Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ONO NIHA NDRAWA
(StudiEtnografiMasyarakat Muslim Nias, di DesaBozihöna,
KecamatanIdanögawo, KabupatenNias)
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat untuk Mencapai
Gelar Sarjana Sosial dalam Bidang Antropologi
Disusun oleh:
Albertoras Telaumbanua
(120905058)
DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2017
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh :
Nama : Albertoras Telaumbanua
NIM : 120905058
Departemen : Antropologi Sosial
Judul : Ono Niha Ndrawa (Studi Etnografi Masyarakat Muslim Nias, di
Desa Bozihöna Kecamatan Idanögawo, Kabupaten Nias)
Medan, November 2017
Pembimbing Skripsi Ketua Departemen
Drs. Agustrisno, M. SP Dr. Fikarwin Zuska
NIP. 196008231987021001 NIP. 196212201989031005
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si
NIP. 197409302005011002
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PERNYATAAN ORIGINALITAS
“ONO NIHA NDRAWA”
(STUDI ETNOGRAFI MASYARAKAT MUSLIM
NIAS,DIDESABOZIHÖNAKECAMATAN IDANÖGAWO, KABUPATEN
NIAS)
SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan
tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya
nyatakan disini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan
gelar kesarjanaan saya.
Medan, Oktober 2017
Penulis,
Universitas Sumatera Utara
Albertoras Telaumbanua
ABSTRAK
Albertoras Telaumbanua, 2017.Judul Skripsi: ONO NIHA NDRAWA (Studi etnografi masyarakat muslim Nias, di desa Bozihöna Kecamatan Idanögawo, Kabupaten Nias). Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 86 halaman, 3 tabel, 8 daftar gambar, daftar pustaka dan lampiran.
Secara pandangan masyarakat umum suku Nias, dikenal dengan mayoritas memeluk agama Kristen yang sudah sangat lama di anut oleh masyarakat Nias dan dikenal sangat kental dengan adat yang masih terjaga utuh sampai sekarang oleh setiap penerus. Namum tidak banyak yang tahu pada kalau masyarakat Nias sejak dari dulu agama Islam sudah terlebih dahulu masuk ke Pulau Nias yang dibawa oleh para pendatang dari Aceh dan Minang, namum tidak begitu diterima oleh masyarakat Nias. Penelitian dilakukan dusun I dan dusun II di Desa Bozihöna, Kecamatan Idanögawo, kabupaten Nias. Dimana desa tersebut merupakan daerah pesisir pantai yang menjadi pusat tempat tinggal masyarakat muslim di kecamatan. Walaupun bukan tempat pertama agama Islam disyiarkan di pulau Nias. Namum di Desa Bozihöna sangatlah terkenal dengan suasana islamnya, ada banyak kearifan lokal masyarakat seperti pekerjaan, tradisi budaya dan pelaksanaan ibadah yang berbeda dengan masyarakat Nias lainya.
Metode Etnografi secara holistikbersifat kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan informasi dan penjelasan dari pengetahuan Informan yang di terima selama proses pembelajaran dan praktek dilapangan. Teknik pengumpulan data yang digunakan ialah memalui wawancara, observasi, dan partisipasi kepada masyarakat, memiliki pengetahuan terkait masalah peneltian dan studi kepustakan.
Permasalahan yang dibahas adalah mengenai masyarakat lokal Muslim Nias, karena masyarakat diluar Nias, banyak yang tidak tahu kalau suku Nias ada yang beragama Islam, lalu maka timbul pertanyaan, bagaimanakah tradisi meraka, apakah sama dengan adat Nias pada Umumnya?. Islam telah memberi pengaruh yang cukup kuat bagi masyarakat pemeluk agama Islam, sehingga muncul adat dan tradisi yang baru dan berbeda dengan adat masyarakat Nias pada umumnya.
Kesimpulannya adalah adanya akulturasi antara budaya Aceh dan Minang dengan budaya Nias sehingga munculnya budaya baru bagi masyarakat masyarakat Muslim Nias yang akan tetap diteruskan kepada anak cucu mereka sesuai dengan ajaran dan perintah agama dan juga aturan-aturan adat.
Kata-kata kunci: Makna/Fungsi, Tradisi, Masyarakat, Agama Islam
Universitas Sumatera Utara
UCAPAN TERIMAKASIH
PujidanSyukursayasampaikanKepadaTuhanYesusKristus,karenaataskasihd
ananugerah-
Nyasehinggasayadapatmenyelesaikanpenelitiandanpenulisanskripsidenganjudul“
OnoNihaNdrawa” (StudiEtnografiMasyarakat Muslim Nias, di DesaBozihöna,
KecamatanIdanögawo, KabupatenNias).
Penelitianinidilakukansebagaisalahsatusyaratuntukmencapai jenjang
pendidikan Strata 1 (Satu) AntropologiSosial di DepartemenAntropologi,
FakultasIlmuSosial Dan IlmuPolitikUniversitas Sumatera Utara.
Sayajugasangat mengucapkan terimakasih yang
takterhinggakepadakeluargasaya yang senantiasaselalumemotivasi,
mendidik,memarahidanmemberidukunganmaterilmaupunmoril,
sertadukunganselamasayaberadadiperkuliahan.Terutamaorang tuasaya,
yaituBapaksayaOzuizisökhiTelaumbanuadan Mama saya Surya Wati Lase
danketigaadiksaya, PintaAlfianiTelaumbanua, Feminis Telaumbanuadan Gilbert
SohagaTelaumbanua.
Sayajugamenyampikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnyakepada
Bapak Agustrisno, MSP, selaku dosen pembimbing skripsi saya yang telah
memberi banyak arahan, ilmu serta waktu dan perhatian kepada saya mulai dari
awal penyusunan proposal sampai akhir penyelesaian skripsi saya ini. Saya juga
mengucapkan banyak terimakasih kepada Dekan Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu
Politik, Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si. kepada ketua Departemen Antropologi
yang dengan bijaksana memberi arahan bagi saya, Bapak Dr. Fikarwin Zuska dan
juga Bapak Agustrisno, MSP selaku Sekretaris Departemen Antropologi Sosial
yang selalu senantiasa memberi dukungan dan Motivasi selama perkuliahan.
Pada kesempatan ini, saya juga berterimakasih kepada Teman-teman
mahasiswa/i Antropologi Sosial FISIP angkatan 2012, atas pengalaman dan
kebersamaan yang tak akan terlupakan selama masa perkuliahan, terutama kepada
Universitas Sumatera Utara
Anita Lumban Raja, Marth intan, Suzi Simanjuntak, Lestari Panjaitan, Irfan, Fritz
S, Febriana Naingolan, Gina siregar, Ida ramadani, Desman, Widia bakara, Lestari
Panjaitan dan kerabat yang tidak bisa saya tulis satu persatu, saya mengucapakan
banyak terimakasih atas dukungan dan motivasinya untuk saya.
Terima kasih juga saya ucapakan kepada teman-teman Paduan suara El-
Shaddai Universitas Sumatera Utara yang terus memberi motivasi dan semangat.
Secara Khusus kepada senior saya Bang Rudolf Nababan, Kak Hotita Banuareah,
Kak Andini wulandari dan juga teman- teman yang lain Sriwinta Sihotang,
Yashica Situmorang, Theresia Batubara, Yeremia Gultom, Fiona Matulessya, kak
Elmaya Silalahi, Lindang Pakpahan, Mercy Zagoto, Martinus, Vanji Siregar,
David Jo, Herbeth Sitorus, Joy Manullang, Julianus Ndruru dan teman serta
Alumni yang tidak bisa saya tuliskan satu persatu.
Terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada bapak Yasmin Harefa (Ama
Syam harefa) dan Bapak Augusman Harefa, yang selalu yang senantiasa
membantu saya selama penelitian di lapangan di Kabupaten Nias, dan juga kepada
seluruh pihak yang tidak dapat saya tuliskan, yang telah membantu dan bersama
saya selama dilapangan dalam mencari data, saya ucapakan banyak terima kasih
banyak. Kiranya Tuhan Yang Maha Kuasa yang membalas seluruh kebaikan dan
bantuan yang saya terima selama ini.
Medan, Oktober 2017
Penulis
Albertoras Telaumbanua
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP
Albertoras Telaumbanua, lahir pada tanggal
30 Juli 1994 di Tetehosi, kecamatan Idanogawo,
kabupaten Nias. Anak pertama dari 4 (empat)
bersaudara dari bapak Ozuizisokhi Telaumbanua
dan Ibu Suryawati Lase.
Menyelesaikan pendidikan dasar di SDN
Tetehosi kecamatan Idanogawo di tahun 2007
Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1
Idanogawo di tahun 2009 dan Sekolah
Menengah Atas di SMAN 1 Gunung Sitoli di tahun 2012.
Kemudian pada tahun 2012 melanjutkan pendidikan ke perguruan Tinggi
di Universitas Sumatera Utara dengan spesifikasi Ilmu Antropologi Sosial.
Banyak kegiatan yang telah dilaksanakan selama masa studi, antara lain:
• Anggota INSAN (Ikatan Dongan Sabutuha Antropologi)
• Anggota paduan suara El-Shaddai USU
• Anggota UKM Taekwondo USU
• Anggota UKM Bulutangkis USU
• Anggota FORMAN USU (Forum Mahasiswa Nias Universitas Sumatera
Utara)
• Koordinator seksi peralatan Paduan Suara El-Shaddai USU 2015-2016
• Koordinator Seksi Arstistik SICF ( Singapore International Choir Festival )
paduan suara El-shaddai USU tahun 2014.
• Panitia pada acara Natal Antropologi Sosial FISIP USU pada tahun 2013
• Panitia seminar Antropologi Tentang Stigma Terhadap Islam
• Peserta Work Shop “Etnografi (Rehabilitas dan Validasi dalam penelitian
Kualitatif’’ oleh L. Dyson oleh Departemen Antropologi Sosial FISIP USU
tahun 2014
Universitas Sumatera Utara
• Mengikuti pelatihan “Training Of Facilitator’’ (TOF) angkatan V oleh
Departemen Antropologi Sosial Universitas Sumatera Utara.
• Menjadi crew dan penyanyi di MCC (Medan Choir Competition) di gedung
serba Guna PRSU kota Medan Tahun 2015.
• Menjadi Crew dan penyanyi di 1ST NSICC ( North Sumatera Utara Choir
Competition) di Danau Toba, Parapat tahun 2016
• Melakukan PKL 1 di desa Lumban Suhi-Suhi kabupaten Samosir tahun 2015
• Melakukan PKL II di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota medan
tahun 2016.
• Ketua panitia Sing’N’ Joy Priceton 2017 The America International Choral
Festival di USA
• Menjadi Panitia seksi akomodasi dan penyanyi di Grand Prix Of Nation Riga
di Latvia 2017
• Menjadi Crew dan penyanyi di Second NSICC ( North Sumatera International
Choir Competition di Medan 2017
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan penulis kesehatan dan kesempatan. Berkat karuniaNya penulis
dapat menyelesaikan penelitian yang ditulis dalam bentuk skripsi.
Judul skripsi ini adalah “ONO NIHA NDRAWA(Studi Etnografi
Masyarakat Muslim Nias, di Desa Bozihöna, Kecamatan Idanögawo, Kabupaten
Nias)”. Skripsi ini merupakan hasil tugas akhir penulis yang disusun dan diajukan
untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada strata studi Departemen
Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera
Utara, Medan.
Skripsi ini berisikan kajian analisis yang didasari pada observasi
partisipasi dan wawancara mendalam mengenai Masyarakat Muslim Nias, di Desa
Bozihöna, Kecamatan Idanögawo, Kabupaten Nias. Pada bab I dalam skripsi ini
berisikan latar belakang, tinjauan pustaka, rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, metode penelitian, dan pengalaman lapangan yang penulis rasakan dan
alami selama melakukan penelitian di lapangan.
Pada bab II dalam skripsi ini berfokus pada gambaran umum mengenai
tempat penelitian yang penulis ambil. Bagaimana kehidupan Masyarakat Muslim
Niasdi lokasi penelitian.
Pada bab III dalam skripsi ini berfokus kepada bagaimana sistem
kekerabatan dan tradisi pernikahan masyarakat Muslim Nias di desa Bozihona,
Kecamatan Idanogawo, Kabupaten Nias.
Pada bab IV dalam skripsi ini berfokus kepada bagaimana sistem mata
pencaharian masyarakat Muslim Nias di desa Bozihona, Kecamatan Idanogawo,
Kabupaten Nias.
Universitas Sumatera Utara
Pada bab V dalam skripsi ini berfokus kepada sejarah perkembangan Islam
di Pulau Nias dan Desa Bozihona dan sistem religi masyarakat Desa.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena
itu dengan kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
untuk menyempurakan skripsi ini. Penulis juga berharap skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan juga khususnya bagi penulis sendiri.
Medan, Oktober 2017
Albertoras Telaumbanua
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
PERYATAAN ORGINALITAS ........................................................................ i
ABSTRAK ........................................................................................................... ii
UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................. iii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. v
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix
DAFTAR TABLE ............................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
GLOSARIUM ...................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang .................................................................................... 1 1.2.Tinjauan Pustaka ................................................................................. 3 1.3.Rumusan Masalah ............................................................................... 7 1.4.Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................... 7 1.5.Metode penelitian ................................................................................ 8 1.6.Sifat dan Pendekatan Penelitian .......................................................... 8
1.6.1. Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 9 1.6.2. Teknik Analisis Data ............................................................. 11 1.6.3. Pengalaman Selama dilapangan ............................................. 12
BAB IIGAMBARAN UMUM DESA BOZIHONA
2.1. Sejarah Desa Bozihöna .................................................................... 15 2.2. Sistem Pemerintahan di Desa Bozihöna .......................................... 15
2.2.1. Tahapan Jabatan ..................................................................... 15 2.3. Pembagian Wilayah Desa Bozihöna ................................................ 17 2.4. Kondisi Alam ................................................................................... 17
2.4.1. Potensi di Bidang Pariwisata ................................................. 17 2.4.2. Potensi di Bidang Parikanan .................................................. 18 2.4.3. Potensi di Bidang Pertanian ................................................... 19
2.5. Kehidupan Masyarakat .................................................................... 19 2.5.1. Kondisi Ekonomi ................................................................... 20 2.5.2. Kondisi Keagamaan ............................................................... 21 2.5.3. Jumlah Penduduk Desa Bozihöna ......................................... 21
2.6. Kondisi Sarana/Prasarana Umum di Desa Bozihöna ....................... 22
Universitas Sumatera Utara
BAB IIISEJARAH PERKEMBANGAN ISLAM DI PULAU NIAS DAN DESA BOZIHONA DAN SISTEM RELIGI
3.1. Sejarah Islam Di Pulau Nias .......................................................... 27 3.2. Pesta Owasa Dan Fondrakö .......................................................... 36 3.3. Peningalan Bersejarah ................................................................... 44
3.3.1. Dua Pucuk Meriam .............................................................. 44 3.3.2. Mesjid Jami Ilir Kota Gunung Sitoli ................................... 46 3.3.3. Mesjid Al-Furqan Kota Gunung Sitoli ................................ 47
3.4. Sejarah datang nya Islam Di Desa Bozihöna ................................. 47
BAB IV SISTEM KEKERABATAN DAN TRADISI PERNIKAHAN
4.1. Sistem Kekerabatan/Fa’atalifusö ..................................................... 49 4.5. Sistem Religi .................................................................................... 52 4.2. Adat Pernikahan Muslim Nias ......................................................... 64 4.2.1. Pernikahan Secara Agama (Fangowalu Ba Agama) ..................... 67 4.2.2. Pernikahan Secara Adat (Fangowalu Ba Hada) ........................... 68 4.2.3. Acara Sesudah Akad Nikah .......................................................... 76
BAB VSISTEM MATA PENCAHARIAN
5.1. Nelayan Desa Bozihöna ................................................................... 78 5.2. Pembuat Ikan Teri Dan Asin.............................................................81
BAB VIKESIMPULAN DAN SARAN
6.1.Kesimpulan ....................................................................................... 83 6.2. Saran ................................................................................................ 83
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Susunan Kepemimpinan di Desa Bozihöna
Tabel 2.2. Jumlah Penduduk Dusun I dan Dusun II Desa Bozihöna
Tabel 2.3. Sarana dan Prasana di Desa Bozihöna
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
Gambar 01: Pasar tradisional dari pemerintah
Gambar 02: Sejumlah meriam yang dibawa oleh Teuku Polem yang ada di
persimapangan jalan kampung baru, kota Gunung sitoli
Gambar 03: Meriam yang berada di depan rumah dinas bupati Nias, kota gunung sitoli
Gambar 04: Mesjid jami kelurahan Ilir kota Gunung sitoli
Gambar 05: Mesjis Al-furaqn, setelah di renovasi pasca gempa bumi tahun 2004
Gambar06: Tempat kedudukan mempelai pria (Bagasara)
Gambar 07: Penyambutan Mempelai pria oleh ketua adatdari pihak mempelai wanita
Gambar 08: Pasar ikan di desa Desa Bozihöna
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISTILAH
Ono Niha : orang Nias/suku Nias
Niha Ndrawa : orang Nias yang beragama Islam
Hada : adat
Salawa : kepala desa
Si’ulu : kepala adat
Balugu : raja
Mondrakö : pengambilan keputusan
Li Nono Niha : bahasa nias
Foe’ra ba adu/ Molohe adu : penyembah patung
Owasa : pesta
Tanö raya : tanah selatan
Mado : marga
Atua : hutan
Luaha : ujung sungai
Fangowalu : pesta pernikahan
Marafule : pengantin laki-laki
Ni’owalu : pengantin perempuan
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Suku Nias adalah kelompok masyarakat yang hidup di pulau Nias. Dalam
bahasa aslinya, orang Nias menamakan diri mereka "Ono Niha". Artinya Ono
adalah anak/keturunan, sedangkan Niha adalah manusia) dan pulau Nias sebagai
"Tanö Niha" Tanö artinya tanah. Suku Nias adalah masyarakat yang hidup dalam
lingkungan adat dan kebudayaan yang masih tinggi sampai sekarang.Hukum adat
Nias secara umum disebut Fondrakö yang mengatur segala segi kehidupan mulai
dari kelahiran sampai kematian.Masyarakat Nias kuno hidup dalam budaya
megalitik dibuktikan oleh peninggalan sejarah berupa ukiran pada batu-batu besar
yang masih ditemukan di wilayah pedalaman pulau ini sampai sekarang. Kasta :
Suku Nias mengenal sistem kasta(12 tingkatan Kasta). Dimana tingkatan kasta
yang tertinggi adalah "Balugu".Untuk mencapai tingkatan ini seseorang harus
mampu melakukan pesta besar dengan mengundang ribuan orang dan
menyembelih ribuan ekor ternak babi selama berhari-hari.
Menurut mitologi masyarakat Nias, salah satu mitos asal usul suku Nias
berasal dari sebuah pohon kehidupan yang disebut "Sigaru Tora`a" yang terletak
di sebuah tempat yang bernama "Tetehöli Ana'a".Menurut mitos tersebut di atas
mengatakan kedatangan manusia pertama ke Pulau Nias dimulai pada zaman Raja
Sirao yang memiliki sembilan orang Putra yang disuruh keluar dari Tetehöli Ana'a
karena memperebutkan Takhta Sirao. Ke-9 Putra itulah yang dianggap menjadi
orang-orang pertama yang menginjakkan kaki di Pulau Nias.
Universitas Sumatera Utara
Agama asli suku Nias disebut “Molohe adu” (penyembah roh) yang di
dalamnya dikenal banyak dewa, di antaranya yang paling tinggi adalah
Lowalangi.Mereka memuja roh dengan mendirikan patung-patung dari batu dan
kayu, rumah tempat pemujaan roh disebut osali.Pemimpin agama asli disebut ere.
Pada masa sekarang nama Lowalangi diambil untuk menyebut Tuhan Allah dan
Osali menjadi nama gereja dalam konsep Kristen. Budaya Nias sangatlah unik
mulai dari bahasa, upacara pernikahan,kematian, tarian dan uji ketangkasan
kesatria perang dengan Fahombo (Lompat Batu) yang sangat terkenal dan masih
dijaga sampai sekarang.
Namun di masa sekarang masyarakat Nias lebih terkenal dengan
masyarakat mayoritasKristen, sama halnya dengan suku Batak, Manado atau
suku Minang dan Aceh adalah Islam. Pulau Nias. Menurut badan statitistik
kepulauan Nias yang mempunyai penduduk sebesar 7.63.410 jiwa tahun
2014,dengan prestase 90% adalah penganut Agama Kristen dan selebihnya adalah
Islam dan Budha, penganut Agama Islam biasanya bermukim di daerah perkotaan
dan paling banyak di daerah pesisir termasuk daerah pesisir Kabupaten Nias yaitu
di Desa Bozihöna, kecamatan Idanögawo yang telah berkembang dan mempunyai
pengaruh yang jelas baik dari segi agama dan budaya.
Tidak begitu banyak informasi tentang agama Islam di pulau Nias.hanya
ada beberapa artikel tentang agama Islam seperti dalam Buku”Tuturan Tiga Sosok
Nias”. Namun tidak menceritakan perkembangan Islam itu sendiri dari masa ke
masa namun hanya menginformasikan tentang sejarahnya saja, tentunya sekarang
ini banyak yang tidak mengetahui, terlebih generasi muda Nias, bahwa
masyarakat Muslim itu sendiri mempunyai keunikan tersendiri dari masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Nias pada umumnya, yang adat istiadatnya tidak lepas dari pengaruh budaya Nias
asli, walaupun pengaruh budaya sepertiMinang dan Aceh terasa masih sangat
kental dalam setiap tradisi budaya mereka.
Syiar agama Islam di pulau Nias di perkenalkan oleh para perantau dari
Aceh dan Minang. Oleh keturunan Teuke Polem pada abad ke-17, 2 (dua) abad
sebelum Belanda menginjakan kaki ke pulau Nias. Muslim Nias adalah bagian
yang melekat jelas dan tidak terpisahkan dari masyarakat Nias itu sendiri.Bahkan
di era modern sekarang ini, banyak orang di luar pulau Nias tidak mengetahui
kalau masyarakat Nias ada yang menganut Agama Islam, dan telah berkembang
sudah sangat lama di pulau Nias.Walaupun saat ini penganutnya hanya sekitar
4%, tetapi sebagai agama yang telah masuk ke Nias sejak abad ke VXI, tentunya
telah memberi banyak pengaruh dalam kehidupan masyarakatNias itu sendiri.
Dalam bahasa Nias( Li Nono Niha) Islam disebut sebagai Ndrawa ini
mempunyai arti yaitu pendatang, ini juga berlaku bagi orang Belanda yang disebut
sebagai Niha Ndrawa Ulőndra. Walaupun saat ini Islam di pulau
Niaspenganutnya hanya sekitar 4% yang tersebar di seluruh kepulauan Nias,
mereka telah berjalan selaras dengan tradisi yang ada di Nias, dan tentu memberi
sedikit banyak pengaruh tersendri dalam kehidupan masyarakat Nias.Tentu ini
menjadi hal yang menarik untuk diketahui, khususnya bagi generasi sekarang dan
yang mendatang. Karena masyarakat muslim Nias ini mempunyai keunikan
tersendiri, yang adat istiadatnya tidak lepas dari pengaruh budaya asli Nias,
walaupun ada pengaruh dari budaya Melayu, Aceh,dan Minang yang terasa kental
dalam kehidupan masyarakat Muslim Nias.
Universitas Sumatera Utara
Budaya Nias dan budaya dari luar khususnya dalam hal ini budaya Islam
telah mengalami Inkulturasi dalam kehidupan muslim Nias seperti halnya tradisi
perkawinan, tingkah laku dan kearifan lokal masyarakat muslim Nias. Tentunya
ini menjadi hal perlu kita ketahui bersama bagaimanakah orang muslimNias?
Bagaimanakah tradisi-tradisi mereka dan apakah adat Nias dari leluhur mereka
masih dilakukan dalam kehidupan sosial-budaya mereka sehari-hari. Desa
BozihonaKecamatan IdanogawoKabupaten Nias adalah pesisir yang dihuni oleh
sebagian besar masyarakat muslim Muslim Nias, disana mereka juga melakukan
kehidupan sosial-budaya meraka dengan masyarakat Nias lainnya dan hidup
berdampingan dengan damai dan selaras dengan budaya Nias dan agama Islam
yang terus dijaga sampai sekarang. Ada pepatah (Amaedola) Nias mengatakan
“Hulő la’ewa nidanő ba ifuli fahalő-halő’’ yang artinya, rasa persaudaraan itu
sangat kuat dan susah untuk dipecahkan, walupun berbeda dan banyak tantangan
diantara orang bersaudara atau “aoha noro nilului wahea,aoha noroniluli waoso,
alisi tafadayadaya, hulu tafaewolowolo yang artinya Pekerjaan (masalah) yang
dikerjakan (dipecahkan) secara bersama-sama akan lebih gampang tuntasnya. Ini
adalah sebagaian besar pepatah (Amaedola) Nias yang akan terus diturunkan terus
memerus oleh orang tua kepada setiap anak dalam keluarga rasa persaudaraan itu
tetap harus dijaga dan adat harus dijunjung tinggi.
1.2. Tinjauan Pustaka
Menurut Malinowski “Kebudayaan berisikan artefak yang diwariskan,
barang-barang, proses-proses teknik, pemikirian (Ideas) kebiasaan-kebiasaan
(habits) dan nilai-nilai (Values)”. Menurut koentjaraningrat1981: Hal
180,kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan hasil karya manusia
Universitas Sumatera Utara
dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan
belajar.
