumonik gram negative sebesar 60%, Staphylococcus aureus 50%. S. pneumoniae 40-60%, kuman anaerob 35%. Sedangkan pada Mycoplasmapneumoniae sebesar 20%. Cairannya transudat dan steril. Terkadang pada infeksi bakterial terjadi empiema dengan cairan eksudat.2. Komplikasi sistemik. Dapat terjadi akibat invasi kuman atau bakteriemia berupa meningitis. Dapat juga terjadi dehidrasi dan hiponatremia, anemia pada infeksi kronik, peningguan ureum dan enzim hati. Kadang-kadang terjadi peninggian fostase alkali dan bilirubin akibat adanya kolestasis intrahepatik.3. Hipoksemia akibat gangguan difusi.4. Abses Paru terbentuk akibat eksudat di alveolus paru sehingga terjadi infeksi oleh kuman anaerob dan bakteri gram negative.5. Pneumonia kronik yang dapat terjadi bila pneumonia berlangsung lebih dari 4-6 minggu akibat kuman anaerob S. aureus, dan kuman Gram (-) seperti Pseudomonas aeruginosa.6. Bronkiektasis. Biasanya terjadi karena pneunomia pada masa anak-anak tetapi dapat juga oleh infeksi berulang di lokasi bronkus distal pada cystic fibrosis atau hipogamaglobulinemia, tuberkulosis, atau pneumonia nekrotikans. 10II.1.10Prognosis PneumoniaAngka morbiditas dan mortalitas pneumonia menurun sejak ditemukannya antibiotik. Faktor yang berperan adalah patogenitas kuman, usia, penyakit dasar dan kondisi pasien. Secara umum angka kematian pneumonia pneumokokus adalah sebesar 5%, namun dapat meningkat menjadi 60% pada orang tua dengan kondisi yang buruk misalnya gangguan imunologis, sirosis hepatis, penyakit paru obstruktif kronik, atau kanker. Adanya leukopenia, ikterus, terkenanya 3 atau lebih lobus dan komplikasi ekstraparu merupakan petanda prognosis yang buruk. Kuman gram negatif menimbulkan prognosis yang lebih jelek. 13Prognosis pada orang tua dan anak kurang baik, karena itu perlu perawatan di RS kecuali bila penyakitnya ringan. Orang dewasa ( 60 tahun.b. Dijumpai adanya gejala pada saat masuk perawatan RS: frekuensi napas > 30 x/m, tekanan diastolik < 60 mmHg , leukosit abnormal (30.000).II.1.11Pencegahan Pola hidup sehat termasuk tidak merokok Vaksinasi (vaksin pneumokokal dan vaksin influenza)Sampai saat ini masih perlu dilakukan penelitian tentang efektivitinya. Pemberian vaksin tersebut diutamakan untuk golongan risiko tinggi misalnya usia lanjut, penyakit kronik , diabetes, penyakit jantung koroner, PPOK, HIV, dll. Vaksinasi ulang direkomendasikan setelah > 2 tahun.Efek samping vaksinasi yang terjadi antara lain reaksi lokal dan reaksi yang jarang terjadi yaitu hipersensitiviti tipe 3.

BAB 3KESIMPULAN

Pneumonia adalah salah satu penyakit akibat infeksi parenkim paru yang dapat menyerang segala usia. Pneumonia paling banyak disebabkan oleh infeksi bakteri Streptococcus pneumonia dengan gejala yang muncul seperti demam, batuk berdahak, sesak napas, dan terkadang disertai nyeri dada.Pemeriksaan radiologi, dalam hal ini foto thorax konvensional dan CT Scan menjadi pemeriksaan yang sangat penting pada pneumonia. Gambaran khas pada pneumonia adalah adanya konsolidasi dengan adanya gambaran air bronchogram. Namun tidak semua pneumonia memberikan gambaran khas tersebut. Untuk menentukan etiologi pneumonia tidak dapat hanya semata-mata menggunakan foto thorax, melainkan harus dilihat dari riwayat penyakit, dan juga pemeriksaan laboratorium.Penatalaksanaan medis pada pneumonia adalah pemberian antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebab pneumonia disamping terapi supportif lainnya. Prognosis pneumonia secara umum baik jika mendapat terapi antibiotik yang adekuat, faktor predisposisi pasien dan ada tidaknya komplikasi yang menyertai.

DAFTAR PUSTAKA1. Patrick, D., 2005. At a Glance Medicine, Jakarta: Erlangga2. PDPI, 2003. Pneumonia Komuniti-Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksaan Di Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia .3. https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/pneumonia.html#cat57.4. Soepardi, J., 2010. Pneumonia Balita. Jakarta: Buletin Jendela Epidemiologi, Vol. 3 Bulan September Tahun 2010. 5. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs331/en/6. Sudoyo, 2005. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV, Jakarta: Penerbit FK UI.7. Price SA, Wilson LM., 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6, Volume 2 Jakarta: Penerbit EGC8. PDPI, 2003. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.9. Dahlan, Z., 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Pulmonologi, Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. 10. Soedarsono, 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru, Surabaya: FK UNAIR11. Barlett JG, et al., 2000 Practice guidelines for management community-acquiredd pneumonia in adults. Clin infect Dis 2000; 31: 347-8212. Menendez R, 2007. Treatment failure in community-acquired pneumonia, 007;132:134813. Niederman MS., 2007. Recent advances in community-acquired pneumonia inpatient and outpatient, Chest 2007;131;1205

13