Upload
ratna
View
8
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
odontologi
Citation preview
KATA PENGANTAR
Puji dan puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena
atas rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah DENTAL FORENSIK ini sesuai dengan
batas waktu yang telah ditentukan. Tak lupa pula, penulis kirimkan salam
dan salawat kepada junjungan kita semua, Rasulullah Muhammad
SAW,keluarga, serta sahabatnya.
Makalah ini hadir untuk memenuhi tugas mata kuliah DENTAL
FORENSIK yang diberikan oleh dosen yang bersangkutan. Penulis
menyadari, bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, olehnya itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari dosen yang
bersangkutan serta para pembaca sekalian.
Besar harapan penulis , dengan hadirnya makalah ini dapat
memberikan sumbangsih pemikiran dan pengetahuan yang berarti demi
kemajuan ilmu pengetahuan bangsa.
Makassar , april 2016
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………….…….1
DAFTAR ISI………………………………………………….……...2
BAB I PENDAHULUAN………………………………….….……...3
A. Latar Belakang…………………………………………….……... 3
B.Rumusan Masalah……………………….……………....…………3
C.Tujuan Penulisan……………………………………......………….3
BAB II PEMBAHASAN…………………………..…….……………
A. Pengertian Odontologi Forensik……………. ……………………6
B .Tujuan dan Manfaat Dental Forensik…………...………………. 7
C .Sejarah Dental Forensik…………………………….…………… 7
D .Keuntungan Gigi sebagai Objek Pemeriksaan……………..…... 9
E .Jenis data odontologi forensik………….……………………….. 11
BAB III PENUTUP……………………………………..…….…….. 13
A. Kesimpulan……………………………………………..………… 14
B. Saran…………………………………….……………..………….. 14
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………….. 15
2
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Dalam beberapa tahun terakhir, kita banyak dikejutkan oleh terjadinya
bencana massal yang menyebabkan kematian banyak orang. Selain itu kasus
kejahatan yang memakan banyak korban jiwa juga cenderung tidak berkurang
dari waktu ke waktu. Pada kasus-kasus seperti ini tidak jarang kita jumpai korban
jiwa yang tidak dikenal sehingga perlu diidentifikasi.
Forensik odontologi adalah salah satu metode penentuan identitas individu
yang telah dikenal sejak era sebelum masehi. Kehandalan teknik identifikasi ini
bukan saja disebabkan karena ketepatannya yang tinggi sehingga nyaris
menyamai ketepatan teknik sidik jari, akan tetapi karena kenyataan bahwa gigi
dan tulang adalah material biologis yang paling tahan terhadap perubahan
lingkungan dan terlindung. Gigi merupakan sarana identifikasi yang dapat
dipercaya apabila rekaman data dibuat secara baik dan benar. Beberapa alasan
dapat dikemukakan mengapa gigi dapat dipakai sebagai sarana identifikasi adalah
sebagai berikut, pertama karena gigi bagian terkeras dari tubuh manusia yang
komposisi bahan organik dan airnya sedikit sekali dan sebagian besar terdiri atas
bahan anorganik sehingga tidak mudah rusak, terletak dalam rongga mulut yang
terlindungi. Kedua, manusia memiliki 32 gigi dengan bentuk yang jelas dan
masing-masing mempunyai lima permukaan.
3
Berdasarkan pengalaman di lapangan, identifikasi korban meninggal massal
melalui gigi-geligi mempunyai kontribusi yang tinggi dalam menentukan identitas
seseorang. Pada kasus Bom Bali I, dimana korban yang teridentifikasi berdasarkan
gigi-geligi mencapai 56%, korban kecelakaan lalu lintas di Situbondo mencapai
60%, dan korban jatuhnya Pesawat Garuda di Jogyakarta mencapai 66,7%.
Identifikasi korban pada kasus-kasus ini diperlukan karena status kematian
korban memiliki dampak yang cukup besar pada berbagai aspek yang ditinggalkan.
Identifikasi tersebut merupakan perwujudan HAM dan merupakan penghormatan
terhadap orang yang sudah meninggal.selain itu juga merupakan menentukan
apakah seseorang tersebut secara hukum sudah meninggal atau masih hidup.