Penulis sangat setuju dengan kedua peryataan tersebut. Karena
kebudayaan adalah warisan yang akan diturunkan dan diteruskan oleh setiap
generasi selanjutnya, dan setiap budaya mempuyai sebuah nilai, dan nilai tersebut
adalah yang sangat penting. Walaupun semua budaya tidak diteruskan disebabkan
olehberjalannya waktu dan jaman, karena budaya bersifat dinamis dan tidak
menetap, sehinggaseiring berjalannya waktu bisa berubah.Sejalan dengan hal
tersebut.Budaya dan kearifan lokal masyarakat beragama Islam di Desa Bozihona
yang merupakan asli suku Nias karena mayoritas asli suku Niasberagama
Kristen.Telah memunculkan suatu budaya yang baru dan terjadinya akulturasi dan
asimilasi budaya, antara budaya Nias asli dan budaya Islam.Dan ini merupakan
warisan yang terus dijaga dan dilestarikan oleh setiap komunitas Nias Islam di
Pulau Nias.
Koentjaraningrat (2005 : 155) menyatakan bahwa akulturasi mempunyai
beberapa makna ( Acculturation atau culture contact) proses sosial yang timbul
apabila sekelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan pada
unsur-unsur asing dan lambat laun diterima dan diolah dalam kebudayaan itu
sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan teresebut.
Koentjaraningrat (2005: 160), asimilasi adalah suatu proses sosial yang
terjadi pada berbagai golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang
berbeda, setelah mereka bergaul secara intensif, sehingga sifat khas dan unsur-
Universitas Sumatera Utara
unsur kebudayaan golongan-golongan itu sendiri berubah menjadi unsur-unsur
kebudayaan campuran
Koentjaraningrat menyebutkan bahwa ada 7 unsur kebudayaan universal
yaitu bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan
teknologi, sistem mata pencaharian, sistem religi, kesenian. Sama seperti halnya,
dalam komunitas masyarakat Islam di Pulau Nias terkhususnya di Desa Bozihöna
telah terjadi suatu proses akluturasi budaya dan asimilasi budaya dengan budaya
luar dan Islam. Ada banyak kearifan lokal masyarakat asli yang terasimilasi
karena pengaruh budaya Islam khususnya.Seperti contohnya budaya pernikahan,
pengambilan keputusan, sifat dan perilaku masyarakat, perubahan nama dan
sebagainya. Namun, penulis juga melihat tidak semua budaya luar menutupi
budaya asli masyarakat Muslim Nias, sehingga terjadinya akulturasi budaya, dan
adanya percampuran dua budaya dalam kehidupan masyarakat Muslim Nias.
Menurut Geezt, agama adalah suatu sistem simbol yang bertindak untuk
menetapkan dorongan hati dan motivasi kuat, menembus, dan bertahan lama pada
manusia dengan cara memformulasikan berbagai konsep tentang suatu tatanan
umum dari yang hidup dan mewarnai konsep-konsep ini dengan aura faktualitas
sehingga dorongan hati dan motivasi itu tanpak sangat realistik. Dari pendapat
diatas terdapat asumsi bahwa agama sebagai suatu sistem budaya yang
mengandung konsep-konsep tentang suatu tatanan umum keberadaan yang
penting bagi orang-orang beriman dalam suatu komunitas agama tertentu. Seperti
halnya prinsip-prinsip penting agama Islam adalah (1) percaya bahwa Sang
Pencipta itu Esa atau tunggal, tak berwujud, Maha Kuasa, Penyayang dan
Pengasih; (2) kedermawanan dan persaudaraan antar umat manusia; (3)
Universitas Sumatera Utara
menundukkan hawa nafsu; (4) bersyukur kepada Sang Pemberi segala kebaikan;
dan (5) pertanggungjawaban manusia atas perbuatannya di akhirat.
Dengan demikian akan muncul sebuah pertayaan, bagaimanakah
pendangan Islam terhadap kebudayaan?. Budaya harus sejalan dengan prinsip
syariat Islam, seperti contoh, kepercayaan lokal warga desa Bozihona tentang
praktek perdukungan dan petuah-petuah. Hal ini merupakan hal yang sangat
dilarang dalam agama Islam karena mengandung kemusyrikan.
Aisyah rahdiallahi Anha menceritakan “Sesungguhnya pernikahan pada
masa jahiliyah ada empat macam. Ketika Nabi Muhamad SWT diutus menjadi
rasul dengan membawa kebenaran, maka dihapuslah seluruh jenis pernikahan,
kecuali pernikahan yang dilakukan oleh orang-orang sekarang ini.”
Dari riwayat diatas, penulis berpendapat bahwa Islam memberikan
memberikan beberapa adat kebiasaan manusia yang tidak bertentangan dengan
syariat Islam.Oleh karena itu, Nabi Muhamad SWT tidak menghapus semua
kebudayaan pada masa tersebut sebelum datangnya Islam.Akan tetapi Nabi
Muhammad SWT melarang budaya-budaya yang mengandung syirik seperti
pemujaan leluhur, dan budaya-budaya yang lainnya. Tentunya ini merupakan
faktor utama yang merubah budaya asli Nias terhadap masyarakat IslamNias ke
ajaran Islamyang sesungguhnya, contoh halnya dalam adat pernikahan, adat
pemakaman, sifat dan perilaku masyarakat dan ini akan dipraktekan oleh
masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat ke generiasi selanjutnya.
Islam datang untuk mengatur dan membimbing masyarakat menuju
kepada kehidupan yang baik dan seimbang. Dengan demikian Islam tidaklah
Universitas Sumatera Utara
datang untuk menghancurkan budaya yang telah ada dalam masyarakat Nias, dan
akan tetapi dalam waktu yang bersamaan Islam mengingnkan agar manusia jauh
dan terhindar dari hal-hal yang tidak bermatabat dan membawa kesusahan dalam
kehidupannya, sehingga perlu meluruskan dan membimbing kebudayaan yang
berkembang di masyarakat menuju ke kebudayaan yang beradap dan berkemajuan
serta mempertinggi derajat kemasiaan. Seperti halnya yang terkandung dalam
UUD pasal 32 disebutkan bahwa, “usaha kebudayaan harus menuju ke arah
kemajuan adat. Budaya persatuan dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari
kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya budaya
bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.”
Bagi masyarakat Muslim Nias, nilai-nilai adat leluhur harus tetap di
junjung setinggi-tingginya dan dipraktikkan dalam kehidupan dengan masyarakat
yang lainnya.Namun nilai-nilai agama Islam dalam diri mereka juga hurus ditaati
dan imani, sehingga adanya pendapat dalam masyarakat bahwa kami adalah suku
Nias walaupun kami Bergama Islam.
Abdurahman Wahid menyatakan, “Islam di Indonesia itu timbul dari basis
kebudayaan, jika itu dihilangkan, maka kemungkinan ada dua yaitu, pertama,
kebudayaan akan mati, kedua Islam akan hancur.Pesan saya jadilah pemikir yang
sehat.”
1.3. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di muka, maka rumusan
masalah yang di angkat dalam penelitian “Studi Etnografi masyarakat Muslim
Universitas Sumatera Utara
Nias, di Desa Bozihöna Kecamatan Idanögawo kabupaten Nias”.Maka rumusan
masalah dapat diuraiakan dalam pernyataan penelitian berikut ini.
1. Bagaimanakah kehidupan masyarakat Muslim Nias di Desa Bozihöna?
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penulis sangat tertarik dengan judul ini karena, penulis ingin mengangkat
“Ono Niha Ndrawa” yang merupakan sesuatu yang baru bagi masyarakat Nias
terlebih Masyarakat Indonesia. Banyak yang tidak tahu bahwa suku Nias yang
terkenal daridulu hingga sekarang dengan adat yang masih sangat kental seperti,
mahar perempuan yang sangat tinggi dan mempersembahkan ratusan ekor babi
demi meminang seorang perempuan danNamun sejalan dengan perkembangan
zaman agama Islam telah berkembang pesat di Pulau Nias dan telah menyatu
dengan budaya masyarakat Nias . Walaupun Islam adalah minoritas di Pulau
Nias, namun ini menambah suatu budaya baru yang hidup berdampingan dengan
budaya Nias asli yang mempunyai ciri khas tersendiri.
Selanjutnya penulis bertujuan untuk menambah wawasan penulis dan
pembaca akan sejarah perkembangan Islam di Pulau Nias dan kearifan lokal
masyarakat Islam di pulau Nias. Seperti halnya kita perlu ketahui bersama, kajian
ilmu Antropologi sangat berkaitan dengan “kebudayaan” dan merupakan suatu
ciri khas disiplin ilmu Antropologi Sosial yang dikembangkan hingga sekarang
dalam menjaga alam dan kehidupan masyarakat dalam lingkungan sosial.
Suatu kebudayaan sangatlah berarti dalam suatu komunitas masyarakat.
Karena merupakan sesuatu yang berkaitan secara spesifik dengan budaya tertentu
Universitas Sumatera Utara
(budaya lokal) dan mencerminkan cara hidup suatu masyarakat tertentu
(masyarakat lokal). Dengan kata lain, kearifan lokal bersemayam pada budaya
lokal atau dalam diri masyarakat itu sendiri, dengan adanya kearifan lokal maka
akan timbulnya suatu kebudayan atau kebiasaan dalam setiap diri masyarakat
yang akan diprekatekan dalam kehidupan sosial, dimana kebiasaan tersebut
selanjutnya akan di turunkan dan dikembangkan oleh generasi selanjutnya.
Dengan adanya penelitian ini, peneliti maupun pembaca bisa mengetahui
perkembanganIslam dan kebudayaan Ono Niha Ndrawa yang berkembang dan
hidup berdampingan dengan budaya asli suku Nias
1.5. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitan kualitatif, adalah penelitian tentang
riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis . Proses dan
makna (perspektif subjek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan
teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di
lapangan.Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran
umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian.
Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan yang juga disebut pendekatan
investigasi karena biasanya peneliti mengumpulkan data dengan cara bertatap
muka langsung dan berinteraksi dengan masyarakat setempat dan membangun
hubungan yang baik dengan informan, melalui wawancara, observasi dan
partisipasi. Dalam hal mengumpulkan data penulis juga melakukan pengamatan
secara langsung suatu gejala seperti peristiwa yang terjadi dalam lingkungan
masyarakat, tingkah laku yang penulis temukan dilapangan.
Universitas Sumatera Utara
1.5.1. Sifat dan Pendekatan Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif
melalui etnografi.Menurut Spradley (1997:12) tujuan utama etnografi ialah
memahami sudut pandang penduduk asli dan hubungan dengan kehidupannya,
untuk mendapatkan pandangan dengan dunianya. Dalam hal ini, peneliti akan
berusaha membangun raport yang baik dengan masyarakat desa Bozihöna
khususnya yang Beragama Islam, dan secara langsung, bahwa penulis akan
menulis bentuk laporan atas penelitian lapangan (field work) selama 1 bulan
penulis akan membuat catatan-catatan ketika berada di desa Bozihöna ketika
sedang mewancarai warga. Sewaktu penelitian di lapangan, penulis
akanmelakukan pendekatan secara holistik dan mendiskripsikannya secara
mendalam untuk memperoleh native‟s point of view mengenai bagaiamana
kehiidupan masyarakat muslim Nias berkembang di tengah kehidupan adat Nias
yang masih kuat.
Dengan itu penulis akan melakukan observasi partisipasi di Desa
Bozihöna dengan berkunjung ke desa tersebut sekitar hampir setiap hari. penulis
berusaha untuk membangun rapport dengan warga dan juga semua warga yang
ada di desa tersebut. Dalam pendekatan yang dilakukan yaitu penulis
menggunakan tidak mengunakan seragam atau almater atau seragam yang formal
dengan tujuan untuk menjauhkan batasan antara peneliti dengan warga
1.5.2. Teknik Pengumpulan Data
• Data Primer
Universitas Sumatera Utara
Data primer adalah data-data yang di peroleh secara langsung dari sumber
aslinya berkaiatan dengan permasalahan utama yang di hadapi.Data primer saya
data dari beberapa tokoh-tokoh Islam, dan Ustad dan sejahrawan yang ada di
pulau Nias maupun di luar. Dalam memperoleh data-data penulis mempunyai
cara-cara untuk pengumpulan data-data dengan cara yaitu.
a. Observasi
Pengamatan dan berinteraksi secara langsung dengan masyarakat di
lapangan untuk melihat dan mengamati untuk mendapatkan gambaran bagaimana
kehidupan masyarakat MuslimNias bersosialisasi dengan budaya Nias yang masih
sangat kuat, dan untuk mengetahuinya penulis harus peneliti lebih mendekati para
tokoh-tokoh adat atau tokoh Islam yanga ada di pulau Nias maupun di desa
Bozihöna, dengan menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian penulis
tersebut, menjelaskan itu apa ilmu Antropologi Sosial dan menjelaskan juga
bahwa di luar pulau Nias banyak yang tidak mengenal bahwa suku Nias ada juga
yang beragama Islam, dan juga menceritakan bahwa adat dan tradisi masyarakat
muslim di Nias mempunyai perbedaan dengan adat Nias pada umumnya misalnya
pada pernikahan, kelahiran,kematian dan lainnya, dan menjelaskan tidak ada
maksud buruk dari penulis tentang penelitian tersebut, karena di awal perkanalan
saya juga menjelaskan bahwa penulis adalah non-muslim. Dengan cara seperti ini
penulis aakan mendapatkan simpati dari para informan inti maupun masyarakat.
Dan dari penjelasan saya akan maksud dan tujuan saya, banyak informan lebih
antusias memberi penjelasan dan memberi infromasi yang jelasdan baik yang
baik kepada penulis, tanpa harus membatasi atau mengurangi suatu data,
informan melihat penulis sama hal nya seperti saudara sendiri.
Universitas Sumatera Utara
b. Partisipasi
Di dalam penelitian ini peneliti juga terlibat langsung berinteraksi atau
terlibat langsung dalam beberapa kegiatan masyarakat, penulis pernah di ajak
menghadiri acara pernikahan salah satu warga desa, dan juga membantu dalam hal
beberapa kegiatan seperti gotong royong desa, berbaur dengan para nelayan.
Dalam cara pertisispasi ini, peneliti terus dan dapat membangun rapport yang baik
dengan informan maupun warga desa, dan bisa mengetahui secara langsung apa
yang terjadi di lapangan. Setiap apa yang terjadi di lapangan, peneliti berusaha
menyimak dan mengikuti alur pembicaraan dan kegiatan mereka agar tidak ada
rasa canggung dari saya maupun dari masyarakat ataupun informan saya.
c. Wawancara mendalam
Wawancara mendalam atau (Indepth Interview) juga penulis gunakan
dalam memperoleh data-data dari informan. Interview guide digunakan penulis
dalam dalam melakukan wawancara sebagai alat bantu dalam melakukan
wawancara kepada infroman. Wawancara mendalam penulis lakukan dengan
mempunyai tahapan-tahapan seperti di mulai dari percakapan-percakapan ringan
dan juga penulis menyesuaikan diri terhadap informan dengan mencoba memberi
sapaan dalam bahasa Nias maupun dalam Islam dengan tujuan agar lebih dekat
dengan informan.
d. Karakteristik informan
Dalam pemilihan informan yang dilakukan penulis yaitu memilih
informan, terlebih infroman inti dan juga dalam memilih beberapa tokoh adat dan
Universitas Sumatera Utara
tokoh agama dan juga masyarakat agar memberi data-data yang jelas dan yang
paling penting adalah mereka memberi informasi dengan sangat baik dan ramah,
karena fakta dilapangan penulis juga menerima penolakan dari beberapa
masyarakat dengan alasan merekan tidak tau apa apa, dan mereka mengira penulis
akan menulis hal-hal yang berbeda akan mereka. Dan dalam mendapatkan data-
data akan informan penulis meminta bantuan dari informan inti.
e. Pengembangan raport
Hubungan yang baik (rapport) sangatlah penulis butuhkan Dalam melakukan
wawancara dan observasi.Penulis berusaha dengan maksimal untuk menyesuaikan
diri bersosialisasi dan berinterakasi dengan sangat baik dengan informan-informan
dan juga kebiasaan dan aturan aturan yang berlaku di tempat penelitian khusunya
di desa Bozihöna .penulis juga mendekati masyarakat dengan tingkatan umur
yang berbeda-beda mulai dari anak sekolah dasar sampai yang sudah lansia agar
memperoleh data yang lebih beragam.
• Data sekunder
Adalah data data yang berhubungan dengan aspek-aspek yang diteliti
melalui dari jurnal, buku, majalah, artikel baik media maupun elektronik yang
dianggap relevan dan singkron dengan pembahasan dalam penelitian. Selama
dalam proses peneltian dalam hal pengumpulan data, penulis menggunkan alat
bantu dalam hal mendokumentasi hal-hal yang terjadi di lapangan atau pun
adanya data-data dari informan yang terlewatkan seperti alat bantu merekam suara
maupun video, kamera serta catatan lapangan (Fiel Note).
Universitas Sumatera Utara
1.5.3. Teknik Analisa Data
Terhadap rumusan masalah dipergunakan analisis data studi kasus dengan
pendekatan etnografi. Pada dasarnya seluruh analisis melibatkan suatu cara
berpikir yang berujung pada pengujian sistematis terhadap sesuatu untuk
menentukan bagian-bagiannya, serta hubungan bagian-bagian itu dengan
keseluruhannya. Data yang diperoleh dalam proses penggalian data dianalisis
secara kualitatif, artinya setiap perkembangan data diperoleh dan ditampilkan
dalam laporan penelitian menurut kronologis waktu secara naratif. Dengan model
ini, maka kegiatan analisis data sudah mulai dilakukan pada saat-saat awal
pengumpulan data lapangan. Sedangkan keseluruhan data yang dimiliki akan
dicoba diinterpretasikan dan dinarasikan sebaik mungkin, dengan harapan dapat
memahami dengan sebaik-baiknya data yang diperoleh, sehingga dapat
memahami dan menyimpulkan bagaimana perkembangan muslim Nias di Pulau
Nias.
1.5.4. Pengalaman Penelitian Selama Di Lapangan
Penelitian ini penulis lakukan di Desa Bozihöna, kecamatan Idanögawo,
kabupaten Nias yang merupakan salah satu dimana komunitas muslimNias
berada. masyarakat, tingkah laku yang penulis temukan dilapangan. Penelitian ini
saya mulai pada awal bulan 8 tahun 2016.Selama penelitian di Desa Bozihöna
yang jaraknya sekitar 10 Km yang saya tempuh dengan sepeda motor.Pada saya
memulai saya sangat bingung mencari rumah kepala desa, karena saya sudah lupa
arah jalan di desa tersebut, karena terakhir kali saya kesana waktu SMA,
Universitas Sumatera Utara
sayasangat segan dan takut karena tidak ada yang saya kenal di desa ini, akibatnya
saya hanya berputar- berputar saya, menurut saya saat itu ada banyak warga yang
melihat saya, dan bertanya-tanya itu siap?. Akhirnya saya pun memberinikan diri
untuk singgah di salah satu warung yang ada di desa tersebut dan memulai dengan
basi-basi dengan ibu penjual tersebut, dan tiba-tiba ada empat orang pemuda
mendatangi dan saya pun memberanikan diri urntuk berkenalan dengan mereka,
dan teryata mereka sangat ramah-ramah dan mau membeli saya air mineral, dan
dari mereka lah saya mnedapat alamat dari pak sekretaris desa.
Keesokan harinya saya datang kembali untuk mememui bapak sekretaris
desa, namanya pak Augusman harefa ( Ama Aisyah Harefa ) dan saya pun
mengutarakan apa maksud dan tujuan saya datang ke desa ini, dan beliau pun
sangat ramah kepada saya dan menginzinkan saya untuk melakukan penelitan di
desa itu, dan beliau pun mengantar saya ke kediaman pak kepala desa Bapak
Yasmin Harefa ( Ama Syam Harefa ) dan beliau pun sangat mendukung. Awalnya
dia kaget membaca judul skipsi saya, karena mnyangkut-menyangkut dengan
islam, namum setelah saya jelasakan apa tujuan dari skripsi say ini baru beliau
mengerti dan siap mendukung, pada saat itu beliua juga memberi nama-nama
siapa saja yang bisa menjadi informan saya.
Pada hari-hari selanjutnya untuk menemui para infroman di lapangan, saya
meminta pertolongan dari teman saya Krisman Zendratö, dia kuliah di USU juga,
dia asli warga dari Desa Bozihöna, awalnya saya tidak mengajaknya, kerena dia
masih di Medan dan dan saya pun menunggunya untuk pulang ke Nias Di temani
Krisman saya pun berkunjung ke rumah ketua-ketua adat seperti pak Faigimböwö
Warasi ( Ama Ani Warasi), dengan bapak ini saya agak kesulitan, karena beliua
Universitas Sumatera Utara
sudah cukup tua dan agak susah bicara, jadi saya pun harus lebih cepat memahami
apa yang di sampaikan oleh bapak ini. Saya pun terus berulangkali datang ke
rumah Bapak Faigimböwö untuk mendapatkan data yang jelas.
Untuk mendapatkan data yang lebih lagi saya pun datang ke Gunung sitoli
sekitar 30 Km dari Rumah saya, bisa di tempuh dengan sepeda Motor, saya di
temani teman SMA saya dulu , Taufik Telaumbanua. Di Gunung sitoli ada banyak
sekali tempat saya kunjungi seperti di Museum Pusaka Nias, disana saya juga
Membeli buku-buku yang saya pikir bisa untuk membantu skripsi saya, kami juga
mengunjung beberapa mesjid bersejarah yang ada di Kota Gunung Sitoli dan dan
tempat lainnya. Orang tua dari teman saya ini, Bapak Taufik adalah seorang
tokoh adat Muslim di salah satu desa yang ada di Gunung sitoli ini , dan saya
sangat besyukur, ada banyak data yang saya peroleh dari beliau seperti tentang
sejarah Islam, tempat bersejarah dan lain sebaginya.
Untuk memperoleh data yang akurat saya pernah di ajak oleh pak kepala
desa, untuk menghadiri kegiatan desa seperti Gotong Royong, Rapat desa dan
pembersihan Pasar tradisonal di desa Bozihöna. Tidak hanya itu pak kepala desa
juga pernah mengajak saya untuk menghadiri salah satu pesta pernikahan warga
desa, pada saat itu saya saya gugup, karena saya disuruh pak kepala desa untuk
memakai Almamater, dan akhirnya pun saya jadi bahan tontonan warga saat itu,
di situ saya berusaha menjaga sikap, seperti bertanya ke warga yang hadir pada
saat itu ,maupun cara saya mengambil foto.
Dalam mendapatkan data lagi, saya banyak berhubungan dengan pak
kepala desa, mungkin sudah beberapa kali saya datang berkunjung ke rumahnya
Universitas Sumatera Utara
maupun ke kantor desa, dan terkadang beliau pun menemani saya ke lapangan
maupun datang ke rumah-rumah warga.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
GAMBARAN UMUM DESA BOZIHÖNA KECAMATAN IDANÖGAWO
2.1 Sejarah Desa Bozihöna
Bozihöna mempunyai arti “Mbombo Zihöna” yang mempunyai arti
Genangan air yang sudah ada, namun pada masa sekarang masyarakat desa
menyingkatnya menjadi Bozihöna.Desa Bozihöna tercipta karena surutnya air laut
secara besar-besar sehingga terciptalah dataran luas yang dijadikan sebagai tempat
Tinggal oleh masyarakat.
Akses jalan menuju ke Desa Bozihöna pertama kali dibuka oleh Tuada
Balugu Omasi’ö Gea yang bersalah dari desa yang kemudian dihuni oleh
keturunan dari marga Warasi yang beranak cucu dan setelah itu terjadilah
perpindahan penduduk di sepanjang pesisir pantai yang ditempati oleh berbagai
marga seperti Harefa, Zega, Zendratö, Gea, Warasi dan juga marga pendatang
seperti Tanjung, Sidik, Aceh,dan Polem.
2.2. Sistem Pemerintah di Desa Bozihöna
2.2.1 Tahapan Jabatan
Salawa Banua adalah kepala desa dalam bahasa Nias untuk Nias bagian
Utara dan Si‘ Ulu bagian selatan. Dalam pemerintahan Nias dikenal dengan
adanya badan Eksekutif dan Legislatif. Untuk bagian Eksekutif adalah bagian
susunan pemerintahan dan bagian Legislatif adalah tokoh adat yang yang
menetapkan hukum dalam berbagai bidang kehidupan kelompok masyarakat,
dalam berupa kelompok marga maupun wilayah dan dengan sangsi-sangsinya
Universitas Sumatera Utara
yang sangat keras. Pada zaman dahulu, pemilihan kepala kampung di suku Nias
tidak lah seperti sekarang ini, dulu yang disebut dengan kepala kampung adalah
orang yang di anggap mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi kampung
tersebut, orang yang sangat kuat, dan kaya serta penduduk asli dan bukan
pendatang dari kampung lain. Namaun seiring dengan perkembangan zaman yang
sudah ada, sistem pemikiran politik yang ada pada suku Nias politik dipandang
lebih demokratis, dimana seseorang bebas mencalonkan diri menjadi kepala desa
dan telah memenuhi segala syarat-syarat, dan setiap orang yang memilih bebas
memilih siapapun calon yang ia mau.
Sesuai dengan peraturan pemerintah, setiap pelanggaran hukum yang
dilakukan oleh kepala desa seperti melalukan seperti halnya korupsi akan di
penjara sesuai dengan Undang-Undang pemerintah No.24 tahun 2001, dan
kejahatan yang lainnya,dan ini sangat berbanding terbalik dengan harapan
masyarakat yang menginginkan kepala desa sebagai teladan dan contoh yang baik
untuk masyarakatnya. Kepala desa yang telah melakukan kejahatan harus
mengundurkan dirinya dari jabatan dan akan digantikan dengan yang kepala desa
yang baru sesuai dengan kesepakatan penduduk desa.
