Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Obrolan Pos Kamling (Kumpulan Artikel)
2
UU No 19 Tahun 2002, Tentang Hak Cipta
Fungsi dan Sifat hak Cipta Pasal 2
1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hak Terkait Pasal 49 1. Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain
yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya.
Sanksi Pelanggaran Pasal 72 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
3
Obrolan Pos Kamling (Kumpulan Artikel)
Rino Desanto W
Penerbit K-Media
Yogyakarta, 2017
4
Penerbit K-Media Anggota IKAPI
Perum Pondok Indah Banguntapan, Blok B-15 Potorono, Banguntapan, Bantul. 55196. Yogyakarta
e-mail: [email protected] DESANTO W, Rino
Obrolan Pos Kamling; Kumpulan Artikel, Rino Desanto W. -- Yogyakarta: Penerbit K-Media, 2017.
138 hlm. ; 20 cm.
ISBN: 978-xxx
-------------- Hak Cipta 2017, pada Penulis
OBROLAN POS KAMLING (Kumpulan Artikel)
Rino Desanto W
Desain Cover dan Tata Letak Isi : Uki
Copyright © 2017 by Penerbit K-Media All right reserved
Isi diluar tanggung jawab percetakan
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang No 19 Tahun 2002.
Dilarang memperbanyak/menyebarluaskan dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari Penerbit K-Media.
Cetakan Pertama: Juli 2017
5
Ucapan Terimakasih
Buku ini merupakan kumpulan dari artikel saya
yang semuanya termuat di rinomdn.wordpress.com dan
sebagian besar telah dimuat di Koran Mingguan Kridha
Rakyat, Media Mataraman dan Majalah Kridha Rakyat.
Sebagian besar pernah digunakan sebagai materi dialog
interaktif di Radio Suara Madiun Fm. Bahkan menjadi
materi pertemuan dengan Ibu-Ibu PKK dalam rangka
pengabdian kepada masyarakat.
Tulisan-tulisan ini banyak terinspirasi dari obrolan
di pos kamling, melihat keadaan sosial yang
kontraproduktif, dan hasil diskusi dengan mahasiswa,
baik mahasiswa UT maupun mahasiswa Politeknik
Negeri Madiun
Terima kasih saya sampaikan kepada semua pihak
yang telah meluangkan waktu untuk sekedar ngobrol
maupun diskusi hingga menjadi inspirasi tertuangnya
tulisan ini.
6
Daftar Isi
1. Tamparan Maling ........................................................... 8
2. Generasi Memilukan .................................................... 12
3. Dasar dan Pilar Rumah Besar ..................................... 17
4. Derajat Mabuk .............................................................. 21
5. Intoleransi (Suatu Musim) ........................................... 25
6. Meluruskan Tatanan Sebuah Ujian Diri .................... 29
7. Negeri Berselimut Kabut ............................................. 33
8. Topeng dan Kepolosan ............................................... 37
9. Kesiapan Mental Seorang Pemimpin ......................... 41
10. Belajar Menjadi Malaikat ............................................. 45
11. Negeri Bebas Tikus ...................................................... 49
12. Pentingkah Full Day School? ...................................... 53
13. Pemahaman Diri ........................................................... 56
14. Fakta Unik Seputar Makanan dan Pakaian ............... 60
15. Pelanggaran Penggunaan Fasilitas Umum ................ 65
16. Langkanya Profesi Tukang Batu/Kayu ..................... 69
17. Pengamen Pasar Pengamen Kampung ...................... 73
18. Mengurangi Jam Kerja Bagi Pekerja Wanita ............. 77
19. Tawuran Antar Kelompok .......................................... 81
7
20. Mental Suka Menolong (Sebuah Aktualisasi)............ 84
21. Mengelola Diri Sendiri ................................................. 88
22. Cinta Tanah Air, Apakah Kita Miliki? ....................... 93
23. Perbedaan dalam Masyarakat ...................................... 97
24. Teori Terbalik (Sebuah Gejala
Ketidakberaturan) ....................................................... 101
25. Sulitnya Meminta Maaf dan Berterima Kasih ......... 106
26. Pentingnya Pelibatan Orang Tua dan
Masyarakat dalam PAUD .......................................... 111
27. Ada Apa dengan Pendidikan Kita
(Sebuah Renungan) .................................................... 116
28. Ada Apa Dengan Negeri Ini
(Sebuah Renungan) .................................................... 120
29. Memilih Pemimpin dan Wakilnya (Solusi
Saling Mengisi Kekurangan) ..................................... 123
30. Peran Orang Tua dalam Perkembangan
Anak Didik .................................................................. 128
31. Budaya Asal Bapak Senang dan Akibatnya ............. 133
32. Urgensi UAN .............................................................. 135
8
Tamparan Maling April 12, 2017 pada 4:55 am
aling teriak maling itu sudah biasa, yang luar
biasa adalah maling menghajar pengejar
maling. Sebuah fenomena yang membuat
bulu roma bergidik. Seorang pembela kebenaran disiram
air keras dan pernah ditabrak motornya oleh penjahat.
Boleh jadi ini fenomena gunung es. Bahwa sebenarnya
begitu banyak masalah di sekitar kita, tapi sementara kita
cenderung menutup mata.
Bukanlah berita baru, mereka yang menegakkan
kebenaran dihajar dari berbagai penjuru. Artinya satu
orang baik dikeroyok banyak orang jahat. Sulit dipercaya
jika jumlah orang baik lebih sedikit dari orang jahat.
Entah apa yang akan terjadi jika bumi ini lebih banyak
dihuni orang jahat dari pada orang baik. Ada kata-kata,
kebaikan akan mengalahkan kejahatan. Hal tersebut bisa
saja diterima, jika jumlah orang baik lebih banyak dari
orang jahat. Masalahnya sekarang ini orang baik yang
muncul ke permukaan lebih sedikit dari orang jahat yang
berkeliaran.
Kemana saja orang-orang baik selama ini. Kenapa
tidak muncul ke permukaan. Apakah takut berperang
ataukah sibuk dengan dirinya sendiri? Besar
kemungkinan pertanyaan kedua lebih mendekati
M
9
kebenaran. Sesungguhnya masih banyak orang baik, tapi
hanya untuk dirinya. Sering kita dengar kata-kata, lebih
baik diam, jangan cari masalah, tidak ada gunanya, tidak
mengubah hidupmu, tidak mengubah masa depanmu,
cari aman saja dan sebagainya. Kata-kata ini tumbuh
berkembang, turun menurun dari generasi ke genarasi,
hingga meski banyak orang baik tapi sedikit yang
berperan serta memerangi kejahatan.
Peluang ini dimanfaatkan oleh maling,
mengeroyok orang yang konsisten menegakkan
kebenaran. Malingpun juga punya falsafah, jika tidak
ketahuan diam saja, jika ketahuan dikembalikan. Jika
sudah habis menghindar, jika terjepit melawan. Agar
aman maling membuat strategi mencuri beramai-ramai.
Kalau sepakat tutup mulut, diam ramai-ramai, kalau
sepakat melawan, mengeroyok ramai-ramai. Masing-
masing maling sadar mereka tidak akan bisa bertahan jika
menjalankan profesinya sendirian. Karena itulah
terbentuk klub atau gerombolan maling.
Sebuah gerombolan yang terorganisir, ada ketua,
sekretaris, bendahara, anggota, bahkan kurir pun ada.
Mereka bekerjasama dengan konsultan dalam rangka
mempertahankan diri dan melindungi kekayaannya.
Gerombolan berani membayar mahal pada konsultan
selama mampu menjaga eksistensinya. Dalam tubuh
gerombolan ada kesepakatan, boleh melakukan apa saja,
10
meski tidak masuk akal sekalipun, asal itu menjadi sebuah
kesepakatan. Oleh karena itu kadang-kadang mereka
terlihat bodoh walau semua orang tahu banyak dari
mereka membawa gelar akademis.
Kadang tidak habis pikir jika melihat gerombolan
maling berfoya-foya tanpa rasa takut dilibas pembela
kebenaran, sementara yang kecurian terus-menerus
mengetatkan ikat pinggang. Sampai kapan mengetatkan
ikat pinggang, sementara orang baik yang jumlahnya
besar hanya sebagai penonton sebuah adegan. Tak
terpikirkah untuk masuk dalam sebuah permainan,
membinasakan maling-maling berkeliaran. Tentu dengan
peran masing-masing, mengepung maling dari segala
penjuru. Jangan berikan ruang gerak pada mereka untuk
melaksanakan aksinya.
Sekarang apa yang hendak kita lakukan,
membiarkan maling hidup mewah dengan kata lain hanya
pasrah, atau membui maling tanpa berpaling. Asal ada
niat besar tak mungkin kalah dengan pembuat onar.
Bangun tanggul di kedua sisi sungai, terutama sungai
besar dihulu. Buang hambatan sepanjang aliran sungai
agar tidak sempat menggenang, meresap dan hilang.
Menjaga hilir tetap berair. Dengan demikian akan
mengurangi celah bagi pencuri untuk mengalirkan air ke
lahan yang tidak semestinya. Pastikan dana dari hulu ke
hilir terus mengalir.
11
Maling itu tidak mau tahu apakah tanah
disekitarnya kering, yang penting tanahnya tetap basah
dan terus-menerus dibasahai hasil curian. Dalam falsafah
maling, lebih baik mencuri berlian dari pada mencuri
ayam. Mencuri uang trilyunan dipastikan mampu
membayar pembela kejahatan, sedangkan mencuri senilai
seekor ayam dipastikan masuk bui. Orang bodoh mana
yang mau masuk bui. Maka para maling pun sepakat
berkonsolidasi dan mendekalarasikan sebuah kerja sama
di bidang permalingan.
Oleh karena itu tidak mengherankan, membedah
dunia permalingan itu senantiasa mengalami kendala dan
cobaan. Kerjasama bidang permalingan sudah demikian
kokoknya. Perlu dicari jalan keluar dengan memotong
garis permalingan, agar ke depan anak cucu mereka tidak
meneruskan hasrat maling. Buat petisi melawan maling.
Buat peta siapa, kapan, dimana, dan berapa yang
dimaling. Kemudian kobarkan semangat melawan
maling. Siapa pun yang melemahkan aturan pelibas
maling, berarti mengindikasikan bagian dari gerombolan
maling. Jangan biarkan maling menampar muka kita,
balik tangannya agar menampar muka sendiri.
(Telah diterbitkan di Koran Kridha Rakyat No. 690;
2017)
12
Generasi Memilukan Maret 14, 2017 pada 7:38 am
engah malam seorang pemuda dalam keadaan
mabuk berkendara di jalan raya dan
mengakibatkan celaka pengendara lain. Saat
pengendara lain patah lengannya karena ditubruk olehnya
masih juga belum merasa bersalah. Bahkan masih bisa
mengumpat keluarga orang yang dicelakai dan bersikap
congkak pada petugas. Sungguh sebuah cerita yang
membuat miris para orang tua. Dari mana mereka
berasal? Pertanyaan inilah yang terngiang di benak kita.
Tentu kecil kemungkinannya mereka berangkat
dari keluarga yang memiliki kedekatan dalam rumah
tangga, yang memiliki jalinan kebahagiaan dan senantiasa
berkomunikasi secara terbuka. Tidak juga berangkat dari
keluarga yang senantiasa memupuk kejujuran dan cinta
kasih. Kata yang tepat untuk perjalanan hidup pemuda
tersebut adalah “pembiaran”. Atau sedikit lebih keras lagi
“diliarkan”.
Diliarkan memiliki makna dilepas atau sengaja
dibiarkan hidup sesuai dengan gaya dan kehendaknya,
karena sebagai orang tua merasa sudah tidak mampu lagi
mengendalikannya. Benarkah orang tua tiba-tiba tidak
mampu mengendalikan anaknya? Kita memiliki
peribahasa sedikit-sedikit akhirnya menjadi bukit.
T
13
Dengan berkaca pada peribahasa tersebut, tidak masuk
diakal jika kerusakan secara tiba-tiba langsung parah.
Tentu ada proses yang berlangsung secara bertahap
Bisa jadi pembiaran telah dimulai sejak masih
anak-anak tapi orang tua tidak menyadari, atau dianggap
sebagai suatu yang tidak perlu dipersoalkan. Mulai dari
menyerahkan pendidikan total kepada sekolah.
Membiarkan perilaku anak meski tidak sesuai norma,
seperti kurang sopan terhadap mereka yang lebih tua,
berkata tidak pantas atau kotor pada teman sebaya.
Membiarkan anak berperilaku tidak sesuai dengan
umurnya, seperti mengendarai motor sendiri di jalan raya
tanpa mengenakan pengaman.
Termasuk membiarkan anak mengatahui orang
tuanya melakukan kebohongan kepada orang lain dengan
dalih demi kebaikan. Membiarkan anak melihat orang tua
saling berdiam diri, bertengkar hebat, melempar piring,
menghardik, atau barangkali bermain tangan.
Membiarkan anak nonton televisi sendiri tanpa
pendampingan. Membiarkan anak mengerjakan sendiri
pekerjaan sekolah, bermain sendiri, memegang HP
sendiri. Anak dibiarkan belajar hidup sendiri. Meski di
lingkungan rumah, anak tidak lebih seperti dilepas di
dalam hutan.
Anak belajar hidup dengan caranya sendiri, tanpa
ada yang mengarahkan, tanpa ada yang meluruskan. Anak
14
tak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Anak
akan melakukan apa saja yang membuatnya senang.
Pembiaran berjalan dalam tempo lama, pembiaran
menumpuk menjadi sebuah bukit. Orang tua baru
menyadari setelah benar-benar berhadapan dengan bukit
gelap. Orang tua merasa tidak mampu menghalau bukit
gelap, akhirnya pasrah.
Anak telah tumbuh menjadi remaja atau bahkan
dewasa. Perjalanan hidup yang panjang, nasi telah
menjadi bubur, tidak mungkin dikembalikan menjadi
nasi. Apa yang bisa dilakukan? Membubuhi bubur
menjadi suatu yang enak untuk dimakan, seperti
menjadikannya sebagai bubur ayam. Ini bukanlah tugas
ringan karena anak sudah terbiasa hidup dalam
pembiaran, hidup bebas dari tatanan. Bahkan, arti masa
depan pun tidak pernah mampir dalam pikirannya.
Menasehati mereka bukanlah hal mudah, karena
selama dalam pembiaran mereka tidak mengenal dengan
apa yang disebut sebagai nasehat. Membentak mereka
juga tidak berarti apa-apa karena selama dalam pembiaran
sudah terbiasa dengan sikap kasar dan tidak ada yang
menghardik. Apakah sebaiknya dicambuk? Kerbau
dicambuk akan menurut pada kehendak yang
mencambuk. Tapi anak yang lama dalam pembiaran telah
terbiasa dengan bermain tangan, maka dengan cambuk
pun bukanlah sebuah solusi.
15
Lalu solusi apa yang bisa ditawarkan pada generasi
memilukan ini?
1. Amati hobi atau kesukaannya.
2. Arahkan hobinya pada suatu yang positif.
3. Arahkan bobinya pada suatu yang memberi nilai
tambah.
4. Arahkan hobinya untuk bertahan hidup.
5. Arahkan hobinya untuk menatap masa depan.
Pada tempat atau lokasi khusus anak-anak ini
musti digembleng, tentu dengan biaya yang tidak sedikit
dan ini menjadi tanggung jawab bersama pemerintah dan
masyarakat. Jika hobinya berantem, bisa diarahkan untuk
belajar berantem secara benar dengan menjadi atlet tinju
atau pencak silat. Setelah mengukir prestasi, bisa
menjadikannya bekal sebagai pelatih tinju atau pencak.
Dengan demikian hobi tersalurkan, dapur bisa ngebul,
masa depan tertatap indah.
Jika hobinya merusak, maka bisa diarahkan untuk
belajar bongkar pasang mesin, diarahkan menjadi pekerja
bengkel yang pada akhirnya bisa membuka bengkel
sendiri. Demikian juga yang suka ngamen bisa diarahkan
untuk menjadi penyanyi yang berprestasi, yang suka
coret-coret diarahkan menjadi pelukis terkenal. Ini bukan
beban ringan, tapi harus diselesaikan. Jika tidak ingin
menganggu pembangunan disegala bidang. Ke depan
16
diharapkan orang tua tidak boleh lagi melakukan
pembiaran. Orang tua hendaknya tahu kapan anak
dipeluk, kapan anak dilepas.
17
Dasar dan Pilar Rumah Besar Januari 23, 2017 pada 5:39 am
embangun sebuah rumah tangga ibarat
membangun sebuah rumah. Rumah dibangun
atas dasar cinta ditopang dengan pilar
keimanan, kesetiaan, kejujuran dan keterbukaan. Tanpa
dasar atau bumi yang kuat, rumah tangga akan menjadi
rumah apung yang setiap saat bergoyang setiap kali air
bergelombang. Dasar atau bumi yang dipilih hendaklah
bukan tanah rawan longsor yang mengundang bahaya
setiap kali hujan deras. Bukan pula tanah mudah retak
akibat pergesekan kulit bumi.
Demikian juga dengan pilar rumah tangga yang
berfungsi sebagai penyangga hendaknya dibuat dari
bahan yang kuat, tidak mudah retak oleh angin puting
beliung. Fungsi dasar dan fungsi pilar tidak bisa ditukar,
keduanya memiliki fungsi dan peran berbeda. Pilar tidak
bisa dialihfungsikan sebagai dasar, demikian juga dasar
tidak bisa dialihfungsikan sebagai pilar. Janganlah sekali-
kali menggoyang pilar yang telah lama tertancap tegak,
jika tidak ingin atapnya rontok.
Jika rumah tangga sebagai rumah kecil, maka
negara adalah rumah besar. Bangunan rumah besar jauh
lebih tinggi, lantainya juga lebih luas. Oleh karena itu
dasar rumah musti lebih kuat dan pilarnya musti lebih
M
18
kokoh. Pemilik rumah besar setiap saat harus lebih
waspada, karena rumah besar lebih memungkinan
menjadi sasaran maling atau perampok. Rumah besar
lebih diminati oleh siapapun yang bermaksud negatif,
oleh mereka yang ingin masuk dan menguasai kemudian
menjual dengan harga tinggi.
Rumah besar membutuhkan tenaga keamanan
yang lebih banyak, lebih terampil, lebih kuat dan bernyali
tinggi, demi menjaga pilar agar tetap kokoh, demi
menjaga dasar rumah agar tidak bergeser. Salah satu tugas
berat mereka adalah menangkal pihak-pihak yang
berkeinginan mengganti pilar rumah besar. Mungkin ada
pihak yang merasa kurang diuntungkan dengan
keberadaan rumah besar. Tetapi mereka sadar, mereka
tidak mampu mengganti dasar dari rumah besar. Boleh
jadi mereka akan mencoba menggeroti pilar-pilarnya
pada malam hari, dengan harapan dapat merobohkan
bangunan rumah besar.
Meskipun menggerotinya pada malam hari,
namun mereka lupa bahwa tenaga keamanan tidak henti
mengawasi sepanjang hari. Mereka sangat terlatih baik
fisik maupun mental. Mereka lupa bahwa rakyat sebagai
penghuni rumah besar, darah dalam urat nadinya sudah
menyatu dengan rumah besar. Bahkan rela mengabdikan
diri sepenuhnya demi mempertahankan rumah besar.
Rumah besar tidak akan mudah goyah hanya oleh
19
beberapa ekor tikus yang dengan menggunakan
keyakinan tertentu mencoba mencabik-cabik pilar rumah
besar.
Sudah sekian lama rumah besar dibangun, dihuni
dari generasi ke generasi. Berbagai macam ancaman baik
dari luar maupun dari dalam selalu teratasi. Hal ini
menunjukkan betapa kokoh dasar dan pilar rumah besar.
Generasi sekarang berkewajiban menjaga rumah besar
agar terasa nyaman dan damai untuk dihuni.
Pendidikan saat ini dirasa kurang menggigit dalam
hal pemahaman dan pengamalan dasar dan pilar rumah
besar. Masih kalah dengan mata pelajaran lain terutama
yang diunaskan. Sehingga kecintaan terhadap rumah
besar semakin hari semakin luntur. Kedangkalan
pemahaman dasar dan pilar rumah besar saatnya
dibenahi. Pendidikan anak bangsa diarahkan kembali ke
pembentukan mental sebagai penghuni rumah besar.
Agar generasi ke depan semakin yakin akan kekuatan dan
kebenaran rumah besar.
Perlu pengawasan diberbagai bidang agar titipan
pesan penggerogotan diberbagai sudut rumah besar tidak
sampai menguasai manajemen rumah besar. Karena itu
pemegang kendali manajemen rumah besar musti dipilih
dari kaum yang di dalam dirinya mengalir kualitas prima,
yang mempunyai benih keilmuan yang tinggi, yang
mengerti sopan-santun perikehidupan rumah besar.
20
Dari ramalan semesta memang terlihat ada
pusaran angin mengarah ke rumah besar. Tapi penghuni
rumah besar tidak perlu khawatir karena hanya sebatas
angin buatan yang sengaja ditiupkan oleh mereka yang iri
dengan keberadaan rumah besar. Rumah besar tidak akan
bergeming kalau hanya sekedar menghadapi pusaran
angin buatan manusia, kecuali angin buatan Yang Maha
Kuasa.
Pesan pemerhati rumah besar, janganlah galau
hanya karena segelintir pengacau. Mereka hanyalah
segelitir mahluk yang mencoba bertahan hidup dengan
mencari sebutir nasi. Selama masih bisa diingatkan dan
mau berlaku santun, sebaiknya diterima sebagai bagian
dari penghuni rumah besar. Namun jika tidak
memperlihatkan etiket baik, boleh diusulkan untuk diusir
dari rumah besar, agar mencari rumah lain yang cocok
dengan seleranya.