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia secara geografis terletak pada
wilayah yang rawan terhadap bencana alam baik yang berupa tanah longsor,
gempa bumi, letusan gunung berapi, tsunami, banjir dan lain-lain, yang dapat
memakan banyak korban, dan salah satu cara mengidentifikasi korban adalah
dengan metode forensik odontologi. Oleh karena itu forensik odontologi sangat
penting dipahami peranannya dalam menangani korban bencana massal.
4
B . Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu ;
1. Apa yang dimaksud odontologi forensik ?
2. Apa tujuan odontologi forensik?
3. Bagaimana sejarah odontologi forensik?
4. Apa keuntungan gigi sebagai objek pemeriksaan?
5. Data apa yang digunakan odontologi forensic?
C .Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu ;
1. Untuk mengetahui pengertian dari odontologi forensik
2. Untuk mengetahui tujuan odontologi forensik
3. Untuk mengetahui sejarah odontologi forensic
4. Untuk mengetahui keuntugan gigi sebagai objek penelitian
5. Untuk mengetahui data yang digunakan odontologi forensik
5
BABA II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Dental Forensik
Ilmu kedokteran gigi forensik memiliki nama lain yaitu forensic dentistry dan
odontology forensic. Odontologi forensik adalah penggunaan ilmu kedoteran gigi
terhadap hokum.Forensik odontologi adalah suatu cabang ilmu kedokteran gigi
yang mempelajari cara penanganan dan pemeriksaan benda bukti gigi serta cara
evaluasi dan presentasi temuan gigi tersebut untuk kepentingan peradilan.
Bidang kedokteran gigi ini melibatkan pengumpulan dan interpretasi bukti
dental dan bukti lain yang berhubungan dalam semua bidang kriminalitas. Forensik
odontologi melibatkan pengumpulan, manajemen, interpretasi, evaluasi, dan
presentasi yang benar dari bukti dental untuk kepentingan kriminal atau
kepentingan masyarakat, kombinasi beberapa aspek dental, ilmiah, dan profesi
hukum. Kedokteran gigi forensik dapat diartikan sebagai cabang ilmu kedokteran
gigi yang menggunakan pengetahuan dental untuk masalah masyarakat atau
criminal.
6
B .Tujuan dan Manfaat
Tujuan dan manfaat dari ilmu kedokteran gigi forensik adalah sebagai
berikut :
- Mengenal sistem identifikasi forensik korban hidup dan korban bencana
dengan ilmu kedokteran gigi forensik dan menggali lebih dalam berbagai
metode terbaru.
- Meningkatkan kesadaran, peran, dan kompotensi dokter gigi untuk ikut terlibat
dalam penanganan kasus forensik dan bencana massal secara lebih percaya
diri dan penuh tanggung jawab.
C . Sejarah Forensik Odontologi
Forensik odontologi telah ada sejak jaman prasejarah, akan tetapi baru mulai
mendapatkan perhatian pada akhir abad 19 ketika banyak artikel tentang forensik
odontologi ditulis dalam jurnal kedokteran gigi pada saat itu.
Sejarah forensik odontologi sudah ada sejak sebelum masehi (SM) yaitu
pada masa pemerintahan Kaisar Roma Claudius pada tahun 49 SM, Agrippina
( yang kelak akan menjadi ibu Kaisar Nero) membuat rencana untuk
mengamankan posisinya. Janda kaya Lollia Paulina merupakan saingannya dalam
menarik perhatian Kaisar, maka ia membujuk Kaisar untuk mengusir wanita
7
tersebut dari Roma. Akan tetapi hal itu rupanya masih dianggapnya kurang dan ia
menginginkan kematian wanita tersebut. Tanpa setahu Kaisar, ia mengirim seorang
serdadu untuk membunuh wanita tersebut. Sebagai bukti telah melaksanakan
perintahnya, kepala Lollia dibawa dan ditunjukkan kepada Agrippina. Karena
kepala tersebut telah rusak parah mukanya, maka Agrippina tidak dapat
mengenalinya lagi dari bentuk mukanya. Untuk mengenalinya Agrippina
menyingkap bibir mayat tersebut dan memeriksa giginya yang mempunyai ciri
khas, yaitu gigi depan yang berwarna kehitaman. Adanya ciri tersebut pada gigi
mayat membuat Agrippina yakin bahwa kepala tersebut adalah benar kepala Lollia.