Susunan tahapan aparat desa seperti kepala desa, sekretaris desa maupun
bendahara harus melakukan pekerjaan yang baik dan berkerjasama dengan semua
tokoh masyarakat dan masyarakat desa secara keseluruhan seperti pelayanan yang
baik terhadap masyarakat, dan mengusahakan pembangunan desa dalam hal
perumahan penduduk, sarana/prasarana dan usaha pemadatan bantuan dari
pemerintah lokal, pusat maupun donatur-donatur.
Universitas Sumatera Utara
Dalam perkembangan politik dalam susunan perangkat desa yang cukup
segnifikan setalah Pulau Nias dilanda gempa bumi dan tsunami pada tahun 2004
silam yang telah menghancurkan segala yang ada. Kepala desa serta bawahanya
yang dipilih oleh masyarakat desa terkhusus di Desa Bozihöna kecamatan
Idanögawo Kabaputen Nias telah terlaksana dan melakukan tugas dengan baik
sampai sekarang.
Berikut susunan perintahan di desa Bozihöna yakni:
Tabel 2.1. Susunan kepemimpinan di Desa Bozihöna
No Nama Jabatan Masa Jabatan
1 MUHAMAD RUDIN
HAREFA
KEPALA
ADAT/KEPALA
DESA
2 SYAHRAINI HAREFA KEPALA DESA
3 YASMIN HAREFA KEPALA DESA 1993-2009
4 DARMIN TANJUNG KEPALA DESA 2019-2014
5 WARMANSYAH POLEM Pj.KEPALA DESA 2014-2015
6 AGUSMAN HAREFA Pj. KEPALA DESA 2015-2016
7 YASMIN HAREFA KEPALA DESA 2016-Sekarang
Sumber : Data Sekretaris Desa Bozihöna
Struktur susunan organisasi pemeritah Desa Bozihöna tahun 2016
Universitas Sumatera Utara
2.3. Pembagian Wilayah Desa Bozihöna
Pembagian wilayah Desa Bozihöna dibagi menjadi 2 (dua) dusun dan
masing-masing dusun. Dusun 1 sebagai pusat desa berada di dekat wilayah pesisir
pantai yang tentunya daerah perikanan sedangkan dusun II berada bagian atas
yang merupakan daerah pertanian dan perkebunan. Setiap desa dipimpin oleh
kepala dusun yang dipilih langsung oleh kepala desa.
2.4. KondisiAlam
Desa Bozihöna merupakan daerah pesisir pantai yang ada di kecamatan
Idanögawo,sangat berbeda dengan daerah yang lainnya yang merupakan daerah
dataran tinggi dan perbukitan. Pada bagian selatan seperti hal daerah pesisir
pemandang yang akan disajiakan adalah daerah pesisir pantai yang berawa,muara
sungai, hutan,lahan perkebunan kelapa masyarakat dan pemukiman warga di
sepanjang pesisir pantai dan juga tingkatan penghasilan masyarakat dari laut yang
tinggi dan mempunyai potensi di bidang yang lain sebagai berikut:
2.4.1. Potensi di Bidang Pariwisata
Desa ini merupakan daerah pesisir pantai, tentu ini menjadi andalan bagi
desa ini untuk mendatangkan para pengunjung untuk datang.Pesisir pantai
Bozihöna tidaklah kalah dengan pantai-pantai yang ada di Nias lainnya, seperti
pantai Sorake dan Lagundri di Nias Selatan. Dari tepi pantai kita bisa melihat
pulau Onolimbu dan anak pulau tersebut yang akan sangat memanjakan setiap
Universitas Sumatera Utara
mata yang melihat. Akses ke pulau tersebut dapat ditempuh dengan naik perahu
sekitar 30 menit saja. Tentunya pesona pantai Bozihöna adalah sumbur
pendapatan bagi masyarakat, Namun sekarang jumlah wisatawan yang datang ke
desa tersebut semakin berkurang setelah pulau Nias dilanda gempa bumi 8,7 SK
pada tahun 2004. Banyak yang berubah pada daerah pantai seperti pasang-
surutnya air laut yang tidak menentu dan bekas rumah-rumah warga yang hancur
yang masih terlihat sampai sekarang.Namun pada tahun 2017 ini desa Bozihöna
sudah dilirik oleh pemerintah, seperti sebagai salah tempat diselenggrakan Pesta
Ya’ahowu.Walaupun begitu, melihat kondisi desa dan masyarakat,tentunya masih
banyak harapan masyarakat desa kepada semua pihak terlebih pemerintah untuk
membantu segala kerusakan dari sarana/prasarana, agar pesona pantai Bozihöna
bisa berfungsi kembali dan membantu menaikan kondisi ekonomi masyarakat dan
diharapkan menjadi salah satu icon daerah pariwisata di kepulaun Nias.
2.4.2. Potensi di Bidang perikanan
Desa Bozihöna merupakan satu-satunya daerah penghasil ikan di
kecamatan Idanogawo dan sekitarnya.Hampir semua penduduk di desa adalah
nelayan, menurut pengetahuan warga di desa melaut pada malam hari itu lebih
baik dan kembali besok siangnya, karena menurut mereka, siang hari ombaknya
sangat tinggi sangat panas.Nelayan di Desa Bozihöna sangat mengantungkan
pengahasilanya pada hasil melaut ini, rata-rata hasil tangkapan nelayan adalah 20
kg sampai 60 kg.Nelayan biasanya memakai jaring atau alat pancing untuk
menangkap ikan dan jenis-jenis ikan tangkapan seperti:ikan Tuna, Kakap,
Baronang, Bawal, Udang, Layur, Cakalang, Tongkol, Belanak, Borito, Hiu, Pari,
Universitas Sumatera Utara
Layaran, Kerapu, dan sebagainya. Semua hasil tangkapan akan dijual di pasar
desa Bozihöna dan pasar kecamatan, dan sebagian untuk kebutuhan rumah tangga.
Masyarakat desa Bozihöna sangat mengharapkan bantuan dari pemerintah
dan dinas yang terkait untuk guna memaksimalkan lagi hasil tangkapan mereka,
seperti bantuan alat-alat untuk memancing,dan kelengkapan perahu. Sebagian dari
nelayan juga membutuhkan sosialisasi tentang cara melaut dan keselamatan dalam
melaut, karena pembelajaran melaut hanya mereka dapat dari orang tua saja.
Warga nelayan di desa Bozihöna tidak bercita-cita untuk bisa mengekspor keluar
hasil melaut mereka, mereka hanya ingin semua hasil tangkapan mereka bisa
terjual dan hasilnya bisa digunakan untuk kebutuhan rumah tangga dan untuk
biaya sekolah anak.
2.4.3. Potensi di Bidang pertanian
Selain berlaut, masyarakat desa juga mempunyai potensi pada bidang
pertanian.Karena desa Bozihöna adalah daerah pantai yang di tumbuhi oleh
pohon-pohon kelapa yang subur, dan sebagian dari masyarakat desa adalah yang
mempunyai lahan tersebut.Dalam satu lahan biasanya di tumbuhi 20-30 batang
pohon kelapa.Selain itu upaya pemerintah desa dalam meningkatkan kondisi
ekonomi warga, seperti membentuk beberapa kelompok tani desa seperi komoditi
jagung, sayur mayur.
Namun karena keterbatasan lahan pertanian, kurangnya modal yang
hampir semua dialami oleh masyarakat desa dan juga kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang pengelolah hasil dan harga pasar. Maka satu persatu
kelompok tani tadi tutup dan tinggal beberapa lagi saja yang
Universitas Sumatera Utara
beroperasi.Masyarakat desa Bozihöna sangat mengharapkan bantuan berupa
sosialisasi/penyuluhan dan bantuan modal dari dinas-dinas terkait kepada
masyarakat desa, agar terciptanya program desa yang sejahtera.
2.5. Kehidupan Masyarakat
Penduduk desa Bozihöna tidak didominasi oleh satu keturunan marga saja
melainkan banyak marga.Oleh karena itu di desa ini tidak adanya marga yang
menonjol dan terpandang. Semua marga sama dan setiap warga mempunyai hak
dan kewajiban di desa ini. Desa Bozihöna sebenarnya rata-rata menganut
KristenProtestan dengan dominasi Gereja BNKP (Banua Niha Keriso Protestan)
dan selebihnya adalah Islam Dan Khatolik.Waluapun desa ini mayoritas Kristen,
namun di kecamatan Idanögawo Desa Bozihöna adalah desa yang di kenal dengan
perkampungan Islam. Penduduk yang beregama Islam juga mempunyai hak yang
sama di desa seperti jabatan dal lain sebaginya.
Dari data kependudukan Desa Bozihöna tahun 2014. Sekitar 60%
penduduk beragama KristenProtestan yang didominasi oleh berbagai aliran Gereja
seperti BNKP dan aliran kharismatik , 45% beragama Islam dan 5% beragama
Katolik. Masyarakat Desa Bozihöna sebagian besar hampir 90% mencari nafkah
sebagai nelayan, dan sebgaian kecilnya adalah pedagang dan yang bekerja sebagai
Pegawai Negeri Sipil(PNS) hanya 7 orang saja
Dalam kehidupan bermasyarakat dan sosial sehari-hari, masyarakat desa
Bozihöna tetap menjaga keharmonisan, kerukunan, kedamaian dan tidak ada rasa
iri apalagi dengki kepada setiap orang dan menjunjung tinggi nilai toleransi dan
persaudaraan dengan sesama.Mereka tetap melakukan gotong royong dan
Universitas Sumatera Utara
membatu sesama dalam hal menyelesaikan setiap beban sesama. Seperti halnya
ikut serta membantu tetangga jika ada pesta pernikahan dan jika ada tetangga
yang dalam kesusahan/kemalangan setiap warga desa akan selalu menbantu tanpa
memandang marga dan agama karena setiap masyarakat desa masih banyak yang
mempunyai hubungan keluarga antara satu dengan yang lain, baik itu
Kristendengan Muslim.
2.5.1. Kondisi Ekonomi
Kondisi ekonomi masyarakat di desa Bozihöna hampir semua berorientasi
pada mata pencaharian sebagai nelayan dan selebihnya seperti petani, pedagang,
peternak dan sedikit yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS).Hasil
melaut, beternak kerbau dan berdagang tidaklah banyak membantu perekonomian
setiap kepala keluarga.Hasil melaut, bertani,berdagang maupunyang lainnya
hanya digunakan untuk memenuhi keperluan sehari-hari dan keperluan anak
sekolah.Hal ini karena minimnya pengetahuan masyarakat tentang mengolah
lahan maupun hasil perikanan yang ada, ini dibuktikan dengan banyaknya
masyarakat yang masih mengunakan perumahan kayu yang merupakan bantuan
dari pemerintah akibat gempa dari 2004yang bertahan hingga sekarang. Oleh
karena itu, maka penduduk desa Bozihöna dikategorikan sebagai masyarakat
sederhana ke bawah dengan sangat miskin 40%, masyarakat miskin sebanyak
55% dan 5% dikategorikan sedang.
2.6.2. Kondisi Keagamaan
Tingkat kepedulian dan toleransi bergama masayarakat terhadap sesama
masih sangat tinggi. Ketika hari Idul Fitri, masyarakat kristiani akan membantu
Universitas Sumatera Utara
segala keperluan seperti menjaga kenyamanan umat Islam saat sholat demikian
juga ketika umat Kristiani beribadah di Gereja dan Hari Natal semua warga akan
membantu membersihkan Gereja. Jika ada warga yang meninggal dunia, maka
warga desa akan melayat dan membantu proses pemakaman baik berupa tenaga
maupun materi. Begitu juga ketika pesta-pesta adat lainnya seperti pernikahan,
warga akan saling berlomba membantu. Biasanya ketika ada tetangga yang
melakukan pesta pernikahan, para tetangga akan membantu meminjamkan uang
dalam bentuk ternak, beras maupun dalam bentuk uang itu sendiri. Ini merupakan
kebiasaaan yang ada dalam masyarakat Bozihöna maupun di Pulau Nias.
Rasa gotong royong juga masih sangat dipegang teguh oleh masyarakat,
seperti halnya jika ada kegiatan desa , apabila ada kegiatan bersih-bersih maka
semua warga akan berkerjasama untuk membersikan desa. Desa Bozihöna
terkenal dengan tingkat kriminalitas yang rendah dan keramahan warganya
terhadap semua orang.Sejauh ini rasa kekeluargaan dan toleransi adalah hal yang
diutamakan oleh setiap masyarakat di Desa Bozihöna karena menurut meraka,
meraka sama-sama suku Nias, sama marga, sama bahasa, walaupun kepercayaan
berbeda kita tetap satu nenek moyang.
2.5.3. Jumlah Penduduk Desa Bozihona
Penduduk Desa Bozihöna didominasi oleh banyak marga seperti
Telaumbanua, Zebua, Harefa, Zega, dan Zendratö.
Jumlah penduduk Desa Bozihöna Dusun Idan Dusun II yakni:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Jumlah penduduk Desa Bozihöna, Dusun 1 dan Dusun II
No Jenis Kelamin Jumlah
1 Laki-Laki 600 orang
2 Perempuan 528 orang
Jumlah keseluruhan 1.128 orang
Sumber :Data dari Sekretaris Desa Bozihöna.
*Pengambilan data diambil akhir Oktober 2014. Setiap masyarakat di Desa
Bozihöna yang lahir dan meninggal maupun yang pindah dan yang masuk jadi
warga desa akan di data setiap sebulan sekali oleh sekretaris Desa Bozihöna.
2.6. Kondisi Sarana/Prasarana Umum Desa Bozihöna
Kondisi sarana/prasarana umum desa Bozihöna secara garis besar adalah
sebagai berikut:
Tabel2.3Sarana dan prasarana di desa Bozihöna
No Sarana dan Prasarana Jumlah Keterangan
1 Balai Desa 1 Unit Baik
2 Sekolah Dasar - -
3 Sekolah Menengah
Pertama
- -
4 Puskesmas - -
5 Kios Pasar 2 Unit -
6 Mesjid 3 Unit -
Universitas Sumatera Utara
Sarana dan prasarana di Desa Bozihöna masih sangat kurang mendukung
untuk segala tingkat yang sangat baik untuk masyarakat, seperti kondisi jalan
untuk masuk ke desa dan didalam desa dalam kondisi rusak dan sangat
sempit.Lebarnya hanya sekitar 2,5 meter saja dan banyaknya kondisi jalan yang
berlubang sehingga digenangi air pada musim hujan, dan tentu ini sangat
membahayakan setiap pengguna jalan tersebut. Kondisi jalan menuju Desa
Bozihona dulu sempat diperbaiki oleh pemerintah setelah gempa 2004, karena
adannya rencana pemerintah kabupaten untuk membangun pelabuhan kapal laut di
desa tersebut, namun tidak berjalan sampai sekarang.
Kondisi lain adalah gedung sekolah dasar(SD) dan sekolah menengah
pertama (SMP) di desa tersebut sangat memprihatinkan.Gedung sekolah di pakai
secara bersamaan dengan cara setiap kelas untuk siswa. Besarmimpi setiap anak
di Desa Bozihöna untuk bisa sekolah di pusat kecamatan, kondisi jarak yang jauh
menjadi asalan utama setiap orang tua untuk tetap menyekolahkan anaknya di
desa tersebut saja dan supaya lebih cepat membantu orang tua saat bekerja.
Memang ada juga siswa yang sekolah di kecamatan walaupun menempuh jarak
sekitar 11 KM dengan meggunakan sepeda, ini semua meraka lakukan demi
mendapat pendidikan yang lebih baik nantinya untuk masa depan.
Fasilitas saat ini yang sedang dibangun oleh pemerintah adalah
pembangunan puskesmas desa yang sedang dalam tahap pembangunan.
Kemudian kios-kios pasar tradisional di desa tersebut, karena berdagang
merupakan pekerjaan masyarakat selain nelayan. Hal ini karna setiap masyarakat
setelah melaut mereka akan menjual hasilnya di pasar tradisonal tersebut. Fasilitas
lainnya sudah adanya tower jaringan Telkomsel untuk membantu komunikasi dan
Universitas Sumatera Utara
aliran listrik dari PLN yang sudah sebagian besar dimiliki oleh masyrakat desa
dan tentunya ini ialahhal-hal yang membantu masyarakat seperti dalam hal
mendapatkan informasi contohnya dari radio dan sebagian kecilnya dari televisi.
Kondisi Pasar tradisional di Bozihöna masih belum layak.Akibat banyak kios-
kios yang sudah rusak dan ambruk pasar tradisional ini beroperasi hari sabtu,
seperti pasar tradisonal pada umumnya, para pedagang bukan hanya saja datang
dari desa tersebut saja, namun pedagang dari daerah lain, dan begitu juga jika
pekan di daerah, pedagang dari Desa Bozihönaakan berdagang disitu juga.
Sebenarnya masih banyak sarana/prasarana yang sangat dibutuhkan oleh
masyarakat desa hal yang paling utama adalah rumah yang layak bagi masyarakat
desa. Menurut observasi hampir semua masyarakat desa mengunakan rumah dari
kayu danselebihnya dari beton, mungkin alasan lainnya karena takut jika dari
beton akan cepat roboh jika ada gempa bumi lagi. Kamar mandi umum dan
sumber air bersih juga sangat dibutuhkan oleh masyarakat desa.
2.7. Perhatian pemerintah di bidang sarana perikanan
Berlaut adalah sumber penghasilan masyarakat yang paling utama. Di desa
Bozihöna terdapat banyak nelayan yang sudah turun-temurun sejak dari kecil
sudah diajari menangkap ikan yang baik, ada juga nelayan musiman yang artinya
jika penghasilan dari lahan pertanian tidak ada maka menangkap ikan adalah
pilihan lain. Namun terdapat juga nelayan nonpermanen yang merupakan nelayan
yang mencari nafkah dengan cara berlaut yang bersifat sementara saja (pekerjaan
sampingan) hanya untuk memenuhi sehari-hari saja atau dijadikan lauk. Umunya
nelayan desa Bozihöna hanya akan menjual hasil ikannya di pasar tradisonal desa
Universitas Sumatera Utara
Bozihöna saja tidak menjualnya ke pasar kecamatan yang lebih besar, jadi para
pengumpul yang akan menjualnya ke pasar kecamatan, dan tentunya harga ikan
yang dijual ke pengumpul akan jauh lebih murah dibandingkan ketika akan di jual
ke pasar kecamatan, hal ini karena banyak nelayan yang tidak mempunyai motor
sebagai alat tranportasi untuk menjual hasil melaut secara langsung.
Upaya pemerintah dan dinas terkait dalam meningkatkan kondisi ekonomi
melalui bidang perikanan seperti bantuan perahu dan alat-alat memancing seperti
jala, kail dan sebagianya yang di berikan kepada setiap nelayan. Namun masih
saja kondisi ekonomi nelayan di Desa Bozihöna masih saja sangat jauh dari kata
baik, pendapatan nelayan hanya bisa untuk membiayai kehidupan rumah tangga
belum lagi untuk biaya sekolah anak dan biaya yang lainnya. Terkadang juga
banyak nelayan-nelayan yang tidak melaut karena faktor cuaca yang buruk dan
tidak adanya ikan dilaut disebabkan karna musim dan harga bensin maupun solar
yang melambung tinggi dan ini tentunya adalah hal-hal yang sangat memberatkan
para nelayan untuk mencari nafkah dan biaya sekolah anak.
2.8. Perhatian pemerintah di bidang sarana kesehatan
Kesehatan yang baik merupakan prorioritas yang sangat diharapkan oleh
setiap masyarakat, begitupula pengetahuan.Namun tentunya hal ini harus
didukung dejngan sarana gedung kesehatan/puskesmas yang baik dan tenaga
kesehatan seperti Dokter, Perawat, Bidan dan pelayan Kesehatan Masyarakat
yang memadai.Desa Bozihöna tidak mempunyai banyak lulusan keperawatan
ataupun kebidanan apalagi dokter, jadi selama ini masyarakat desa hanya
bergantung pada bantuan dari tenaga kesehatan dari Puskesmas saja. Puskesmas
Universitas Sumatera Utara
desa tidak mempunyai seorang dokter yang tetap hanya ada tenaga Perawat dan
Bidan saja, jadi biasanya masyarakat desa jika berobat atau berkonsultasi ke
dokter harus ke kecamatan yang jaraknya 10 KM dari desa.
Pada tahun 2016, Pemertintah memusatkan perhatian pada pembangunan
gedungpuskesmas desa yang masih dalam tahap pembangunan. Selama ini proses
pelayan kesehatan dilakukan di puskesmas yang ukurannya kecil dan tidak
didukungnya alat-alat medis yang sesuai dengan standar yang baik. Tentunya ini
adalah harapan para masyarakat desa dan tenaga kesehatan yang ada di puskesmas
desa seperti bertambahnya tenaga kesehatan, dokter dan juga sosialisasi tentang
kesehatan yamg baik kepada masyarakat.
2.9. Perhatian Pemerintah Di Bidang Sarana Pasar.
Pasar merupakan tempat tempat bertemunya pembeli dan penjual untuk
melakukan transaksi jual beli barang atau jasa.Kegiatan pasar tradisonal di Desa
Bozihöna hanya diadakan pada hari sabtu saja yang dimulai pada jam 08.00 pagi -
13.00 siang, sebagian besar pedagang berasal dari luar desa hal ini karena
masyarakat desa banyak yang berprofesi sebagai nelayan, umunya para pedagang
menjual barang-barang kebutuhan setiap hari dan bahan pangan. Pasar terletak di
Dusun II yang berdekatan dengan bibir pantai dan kondisinya sangat
memprihatinkan dimana hanya ada gubuk-gubuk yang terbuat dari kayu yang
sudah lapuk dan daun rumbiah dan sebagian sudah ada yang memakai seng
ditambah kondisi jalan pasar yang rusak dan berlubang sehingga kalau hujan akan
banjir. Selain tempat terjadinya jual beli, pasar ini juga mempunyai fungi lain
Universitas Sumatera Utara
yaitu sebagai tempat bertukar informasi antar warga dan hiburan buat warga
inikarena aktivitas pasar hanya terjadi satu kali dalam seminggu saja.
Pada tahun 2015 atas kerjasama pemerintah perdagangan dan dinas
perindustrian perdagangan energi dan sumber daya mineral dengan pemerintah
daerah kabupaten Nias melalui dana alokasi khusus tambahan bidang sarana
perdagangan tahun 2015 telah memberi bantuan kepada masyarakat desa
Bozihöna berupa kios-kios pasar tradisonal dan pasar ikan. Kondisi bangunan
terbuat dari semen dan sudah beratapkan seng dantentunya ini akansangat
membantu aktivitas pasar. Menurut masyarakat desa, kondisi pasar sekarang akan
terlihat lebih lancar jika jalan desa dan jalan pasar diperbaiki, maka akan semakin
banyak warga yang akan datang berkunjung dan tentunya kondisi warga desa
akan semakin membaik.
Gambar01 : Pasar tradisionalBantuan dari Pemeritah
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Universitas Sumatera Utara
BAB III
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ISLAM DI PULAU NIAS
DAN DESA BOZIHÖNA
3.1. Sejarah Islam Di Pulau Nias
Fanömba adu atau Fabelegu adalah merupakan agama kepercayaan suku
Nias pada pada zaman dahulu.Adu merupakan contoh atau gambaran orang tua
yang dibuat dari pahatan kayu dan batu dengan tujan untuk dijadikan sebagai
Tuhan, dengan memohon agar hewan peliharaan seperti babi dan hasil lahan
berlimpah. Sifat dari agama ini adalah penyembahan dewa pencipta, kepercayaan
kepada kekuatan gaib dan roh halus, kepercayaan dalam wujud terlihat dan bisa
diraba seperti pohon, binatang, angin dan juga terhadap roh leluhur yang
dibuatkan dalam bentuk pahatan kayu atau batu.
Islam masuk ke Pulau Nias bukan melalui misi khusus untuk menyebarkan
agama, melainkan dibawa oleh para pendatang ke Pulau Nias baik yang
berdagang maupun yang menetap disana. Meskipun Islam telah terlebih dahulu
masuk ke P.Nias, namun pada perkembanganya tidak sepesat agama Kristen yang
disebarkan dalam misi khusus oleh para misionaris. Umumnya masyarakat asli
Nias yang masuk Islam adalah karena kesadaran sendiri atau karena ikatan
perkawinan dengan para pendatang yang beragama Islam
Menurut pak Yasmin Harefa (Ama Syam), ada beberapa faktor
kemungkinan kurang pesatnya Islam berkembang di Nias pada masa itu, antara
lain:
Universitas Sumatera Utara
• Para pendatang ini memang bukan datang untuk menyebarkan agama,
berbeda dengan para misonari Kristen, yang terlebih dahulu telah
mempelajari budaya Nias dan bahasanya, sehingga mudah diterima oleh
masyarakat Nias pada saat itu.
• Kemungkinan karena mereka telah menjalin hubungan yang baik dengan para
penguasa setempat, mereka memilih untuk tetap memelihara hubungan baik
yang telah terjalin tanpa mengintervensi adat dan kepercayaan penduduk
setempat. Apalagi setelah adanya kesepakatan/pemberian wilayah kekuasaan
bagi para pendatang dengan penguasa setempat.
• Kondisi alam yang pada waktu itu masih berupa hutan rimba sehingga
membuat akses yang sulit ke pedalaman dan pegunungan dimana kebanyakan
penduduk asli tinggal.
• Masyarakat setempat yang biasa beternak babi membuat para pendatang
beragama Islam sulit berasimilasi dengan penduduk asli. Hanya penduduk
asli yang datang ke perkampungan umat Islam dan berinteraksi cukup intens
dengan para pendatang saja yang akhirnya masuk Islam.