21
Derajat Mabuk Januari 21, 2017 pada 3:41 am
endengar kata mabuk, pertama yang muncul
dalam pikiran pada umumnya adalah
minuman beralkhohol, berjalan sempoyong-
an, bicara dengan nada tinggi dan sebagainya yang
semuanya dinilai negatif oleh masyarakat. Tapi benarkah
bahwa mabuk itu hanya bersentuhan dengan minuman
beralkhohol? Masih banyak mabuk yang tidak disebabkan
oleh alkhohol, seperti mabuk tahta, mabuk harta dan
mabuk wanita. Semuanya memiliki konsekuensi yang
berbeda.
Mabuk alkhohol dampak negatifnya lebih pada
kesehatan fisik dan maupun psikis peminum, kecuali
minumnya di jalanan bisa menggangu ketertiban umum.
Tapi tidak perlu khawatir satpol PP siap
mengamankannya. Bagaimana dengan mabuk tahta?
Konsekuensinya besar sekali. Semakin besar wilayah
mabuk semakin besar dampak yang dirasakan. Jika
mabuk tahta Kepala Desa, dampaknya hanya sebatas
wilayah Desa saja. Jika sampai terjadi perkelahian
kelompok calon satu dengan kelompok calon lainnya
hanya sebatas wilayah Desa tersebut.
Demikian juga mabuk Tahta Kepala Daerah,
dampak yang diakibatkan lebih luas lagi. Apapun
M
22
alasannya, mabuk itu tidak rasional, dana sebesar apapun
akan digelontorkan hanya untuk memuaskan hasrat
mabuk. Hal yang tidak rasional dirasonalisasi, yang benar
disalahkan, yang salah dibenarkan, yang tadinya tampak
pintar menjadi terlihat tidak pintar. Masyarakat yang
tadinya hidup damai, terkoyak-koyak sampai-sampai
hubungan persaudaraan dan tali silahturohmi putus dan
kian jauh.
Dampak yang diakibatkan oleh mabuk sangat luar
biasa. Belum lagi mabuk tahta Kepala Negara atau
Kepala Daerah yang daerahnya memiliki posisi strategis
dalam peta dunia dan menguasai perekonomian sebuah
negara, tentu dampaknya sangat besar. Tindakan apapun
akan dilakukan meskipun harus mengorbankan logika.
Isue-isue negatif berbau sensitif dihembuskan, hingga
panggung demo digelar dimana-mana. Lagi-lagi rakyatlah
yang menjadi korban mabuk tahta.
Mabuk harta maupun mabuk wanita tidak jauh berbeda
dengan mabuk alkhohol. Akibat mabuk lebih berdampak
pada diri pribadi. Mabuk harta berakibat korupsi,
akibatkannya si koruptor akan dipandang sebelah mata
oleh masyarakat dan hartanya disita oleh negara. Negara
memang dirugikan tapi hasil korupsi akhirnya ditarik oleh
negara kembali walaupun dengan paksaan.
Mabuk wanita juga berakibat pada diri sendiri dan
keuarganya. Meskipun dalam cerita wayang mabuk
23
wanita menghabiskan negara, dalam era sekarang mabuk
wanita lebih beresiko kehancuran dalam rumah tangga.
Keluargalah yang menjadi korban, bukan masyarakat
sekitarnya. Menilik peta mabuk dari sisi akibat kepada
masyarakat, maka dampak terbesar dari beragam mabuk
adalah mabuk tahta. Karena masyarakatlah yang menjadi
korban. Dengan kata lain dari sekian macam mabuk,
maka mabuk tahta menduduki derajat terendah.
Siapapun tentu tidak ingin terjadi perang saudara
hanya gara-gara satu dua orang mabuk tahta. Resikonya
terlalu besar, menurunkan aspek sosial budaya
masyarakat bahkan ekonomi sebuah negara. Secara
rasional tidak ada yang menginginkan wilayahnya
dipimpin oleh yang sedang mabuk. Pilihan terbaik adalah
memilih pemimpin yang tidak mabuk tahta. Siapapun
mereka jika berangkatnya sudah mabuk, pasti hasilnya
akan sempoyongan. Jika pemimpin berangkat dari mabuk
tahta, sebuah indikasi bahwa pemilihnya juga sedang
mabuk.
Sebagai calon pemilih sebaiknya bisa
membedakan mana calon pemimpin yang mabuk tahta
dan mana calon pemimpin yang menganggap tahta
sebagai sebuah panggilan. Pilihan kedua jauh lebih baik
karena jalannya tegak, suaranya rendah tapi
menggetarkan nurani. Jalannya lurus seiring dengan
hatinya yang tulus. Pandangannya meneduhkan rakyat
24
yang menengadah mohon pertolongan. Tangannya halus
mengusap keringat dahi pekerja dibawah terik matahari.
Tidak ada alasan untuk membela mereka yang
mabuk tahta. Dari beberapa sisi mereka tidak sebanding
dengan yang tidak mabuk. Mabuk jenis apapun bukanlah
sosuli atas permasalahan pribadi maupun negara. Jika
ingin menyelesaikan masalah keluarga, hendaknya tidak
dengan mabuk wanita. Jika hendak menyelesaikan
kesulitan hidup, seyogyanya tidak dengan mabuk
alkhohol. Begitu juga jika ingin hidup senang hendaklah
tidak dengan mabuk harta. Demikian juga jika ingin
menyelesaikan problem pemerintahan suatu negara
hendaknya tidak dengan mabuk tahta.
Mabuk bukanlah solusi, mabuk tidak akan dapat
menyelesaikan masalah. Mabuk hanyalah melupakan
masalah sesaat dan yang pasti mabuk berujung
menambah masalah atau memunculkan masalah baru.
Sekarang saatnya mengambil sikap, hendak mabuk atau
menjauhkan diri dari mabuk apalagi mabuk tahta.
25
Intoleransi (Suatu Musim) Januari 18, 2017 pada 6:19 am
ebuah kata yang membuat kita membayangkan
perceraian antara dua atau lebih kelompok yang
berbeda. Sebuah kata yang membuat orang yang
cinta damai merasa terusik. Sebuah kata yang membuat
orang yang cinta kebersamaan merasa terpotong tali
silahturohminya. Apa sebenarnya yang sedang terjadi?
Keramaian yang muncul di beberapa titik area
strategis sebenarnya hanyalah sebuah fenomena
intoleransi. Ada sesuatu yang besar mendasari terjadinya
intoleransi. Apakah itu? Jawabnya adalah pertanyaan-
pertanyaan tentang siapa mereka, bagaimana dapur
mereka, apa keahlian mereka, dari mana asal mereka.
Selama ini mereka yang anti toleransi dalam menjalankan
aksi intolerannya senantiasa menggunakan topeng.
Pertanyaannya kenapa mereka menggunakan
topeng? Apa sebenarnya yang mereka tutupi? Apakah
mereka malu kalau mukanya dilihat banyak orang? Atau
malu kalau sampai titipan yang mereka bawa diketahui
banyak orang? Titipan apapun, senantiasa dibungkus
rapi, anti air, anti banting dan anti benturan. Siapa dia
sebenarnya yang telah menyerahkan titipan? Pertanyaan-
pertanyaan tersebut senantiasa menari-nari dalam pikiran
masyarakat.
S
26
Siapapun dia tentu sebagai sosok yang memiliki
kepentingan akan sesuatu yang dititipkan. Pertanyaan
berikutnya kenapa yang dipilih menjadi penerima titipan
adalah mereka dan bukan yang lain? Bisa jadi karena
mereka telah lama dikenal memiliki dasar frontal
sehingga diharapkan titipannya cepat sampai. Tetapi
sebenarnya ada yang dia lupakan. Titipan kilat itu butuh
biaya besar dan beresiko besar pula dalam perjalanan.
Karenanya yang menitipkan barang pastilah bukan
sembarang orang.
Mereka sebagai penjual jasa titipan selalu siap
melayani jasa titipan kilat atau biasa. Dikarenakan waktu
yang mendesak biasanya pelanggan lebih memilih jasa
kilat dengan berbagai resiko dan biaya yang harus
ditanggung. Jasa kilat menandakan bahwa titipannya
sangatlah berharga, dan sifatnya mendesak. Dari sini
dapat mulai diurai bahwa yang menjadi biang intoleransi
sebenarnya adalah dia yang menitipkan sesuatu. Dia saja
tidak berarti apa-apa, tetapi dengan titipannya maka
timbulah intoleransi.
Seperti seseorang yang memiliki narkoba, pasti
akan menimbulkan masalah. Kurir narkobalah yang
pertama akan menjadi sasaran tangkap basah, sedangkan
pemilik narkoba berada di negeri antah berantah. Selama
dia sang penitip belum tersentuh maka intoleransi masih
akan tetap berlanjut karena selama ada permintaan maka
27
cenderung akan ada penawaran. Jasa penitipan tentu akan
terus dibuka selama ada yang membutuhkan jasanya yang
berarti pula intoleransi akan terus berlanjut.
Bagaimana jika tidak ada permintaan titipan?
Tentu penjual jasa titipan akan banting setir mencari
lahan lain. Jadi, jika ingin memotong intoleransi sampai
pangkalnya maka potong dulu akses dia si penitip agar
tidak bisa bermain-main. Apapun bentuknya titipan itu
sebenarnya tidak manjadi masalah asalkan proporsional.
Jika memang niat awalnya ingin menjual sesuatu,
sebaiknya lihat dulu kualitasnya. Jika memang kualitasnya
kurang baik, tidak perlu dipaksakan. Apalagi sampai
menggunakan jasa titipan segala macam. Akibatnya
intoleransi bermunculan di musim pemilihan.
Kepentingan demi kepentingan senantiasa mewarnai
kehidupan sehari-hari. Kepentingan sesaat
mengakibatkan gejolak sesaat. Setelah selesai hajatan
semua akan kembali normal. Tidak ada lagi yang harus
dipaksakan untuk dijual. Tidak ada lagi yang perlu
dititipkan.
Namun musim akan kembali, maka perlu tindakan
preventif, agar jika musim pemilihan tiba masyarakat
tidak merasa terusik, terganggu kepentingannya dengan
hujan intoleran. Pemerintah dan masyarakat musti
bergandengan tangan menyiapkan segala piranti
menangkal munculnya intolaransi. Bukan tidak mungkin
28
musim intoleran mengalami kekacauan seperti musim
hujan sepanjang tahun 2016. Jika ini yang terjadi,
masyarakat seyogyanya menyiapkan selimut penangkal
intoleran. Bisa jadi akan banyak virus intoleran
berterbangan kesana kemari.
Tugas badan pemantau intoleran musti secara
terbuka menginformasikan kepada masyarakat perkiraan
cuaca kapan hujan intoleran terjadi dan turun daerah
mana saja. Sehingga masyarakat bersama pemerintah bisa
sedini mungkin menyiapkan diri menghadapi efek dari
musim yang kacau tersebut.
Selama ini masyarakat sangat paham bahwa hujan
intoleran ini sifatnya tidak abadi. Namun masyarakat
tetap saja risih dengan hujan intoleran, juga khawatir
virusnya akan menyerang anak cucu. Apa kata dunia jika
dalam sebuah negeri masyarakatnya dikenal intoleran.
Tentu akan banyak calon turis yang membatalkan
kunjungan wisatanya. Calon investor pun akan berfikir
dua kali untuk memasukan uangnya. Bahkan bukan tidak
mungkin investor yang sudah ada akan hengkang demi
menyelamatkan asetnya.
Tentu bukan seperti ini yang kita kehendaki.
Masyarakat hanya butuh ketentraman, hidup damai
berdampingan dengan segala perbedaan. Hendaknya
kedamaian ini jangan diobok-obok hanya karena
kepentingan sesaat.
29
Meluruskan Tatanan Sebuah U jian Diri Desember 20, 2016 pada 7:02 am
rang pintar merasa dirinya bodoh, karenanya
tidak pernah mengatakan orang lain bodoh.
Sebaliknya orang bodoh selalu merasa dirinya
pintar, menganggap orang lain bodoh dan menyebut
orang lain bodoh. Dengan demikian dapat diatakan kalau
ada yang berteriak orang lain bodoh, sebenarnya orang
tersebut bodoh. Dari logika ini maka dapat juga
diasumsikan bahwa mereka yang menyebut orang lain
kotor, sebenarnya adalah seorang yang kotor.
Orang bersih tidak akan mengatakan atau
memberi lebel orang lain kotor. Orang bersih itu beriman
memiliki hati yang halus, tidak akan tega menyakiti
perasaan orang lain. Orang beriman halus tutur katanya,
santun dalam berperilaku. Sulit dipercaya jika ada yang
menyebut dirinya sebaik-baiknya orang tapi perilakunya
masih kekanak-kanakan, mendekatkan diri pada sifat
memuja kebendaan.
Orang baik hanya memikirkan apa yang bisa
diperbuat untuk menyejukkan orang lain. Orang baik
akan selalu berusaha menuntun mereka yang buta,
memayungi mereka yang kehujanan dan memberikan
makanan pada mereka yang sedang kelaparan. Orang
baik memiliki seidikit waktu untuk dirinya, sebagian besar
O
30
waktunya untuk kemaslahatan orang lain. Jika berpolitik
bukan semata karena ingin dihargai masyarakat apalagi
untuk menumpuk kekayaan, namum lebih berorientasi
pada mengangkat derajat orang lain.
Seperti apakah diri kita? Semoga termasuk
golongan orang bermanfaat bagi orang lain. Nilai diri
tercermin pada kemanfaatan bagi orang lain. Bermanfaat
tenaganya, bermanfaat pikirannya, bermanfaat harta
bendanya. Diri yang hanya bermanfaat bagi diri sendiri
belum memberikan makna sebagai mahluk sosial.
Sebagaimana dikatakan dalam hirarki kebutuhan Maslow,
kebutuhan pertama adalah kebutuhan primer. Kebutuhan
kedua adalah kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan
ketiga adalah kebutuhan untuk bersosialisasi. Kebutuhan
keempat adalah kebutuhan untuk mendapatkan
penghargaan dan kelima adalah kebutuhan untuk
beraktualisasi.
Nilai diri tercermin pada hirarki kebutuhan
kelima. Beraktualisasi memberikan gambaran pentingnya
kehadiran diri untuk masyarakat. Karenanya sulit untuk
dimengerti jika ada orang yang merasa dirinya lebih tinggi
dari yang lain namun berperilaku meresahkan
masyarakat. Menghujat pihak lain yang berbeda,
merendahkan yang berseberangan, memaksakan
kehendak, menginjak-injak martabat mereka yang
memiliki peran dalam masyarakat. Hanya karena ada yang
31
memberikan lebih, rela mencederai orang yang tidak
bersalah dan yang jelas-jelas bermanfaat bagi masyarakat.
Orang yang masih dikendalikan oleh sifat
keduniawian, tidak selayaknya memberikan penilaian
terhadap orang lain. Semestinya mereka belajar hidup
terlebih dahulu. Meluangkan waktu melihat ke belakang
apa yang dilakukan selama ini. Sumbangsih apa yang
telah diberikan kepada negara. Kejahatan apa yang telah
mereka lakukan bersama kelompoknya. Dusta apa yang
telah menggiringnya ke wilayah hati nan gersang. Latar
belakang seperti apakah yang membentuknya menjadi
brutal, tidak menghargai simbol-simbol budaya, simbol-
simbol negara maupun simbol-simbol kayikinan agama
yang berbeda.
Siapakah mereka yang demikian berani membabi
buta tanpa rasa tanpa logika merusak tatanan bernegara.
Sedemikian kerdilkah mereka? Atau sengaja dikerdilkan?
Siapa yang berperan mengerdilkan mereka? Apa
kepentingannya? Tentu semua kerusakan tatanan itu
tidak jauh dari pemujaan nilai-nilai keduniawian.
Semestinya manusia menguasai diri dan lingkunganya.
Semestinya manusia menguasai benda dan bukan
manusia yang dikuasai benda. Idealnya manusia
memperalat alat dan bukan alat yang memperalat
manusia.
32
Sesungguhnya derajat manusia demikian tingginya.
Sangat ironis jika manusia sampai diperalat oleh benda.
Semua menjadi terbalik gara-gara ketidakfahaman akan
diri sendiri, ketidakfahaman keluhuran pekerti yang
menjadi pembeda antara manusia dengan mahluk lainnya.
Sudah saatnya cemeti dikibaskan. Tidak ada jalan lain
kecuali meluruskan kembali tatanan yang sudah dengan
sengaja dibengkokkan. Sudah saatnya seorang pemimpin
memperlihatkan taringnya. Jika perlu hisap darahnya
sampai kering demi memulihkan kewibawaan sebuah
lembaga yang dipimpin. Inilah ujian yang sebenarnya dari
seseorang yang berdiri di depan.
Sebagai warga yang menjadi bagian dari sebuah
tatanan sudah seharusnya berani mengambil sikap untuk
membantu yang di depan meluruskan semua tatanan
yang telah dicabik-cabik oleh serigala hitam. Semua bisa
berperan, termasuk orang kecil karena kecil tidak berarti
kerdil. Keberanian kita sedang diuji untuk mengusir
serigala hitam. Semua yang terjadi akan memberikan
hikmah tak terkira. Bahkan bunga bangkai pun akhirnya
akan menebarkan bau busuk. Sebaliknya mentari akan
memancarkan warna kehidupan.
33
Negeri Berselimut Kabut Desember 15, 2016 pada 7:08
pa yang keluar dari bibir mengekspresikan
pikiran. Apa yang yang dipikirkan
menggambarkan kepribadian. Jika yang keluar
dari bibir adalah keindahan maka bisa dikatakan berhati
bunga. Jika yang keluar dari bibir adalah pedang maka
disebutlah berhati ular. Setiap kali memperhatikan berita
kita senantiasa disuguhi tontonan yang menggambarkan
kegelisahan ular melihat bunga bermekaran. Ular
bertambah gelisah tatkala hujan menyuburkan berbagai
macam tanaman dan matahari membuka kuncup bunga
nan indah. Mulailah ular mengeluarkan jurus pedang
mabuk menebas tanpa arah. Ujung pedang banyak
menggores bunga-bunga tanpa dosa.
Ironisnya setiap kali ada bunga membuka
kuncupnya, ular berlari mendekat dan berteriak sekeras-
kerasnya agar semua yang lewat mendengarnya dengan
memfitnah bunga dan memberi lebel bunga sebagai ular.
Lalu siapakah sebenarnya yang bergelar ular? Tentu
semua tahu, siapa yang berteriak “ular” maka mereka
itulah ular yang sebanarnya. Bunga tidak perlu berteriak
dirinya bunga, semua tahu akan keindahannya bahkan
akan mendekat memandang dan mencium harumnya.
A
34
Ular tidak merasa nyaman berada di dekat bunga,
tidak ada yang memperhatikan mereka. Ular takut lapar
dan memang ular tidak memiliki kemampuan untuk
mencari makan kecuali dengan menyebar racun agar
bunga-bunga semua mati yang pada akhirnya orang
mengalihkan perhatiaanya padanya, merasa iba dan
memberinya makan.
Kekerdilan ular inilah yang kadangkala
dimanfaatkan buaya untuk membunuh cicak. Buaya tahu
diri, dia tidak bisa memanjat tapi dia memiliki bahan
makanan melimpah. Disewalah ular untuk membunuh
cicak dengan bayaran bahan makanan. Buaya tidak ingin
dibayangi si cicak berevolusi menjadi komodo. Buaya
ingin hidup nyaman tanpa ada mahluk sejenis yang
mengusik sepanjang jaman.
Cerita demi cerita senantiasa dihiasi sosok ular
dan buaya. Sedemikian menariknya cerita tentang ular
dan buaya sampai-sampai cerita tentang bunga seringkali
tertutup kabut. Meski langit gelap berhias wajah ular dan
buaya, pertiwi masih berbaik hati membiarkan ular dan
buaya memijaknya. Inilah gambaran negeri berselimut
kabut, semua serba samar. Karenanya mereka yang
bernurani terang lebih memilih membangun matahati.
Hari-hari matahari berwajah muram melihat
penghuni bumi saling menghujat. Dimana-mana banyak
ditemui ular mengenakan baju warna-warni mengkilap,
35
sampai-sampai penghuni pertiwi sulit membedakan mana
yang ular dan mana yang bunga. Hanya yang hidungnya
tajam yang bisa membedakan diantara keduanya. Bunga
tetap mempertahankan baunya yang harum, sedangkan
ular tetap kesulitan menghilangkan bau tubuhnya yang
anyir.
Namun harus diakui masih begitu banyak yang
belum bisa membedakan mana yang ular dan mana yang
bunga. Masih banyak yang terkecoh oleh kulit luarnya
saja. Sehingga sebagian mengikuti jejak ular yang
dikiranya bunga, berbondong-bondong masuk jebakan
yang telah disiapkan jauh hari oleh ular. Satu per satu
mulai terikat jaring, semakin bergerak semakin kuat tali
jaring menjerat. Ular merasa nyaman sudah memperoleh
makanan. Dari jauh buaya tersenyum puas dan
mengacungkan dua jempol melihat hasil kerja ular.
Sudah menjadi ciri khas ular bergerak secara
frontal, tidak sabar dan tidak biasa bermain cantik. Hal
ini memudahkan elang mengintai dari mana asal
perbekalan mereka. Buaya pun mulai khawatir kalau
sampai pertiwi menolak dipijak. Jurus seribu alasan dalam
sehari mulai dikeluarkan. Namun tetap saja anak-anak
buaya tidak bisa tidur nyenyak. Bahkan bebarapa dari
anak buaya keluar dari kandang mendeklarasikan diri
sebagai bunga, membuat pagar betis melindungi bunga
langka.
36
Sudah saatnya bunga langka yang tetap harum
walau diterjang badai, mendapatkan perlindungan ektra
agar pertiwi tidak kehilangan sejarah indah. Semoga
sejarah negeri berselimut kabut segera usai agar semua
penghuni segera merasakan kenyamanan, saling menatap
teduh berucap lembut, bersatu padu membangun
jembatan komunikasi, merobohkan dinding ego. Hari-
hari memutar cerita indah dalam kebersamaan. Betapa
bangga leluhur di atap langit melihat anak cucu cicitnya
hidup saling menghargai meski berbeda tampilan dan
keyakinan.