Pada tahun 1776, dalam suatu perang Bukker Hill terdapat korban Jenderal
Yoseph Warren, oleh drg. Paul Revere dapat dibuktikan bahwa melalui gigi palsu
yang dibuatnya yaitu berupa Bridge Work gigi depan dari taring kiri ke taring
kanan yang ia buat sehingga drg. Paul Revere dapat dikatakan dokter gigi pertama
yang menggunakan ilmu kedokteran gigi forensik dalam pembuktian.
Pada tahun 1887 Godon dari Paris merekomendasikan penggunaan gigi
untuk identifikasi orang yang hilang. Untuk itu ia menganjurkan agar para dokter
gigi menyimpan data gigi para pasiennya, untuk berjaga-jaga kalau-kalau kelak
data tersebut diperlukan sebagai data pembanding.
Kasus identifikasi personal yang terkenal adalah kasus pembunuhan Dr.
George Parkman, seorang dokter dari Aberdeen, oleh Professor JW Webster. Pada
kasus ini korban dibunuh, lalu tubuhnya dipotong-potong lalu dibakar di perapian.
Polisi mendapatkan satu blok gigi palsu dari porselin yang melekat pada potongan
tulang. Dr. Nathan Cooley Keep, seorang dokter bedah mulut memberikan
kesaksian bahwa gigi palsu itu adalah bagian dari gigi palsu buatannya pada tahun
1846 untuk Dr. Parkman yang rahang bawahnya amat protrusi.
8
Pada tanggal 4 Mei 1897, sejumlah 126 orang Farisi dibakar sampai
meninggal di Bazaar de la Charite. Para korban sulit diidentifikasi secara visual
karena umumnya dalam keadaan terbakar luas dan termutilasi. Berdasarkan
pemeriksaan Dr. Oscar Amoedo (dokter gigi Kuba yang berpraktek di Paris) dan
dua orang dokter gigi Perancis, Dr. Davenport dan Dr. Braul untuk melakukan
pemeriksaan gigi-geligi para korban kemudian ternyata mereka berhasil
mengidentifikasi korban-korban ini.
Pada tahun 1917 di dermaga Brooklyn ditemukan mayat yang kemudian
dipastikan sebagai seorang wanita yang telah menghilang 8 bulan sebelumnya.
Identifikasi pada kasus ini ditegakkan berdasarkan temuan bridge pada gigi
geliginya.
Sekitar tahun 1960 ketika program instruksional formal kedokteran gigi
forensik pertama dibuat oleh Armed Force Institute of Pathology, sejak saat itu
banyak kasus penerapan forensik odontologi dilaporkan dalam literatur sehingga
forensik odontologi mulai banyak dikenal bukan saja di kalangan dokter gigi,
tetapi juga di kalangan penegak hukum dan ahli-ahli forensik.
D . Keuntungan Gigi sebagai Objek Pemeriksaan
Terdapat beberapa hal yang menjadi keuntungan gigi menjadi objek
pemeriksaan, antara lain adalah:
a. Gigi-geligi merupakan rangkaian lengkungan secara anatomis,
antropologis dan morfologis mempunyai letak yang terlindung dari otot-otot
9
bibir dan pipi sehingga apabila trauma mengenai otot-otot tersebut terlebih
dahulu.
b. Gigi-geligi sukar untuk membusuk kecuali gigi tersebut sudah mengalami
nekrotik atau gangren, biarpun dikubur, umumnya organ-organ tubuh lain
bahkan tulang telah hancur tetapi gigi tidak (masih utuh).
c. Gigi-geligi di dunia ini tidak ada yang sama karena menurut SIMS dan
Furnes bahwa gigi manusia kemungkinan sama adalah 1:1000000000.
d.Gigi-geligi mempunyai ciri-ciri yang khusus apabila ciri-ciri gigi tersebut
rusak atau berubah maka sesuai dengan pekerjaan dan kebiasaan menggunakan
gigi bahkan setiap ras mempunyai ciri yang berbeda.