• Ternak babi bagi masyarakat Nias merupakan ternak utama untuk upacara-
upacara adat, sehingga sangat wajar jika mereka sulit menerima kepercayaan
baru yang mengharamkannya. Seperti yang diutarakan dalam Buku manusia
langit, betapa pentingnya babi bagi masyarakat Nias Dalam segala hal.
Universitas Sumatera Utara
Secara kronologis masuknya Islam ke pulau Nias dapat diurutkan sebagai
berikut:
• Tahun 858 M. seorang Persia bernama Sulaiman pernah menyinggahi pulau
Nias yang dinamakannya denga Pulau Nian. Hal ini telah disebutkan oleh E.
Fries dalam bukunya Amoeata Hoelo Nono Niha hal 53. Sayangnya tidak ada
penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini.
• Tahun 1624 M. Nias masuk menjadi wilayah kekuasaan Kesultanan Aceh
pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (berkuasa dari tahun 1607 s/d
1635).
• Pada tahun 1642(?)/1080 H. orang Aceh di bawah pimpinan Teuku Polem
dari Meulaboh tiba di Nias, yang kemudian menetap di kampung Hele Duna
Siwulu (sekitar Desa Mudik sekarang).
Keterangan ini diperkuat dalam buku Encyclopedia Van Nederndsch Cost
Indie III cetakan kedua, keluarang Martinus Nijhoffe Gravenhage tahun 1915
dalan halaman kedua memuat keterangan seorang Belanda bernama Davidson
tentang apa yang dilihatnya sewaktu dia pada tahun 1665 mengelilingi pulau
Nias, bahwa orang Melayu terutama Aceh bergaul dengan suku-suku Nias
dan bahwa agama yang dibawanya Islam. Islam berpengaruh atas lembaga
kebudayaan kerohanian asli orang Nias.
• Pada tahun 1111 H. atau sekitar tahun 1690 M. seorang Minangkabau
bernama Datuk Raja Ahmad suku Chaniago asal negeri Priangan Padang
Universitas Sumatera Utara
Panjang telah sampai di Nias, sekitar Teluk Baliku kira-kira 12 Km utara kota
Gunungsitoli dan tinggal menetap di Kampung Dalam (sekitar perbatasan
Desa Mudik dan Kelurah Ilir sekarang).
• Sekitar tahun 1215 H atau 1794 M dibawah pimpinan Haji Daeng Hafiz
(orang Bugis) tinggal dan menetap di Gunungsitoli.
• Sekitar tahun 1810 M. orang Arab di bawah pimpinan Said Abdullah dari
Kotaraja Banda Aceh sampai dan menetap di Gunungsitoli.
• Sekitar tahun 1863 M. orang India dibawah pimpinan Mustan Sahib tiba dari
Meulaboh dan menetap di Gunungsitoli, setelah sebelumnya tinggal di
Singkil.
Pada masa sekarang ini Islam telah tersebar ke seluruh kepulauan Nias,
terlebih di daerah pesisir dan sedikit yang ada di kota. Tahun demi tahun penganut
Agama Islam di Pulau Nias semakin bertambah walaupun dalam statistik yang
masih kecil. Menurut badan sensus penduduk kepulauan Nias tahun 2010
penganut agama Islam dari setiap kabupaten ialah:kabupaten Nias 1.536,
kabupaten Nias Selatan 7,398, kabupaten Nias Utara 6,894, kabupaten Nias Barat
1,621 dan kota Gunung Sitoli 17,151. Dalam jumlah presentase jumlah penganut
Agama Islam Adalah hanya 5,9 % saja. Adapun sebabnya penyebab Orang Nias
menjadi Penganut Agama Islam seperti telah jadi Islam sejak dari lahir, akibat
pernikahan dan jadi Mua’laf. Menurut sejarah Islam sudah sangat lama
diperkenalkan di pulau Nias, lebih dulu datang sebelum Agama Kristen dan
katolik datang ke Pulau Nias. Namun karena ajaran Islam sangat bertentangan
Universitas Sumatera Utara
dengan adat Nias maka Islam kurang diminati oleh rakyat Nias dan raja-raja atau
BaluguNias padazaman dulu.
Nias adalah daerah yang penduduknya adalah mayoritas Kristen Protestan.
Kristen dibawa oleh misionaris jerman Lidwig Ernst Deningger (1865) dan
sebagian lainnya Katolik (1854) dibawa oleh Pastor C.de Hesselleyang telah
banyak memberi banyak pengaruh terhadap budaya Nias pada saat itu. Namun
sebelum kedatangan agama Kristen Protestan dan Khatolik, Islam sudah terlebih
dahulu sudah dikenal oleh penduduk Pulau Nias yang masih menganut
kepercayaan tradisional.Islam juga sangat berpengaruh di Pulau Nias terlebih di
Kota Gunung Sitoli yang menjadi pusat ekonomi di Pulau Nias. Islam sangat
sangat berkembang di kota Gunung sitoli, karena syiar Agama Islam di mulai dari
kota ini oleh Teuku Polem. Pada masa sekarang ini keturunan dari Teuku Polem
telah bertebaran dimana selain dari pada yang berdomisili (Tinggal) di Pulau Nias
juga bertebaran dimana-mana seperti di Medan, Padang, Jakarta dan
sebagainya.Tentunya saja pada waktu yang akan datang jumlahnya akan semakin
bertambah banyak. Di antara keturunan Teuku Polem yang ada sekarang ini,
bukan mustahil bahwa hanya sedikit yang mengetahui tantang sejarah dan riwayat
dari nenek moyang mereka tersebut. Tentu dapat dirasakan bahwa betapa
kurangnya atau buruknya apabila seseorang tidak mengetahui tidak mengenal
dirinya danasal ususnya.
Dalam buku Tuturan Tiga Sosok Nias editor P.Johannes
M.Hammerle,OFM.Cap seorang pastor tentang sejarah kedatangan Teuku Polem
di Gunung Sitoli, Pulau Nias. Bahwa pada tanggal 30 Mei 2002 Sr. Klara Duha
OSF dan direktur Museum pusaka Nias berkunjung ke rumah bapak M.I Polem
Universitas Sumatera Utara
yang merupakan keturunan dari Teuku Polem di kelurahan Ilir Kota Gunung
Sitoli. Dalam wawancara mendalam tersebut dengan beliau terungkap beberapa
poin penting yaitu, Bapak M.I Polem lahir pada tahun 1912, menjadi pegawai
Sahbandar (1971-1995) dan menjadi kepala desa selama 30 tahun.Menurut
keterangannya Teuku Polem Iskandar Muda tidak mempunyai anak dari istri
kedua, hanya dari istri pertama, tetapi mereka bukan keturunan sultan.Mereka ini
dari pedalaman Meulaboh.Teuku Hitam adalah anak pertama dari istri pertama.
Dia itu punya tiga anak: Teuku Polem, Imam Bale dan Siti Zalikha.
Tahun 1641 mereka merantau ke Nias karena ada perselisihan, mereka
tidak mau di perintahkan oleh seorang sultan perempuan. Oleh karena itu mereka
berangkat dengan 7 perahu di pelabuhan kota Olele. Dalam setiap perahu muat
sekitar 10 orang laki-laki, dan mereka bersepakat, kemana saja kita sampai
nantinya di situ kita akan tinggal, disitu kelak tanah air kita. Akhirnya 3 perahu
sampai di Nias mendarat di Nias Gazah, Bawöganöwö, di Onolimbu kecamatan
Idanögawo dan di Bale Foa.Bawöganöwö kelak disebut Tuha Ganöwö dan tiga
perahu lainnya sampai di Nias Utara, mendarat di Toyolawa, di muara Muzöi
sedangkan perahu Teuku Polem mendarat di Luaha Laraga. Teuku membawa
serta dua meriam, yang satu di dirikan di depan pendopo rumah Bupati dan yang
lain tinggal di mesjid lama di Mudik, dan sejumlah meriam lainnya dapat di lihat
di persimpangan jalan kampung baru yang di jual pada zaman dulu di Padang,
karena tidak laku lagi
Universitas Sumatera Utara
Gambar02 : Sejumlah Meriam yang di bawa oleh Teuku Polem yang
ada di persimapang jalan kampung baru, Kota Gunung Sitoli
(Sumber : Dokumen Pribadi)
Sesudah tiba di muara sungai Idanoi, yaitu Luaha Laraga, yang pada saat
itu tidak dihuni, namun dari sebelah hulu sungai itu kelihatan batang-batang padi
yang hanyut tanda bahwa ada manusia. Mereka kemudian menyelusuri sungai
Idanoi ke atas sekitar 6 km dan sampai di desa Onozitoli, yang merupakan desa
induk dari marga Harefa. Karena bahasa mereka berbeda, mereka hanya bisa
berkomunikasi lewat isyarat dan sekapur sirih.Setelah sekian lama, putri dari
balugu Harimo menjadi istri dari Teuku Polem.Setelah sekian lama tinggal di situ
mereka pindah ke desa Dahana, karena saudara dari Balugu Harimo ada di situ
yaitu Balugu No’ou. Menurut M.I Polem nama berasal dari bahasa Aceh yang
berarti: daerah perempuan, daerah pemukiman karena di situ kaum perempuan
berladang.
Universitas Sumatera Utara
Pada masa Sultan Iskandar Muda Perkasa Alam (1607-1636) di Aceh,
kerajaan Aceh dibagi dalam beberapa wilayah kekuasaan.Setiap wilayah
kekuasaan dipimpin oleh seorang kepala pemerintahan dengan kedudukan sebagai
wakil kesultanan (raja).Kepala pemerintahan pada setiap wilayah berdasarkan
tradisi dalam pemerintahan monarchi/kerajaan harus diangkat dari kalangan
sultan.
Kerajaan Aceh wilayah bagian barat pada masa itu berpusat di Preumbeue
Meulaboh dan kepala pemerinthannya (wakil keseultanan) ialah Teuku Chik (Cik)
dari Meuraxa Kutaraja (Banda Aceh) Mukim XXVI dan dia mempunyai 2 orang
putra yang bernama Teuku Polem, Teuku Imeum Bale dan 1 putri bernama Siti
Zalikha. Sesuai dengan kebiasaan yang berlaku, Teuku Polem sebagai anak tertua
akan membantu ayahnya dalam bidang keamanan dan pemerintahan. Putra
keduanya diberikan tugas dalam bidang keagamaan.
Pada masa Teuku Cik memimpin pemerintahan diwilayah bagian barat
(Meulaboh), pantai pesisir barat kerajaan Aceh sering diganggu oleh perampok
dan bajak laut.Oleh karena itu,Teuku Polem sering langsung memimpin operasi
pengamanan sepanjang pantai barat hingga Natal dan setelah itu ke Tapak
Tuan.Pada waktu Teuku Polem dan pasukannya masih berada di Tapak Tuan
beliau diberitahu oleh utusan adiknya Teuku Imeum Bale, bahwa ayahandanya
Teuku Teuku Cik telah meninggal dunia. Berdasarkan kebiasaan yang lazim
berlaku,sehari raja meninggal, maka pada hari itu juga diangkat penggantinya.
Namun berhubung karena Teuku Polem tidak berada di Meulaboh yang
seharusnya beliaulah yang akan diangkat menjadi penganti ayahnya selaku anak
Universitas Sumatera Utara
tertua, maka terpaksa adiknya yang diangkat menjadi penjabat sementara sebagai
peganti ayahnya Teuku cik.
Dengan penuh kesedihan Teuku Polem kembali Meulaboh karena tidak
sempat melihat ayahnya pada waktu meninggal.masalah kepimpinan yang ada
ditangan adiknya tidak menjadi pemikirannya dan beliau mengikuti
peraturan.Karena kesedihan yang mendalam, maka sebagai penghipur laranya
beliau melanjutkan operasi di perairan pantai,akhirnya beliau mampersiapkan 5
buah Pincalan dengan semua perlangkapan dan beberapa rombongannya yang
sebagian dari keluarganya. Maka pada tahun 1642 M, Teuku Polem beserta
rombonganya pergi meninggalkan Meulaboh dan berlayar ke arah selatan pulau
Sumatera dengan keputusan yang tekad bahwa dimana tanah dijumpai
disitulah yang akan menjadi tanah air dan tanah tumpah darah anak cucunya.
Setelah sekian lama berlayar, akhirnya mereka melihat sebuah pulau dan
mendekatinya, persis di Lauha Laraga Idanöi.Sesuai dengan keputusan beliau dan
kesepakatandan rombonganya maka setelah melihat di Muara sungai ada tanda
bahwa tempat itu telah dihuni oleh manusia dan seterusnya dengan petunjuk tadi
mereka menyusuri pinggir Luaha Laraga menuju ke hulu sungai. Kemudian
mereka sampai disuatu tempat yang teryata telah dihuni oleh manusia.Setelah
Teuku Polem menjelaskan maksud kedatangan mereka dan mereka pun heran dan
bersyukur karena ahlak dan moral penduduk setempat yang begitu baik dan
hormat kepada mereka dan kepada penduduk setempat yang telah menerima
Teuku Polem beserta rombonganya.
Universitas Sumatera Utara
Nama tempat tersebut ialah Onozitoli Laraga dan yang menjadi Balugu di
negeri itu adalah Balugu Harimo, saudara dari Balugu Böwö Laraga. Maka
Teuku Polem serta rombonganya pun datang menghadap dan mengadakan
kunjungan kehormatan kepada balugu Harimo.Mereka diterima sangat baik
dengan penuh rasa kekeluargaan oleh Balugu serta keluarga besarnya. Karena
kebaikan dari Balugu dan penduduk Onozitoli. Hati Teuku Polem sangat terkesan
apalagi atas izin Balugu Harimo, Beliau serta rombonganya bisa Tinggal di
Onozitoli Laraga sampai tahun 1644. Tepatnya pada tahun 1643, pada waktu itu
Teuku Polem menikah dengan Putri Balugu harimo yang bernama Bawo’Ana’a
setelah ia mengucapkan kalimat syahadat yang sebelumnya menganut
kepercayaan tradisional (Fabelugu). Pernikahan Teuku Polem dan Bowo’Ana’a
yang telah menjadi seorang Islam dan menjadi pemeluk Islam permata kali di
Pulau Nias.Sejak saat itu agama Islam mulai berkembang dimana-mana keseluruh
penjuru Nias.
Balugu Harimo mempuyai 3 orang putra yang bernama Balugu Mangaraja
Fagöwa Harefa, Balugu Kö’öwa kahemanu, Kehomo Harefa dan satu orang
Bwowo’Ana’a. Setelah Bowo Ana’a telah memeluk agama Islam, maka anak
saudaranya Balugu Mangaraja Fagöwa Harefa yang bernama Si Acah Harefa
masuk memeluk Islam. Keturunannya sekarang adalah penduduk di kampung
Miga, Öri Tabaloho dahana, kecamatan Gunung Sitoli. Demikian juga Kehomo
Harefa memeluk agama Islam, dan keturunnanya sekarang sebagian tinggal di
desa Mudik Gunung Sitoli, dan sebagian di Sifahandro kecamatan Tuhemberua
dan sebagian tempat lainnya. Sedangkan keturunan Balugu Kö’öwa Kahemanu
Harefa tidak memeluk agama Islam tapi agama Kristen Protestan. Tetapi akhirnya
Universitas Sumatera Utara
keturunannya ada yang memeluk Islam yang sekarang berdomisili desa Mudik
dan Sifahandro.Dan yang memeluk agama Kristen berdomisili di Lasara Hili Öri
Tabaloho Dahana.Kemudian pada tahun 1644. Balugu Kö’öwa Kahemanu Harefa
dan Kehomo Harefa pindah dari Dahana ke Lasara. Teuku Polem dan keluarga
juga ikut pindah dari Dahana lalu tinggal di Siwulu/Giri’I yang sekarang masuk
dalam wilayah desa Mudik Gunung Sitoli. Kedua tempat tersebut masih belum
dihuni oleh manusia (atua silo niha)
Selama Teuku polem berada di Siwulu, beliau telah memiliki dua orang
anak, seorang putra dan putri yaitu Simeugang lahir pada tahun 1653 dan Siti
Zohora lahir pada tahun 1654. Akhirnya setelah bertahun-tahun tinggal di Siwulu,
atas musyawarah serta keputusan kerabat dan rombongan yang datang bersama
dengan Teuku polem meninggalkan Siwulu.Meraka menjadi terpencar ada yang
kembali ke Aceh, ada yang ke arah selatan dan utara pulau Nias danada juga yang
masih tinggal bersama dengan Teuku Polem.Sejak saat itu mulailah ramai
pedagang-pedagang dari Aceh, Padang, Natal yang datang berdagang ke Gunung
Sitoli, pulau Nias.
Teuku polem sangat betah tinggal di Gunung Sitoli, karena ini telah
menjadi niat/tekad semula.Juga karena beliau telah menikah dengan Bowo’Ana’a
dan mempunyai 3 orang anak dan serta mereka semakin tua.Lebih- lebih karena
ketiga iparnya tidak mengijinkan adik mereka Bowo’Ana’a jauh dari samping
mereka, sebab Bowo’Ana’a hanyalah saudara perempuan mereka satu-satunya.
Selama 11 tahun Teuku Polem tinggal dan berusaha di Siwulu, kemudian pada
tahun 1655 beliau bersama keuarga dan rombongannya yang masih tinggal,
memindahkan tempatnya di dekat Hele Duna dimana disana dijadikan sebagai
Universitas Sumatera Utara
tempat pemukiman baru dan terdapatnya sumber mata air yang lebih besar dan
tidak begitu jauh dari kampung iparnya di Lasara. Walaupun Teuku polem telah
pindah dari Siwulu, namun penduduk warga Siwulu/Gari’i yang masih ingin tetap
tinggal di Siwulu tetap mempunyai ikatan adat/kekluargaan dan peraturan lainnya
sesuai dengan peraturan yang telah disepakati bersama.
Pada tahun 1675 datanglah serombongan utusan Teuku Imeum Bale (adik
Teuku Polem) dari Meulaboh, dengan tujuan menjemput Teuku Polem untuk
kembali ke Meulaboh Aceh. Namun Teuku Polem menolaknya, supaya agar para
utusan Teuku Imeum Bale adiknya, apalagi ini adalah kedatangan mereka yang
kedua kalinya, yang petama datang tahun 1647, oleh karena itu dengan keadaan
terpaksa Teuku Polem mengutus anaknya sebagai penggantinya, yaitu Simeugang
yang berumur 22 tahun bersama dengan Si Acah Harefa, anak iparnya Balugu
Mangaraja Fagöwa untuk pergi ke Meulaboh Aceh, Selama berada di Meulaboh
mereka belajar tentang hukum dan ajaran-ajaran Islam.
Sewaktu Simeugang masih berada di Meulaboh atau satu tahun sebelum
kembali dari Meulaboh tetapnya pada tahun 1690, adiknya Siti Zohora telah
dikawinkan dengan datuk Ahmad, seorang bangsawan yang datang dari padang
Pariaman tahun 1690 dan mereka di karuniakan seorang anak laki-laki. Pada
suatu, ketika Siti Zohora membuaikan anaknya, terkenanglah ia kepada
Simeugang, yang merupakan kakak satu-satunya dari Siti zohora. Beliau pun
menangis karena anaknya lahir tanpa Sibaya (paman) dan lebih-lebih mengingat
orang tua mereka semakin tua. Mendengar hal itu Datuk Ahmad pun bersedih
melihat istrinya menangis, oleh karena itu beliau bermusyawarah dengan
mertuanya Teuku Polem, dan akhirnya rencana Datuk Ahmad dan Siti Zohora
Universitas Sumatera Utara
untuk menjemput iparnya Simeugang dan si Acah Harefa di setujui Teuku Polem.
Dalam adat minang, Simeugang sebagai seorang paman dari anak Datuk Ahmad
dan adiknya Siti Zohora, sangat didambakan oleh seorang kemenakan. Pada
tahun1691 Datuk Ahmad beserta Simeugang dan si Acah Harefa kembali ke
Pulau Nias dengan membawa sebagai tanda kenang-kenagan dari peninggalan
neneknya T.Cik dua pucuk meriam, badi suasa, cerana perak dan barang-barang
berharga lainnya.
3.2. Pesta Owasa dan Fondrakö
Fondrakö adalah upacara penetapan hukum adat yang disertai dengan
penyumpahan dan kutuk bagi si pelanggar. Ketetapan Fondrakö merupakan
kumpulan dan sumber segala hukum yang menjadi landasan hidup Ono Niha
(masyarakat Nias), salah satu hasil rumusan dari Fondrakö adalah penetapan
berbagai skala timbangan dan volume takaran (Lauru, tumba, falie’ra, afore).
Adat Fondrakö sampai sekarang masih dipraktekkan dalam kehidupan sosial
masyarakat Nias, seperti penetapan hukum desa, adat pernikahan.
Teuku Polem meninggal dunia pada tahun 1698. Sesuai kesepakatan
bersama T.Simugang dengan pihak pamannya dan iparnya, Teuku Polem di
kebumikan di tempat yang jaraknya sama jauh dari rumah Simeugang dengan
rumah adiknya Siti Zohora adiknya.Karena kematian ayahnya, sebagai
penggantinya ialah T.Simeugang sebagai anak pertamanya. Pesta adat (Owasa)
yang pertama diadakan, yaitu setelah dua tahun T.Simeugang menjadi raja (1696-
1735). Beliau mengundang Si Tiga Tua yaitu Balugu marga Harefa, Zebua dan
Telaumbanua, dan dalam pesta ini Simeugang diberi gelar oleh Si Tiga Tua yaitu
Balugu Ndruru Tanö.
Universitas Sumatera Utara
Sesudah pesta adat (Owasa) tersebut, lalu disusul dengan mengadakan
Mondrakö pertama di Hele Duna pada tahun 1686, yang didukung oleh Si Tiga
Tua, yaitu
1. Mado Harefa di bawah pimpinan Balugu Ama Zihönö
2. Mado Zebua di bawah pimpinan Balugu Tua Laso Kanea
3. Mado Aceh di bawah pimpinan T. Simeugang
Supaya keputusan Mondrakö dipatuhi, mereka mengangkat sumpah
dengan membakar seorang manusia.Sebagai keputusan Mondrakö pertama di
Helu Duna.Yang terpenting diantaranya adalah penentuan wilayah pemukiman
yang menjadi wilayah T.Simeugang, yaitu” Ndraso kebumi onombini’ö, ba hili ba
niha. Balö fahare ana’a ita. Fuli mböwö gana’a nawöu.Lö fahare ana’a I’otarai
moroi yöu katambai (Labua Angi) isisi gahe hili irugi gamaudu Ziwulu.I’otarai
Ziwulu ihene gahe hili irugi gamaudu dögi Zaeru (Sabango). Na lasiwawöi da’a,
ba asila hulumi ibe’e fondrakö andre. Pada waktu Fondrakö di Hele Duna
pertama dilangsungkan ndraso lingkungan Kota Gunung Sitoli masih hutan
belukar dan belum didiami oleh manusia, kecuali Hele Duna tempat Simeugang,
dan siwulu tempat pertama mereka sebelumnya.
Pada tahun 1735, T.Simeugang meninggal dunia dan posisinya digantikan
oleh anaknya si Ma’af (1735-1755) dan setelah si Ma’af di gantikan oleh anaknya
yang pertama yaitu raja Sulaeman (1755-1790). Raja Sulaeman bersama keluarga
dan cucu T.Simeugang dan kerabat-kerabat lainnya masih bermukim di
lingkungan tempat pemukinan T.Simeugang dekat Hele Duna.Tempat ini
kemudian disebut balai Rung (Nahia Gödo).Lingkungan ini terdapat sebuah
kolam, tempat peliharaan dua ekor buaya putih jantan betina. Tempat
Universitas Sumatera Utara
bermukimini semakin lama terus berkembang karena jumlah penduduknya yang
semakin bertambah banyak. Tempat tersebut akhirnya disebut Mudik, dan oleh Si
Tiga Tua dinamakan Dawa Sowanua artinya suku Melayu Aceh yang telah
mempunyai kampung (so tanö). Sejak saat itu suku Melayu Aceh telah
mempunyai hak yang sama dengan pendudukasli Pulau Nias. Hubungan ini terus
berkembang dan intim, setelah terjadi pertalian darah secara terus menerus yang
timbal balik antara kedua suku.
Pada tahun 1756, pesta adat (Owasa) yang kedua, yang akan diadakan
oleh keturunan Teuku Polem, adalah pesta adat yang diadakan oleh Raja
Sulaeman. Pesta ini bertujuan untuk melanjutkan dan melestarikan tradisi-tradisi
pada masa lampau seperti yang telah dilakukakan oleh kakeknya
T.Simeugang.Dalam adat ini Raja Sulaeman mengundang Si Tiga Tua dan atas
kesepakatan mereka bersama kepada Raja Sulaeman diberi gelar Balugu
Sogömbanua. Tak lama setelah pesta adat tersebut diadakan oleh Raja Sulaeman
(Balugu Sogömbanua) usai, dilanjutkan dengan Mondrakö Hele Duna ke-II oleh
Balugu dari antara Si Tiga Tua dan Balugu Sogömbanua (Raja Sulaeman). Dalam
Mondrakö tersebut dihadiri juga oleh Balugu-Balugu diantaranya:
1. Balugu Kumandru mado Harefa
2. Balugu Kauko mado Zebua
3. Balugu Sogömabanua (Raja Sulaeman) mado Melayu
Untuk memperkuat dan agar dipatuhi keputusan Mondrkö kedua ini,
terlebih mereka mengangkat sumpah dengan membakar anjing. Ini adalah
perumpamaan terhadap siapa yang dengan sengaja melanggar ketentuan
Universitas Sumatera Utara
Fondrakö, maka akan dibakar seperti anjing itu. Keputusan-keputusan Fondrakö
di Hele Duna yang terpenting adalah:
1. Dalam menghadapi musuh ditetapkan : “ Na so mbazo moroi ba nasi,
ba la bözi garamba ba hili, fangombakha ba niha föna ndrawa ba furi
niha. Ba na so mbazoo ba danö ba la bözi duria garamba ba hili
fangombakha ba niha, ba niha föna niha ba furi ndrawa.