Semua penghuni pertiwi memiliki hak hidup
sama, menghirup udara yang sama, memijak pertiwi yang
sama, makan hasil panen yang sama, berlindung di bawah
langit yang sama. Sama-sama ciptaan-Nya, tidak ada yang
lebih rendah atau tinggi derajatnya kecuali yang tinggi
hati.
(Telah Diterbitan di Majalah Kridha Rakyat No. 670 ;
2016)
37
Topeng dan Kepolosan November 9, 2016 pada 5:42 am
etiap kali menjelang hajatan besar seperti pikada
misalnya seringkali diikuti kericuhan. Kericuhan
bermekaran, tunas kebencian tumbuh subur. Rasa
kebangsaan luntur, lupa saudara karena kepentingan
sesaat. Nilai kejujuran tergadaikan. Satu per satu melepas
topeng masing-masing. Tampaklah wajah-wajah serakah,
goresan wajah penuh kedengkian, barisan sakit hati.
Tampaklah wajah-wajah pemancing di air keruh, wajah-
wajah primitif. Akhirnya tertinggal dua warna hitam dan
putih, yang dari dalamnya putih akan tampak lebih putih.
Demikian juga yang dari dalamnya hitam akan
tampak menghitam. Dalam situasi emosional meningkat,
manusia akan memperlihatkan karakter yang
sesungguhnya. Tidak bisa berbohong, topeng yang
dikenakan akan terlepas dengan sendirinya. Berbeda
dengan saat emosi rendah, pikiran berkuasa dan mampu
bersandiwara.
Manusia bisa bersandiwara tapi tidak selamanya.
Tidak salah memakai topeng tapi tidak akan langgeng,
pada saatnya topeng pun akan melepaskan diri. Tidak ada
yang kekal, apalagi hanya sebatas topeng. Apalah artinya
topeng jika hanya bisa bermain sesaat, hanya
memberikan solusi sesaat, dan hanya memberikan
S
38
kepuasaan sesaat, jika dibandingkan terlupasnya topeng
yang sakitnya jauh lebih lama. Topeng mencari kepuasan,
kepolosan berbuah kebahagiaan. Kepolosan
memungkinkan lebih lama dinikmati dari pada
menggunakan topeng.
Memakai topeng mengarah pada kemunafikan,
kepolosan identik dengan kejujuran. Polos atau memakai
topeng sebuah pilihan. Bagi pemakai topeng, pilihan
terbaik adalah mengenakan topeng. Bagi yang polos
pilihan terbaik adalah tanpa topeng. Tidak mungkin
menghakimi keduanya dengan mengatakan salah satu dari
mereka yang terbaik. Karena mereka hidup di alam
berbeda. Si topeng hidup di alam topeng, sedangkan si
polos hidup di alam keluguan. Yang satu bermain
sandiwara, yang lain menjalani hidup apa adanya.
Bagi si polos hidup itu nyaman dan tentram jika
berjalan apa adanya. Namun tidak demikian bagi si
topeng, hidup itu sebuah permainan, jadi musti bermain
jika ingin bertahan hidup. Inilah yang menguatkan
pemikiran bahwa mereka tidak bisa dibandingkan.
Keduanya menjalani hidup dengan caranya. Namun
bukan tidak mungkin mereka disandingkan. Keduanya
sama-sama sebagai warga negera, keduanya
menginginkan pelayanan umum yang sama. Keduanya
berpijak di bumi yang sama, sama-sama membutuhkan
pengakuan kediriannya. Inilah sisi positif yang bisa
39
dimanfaatkan untuk menui kebersaam dalam perbedaan.
Perbedaan yang indah dalam satu wilayah.
Mereka yang memakai topeng seringkali diberikan
cap tidak konsisten dan penuh kebohongan. Sebenarnya
penilaian tersebut lebih bnayak datang dari si polos.
Sebaliknya dari kacamata si topeng, dikatakan si polos
menyerah sebelum perang, tidak berani menghadapi
derasnya tantangan kehidupan. Baik si topeng maupun si
polos memberikan pembenaran atas logika masing-
masing. Karenanya alangkah bijaknya jika melihat mereka
yang berbeda bukan dari kacamata sendiri tapi juga dari
kacamata mereka.
Pada hakekatnya topeng itu dibuat untuk
memberikan gambaran tentang karakter yang ingin
ditonjolkan. Bisa karakter jahat, maupun karakter alim,
karakter kasar maupun karakter halus. Namun dalam
kehidupan nyata topeng lebih sering dipakai untuk
memberikan gambaran karakter halus dan alim. Sudah
menjadi sifat dasar manusia ingin tampil mempesona.
Bagi yang merasa diri tidak mempesona akan cenderung
memakai topeng agar tampilannya mempesona.
Topeng dipakai dengan sebuah kesadaran suatu
saat dilepas, sebagaimana orang menari, setelah selesai
menari topengnya pun dilepas. Kesadaran ini akan
membatu pemakai topeng lebih efektif menentukan
kapan saat yang tepat memakai dan melepas topeng.
40
Mengenakan topeng bukan tanpa beban, semakin berat
topeng yang dikenakan semakin berat peran yang
dimainkan, semakin sulit berbohong. Melepas topeng
adalah saat yang dinantikan oleh seorang pemain, serasa
lepas baban.
Apakah memakai topeng itu salah? Jawabnya
adalah tidak. Tapi tidak mengenakan topeng akan
memberikan kesan kemurnian hati, ketulusan jiwa,
kesederhanaan hidup, keberanian menghadapi realita,
tidak menuntut terlalu banyak. Tidak mengenakan
topeng tidak berati jauh dari penguasa, tidak mengenakan
topeng akan lebih mendekatkan diri pada Sang Pencipta.
Topeng hasil perbuatan manusia, sedangkan polos hasil
ciptaan Sang Pencipta. Mana yang lebih baik, memakai
topeng atau polos? Tidak ada jawaban yang tepat, semua
kembali pada masing-masing individu.
(Telah Diterbitan di Majalah Kridha Rakyat No. 665 ;
2016)
41
Kesiapan Mental Seorang Pemimpin Oktober 31, 2016 pada 7:56 am
embaca islamnkri.com tentang Keputusan
Walikota Tanjung Balai Sutrisno Hadi
memerintahkan penurunan Patung Buddha
Amitabha dari bangunan Vihara Tri Ratna di
Tanjungbalai Asahan benar-benar membuat mereka yang
sehat logika mengelus dada. Seorang pemimpin
mengambil keputusan karena desakan ormas tertentu
dengan mengabaikan norma yang ada, sungguh
disesalkan.
Pertanyaannya adalah siapa saja yang dipimpin,
dan siapa yang memimpin. Seharusnya yang dipimpin
adalah seluruh warga kota, bukan warga dengan baju
ormas tertentu. Seharusnya yang memimpin adalah yang
mengayomi seluruh warga kota dan bukan yang hanya
menyenangkan warga dengan baju ormas tertentu.
Menjadi pemimpin membutuhkan persiapan
mental sebagai seorang pemimpin. Menyiapkan diri
untuk menjadi peneduh bagi semua warganya. Menjadi
pembakar semangat bagi warganya terutama yang muda-
muda. Menjadi penuntun bagi warganya yang hatinya
buta. Menjadi penyantun bagi warganya yang lapar.
Menjadi payung bagi warganya tatkala hendak turun
hujan.
M
42
Pemimpin adalah milik semua warga bukan hanya milik
warga dengan ormas ternetu. Sebelum menjadi pemimpin
mereka adalah warga biasa dan setelah menjadi
pemimpin mereka kembali menjadi warga biasa. Mereka
menjadi pemimpin karena dipilih oleh sebagian besar
warga, karena dipercaya oleh sebagian besar warga.
Tidak elok mencederai kepercayaan yang telah
diberikan oleh warga. Mereka berharap besar pada
pemimpin yang telah mereka pilih, bisa memberikan
perubahan, memberikan nilai tambah, membuat
hidupnya lebih bermanfaat dan bermartabat. Bukan
sebaliknya, memecah belah mereka menjadi kelompok-
kelompok kecil demi melanggengkan kekuasaan.
Pemimpin yang berusaha melanggengkan
kekuasaan justru mencerminkan adanya ketakutan akan
ruang gelap. Menjadi pemimpin itu tugas tambahan
sebagai warga biasa. Tugas tambahan ini selayaknya
diterima sebagai bentuk pengabdian kepada warga untuk
mengangkat harkat martabat mereka dari jurang
kemiskinan, dari lembah kegelapan menuju puncak
kejayaan yang diterangi ketulusan hati.
Warga bukanlah permainan, bukan juga alat
politik. Demikian pula dengan pemimpin, mereka
bukanlah boneka. Tapi keduanya, warga dan pemimpin
bukanlah sekedar darah dan daging, mereka memiliki
nurani. Nurani hanya dimiliki oleh manusia, mahluk lain
43
tidak memilikinya. Jika berjalan hanya dengan kaki tanpa
membawa nurani, maka perlu dipertanyakan
kemanusiaanya.
Karena pemimpin memiliki tugas tambahan, maka
beban hidupnya semakin bertambah, yang berarti pula
nurani yang menyertainya harus lebih banyak dari warga
biasa. Apa yang diperbuat seorang pemimpin
menggambarkan kekayaan nuraninya, melukiskan
kesehatan mentalnya dan kesiapannya kembali menjadi
warga biasa.
Harus bagaimanakah seorang pemimpin?
Mengikuti mayoritaskah? Ataukah mengikuti minoritas?
Seorang pemimpin semestinya tidak mengikuti keduanya.
Seorang warga biasa dipilih untuk menjadi pemimpin
bukan untuk mengikuti tapi untuk diikuti. Seorang
pemimpin tempatnya di depan bukan di belakang seperti
ekor. Seorang pemimpin siap menjadi pusing karena
pemimpin adalah kepala.
Harus bagaimanakah seorang pemimpin? Dilayani
oleh warga biasa? Ataukah dihargai oleh warga biasa?
Salah satu tugas pemimpin adalah melayani warganya.
Seorang pemimpin harus terlebih dahulu memberikan
penghargaan kepada warganya karena telah memberikan
kepercayaan kepada dirinya untuk memimpin warga di
wilayahnya. Seorang pemimpin mustilah sering
44
memberikan apresiasi kepada warganya yang telah
memperlihatkan kesuksesannya.
Harus bagaimanakah seorang pemimpin?
Menerima upeti dari warganya ataukah berkorban untuk
warganya. Menjadi seorang pemimpin harus siap merugi
secara finansial, waktu dan pikiran. Semua yang
dimilikinya hanya untuk warganya, bukan kelompok atau
golongan tertentu. Dalam banyak hal menjadi seorang
pemimpin memiliki peluang besar untuk beramal dan
menambah bekal akhirat
Apa yang diputuskan seorang pemimpin
menggambarkan latar belakangnya. Kata-kata yang
terucap merupakan ekspresi dari apa yang dipikirkan.
Apa yang dipikirkan tidak lepas dari latar belakang. Latar
belakang berpengaruh pada sikap perilaku dan gaya
dalam bertutur kata. Bersyukurlah pemimpin yang
memiliki latar belakang yang mendukung sikap perilaku
ke arah peningkatan perbaikan. Tapi tentunya tidak
semua pemimpin memiliki latar belakang yang
membentuk sikap kepemimpinannya direspon positif
oleh sebagian besar warganya.
(Telah Diterbitan di Majalah Kridha Rakyat No. 664 ;
2016)
45
Belajar Menjadi Malaikat Oktober 1, 2016 pada 3:34 am
anusia tidak semestinya belajar menjadi
manusia. Semestinya manusia belajar menjadi
malaikat. Itulah yang terpikir ketika melihat
video seorang bos yang terpanggil hatinya ketika melihat
orang lain dalam situasi kekurangan dari sisi ekonomi.
Bukan hanya terketuk hatinya tapi benar-benar
melakukan aktifitas nyata dengan membantu
meringankan keluarga orang tersebut.
Bos ini bukan belajar menjadi manusia tapi belajar
menjadi malaikat. Bos ini sudah melewati masa belajar
menjadi manusia. Dia telah menjadi manusia. Manusia
dalam arti sebenarnya. Manusia yang belajar menjadi
malaikat. Manusia yang berguna bagi manusia lain,
manusia yang memberikan manfaat bagi manusia lain,
manusai yang mengangkat martabat manusia lain.
Mengangkat harkat manusia lain tanpa memandang apa
latar belakang sosiobudaya, strata dan keyakinan.
Menjadi manusia berarti menjadi diri sendiri.
Belajar menjadi manusia berarti masih dalam proses
menjadikan diri sebagai manusia. Dalam proses
menjadikan diri sebagai manusia bukan tidak mungkin
akan terjadi proses plagiasi. Selama proses plagiasi
mereka belum menjadi dirinya sendiri, setiap saat bisa
M
46
berganti topeng hingga akhirnya menetapkan untuk tidak
memakai topeng.
Memutuskan diri menjadi manusia adalah sebuah
keputusan final. Tapi belajar menjadi malaikat adalah
keputusan ideal dalam hidup manusia. Jika diri
memutuskan segala usaha yang dilakukan semata-mata
untuk kepentingan diri sendiri baik untuk kepentingan
dunia maupun akhirat dengan menutup mata akan
kesiltan orang lain, asal tidak mengganggu dan
mengurangi hak orang lain maka boleh disebut sebagai
manusia, tapi tidak lebih.
Manusia yang belajar menjadi malaikat,
memandang manusia lain lebih dai diri sendiri.
Memikirkan manusia lain lebih dari sendiri. Segala yang
dilakukan mempertimbangkan apakah manusia lain telah
setingkat dengan dirinya dalam kesejahteraan, dalam
pengetahuan dan posisi dalam masyarakat. Manusia yang
belajar menjadi malaikat tidak membangun rumah
mewah diantara gubuk reyot.
Manusia yang belajar menjadi malaikat tidak
melakukan perjalanan jauh jika disekitarnya masih ada
yang tidak mampu membayar angkot. Manusia yang
belajar menjadi malaikat tidak mengenakan jas diantara
kerumunan manusia tidak berbaju. Manusia yang belajar
menjadi malaikat senantiasa bertanya pada diri, apa yang
telah dilakukan untuk manusia lain.
47
Menjadi manusia lebih mudah dari pada belajar
menjadi malaikat. Bermula dari belajar menjadi manusia
kemudian menjadi manusia dan selanjutnya belajar
menjadi malaikat. Tahapan terpuji adalah belajar menjadi
malaikat, karena rela mengurangi sebagian haknya untuk
manusia lain, tidak lagi memikirkan diri sendiri, apalagi
sampai melukai hati manusia lain.
Manusia yang belajar menjadi malaikat
memandang manusia maupun yang belajar menjadi
manusia dengan penuh kerendahan dan kesamaan
derajat. Di matanya ibu adalah manusia tertinggi
derajatnya, jauh lebih tinggi dari jabatan apapun di bumi
ini. Ayah adalah manusia kedua setelah ibu yang tidak
dapat dibandingkan derajatnya dengan jabatan atasannya.
Belajar menjadi malaikat adalah belajar menjadi
lebih dari manusia pada umumnya. Tidak banyak
manusia yang belajar menjadi malaikat. Karena itulah
masih banyak kesejangan di bumi ini, utamanya
kesenjangan ekonomi. Jika saja seperempat manusia di
bumi ini belajar menjadi malaikat tentunya tidak akan ada
cerita kesenjangan lagi. Manusia pada umumnya merasa
sudah cukup dengan menjadi manusia. Karena menjadi
manusia lebih mudah dari pada menjadi manusia yang
belajar menjadi malaikat. Kita telah begitu lama diajarkan
tentang segala sesuatu yang mudah dan bukan suatu
48
yang memusingkan diri tapi bisa mendatangkan
kemuliaan bagi manusia lain.
Suatu waktu perlu evaluasi diri siapakah diri ini,
apakah sudah menjadi manusia, atau masih belajar
menjadi manusia dan kapan menjadi manusia yang
belajar menjadi malaikat.
(Telah Diterbitan di Majalah Kridha Rakyat No. 663 ;
2016)
49
Negeri Bebas Tikus September 28, 2016 pada 4:22 am
aat melihat video seorang polisi menjatuhkan
pengendara motor gara-gara mau melarikan diri
ketika hendak ditilang, saya jadi membayangkan
jika saja yang menjadi polisi pada saat kejadian tersebut
adalah saya maka saya akan ambil cemeti dan saya
perlakukan pengendara tersebut layaknya kerbau.
Manusia selayaknya diperlakukan sebagai manusia,
dengan catatan mereka berperilaku sebagai manusia. Jika
mereka berperilaku seperti kerbau, selayaknya
diperlakukan seperti kerbau, dicemeti agar mau berjalan,
berhenti dan berbelok. Kerbau tidak bisa diajak
berkomunikasi ala manusia karena itu komunikasi yang
efektif dengan kerbau adalah melalui media cemeti.
Demikian juga manusia yang berperilaku seperti
tikus, selayaknya diperlakukan seperti tikus. Tikus itu
hama perusak, di sawah merusak padi, di gudang
menghabiskan persediaan, dimeja makan merusak sajian
makan, di almari merobek corak baju, di dapur
melenyapkan bahan makanan. Semua yang dilakukan
tikus selalu meresahkan dan merugikan menusia. Sudah
selayaknya tikus diberantas, semisal melalui Gerakan
Negeri Bebas Tikus. Jadi siapapun yang berperilaku
layaknya tikus, pantas dibatasi ruang geraknya.
S
50
Ada juga manusia yang berperilaku sepeti ular,
lebih baik jika mereka diperlakukan seperti ular,
dijauhkan dari lingkungan mahluk beradab. Biarlah
mereka hidup di hutan atau semak belukar. Ular dengan
racunnya sangat berbahaya, dan dapat mematikan sendi-
sendi kehidupan. Dimana-mana senantiasa menebar
racun, melihat dingin mangsanya menggelepar oleh
gigitannya. Biarlah ular hidup dalam komunitas tersendiri
di sebuah pulau kecil terpencil.
Hendak menjadi manusai, kerbau, tikus atau ular
itu adalah sebuah pilihan. Kita hargai keputusan hidup
mereka. Siapa pun yang hidup di bumi ini sudah
semestinya mendapatkan perlakuan sesuai keputusan
hidunya. Hanya saja pertanyaannya saat ini adalah siapa
yang berhak dan yang akan memperlakukan mereka
sebagaimana keputusannya hidup mereka. Apakah sarana
yang ada sudah memadai. Apakah yang menjalankan
sudah dibekali pemahaman dan kewenangan penuh tanpa
ada campur tangan manapun.
Pertanyaan berikutnya adalah apakah sudah
disiapkan cemetinya, alat pemberantas tikus, dan pulau
kecil terpencil. Jika semua sarana yang dibutuhkan sudah
ada, pertanyaan berikutnya lagi adalah siapakah yang
berani melakukan gebrakan seperti itu. Seperti aksi
pemberantasan tikus misalnya. Karena ketika suatu
wilayah dilakukan aksi pemberantasan, bukan tidak
51
mungkin tikus-tikus lain akan berdiam diri. Mereka
cenderung akan mengamuk dan merusak fasilitas apa saja
yang ada disekitarnya.
Karena itu perlu Gerakan Negeri Bebas Tikus.
Semua lini wilayah bergerak secara bersamaan sehingga
tidak ada peluang bagi seekor tikus pun untuk melakukan
aksi balasan. Mungkin tikus cerdas alias tikus yang bisa
membaca tulisan ini pada tertawa. Dalam batin tikus
bergumam “memangnya mudah menghilangkan koloni
tikus, kami sebuah koloni yang memiliki akar yang kuat”.
Akar yang kuat mampu menopang pohon besar.
Akar menjadi kuat karena selalu mendapatkan air. Inti
kekuatan pohon adalah pada akarnya. Akar
membutuhkan air, selama akar tidak disiram atau
dijauhkan dari air maka pohon akan mengering dan
akarpun tidak ada fungsinya lagi. Tentunya gerakan
menjauhkan akar dari air ini juga harus dilakukan secara
bersamaan pula, dengan tekat bulat agar akar kukuatan
tikus menjadi lemah dan tidak berfungsi.
Bukan berarti koloni kerbau, tikus dan ular tidak
boleh hidup di bumi ini. Mereka tetap diberikan hak
hidup namun pada tempat yang layak. Kerbau biarlah
hidup di sawah agar memberikan manfaat pada petani,
tikus biarlah hidup dalam kerangkeng agar tidak merusak
apa saja yang ditemui. Demikian juga dengan ular, biarlah
52
tetap hidup di sebuah pulau kecil dan terpencil agar tidak
menebarkan racun dimana-mana.
Baru setelah itu hidup manusia akan terasa lebih
nyaman, roda kehidupan berjalan lebih normal. Perlahan
koloni manusia berkuasa atas bumi dengan peradaban
baru. Peradaban tanpa gangguan tikus, racun ular
maupun suara cemeti.
(Telah Diterbitan di Majalah Kridha Rakyat No. 666 ;
2016)
53
Pentingkah Full Day School? September 21, 2016 pada 8:21 am
endidikan itu hendak menggunakan gaya apa
sebenarnya bukanlah masalah besar. Full day
maupun bukan full day bukanlah suatu yang
penting. Seyogyanya yang perlu mendapatkan perhatian
besar adalah makna full day itu sendiri sehingga dapat
dilaksanakan dengan tepat. Tentu dengan
mempertimbangkan kebutuhan psikologis anak dan tak
kalah pentingnya adalah mengaitkan dengan kepentingan
bangsa.
Negeri ini butuh generasi seperti apa. Apakah
negara membutuhkan generasi kedepan adalah generasi
yang memiliki rasa sosial yang tinggi, ataukah yang
memiliki kecintaan yang mendalam terhadap negeri ini.
Apakah generasi yang religius, ataukah generasi yang
jujur. Generasi yang berbudaya atau generasi yang
berbakat. Apakah generasi yang cinta damai, ataukah
generasi yang terbuka terhadap perubahan. Ataukah ingin
semua lebel tersebut menempel generasi kedepan.