e. Gigi-geligi tahan asam keras, terbukti pada peristiwa Haigh yang dibunuh
dan direndam di dalam drum berisi asam pekat, jaringan ikatnya hancur
sedangkan giginya masih utuh.
f. Gigi-geligi tahan panas, apabila terbakar sampai dengan suhu 4000C gigi
tidak akan hancur, kecuali dikremasi karena suhunya diatas 10000C. Gigi menjadi
abu sekitar suhu lebih dari 6490C. Apabila gigi tersebut ditambal menggunakan
amalgam maka bila terbakar akan menjadi abu sekitar suhu lebih dari 8710C,
sedangkan bila gigi tersebut memakai mahkota logam atau inlay alloy emas maka
bila terbakar akan menjadi abu sekitar suhu 871-10930C.
g. Gigi-geligi dan tulang rahang secara roentgenografis, biarpun terdapat
pecahan-pecahan rahang pada roentgenogramnya dapat diinterpretasi
kadang-kadang terdapat anomali dari gigi dan komposisi tulang rahang yang
khas.
h. Apabila korban telah dilakukan pencabutan gigi umumnya ia memakai gigi
palsu dengan berbagai macam model gigi palsu dan gigi palsu tersebut dapat
ditelusuri atau diidentifikasi. Gigi palsu akrilik akan terbakar menjadi abu
10
pada suhu 5380C-6490C. Bridge dari porselen akan menjadi abu pada suhu
10930C.
i.Gigi-geligi merupakan sarana terakhir dalam identifikasi apabila sarana-
sarana atau organ lain tidak ditemukan.
a. Rugae palatal tidak bisa digunakan pada kasus edentulus, ketika tidak ada
data antemortem, ketika ada patologi di palatal, dan jika korban terbakar,
mengalami dekomposisi, dan skeletonisasi karena rugae sering hancur.
b. Sidik bibir tidak bisa digunakan 20 jam setelah kematian, jika ada patologi
di bibir seperti mukokel, dan cleft, atau jika ada perubahan postoperaso dari
bibir, ada scar, dan lain-lain.
c. Bite mark tidak bisa digunakan 3 hari setelah kematian atau jika sudah
dekomposisi atau jika korban terbakar.
d. Bisa terjadi kesalahan ketika mengambil foto dan radiograf. Kesalahan
dapat terjadi saat pengambilan sampel, proses, dan interpretasi.
Kontaminasi bakteri dan DNA orang lain dapat mengubah interpretasi.
E . Jenis Data Odontologi Forensik
a . Data Antemortem
Pencatatan data gigi dan rongga mulut semasa hidupnya, biasanya
berisikan:
11
-Identitas pasien.
- Keadaan umum pasien.
- Odontogram (data gigi yang menjadi keluhan).
- Data perawatan kedokteran gigi.
-Nama dokter gigi yang merawat.
-Informed consent (hanya sedikit sekali dokter gigi di Indonesia yang
membuat informed consent baik di praktik pribadi maupun di rumah
sakit).
Menurut buku DEPKES tentang penulisan data gigi dan rongga mulut yang
berisikan standar baku mutu nasional antara lain:
- Pencatatan identitas pasien mulai dari nomor file sampai dengan alamat
pekerjaan serta kelengkapan alat komunikasinya.
- Keadaan umum pasien, berisi golongan darah, tekanan darah, kelainan-
kelainan darah, serta kelainan dari virus yang berkembang saat ini.
- Odontogram. Data gigi dicatat dalam formulir odontogram dengan denah
dan nomenklatur yang baku nasional dengan lengkap.
- Data perawatan kedokteran gigi, berisi waktu awal perawatan, runtut
waktu kunjungan, kelihan dan diagnosa, gigi yang dirawat, tindakan lain
yang dilakukan dokter gigi tersebut.
- Roentgenogram, baik intraoral maupun ekstraoral.
- Pencatatan status gigi dengan kode tertentu sesuai dengan standar
interpol.