2. Mengenai adat (Hada) : “ Nahadia danömö gö ba ndrawa, ba lö toroi
moroi yawa Si Tiga Tua. Sia’a manema gö Dahana, awena
Ononamölö ba awena labe’e gö zato. Ba naso gö’I danömö gö ba Zi
Tölu Tua, ba lakaoni ndrawa, sia’a manema gö ba mudik, awena
labe’e gö zato
3. Sangsi: “ Na lasiwawöi da’a ba asila Hulu mi ibe’e fondrakö andre.”
Kemudian kira-kira pada tahun 1775 M atau 1210 H pada Raja Sulaeman
Di mudik oleh Datuk Maharajalelo di Ilir membangun sebuah yang disebut Koto
sebagai benteng pertahanan dengan diperlengkapi beberapa pucuk meriam.
Sekarang telah dipindahkan oleh anak-anak cucu Datuk Ahmad ke kelurhan Ilir,
kampung Baru, Gunung Sitoli. Selain dari pada meriam-meriam di atas sudah ada
terlebih dahulu dua meriam yang sudah kian ada di Mudik.
Kira-kira pada tahun 1786 terjadi siatu konflik/perbedaan pendapat
intern/kekeluargaan antara raja pemucak (Raja Sulaeman) di Mudik dengan raja
pemucak di Ilir. Berhubung karena kejadian ini antara sesama pemimpin dalam
suatu kelaurga, maka cara penyelesaiannya harus sebaik-baiknya didasarkan pada
hukum agama. Oleh karena itu dengan persetujuan bersama antara kedua belah
Universitas Sumatera Utara
pihak diundang oleh seorang ulama besar dari Natal bernama Tuanku Daeng
Rafiz, anak Raja Bugis dari Makassar. Berkat usaha dan prakarsa yang didasarkan
pada hukum Agama Islam dan kekeluargaan, pokok permasalahan dapat
diselesaikan dalam waktu yang singkat, dan semua keputusan diterima oleh kedua
belah pihak dengan ucapan puji dan syukur kepada Allah SWT supaya seluruh
keputusan yang telah ditetapkan dapat diingat dan dilaksanakan, keputusan ini
diperbuat dalam suatu surat perdamaian pada tahun 1786 M, yang menetapkan
antara lain: mengenai adat dan istiadat yang bersendikan syarat/agama, hubungan
kerja sama dalam menjalankan adat lembaga/agama dan sanksi-sanksi terhadap
pelanggaran ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Dalam surat tersebut
sudah tertera nama Gunung Sitoli telah berumur 199 tahun hingga sekarang,
bahwa dengan demikian sebelum kedatangan Hindia Belanda ke Nias, nama
Gunung Sitoli sudah ada. Bahkan kemungkinan lain, jauh sebelum surat tersebut
dibuat nama Gunung Sitoli sudah ada. Lalu yang menjadi pertanyaan siapa yang
memberi nama atau menyebut pertama kali Gunung Sitoli?.
Setelah kematian Raja Sulaeman dia digantikan oleh adiknya Raja Teuku
Maliga (1790-1800) dan kemudian digantikan oleh Raja Teuku Setangkai (1800-
1810) dan seterusnya digantikan oleh Raja Teuku pemuncak Zikirullah (1810-
1830). Pada masa raja Zikirullah di Mudik dan Raja Pemuncak di Hilir secara
bersama-sama membangun perkampungan baru di Arah Kota ( sepanjang Tepi
sungai Nou) mulai pada saat itu arah ke Hilir disebit Ilir dan arah Hulu/ Mudik
tetap dinamakan Mudik. Dan di tengah-tengah, antara Ilir dan Mudik, didirikan
sebuah Mesjid Jamik Ilir Mudik. Raja Teuku pemucak Zikirullah digantiakn
oleh Datuk Raja Bendaharo pada tahun 1830-1859. Pada masa itulah luaha Luaha
Universitas Sumatera Utara
atau Kuala bertambah ramai didatangi perahu-perahu layar yang datang dari
dalam ,aupun dari luar daerah Pulau Nias untuk berdagang. Oleh karena itu Si
Tiga Tua dan raja-raja melayu mengadakan yang disebut Mombuwu atau
mengambil tempat setentang muara sungai Nou arah sebelah selatan (Tanö raya).
Balugu Si Tiga Tua dan raja-raja Melayu yang mengadakan Mombuwu
tersebut adalah:
1. Balugu haji mado Harefa
2. Balugu Kandraoha mado Zebua
3. Balugu Kadjusa mado Telaumbanua
4. Raja Datuk Bendaharo dari Mudik
5. Datuk Raja Marah Gombak dari Ilir
Ketetapan/keputusan Mombuwuyaitu:
1. Menetapkan persamaan ukuran, timbangan, dan takaran seperti
manekho bawa lauru, manuwu afore, mamagölö ondrekhata ana’a
2. Manguhuku mböli sambua daga, onolauru sambua rufia gulitö.
Pembagian hasil Kuala/pelabuhan dari perahu-perahu yang berlabuh,
yaitu:
3. Fondrare ba mado Harefa
4. Fogala bam ado Zebua
5. Karaza ba mado Telaumbanua
6. Kalanga ba Tua Ndrawa (Ilir Mudik)
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena gangguan keamanan bertambah buruk, baik yang dilakukan
oleh bajak-bajak laut dari Aceh Trumon dan dari dataran Nias sendiri tidak dapat
lagi diatasi, maka balugu-balugu Si Tiga Tua dan raja-raja Melayu Ilir Mudik
mengutus Raja Ibrahim dari Ilir dan bantuan itu akhirnya datang pada tahun 1840.
Dan sejak saat itu pemerintahan Belanda secara resmi mulai berkuasa di Gunung
Sitoli, Nias.Karena masalah gangguan keamanan ini, rumah-rumah pada masa
lampau baik di dataran maupun di pesisir diperbuat tinggi dengan memakai
tonggok-tonggakyang tinggi.Sebab dengan bentuk tersebut, masalah seperti bajak
laut dan maling mudah terlihat dan mudah untuk mengalahkannya.
Tahun 1843 atau tahun tiga tahun setelah Belanda berkuasa, Datuk Raja
Bendaharo diangkat menjadi raja di Mudik dengan surat keputusan Gubernur
Jendral Hindia Belanda tanggal 24 September 1843 nomor 10. Selain dari pada itu
kepada beliau diberikan sebuah tongkat perak berkepala perak dengan stempel/cap
mahkota kerajaan Hindia Belanda sebagai tanda kebesaran. Bersamaan dengan
pengangkatan tersebut diangkat juga balugu di Dahana dengan surat keputusan
Gubernur Jendral Hindia Belanda dengan mendapat tongkat yang sama dan
demikian seterusnya kepada Balugu Tiga tua. Pemerintah Belanda memang tidak
dapat dipungkiri lagi sebagai suatu negara colonial dan imperialism. Di samping
keburukan-keburukan yang ada padanya, terdapat pulahal-hal yang baikyang perlu
dicontoh, karena sulit atau tidakmudah ditemukan bagi pihak lain. Mereka pada
umumnya sangat menaruh perhatian terhadap perbuatan-perbuatan dan prestasi-
prestasi yang baik. Ini dapat dilihatdari surat keputusan nomor 2, tanggal 17 Mei
1852,yang diberikan kepada Datuk Raja Bendaharo di Mudik oleh pemerintah
Belanda. Dalam surat keputusan tersebut dinyatakan bahwa Datuk Raja
Universitas Sumatera Utara
Bendaharo adalah salah satu dari dua kepala kampung melayu yang terkemuka
dalam kepemimpinan dan pengasih masyarakat yang baikdan dalam
kepemimpinannya itu beliau hidup dalam kekeluargaan dengan Datuk Marah
Gombak, kepala kampung Ilir,dan selalu menyanggupi maelakukan kepentingan
dari gubernur.
Berkenaan dengan pengangkatan tersebut seperti dijelaskan tadi pada
tahun 1852, pemerintah Belanda mengangkat Datuk Marah Gombak menjadi raja
di Ilir.Seterusnya di sepanjang pantai Gunung Sitoli didirikan kampung-kampung
seperti pasar dan Saombö. Sedang kampung Ilir yang sudah kian diperluas
dengan kampung baru, Landatar, Tohia, Kalimbunga, dan yang terakhir didirikan
kampung Keling (asia timur asing) dan kampung Cina. Raja Datuk Bendaharo
digantikan oleh Raja yakub (1859-1869). Beliau diangkat menjadi Raja di Mudik
oleh pemerintah Hindia Belanda dengan surat keputusan tertanggal 8 Oktober
1859. Kemudian Raja Yakub digantikan oleh anaknya Raja Ma’aruf gelar Mageh
Maharaja (1869-1896) dengan surat keputusan Gubernur Sumatera Utara tanggal
11 November, nomor 834.
Raja Ma’aruf/Mageh Maharaja pada saat itu diangkat menjadi raja pada
tahun 1869, beliau mengadakan pesta adat (Owasa). Pesta adat tersebut bertujuan
untuk melestarikan kebudayaan masa lampau yang didalamnya terkandung nilai-
nilai luhur.Dalam pesta ini diundang Balugu Si Tiga Tua, Raja Ilir serta penghulu-
penghulu pesisir pantai dan pemerintah Belanda.Sebagaitanda penghargaan, baik
dalam menjalankan tugas pemerintahan maupun terhada prakarsa beliau dalam
menjalin hubungan kekeluargaan/kemasyarakatan dan lain-lain, kepada beliau
oleh Si Tiga Tua diberikan gelar Balugu Amazihönö.
Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 1871 terjadi suatu kemelut mengenai tapal batas antara Mudik
dan Lasara, yaitu pada masa Raja Ma’aruf di Mudik dengan penghulu Raja
Fondaru di Lasara.Sebab timbulnya permasalahan ini, karena penentuan wilayah
dalam Mondrakö pertama di Hele Duna batas-batas wilayah masing-masing tidak
begitu jelas atau belum ditentukan secara positif.Kedua belah pihak setuju
penyelesaian masalah ini diserahkan kepada pemerintah Belanda. Pemerintah
Belanda mengundang Balugu Si Tiga Tua, Raja Ilir serta penghulu-penghulu
pesisir, dan kemudian dibentuk badan komisi yang diketuai lansung oleh tuan
kumandur Kraijenhoft dan Angota-angota komisi terdiri dari Balugu Si Tiga Tua,
raja Ilir dan penghulu. Akhirnya pada tanggal 17 Mei 1871, nomoe 2,diambil
keputusan sesuai dengan proses verbal yang ditanda-tangani oleh semua angota
komisi. Melihat isi keputusan tersebut pada hakekatnya adalah untuk memperjelas
dan memperkuat kembali keputusan Mondrakö pertama di Hele Duna.Landasan
pemikiran atas keputusan ini adalah sangat tepat, karena sikap tersebut marupakan
perwujudan dari ciri khas masyarakat Nias, yang tetap teguh dan yakin terhadap
keputusan yang telas ditetapkan bersama, apalagi kalau hal itu menjadi
konsekwensi akibat sangsi yang telah ditentukan.
Kampung pasar dahulunya termasuk wlayah Mudik. Tetapi berhubung
dengan mulai bertambahnya penduduk di pasar Gunung Sitoli, baik sebagai akibat
perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi), maupun yang datang dari
luar. Pemerintah Belanda pada tahun 1877 mengangkat datuk pasar yang pertama
yaitu Datuk Penghulu Mara Hasan Chaniago.Mulai saat itu pasar terlepas dari
Mudik terutama dalam urusan pemerintahan. Pengangkatan Datuk pasar ini dapat
dilihatdalam surat tuan Kontroleur Van Leeden bualn Februari 1890 tentang
Universitas Sumatera Utara
Verhouding van de passer tot demoodor kampung Ilir en Mudik.Dimaksudkan
bahwa datuk pasar hanya berwenang dalam bidang pemerintahan saja seperti
penagihan belasting, urusan rodi herendienst serta urusan keamanan.Sedangkan
urusan keagamaan di dan adat (Hada) masih dalam kekuasaan raja Ilir dan
Mudik.Kemuduan dengan ketetapan Gubernur Sumatera Westkust dari Padang
tanggal 18 januari nomor 20 ditetapkan, bahwa Datuk Pasar berdiri sendiri
menjalankan urusan pemerintahan, adat dan agama. Setelah Datuk Mara Hasan,
beliau digantikan oleh Datuk Mahbud Waruwu sebagai Datuk Pasar.
Raja Ma’aruf atau Balugu Amazihönö sukses dalam melaksanakan tugas
pemerintahn, kepada beliau dianugrahkan bintang kehormatan oleh pemerintah
Belanda bersamaan dengan keputusan Gubernur Jendral Hindia Belanda tanggal9
Januari 1878 nomor 6.Pada tauhn 1895 Raja Ma’aruf naik haji dan meninggal
pada saat naik haji di Mekah. Pada waktu beliau pergi naik haji, sebenarnya beliau
diberi cuti selama 6 bulan dengan surat keputusan dari Aro Koto dipindahkan
pada tahun 1870 dengan menbangun pemukiman baru yang selanjutnya disebut
Mudik hingga saat ini.
Raja Ma’aruf digantikan oleh Raja Muhd Aiyub, gelar baginda Sulaeman
(1896-1920), yang diangkat denga surat keputusan Resident Van Tapanuli
tertangal Padang Sidempuan, 28 Juli 1896 nomor 290. Baginda Sulaeman adalah
raja Mudik terakhir dan juga yang mengadakan pesta adat (Owasa) terakhir
hingga pada saat ini. Dalam pesta adat yang diadakan, yang diundang antara lain
Balugu-balugu Si Tiga Tua, Raja Ilir, Kapten Der Chineze ( kapten orang-orang
Tionghoa), Kapten Arab, datuk-datuk sekitar Gunung Sitoli dan pemerintah
Belanda sendiri. Dalam pesta adat tersebut beliau diberi gelar oleh Si Tiga Tua
Universitas Sumatera Utara
gelar Balugu Angalita dan sejak saat tahun 1920 jabatan raja di Mudik dihapuskan
oleh pemerintah Belanda dan diganti dengan sebutan Salawa ( kepala kampung)
yang dipakai hingga sampai saat ini. Salawa pertama yang mengantikan Baginda
Suleman adalah Zutan Mangkuto Alam (1920-1923). Setelah itu beliau
digantikan oleh Khuldin gelar Sutan Sidik (1923-1931), dilanjutakn oleh N.I. st
Indra Bongsu (1931-1964), sekaligus merangkap sebagi kepala negeri Gunung
Sitoli dari tahun1951-1963. Kemudian digantikan oleh Baharmin Harefa (1964-
1968) dan tahun 1968-1971 digantikan oleh AB. Harefa dan setelah itu, digantiak
oleh M.I. Polem tahun 1971 hingga sekarang.
Penyebab lainnya datangnya agama Islam di Pulau Nias juga diperkuat oleh,
sekitar tahun 1215 atau 1794 M dibawah pimpinan Haji Daeng Hafiz yang berasal
dari suku Bugis yang tinggal dan menetap di Gunung Sitoli. Pada tahun 1810 M
orang Arab dibawah pimpinan Said Abdullah dari Kotaraja Banda Aceh sampai
dan menetap di Gunung Sitoli dan yang terakhir sekitar pada tahun 1863 M. orang
India dibawah pimpinan Mustan Sahib dari Meulaboh dan Menetap Di Gunung
Sitoli.
3.3.Peninggalan bersejarah
3.3.1. Dua Pucuk Meriam
Peningalan bersejarah pemeluk agama Islam pertama di pulau Nias adalah
2 pucuk meriam yang dibawa oleh T. Simeugang dan Si Acah ketika mereka
berkunjung ke tanah minang pada tahun 1691. Meriam tersebut berada di depan
rumah bpati KHD. Tk.II kabupaten Nias yang berada di Kota Gunung Sitoli dan
satu di depan Mesjid Jamik Mudik. Pada masa pemerintahan Belanda, atas izin
dari cucu-cucu Teuku Polem di ambil oleh Asisten Resident Nias dan di letakan di
Universitas Sumatera Utara
Muka kediaman Asisten Resident Nias, Namun tidak banyak yang tahu benda
sepanjang 1,5 M dan diameter 35 CM adalah benda sejarah di kota tersebut,
banyak masyarakat Nias khusus nya warga Kota Gunung Sitoli yang tidak tau asal
meriam tersebut. Ini tentunya karna kurangnya penegtahuan tentang sejarah
peradaban datangnya Islam di Pulau Nias.
Gambar 03 : Meriam yang berada di depan rumah Dinas Bupati Nias.
kota Gunung Sitoli
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
3.3.2. Mesjid Jami Ilir kota Gunung Sitoli
Adalah Mesjid tertua di pulau Nias, yang masih berdiri kokoh sampai
sekarang walaupun pulau Nias dilanda Gempa hebat pada 2004 silam, menjadi
bukti sejarah perkembangan Islam di Pulau Nias. Mesjid yang belamat di jalan
Diponegoro, kelurahan Ilir, Kota gunung Sitoli mempunyai luas bangunan 1.323
M dan luas bangunan 540 M dan memiliki dua lantai mempunyai gaya artsitektur
Mesjid pada umumnya mempunyai satu kubah utama, dan di keempat sudutya
terdapat empat kubah kecil.
Universitas Sumatera Utara
Sejarah berdirinya Mesjid Jami ini, pasti tidak lepas dari pengaruh
kedatangan Agama Islam di Pulau Nias, yaitu mulai dari kedatangan orang-orang
Aceh terutama yang bermarga Aceh dan Polem dan juga pendatang dari tanah
Minang yang bermarga Chaniago. Sekitar tahun 1115 atau 4 tahun setelah
kedatangan Datuk Rajda Ahmad, masyarakat muslim Nias pesisir, mendirikan
Mesjid di pusat kota karena merupakan pusat pertahanan.
Karena perkembangan dan kepentingan dari dua suku pendatang, maka
diadakan pembagian wilayah kekuasaan antara suku polem/Aceh dan suku
Chaniago, arah ke hulu Mesjid menjadi wilayah Suku dari Polem/Aceh sedangkan
yang hilir menjadi bagian wilayah suku Chaniago yang sekarang dinamakan Ilir.
Meskipun terjadi pembagian wilayah, Mesjidini tetap dipergunakan secara
bersama-sama oleh penduduk dari wilayah tersebut.
Mesjid Ilir ini telah menjadi tempat ibadah umat Islam pada masa kekuasaan Raja
Teuku Polem, Raja Teuku Pameuggang dan Raja Teuku Sulaiman, sedangkan
penguasa wiilayah pada wilayah Ilir pada saat itu adalah Raja Ahmad, Datuk Raja
Malimpah, sampai Raja Maharia. Dengan pertumbuhan penduduk maka dua
wilayah ini semakin berkambang dan membuat kampung-kampung di daerah lain
di Pulau Nias.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 04 : Mesjid Jami Keluarahan Ilir, kota Gunung Sitoli
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
3.3.3. Mesjid Al-Furqan Gunung Sitoli
Mesjid yang sekarang ini berdiri kokoh dan megah di pinggir laut kota
Gunung Sitoli ini, juga di kenal dengan nama mesjid Pasar, karena lokasinya
berada di jalan Gomo. kota Gunung Sitoli. Mesjid ini dirikan oleh para pendatang
kaum Muslim baik dari Aceh dan Minang pada tahun 1950 sebagai perwujudan
perkembangan Islam di Nias setelah Mesjid Jami di keluarahan Ilir Kota Gunung
Sitoli. Bangunan yang sekarang ini bukanlah wujud asli dari bangunan mesjid
tersebut kerena roboh akibat bencana alam gempa bumi yang melanda Pulau Nias
pada 2004 silam, Namun pada tahun 2009 telah di bentuk panitia pembangunan
dan pada tanggal 8 agustus 2009 adalah peletakan batu pertama oleh panitia dan
pemerintah setempat pada saat itu. Dan pembangunan mesjid telah rampung pada
tahun ini berkah dari sumbangan dari berbagai pihak di Indonesia.Mesjid Al-
Universitas Sumatera Utara
Furqan adalah mesjid terbesar dan termegah di pulau Nias Sekarang dan
merupakan simbol eksintensi umat Islam di Pulau Nias.
Gambar 05 : Mesjid Al-Furaqn setelah di renovasi pasca gempa bumi
tahun 2004
(Sumber : Dokumen pribadi)
Agama Islam lebih berkembang di daerah kota terlebih di kota Gunung
Sitoli, yang menjadi pusat perekonomian di Nias, ini di buktikan dengan
banyaknya mesjid yang berdiri megah di kota Gunung sitoli, Namun tidak semua
di kota ini adalah asli suku Nias melainkan para pendatang baik dari Padang,
Aceh, maupun dari daerah lain di Sumatera Utara dan mereka telah lama tinggal
dan beraptasi dengan budaya Nias seperti halnya fasih berbahasa Nias, dan
pengunaan nama anak pertama sebagai nama Keluarga seperti halnya adat di Nias
contohnya, Ama/Ina Taufik Polem atau Ama/Ina Asran aceh. Hal tersebut telah
lazim dan lumrah bagi mereka yang pendatang di kota Gunung Sitoli.
Universitas Sumatera Utara
3.4.Sejarah datangnya Islam di Desa Bozihöna
Berbeda dengan datangnya Islam pertama Kali yang dibawa oleh Teuku
Polem dari Aceh. Syiar agama Islam di Desa Bozihöna punya cerita tersendiri,
berdasarkan wawancara penulis dengan beberapa informan salah satunya adalah
Bapak Faigimböwö Warasi yang adalah seorang tetua di desa tersebut . Menurut
beliau Agama Islam datang ke Desa Bozihöna, dibawa oleh para pendatang
pedagang yang bernama Simeugang yang merupakan anak dari Teuku Polem dan
Si Acah harefa yang merupakan anak iparnya Balugu Mangaraja Fagöwa. Ada
banyak hal yang membuat kedatangan Simugang danSi Acah Harefa sangat di
terima oleh masyarakat desa, salah satunya ialah meraka berusaha beradaptsi
dengan kaum muda desa pada saat itu dan di tambah dengan kondisi masyarakat
desa pada miskin, maka Si Acah banyak membantu kondisi ekonomi warga desa.
Menurut sepengetahuan Bapak Faigiböwö Warasi, tujuan utama dari
kedatangan Si Acah Harefa bukanlah mensyiarkan Agama Islam, tapi untuk
berdagang, tapi karena kebaikan hatinya, maka banyak warga desa mau menerima
dia dan belajar tentang Islam. Warga desa Bozihöna yang pertama kali jadi Islam
ialah Datuk Warasi atau datuk Kete ini adalah nama setelah dia menjadi Islam
yang adalah seorang Mualaf dari Kristen.
Sekarang ini desa Bozihöna di kenal sebagai daerah Muslim di Kabupaten
Nias, karena dimata masyarakat lainya, warga desa Bozihöna sangat di kenal
dengan para pedagang ikan dan penjual ikan asin dan teri. Perkembangan Agama
Islam di desa Ini dari tahun ke tahun semakin bertambah, walupun tidak begitu
signifikan, ini di karenakan adanya para pendatang dari luar seperti warga
Universitas Sumatera Utara
bermarga koto dan aceh yang menikah dengan warga desa tersebut dan tinggal
menetap.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
SISTEM KEKERABATAN DAN TRADISI PERNIKAHAN
Menurut Koentjaraningrat, Bapak Antropologi Indonesia,kebudayaan
sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan bermasyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan
belajar. Kebudayaan memiliki pengertian sebagai segala tingkah laku manusia
dalam kehidupannya yang diperoleh melalui proses belajar. Namun, seringkali
kebudayaan hanya bermakna atau berkaitan dengan bidang seni.Sebaliknya,
segala hal yang berkaitan dengan perilaku manusia dalam kehidupannya bisa
dikategorikan sebagai kebudayaan. Misalnya, cara makan, sopan santun, upacara
perkawinan hingga cara memilih pimpinan pun merupakan bentuk kebudayaan
manusia.
Menurut C Kluckhohn Antropolog dari Amerika unsur-unsur dari
kebudayaan yaitu:
1. Sistem religi, sistem kepercayaan
2. Sistem organisasi kemasyarakatan
3. Sistem pengetahuan, bahasa dan kesenian
4. Sistem mata pencaharian dan sistem-sistem ekonomi
5. Sistem teknologi dan peralatan
Namun perlu kita ketahui kebudayaan juga mengalami suatu
perubahan.hal ini secara umum dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.
Proses perubahan kebudayaan dapat terjadi secara evolusi dan revolusi. Dalam
perubahan kebudayaan diatas tidak jarang terjadi Cultural Lag yaitu suatu
Universitas Sumatera Utara
keadaan masyarakat yang mengalami kesenjangan antara budaya dan material
dengan budaya non material, misalnya dapat dilihat dengan semakin jauhnya jarak
antara kebudayaan ideal dengan kebudayaan nyata atau real. Kesenjangan budaya
yang berlarut-larut dapat menimbulkan berbagai masalah sosial atau kawanan
sosial. perilaku menyimpang, muncul Subculture dalam masayarakat (Horton, dan
Hunt,1991).
Maka sehubungan dengan hal itu, maka terus diupayakan adanya berbagai sistem
pengendalian sosial.Dengan nuansa socialcultural atau kearifan lokal masyarakat
setempat, baik yang bersifat formal maun nonformal (Maduna, 2000). Tentunya
unsur unsur dari kebudayan dan perubahan budaya diatas tersebut juga terjadi di
masyarakat Desa Bozihöna, terkhusus untuk masyarakat Muslim yang
mempunyai kebudayaan baru yang telah berubah karena pengaruh Agama Islam.