Jika pendidikan mempertimbangkan kebutuhan
negara akan generasi ke depan, besar kemungkinkan gaya
pendidikan kita akan berumur panjang, mulai dari anak
sampai usia produktif. Evaluasi total baru dilakukan
setelah mereka dewasa dan bekerja. Bisa jadi ganti
P
54
generasi juga akan ganti penekanan akan kebutuhan
generasi ke depan, karena perubahan jaman, generasi
yang dibutuhkan oleh negara juga berubah.
Misalnya saat ini kita membutuhkan generasi yang
jujur, generasi yang berani mengakui kesalahan, generasi
yang berani meminta maaf. Ketika keinginan negera akan
generasi seperti ini telah terpenuhi maka kebutuhan lain
akan muncul. Misalnya dengan makin intennya
penggunaan gadget, pertemuan tatap muka antar individu
semakin jarang akibatnya rasa sosial semakin berkurang,
maka gaya pendidikan dapat diarahkan untuk
membentuk generasi kedepan yang memiliki rasa sosial
yang tinggi.
Pertanyaannya pendidikan kita akan diarahkan
kemana, untuk memenuhi kebutuhan negara yang seperti
apa. Jika ini tidak bisa dijawab, gaya pendidikan apapun
yang kita kenakan tidak akan dapat dikatakan efektif.
Saatnya kini mulai memikirkan tujuan akhir pendidikan
itu apa, dimulai dari saat anak mempelajari dunia luar
sampai mereka lulus perguruan tinggi.
Semua kegiatan orang tua, guru/dosen,
masyarakat diarahkan kesana dan pemerintah benar-
benar memfasilitasi karena negara benar-benar
berkepentingan akan hasil pendidikan tersebut. Ini
sebuah pekerjaan besar, perlu sosialisasi panjang dan
mendalam pada semua lini, mulai dari ibu-ibu PKK,
55
bapak-bapak di tingkat RT sampai pejabat tinggi dari
berbagai kementerian terkait.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa masih ada hal
besar yang memerlukan perhatian lebih dalam hal
pendidikan anak bungsa. Bukan sekedar berkutat pada
hal-hal teknis seperti full day atau bukan full day school.
(Telah Diterbitkan di Majalah Kridha Rakyat No. 660 ;
2016)
56
Pemahaman Diri Januari 25, 2016 pada 5:31 am
emahaman diri diperlukan sebelum memahami
orang lain.Seringkali anak-anak tidak benar-benar
paham apa yang selama ini dilakukan. Sebagai
contoh, mahasiswa semester awal ketika ditanya berapa
persen pelajaran semasa SMA/SMK yang masih diingat.
Rata-rata mereka hanya mengingat antara 30-50 persen
saja. Bahkan beberapa hanya ingat 20 persen saja. Hanya
satu dua orang yang menyatakan masih ingat 60 persen
pelajaran SMA. Ini berarti selama tiga tahun mereka tak
paham benar apa yang mereka lalukan.
Pertanyaannya, kalau memang hanya ingat tidak
lebih dari 50 persen, kenapa harus belajar sampai tiga
tahun. Bukankah satu setengah tahun sudah cukup untuk
belajar di SMA/SMK. Jadi tanpa disadari telah
membuang waktu selama satu setengah tahun berikutnya.
Apakah tidak lebih baik belajar di SMA/SMK cukup satu
setengah tahun saja dan sisanya digunakan untuk
melakukan kegiatan yang lebih bermanfaat.
Demikian juga ketika mahasiswa semester awal
ditanya kenapa di SMA mengambil IPA atau IPS. Ada
yang menjawab IPA lebih keren, IPS lebih mudah, IPA
banyak hitungan, sedangan IPS lebih banyak hapalan.
Ternyata banyak dari mereka tidak paham kenapa
P
57
memilih IPA atau IPS. Baik output IPA maupun IPS
sama-sama tidak membawa ilmunya dengan penuh untuk
masa depannya. Kalau mereka hanya ingat tidak lebih
dari 50 persen berarti baik IPS maupun IPA sama-sama
menjadi hapalan. Oleh karena itu setelah ujian cenderung
banyak yang lupa.
Banyak orang tua yang masih berpikir bahwa IPA
lebih baik dari IPS. Tanpa sadar mereka masih terbawa
situasi jaman sebelum merdeka. Tempo dulu memang
IPA lebih didengung-dengungkan untuk kepentingan
penjajah dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja pabrik
gula dan memenuhi hasil pertanian. Penjajah tentu tidak
ingin masyarakat yang dijajah paham politik, hukum dan
ekonomi, dengan harapan masyarakat yang dijajah tidak
merasa dihisap sumber dayanya, tidak punya keinginan
untuk merdeka dan tidak sadar akan hak dan
kewajibannya. Karena itulah IPA lebih diunggulkan dari
pada IPS.Meskipun kenyataannyadalam kehidupan
sehari-hari kita lebih banyak bersentuhan dengan dapur
ekonomi dan interaksi sosial.
Demikian juga dalam banyak hal anak tidak
paham dengan apa yang dilakukan mulai dari model
perpakaian sampai tata cara makan. Semua lebih
mengarah pada mengikuti model tanpa pemahaman
kenapa model tersebut ada. Dia ingin seperti kebanyakan
orang. Sampai-sampai dalam hal ritual religius punbanyak
58
yang tidak paham kenapa harus melakukan pada waktu-
waktu tertentu dan apa makna yang tersirat di dalamnya.
Seolah menjadi kebiasaan, melakukan sesuatu
karena orang lain juga melakukannya. Ketakutan
ditinggalkan lingkungan sosialnya menjadikan seseorang
kehilangan jati dirinya.Tidak bisa dipungkiri sebagian dari
kita takut berbeda. Mereka tidak sadar bahwa mereka
telah terjebak dalam situasi dimana mereka hanyut dalam
kehidupan orang lain yang sebenarnya belum tentu sesuai
dengan potensi diri yang dimiliki. Semua dilakukan
berdasarkan kebersamaan.
Hal demikian telah membuat anak jauh dari rasa
tanggung jawab, karena semua dilakukan secara bersama-
sama. Berbeda bila sejak kecil sudah diajarkan mengambil
keputusan sendiri, maka akan menjadikan anak berani
melakukan sesuatu sendiri, dan bertanggungjawab atas
apa yang dilakukan.
Sudah saatnya membelajarkan anak bertanggung
jawab atas apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan.
Kalau mereka mengatakan A maka harus tahu dan
paham apa itu A. Kalau mereka memakai B karena
memang benar-benar membutuhkan B. Demikian juga
ketika mereka makan C karena memang C itulah yang
dibutuhkan. Jadi dalam berbicara maupun bertingkah
laku harus memiliki dasar yang kuat, bukan karena orang
lain melakukan hal yang sama.
59
Memahami diri bukanlah hal sulit, asal setiap
gerak langkah benar-benar dipahami apa, kenapa dan
hendak dibawa kemana, apa yang hendak dicapai di hari
esok dengan rencannya dan bagaimana melaksanakannya.
Boleh jadi ada beberapa opsi dalam implentasi sebuah
rencana. Pilihan terbaik adalah dengan
mempertimbangkan potensi diri.
60
Fakta Unik Seputar Makanan dan Pakaian Desember 31, 2015 pada 4:00 am
udaya sebagai hasil karya manusia bisa berbentuk
benda, ide atau pemikiran. Budaya makan dan
berpakaian mencirikan asal wilayah. Makanan
yang setiap hari kita makan, mulai dari resepnya, cara
pengolahannya sampai penyajiannya dan cara makannya
mencirikan asal wilayah. Suatu contoh makanan china,
cara memotong bahan-bahannya tidak besar juga tidak
kecil, disesuaikan dengan kecukupan mulut. Sekali ambil
tanpa perlu dipotong dan tidak perlu membuang tulang
atau bahan yang tidak perlu dimakan.
Cara memasak dan penyajiaan makanan
menyesuaikan dengan alat makan. Makan pakai sumpit.
Maka kuahnya cenderung disajikan dalam mangkuk kecil
agar mudah untuk meminumnya. Nasi yang disajikan
tidak perak agar mudah diambil dengan sumpit.
Demikian juga dengan makan mie, lebih tepat
menggunakan sumpit dari pada memakai sendok.
Sumpit sudah dibuat dan dikenal di China sejak
3.000 hingga 5.000 tahun yang lalu. Pada zaman dulu,
gading gajah sering digunakan untuk membuat sumpit
berharga mahal. Sumpit dari perak juga pernah
digunakan istana kaisar di China untuk mendeteksi racun.
Namun demikian sumpit dari bambu lebih murah dan
B
61
mudah dibuat. Hal ini tidak lepas dari China sebagai
sebuah negeri tirai bambu, memanfaatkan sumber daya
melimpah yang ada disana.
Lumpia salah satu jajanan China awalnya juga
berbahan babi dan rebung (bambu muda), jajanan yang
bahan-bakunya banyak ditemukan di China. Walaupun
sekarang sudah banyak lumpia dengan bahan ayam atau
udang.
Berbeda dengan daratan Eropa yang
memanfaatkan teknologi logam ke meja makan, seperti
sendok garpu dan pisau. Konon pembuat sendok dengan
desain yang kita kenal sekarang adalah Bangsa Romawi
sekitar abad pertama Masehi.
Sekitar abad ke-XIX, mulai dilakukan proses
pelapisan sendok yang terbuat dari nikel dan pada tahunn
1920, perangkat makan anti karat mulai dikenal dan
banyak digunakan. Selain sendok dan garpu pisau juga
digunakan sebagai alat makan. Karena itu tidak
mengherankan kalau steak sayurnya disajikan dengan
ukuran panjang, demikian juga dagingnya berukuran
besar dan siap dipotong di atas piring. Sampai-sampai
makan pisang pun menggunakan pisau dengan
memotongnya di atas piring.
Satu contoh lagi dari Surabaya, rujak petis atau
rujak cingur yang berasal dari surabaya, seringkali identik
dengan kangkung. Hal ini tidak lepas dari wilayah
62
Surabaya yang dulunya banyak rawa, dimana pada area
tersebut banyak tanaman kangkung tumbuh subur.
Petis yang sudah ada sejak abad ke-14 berbahan-
baku udang kecil atau ikan (hasil laut) banyak ditemukan
di daerah pesisir. Karena itu resepnya menyesuaikan
dengan bahan yang mudah didapatkan seperti petis dan
kangkung. Jika sayurannya diganti selain kangkung
rasanya terasa kurang sedap, apalagi jika petisnya diganti
dengan mayonaise tentu rasnya agak menjadi aneh.
Walaupun fungsi petis hampir sama dengan mayonnaise
atau saos.
Dalam mengungkapkan rasa syukur atau hajatan
selamatan diwilayah tambak akan cenderung menyajikan
menu berbahan bandeng, sedangkan di daerah yang lebih
dalam atau dataran lebih tinggi bisa menyajikan menu
ayam dan telurnya, ayamnya cenderung sudah berumur
dan berkelamin jantan atau sudah tidak produktif .
Di daerah yang suhunya panas kering dan perpasir
cenderung menyajikan menu berbahan kambing, salah
satu sebabnya telur ayam tidak bisa menetas menjadi
anak ayam pada suhu yang terlalu panas, disana juga
kering sehingga tidak memungkinkan menyajikan ikan
yang hidupnya di air. Kambing pun dipilih yang sudah
berumur dan jantan atau sudah tidak produktif.
Di Negara-negara yang memiliki wilayah subur
yang bisa memberi hasil bumi melimpah memungkinkan
63
untuk membuat menu non hewani (vegetarian) dan
memanfaatkan hewan-hewannya seperti sapi dan kerbau
untuk membajak tanah. Demikian sebaliknya di daerah
tandus mau tidak mau akan menyajikan makanan dengan
menyesuaikan bahan yang ada.
Di Negara dengan empat musim, pada saat
musim dingin tiba orang cenderung melindungi tubuh
dari cuaca dingin dememakai baju berlengan panjang.
Bertambah hari dingin semakin terasa, kancing baju
paling atas pun dikancingkan. Namun tampilan berubah
menjadi culun, oleh karena itu dipakai asesori berupa dasi
agar terlihat lebih elegan. Pada puncak musim dingin
aktifitas tetap harus berjalan. Bekerja dengan
menggunakan jaket sungguh tidak indah dipandang.
Dibuatlah jas dengan bahan tebal dan warna hitam
menyerap panas agar badan tetap hangat dan aktifitas
tetap berjalan dan tampilan juga indah. Konon jas mulai
muncul pada tahun 1860, ketika Henry Pool & Co.
membuat setelan khusus bagi Pangeran Inggris Edward
VII untuk dikenakan pada acara makan malam.
Bebeda dengan daerah kering berpasir yang
memungkinkan terjadinya badai pasir, maka penutup
kepala sangat diperlukan agar jika sewaktu-waktu terjadi
badai pasir rambut tetap terlindungi, cukup dengan
mengibaskan penutup kepala tanpa harus keramas,
karena air mahal.
64
Berbeda pula dengan daerah pertambangan,
celana berbahan keras dan tebal lebih cocok dikenakan.
Pada tahun 1847 Levi Strauss dari Bavaria (Jerman),
sudah menjual jean ke San Fancisco Amerika Serikat
yang sedang demam tambang emas. Para penambang
merasa cocok menggunakan celana jean, dengan bahan
lebih tebal dan keras memungkinan bertahan lebih lama
dari kerusakan akibat goresan. Pada bagian belakang
kanan kiri diberi saku tempel agar jika terjadi goresan
kerusakan awal masih ditahan oleh saku. Dalam beberapa
hal celana jean kurang nyaman dipakai saat bergerak
karena bahannya keras. Untuk itu pada bagian siku kaki
bisa dilakukan penyobekan sehingga bisa bergerak lebih
nyaman.
(Telah diterbitkan di Koran Kridha Rakyat No. 645 ;
2016)
65
Pelanggaran Penggunaan Fasilitas Umum Agustus 19, 2015 pada 5:16 am
enertiban fasilitas umum adalah sebuah dilema.
Di satu sisi berkaitan dengan naluri bertahan
hidup, di sisi lain terjadi pengambilalihan hak
orang lain. Pada fasilitas umum terdapat hak orang lain
untuk memakai fasilitas tersebut. Misalnya trotoar,
sebuah fasilitas yang dibangun untuk memberikan ruang
bagi pejalan kaki. Tidak dibenarkan pejalan kaki berjalan
di badan jalan, selain berbahaya bagi pejalan kaki sendiri,
juga berakibat penyempitan badan jalan. Masyarakat
yang telah melaksanakan kewajibannya kepada negara
dengan membayar pajak, berhak menggunakan fasilitas
umum seperti trotoar. Jika diatas trotoar telah didirikan
dibangun semi permanen apalagi permanen maka mereka
yang membangun dapat dikatakan telah mengambil alih
hak orang lain secara paksa.
Memang sangat disayangkan, bangunan diatas
fasilitas umum seringkali ditertibkan setelah bangunan
sudah berdiri sekian lama. Pertanyaaan mendasar, kenapa
mereka nekat menggunakan fasilitas umum untuk
keperluan pribadi. Boleh jadi mereka memang tidak tahu
kalau diri mereka telah melanggar atau memang
peraturan yang ada masih begitu longgar, atau juga aturan
belum dijalankan secara maksimal karena berkaitan
P
66
dengan biaya. Apapun akar masalahnya Kedepan
pemerintah tidak boleh tinggal diam jika ada tanda-tanda
akan adanya penggunaan fasilitas melebihi aturan yang
ada. Agar tidak terjadi banyak kerugian baik di pihak
pelanggar maupun pemerintah, yaitu dalam bentuk biaya
penertiban.
Lebih lanjut penggunaan fasilits umum sangat
mengganggu keindahan tata kota, apalagi jika didirikan
bangunan di sekitar taman kota. Bukan berarti orang
tidak boleh sama sekali melakukan kegiatan seperti
berdagang di sekitar fasilitas umum, hanya saja musti
dilakukan tanpa mengganggu kepentingan umum. Seperti
misalnya berdagang di trotoar pada malam hari, dimana
aktifitas pejalan kaki sudah berkurang dan suasana malam
tidak berpengaruh banyak pada keindahan kota. Selesai
berdagang trotoar kembali bersih seperti semula, tenda
dan perlengkapan jualan lainnya tidak ada yang ditinggal.
Bilamana sampai terjadi ada barang atau perlengkapan
berdagang yang sengaja ditinggal di sekitar area fasilitas
umum, petugas dapat segera melakukan penertiban.
Jalan raya dan traffic light juga sebagai fasilitas
umum. Pelanggaran terjadi karena menggunakan jalan
raya dengan kecepatan tinggi. Di kawasan perkotaan
misalnya masih banyak pengguna jalan raya berkendara
dengan kecepatan melebihi 50 km/jam bahkan
melanggar traffic light. Sudah saatnya ada tindakan tegas
67
atas pelanggaran tersebut, namun dengan terlebih dahulu
dilakukan sosialisasi. Jalan raya bukanlah tempat sampah,
membuang sampah di jalan raya harus ditindak tegas,
namun begitu tempat sampah di pinggir jalan harus ada
terlebih dahulu sebelum sanksi diberlakukan.
Jika hal tersebut dapat dilakukan maka, kecil
kemungkinan pendirian pembangunan di atas fasilitas
umum. Selanjutnya tidak perlu lagi dipusingkan dengan
pekerjaan rumah terkait fasilitas umum yang dalam
perjalanan sejarah selalu menghabiskan energi, mulai dari
sosialisasi sampai eksekusi. Untuk jangka pendek, tidak
ada cara lain kecuali dengan penertiban sampai ke sudut-
sudut gang, tentunya didahului dengan sosialisasi yang
belum tentu juga dengan sekali penyampaian sosialisasi
bisa diterima oleh banyak pihak.
Jangka panjangnya peran serta masyarakat sangat
diperlukan, saling mengawasi, saling mengingatkan,
bilamana perlu ada jalur komunikasi yang mudah dan
tidak membebani masyarakat untuk menyampaikan pada
pihak pemerintah saat masyarakat menemui adanya
pelanggaran-pelanggaran di tempat umum. Karena
sementara ini misalnya ada masyarakat yang mengetahui
adanya pelanggaran seperti penebangan dahan pohon
disekitar trotoar untuk kepentingan pribadi (makanan
ternak), masih belum tahu harus menyampaikan kemana
di nomor telepon berapa.
68
Penggunaan fasilitas umum lebih banyak
berurusan dengan kebutuhan hidup mendasar,
seyogyanya dapat dilakukan pendekatan yang dapat
diterima oleh semua pihak. Pemberdayaan masyarakat
juga dapat dilakukan dengan meningkatkan kesadaran
akan pentingnya taat aturan, pentingnya menjaga
keindahan tata kota, memahami kegunaan fasilitas umum
untuk kepentingan bersama dan sebagainya. Intinya agar
masyarakat dapat ikut berperan serta dalam program
pemerintah dalam penggunaan fungsi fasilitas umum.
69
Langkanya Profesi Tukang Batu/Kayu Juli 13, 2015 pada 3:42 am
encari tukang batu/kayu ternyata bukan
perkara mudah. Saat membutuhkan tenaga
mereka, kita harus sabar menunggu sampai
beberapa minggu ke depan karena begitu banyak orang
yang sudah memesan tenaga mereka. Ini sebuah gejala
cukup aneh tentunya. Sebab dilihat dari tingkat
pendidikannya di negeri ini harusnya lebih banyak
tersedia tenaga tukang dari pada tenaga manajerial.
Namun kenyataan di lapangan sangatlah berbeda. Profesi
tukang batu/kayu termasuk profesi langka.
Bahkan beberapa dari mereka tidak berangkat dari
SMK kompetensi keahlian bangunan, namun berangkat
dari pengalaman setelah lama menjadi kuli atau dikenal
dengan sebutan kuli batu. Menemukan SMK kompetensi
keahlian bangunan di negeri ini juga tidak mudah
meskipun pembangunan di negeri terus berjalan bahkan
perumahan dipinggir kota terus menjamur. Gejala ini
sangat menarik untuk dicermati, ada apa dengan negeri
ini. Sekolah menengah kompetensi keahlian bangunan
tidaklah semenarik kompetensi keahlian lainnya.
Kompetensi keahlian otomotif misalnya, selalu banyak
diminati masyarakat, sekalipun di daerah pinggiran.
M
70
Masyarakat kita setiap saat digelontor dengan
iklan motor dan mobil dengan iming-iming diberikan
berbagai kemudahan. Motor dan mobil dengan berbagai
model terus membanjiri masyarakat, menjadi bagian yang
lekat dengan kehidupan seperti komputer yang tidak
terpisahkan dari kebutuhan kita. Karenanya SMK yang
membuka kompetensi keahlian ini selalu banyak
peminatnya.
Berbeda dengan kompetensi keahlian bangunan
yang hanya dengan sedikit minat. Akhirnya banyak yang
tutup atau juga tidak berani membuka kompetensi
keahlian ini. Ada sisi kontradiktif, disatu sisi masyarakat
membutuhkan banyak profesi tukang batu/kayu, disisi
lain dunia pendidikan tidak siap mencetak tenaga dengan
profesi tersebut.
Profesi tukang batu/kayu perlu didongkrak.
Pemerintah dalam hal ini harus ikut hadir. Salah satu
sebab profesi ini kurang diminati adalah kurangnya
apresiasi terhadap profesi tersebut. Salah satu cara yang
bisa kita lakukan adalah dengan mengangkat derajat
profesi mereka. Alangkah bijaksananya jika kedepan
pemerintah atau masyarakat atau keduanya mengadakan
semacam lomba, sebagai ajang untuk menunjukan
kemampuan tukang batu, tukang kayu atau tukang-
tukang lainnya. Pelaksanaannya di tempat terbuka
71
sehingga menarik perhatian khalayak ramai, dengan piala
bergilir dan penghargaan lainnya.