- Formulir data antemortem dalam buku DEPKES ditulis dengan warna
kertas kuning. Di dalam formulir ini terdapat pula catatan data orang hilan
12
b. Data Postmortem
Pencatatan data postmortem menurut formulis DEPKES berwarna merah
dengan catatan victim identification pada mayat. Yang pertama dilakukan adalah
fotografi kemudian proses pembukaan rahang untuk memperoleh data gigi dan
rongga mulut, lalu dilakukan pencetakan rahang atas dan rahang bawah. Bila
terjadi kaku mayat maka lidah yang kaku tersebut diikat dan ditarik ke atas
sehingga lengkung rahang bebas untuk dilakukan pencetakan. Studi model rahang
korban juga merupakan barang bukti.
Dilakukan pencatatan gigi pada formulir odontogram sedangkan kelainan-
kelainan di rongga mulut dicatat pada kolom tertentu. Catatan ini adalah lampiran
dari visum et repertum korban. Lalu dilakukan pemeriksaan sementara dengan
formulir baku mutu nasional dan internasional, lalu dituliskan surat rujukan untuk
pemeriksaan laboratorium dengan formulir baku mutu nasional pula.
Setelah diperoleh hasil laboratorium maka dilakukan pencatatan ke dalam
formulir lengkap baru dapat dibuatkan suatu berita acara sesuai KUHAP demi
proses peradilan. Visum yang lengkap ini sangat penting dengan lampiran-
lampirannya serta barang buktu dapat diteruskan ke jaksa penuntut kemudian ke
sidang acara hukum pidana.
13
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Odontologi forensik sebagai suatu ilmu terapan Kedokteran Gigi telah lama
dikenal, meskipun sempat mengalami kevakuman perkembangan untuk waktu
yang cukup lama. Saat ini dengan semakin canggihnya ilmu pengetahuan dan
teknologi, kasus-kasus kematian massal dengan korban tidak dikenal juga
meningkat tajam. Pada kasus kasus ini serta kasus-kasus kriminil, bantuan dokter
gigi dalam melakukan pemeriksaan odontologi forensik merupakan kebutuhan
yang nyata.
B . Saran
Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi sanagatlah penting dalam
peristiwa kriminalitas terutama pada jenazah yang tidak dikenal, jenazah yang
rusak , membusuk, hangus terbakar dan kecelakaan masal, bencana alam, huru hara
yang mengakibatkan banyak korban meninggal, serta potongan tubuh manusia atau
kerangka. Selain itu identifikasi forensik juga berperan dalam berbagai kasus lain
seperti penculikan anak, bayi tertukar, atau diragukan orang tuanya.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Rai B, Kaur J. Evidence-Based Forensic Dentistry. Heidelberg: Springer. 2013.
p.1-2, 6.
2. Senn DR, Stinson PG. Forensic Dentistry. 2nd Edition. USA: Taylor &
Francis Group. 2010. p.4
3. Averkari EL. Progress in Challenges in Forensic Odontology, Faculty of
Dentistry. University of Indonesia. Jakarta. 2013
4. Lukman D. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Gigi Forensik. Jilid 1. Jakarta:
Sagung Seto. p.1-2, 5-6, 45-6
1. Humas Universitas Airlangga. Peran Dokter Gigi dalam Identifikasi Korban Bencana. http://www.unair.ac.id.
2. International Criminal Police Organization. Disaster Victim Identification Guide. 1997.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1653/Menkes/SK/XII/2005/ tentang Pedoman Penanganan Bencana Bidang Kesehatan. http://125.160.76.194/peraturan/Permenkes%202005/KMK%20PENANGGULANGAN%20BENCANA.doc
4. Lukman D. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Gigi Forensik. Jilid 1. CV Sagung Seto. Jakarta: 2006. 3.
5. Dix J. Color Atlas Of. CRC Press. Boca Raton: 2000.6. Eckert WG. Forensic Odontology. In: Introduction to Forensic Sciences. 2nd
edition. CRC Press. Boca Raton: 1997.7. Forensic Dentistry. http://en.wikipedia.org. 8. Forensic Odontology. http//:www.policensw.com.9. Atmadja. Peranan Odontologi Forensik dalam Penyidikan.
http://odontologiforensikinvestigasi.blogspot.com.10. Gigi Dapat Mengidentifikasi Korban Bencana Massal.
http://www.jurnalnet.com.
15