4.1. Sistem Kekerabatan
`kehidupan sosial masyrakat desa Bozihöna yang menganut Agama Islam
tidak jauh berbeda dengan Nias pada umumnya. Seperti pada pemberian salam
kepada sesama yang sangat tinggi nilainya terhadap satu dengan yang lain,
biasanya dengan menggunakan kata Ya’ahowu atau bagi yang Muslim
mengunakan Assalamualaikum dan kalimat Basa-basi seperti hawisa mboto/apa
kabar atau Ya’e nafoda dan bologö dödö lö hadöi nafoda/ ini sirih kita dan maaf
saya btidak ada sirih.
Suku Nias mengikuti garis keturunan melalui garis keturanan dari ayah
(Patrineal). Anak laki-laki maupun perempuan harus mengikuti garis keturunn
ayah salah satunya ialah memngunakan marga/mado ayah dalam identitas. Anak
Universitas Sumatera Utara
laki-laki yang sudah menikah akan membawa istri ke rumah orang begitu juga
dengan anak perempuan akan tinggal bersama dirumah suaminya.
Dalam hal garis keturunan dalam suku Nias, masyarakat Nias berasal dari
satu keturunan yang di sebut Sisambua Mado. setiap nenek moyang dan keluarga
memiliki Atia nadu. Artinya sampai generasi yang kesembilan perkawinan
diantara keturunan dilarang untuk generasi selanjutnya diantranya keturunan
tidak ada masalah lagi.
Hanya ada satu persyaratan harus dipenuhi yaitu, memisahkan Atia nadu
keturunan tersebut dari kumpulan Atia nadu nenek moyang dengan membayar
pemisah itu dengan memotong babi sebesar 4 alisi. Babi tersebut diberikan kepada
oleh pihak laki-laki. Jadinya dengan terjadinya perkawinan ini, berarti perkawinan
dalam lingkungan marga atau mado yang sama. Itulah kadang ditemukan di
daerah Nias bisa di jumpai suami/istri yang marganya sama.
Kekerabatan suku Nias yang terkecil adalah rumah tangga atau
songambatö. Tetapi kelompok yang terbesar dan penting adalah songambatö
sebua, yakni kelaurga besar. Dalam rumah tangga kecil. Ayah dipanggil Ama dan
Ibu adalah Ina, namum bagi yang beragama Islam Ayah akan tetap dipanggil
Ayah dan ibu dengan sebutan Uma. Kakak perempuan adalah Ga’a lawe dan
kakak Laki-laki adalah Ga’a matua dan adek adalah Nakhi. Istilah lain seperti
pangilan bagi perempuan yang sudah dewasa yang sudah menikah di panggil Ete
dan laki-laki di panggil dengan sebutan Udo.
Dalam hal sopan santun dalam kekerbatan juga sama halnya dengan Adat
Nias pada umumnya hanya saja jika dalam adat Nias Menggunakan babi, namum
bagi yang Muslim di desa Bozihona akan diganti dengan kerbau, kambing atau
Universitas Sumatera Utara
ayam. Semua anggota keluarga dan kerabat boleh saling menyapa, hanya saja cara
menyapa di bedakan kepada yang lebih tua, daripada yang lebih muda. Kepada
yang lebih tua harus lebih hormat daripada yang lebih muda umurnya. Antara
mertua dengan menantunya perempuan dan antara mertua dengan menantunya
laki-laki mempunyai hubungan yang erat sama seperti hubungan orangtua dengan
anak kandungnya. Demikian juga diantara yang beripar yaitu suami dengan istri
saudara laki-laki istrinya atau istri dengan saudara perempuan suaminya dianggap
seperti saudara kandung. Tidak ada garis pemisah antara mereka, boleh bebas
berbicara, hanya saja yang muda harus menghormati yang lebih tua. Kelakar
diantara kedua kelompok di atas boleh tapi harus dalam batas-batas kesopanan.
Yang tidak bebas berkelakar ialah antara suami dengan saudara perempuan
istrinya.
Kelompok keluarga pihak istri lebih-lebih orangtua atau saudara laki-laki istri
mendapat penghormatan yang lebih tinggi dari kelompok keluarga lainnya. Kalau
mereka baru pertama kali datang/berkunjung kerumah saudara perempuannya,
mereka harus memotong seekor anak babi minimal satu alisi. Tidak ada alasan
tidak ada persediaan, harus dicari biarpun berutang. Selain memotong anak babi
biasanya pemilik rumah tersebut haruslah memberikan oleh-oleh/bawaan berupa
satu ekor anak babi. Jika tidak dia akan merasa malu terhadap tetangga dan orang
sekampungnya apalagi kalau mereka mengetahui kepergiannya itu. Itu sebabnya
pihak keluarga istri jarang datang kerumah anak perempuan, jika dilihatnya
anaknya itu masih diperkirakan belum baik jalan hidupnya/sengsara.
Perlu juga diketahui bahwa babi yang disuguhkan sebagai lauk, tidaklah
dipotong secara sembarangan, karena yang disuguhkan dari babi itu adalah
Universitas Sumatera Utara
rahangnya beserta daging yang senyawa dengan rahang tersebut, jerohan
atau alakhaö dan beberapa potong daging pahanya serta rusuknya. Inilah makanan
penghormatan yang paling tertinggi, karena rahang atau simbi merupakan
lambang sangkutan atau tempat bergantung. Cara memasak daging babi itu
menurut adat hanya direbus saja bersama garam sedikit.
Jika fadono atau ono alawe yang datang dan baru pertama kali datang atau jika dia
telah panen maka ia akan membawa olöwöta/molöwö atau membawa bingkisan
makanan) berupa daging anak babi yang sudah direbus, nasi dan afo atau sirih
kemudian ia akan dijamu dengan memotong seekor anak babi, tetapi yang lebih
ditonjolkan untuk disuguhkan yakni kaki babi depan atau tangan babi
bersama simbi. Tangan melambangkan kecekatan, jadi yang disuruh-suruh. Jika
mereka pulang harus diserahkan manu atau ayam dan satu ekor anak babi bersama
bingkusan makanan.
Selain itu bagi masyarakat desa, adanya organisasi sosial adalah salah satu
cara mengikat tali kekeluargaan sesama kaum Muslim. Selain organisasi dalam
mesjid seperti pengajian, ikatan remaja mesjid, ada juga organisasi seperti
kelompok nelayan bersama dan arisan. Tidak hanya oraganisai sesama muslim
saja, ada juga organisasi desa yang menyatukan semua aspek masyarakat desa, hal
ini tentu bertujuan untuk mempererat hubungan semua masyarakat.
4.2. Sistem Religi
Dalam sistem kepercayaan tentunya warga desa bozihöna adalah penganut
Agama Islam yang taat dengan menjauhi larangan agamanya dan melaksanakan
perintah agamanya walaupun dengan begitu dengan tidak melupakan jatidirinya
Universitas Sumatera Utara
sebagai orang Nias. Penganut Agama Islam di desa Bozihöna banyak yang
beraliran Islam NU (Nahdatul Ulama) dan sebagian adalah aliran Muhamadiyah.
Semua aktivitas keagaman dilakukan dan dipraktekan dalam kehidupan sehari-
hari.
Menurut yang disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Dia
rahimahullah mengatakan, “Ibadah adalah suatu istilah yang mencakup segala
sesuatu yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik berupa perkataan maupun
perbuatan, yang tersembunyi (batin) maupun yang nampak (lahir). Maka salat,
zakat, puasa, haji, berbicara jujur, menunaikan amanah, berbakti kepada kedua
orang tua, menyambung tali kekerabatan, menepati janji, memerintahkan yang
ma’ruf, melarang dari yang munkar, berjihad melawan orang-orang kafir dan
munafiq, berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, orang miskin, ibnu sabil
(orang yang kehabisan bekal di perjalanan), berbuat baik kepada orang atau
hewan yang dijadikan sebagai pekerja, memanjatkan do’a, berdzikir, membaca Al
Qur’an dan lain sebagainya adalah termasuk bagian dari ibadah. Begitu pula rasa
cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, takut kepada Allah, inabah (kembali taat)
kepada-Nya, memurnikan agama (amal ketaatan) hanya untuk-Nya, bersabar
terhadap keputusan (takdir)-Nya, bersyukur atas nikmat-nikmat-Nya, merasa
ridha terhadap qadha/takdir-Nya, tawakal kepada-Nya, mengharapkan rahmat
(kasih sayang)-Nya, merasa takut dari siksa-Nya dan lain sebagainya itu semua
juga termasuk bagian dari ibadah kepada Allah.”
Menurut salah satu ustad di Mesjid yang ada di desa yaitu Azhar
Zendratö, beliau menuturkan aktivitas ibadah masyarakat Muaslim di desa
Bozihöna. Bagi masyarakat umat Islam di desa Bozihöna, pelaksanaan ibadah
Universitas Sumatera Utara
atau sembahyang diistilahkan sebagai Shalat. Dalam Islam sendiri, salat
merupakan ibadah yang paling utama di antara banyak ibadah-ibadah lain yang
diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW selama dia mendakwahkan agama ini. Dan
menjadi posisi ke 2 dari 5 (lima) pilar ajaran Islam yang utama atau yang disebut
dengan rukun.. Salat dikerjakan 5 kali/waktu setiap harinya, yaitu; subuh, zuhur,
ashar, maghrib dan isya. Namun tambahan dari mengatakan bahwa pelaksaan
ibadah tidak hanya shalat saja namun melakukan yang baik seperti menolong
orang yang membutuhkan adalah bagian dari ibadah juga.
Berikut ini akitivitas pelaksaan ibadah masyarakat desa Bozihöna sebagai
kaum Muslim.
A.Thaharan
Thaharah menurut bahasa berarti bersuci. Menurut syara’ atau istilah
adalah membersihkan diri, pakaian, tempat, dan benda-benda lain dari najis dan
hadas menurut cara-cara yang ditentukan oleh syariat Islam.Thaharah atau bersuci
adalah syarat wajib yang harus dilakukan dalam beberapa macam ibadah. Seperti
dalam QS Al-maidah ayat : 6.
[5:6] Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat,
maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah
kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu
junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali
dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak
memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah
mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu,
Universitas Sumatera Utara
tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya
bagimu, supaya kamu bersyukur.
Thaharah atau bersuci menurut pembagiannya dapat dibedakan menjadi dua
bagian, yaitu :
A. Bersuci lahiriah
Beberapa contoh yang bersifat lahiriah adalah membersihkan diri, tempat
tinggal dan lingkungan dari segala bentuk kotoran, hadas dan najis.Membersihkan
diri dari najis adalah membersihkan badan, pakaian atau tempat yang didiami dari
kotoran sampai hilang rasa, bau dan warnanya. QS Al-Muddassir ayat : 4[74:4]
dan pakaianmu bersihkanlah,
B. Bersuci batiniah
Bersuci batiniah adalah membersihkan jiwa dari kotoran batin berupa dosa
dan perbuatan maksiat seperti iri, dengki, takabur dll. Cara membersihkannya
dengan taubatan nashoha yaitu memohon ampun dan berjanji tidak akan
mengulanginya lagi.
Allah selalu memudahkan hambanya dalam melakukan sesuatu. Untuk
bersuci misalnya, kita tidak hanya bisa menggunakan air, tetapi kita juga bisa
menggunakan tanah, batu, kayu dan benda-benda padat lain yang suci untuk
menggantikan air jika tidak ditemukan.
Dalam bersuci menggunakan air, kita juga harus memperhatikan air yang
boleh dan tidak boleh digunakan untuk bersuci.
Universitas Sumatera Utara
Macam-macam air yang dapat digunakan untuk bersuci adalah Air mutlak yaitu
air yang suci dan mensucikan, yaitu air :
1. Air hujan
2. Air sumur
3. Air laut
4. Air sungai
5. Air danau/ telaga
6. Air salju
7. Air embun
QS Al- Anfal ayat : 11 [8:11] (Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu
mengantuk sebagai suatu penenteraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan
kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan
menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan setan dan untuk menguatkan
hatimu dan memperteguh denganya telapak kaki(mu). Air yang suci tetapi tidak
dapat mensucikan, yaitu air yang halal untuk diminum tapi tidak dapat digunakan
untuk bersuci seperti air teh, kopi, sirup, air kelapa dll.Air musyammas yaitu air
yang terjemur oleh matahari dalam bejana selain emas dan perak.Air ini makruh
digunakan untuk bersuci.Air mustakmal yaitu air yang telah digunakan untuk
bersuci.Air ini tidak boleh digunakan untuk bersuci walaupun tidak berubah rasa,
bau maupun warnanya. Air mutanajis yaitu air yang sudah terkena najis. Baik
yang sudah berubah rasa, warna dan baunya maupun yang tidak berubah dalam
jumlah yang sedikit yaitu kurang dari dua kullah (270 liter menurut ulama
kontemporer)
Universitas Sumatera Utara
Ada berbagai cara dalam bersuci yaitu bersuci dengan air seperti
berwudhu dan mandi junub atau mandi wajib. Ada juga bersuci dengan
menggunakan debu, tanah yaitu dengan bertayamum. Dan bisa juga menggunakan
air,tanah,batu dan kayu (tissue atau kertas itu masuk kategori kayu) yaitu dengan
beristinja.Cara-cara thaharah menurut pembagian najisnya
1. Najis ringan (najis mukhafafah)
Najis mukhafafah adalah najis yang berasal dari air kencing bayi laki-laki
yang belum makan apapun kecuali air susu ibunya saja dan umurnya kurang dari
2 tahun. Cara membersihkan najis ini cukup dengan memercikkan air kebagian
yang terkena najis.
2. Najis sedang (najis mutawassitah)
Yang termasuk kedalam golongan najis ini adalah kotoran, air kencing
dsb.Cara membersihkannya cukup dengan membasuh atau menyiramnya dengan
air sampai najis tersebut hilang (baik rasa, bau dan warnanya).
3. Najis berat (najis mughalazah)
Najis berat adalah suatu materi yang kenajisannya ditetapkan berdasarkan
dalil yang pasti (qat’i) .yaitu anjing dan babi.Cara membersihkannya yaitu dengan
menghilangkan barang najisnya terlebih dahulu lalu mencucinya dengan air bersih
sebanyak tujuh kali dan salah satunya dengan tanah atau batu.
B. Shalat
Dalam ajaran Islam shalat Sholat yang wajib dikerjakan bagi setiap muslim
"Innash Sholata Kaanat Alal Mu'miniina Kitaaban Mauquuta : Sholat itu wajib
dikerjakan oleh muslim/mu'min yang sudah ditentukan waktu-waktunya", dan
akan mendapat pahala dari Allah Swt - bila mengerjakannya, serta akan mendapat
Universitas Sumatera Utara
siksa dari Allah Swt - bila tidak mengerjakannya).Adapun macam-macam sholat
wajib/fardlu sebagaimana "ISLAM", berikut Sholat Sunnah Rawatib sbb :
1. Sholat Isya' yaitu sholat yang dikerjakan 4 (empat) raka'at dengan dua kali
tasyahud dan satu kali salam. Waktu pelaksanaannya dilakukan menjelang malam
pukul 19:00 s/d menjelang fajar yang diiringi dengan sholat sunnah qobliyah
(sebelum) dan ba'diyah (sesudah) sholat isya.
2. Sholat Subuh yaitu sholat yang dikerjakan 2 (dua) raka'at dengan satu kali
salam. Adapaun waktu pelaksanaannya dilakukan setelah fajar pukul 04:10 yang
hanya diiringi dengan sholat sunnah qobliyah saja, sedang ba'diyah dilarang.
3. Sholat Dhuhur yaitu sholat yang dikerjakan 4 (empat) raka'at dengan dua
kali tasyahud dan satu kali salam. Adapun waktu pelaksaannya dilakukan sa'at
matahari tepat di atas kepala (tegak lurus) pukul 12:00 siang, yang diiringi
dengan sholat sunnah qobliyah dan sholat sunnah ba'diyah (dua raka'at-dua raka'at
atau empat raka'at-empat raka'at dengan satu kali salam).
4. Sholat Ashar yaitu sholat yang dikerjakan 4 (empat) raka'at dengan dua kali
tasyahud dan satu kali salam. Adapun waktu pelaksanaannya dilakukan setelah
matahari tergelincir pukul 15:15 sore atau sebatas pandangan mata yang hanya
diiringi oleh sholat sunnah qobliyah dengan dua raka'at atau empat raka'at (satu
kali salam).
5. Sholat Maghrib yaitu sholat yang dikerjakan 3 (tiga) raka'at dengan dua kali
tasyahud dan satu kali salam. Adapun waktu pelaksanaanya dilakukan setelah
matahari terbenam pukul 18:00 yang diiringi oleh sholat sunnah ba'diyah dua
raka'at atau empat raka'at dengan satu kali salam, sedang sholat sunnah qobliyah
Universitas Sumatera Utara
hanya dianjurkan saja bila mungkin : lakukan, tapi bila tidak : jangan (karena akan
kehabisan waktu).
Bila dalam keadaan normal sholat wajib harus dikerjakan sesuai waktunya,
tapi bila dalam keadaan bepergian (antara + 81 Km) atau dalam keadaan
masyaqot/kesulitan keadaan, boleh dilakukan dengan cara Jama' dengan ketentuan
jumlah raka'atnya tidak berkurang. Jama' terbagi dua yaitu :
1. Jama' Taqdim : sholat yang dikerjakan dalam satu waktu dengan menarik
waktu yang terbelakang, seperti : sholat Ashar dilakukan pada waktu
sholat Lohor (Dhuhur), dan sholat Isya dilakukan pada waktu sholat
Maghrib, kesemuanya itu dilakukan secara bersama-sama.
2. Jama' Ta'khir : sholat yang dikerjakan dalam satu waktu dengan
mengakhirkan waktu yang pertama, seperti : sholat Lohor dilakukan pada
waktu sholat Ashar dan sholat Maghrib dilakukan pada waktu sholat Isya.
Adapun sholat Jama' dapat pula dilakukan dengan cara mengqoshor
(mengurangi) raka'at disebut Jama' Qoshor, seperti : Lohor = 2 raka'at, Ashar = 2
raka'at, Maghrib = 3 raka'at (tetap) dan Isya = 2 raka'at, kecuali sholat shubuh
tidak boleh dijama' saja, ataupun dijama' qoshor.
Selain shalat wajib ada juga shalatsunnat merupakan shalat yang boleh
dikerjakan boleh juga tidak, yang tentu saja apabila kita mengerjakannya maka
kita akan mendapat pahala dan kebaikan, namun tidak berdosa jika kita tidak
mengerjakannya.
Berikut jenis-jenis shalat sunnah seperti Shalat Wudhu, Shalat Tahiyatul
Mesjid ,Shalat Dhuha, Shalat Rawatib, Shalat Tahajud, Shalat IstikharahShalat
Universitas Sumatera Utara
Hajat, Shalat TaubatShalat Gerhana,Shalat Istikharah,Shalat Tasbih. Masing-
masing dari jenis shalat ini mempunyai aturan dan manfaat tersendiri dalam
pelaksanaannya.
Selanjutnya adalah shalat jumat yang dikhususkan bagi kaum laki-laki saja
dan hukum sholat jumat bagi laki-laki adalah wajib.Hal ini berdasarkan dalil
sholat Jumat yang diambil dari Al Qur’an, As-Sunnah dan ijma atau kesepakatan
para ulama.Dalilnya adalah surat Al Jumu’ah ayat 9 yang berbunyi,Hai orang-
orang yang beriman, apabila diserukan untuk menunaikan sholat Jumat, maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli."
Sedangkan hadist Nabi yang memerintahkan untuk melaksanakan sholat
Jumat adalah dari hadist Thariq bin Syihab yang bunyinya,Jumatan adalah hak
yang wajib atas setiap muslim dengan berjamaah, selain atas empat (golongan),
yakni budak sahaya, wanita, anak kecil atau orang yang sakit." Jadi, hukum shalat
Jum’at bagi laki-laki adalah fardhu ‘ain, yakni wajib dilakukan bagi setiap laki-
laki.Sedangkan bagi wanita tidak diwajibkan, namun tetap harus melaksanakan
sholat Dhuhur.
C. Puasa atau Fuasö
Puasa adalah karakteristik moral dan spiritual yang unik dalam Islam.
Secara harfiah Puasa dalam Islam didefinisikan untuk menjauhkan diri
"sepenuhnya" dari makanan, minuman, hubungan intim dan merokok, mulai dari
dari fajar sampai matahari terbenam, selama seluruh bulan Ramadhan, bulan
kesembilan dalam tahun Islam, Selain bermanfaat untuk kesehatan, dalam ajaran
Islam puasa mempunyai hikmat bagi setiap orang yang melakukannya yaitu
Universitas Sumatera Utara
diantaranya: adalah juga mengosongkan hati hanya untuk berfikir dan berdzikir.
Sebaliknya, jika berbagai nafsu syahwat itu dituruti maka bisa mengeraskan dan
membutakan hati, selanjutnya menghalangi hati untuk berdzikir dan berfikir,
sehingga membuatnya lengah. Berbeda halnya jika perut kosong dari makanan
dan minuman, akan menyebabkan hati bercahaya dan lunak, kekerasan hati sirna,
untuk kemudian semata-mata dimanfaatkan untuk berdzikir dan berfikir.Puasa
akan membiasakan umat Islam untuk hidup disiplin, bersatu, cinta keadilan dan
persamaan, juga melahirkan perasaan kasih sayang dalam diri orang-orang
beriman dan mendorong mereka berbuat kebajikan.
Tiap Kegiatan Mulia Dan Kebaikan Merupakan Ibadah. Setiap langkah
kaki menuju Mesjid ibadah, menolong orang ibadah, berbuat adil pada manusia
ibadah, tersenyum pada saudara ibadah, membuang duri di jalan ibadah, sampai
tidurnya orang puasa ibadah, sehingga segala sesuatu dapat dijadikan
ibadah.Sehingga kita terbiasa hidup dalam ibadah.Artinya semua dapat bernilai
ibadah.Bila kesemuanya ini berdasarkan syariat aturan dan diniatkan untuk
beribadah kepada Allah Ta'ala.
Jenis-jenis puasa yang biasa dilakukan oleh masyarakat Muslim desa
Bozihöna yaitu:
1. Puasa wajib
Puasa Wajib yaitu puasa yang dilakukan pada bulan kesembilan dalam kalender
Islam, yaitu bulan ramadhan, dilakukan selama satu bulan penuh dan diakhiri
deangan salat idul fitri.
2. Puasa sunna
Universitas Sumatera Utara
3. Ada kalanya dianjurkan untuk melakukan puasa sunah, sepeti Tradisi Nabi
Muhammad saw. Di antara waktu:
Setiap hari Senin dan Kamis dari seminggu
Hari ke-13, 14, dan 15 setiap bulan lunar
Enam hari di bulan Syawal (bulan setelah Ramadhan)
Hari Arafat (tanggal 9 Dzulhijjah di (Hijriah) Islam kalender)
Hari Ashuraa (10 Muharram dalam (Hijriah) Islam kalender), dengan satu
hari lagi puasa sebelum atau setelahnya.
4. Puasa kafaratYakni bayaran yang diberikan karena tidak mampu
memberikan apa yang seharusnya dari hukum yang dilanggar karena lalai
menjalankan kewajiban. Penyebab puasa ini berdasarkan antara lain:
a. Apabila seseorang tidak mampu memberi makan sepuluh fakir miskin
sebanyak atau membebaskan seorang budak, maka ia harus berpuasa
selama tiga hari.
b. Jika seseorang membunuh seorang mukmin dan ia tidak mampu
membayar uang darah (tebusan) atau mungkin memerdekakan seorang
budak, maka ia harus berpuasa selama dua bulan berturut-turut.
Puasa Ramadhan adalah wajib atas setiap muslim, laki-laki atau
perempuan, yang memiliki kualifikasi ini: Secara mental dan fisik sehat, yang
berarti waras dan mampu.Untuk menjadi dewasa, usia pubertas dan yang biasanya
sekitar umur empat belas. Anak di bawah usia ini harus didorong untuk memulai
Universitas Sumatera Utara
praktek yang baik pada tingkat mudah, sehingga ketika mereka mencapai usia
pubertas mereka akan mental dan fisik siap untuk menjalankan ibadah puasa.
Tidak berada jauh di pemukiman permanen seseorang, kota asal Anda,
pertanian seseorang, dan tempat usaha seseorang, dll Ini berarti Anda tidak berada
dalam perjalanan sekitar lima puluh mil atau lebih. Merasa yakin bahwa puasa
tidak mungkin menyebabkan Anda bahaya, fisik maupun mental, selain reaksi
normal terhadap lapar, haus, dll.
Orang-orang yang tidak diwajibkan untuk berpuasa:
1) Anak di bawah usia pubertas, kurang dari 14 tahun
Anak anak tidak yang belum dianggap mampu berpuasa tidak diwajibkan
untuk menjalankan ibadah puasa.Namun, sejak dini anak harus dibiasakan
terlatih untuk berpuasa.
2) Pria dan wanita yang terlalu tua dan lemah untuk melakukan kewajiban
berpuasa dan tidak dapat menanggung kesulitan nya. Orang tersebut
dibebaskan dari tugas ini, tapi mereka harus memberi makan, fakir miskin
Muslim makanan penuh rata-rata atau setara nilai makanan orang per hari.
3) Sakit yang tidak diperbolehkan untuk berpuasa. Setelah merasa mampu
menjalankan, maka sudah sepantasnyalah ia menjalankan ibadah puasa.
4) Orang yang sedang dalam perjalanan tidak diwajibkan untuk berpuasa,
namun ia dapat menggantinya di hari kemudian sesuai dengan jumlah hari
yang ia tinggalkan.