Cara demikian tentu akan berpengaruh terhadap
image masyarakat tentang profesi sebagai tukang. Dunia
pendidikan pun seiring sejalan membuka kompetensi
keahlian baru yang siap menampung keinginan
masyarakat. Semakin banyak lulusan pertukangan, posisi
tawar tukangpun akan semakin balance, memperlancar
program pembangunan dan utamanya orang tidak lagi
merasa rendah dengan profesinya sebagai tukang.
Malahan sebaliknya, memiliki kebanggaan, memiliki
kesempatan untuk menjuarai lomba-lomba di bidang
pertukangan dan mengangkat piala bergilir.
Kedepan bisa dikembangkan dengan memberikan
apresiasi bidang lain, misalnya tukang tebang kayu.
Selama ini saya belum pernah melihat lomba tebang kayu
yang memberikan apresiasi dan kebanggaan atas profesi
tersebut. Sementara ini menjadi tukang hanyalah pilihan
terakhir, bukanlah suatu kebanggaan. Seperti tukang sapu
jalan atau tukang sampah, mereka begitu besar perannya
dalam menjaga kebersihan dan kesehatan kota, ada
baiknya suatu saat diadakan lomba menyapu jalan atau
membersihkan sampah di kampung-kampung.
Dalam memperingati hari kemerdekaan 17
Agustus sering kali diadakan berbagai macam lomba, tapi
sifatnya masih sebatas hiburan. Akan lebih mengena jika
72
lomba-lomba pertukangan diadakan dalam rangka
mengapresiasi profesi tukang dan mengangkat derajat
orangnya. Bersama masyarakat meningkatkan peran
semua sektor agar semua bidang kegiatan menjadi kokoh,
demi tercapainya masyrakat adil maknur. Jangan sampai
kelangkaan ini memberikan kelonggaran kepada pekerja
asing masuk Indonesia mengisi kelangkaan profesi
tukang.
(Telah diterbitkan di Majalah Kridha Rakyat)
73
Pengamen Pasar Pengamen Kampung Mei 18, 2015 pada 4:18 am
engamen sebenarnya orang atau kumpulan orang
penjual jasa.Mereka menjual seni suara atau suara
indah dalam bentuk musik.Pembeli adalah
pendengar yang menikmati jasa tersebutdan dengan
sukarela memberikan uang sesuai jasa yang
diterima.Biasanya mereka mangkal di tempat keramaian
sepertistasiun dimana orang yang sedang menunggu
kereta merasa terhibur dengan musik yang mereka
alunkan dan dengan suka cita memasukan uang di tempat
yang telah disediakan. Demikian juga di tempat-tempat
lain yang banyak dikunjungi orang seperti tempat wisata,
taman umum, maupun mall
Namun bukan pengamen seperti ini yang hendak
saya bicarakan. Tapi lebih pada pengamen yang menjurus
pada gaya pengemis. Beberapa kota sudah ada aturan
tidak diperbolehkan mengamen di traffic light. Namun
aturan yang mengatur pengamen tidak boleh masuk
kampung, pasar atau kaki lima masih belum ada. Ini yang
perlu menjadi pemikiran bersama.Kalau mengamen di
lampu merah sudah jelas mengganggu pengguna jalan,
karenanya dapat dibuatkan aturan larangan mengamen
ditempat tersebut.
P
74
Sedangkan mengamen di pasar atau kampung lain
permasalahannya. Utamanya pengamen muda berbadan
sehat, musiknya tidak indah pula.Pengamen pasar atau
pengamen kampung datang tidak diundang, setelah diberi
uang receh langsung pindah lokasi walaupun baru
separuh lagu. Pengamen kampung beroperasi tidak kenal
waktu. Sedangkan pengamenpasar sering beroperasi pada
pagi hari, saat banyak orang bekerja menjual
dagangannya. Sungguh memprihatinkan, banyak diantara
pedagang kecil di pasar itu sudah lanjut usia tapi sang
pengamen tidak malu menerima uang receh dari
pedagang tersebut, begitupun dengan pengamen yang
masuk kampung, mereka datang berharap diberi uang
receh terus pergi tanpa peduli apakah kehadiranya
mengganggu atau tidak.
Masalah yang sedang dihadapi sekarang ini adalah
masalah mental pengamen yang menjadi bagian dari
generasi muda yang tidak malu dengan memposisikan
tangan di bawah, dari pada menjadi pekerja
kasar.Masyarakat ikut berperan dalam tumbuh
kembangnya kebiasaan mengamen ini, dengan memberi
uang receh kepada mereka,yang sebenarnya sama artinya
dengan menjerumuskan mereka. Mereka merasa
mendapat dukungan dari masyarakat bahwa mengamen
itu tidak dilarang dan tidak memalukan, apalagi dapat
dilakukan tanpa harus mengeluarkan banyak keringat.
75
Motivasi untuk bekerja keras semakin hari akan semakin
pudar.
Solusi yang bisa tawarkan adalah menghimbau
masyarakat agar tidak memberikan uang kepada
pengamen muda dan sehat. Memberikan pemahaman
bahwa menjadi kuli batu, kuli pasir atau tukang angkut
lebih terhormat dari pada memposisikan tangan di
bawah.Pemerintah secepatnya ikut hadir dengan aturan
yang tepat, mendorong mereka yang berbakat di bidang
musik untuk mengembangan diri sebagai pekerja
seni.Belum tentu uang receh yang diberikan benar-benar
digunakan untuk hal yang bermanfaat.Jika ada yang ingin
beramal maka bisa dilakukan dengan cara yang lebih
elegan.Masih banyak di sekitar kita yang membutuhkan
uluran tangan.
Ini bukan sekedar masalah perut, bukan sekedar
besaran uang receh tapi lebih mengarah pada masalah
pembentukan mental. Saat anak-anak kita melihat kita
memberi mereka uang receh kepada pengamen muda
berbadan sehat, maka yang tertanam dalam pikiran anak
adalah pembenaran bahwa mengamen seperti itu
merupakan pekerjaan sah, tidak memalukan dan cepat
menghasilkan banyak uang. Jika ini yang terjadi maka
tidak bisa dibayangkan generasi ke depan akan menjadi
seperti apa.Sebagai bangsa besar tentu kita ingin generasi
muda kita memiliki kemauan untuk bekerja keras dan
76
malu menerima sesuatu yang tidak sesuai dengan keringat
dan pikiran yang dikeluarkan.
Kesimpulannya, perlu diambil langkah-langkah
konkrit seperti, himbauan kepada masyarakat tentang
larangan memberikan uang kepada pengamen muda dan
berbadan sehat. Menginformasikan kepada masyarakat
bahwa memberi uang receh kepada pengamen sama
artinya dengan menjerumuskan generasi ke depan.
Memasang stiker atau papan informasi di tempat strategis
tentang larangan mengamen di pasar dan kampung.
(Telah diterbitkan di Kridha Rakyat)
77
Mengurangi Jam Kerja Bagi Pekerja Wanita Desember 10, 2014 pada 1:30 am
engurangi jam kerja bagi pekerja wanita,
bukanlah hal setuju dan tidak setuju, atau
menolak dan tidak menolak. Kita harus
melihat lebih dalam dari sisi kebutuhan anak. Anak
membutuhkan kasih sayang orang tua dalam jumlah yang
banyak, anak membutuhkan waktu bermain yang cukup,
demikian juga waktu untuk mengenal orang tua sebagai
bahkan sebagai model.
Anak adalah wajah negeri ini di masa mendatang.
Mau menjadi seperti apakah negeri ini, bisa dilihat dari
dipenuhi atau tidaknya kebutuhan anak. Untuk itu
memang diperlukan waktu yang cukup bagi orang tua
untuk mendampingi anak. Inilah filosofi yang seharusnya
digunakan sebagai dasar untuk menentukan perlu
tidaknya jam kerja pekerja wanita dikurangi atau tidak
tidak.
Wajar saja jika muncul wacana dari Wapres Jusuf
Kalla. Para perempuan yang bekerja akan dipulangkan
dua jam lebih awal. Demikian juga Gubernur DKI
Basuki T Purnama atau Ahok, punya ide para PNS DKI
yang perempuan ditawarkan pindah kerja ke tempat yang
lebih dekat dengan rumahnya. (news.detik.com, Kamis, 4
Desember 2014). Apapun itu bentuk implementasinya
M
78
sudah barang tentu mengacu pada filosofi dasar akan
kebutuhan anak.
Jika perlu ibu setelah melahirkan bisa diberikan
kesempatan cuti jauh lebih lama agar kebutuhan bayi bisa
terpenuhi, tidak hanya masalah ASI, tapi juga dalam
rangka mengenal lingkungan sosial keluarga, sehingga
anak merasa lingkungan sosial keluarga memberikan rasa
nyaman. Cuti disini dipandang sebagai investasi masa
depan negara. Ibu dipandang sebagai melaksanakan tugas
negara. Jangan sampai dipandang dari satu sisi, dimana
negara rugi karena membayar orang yang tidak bekerja.
Apa yang dilakukan ibu dengan mengasuh
anaknya selama cuti tidak boleh diremehkan. Mengasuh
disini adalah tugas negara dalam rangka membentuk
generasi kedepan. Pada prinsipnya, apapun bentuk
perlakuan yang diberikan pada pekerja wanita adalah
dalam rangka perbaikan wajah negeri ini ke depan.
Karena itu dibutuhkan kejian mendalam agar
implemtasinya tepat sasaran.
Banyaknya berita tawuran, pengrusakan, ketidak
pedulian terhadap negeri ini menunjukkan bahwa ada
suatu yang serius dan memerlukan pembenahan segera.
Semua itu hanyalah gejala, ada suatu yang mendasar
antara lain kurangnya kasih sayang dalam keluarga
terutama pada masa kecil. Banyak dari kita kurang
siraman kasih sayang dimasa kecil, sehingga buah cinta
79
yang kita miliki tak cukup untuk diberikan kepada negeri
ini.
Untuk itu negara perlu mempertimbangkan bagi
pekerja wanita agar lebih banyak memiliki waktu untuk
memperhatikan anak-anaknya yang masih kecil, dan
negara memandangnya sebagai investasi masa depan.
Bentuknya bisa disesuaikan dengan kondisi dan budaya
masing-masing daerah. Fleksibilitas dalam implementasi
diharapkan bisa lebih mengefektifkan capaian sasaran.
Beberapa cara dapat dilakukan seperti misalnya:
1. Memberi kesempatan bagi pekerja wanita untuk
mengambil cuti habis melahirkan paling lama tiga
tahun, dengan asumsi setelah anak berusia tiga
tahun anak sudah bisa masuk playgroup. Tentunya
dengan pengawasan yang berwenang agar cuti
tersebut tidak banyak digunakan untuk kegiatan
yang kurang produktif. Bila kedapatan lebih
banyak waktu bukan digunakan untuk anaknya,
harus ada sanksi yang tegas.
2. Setelah anak berusia tiga tahun sampai akhir usia
TK, pekerja wanita bisa diberikan ijin pulang
paling lama dua jam lebih awal, agar lebih banyak
waktu digunakan bersama anaknya.
3. Setelah anak masuk Sekolah Dasar, pekerja wanita
bisa diberikan kesempatan setiap seminggu sekali
untuk berkomunikasi dengan wali kelas anaknya,
80
guna memantau berkembangan anaknya di
sekolah, agar misi pendidikan anak banga dapat
dicapai secara bersamaan oleh sekolah, keluarga
dan lingkungan tentunya.M
Point satu sampai tiga di atas hanyalah sebuah
penawaran solusi jangka panjang. Untuk mengawali ada
baiknya diterapkan pada PNS dahulu, bila suatu hari
telah dievaluasi dan ternyata terjadi perubahan berarti
bukan tidak mungkin diterapkan di semua lini.
(Telah diterbitkan di media Kridha Rakyat)
81
Tawuran Antar Kelompok September 28, 2012 pada 4:27 am
nam puluh tujuh tahun negara merdeka, ini
bukan waktu yang pendek. Cermin panjang
terbentang di depan kita, betapa terhenyak
setelah memandang ke dalam cermin. Begitu banyak
kasus tawuran antara warga desa, antar pelajar ataupun
antar kelompok kepentingan lainnya. Semua kejadian
tersebut menggambarkan kemunduran peradaban.
Meskipun sudah sekian lama mengisi kemerdekaan,
namun kenyataan di lapangan menunjukkan masih
adanya perilaku zaman primitf.
Sebuah kontradiksi tak terhindarkan. Sebuah
pengalaman pahit bagi bangsa berbudaya. Sebuah anak
panah yang menghujam dunia pendidikan. Sebuah
pengalaman yang membuka mata kita baik sebagai orang
tua, masyarakat, maupun guru, betapa selama ini kita
telah menempatkan biji jiwa di tanah yang kurang subur,
tidak dipelihara dengan baik sehingga pohon jiwa
tumbuh tidak seperti yang diharapkan, dan akhirnya
daunnya banyak yang mengering.
Daun kering mudah terbakar, meski hanya disulut
dengan korek api. Berbeda dengan pohon tumbuh di
tanah gembur, setiap hari disiram air, pada waktu tertentu
diberikan pupuk, tentu akan tumbuh subur, berdaun
E
82
hijau lebat, meneduhkan orang yang ada dibawahnya dan
buahnya berguna bagi orang banyak. Seperti itulah
kiranya gambaran kejiwaan kelompok-kelompok yang
mudah tersulut api pertengkaran. Mereka tumbuh dengan
pemeliharaan kurang memadai.
Kurikulum yang selama ini berjalan tampaknya
masih perlu disikapi dengan arif. Untuk asupan otak
sudah memadai, tetapi untuk asupan jiwa masih perlu
dikritisi. Manusia hidup tidak cukup hanya dengan
memenuhi kebutuhan perut dan otak tetapi juga perlu
diimbangi dengan makanan untuk jiwa. Ketiga makanan
untuk perut, otak dan jiwa harus proporsional dan sehat,
agar tumbuh sebagai manusia berbudaya, sehat secara
fisik dan jiwa.
Sangat menyedihkan bila situasi di rumah kurang
kondusif, setiap hari anak disuguhi dengan pemandangan
ketidakadilan dan penyelesaian masalah dengan
kekerasan. Walhasil anak tumbuh dengan jiwa kering,
maka tidak mengherankan bila diluar rumah perilakunya
seringkali melanggar norma-norma dan kurang beradab.
Demikian juga suasana lingkungan sering juga
memperlihatkan kesewenangan dan kearogansian, dapat
memperparah penyimpangan pertumbuhan jiwa.
Inilah gambar latar belakang masalah tawuran
yang sering terjadi di negeri tercinta ini. Benang kusut ini
harus segera diurai. Ini tanggung jawab kita bersama, bisa
83
jadi tanpa kita sadari kita pun juga menjadi bagian dari
benang kusut ini.
Mari kita berikan contoh pada generasi penerus,
meletakkan masalah yang ada disekitar kita dengan penuh
kearifan. Memandang masalah hingga ke akarnya, agar
benar-benar tahu apa yang menyebabkan pohon
peradaban tidak tumbuh subur. Apakah akarnya dimakan
semut. Apakah akarnya terjepit batu besar. Bila akarnya
sehat, pertanyaan berikutnya adalah apakah penyiraman
dan pemupukan dilakukan secara berkala. Hingga benar-
benar ditemukan dasar masalah yang sebanarnya dan
dapat dilakukan upaya pembenahan dikemudian hari.
Sudah saatnya pendidikan di sekolah, pendidikan
di rumah dan pendidikan lingkungan berjalan bersama
guna mendukung pertumbuhan jiwa yang sehat bagi
genersi muda, menuju bangsa beradab. Jangan sampai
tawuran dalam bentuk apapun oleh pihak manapun
terjadi. Seharusnya kita malu, hampir setiap hari ada
suguhan berita tentang tawuran antar kelompok. Ini
bukan masalah sederhana. Bila diperlukan shok terapi,
apa salahnya untuk dilakukan.
84
Mental Suka Menolong (Sebuah Aktualisasi) Agustus 29, 2012 pada 6:15 am
ingkungan sekitar banyak terdapat banyak
komunitas. Siapapun bisa masuk dalam
komunitas yang cocok dengan kebutuhan
batinnya. Mulai dari komunitas sepeda ontel sampai
komunitas pendengar setia radio semua telah ada,
kapanpun menginginkan bisa bergabung di dalamnya.
Namun demikian menemukan sebuah komunitas
yang di dalamnya bergabung orang-orang yang memiliki
hobi sama yaitu suka menolong bukanlah hal mudah.
Bahkan banyak sekali kisah tentang orang yang
seharusnya pantas menolong tetapi justru minta tolong,
termasuk didalamnya orang yang lebih suka memiskinkan
diri saat datang bantuan.
Ini masalah mental sosial yang tidak terbangun
sejak dini. Memang pada kenyataannya banyak orang
menolong orang lain dengan segala kelebihannya.
Menolong tidak harus dengan uang atau barang.
Menolong dapat dilakukan dengan memberikan
kelebihan yang dimiliki, bisa dalam bentuk ilmu
pengetahuan, ketrampilan, barang, uang, tenaga dan
pemikiran serta lainnya.
Tetapi banyak juga dari kita yang sering menolong
orang lain, tetapi bukan didasarkan atas rasa iklas dan
L
85
menimbulkan rasa senang karena telah menolong.
Pertolongan tersebut penuh dengan harapan akan
keuntungan, karena dalam menolong masih ada embel-
embel memperoleh sesuatu, jadi semacam barter.
Contohnya memberi bantuan dengan harapan-harapan,
apapun bentuk harapan tersebut, mungkin ingin terkenal,
agar bisnisnya bertambah lancar, mungkin ingin balasan
yang lebih besar dari Yang Maha Esa, mungkin juga ingin
bertambah massa. Contoh tersebut menunjukkan
menolong tidak dalam arti sebenarnya, tidak lebih dari
berdagang dengan mengharapkan keuntungan yang
besar.
Menolong hanyalah suatu alat untuk memperoleh
sesuatu yang lebih besar. Mungkin ada yang mengatakan,
saya menolong tidak berharap apa-apa, tetapi hanya ingin
dihargai. Ketika seseorang masih menginginkan sesuatu
yang lebih besar termasuk didalamnya penghargaan,
berarti belum memberi. Menolong adalah memberi tanpa
pamrih, menolong dengan rasa suka, menolong sebagai
aktualisasi diri. Ketika menolong sebagai bentuk
aktualisasi diri, maka orientasinya hanya memberi. Kalau
masih mengaharapkan dari orang lain walaupun dalam
bentuk penghargaan, belum dapat dikatakan sebagai
aktualisasi diri.
Hirarki kebutuhan manusia yang paling tinggi
adalah aktualisasi diri dan dibawahnya adalah
86
memperoleh penghargaan. Dari sikap perilaku manusia
itulah maka kita bisa menyimpulkan apakah seseorang
telah mencapai pada tingkat hirarki pemenuhan
kebutuhan yang paling tinggi atau masih di bawahnya.
Kelebihan yang dimiliki sesorang belum tentu
berhubungan langsung dengan sikap mental mereka.
Ada orang kaya memberikan bantuan dengan
permintaan untuk mencoblos tanda gambar mereka. Itu
berarti tidak menolong tetapi sebaliknya minta tolong.
Tetapi ada juga orang yang kurang mampu memberikan
makan pada mereka yang sedang berada di pengungsian,
walaupun mereka tidak saling mengenal. Menolong tidak
mengenal batas, memberi tidak dibatasi. Sangat penting,
memberi pada orang yang pantas diberi, menolong orang
yang pantas ditolong, jangan sampai ada kesan
menggarami air laut.
Berpijak dari apa yang telah diuraikan di muka,
maka tidak ada salah jika ada sebuah komunitas suka
menolong, sehingga pertolongan dari komunitas ini tidak
membebani mereka yang ditolong. Jika memberikan
bantuan di daerah bencana dengan membawa bendera
tertentu, hal tersebut justru akan memberikan beban
mental pada penerima bantuan. Di satu sisi mereka butuh
bantuan, tetapi di sisi lain bantuan datang dengan
bendera yang mungkin tidak sesuai dengan seleranya. Ini
87
justru menambah beban bagi mereka yang sangat
membutuhkan bantuan.
Di muka telang disinggung masalah mental yang
tidak terbangun sejak dini. Benar, sejak masih balita kita
lebih sering disuapi dalam segala hal, lingkungan kita
mengajarkan sedikit bekerja banyak uangnya, bahkan
kalau bisa kaya tanpa bekerja. Bahkan, sering pula
menghalalkan segala cara demi memperoleh sesuatu.
Siang malam selalu bermimpi memperoleh hadiah besar.
Sebaliknya, kita tidak pernah bermimpi kapan bisa
memberikan hadiah pada orang-orang di sekitar kita,
kapan bisa berperan serta mengangkat hakat hidup
masyarakat di lingkungan sekitar kita.
Kita hanya diajarkan bagaimana menerima dan
memperoleh, tetapi tidak dengan bagaimana memberi
dan membantu. Kesadaran ini sudah saatnya mulai
dibangun sejak dini agar menjadi sebuah menara indah,
yang dapat meneduhkan orang-orang yang berlindung di
dalamnya. Terkait pembentukan mental ini perlu juga
kiranya dipikirkan oleh semua pihak, agar ke depan
pembelajaran di sekolah, di rumah dan di masyarakat
dapat saling mendukung terbentuknya mental aktualisasi
diri.
88
Mengelola Diri Sendiri April 18, 2012 pada 4:22 am
epatah mengatakan semua bermula dari diri
sendiri. Memang benar, segala sesuatu yang
berhubungan dengan dunia luar harus dimulai
dari diri sendiri. Individu yang ingin menjalin komunikasi
sosial dimulai dari diri sendiri. Konkritnya, kita tidak
mungkin bisa mendisiplinkan orang lain bila kita sendiri
tidak disiplin.