5) Wanita hamil dan wanita menyusui anak-anak mereka juga dapat
membatalkan puasa, jika puasa cenderung membahayakan kesehatan
Universitas Sumatera Utara
mereka sendiri atau bayi mereka. Tapi mereka harus menebus puasanya
dikumudian hari, satu hari untuk satu hari.
6) Perempuan di masa-menstruasi.
D. Zakat
Zakat adalah salah satu rukun Islam yang harus dijalankan.Zakat
merupakan ukuran/kadar harta tertentu yang dikeluarkan oleh pemilikuntuk
diserahkan kepada golongan/orang yang berhak menerimanya dengan syarat
tertentu. Dengan kata lain bersedekah atau membantu orang lain. Orang yang
memberi zakat disebut Muzakki dan yang menerima disebut Mustahik
Hukum zakat yaitu Fardhu Ain/Wajib Ain artinya wajib hanya kepada
orang yang mampu atau memenuhi syarat. Maksdunya seorang muslim yang telah
memiliki harta dengan jumlah tertentu yaitu satu tahun, wajib mengeluarkan
zakatnya.
Tujuan dari zakat ini sendiri bagi kaum Muslim adalah,Zakat adalah salah
satu ibadah terpenting dalam Islam.Al-Qur’an menyebutkannya dalam dua puluh
delapan ayat.Zakat dalam Islam sangat berbeda dengan sistem zakat di manapun.
Pada saat pajak hanya bertujuan pada pengumpulan dana untuk menggerakkan
proyek dan politik Negara, kita dapati zakat dilakukan dengan sasaran yang
bermacam-macam, di sudut kehidupan yang membentang dari pribadi sampai
masyarakat.
Pertama kali zakat merupakan ibadah seorang muslim yang dilakukan
untuk menggapai ridha Allah, dengan niat yang ikhlas agar diterima. Dengan itu,
maka terealisasi tujuan utama keberadaan manusia di muka bumi ini, yaitu
Universitas Sumatera Utara
beribadah kepada Allah. “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka menyembah-Ku.” (Adz Dzariyat: 56).
Sebagai penganut Agama Islam tentunya bagi masyarakat desa Bozihöna
juga mempunyai hari-hari besar untuk diperingati diantaranya:
1. Nuzulul Qur’an
Yaitu peringatan turunnya Al-Qur’an yang berupa firman-firman Allah
kepada nabiyullah Muhammad SAW melalui perantara malikat Jibril yang
kemudian dihimpun menjadi kitab suci Al-Qur’an.Nuzulul Qur’an diperingati
pada tanggal 17 Ramadhan.
2. Lailatul Qodar
Lailatul Qodar ini merupakan 10 malam ganjil terakhir di bulan Ramadhan
dan merupakan malam terpenting yang terjadi hanya pada bulan Ramadhan dan
tidak ada yang mengetahuinya kapan malam lailatul qodar ini tiba.Lailatul Qodar
ini juga merupakan malam yang lebih baik dari seribu bulan dan banyak sekali
keistimewaannya.Laitaul Qodar biasanya juga diperingati Nuzulul Qur’an.
3. Hari Raya Idul Fitri
Biasa kita sebut dengan lebaran yang diperingati pada tanggal 1 syawal.
Hari raya Idul Fitri ini merupakan hari kemenangan bagi Umat Islam yang telah
melakukan puasa sebulan penuh di bulan Ramadhan dimana puasa ini merupakan
latihan bagi umat Islam untuk menjaga hatinya, lisannya, pikirannya dan seluruh
anggota tubuhnya sehingga pada hari kemenangan tersebut, umat manusia
kembali dalam fitrahnya atau kembali suci.
4. Hari Raya Idul Adha
Universitas Sumatera Utara
Merupakan hari raya kurban yang diperingati pada tanggal 10 Dzulhijjah
yang biasa kita menyebutnya dengan lebaran haji. Pada hari inilah orang-orang
Islam melakukan ibadah hai di Makkah dan diseluruh dunia umat Islam
melaksanakan sholat Idul Adha dan setelah itu melakukan penyembelihan kurban
yang merupakan hewan ternak seperti unta, sapi, kambing, maupun kerbau.
Daging yang telah disembelih kemudian dibagikan sesuai dengan ketentuannya.
5. Tahun Baru Islam
Merupakan peringatan tahun baru Islam atau tahun baru hijriyah yang
diperingati pada tanggal 1 Muharram.
6. Maulid Nabi
Merupakan hari peringatan kelahiran Nabiyullah Muhammad SAW yang
diperingati pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal.Hari peringatan maulid nabi ini
pertama kali dilakukan oleh Sultan Salahuddin Al-Ayyubi.Dalam peringatannya
beliau menceritakan tentang sejarah kelahiran nabi sampai dengan perjuangan
Nabi untuk Umatnya yang patut dijadikan contoh atau sebagai suri tauladan yang
baik untuk umatnya.Hukum memperingati maulid nabi adalah bid’ah hasanah
yang bertujuan untuk meneladani akhlak terpuji dan membesarkan junjungan nabi
Agung kita Muhammad SAW.
7. Isra’ Mi’raj
Yakni sebuah peristiwa tentang perjalanan Nabi Muhammad dari Mesjidil
Haram ke Mesjidil Aqsho sampai ke Sidratil Muntaha untuk menerima tugas atau
kewajiban sholat lima waktu yang sebelumnya adalah 50 waktu, atas berbagai
kebijakan pada akhirnya hanya sholat 5 waktu yang wajib dilaksanakan dalam
Universitas Sumatera Utara
sehari semalam. Peristiwa isra’ mi’raj ini terjadi dalam satu malam.Isra’ Mi’raj
diperingati pada tanggal 27 Rajab.
Selain dari pelaksanan ibadah, ada juga beberapa hal atau kebiasaan lain
yang sesuai dengan tuntutan agama seperti:
a. Sunat / laboto
Tidak hanya bagi laki-laki yang beragama Islam saja.Sebenarnya bagi laki-laki
Nias yang sudah beranjak dewasa, semua di wajibkan untuk sunat sebagian besar
karena hukum adat dan kesehatan juga.Namun dalam ajaran Agama Islam
mempunyai arti dan tujuan tersendiri bagi penganutnya.
b. Kebisaan saat orang meninggal
Tidak seperti pada adat Nias pada umumnya yang mempunyai adat saat ada orang
meninggal, berbeda dengan masyarakat Nias yang beragama Islam yang lebih
sederhana seperti.Memandikan jenazah adalah kegiatan yang melambangkan agar
jenazah bersih dari segala hadas, kotoran, dan dosa-dosa yang dilakukan semasa
jenazah hidup dan selajutnya ialah Menyolatkan jenazah ialah persembahan shalat
terakhir bagi jenazah yang dilakukan secara berjamaah.Shalat terakhir ini
ditujukan kepada jenazah sebagai wujud kegiatan keagamaan terakhir bagi
jenazah. Ta’ziahPergi melayat (ta’ziah) ke rumah orang yang meninggal
merupakan adat bagi masayarakat desa.Tidak hanya karena dianjurkan ajaran
Islam, tapi juga karena hubungan kemasyarakatan yang sangat akrab membuat
mereka malu bila tidak datang melayat.Selanjutnya acara peringatan, seperti
peringatan tujuh hati (manujuah hari), peringatan duo puluah satu hari, peringatan
hari ke-40, lalu peringatan pada hari yang ke-100 (manyaratuih hari).Acara ini
Universitas Sumatera Utara
yakni mengadakan pengajian atau yasinan dirumah orang yang meninggal. Dalam
upacara kematian penghulu dipasang peralatan seperti (kain berwarna kuning,
hitam, dan merah) di depan rumah dan jalan, biasanya, ada payung kuning yang di
bawahnya digelar tikar, tapi sekarang ini tidak banyak yang melakukan itu hanya
membuat kain berwarna saja di depan rumah.
Hal-hal lain yang berkaitan dengan pelaksanaa ibadah masyarakat muslim
desa Bozihöna, yang berkaitan dengan organisasi sosial dan organisasi keagamaan
seperti. Perkumpulan remaja mesjid, taman baca Al-Quran, dan organisasi
swadaya masayarakat seperti, kelompok nelayan dan arisan.
4.3. Adat Pernikahan Muslim Nias
Berhubungan dengan datangnya Agama Islam di Pulau Nias telah banyak
memberi pengaruh yang sangat kuat bagi setiap kehidupan pengikutnya, terlebih
untuk masyarakat Desa Bozihöna sehingga terjadinya perubahan budaya dalam
masyarakat menurut Koentjaraningrat perubahan budaya ialah proses pergeseran,
penguragan, penambahan, dan perkembangan unsur-unsur dalam suatu
kebudayaan. Masyarakat selalu mengamalkan dan mengaplikasikan setiap ajaran-
ajaran dalam pola-pola kehidupan mereka baik dalam bersosial dan berbudaya.
Seperti halnya pengaruh Agama Islamterhadap adat dan tata cara pernikahan
masyarakat Muslim di Pulau Nias.
Menurut bapak Yasmin Harefa (Ama Syam Harefa) Yang merupakan
kepala desa dari desa Bozihöna.“Pernikahan adalah sebuah ikatan lahir batin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan
untuk membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal yang
Universitas Sumatera Utara
disahkan secara agama Islam Dan Secara adat dan juga merupakan suatu ibadah”
seperti juga di sebutkan dalam Al-Quran.Allah berfirman: “nikahilah kalian
wanita yang bagus untuk kalian dua,tiga dan empat” (QS,An-Nisa’:3) dan Nabi
Muhamad bersabda: “maka barang siapa meninggalkan nikah karena takut fakir,
maka ia bukan golonganku”. Menurutnya juga pernikahan adalah “Famakhai oi
sitenga bö’ö, dalam pernikahanIslam bukan hanya menimbulkan hubungan baru
antara laki-laki dan perempuan saja atau anatara pribadi yang bersangkutan,
melainkan menyambung hubungan yang panjang antara keluarga dari kedua pihak
tersebut.Pernikahan juga memerlukan kemampuan untuk menyesuaikan diri dari
masing-masing pihak, karena bisa adanya latar belakang antara keluarga yang
berbeda bisa seperti asal ususl dari kedua pihak, tingkat sosial, kebiasaan, bahasa
dan adat istiadat. Tentu ini sangat perlu karena untuk memperoleh keserasian atau
keharmonisan dan keserasian dalam hubungan berumah tangga nantinya.
Perkawinan dalam Islam juga memuntut suatu tanggung jawab yang sangat besar,
antara menyangkut nafkah lahir dan batin.
Pernikahan dalam adatmuslim Nias pada umumnya disebut “Fangowalu”
dan pengantin laki-laki disebut “Marafule” dan pengantin wanita disebut
“Ni’owalu” sama seperti pada adat Nias. Namun perlu kita ketahui, adat
pernikahan Muslim Nias masih sangat berbeda dengan adat fangowalu suku Nias
pada umumnya, dalam hal ini yang beragama Kristen, bahkan di daerah terdalam
pulau Nias, banyak yang tidak tahu kalau kaum Muslim punya ada pernikahan
tersediri. Banyak yang beranggapan pernikahan Muslim Nias tidak ada adat hanya
Ijab kabul saja di Mesjid ataupun di rumah. Adat pernikahan Muslim Nias telah
mengalami percampuran dengan adat Minang dan Aceh dan penagruh Agama
Universitas Sumatera Utara
Islam sehinggga adanya perubahan yang kontras dengan adat perniakahan suku
Nias pada umumnya.
Pernikahan antara adat dan agama Islam dalam kehidupan muslimNias
Karena ini tentunya membawa konsekwensi tersediri dalam kehidupan sosial dan
budaya. Baik ketentuan adat maupun ketentuan dalam agama Islam, tidak dapat
diabaikan khususnya dalam pelaksanaan pesta perkawinan. Menurut Bapak
Yasmin Harefa (Ama Syam Harefa ), pernikahan haruslah menjadi sesuatu yang
agung dan suci, jika ada penolakan terhadap salah satu ketentuan-ketentuan adat
maupun ketentuan dalam agama Islam, maka akan membawa konsekwensi yang
sangat besar dan pahit yang akan dirasakan sepanjang hayat dan berkelanjutan
dengan semua keturunan nantinya. Maka segala syarat dalam pernikahan Muslim
Nias harus diikuti dan dilaksanakan jika tidak maka adanya hukuman sosial dari
masyarakat desa berupa pengucilan dan pengasingan dari desa, perkawinan yang
dilakukan tanpat sayrat maka akan menjadi pernikahan yang bisu dan sumbang,
maka semua ketentuan-ketentuan adat dan agama harus dilaksanakan, karena
pernikahan hanya terjadi sekali seumur hidup.
Pernikahan umumnya mempunyai ketentuan dan syarat, demikian juga
dalam pernikahan Muslim Nias. Syarat dan ketentuan harus diikuti dan
dilaksanakan agar tidak adanya sangsi sosial dan hukum adat dan juga menjaga
nama baik keluarga dari kedua belah pihak.
Syarat-syarat adat dan agama Islam dalam pernikahan Muslim Nias
Universitas Sumatera Utara
1. Tentunya kedua belah pihak harus beragama Islam. Ini menjadi syarat yang
paling utama dalam pernikahan. Di Nias sekarang ini ada banyak mualaf yang
telah menjadi Islamkarena tertarik dengan pasangan yang beragama Islam.
2. Mahar pernikahan bagi masyarakat Muslim khususnya di Desa Bozihona,
mahar pernihakah tidak sama lagi dengan adat Nias pada Umumnya. Namum
ada adat beberapa pertimbangan seperti status adat/sosial keluarga perempuan
dalam masyarakat dalam masyarakat mahar pernikahan akan berupa uang dan
emas saja dan biaya pesta pernikahan tentunya yang akan di tanggung oleh
laki-laki.
3. Kedua mempelai tidak mempunyai hubungan darah atau mempunyai hubungan
keluarga.
4. Kedua calon mempelai tidak mempunyai marga saya sama seperti Harefa
dengan Harefa, haruslah dari marga yang berbeda, karena masih mempunyai
hubungan keluarga.
5. Calon (marafule) harus sudah mempunyai sumber penghasilan sendiri dan
menjamin kehidupan keluarga nantinya.
6. Kedua calon mempelai (marafule) dan (ni’owalu) haruslah saling menghormati
dan menghargai satu sama lain serta keluarga kedua belah pihak.
Menurut informasi yang penulis terima dari pak Yasmin, pesta pernikahan
(fangowalu) ada dua jenis yaitu akad nikah secara agama dan akan nikah secara
agama dan adat (fangowalu ba hada)Maksudnya ialah pernikahan secara agama
yaitu pernikahan atau akad nikah yang dilakukan di Mesjid (Musagi) yang diakan
disaksikan oleh penguhulu dan saksi dari kedua belah pihak dan ini tidak
menggunakan acara adat lagi sedangkan fangowalu secara agama dan adat adalah
Universitas Sumatera Utara
ialah pengesahan dari keduanya baik secara agama maupun secara adat muslim.
Hal ini merupakan hal yang sah dalam kehidupan masyarakat sosial muslimNias.
Menurut beberapa informan saya pernikahan yang hanya secara agama ,biasanya
hanya dilakukan oleh masyarakat yang tidak mampu dalam memunuhi acara adat.
Namun dimasa sekarang pesta fangowalutanpa mengunakan adat adalah
hal yang sangat memalukan ini terjadi jika pernikahan tersebut tidak disetujui oleh
kedua orang tua pihak pengantin atau terjadi hal-hal uyang tidak diinginkan
seperti hamil diluar nikah. Pernikahan secara adat (fangowalu ba hada ) adalah
pernikahan yang sah dimata sosial dan budaya masyarakat muslim Nias, tentu ini
karena menyangkut aspek yang sangat luas seperti harga diri, strata sosial dan
tentunya cara untuk menghormati masyarakat desa.
4.3.1. Pesta pernikahan Secara Agama (Fangowalu Ba Agama)
Pernikahan hanya secara agama biasanya dilakukan oleh masyarakat desa
yang tidak mampu dalam melakukan kegiatan pernikahan secara adat dan akan
acara ini bisa dilakukan di Musagi (Mesjid) atau dirumah. Bagi setiap muslim
juga wajib juga mengetahui syarat dan rukun yang sempurna sebelum menikah.
Hal ini sangat penting agar pernikahan menjadi sah dimata syariat dan sah juga
dimata undang-undang pernikahan yang ada di Negara kita Indonesia. Dalam
pernikahan Islam ada 5 (lima) rukun yang harus dipenuhi agar pernikahan
menjadi sah. Yaitu:
1. Wali Nikah
Wali nikah adalah orang yang berhak mengawinkan seorang wanita, dan
jika tanpa wali nikah maka pernikahan tidak akan sah. Secara besar wali
Universitas Sumatera Utara
nikah ada dua macam yaitu wali nikah khusus dan wali nikah khusus.
Wali nikah khusus adalah semua laki-laki yang berhak jadi wali
pernikahan seperti orang tua maupun kerabatnya, sedangkan wali nikah
umum bisa disebut juga dengan wali hakim yaitu petugas dari kantor
agama (KUA). “Perempuan mana saja yang menikah tanpa izin walinya,
maka nikahnya batal, nikahnya batal, nikahnya batal” (HR. Ahmad, Abu
Daud, dishahihkan oleh As Suyuthi dan albani. Jadi kehadiran wali nikah
adalah sesuatu yang sangat penting dalam pernikahan muslim.
2. Calon istri/ Ni’owalu
Dalam sebuah pernikahan calon istri harus jelas adanya.
3. Calon suami/ marafule
4. Adanya saksi
“tidak ada pernikahan kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil” (HR.
Ibnu Hibban, Al Baihaqi dan dishahihkan oleh Adz Dzahabi) dan syarat
untuk menjadi saksi adalah
4.3.2. Pesta Pernikahan Secara Adat (Fangowalu Ba Agama Faoma Ba
Hada)
Pesta perrnikahan bagi muslimNias adalah akad nikah yang sah dimata
agama dan masyarakat sosial desa.pernikahan muslim Nias juga harus sah
dikedua baik itu akad nikah dari agama dan secara adat sama. Syarat dan
ketentuan juga harus diikuti dan dilaksanakan.Fangowalu ba hada dalam
masyarakat muslimNias yang telah terakulturasi dari adat Minangmempunyai
perbedaan dengan adat suku Nias pada umumnya. Jelas hal ini menimbukan
Universitas Sumatera Utara
banyak pertanyaan seperti bagaimana acara adat, mahar, pakaian adat, dan
kedudukan seoarang ni’owalu atau pengantin wanita.
Sesuai dengan wawancara dan observasi penulis dilapangan, adat
pernikahan muslimNias juga mempunyai tahap-tahap yang sangat banyak dan
sangat rumit. Yaitu:
1. Famaigi Niha/famörögö Gego
Famaigi Niha/famörögö Gego adalah penjajakan pertama sebagai
permulaan dari segala rangkaian pelakasanaan pesta pernikahan.Peran perantara
sangatlah panjang dan penting dalam tahap ini. perantara mempunyai banyak
nama tergantung dari daerahnya seperti Si’o, Halöluo, Talake dan towi-towi
bawazuasa, namun di desa Bozihöna menyebutnya sebagai Si’o. pada masyarakat
desa Bozihöna dulu keputusan pernikahan sepenuhnya ada ditangan orang tua
karena biaya sepenuhnya ditanggung oleh orang tua berbeda dengan sekarang
dimana harus adanya masyawarah dari orang tua dan anak, dan hal yang paling
penting lagi dalam melihat seorang calon istri maupun suami adalah
mempertimbangkan asal-asul keluarga calon tersebut seperti apakah dia berasal
dari keturunan solakhömi (terpandang) contohnya: ono mbalugu (anak raja) ini
dengan tujuan agar status sosial keluarga jadi baik.
2. Famofanö Ana’a
Proses ini merupakan adalah langkah yang panjang dalam menentukan
jumlah uang jujuran dan hari pernikahan .Awalnya orang tua akan menyuruh Si’o
ke pihak perempuan dan disampaikan ke perantara juga artinya tidak langsung
Universitas Sumatera Utara
kepada perempuan maupun kepada orang tua perempuan, lalu Si’o pihak
perempuan akan menyampaikan kabar baik tersebut dan jika meraka setuju
dengan kabar tersebut maka peran Si’o pihak perempuan lagi yang akan
menyampaikan perseutujuan dari pihak perempuan. Peran Si’o laki-laki
selanjutnya ialah menanyakan berapa biaya atau soguna bazimaökhö yang akan
digunakan untuk keperluan pesta nantinya (bukan mahar), ini adalah biaya yang
akan digunakan untuk biaya membeli keperluan rumah tangga saat pesta nantinya.
selanjutnya ialah melalui musyawarah khusus oleh kedua orang tua pihak
perempuan telah menetukan jumlah uang berapa ekor kambing dan jumlah beras
putih dan beras ketan yang akan ditanggung oleh pihak laki-laki, dan akan
memusyawarahkannya dengan kepala adat,kepala desa dan semua kerabat dan
masyarakat desa, secara rahasia kepala adat telah mengetahui jumlah biaya tadi
dari kedua orang tua pihak perempuan, namun kepala adat tetap menanyakannya
kepada khalayak umum dengan maksud menghormati semua aspek-aspek yang
ada dalam desa tersebut,namun keputusan jumlah uang tetap berada ditangan
kepala adat bukan orangtua maupun masyarakat desa dan jika jumlah telah
dipertimbangkan bersama maka akan di sampaikan lagi ke perantara pihak laki-
laki, dan terjadilah musyawarah (fobanuasa) dipihak laki-laki bersama dengan
kepala adat dan semua masyarakat desa jika mereka setuju dengan biaya tersebut,
maka Si’o pihak laki-laki akan membawa uang tersebut kerumah pihak
perempuan, dengan tujuan adanya pertanda adat. Si’oakan membawa uang dan
sirih (Bola Nafo) dalam bungkusan kain bewarna kuning (beras dan kambing bisa
menyusul maupun langung tergantung kesepakatan pihak laki-laki) bersama
dengan kepala adat dan sejumlah masyarakat ke rumah pihak perempuan dengan
Universitas Sumatera Utara
menyerahkannya kepala adat pihak perempuan. Pembicaraan selanjutnya dalam
tahap ini ialah menetukan hari yang baik seperti melihat Desa’a/ fama’ötö mbongi
dan jika hari telah ditentukan maka pihak perempuan akan memberi pesan kepada
pihak perantara laki-laki dengan janji akan membawa marafule atau pengantin
laki-laki ini adalah pertanda bahwa acara adat akan dilaksanakan.
3. Famotu Bene’ö
Proses ini terjadi dirumah pengantin perempuan dan dihadiri oleh keluarga
dan kerabat serta kepala adat dimana pengantin perempuan akan diberi nasehat-
nasehat oleh orangtuanya dan kerabatnya tentang agar menjadi istri dan ibu rumah
tangga yang baik nantinya. dalam adat suku Nias maupun muslim Nias kegiatan
ini disebut juga dengan fame’e Ni’owalu artinya membuat pengantin perempuan
menangis. Proses ini masih dilakukan oleh berbagai daerah dikepulauan Nias
termasuk di desa Bozihöna dan biasanya dilakukan sebelum hari pernikahan.Pada
saat ini juga rumah pengantin perempuan akan dibenahi seperti pamansangan kain
untuk langit-langit rumah, kain tabi yaitu kain akan dipasangkan di dinding
rumah, umumnya ialah berwarna merah atau kuning dan mempuyai berbagai
macam motif, dan Gabasara tempat khusus untuk pengantin perempuan.
Pemasangan dekorasi-dekorasi tersebut ialah juga sebagai tanda-tanda adanya
pesta pernikahan.
4. Fangosara Banua / Malam Kedudukan
Proses terjadi di kediaman pihak pengantin laki-laki dimana persiapan dan
perlangkapan pengantin laki-laki dilengkapi baik itu persiapan rumah seperti
membuat Bagasara, tempat para ketua ketua adat dan menghias rumah pengantin
laki-laki ini disebut Mamologö dufo ( ini juga dilakukan di rumah pengantin
Universitas Sumatera Utara
wanita pada malam Binai. Namun Sebelum pada malam kedudukan, pada pagi
hari akan diadakan acara dimana pengantin laki-laki memangil Döla-Döla Hada
untuk dilaksankannya Fame afo (sirih)proses ini biasanya ini dilakukan dengan
tujuan menghormati aspek-aspek masyarakat. Döla-Döla Hada terdiri dari yaitu:
raja penghulu adat, kepala kampung (salawa), penghulu, agama, kepala muda,
induk ina, dan dubala yaitu orang yang akan bertugas sebagia pemangil orang dan
semua kegiatan ini dan semua proses adat akan dipimpin oleh raja adat atau
Salawa hada. Setelah acara ini selesai pengantin laki-lakiakan dipangkas
ramutnya secara khusus dengan tujuan agar dia rapi dan terlihat siap dan
selanjutnya akan diarak keliling desa dengan arti bahwa masyarakat desa
mengehetahui bahwa dia akan menikah/mengumumkan secara umum. Sebagai
tanda bahwa adanya pernikahan dirumah pengantin laki-laki ialah dengan
berdirinya bendera dengan payung di depan rumah, jumlah pemasangan bendera
juga sangat diperhatikan, jika pengantin laki-laki adalah keturunan terpandang
maka jumlah bendera adalah 11 bendera dan jika dia anak penhulu/imam, jumlah
payung ialah 9 bendera dan dari kalangan biasa ialah 7 atau 5 bendera. Urutan
pemasangan bendera ini juga harus sesuai dengan Döla-Döla Hada tadi,
urutannya ialah pada posisi pertama ialah bendera berwarna hitam yaitu bendera
Dubala atau pemanggil orang, kedua bendera kuning yaitu bendera untuk raja
adat, ketiga merah yaitu bendera kepala muda/kaum muda, keempat bendera putih
yaitu untuk agama, selanjutnya ialah warna bebas ini diperuntukan untuk induk
ina, nalayan atau pedagang.