Pemimpin tidak akan memiliki kharisma bila tidak
berkharakter. Bila pimpinan dapat memeberikan contoh
baik dalam kehidupan sehari-hari, karyawan atau anak
buah akan akan melaksanakan tugas dengan ikhlas,
mereka patuh tetapi bukan karena takut. Bawahan merasa
malu datang terlambat, oleh karena pimpinan selalu hadir
tepat waktu. Bawahan merasa berdosa mencuri uang
negara, oleh karena pimpinan menunjukan kearifan.
Intinya kita dapat mengelola orang lain, bila kita
telah dapat mengelola diri sendiri. Mulai dari mengelola
waktu untuk kegiatan sehari-hari dengan skala prioritas.
Sampai dengan memotivasi diri sendiri dan kemudian
mengevaluasi diri. Mengelola diri sendiri merupakan
ujung tombak dalam praktik mengelola orang lain.
Mengelola diri sendiri bisa diajarkan sejak dini.
Anak dibiasakan dengan kegiatan yang terpola. Apa saja
P
89
yang menjadi kebutuhannya, mulai dari bermain air,
bermain tanah, berimajinasi dengan mainannya, sampai
waktu untuk istirahat dan makan, diberikan sesuai
dengan porsinya. Anak diberikan kebebasan melakukan
aktifitas sesuai kebutuhannya, tetapi tetap dalam koridor
usianya. Sementara itu orang tua berperan mengawasi
aktifitas anak agar tidak keluar pagar atau rambu-rambu
waktu. Setiap aktifitas memiliki waktu masing-masing
tanpa mengurangi waktu istirahat anak.
Manusia menjadi seperti apa yang dimakan.
Kebiasaan yang dilakukan sejak kecil akan menjadi kuat
setelah dewasa. Disiplin sejak dini, akan membuahkan
pola hidup disiplin di masa berikutnya. Pengajaran
bagaimana menghargai orang lain sejak masih anak, akan
menjadikan orang tanggap terhadap apa yang menjadi
keluh kesah orang lain.
Buah yang kita makan sekarang adalah hasil
pohon yang telah lama kita tanam. Mungkin saja buah
yang kita makan terasa pahit. Itu masih lebih baik dari
pada tidak merasakan pahit, padahal buah itu benar-
benar pahit. Dengan menyadari bahwa buah yang
dimakan terasa pahit, maka dapat mendorong untuk
melakukan aktifitas yang dapat mengurangi rasa pahit.
Saat menyadari ada yang salah dengan diri kita, maka
kesadaran tersebut dapat digunakan sebagai pijakan
dalam memperbaiki diri.
90
Tahu kapan harus duduk dan kapan harus berdiri.
Tahu kapan harus memakai pakaian sopan dan kapan
memakai baju seksi. Bisa menjadi pendengar yang baik
dan di saat lain bisa menjadi pembicara yang baik. Dalam
mengelola diri sendiri sebaiknya seseorang bisa
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang dihadapi. Bisa
mengikuti jalannya air tanpa harus terseret arus air.
Ada baiknya seseorang tidak hanya memandang
ke depan tetapi juga ke bawah dan ke atas. Ada ketetapan
akan tujuan, jelas kemana arah yang hendak dituju, apa
yang hendak diraih. Dalam perjalanan ada kalanya harus
istirahat, bukan untuk berhenti atau kembali tetapi untuk
memulihkan tenaga dan melanjutkan perjalanan
berikutnya dengan semangat penuh.
Sesekali dibutuhkan menengok ke belakang, untuk
mengetahui apa saja yang telah dilakukan dan apa yang
belum dilakukan. Memandang ke bawah juga di perlukan
agar tahu apakah ada kerikil yang bisa membuat
tersandung, agar perjalanan mencapai tujuan tidak sampai
menginjak kepala orang yang sedang ada dibawah.
Banyak hal terjadi diluar dugaan, tanpa pernah
terpikirkan sebelumnya. Itulah keterbatasan manusia,
hidup di saat sekarang, tidak mampu melihat apa yang
akan terjadi. Hanya kepada Yang Maha Kuasa mohon
petunjuk atas hari esok dan berterima kasih atas apa yang
telah terjadi
91
Percaya diri dalam banyak hal dibutuhkan,
terutama dalam hubungan sosial, dan menjalin
komunikasi dengan orang lain. Tetapi mungkinkah
seseorang dapat memberikan kepercayaan kepada orang
lain atau mendelegasikan wewenang kepada orang lain
sementara percaya diri yang dimiliki rendah?
Tidak mungkin memberikan air satu gelas es
sementara air yang dimiliki hanya secangkir kopi.
Demikian juga dengan percaya diri. Mendelegasikan
wewenang kepada orang lain, berarti melimpahkan
pekerjaan kepada orang lain. Untuk itu terlebih dahulu
harus percaya bahwa orang tersebut mampu melakukan
pekerjaan yang diberikan. Boleh jadi orang tersebut
memang mampu, akan tetapi pendelegasian tidak
mungkin berhasil baik bila masih diselimuti keraguan
dalam pendelegasian.
Keraguan ini disebabkan karena rasa percaya diri
yang kurang. Dibutuhkan percaya diri yang lebih agar
dapat memberikan kepercayaan kepada orang lain.
Percaya diri akan terpupuk dengan bertambahnya ilmu,
dengan bertambahnya kemampuan memandang sesuatu
dari segala sisi. Percaya diri adalah gerobak dan ilmu
adalah kuda dari sebuah pedati. Semakin luas ilmu
seseorang semakin kuat kepribadiannya.
Rendahnya percaya diri juga tampak dari cara
pandang sesorang terhadap keberhasilan orang lain,
92
cenderung memandang dari sisi negatif disertai cemburu
atau iri. Percaya diri yang kuat, tidak mudah terpengaruh
oleh hal-hal yang kurang prinsip. Orang dengan percaya
diri yang kuat akan tampil dengan kediriannya.
Kegagalan atau pengalaman yang tidak
menyenangkan dapat digunakan sebagai cermin dalam
memperbaiki percaya diri. Hindarkan diri melompati
banyak anak tangga agar tidak jatuh. Menapak satu
persatu anak tangga, agar tidak jatuh dan kaki mejadi
semakin kuat. Demikian juga dalam memulihkan percaya
diri. Lakukan aktifitas yang mampu kita lakukan dan
berikutnya lakukan aktifitas satu tingkat lebih tinggi dari
aktifitas sebelumnya yang telah berhasil, dan seterusnya.
(Telah DIterbirkan di Kridha Rakyat)
93
Cinta Tanah Air, Apakah Kita Miliki? April 18, 2012 pada 1:22 am
inta atau kasih sayang dimulai dari keluarga.
Kasih sayang yang diberikan kedua orang tua
dan saudara, saat anak masih kecil dan remaja
akan tergambar pada perilaku anak di masa berikutnya.
Semakin besar kasih sayang diberikan oleh keluarga
semakin besar rasa cinta yang dimiliki anak. Demikian
besar cinta yang dimiliki, sehingga bisa memberikan rasa
cintanya kepada orang lain, kepada hewan, tumbuhan
dan juga kepada tanah air.
Bagi mereka yang kurang beruntung, dibesarkan
dalam lingkungan yang tidak atau kurang memberikan
kasih sayang, menjadikan mereka berperilaku tanpa
menghiraukan orang lain bahkan dalam beberapa situasi
tega melakukan kekerasan pada orang lain tanpa belas
kasih sedikitpun. Sebenarnya mereka ini termasuk orang
yang perlu dikasihani. Bila boleh memilih tentu mereka
akan memilih dilahirkan dari keluarga bahagia penuh
kasih sayang dan dibesarkan dalam lingkungan yang
senantiasa memberikan perhatian.
Bersyukurlah kita yang sekarang ini memiliki
banyak kasih sayang, yang memelihara dan menyayangi
hewan peliharaan, ikut merawat dan menyayangi
tumbuhan di taman, dan tentunya masih memiliki banyak
C
94
cinta untuk diberikan kepada tanah air. Meskipun tidak
sedang berada di tanah air, bila kita memiliki banyak cinta
untuk tanah air tentu akan berusaha berbuat banyak
untuk negeri ini, menjaga nama baik Negara,
memperkenalkan kepada bangsa lain ragam budaya yang
kita miliki, selalu mengikuti perkembangan negeri ini dan
berusaha memberikan masukan untuk perbaikan.
Namun sebaliknya, bila tidak memiliki cinta dalam
dirinya, bagaimana mungkin dapat memberikan cinta
kepada orang lain apalagi kepada Negara, yang terjadi
mereka lebih cenderung melakukan perbuatan-perbuatan
merusak fasilitas-fasilitas umum yang disediakan oleh
Negara, menghujat dan mencederai symbol-simbol
Negara, dari pada menjaganya atau merawatnya. Ini
pekerjaan rumah kita bersama, bagaimana agar perilaku-
perilaku yang diteropong, kedepannya menjadi lebih arif.
Alangkah baiknya bila orang tua bisa menyediakan
waktu cukup untuk anak-anak, agar anak memperoleh
kasih sayang melimpah, yang sangat berguna bagi
perkembangan psikis anak ke depannya, agar anak
memiliki banyak cinta. Sehingga biarpun mereka telah
membagikan kue cintanya kepada keluarga, lawan jenis,
benda yang memiliki arti tertentu, hewan, tumbuhan dan
lingkungannya, mereka masih memiliki kue cinta untuk
diberikan kepada tanah airnya.
95
Selain orang tua, guru juga memiliki peran
penting, sebab sebagian waktu anak ada disekolah.
Walaupun anak didiknya bukan darah dagingnya, guru
diharapkan bisa berperan sebagai orang tua bagi anak
didiknya, diharapkan dapat memberikan kasih sayang
penuh. Demikian juga perlakuan lingkungan terhadap
anak diharapkan dapat mendorong proses perkembanga
jiwanya. Jangan sampai terjadi sebaliknya, dimana anak
cenderung anak acuh tak acuh terhadap sekitarnya
bahkan terhadap dirinya sekalipun
Siapapun mereka yang hanya memikirkan diri dan
kesenangan dirinya sebenarnya hanya memiliki sedikit
cinta. Bahkan mereka yang tidak menghiraukan dirinya
sendiri boleh jadi tidak memiliki cinta, sampai-sampai
cinta pada diri sendiri tidak juga dimiliki. Pada kelompok
ini kita tidak bisa berharap banyak agar mereka ikut
menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk negeri ini.
Tapi mereka tetap memiliki potensi, seperti apapun
mereka masih mungkin diharapkan menjadi lebih baik
dan berguna bagi nusa dan bangsa.
Kelompok ini harus memperoleh perhatian lebih.
Kelompok ini memberikan inspirasi pada kita untuk
meluruskan yang bengkok, mengumpulkan yang tercecer,
dan memperbaiki yang salah. Berbeda dengan mereka
yang lahir dan dibesarkan dengan penuh kasih sayang,
mereka memiliki cinta yang melimpah. Cukup dengan
96
memberikan contoh yang baik, mereka akan terdorong
memberikan sebagian dari cinta yang dia miliki untuk
diberikan kepada negeri ini.
Namun demikian bukanlah persoalan mudah
dalam hal memberikan contoh yang baik. Bahkan
seringkali kalau kita melihat berita atau kejadian di negeri
ini, masih banyak memperlihatkan contoh yang tidak
baik. Ini sungguh kontradiktif, saat anak muda
membutuhkan contoh yang baik, sementara itu perilaku
orang dewasa masih banyak mempertontonkan
ketidakdewasaan mereka. Ini bukan tugas ringan bagi kita
yang menganggap diri dewasa. Bahkan sebagai orang
dewasa belum cukup hanya memberikan contoh baik
kepada yang muda, lebih dari itu juga diharapkan bisa
memperbaiki kesalahan dan menumbuhkan rasa cinta
anak muda kepada negeri ini.
Menjadi seperti apakah wajah negeri kedepan
banyak bergantung bagaimana saat ini kita memoles
wajah generasi muda sekarang, salah satunya dengan
memberikan contoh dan mendorong mereka untuk
berkreasi, berbuat banyak untuk negeri. Inilah salah satu
bentuk kecintaan kita kepada negeri.
97
Perbedaan dalam Masyarakat Februari 22, 2012 pada 3:23 am
ejak kecil sebenarnya kita sudah diajarkan tentang
perbedaan, bahkan diajarkan tentang perbedaan
yang indah. Sejak di Taman Kanak-Kanak (dahulu
belum ada PAUD) sudah diajarkan menyanyi, salah
satunya lagu berjudul Pelangi. Lagu tersebut
menggambarkan betapa indahnya pelangi dengan
warnanya yang bermacam-macam.
Ternyata benar, pelangi indah karena terdiri dari
berbagai warna, mulai dari merah, kuning, hijau dan
seterusnya. Sedemikian indahnya, sampai-sampai
memberikan inspirasi untuk dijadikan sebuah lagu untuk
anak-anak. Hanya sayangnya hingga lulus sekolah tidak
menerima pemahaman makna keindahan pelangi.
Ada sebuah makna yang dalam dari pelangi,
bahwa pelangi itu indah karena terdiri dari bermacam
warna. Jika saja pelangi itu hanya terdiri dari satu warna,
maka pelangi tidak akan tampak indah bahkan tidak
memberikan inspirasi untuk ditulis sebagai sebuah lagu.
Sebagaimana lukisan tampak indah, karena di dalamnya
ada berbagai warna dan campuran warna. Tidak bisa
dibayangkan, betapa lukisan akan menjadi hambar jika
hanya terdiri dari satu warna, misalnya biru saja, merah
saja atau kuning saja. Tentu akan tampak seperti kertas
S
98
polos berwarna, biru, merah atau kuning. Ternyata yang
menumbuhkan keindahan itu justru perbedaan.Maka
tidak elok jika ada dari kita tidak bisa menghargai
perbedaan. Bukankah perbedaan itu indah? Kenapa tidak
dipertahankan?
Tapi inilah yang terjadi ini, beberapa individu atau
kelompok cenderung memaksakan kehendaknya kepada
individu atau kelompok lain karena merasa hanya
dirinyalah yang benar dan yang lain salah. Mereka tidak
bisa menerima pihak lain yang tidak sejalan dengan
pendapatmya.
Beberapa kekacauan di tanah air dipicu oleh
ketidakfahaman dalam berbedaan. Mulai dari perbedaan
dalam keyakinan dan agama, perbedaan dalam status
sosial, perbedaan latar belakang budaya, sampai
perbedaan dalam berpendapat.
Sebenarnya perbedaanlah yang membuat hidup ini
menjadi harmonis dan produktif. Dalam masyarakat
perbedaan sangat dibutuhkan. Kita bisa bayangkan bila
dalam suatu lingkungan masyarakat memiliki status sosial
yang sama tingginya, tentu akan sulit mencari tenaga
kasar seperti untuk tenaga untuk membersihkan rumah
halaman, tenaga menebang pohon, tenaga untuk
membersihkan selokan dan sebagainya.
Dengan adanya perbedaan agama kita bisa saling
silahturohmi, mengucapkan selamat Idul Fitri pada
99
mereka yang beragama Islam, mengucapkan selamat
Natal pada umat Nasrani, sehingga kehidupan
bertetangga terasa lebih harmonis.
Demikian juga dalam kehidupan berdemokrasi,
perbedaan pendapat akan memberikan peluang perbaikan
dan mengerucutkan kebenaran. Dengan adanya
perbedaan-perbedaan inilah hidup menjadi lebih
produktif dan lebih indah.
Pertanyaannya, kenapa berberapa individu atau
kelompok sulit untuk beradaptasi dengan perbedaan-
perbedaan? Apakah mereka memang tidak paham makna
perbedaan? Ataukah sebenarnya mereka paham tetapi
memang dengan sengaja mengacaukan keberagaman.
Mungkin beberapa dari kita memang tidak bisa
memahami makna perbedaan. Ini dikarenakan sejak kecil
hidup dalam lingkungan yang tidak beragam. bisa juga
karena sejak kecil tidak pernah mendapatkan pencerahan
tentanng indahnya perbedaan. Sudah saatnya kita mulai
melakukan evaluasi, baik sebagai orang tua, sebagai
seorang pendidik atau sebagai tokoh masyarakat, dengan
memberi contoh kepada anak-anak, atau dengan
memberikan pemahaman kepada anak didik tentang
indahnya perbedaan.
Anak-anak merupakan aset terbesar kedepan
negeri ini, sebaiknya mereka nanti mampu hidup dalam
perbedaan agar hidup di negeri ini terasa lebih tenang
100
dan damai. Kita sudah terlalu lama sibuk dengan diri
sendiri, tidak sempat memberikan contoh pada yang
lebih muda. Lama mereka terombang-ambing tanpa
pegangan yang kuat. Lama kita kehilangan identitas diri
sebagai orang timur yang rendah hati, penuh teleran,
saling menghargai perbedaan pendapat, saling
menghargai perbedaan latar belakang sosio budaya, hidup
rukun dalam perbedaan keyakinan.
Tugas kita bersama mengembalikan diri sebagai
orang timur. Pemerintah juga berkewajiban memberikan
rasa aman kepada setiap warga negara, sebagai bentuk
kompensasi atas pajak yang telah ibdayarkan.
(Telah diterbitkan di Koran Kridha Rakyat No.691:
2017)
101
Teori Terbalik
(Sebuah Gejala Ketidakberaturan) Juli 20, 2011 pada 4:48 am
eori terbalik, adalah sebuah istilah yang dalam
beberapa hal saya gunakan untuk
menggambarkan sesuatu yang tidak semestinya.
Sesuatu yang kontradiksi dengan aturan, tatanan atau akal
sehat. Teori terbalik merupakan sebuah gejala dari
keetidakberaturan. Ketidakberaturan dalam kehidupan,
ketidakberaturan dalam keteladan orang-orang yang
semestinya menjadi suritauladan. Hal tersebut
menunjukkan adanya sesuatu yang kurang, yang harus
segera diisi, menunjukkan adanya penyimpangan yang
harus segera diluruskan.
Salah satu contoh adalah terjadinya kecelakaan di
traffic light. Ini suatu kejadian yang sangat aneh, karena
secara nalar di traffic light merupakan tempat yang aman,
dari empat arah sudah ada signal yang mengatur jalannya
kendaraan secara bergantian. Kecelakaan ini terjadi
dikarenakan pada saat lampu sudah merah masih ada
pengendara berjalan, demikian juga pada saat lampu
masih merah ada pengendara yang sudah berjalan. Jadi
serba terbalik, kita masih belum merasa aman meskipun
sudah ada traffic light.
T
102
Bahkan di SPBU juga sering terjadi hal serupa.
Pada arah masuk masih banyak ditemui pembeli BBM
yang keluar, begitu juga sebaliknya pada arah keluar
sering ditemui pembeli BBM yang masuk. Belum lagi
ketidaksabaran mereka dalam mengantri. Sering kita
temui dari arah belakang langsung menuju ke depan,
disamping antrian terdepan, sehingga yang terjadi bukan
antri tetapi berbaris. Budaya antri belum melekat pada
masyarakat kita. Situasi terbalik ini senantiasa
membayangi sendi-sendi kehidupan kita.
Dari kedua contoh diatas membuat kita bertanya-
tanya, apa sebenarnya yang terjadi? Kenapa masyarakat
kita suka melanggar aturan, tidak sabaran, dan tega
mengurangi hak orang lain? Tidak adakah contoh yang
baik selama ini untuk masyarakat kita? Coba kita tengok
sebentar bagaimana sepak terjang wong gedhe, terutama
yang setiap hari menjadi bahan berita di mass meedia.
Jangan-jangan mereka berperilaku tanpa mengindahkan
keseimbangan antara hak dan kewajiban itu karena
terinspirasi sikap beliau-beliau. Jika benar , maka sudah
saatnya bagi kita untuk koreksi diri.
Berbicara tentang teori terbalik, tampaknya masih
banyak lagi disekitar kita. Salah satu contoh adalah,
banyak orang tidak suka dikatakan miskin, tapi anehnya
saat ada pembagian BLT, banyak yang mengaku miskin.
Demikian juga pada saat ada pembagian zakat, banyak
103
yang datang berduyun-duyun hingga memakan korban.
Dimana budaya malu kita? Apakah ini juga terinspirasi
oleh berita-berita yang menayangkan bentuk
ketidakmaluan beberapa wong gedhe.
Siapapun akan tersinggung bila dikatakan bodoh,
namun kenyataan tidak bisa dipungkiri masih banyak juga
yang mencari pengobatan pada anak kecil yang sama
sekali tidak faham masalah medis, yang mereka sebut
sebagai dukun tiban atau apapun namanya. Apakah kita
sudah kehilangan akal sehat kita? Saya berharap bahwa
gejala seperti ini tidak dikarenakan terinspirasi oleh
siapapun, dan menjadi koreksi bagi kita bahwa masih
banyak pekerjaan rumah yang belum selesai, terutama
dinas terkait.
Pada waktu saya memberi pengarahan pada suatu
acara, saya sempat heran melihat tempat duduk baris
depan kosong bahkan tempat duduk baris kedua hanya
terisi beberapa orang. Namun anehnya, ketika saya ke
SPBU dan Stasiun Kereta Api saya sering banyak orang
berusaha menempati urutan paling depan bahkan,
berebut dan saling mendahului antrian. Gejala apakah
ini? Apakah mereka belum siap untuk menjadi yang
terdepan? Tetapi kenapa mereka berebut tempat paling
depan ketika di SPBU dan Stasiun Kereta Api. Jangan-
jangan kita telah salah memberikan informasi, sehingga
pola berpikir orang-orang ini serba terbalik.
104
Saya sempat kasihan saat melihat seorang kakek
yang sedang berjalan di atas trotoar, harus turun ke
badan jalan, hanya karena trotoar yang mestinya buat
pejalan kaki, didirikan toko dan warung permanen.
Padahal kita semua tahu bahwa berjalan di badan jalan
sangat tidak aman. Lagi-lagi kenapa mereka begitu berani
mengambil yang bukan haknya, dengan telanjang mata
mengangkangi aturan. Apakah tidak ada dinas yang
mengatur, ataukah mereka yang tidak bisa diatur. Lalu,
untuk apa dibuat peraturan? Mudah-mudahan mereka
melakukan ini bukan kerena terinspirasi oleh siapapun
tetapi murni karena ketidaktahuan.
Saat melihat tayangan televisi saya sempat
menggelengkan kepala, betapa tidak. Di sekolah anak
dibimbing agar bisa berbahasa Indonesia dengan baik
dan benar, berpenampilan rapi dan diarahkan agar
berprestasi berprestasi. Tetapi apa yang ditontokan
televisi kita sungguh kotradiktif, hampir semua sinetron
menyajikan bahasa acak-acakan, mempertontonkan
kehidupan anak sekolah yang tidak produktif, baju
sekolah tidak dimasukkan, menampilkan gaya hidup
mewah, terus menerus membicarakan cinta dan bukan
prestasi. Siapapun yang menonton televisi kita terutama
acara sinetron tentu akan berfikir bahwa kehidupan
masyarakat kita itu demikian bebas dan makmur. Tetapi
105
kenyataan terjadi justru sebaliknya masyarakat kita masih
banyak yang menjerit di ruang gerak yang sempit
Demikianlah kondisi yang ada disekitar kita,
banyak yang terbalik. Namun demikian, masih ada juga
yang tidak terbalik yaitu peribahasa ”tong kosong
berbunyi nyaring” dan ”air beriak tanda tak dalam”.
Pengendara sepeda motor yang knalpotnya memekakkan
telinga pada umumnya tidak termasuk kelompok jenius.
Demikian juga mereka yang suka ngebut di jalan raya
pada dasarnya tidak memiliki pemahaman yang dalam
bahwa jalan raya tersebut sebenarnya benda umum.
Mereka tidak memiliki pemahaman yang dalam bahwa
semua warga berhak atas penggunaan benda umum
sebagai kompensasi pajak yang telah dibayarkan. Kalau
mereka paham tentu mereka akan menghargai sesama
pengguna jalan, tidak ngebut seenaknya dan
menimbulkan rasa takut pada pengguna jalan yang lain.
(Telah diterbitkan di media Mataraman)
106
Sulitnya Meminta Maaf dan
Berterima Kasih Juli 20, 2011 pada 4:47 am
ampir setiap perselisihan yang terjadi di sekitar
kita bermula dari ego yang sangat tinggi atau
boleh saya katakan kelewat tinggi. Mulai dari
pertengkaran rumah tangga hingga sinetron di parlemen
bermula dari keangkuhan individu, yang senantiasa
merasa dirinya lebih tinggi, yang merasa dirinya lebih
terhormat, yang merasa tidak selayaknya dirinya meminta
maaf kepada orang yang stratanya dibawah dirinya.
Tapi tahukah kita bahwa dibalik semua alasan itu
tergambar kekerdilan diri. Mereka yang tidak berani
meminta maaf sebenarnya memiliki jiwa kerdil. Dia
sudah jelas-jelas kalah berjuang melawan kekerdilannya
sendiri. Seribu alasan bisa dibuat dalam sehari. Namun
ketidakberanian meminta maaf tetaplah menggambarkan
kekalahan perjuangan melawan diri sendiri.
Kalau kita mau bernalar dengan jiwa besar, tidak
ada yang sulit dengan meminta maaf. Pertama, lidah kita
tidak bertulang. Kedua, kata maaf tidak perlu dibeli.
Namun kita telah banyak mendapatkan contoh dari
orang yang sepatutnya menjadi contoh bagi warganya,
berperilaku kurang terpuji tapi tidak pernah mengakui
H
107
tindakkannya dengan berbagai cara mencari celah hukum
agar terhindar dari jerat hukum dan menjauhkan diri dari
kata maaf. Padahal kalau mereka mau mengakui
kesalahan yang telah mereka perbuat dan meminta maaf
dengan santun, tentu masyarakat akan dapat memaafkan
dan menerimanya lagi sebagai warga negara yang baik.
Karena kita semua paham bahwa manusia bukan mahluk
sempurna, setiap manusia tentu pernah berbuat salah
apapun bentuknya.
Semua dimulai dari diri sendiri. Namun bila orang
yang kita segani memberikan contoh yang kurang arif
tentu warga pengkikut juga akan banyak berbuat serupa.
Sebaliknya, bila mereka mau menunjukkan kearifannya,
tentu orang yang dibawah akan segan dibuatnya.
Piring bertemu piring tentu mudah retak. Gelas
bertemu gelas tentu mudah pecah. Pernahkah kita
berpikir untuk sedikit berendah hati dengan menjadikan
diri sebagai kapas? Berendah hati bukan berarti
merendahkan diri. Berendah hati justru akan menaikkan
nilai diri dihadapan orang lain. Bila salah satu dari kita
mau menjadi kapas, maka tidak akan ada keretakan atau
perpecahan. Orang akan senantisa melihat kita dengan
elegan.
Sungguh disayangkan, di masyarakat kita
senantiasa diajarkan agar mau memaafkan orang yang
meminta maaf kepada kita, tetapi kita tidak diajarkan
108
bagaimana caranya meminta maaf kepada orang lain, dan
apa kelebihan bagi mereka yang terlebih dahulu meminta
maaf ketika terjadi perselisihan.
Saya selalu perpikir bahwa manusia yang pantas
disebut sebagai orang besar, salah satunya pointnya
berani meminta maaf lebih dahulu. Saya katakan lebih
dahulu, karena banyak perselisihan ternyata dimainkan
oleh kedua belah pihak. Gesekan korek api tidak akan
membuahkan api bila tidak ada oksigen disekitarnya.
Sudah saatnya kita koreksi diri atas perilaku kita dengan
perbuatan sederhana seperti meminta maaf.
Demikian juga dengan ucapan terima kasih.
Orang di sekitar kita sudah terbiasa berucap terima kasih
sampai berulang-ulang bila diberi susuatu oleh orang
besar, walaupun kita semua tahu bahwa pemberian
tersebut atas nama instasi. Tetapi sebaliknya, bila
pemberian datang dari orang kecil, terasa berat untuk
mengucapkan terima kasih, terkecuali ada maunya, misal
saat mendekati pilkada.
Tulisan ini terinspirasi ketika pagi berangkat kerja
dimana terlihat di setiap persimpangan jalan ramai
kedaranan berlalu lalang. Setiap pengendara inginnya
lewat duluan dan berharap yang lain mengalah. Ternyata,
mengalah itu lebih sulit dari ucapan. Untungnya ketika itu
pak polisi segera datang dan dengan sigap mengatur arus
lalu lintas sehingga setiap pengendara merasa lebih
109
nyaman ketika melewati pertigaan atau perempatan
terutama yang tidak ada trafficlightnya.
Apa yang saya lihat membuat saya berdecak, tidak
satu pun dari pengendara yang mengucapkan terima
kasih. Kata yang terdiri dari hanya lima suku kata ini
tidak pernah terpikirkan oleh pengguna jalan. Padahal
dengan kata terima kasih bisa memotivasi pak polisi lebih
semangat dalam mengatur lalu lintas, karena merasa
usaha dan pekerjaannya bermanfaat dan dihargai
masyarakat. Pengatur lalu lintas juga manusia, meskipun
mengatur lalu lintas memang sudah menjadi tugas dan
pekerjaannya tetapi sebagai manusia saya percaya mereka
akan lebih senang bila dihargai atas pekerjaannya
meskipun hanya dengan kata terima kasih.
Kata terima kasih, adalah kata yang indah, kata
yang mampu mencairkan kebekuan, kata yang mampu
menjembatani perbedaan, kata yang mampu
meningkatkan percaya diri, kata yang mampu
meningkatkan harga diri baik bagi penerima maupun
yang memberi. Kita dapat menggunakan kata terima
kasih kapan saja kita mau sesuai kondisi dan waktu.
Memang kata terima kasih sering terdengar di
forum-forum formal, dimulai dari terima kasih kepada
Yang Maha Esa, terima kasih kepada tamu yang hadir,
terima kasih atas jamuannya. Dalam kondisi formal,
tentunya kata terima kasih tidak ditujukan pada orang per
110
orang, tetapi lebih merupakan formalitas prosedural yang
harus dilalui. Dalam kondisi non formal lebih banyak dari
kita melupakannya. Kadang kita merasa harga diri kita
lebih tinggi sehingga merasa tidak selayaknya berterima
kasih atas pemberian orang lain. Padahal sikap tersebut
justru menampakkan kekurangan kita.
Sudah saatnya kita bercermin diri, apa yang telah
kita lakukan dan berikan pada orang lain meskipun dalam
bentuk yang sangat sederhana seperti ucapan terima
kasih. Termasuk apa yang telah kita lakukan kepada
negeri ini sebagai tanda terima kasih kita atas apa yang
telah kita terima selama ini. Bangun pagi kita hirup udara
segar negeri ini, sarapan pagi berbahan hasil bumi negeri
ini, bekerja menghasilkan uang juga dari negeri. Sudah
sepantasnya kita berterima kasih pada negeri ini dengan
perbuatan yang sederhana sekalipun, seperti mentaati
rambu lalu lintas, tidak ngebut atau berjalan zigzag
ditengah keramaian, belajar tekun bagi pelajar dan
mahasiswa, mendidik dengan benar bagi orang tua,
memberikan contoh yang baik bagi lingkungan sosial dan
sebagainya.
(Telah diterbitkan di Krida Rakyat)
111
Pentingnya Pelibatan Orang Tua dan
Masyarakat dalam PAUD Juni 10, 2011 pada 4:19 am
ementara ini sebagian besar masyarakat kita
menyerahkan pendidikan pada satuan pendidikan
yang ada. Banyak orang tua cenderung apatis dan
menyerahkan sepenuhnya pendidikan anaknya kepada
bapak-ibu guru.
Pendidikan tidak hanya tanggung jawab guru, tapi
juga orang tua dan masyarakat. Waktu pembelajaran di
lembaga PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) tidak lebih
dari 3 jam sehari, sisanya adalah waktu di rumah dan di
lingkungan masyarakat. Beban orang tua dalam
pendidikan anak sudah semestinya lebih besar dari dari
pada guru, mengingat waktu yang dimilki anak jauh lebih
besar di rumah dari pada di lembaga PAUD.
Kurikulum PAUD yang ada sekarang ini sudah
baik, ada juga program pelibatan orang tua dan
masyarakat, namun masih belum maksimal, dan masih
memungkinkan dimaksimalkan dengan memasukkan
program pelibatan orang tua dan masyarakat secara riil.
Langkah awal yang bisa dilakukan adalah
menyamakan pola pikir atau pola pandang antara guru
dengan orang, disertai komunikasi intensif antara guru
S
112
dan orang tua. Dalam mempertemukan pola pikir ini
guru dan orang tua harus duduk bersama, membicarakan
pendidikan apa saja yang bisa dilakukan dirumah dan
pendidikan apa saja yang harus dilakukan disekolah.
Agar pendidikan di PAUD efektif, sebaiknya
materi pembelajaran difokuskan pada hal-hal yang tidak
setiap hari bisa dilakukan di rumah. Demikian juga
sebaliknya, kegiatan yang bisa dilakukan setiap hari di
rumah diajarkan semaksimal mungkin oleh orang tua.
Ketiga unsur (guru, orang tua dan masyarakat)
secara bersama-sama memaksimalkan kegiatan
pendidikan dalam ranah masing-masing. Salah satu
contohnya adalah cara makan atau memakai baju. Kedua
hal tersebut merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari
dan setiap saat dilakukan. Oleh karena itu pembelajaran
cara makan yang baik, menggunakan alat makan yang
tepat, termasuk cara membuat makanan, dapat dilakukan
oleh orang tua sampai tuntas. Demikain juga cara
memakai baju, mengancingkan baju, merapikan baju dan
sabagainya, sampai anak bisa mandiri dengan dirinya
sendiri.
Guru disekolah bisa focus pada pembelajaran
yang memerlukan kebersamaan, kegiatan yang tidak
dapat dilakukan sendirian, mulai dari bagaimana
berkomunikasi dengan teman sebaya, melakukan kegiatan
kelompok, mempererat rasa kebersamaan, memahami
113
perbedaan sesama teman sebaya, sampai dengan makan
bersama.
Antara guru dan orang tua harus memiliki
kesamaan visi, jangan sampai apa yang diperoleh dari
guru tidak sama dengan yang diperoleh dari orang tua
atau bahkan sebaliknya. Disinilah pentingnya komunikasi
efektif antara guru dan orang tua.
Ada pepatah mengatakan, manusia dibentuk oleh
lingkungannya, anak lahir bagai kertas putih. Pepatah ini
mengingatkan kita betapa besar peran masyarakat dalam
PAUD. Meskipun kehidupan keluarga demikian
harmonis, anak setiap saat mendapat pujian orang tua
atas kegiatannya, anak selalu mendapat perhatian sejak
bangun pagi sampai menjelang tidur, dan memperoleh
pengajaran yang baik dari keluarganya tetapi bila
lingkungan masyarakat sekitar kurang mendukung atau
bahkan tidak sesuai dengan yang diperoleh di rumah
maka akan berpengaruh buruk pada perkembangan anak.
Anak membutuhkan contoh dan bukan teori.
Mereka lebih dekat dengan segala sesuatu yang bersifat
konkrit dan bukan abstrak. Contoh berperilaku baik
bukan hanya ranah guru. Orang tua dan masyarakat juga
harus peduli, memberikan contoh baik dalam kehidupan
sehari-hari.
Masyarakat harus peduli terhadap pendidikan
anak. Kalau bicara dengan nada tinggi, apalagi
114
mengumpat haruslah umpan papan, jangan sampai anak
kecil meskipun bukan anak sendiri, mendengar atau
melihatnya. Kalau minum minuman keras apalagi sampai
mabuk, jangan sampai menjadi tontonan anak-anak. Ini
akan menjadi contoh buruk bagi anak.
Masyarakat yang mau kerja bakti (gotong royong)
dan peduli pada sebagian masyarakat yang kurang
mampu akan menjadi contoh yang baik dalam
menumbuhkan sensitivitas kehidupan bersama dalam diri
anak.
Bila di sekolah guru mengajarkan membuang
sampah pada tempatnya, maka masyarakat juga harus
memperlihatkan contoh yang sama demikian juga dengan
orang tua. Jangan sampai terjadi, di sekolah guru
memberi contoh membuang sampah pada bak sampah.
Tetapi di rumah anak melihat orang tuanya membuang
sampah dengan cara melempar ke halaman tetangga dan
melihat para tetangga membuang sampah di sungai. Ini
pasti akan membuat anak bingung, mana sebenarnya
yang harus diikuti, guru, orang tua atau tetangganya. Bisa
jadi anak akan berpikir bahwa ketiganya benar.
Dari sini kita harus memulai secara bersama-sama
menggalang pendidikan anak. Gaya lama dimana orang
tua menyerahkan pendidikan sepenuhnya pada guru,
sudah saatnya mulai dikikis. Demikian juga masyarakat
115
yang masih tutup mata terhadap pendidikan anak harus
mulai ditumbuhkan.
(Telah diterbitkan di Krida Rakyat)
116
Ada Apa dengan Pendidikan Kita
(Sebuah Renungan) Juni 6, 2011 pada 1:40
elihat gejala miring yang terus bergulir, mulai
dari yang menjerat generasi tua sampai yang
menimpa generasi muda, mulai dari kasus
PSSI, sinetron politik, kasus korupsi, mafia pajak, mafia
kasus, sampai dengan tawuran antar pelajar, keberingasan
geng jalanan, pengantin teroris dan sebagainya. Semua
gejala tersebut sudah seharusnya membuat mata kita
terbuka. Terutama dunia pendidikan, harus mau
mengkoreksi diri. Perilaku generasi sekarang ini tidak
lepas dari pendidikan tempo dulu.
Apa yang salah dengan pendidikan kita. Benarkah
kita telah benar-benar mendidik. Dalam hal pengajaran
saya percaya sudah berjalan dengan baik, ini terbukti
banyaknya orang pintar di negeri ini. Tetapi dalam hal
pendidikan kita masih harus melihat lebih dalam,
mengingat banyaknya kasus hukum dan pelanggaran
etika yang tidak mencerminkan kepribadian Indonesia
yaitu Pancasila.
Dari sisi kognitif saya akui pendidikan kita sudah
hebat. Tetapi pada sisi afektif, masih perlu direnungkan
lagi. Apa yang telah kita perbuat untuk generesi yang
M
117
sekarang sudah remaja atau dewasa. Sebagai mahluk
hidup sudah barang tentu kita membutuhkan makan
untuk survive. Sebagai manusia kita juga membutuhkan
makan tetapi tidak cukup hanya makanan untuk perut.
Lebih dari itu manusia juga membutuhkan makanan
untuk otak.
Manusia terdiri dari tiga bagian yaitu badan,
fikiran dan jiwa. Kedua jenis makanan untuk badan dan
fikiran sudah di peroleh. Sekarang masih ada satu lagi
yang perlu mendapat perhatian yaitu makanan untuk
jiwa.
Manusia yang kurang makan tidak akan memiliki
kekuatan baik fisik maupun kecerdasan. Demikian juga
bila kekurangan makanan jiwa, maka yang terjadi tidak
memiliki perasaan. Tampaknya makanan untuk jiwa
inilah yang sekarang masih kurang dan perlu mendapat
perhatian khusus.
Melihat banyaknya kasus yang terjadi di sekitar
kita, memberikan gambaran bahwa mereka yang terlibat
kasus pada dasarnya hanya memiliki sedikit perasaan.
Sudah saatnya dunia pendidikan memberikan perhatikan
besar agar anak didik kita utamanya yang sekarang masih
duduk di TK dan Pendidikan Dasar memperoleh asupan
dalam porsi seimbang dari ketiga makanan tersebut.
Keseimbangan ini perlu mendapat perhatian. Asupan
perut saja hanya membuat orang kuat secara fisik.
118
Asupan otak saja hanya membuat orang pintar.
Sedangkan asupan jiwa saja hanya membuat orang penuh
perasaan. Ketiganya harus harus diberikan dalam porsi
seimbang, agar terbentuk manusia produktif, kreatif dan
penuh tenggang rasa.
Sementara ini banyak waktu kita habiskan untuk
memberikan asupan otak. Pendididkan kita telah
menghasilkan banyak orang pintar, tetapi rasa
Indonesianya lemah. Memandang segala sesuatu dari
kacamata kepentingan pribadi dan kelompok, tidak lagi
melihat dengan kacamataIndonesia. Memandang segala
sesuatu dari kacamata untung dan rugi, dengan
mengabaikan rasa malu.
Saya khawatir, guru-guru kita hanya memiliki
sedikit waktu untuk memberikan asupan jiwa pada anak
didiknya dikarenakan tekanan Ujian Nasional yang masih
terus mendera. Bila demikian sudah saatnya Ujian
Nasional mendapat evaluasi untuk kepentingan yang
lebih besar di masa mendatang. Sudah saatnya tata
perilaku kehidupan Indonesia kembali dimasukkan dalam
pembelajaran pada Pendidikan Dasar, Menengah dan
Tinggi.
Ini bukan semata-mata hanya tugas bidang
pendidikan. Semua unsur masyarakat harus memberikan
dukungan yang intens, baik dalam bentuk contoh
perilaku maupun menyediakan rambu-rambu.
119
Saya mendambakan semua orang berfikir dan
bertindak untukIndonesia, bangga dengan darah yang
mengalir di tubuhnya dan berperilaku alaIndonesia,
menikmati segala suatunya dengan rasa Indoensia. Bila
ini bisa dicapai maka semakin kecil kemungkinan orang
yang melarikan diri atau melarikan uangIndonesiake
negeri orang, semakin kecil kemungkinan orang
mengemplang pajak, berebut kursi dengan cara-cara
kurang elegan, mengabaikan rasa keadilan masyarakat
dan sebagainya
Ini semua bukan tugas ringan, ini tugas kita
bersama. Utamanya para pendidik pada pendidikan dasar,
mereka mempunyai tanggung jawab besar membentuk
karakter anak yang masih polos. Mereka berada pada
posisi depan, menyiapkan generasi untuk masa depan
bangsa.
(Telah diterbitkan di Krida Rakyat)
120
Ada Apa Dengan Negeri Ini
(Sebuah Renungan) Februari 4, 2010 pada 6:16 am
erdirinya Patung Barack Obama di Menteng
Jakarta sungguh membuat saya bermenung, ada
apa dengan negeri ini? Apa yang salah dengan
pendidikan kita? Sudah tidak adakah orang Indonesia
yang pantas memperoleh penghargaan dari negeri ini
dengan mendirikan patung untuknya. Ataukah kita telah
salah mendidik anak bangsa sehingga tidak ada kecintaan
terhadap negeri sendiri, terhdap tokoh-tokoh, pemikir
dan guru bangsa?
Bila benar ini yang terjadi maka kita perlu
menengok ke belakang dan bertanya apa yang telah kita
berikan kepada anak bangsa. Pendidikan macam apa yang
telah kita suapkan kepada anak didik kita. Ini pertanyaan
mendasar yang sepantasnya menjadi pemikiran bersama
terutama beliau-beliau pemangku kebijakan.
Selama ini kita hanya mengedepankan pengajaran
sain dan bahasa asing. Bagaimana mungkin anak didik
kita memiliki rasa cinta Indonesia yang tinggi bila sejak
kecil sudah dicekoki dengan bahasa asing. Di sekolah
sudah diberikan pengajaran bahasa asing, sampai di
rumah masih disuruh orang tuanya les privat bahasa
B
121
asing. Setelah remaja mereka mulai tertarik mendalami
budaya asing dan akhirnya tidak faman budaya sendiri,
lebih parah lagi tidak lagi memilki rasa cinta Indonesia.
Lagi-lagi perlu menengok kebelakang, sudahkan
anak didik kita memahami dan hafal sejarah Indonesia?
Sudahkah pendidikan sejarah di sekolah-sekolah,
membangkitkan semangat mereka untuk memajukan
negeri tercinta ini? Sudahkah pendidikan bahasa
Indonesia di sekolah-sekolah, membangkitkan cinta
budaya Indonesia. Bila jawabannya belum atau tidak,
maka kita perlu mawas diri terutama terkait dengan
kurikulum sekolah yang sekarang sedang berjalan.
Masalah yang sekarang sedang dihadapi para
pendidik adalah bagaimana siswanya lulus dari UAN.
UAN memang perlu, tapi sebagai bahan evaluasi utnuk
pemetaan dan perencanaan pendidikan ke depan. Tetapi
kalau UAN sudah digunakan sebagai patokan kelulusan
maka semua energi pendidik akan tercurah pada
bagaiamana agar siswanya lulus. Sehingga mata pelajaran
lain kurang memdapat perhatian maksimal.
Bahasa Inggris memang merupakan bahasa
Internasional. Namun perlu dikaji ulang, seberapa jauh
pemakaian bahasa inggris dalam kehidupan sehari-hari.
Setahu saya masyarakat lebih banyak menggunakan
bahasa Indonesia dan Ibu dalam kehisupan sehari-
122
harinya. Demikian juga tenaga kerja kita, lebih banyak
yang bekerja di Indonesia dari pada di luar negeri.
Berkaca dari negara maju seperti Jepang misalnya,
banyak dari masyarakatnya yang tidak bisa berbahasa
asing. Mereka lebih banyak berusaha menterjemahkan
buku-buku berbahasa asing ke dalam bahasanya sendiri.
Banyak buku bisa dipelajari dengan bahasanya sendiri
dan memiliki cukup waktu untuk mencurahkan energi
pada mata pelajaran lain. Karena tidak banyak berkaca
pada sesuatu yang asing seperti bahasa asing misalnya,
maka kecintaan pada budaya dan negeri sendiri tidak
pernah luntur. Pertanyaannya, masih layakkah bahasa
Inggris di-UAN-kan
Lunturnya rasa cinta terhadap budaya dan negeri
ini sudah sepantasnya menjadi pemikiran pemangku
kepentingan. Sudah saatnya mengembalikan rasa
nasionalisme pada masyarakat kita. Bila tidak cepat
memulai, saya khawatir masyarakat kita semakin jauh dari
kesadaran bahwa bumi yang diinjaknya adalah bumi
Indonesia. Apa yang setiap hari dia makan adalah hasil
dari bumi Indonesia. Uang yang diperoleh hasil dari
bekerja di Indonesia.
123
Memilih Pemimpin dan Wakilnya
(Solusi Saling Mengisi Kekurangan) Februari 4, 2010 pada 6:11 am
pa yang sedang menjadi pembicaraan hangat
saat ini baik di warung kopi, pos kamling sampai
dengan forum-forum ilmiah, mulai dari masalah
pimpinan KPK, Bank Century, mafia kasus dan
sebagainya semua ditunggu hasilnya oleh masyarakat.
Masyarakat senantiasa berharap kasus-kasus yang
berhubungan dengan keadilan segera cepat diselesaikan.
Ini sebuah tantangan berat bagi seorang pimpinan,
apakah beliau benar-benar berani mengambil keputusan
yang tepat sesuai yang diharapkan masyarakat banyak.
Dalam kepemimpinan tidak cukup hanya dengan
bermodal kemampuan handal dan berkepribadian baik
namun juga diperlukan keberanian mengambil
keputusan. Memilih seorang pemimpin bukanlah perkara
mudah. Seorang pemimpin menentukan arah suatu
lembaga/organisasi. Ketidaktepatan dalam memilih
seorang pemimpin akan berakibat fatal pada
keberlangsungan suatu lembaga/organisasi.
Tiga karakter yang harus dimiliki dalam
kepemimpinan lembaga/organisasi agar lembaga/
A
124
organisasi tetap eksis dan tumbuh yaitu: kemampuan,
kepribadian dan keberanian.
1. Kemampuan membaca situasi dari gejala-gejala
yang tampak dipermukaan dengan pola berfikir
interdisipliner sangat diperlukan. Demikian juga
kemampuan mengumpulkan informasi, mengolah
menjadi data dan menganalisa data sampai
menghasilkan sebuah kesimpulan yang
representatif.
2. Kemampuan diatas masih belum cukup bila tidak
dilandasi dengan kerpibadian yang baik. Moralitas
haruslah mengiringi setiap perilaku dan pola
berfikir seorang pemimpin agar implementasi dari
setiap keputusan yang diambil tidak bertentangan
dengan norma dan aturan yang berlaku dan
diterima oleh sebagian besar anggota
lembaga/organisasi.
3. Keberanian mengambil keputusan. Meskipun
memiliki kemampuan handal dan kepribadian
yang baik tetapi bila tidak memiliki keberarian
mengambil keputusan, maka apa yang telah
dilakukan sebelumnya tidak akan berarti apa-apa.
Keputusan harus diambil dan ini membutuhkan
keberanian. Setiap keputusan mengandung resiko
baik kecil, sedang maupun tinggi. Sebaiknya
hubungkan resiko dengan kepentingan
125
lembaga/organisasi baik jangka pendek,
menengah maupun panjang. Sehingga terlihat
lebih jelas pada tingkat kepentingan mana suatu
masalah yang diputuskan mengandung resiko yang
paling minimal.
Tiga karakter tersebut harus unggul semua, tidak
pandang bulu apakah untuk seorang pemimpin
perusahaan, pejabat publik, kepala instansi maupun ketua
organisasi lainnya. Masalahnya sekarang, apakah ada
manusia yang memiliki tiga karakter diatas dengan intensi
yang sama tingginya?. Tampaknya sulit mencari orang
seperti ini. Manusia hidup dengan kelebihan dan
kekurangannya. Oleh karena itu harus dicari jalan
keluarnya agar keunggulan tiga karakter tersebut dapat
terpenuhi.
Seorang pemimpin harus mempunyai wakil. Wakil
disini bukan sekedar untuk menggantikan posisi
pemimpin ketika berhalangan, bukan sebagai orang
nomor dua yang mewakili tanda tangan. Wakil disini
lebih merupakan satu kesatuan kepemimpinan. Bila
seorang pemimpin hanya unggul pada dua karakter, maka
satu karakter unggul lainnya haruslah dimiliki wakil
pemimpin. Pemimpin dan wakil berkerja sama dan saling
mengisi dengan kemampuan yang dimilikinya.
126
Memilih pemimpin seperti pejabat publik
misalnya dibutuhkan selektifitas tinggi. Kita harus tahu
apakah pasangan calon pemimpin dan wakilnya memiliki
keunggulan ketiga karakter tersebut. Bila jawabnya ya,
maka berbahagialah masyarakatnya, tetapi bila sebaliknya
maka anda tahu, akan jadi apa nantinya. Demikian juga
dengan pejabat birokrasi. Pemimpin dan wakil adalah
sebuah pasangan, dalam kontek ini mereka adalah satu.
Salah satu dari mereka tidak ada maka kepemimpinan
akan mengalami kepincangan.
Dengan memahami keunggulan dan kekurangan
masing-masing individu, maka sebaiknya pimpinan
memiliki keunggulan dalam kepribadian dan keberanian
mengambil keputusan, sedangankan wakil unggul dalam
kemampuan berfikir. Keputusan harus diambil seorang
pemimpin, agar dalam pengambilan keputusan tidak
arogan atau semaunya sendiri maka harus memiliki
kepribadian yang baik. Dengan kepribadian yang baik
seorang pemimpin akan memperhitungan kelebihan
kemampuan berfikir wakilnya, sehingga hasil keputusan
benar-benar rasional dipandang dari semua sisi.
Sudah lama masyarakat mendambakan pemimpin
yang mampu memberikan yang terbaik. Demokrasi akan
terwujud bila masyarakat memiliki pilihan terbaik,
memilih terbaik dan menerima yang terbaik. Calon
pasangan pejabat publik seyogyanya merepresentasikan
127
keunggulan dalam kemampuan, kepribadian dan
keberaian mengambil keputusan. Calon pasangan inilah
yang diharapkan oleh masyarakat.
(Telah diterbitkan di Media Mataraman)
128
Peran Orang Tua dalam Perkembangan
Anak Didik Februari 4, 2010 pada 6:08 am
nak lahir bagaikan kertas putih. Akan menjadi
seperti apa nanantinya anak tersebut banyak
dipengaruhi oleh lingkungannya. Faktor genetis
ada perannya, namun lingkungan keluarga dan
lingkungan sosial demikian besar pengaruhnya terhadap
pembentukan kejiwaan anak.
Waktu belajar anak di sekolah hanya beberapa jam
saja. Sebagian besar waktunya lebih banyak dihabiskan di
rumah dan luar rumah.
Bagaimana memanfaatkan waktu panjang di
rumah dengan kegiatan yang bermanfaat bagi
anak? Jawabnya sederhana, berikan apa yang menjadi
konsumsi anak. Anak butuh kasih sayang, perhatian dan
pengertian dalam porsi yang lebih besar dari orang
dewasa. Anak dalam banyak hal belum bisa berfikir
abstrak. Apa yang dilakukan lebih banyak mencotoh
kegiatan dan perilaku orang dewasa. Anak lebih suka
bermain dan berimajinasi. Dengan pemahaman ini maka
orang tua harus mampu menyediakan apa yang
dibutuhkan anak.
A
129
Saat di rumah atau libur adalah waktu paling baik
bagi orang tua mencurahkan kasih sayang dan perhatian
kepada anaknya. Berikan waktu untuk anak bermain
kotor-kotoran seperti tanah, air, lumpur dan sebagainya.
Jangan distop kalau anak terlihat bicara sendiri dengan
mainannya. Itu adalah konsumsinya.
Banyak dari orang tua melarang anaknya coret-
coret tembok rumah. Tanpa tahu apa sebenarnya yang
diinginkan anak. Anak butuh perhatian, dia ingin
gambarnya walaupun dalam bentuk goresan-goresan yang
tidak kita pahami mudah dilihat, diperhatikan orang lain
dan dipuji. Tanpa disadari anak melatih jarinya menjadi
lebih kuat sehingga pada waktunya nanti akan dapat
menulis dengan baik.
Apa akibatnya bila anak dilarang mencoret-
coret dinding ruma?. Kita akan melihatnya nanti
setelah mereka remaja, misalnya dengan mencoret-coret
tembok atau dinding pagar di pingir jalan, ditempar
pariwisata, di WC umum dan sebagainya. Ini semua
akibat dari keinginan atau dorongan bawah sadar.
Keinginan-keinginan yang tidak tersampaikan akan
mengendap di bawah sadar, dan pada waktunya nanti
akan keluar dalam bentuk perilaku kekanak-kanakan,
tanpa disadari.
Bagaimana agar konsumsi anak terpenuhi
tapi tidak merusak lingkungan rumah? Fasilitasilah
130
mereka! Apa salahnya bila dinding rumah dilapisi kertas
agar anak bebas mencoret-coret dan setelah penuh bisa
dilepas. Belikan mereka selang air, agar waktu mandi bisa
sedikit berlama-lama dengan bermain air. Banyak lahan
rumah kita tertutup dengan keramik atau pafin, sehingga
tidak tampak tanahnya. Kalau kondisinya demikian,
belikan mereka sedikit tanah atau pasir untuk bermain.
Anak lebih banyak mencontoh perilaku orang
yang lebih dewasa, apa yang harus dilakukan orang
tua? Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Karena anak
lebih banyak mencontoh orang tuanya. Seorang anak
tukang kayu misalnya, karena setiap hari anak lebih
banyak melihat orang tuanya berkecimpung dengan kayu,
maka anak juga akan meniru memegang kayu, mengamati
kayu kemudian bermain-main dengan dengan kayu dan
sekali-kali bila ada kesempatan mencoba peralatan tukang
kayu yang dipakai orang tuanya. Karena sudah familiar
dengan kayu dan peralatannya dan mungkin
mencintainya, maka besar kemungkinan akan lebih
mudah bagi anak nantinya untuk menjadi tukang kayu
dari pada bekerja di bidang lain, yang sama sekali masih
baru.
Sedemikian kuat pengaruh lingkungan
terhadap anak, dengan pola mencontoh tadi, apa
yang seharusnya dilakukan orang tua? Orang tua
harus konsisten! Kalau tidak ingin anaknya minum
131
minuman keras, sebaiknya jangan minum minuman
keras. Kalau orang ingin mrngajarkan kebersihan, orang
tua harus membuang sampah pada tempatnya. Kalau
orang tua ingin anaknya pintar, orang tua harus sering
membaca agar agar anak mencontohnya.
Bagaiamana bila orang tua tidak konsisten
antara ucapan dengan perilaku?Anak akan dilematis,
bingung dan mencari pembenaran di lingkungan luar
rumah. Dalam jangka panjang dapat mengakibatkan
kepribadian ganda.
Yang perlu diperhatikan antara lain adalah gaya
ektrim orang tua. Orang tua yang sering melarang
anaknya melakukan aktifitas karena berbagai macam
alasan dapat berpengaruh pada keberanian anak dalam
mengambil keputusan, apakah ssuatu aktifitas baru boleh
dilakukan atau tidak. Akibatnya anak lebih sering diam
diri dan tidak tidak banyak aktifitas. Demikian juga
sebaliknya, bila dibiarkan saja dalam semua hal maka bisa
saja terlalu berani untuk melakukan aktifitas yang
mungkin berbahaya bagi adirinya, karena anak masih
belum bisa memahami apakah yang dicontoh tersebut
berbahaya atau tidak bagi dirinya. Biarkan anak bermain
sepuasnya, namum hindarkan dari permainan yang
membahayakan dirinya.
Dimulai dari mana anak-anak belajar? Belajar
dimulai dari rumah oleh orang tua, mulai bagaimana
132
membersihkan badan, cara makan yang baik, sambil
makan ibu bercerita bagaaimana cara memasak makanan
yang sedang dimakannya dan apa saja bahan dan
bumbunya. Ketika ada waktu luang ayah mengajak anak
bermain ke sawah untuk mengenal lingkungan hidup,
memberitahu bahwa di sawah tersebut juga ada
kehidupan fauna seperti katak, keong dan sebagainya.
Ada baiknya halaman sekitar rumah ditanami
bergabai jenis tanaman termasuk mengajak anak untuk
ikut menanam, agar mereka tahu bagaimana cara
menanamnya dan memahhami adanya berbagai macam
tanaman. Dengan demikian anak akan semakin
memahami lingkungan hidupnya dan kelak setelah
dewasa akan ikuit menjaga lingkungan hidup.
Bila orang tua mampu memberikan contoh yang
baik, apalagi didukung oleh lingkungan sosial yang baik
pula, maka tugas guru tidak akan sedemikian berat dan
besar kemungkinan setelah dewasa akan menjadi orang
yang mampu memberikan tongkat pada mereka yang
buta.
133
Budaya Asal Bapak Senang dan Akibatnya Agustus 11, 2009 pada 3:32 am
sal bapak senang merupakan masalah sosial
budaya yang terbentuk sejak puluhan tahun lalu
bahkan sejak jaman kerajaan. Rakyat kecil dalam
banyak hal lebih banyak menunduk dari pada menatap
tegak lurus ke depan, terutama pada pejabat, sehingga
berjalan tidak terarah karena tidak melihat jalan di depan.
Demikian sebaliknya, mereka yang sedang menjabat lebih
sering melihat keatas sehingga tidak tahu bahwa kakinya
menginjak kepala orang lain.
Tampaknya kondisi ini sengaja dipertahankan
guna menjaga kelangsungan sebuah jabatan. Akhirnya
semua informasi dari bawah selalu ABS (asal bapak
senang), mungkin karena takut kalau memberikan data
yang jelek atau buruk meskipun riil, dianggap tidak bisa
bisa melaksanakan tugas. Akhirnya data yang masuk ke
pusat jadi tidak valid atau tidak menggambarkan kondisi
riil sebenarnya. Seperti kita ketahui pejabat di pusat hanya
mengandalkan data sebagai bahan pengambilan
keputusan. Bila data tidak valid maka hasil pengambilan
keputusan juga tidak akan aplikatif.
Kita maklum, tidak mungkin seorang pejabat,
misalnya di bidang pendidikan, melakukan pengamatan
ke semua sekolah di seluruh indonesia hanya untuk
A
134
bahan pengambilan keputusan. Hanya 0,00 persen saja
tentunya sekolah yang pernah dikunjungi. Data hasil
pengamatan tersebut tentunya tidak representatif karena
tidak semua sekolah di seluruh negeri ini dalam kondisi
sama. Sebagai ganti pengamatan maka hanya
mengandalkan data dari bawah yang di himpun mulai
tingkat desa sampai propinsi, dari tingkat TK sampai
perguruan tinggi.
Namun apa yang terjadi? Mereka yang dibawah
dengan berbagai kendala tidak memiliki keberanian
menampilkan realitas sebenarnya. Banyak data yang
masuk berdasarkan kondisi maksimal, bukan
berdasarkan kondisi standart. Ketika pengambil
keputusan melakukan keputusan untuk meningkatkan
kualitas, berdasarkan data yang masuk, mereka yang
dibawah kalang kabut karena sudah kehabisan energi
untuk berkerja lebih keras lagi.
Hal-hal seperti inilah yang membuat keputusan-
keputusan di negeri ini seringkali tidak bisa diterima di
kalangan bawah. Salah satu penyebabnya adalah data
yang masuk ke pusat asal bapak senang.
135
Urgensi UAN Februari 5, 2009 pada 5:37 am
erlepas dari pro dan kotra, ujian akhir nasional
masih diperlukan. Paling tidak sebagai bahan
evaluasi, apakah penyelenggaraan pendidikan di
suatu daerah telah berkembang, stagnasi atau mengalami
kemunduran. Sebagai bahan evaluasi disini lebih
menitikberatkan pada kondisi masing-masing sekolah.
Bila ternayata hasil UAN di suatu sekolah masih dibawah
standart yang digariskan pemerintah maka sekolah
tersebut bisa melakukan evaluasi atas penyelenggaraan
pendididkan disekolahnya. Bagaimana kualitas para
pendidiknya, bagaimana sarana dan prasarana yang ada,
bagaimana kualitas siswa. Ini adalah pertanyaan-
pertanyaan mendasar yang harus diakomodir dari hasil
UAN.
Sehingga pemerintah dapat memetakan rencana
pendidikan ke depan. Berapa tenaga pendidikan yang
masih harus direkrut untuk daerah terpencil atau daerah
pedalaman seperti Papua misalnya, demikian juga sarana
dan prasarana yang diperlukan. Kita tidak bisa pungkiri
bahwa di daerah-daerah terpencil masih lebih banyak
membutuhkan dana pendidikan dari pada daerah
perkotaan. Jika pemerintah ingin memeratakan
pendidikan agar standar yang digariskan oleh pemerintah
T
136
dari hasil UAN bisa terpenuhi, mau tidak mau dana
pendidikan di daerah terpencil mesti mendapat prioritas
Di daerah perkotaan apalagi ibukota, banyak
sekolah yang sudah maju dan berkualitas. Sudah
sepantasnya bila anggaran pendidikan di lebih banyak
diarahkan ke daerah terpencil atau daerah pedalaman.
Teman-teman pendidik di pedalaman memiliki beban
mendidik yang lebih berat dikarenakan kualitas inputnya
yang rendah dan sarana yang kurang, dan ini dapat dilihat
dari hasil UAN.
Namun sangat disayangkan bila UAN dipakai
sebagai alat penentu kelulusan. Apa yang terjadi? Waktu
siswa lebih banyak diarahkan pada mata pelajaran yang
di-UAN-kan. Mata pelajaran yang lain menjadi mata
pelajaran setengah perlu. Celah ini ditangkap oleh
lembaga bimbingan belajar dan diolah menjadi bisnis
yang menguntungkan. Orang tua juga tidak mau
kebakaran jenggot, dengan berbagai cara mendorong
anaknya untuk mendapatkan pelajaran tambahan
meskipun harus mengeluarkan lebih banyak uang dari
saku mereka. Akhirnya, anak tidak lagi memiliki waktu
untuk bermain yang menjadi bagian dari konsumsi
mereka. Anak hanya mengfahal materi-materi untuk
UAN. Anak tidak lagi punya waktu untuk berimajinasi.
Mereka menggunakan otak sebelah kiri lebih berat dari
otak sebelah kanan. Energi psikis mereka terkuras habis
137
di sekolah dasar dan menengah, tanpa membuahkan hasil
yang bisa dikenang masyarakat.
Saat duduk diperguruan tinggi bahkan juga setelah
lepas dari perguruan tinggi, mereka sudah kehabisan
energi psikis. Saat setelah menghimpun banyak ilmu
pengetahuan, adalah saat yang paling tepat untuk
berkarya. Tapi apa yang terjadi mereka sudah lelah
berpikir, energinya sudah habis. Juga ketika masih duduk
di sekolah menengah mereka tidak dibiasakan untuk
menggunakan otak kanan dan otak kiri secara seimbang
ataupun menggunakan imajinasi agar ilmu pengetahuan
yang mereka peroleh dari A sampai Z bisa menghasilkan
karya baru seperti teknologi baru atau teori baru.
Walhasil, lulusan perguruan tinggi banyak yang pintar
tapi sedikit sekali yang jenius.
Ini salah satu sebab kenapa kita selalu tertinggal
dengan negara lain. Kita selalu berkiblat pada ilmu dan
teknologi mereka. Padahal negeri mereka banyak
hidupnya ditopang dari jualan ilmu dan teknologi
sehingga tidak mungkin mereka akan serta merta
memberikan ilmu atau teknologi mereka yang paling
baru. Makanya kita selalu tertinggal. Bagaiamana jalan
keluarnya agar kita bisa mandiri? Jawabannya akan saya
berikan pada artikel lain!
Saran saya, UAN tetap dipertahankan tapi bukan
sebagai alat penentu kelulusan tapi sebagai alat penentu
138
bagi pemakai dan sebagai bahan evalusi kemajuan
pendidikan tentunya. Misalnya pada sekolah yang lebih
tinggi atau perguruan tinggi dapat membuat ketentuan
bahwa calon siswa atau calon mahasiswa bisa masuk di
lembaga tersebut dengan catatan hasil UAN-nya sekian.