Pada malam kedudukan kepala muda/kaum muda yang berperan sangat
banyak, diantaranya mempersiapkan bagasaraatau tempat khusus pengantin laki-
Universitas Sumatera Utara
laki,menghias rumah pengantin, memukul rafai atau rebana, memasang lahine
sejenis daun pacar merah atau daun inai pada kuku. Selanjutnya pada malam
kedudukan ini pengantin akan lantunkan ayat-ayat suci dan syalawat (Dagawa)
dan pengantin laki-laki akan berpantun dan Dawuo Sebua atau Silat. Setelah
semua selesai pengantin laki-laki akan dibawa ke Bagasara dan akan diberi gelar,
pemberian nama gelar bagi pengantin laki-laki dengan mempertimbangkan dia
berasal dari keturunan dan pekerjaan contohnya. Ia dari keturunan Rajo (Raja)
maka namanya Rajo Fa’omasi, Rajo si sökhi, bila ia keluarga sultan maka
gelarnya Sultan Fa’omasi atau Sultan kesejahtraan dan lain sebaginya. Acara
malam kedudukan biasanya berakhir sampai pagi, namun tergantung kondisi dan
kesepakatan bersama.intinya pada malam kedudukan ini pengantin laki-laki akan
diberi nasehat atau La Fotu bahwa ia akan mempunyai tanggung jawab yang
sangat besar dalam membina rumah tangganya kedepan dan terlebih untuk
menjaga kesoponan dan tingkah lakunya pada hari pernikahanya nantinya.
Gambar06 :Tempat Kedudukan Mempelai Pria (Bagasara),
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Universitas Sumatera Utara
5. Malam Bainai/ La Konde
Tradisi ini merupakan ungkapan kasih sayang dan doa restu dari para
kerabat pengantin perempuan. Bainai artinya melekatkan Lahine yang terbuat dari
tumbuhan hine atau pacar merah ke kuku-kuku pengantin perempuan, biasanya ini
dilakukan pada malam hari sebelum akad nikah. Perlengkapan lain yang
digunakan antara lain air yang berisi kembang 7 macam, payung kuning, kain
berwarna kuning atau disebut dengan kain jajakan, daun kursi untuk mempelai
perempuan yang di sebut Bagasara. Tujuan penting dari malam Binai ini adalah
untuk mengungkapkan rasa kasih sayang orang tua dan keluarga kepada calon
pengantin yang akan segera membina keluarga yang barun, untuk memberikan
doa restu kepada calon pengantin yang akan meninggalkan masa remajanya,
untuk menyucikan diri calon pengantin lahir dan batin sebelum melaksanakan
acara yang sacral yaitu akad nikah, untuk membuat pengantin perempuan
kelihatan lebih cantik,segar dan cemerlang selama ia menjadi pengantin.
Dalam acara ini pengantin perempuan didandani dengan pakaian yang
khusus dengan baju hada atau toka dan bersunting rendah.Baju hada atau Toka
adalah semacam selendang yang dibalutkan menyilang di dada sehingga bagian
bahu dan lengan tanpak terbuka. Dalam acara malam Binai orang tua pengantin
juga harus mengunakan yang khusus dengan warna cerah seperti merah dan
kuning dengan tujuan supaya lebih semarak. Biasanya tamu dan sanak saudara
juga yang hadir pada saat itu juga mengunakan hal yang sama seperti mengunakan
kain selimut sebagai bawahan dan baju kebaya atasnyanya.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 07 : kegiatan adat La Konde atau La Fotu pada malam Bainai
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Acara malam Binai ini sangatlahsakral dan mengandung banyak Simbol-
simbol seperti memandikan calon pengantin,mamasangkan Lahine ke kuku.
Dalam adat dari di Nias seperti memandikan pengantin perempuan hanya oleh
orang orang tertentu saja seperti orang tua dan sanak saudara saja atau melekatkan
Lahineke kuku calon pengantin.Pelaksanaan acara ini, Biasanya dipimpin oleh
perempuan yang telah ahli mengenai acara ini dan dalam acara ini juga seringkali
juga dimeriahkan dengan menampilkan kesenian-kesenian tradisional seperti
lagu-lagu yang bernafaskan Islam atau melayu yang sangat kental dengan rebana
dan gendangnya, yang bisa secara spontan mengundang para hadirin untuk
bergoyang.
6. Famenema’ö marafule
Universitas Sumatera Utara
Bila akad nikahnya dilakukan dirumah mempelai wanita bukan di Mesjid,
maka acara penyambutan kedatangan calon pegantin laki-laki dengan
rombonganya dilakukan di halaman calon mempelai wanita.Acara ini juga dikenal
sebagai Folohe Ba Hele atau Famaondragö Marafule. Kedatangan mempelai laki-
laki akan di sambut oleh suara-suara alat musik seperti biola, rebana, gendang,
biasanya di Desa Bozihöna pengantin laki-laki akan juga di sambut dengan alat
musik Garamba (gendang besar yang di bunyiakan dengan di pukul oleh dua bilah
bambu), Gong, dan Doli-Doli (gong kecil) ini dilakukan untuk mengikuti adat
mengikuti adat Nias pada umumnya. Pengantin laki-laki di payungi dengan
payung berwarna Kuning, dan juga adanya barisan laki-laki dari pihak pengantin
wanita dan laki-laki masing-masing tujuh orang dari setiap pihak, yang akan
membukakan atau memberi jalan kepada pengantin laki-laki dengan tujuan
memberi penghormatan dan pertanda menjaga sisi kanan kiri jalan yang akan
dilewati oleh rombongan dan masing-masing mempunyai pemimpin yang akan
melakukan silat, para pemuda ini nemakai kostum silat dan kopiah di atas
kepalanya dan diikuti juga remaja perempuan yang memakai baju adat biasanya
warna merah atau kuning dan memakai hiasan kepala. Mereka ini yang akan
menawarkan sirih kepada para tamu demikan juga dari pihak laki-laki yang kan
mewarkan sirih kepada pihak wanita.
Universitas Sumatera Utara
Gambar08 :Penyambutan Mempelai Pria Oleh Ketua Adat dari Pihak
Mempelai Wanita
Sumber : Dokumentasi pribadi
Selanjutnya adanya Fangowai atau sapa menyapa antara juru bicara dari
pihak pengantin wanita dan pihak rombongan laki-laki, ini dilakukan di depan
gerbang sebelum masuk ke dalam pekarangan rumah kostum yang kan di pakai
juru bicara adalah pakain sarung, berkemeja dilapisi jas diluarnya dan memakai
kopiah hitam dan yang menjadi juru bicara haruslah orang yang terpilih dan mahir
dan tidak jarang ini menjadi acarang saling memamerkan keahliandari masing-
masing juru bicara dari kedua belah pihak. Sapaan akan diawali oleh juru bicara
dari mempelai wanita dengan kalimat sapaan kehormatan atas adatangnya tamu
dan rombongan ke rumah mereka. Selanjutnya akan disusul oleh Ina-Ina Satua
atau perempuan tua yang akan menaburkan Böra sause atau beras kuning kepada
calon pengantin laki-laki sambil berpantun dan kemudian sebelum akan naik
Bagasara sebelumnya calon pengantin laki-laki akan dicuci kaki pengantin laki-
Universitas Sumatera Utara
laki dengan menuangkan sedikit air ke ujung sepatu pengantin laki-laki sebelum
masuk kedalam rumah atau ke tempat akad nikah, pengantin laki-laki akan
melawati kain putih yang dibentangkan di pintu masuk dengan tujuan bahwa
pengantin laki-laki membawa segala sesuatu yang baik kedalam rumah,kebersihan
dan niat yang baik calon laki-laki dalam melaksanakan niatnya mengawini
istrinya dan meningalkan segala yang kotor di luar rumah.
Menurut adat kebiasaan adat pernikahan Muslim Nias pengantin laki-laki
akan membawa sirih (Bola-bola Nafo) ini akan disuguhkan kepada para ketua
adat dan orang tua yang hadir pada acara tersebut, ini juga sama dengan adat Nias
pada umumnya hanya saja tidak adanya fangowai hanya memberikan nya saja
secara langsung kepada para ketua adat. Dan selanjutnya setelah pengantin laki-
laki telah sampai kedalam rumah, ia akan didudukan di Bagasara dan pengantin
wanita tidak langsung disandingkan dengan pengantin laki-laki, pengantin wanita
akan menunggu di dalam kamar, disitu dia akan dipersiapkan. Untuk menunggu
acara akad nikah sebelum acara akad nikah akan ada acara-acara tambahan seperti
kata sambutan dari ke ketua adat dan kepala desa dan adanya pementasan tradisi
Muslim pesisir. Setelah itu akan diadakan akad nikah, sesuai dengan hukum dan
tata cara baku Hukum Islam dan Undang-Undang Negara Republik indonesia
disini pengantin laki-laki akan melafaskan izab kabulnya dihadapan penghulu,
wali orang tau dan tamu yang hadir pada saat itu.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 0 : Proses akad Nikah
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Hal lain yang ada pada hari pernikahan adalah makan Bajamba ini
merupakan tradidi makan dari Minang Kabau dengan cara duduk bersama dalam
satu ruangan dan dalam satu piring besar yang berisi jenis-jenis makanan seperti
nasi, ikan, sayur, dan daging. Dalam satu piring besar bisa berjumlah 3 atau 4
orang mereka akan duduk bersama melingkar dalam menikmati makanan. makan
dengan cara seperti ini mempunyai makna yang sangat dalam dimana akan ada
rasa kebersamaan tampa melihat perbedaan status sosial.
4.3.3. Acara Sesudah Akad Nikah
1. Fangowai Sibaya
Fangowai sibaya artinya pengantin laki-lakiakan diperkenalkan kepada
seluruh sanak keluarga pengantin wanita, demikian juga sebaliknya akan
dilakukan kepada penganti wanita dengan tujuan supaya mereka mengenal dan
menghormati sanak saudara dari kedua belah pihak.
Universitas Sumatera Utara
2. Fanörö Ni’owalu
Kegiatan ini dilakukan setelah beberapa hari acara pernikahan, harinya
sesuai dengankesepakatan antara kedua keluarga misalnya seminggu setelah pesta
pernikahan. Dalam adat Nias Fanörö Ni’owalu, pengantin laki-laki akan
membawa istrinya ke rumah orang tuanya untuk jalan-jalan dengan membawa
sanak dan keluarganya besarnya dan membawa beberapa buah tangan untuk
kedua orang tua wanita. Namum dalam adat masyarakat Muslim, pengantin hanya
membawa beberapa orang saja sebagai pendamping, biasanya pengantin laki-laki
langsung membonceng istrinya dengan sepeda motor dan diikuti oleh pendamping
mereka. Dalam acara adat ini pengantin laki-laki memakin baju kameja putih
dengan setelah dasi dan pengantin perempuan memakin kain panjang dan
berkerudung berwarna merah. Sebenarnya tujuan dari acara ini adalah untuk
memberi tahu kepada keluarga istrinya bahwa bahwa anak perempuan mereka
baik-baik saja.
3. Resepsi/ Syukuran
Seperti pada acara umum biasanya, acara resepsi akan di adakan di rumah
pengantin laki-laki dengan mengundang keluarga, warga desa dan termasuk
kelurga besar dari mempelai perempuan. Dalam acara syukuran ini bertujuan
untuk mengucakan syukur kepada Tuhan atas berlangsungnya akad nikah dan
semua acara adat. Dalam acara syukuran biasanya selain makan bersama dan juga
pemberian kado kepada kedua mempelai dari tamu-tamu undangan. Acara
syukuran ini merupakan akhir dari semua kegiatan acara adat, walaupun ada juga
yang tidak melakukan acara syukuran ini.
Universitas Sumatera Utara
BAB V
SISTEM MATA PENCAHARIAN
5.1. Nelayan Desa Bozihöna
Desa Bozihöna merupakan wilayah pesisir di Kecamatan Idanögawo,
Kabupaten Nias, dan juga penghasil bahan pangan ikan bagi masyarakat. Dan
tentunya sudah pasti mata pencaharian sebagain besar masyrakatnya adalah 90%
Nelayan, sebagian lainnya adalah pedangan dan petani. Namun karena desa ini
adalah daerah pesisir maka penulis hanya menyoroti tentang kearifan lokal
nelayan dan sebagian besar keluarga yang menjadi pembuat ikan teri atau ikan
asin.
1. Kearifan lokal masyarakat Nelayan desa Bozihöna
Menurut Bapak Amibudin Gea (Ama Ilham Gea ) yang seorang nelayang
berumur 50 tahun yang sudah melaut sejak dari kecil. Nelayan di desa ini
mempunyai kebisaan, aturan dan pengetahun tersendiri tentang cara melaut yang
baik dan benar, yang sudah secara turun temurun sudah di turunkan oleh orang tua
meraka, dan tujuannya demi untuk menjaga kelangsungan ekosistem laut yang
akan sangat berguna bagi keluarga mereka kalak nantinya.
a) Pengetahuan membuat kapal atau Göfa Nasi
Walaupun sebagian kecil nelayan mempunyai perahu/ Tundrahayang terbuat
dari mesin seperti Bot, namum masyarakat desa akan membuatnya sendiri dengan
mengunakan bahan-bahan di alam sekitar. Ukuran-ukuran kapal-kapal nelayan di
desa tidaklah begitu besar, ada yang panjang 10 M dan lebar 5 meter dan panjang
5 Meter dan lebar 2 meter saja biasanya ini adalah ukuran yang dipakai nelayan
Universitas Sumatera Utara
untuk melaut jarak jauh, serta ada juga perahu kecil yang di dalam jarak dekat
saja. Jenis kayu yang biasa digunakan dalam pembuatan perahu oleh masyarakat
seperti kayu Jati, kayu Fösi (sejenis kayu keras yang hanya ada di Nias) jenis
lainnya seperti Fösi Soyo dan yang paling bagusadalahFösi saitö. Jenis kayu
sangat kuat, awet dan tidak mudah busuk dan pecah dan tahan dari binatang
laut.Jenis kayu untuk membuat perahu kecil bisa digunakan seperti kayu Nangka
dan sawo.Biasanya nelayan mendapatkan kayu-kayu ini seperti di hutan atau
kebun yang sudah di tanam selama bertahun-tahun. Proses pembuatan kapal
langsung dikerjakan dekat pinggir pantai dengan alasan supaya mudah
meimidahkannya. Proses pembuatan membutuhkan waktu selama 5 bulan atau 1
tahun bahkan lebih dan Pengetahuan membuat kapal sudah diperkenalkan oleh
orang tua meraka sejak dari mereka kecil.
Gambar :perahu-perahu nelayan yang digunakan untukmelaut.
Sumber :Dokumentasi Pribadi
4.3.4. Pengetahuan cara melaut yang benar/ Moloyo
Universitas Sumatera Utara
Bagi masyarakat nelayan desa Bozihöna ada bebarapa aturan dan larangan yang
sudah secara turun temurun dilakukakan dan ditaati oleh nelayan, yang sudah
menjadi hukum adat dan mempunyai sangsi bagi yang melangarnya seperti tidak
boleh melaut pada hari tertentu misalnya pada hari jumat, karena wajib bagi setiap
laki-laki untuk shalat jumat,hari Idul Fitri, hari raya Idul adha, dan tanggal 26
Desember dan 28 Maret ini diakibatkan masih adanya nelayan yang takut melaut
akibat tsunami dan gempa yang melanda Pulau Nias, namun menurut pak
Aminudin (Ama Ilham Gea) larangan dan aturan ini sudah mulai banyak
dihiraukan oleh sebagian nelayan, ini karena ada nelayan yang bukan berasal dari
desa tersebut dan bukan beragama Islam.
Pengetahuan lainnya ialah tentang mengetahui fenomena alam yang menjadi
pertanda baik bagi para nelayan sepertimengandalkan gugusan bintang, arah angin
dan arus gelombang laut untuk menentukan arah boat dan perahu saat mencari
ikan, Selain pada gugusan bintang, gejala-gejala alam yang menjadi pedoman para
nelayan adalah, gumpalan awan yang berarak, serta ketika burung bangau dan
elang turun mendekati permukaan air laut pertanda air mulai surut, Taburan
bintang digunakan sebagai pedoman arah dalam pelayaran di malam hari, seperti
bintang pari untuk menandai arah selatan dan bintang fajar yang menandai ufuk
timur. Berdasarkan bintang-bintang tersebut kami para nelayan tidak mudah
kehilangan arah atau tersesat dalam pelayarannya di tengah laut.Sementara untuk
gumpalan awan, gambaran awan yang biasanya kami jadikan pedoman adalah
oleh awan yang memerah di ufuk barat, biasanya pada saat menjelang
senja.Apabila awan tersebut tanpak, maka itu pertanda ikan-ikan di laut sudah
banyak, kami sebagai nelayan beranggapan sudah tiba saatnya untuk melaut.
Universitas Sumatera Utara
Kemudian ketika burung bangau dan elang mendekati permukaan laut ketika air
surut menandakan lebih banyak akan keberadaan hewan dan biota laut yang dapat
ditangkap oleh nelayan.
Sejalan dengan peredaran siang dan malam, para nelayan juga mempunyai
perangkat pengetahuan tentang peredaran musim yaitu musim barat dan musim
timur. Musim timur dianggap baik untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan
karena di hari musim timur kondisi laut saat tenang, tidak ada badai dan arus
gelombang laut tidak terlalu kuat sehingga ikan – ikan banyak berada ke pinggir
atau tepi laut yang memudahkan para nelayan untuk menangkap/menjaring ikan
dan Pada musim timur aneka jenis burung camar akan banyak berdatangan untuk
memangsa ikan, karena memang pada musim itu jumlah ikan dan hewan laut
lainnya sangat melimpah. Sedangkan pada musim barat justru sebalikanya
c. Cara memasarkan hasil melaut
Karena daerah desa Bozihöna adalah daerah pesisir dan jauh dari kota.
Biasanya nelayan akan menjualnya langsung dipinggir pantai atau pasar ikan yang
ada di desa tersebut. Harga yang ditawarkan dipinggir pantai akan lebih murah
dibandingkan jika di jual ke pasar kota. Biasanya ikan yang dijual langung
dipinggir pantai adalah ikan-ikan kecil yang cocok untuk yang biasanya
dijadikan ikan teri dan ikan asing sebagian lainnya adalah orang-orang yang akan
membeli untuk kebutuhan pangan mereka dan sebagaian ikan akan dijual ke pasar
kota dengan harga yang lebih mahal.
Universitas Sumatera Utara
Cara membawa hasil melaut ke pasar kota dibawa menggunakan sepeda
motor sebutan warga Honda siregen artinya sepeda motor dengan jerigen besar
sebagai tempat menampung ikan.
Menurut pak Aminudin (Ama Ilham Gea) keuntungan dari menjual ikan
tidaklah besar tertantung banyaknya hasil melaut dan cuaca, jika cuaca tidak
bagus maka hasil melaut sedikit tapi harga ikan akan naik dan begitu juga
sebaliknya jika cuaca bagus harga ikan tidaklah seperti kalau cuacanya tidak
bagus.
Gambar09 : Pasar Ikan di desa Bozihöna
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
5.2.Pembuat Ikan Teri dan Asin
Sebenarnya pera pembuat ikan teri dan asin/ Ia Nia’sö ini adalah para
nelayan dan keluarganya. Jika ada hasil melaut yang lebih dan tidak habis dijual
maka akan dibuat ikan asin dan ikan teridan akan kembali. Jenis-jenis ikan teri
Universitas Sumatera Utara
yang biasa dijual sepert ikan Badar dan Rebon (sejenis udang Kecil ) dan jenis
ikan asin seperti, sedangkan jenis ikan asin seperti ikan yang berukuran lebih
besar. Proses pembuatan ikan teri dan asin oleh masyarakat desa Bozihöna
tidaklah terlalu rumit. Seperti pembuatan ikan teri hanya mengunakan metode
pengeringan dengan sinar matahari langsung. Pengeringan ikan dengan matahari
langsung membuat kualitas ikan lebih tahan lama. Proses pengeringan biasanya 3
sampai 5 hari tergantung cuaca. Sedangkan proses pembuatan ikan asin memakan
waktu sedikit lama dan rumit seperti persiapan ikan sesuai ukuran dengan
memperhatikan jenis ikan dan ketebalan dagingnya. Prosedur pengeringan,
pengasinan, jenis garam yang dipakai, dan pengemasan hingga sampai kepada
pembeli nantinya.
Proses pembuatan ikan asin seperti berikut:
a. Alat dan bahan yang digunakan seperti garam ( garam yang digunakan
biasanya adalah garam dapur yang mengandung banyak NaCL dan
unsur-unsur lainnya), drum (sebagai tempat peremdaman ikan bersama
dengan garam), anyaman bamboo (tempat menjemur ikan).
b. Cara membuat ikan asin. pertama ikan akan di rendam dalam drum
berisikan air garam, dalam proses ini ada banyak hal yang diperhatikan
seperti kelembaban udara dalam drum, apabila udara banyak masuk
dalam drum maka ikan tidak akan terlalu asin. Jika waktu
perendamannya 5-10 jam maka setengah asin sedangkan waktunya
perendamanya 24 jam maka kualitas ikan akan asin. Setelah itu,
sebelum di keringkan ikan akan dicuci dengan air bersih untuk
menghilangkan garam-garam yang menempel pada ikan, ikan akan
Universitas Sumatera Utara
dijemur dengan cahaya matahri langsung dengan waktu yang berbeda-
beda seperti jika ukuran ikannya besar sekitar 24 hari sedangkan
ukuran yang kecil sekitar 1 minggu tergantung cuaca. Pemasaran ikan
teri dan ikan asin biasanya dilakukan di pasar Bozihöna dan pasar kota,
ikan teri akan dijual perkilo sesuai dengan jenis ikannya.
Universitas Sumatera Utara
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Masuknya Agama Islam di Pulau Nias sudah terlebih dahulu sejak kedatangan
Teuku Polem di Luaha Laraga, Gunung Sitoli pada tahun(1643), sebelum adanya
agama lain seperti Kristen Protestan(1865), Khatolik(1854) maupun Budha.
Namum tidak begitu berkembang dikalangan masyarakat Nias pada saat itu
karena bertentangan dengan adat nias, seperti larangan babi yang diharamkan
dalam agama islam, namum babi dalam adat masyarakat Nias sangat lah tinggi.
Selain dalam adat, babi juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan pada saat itu.
Agama islam hanya di terima oleh kaum-kaum tertentu pada awal masuknya ke
Pulau Nias.
Para pendatang dari seberang memperoleh daerah kekuasan di Pulau Nias
karena adanyapesta adat Owasa yaitu pada tahun 1698 dan disusul dengan
Mondrakö ( pembuatan peraturan) pada tahun 1686 . keputusan dari Mondrakö
ialah pembagian wilayah, peraturan tentang berperang jika ada musuh dan
melestarikan tradisi-tradisi pada saat itu. Agar peraturan-peraturan tidak dilanggar
mereka mengangkat sumpah akan membakar manusia yang melanggar peraturan
tersebut.
Agama Islam dan nilai adat akan terus berjalan bersama ke tiap-tiap generasi
selanjutnya. Menjadi penganut Islam yang taat adalah suatu keharusan bagi setiap
pemeluknya, dengan menjalankan segala perintahnya dan menjauhi larangannya,
walupun begitu tidak melupakan jatidiri sebagai orang nias, dengan menjunjung
nilai-nilai adat.
Universitas Sumatera Utara
6.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penelitian ini
menyampaikan saran bagi masyarakat sebagai berikut. Dengan berbagai
penjelasan dalam Skripsi ini tentang dunia Islam diPulau Nias, saya sebagai
pembuat makalah ini sangat berharap semoga makalah ini bisa menjadi sumber
penambah wawasan kita tentang suku Nias dan dan berbagai kebudayaan
didalamnya. Dan juga saya berharap dapat menjadi motivasi bagi kita untuk
semakin menjaga kelestarian budaya terlebih bagi kaum muda Nias.
Berdasarkan kondisi pembangun yang masih kurang di desa Bozihona.
Banyak masyarakat yang menginginkan percepatan pembangunan seperti Jalan,
pasar dan mesjid. Tentunya jika pembangunan lebih di percepat maka taraf
ekonomi warga akan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Sumatera Utara
Budhisantoso, S. 1988. Sistem kekerabatan dan pola Pewarisan. Jakarta: PT.
Pustaka Grafika Kita.
Duha, Nata’alui. 2000. Mengenali perbedaan Kultur Masyarakat Nias.
Ghazali, Muchtar, Adeng. 2011. Antropologi Agama “ Upaya Memahami
Keragaman, Kepercayaan, Keyakinan, dan Agama”. Alfabeta.
Hȁmmerle, P. Johanenes. 2001.Asal-Usul Masyarakat Nias, Suatu
Interperestasi. Yayasan Pusaka Nias, Gunung sitoli.
Hȁmmerle, P. Johanenes. 2008. Tuturan Tiga Sosok Nias. Gunung Sitoli:
Yayasan Pusaka Nias.
Harefa, Faogȍli. 1939. Hikayat dan Tjeritera Bangsa Serta Adat Nias. Seri C.
Nr. 1. Sibolga: Rapatfonds Residentie Tapanoeli.
Ihromi. 2006. Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Yayasan obor.
James, Spadley.1987. Readings in Culture Antrhoropology. Brown and
Company.
Laiya, Sitasi Z. 1985. Kamus Nias- Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa.
Media Warisan, Edisi No.22, Yayasan Pusaka Nias.
Mendrȍfa, Sȍkhi’ aro Welther. 1981. Fondrakȍ Ono Niha. Agama Purba,
Hukum Adat, hikayat dan Mitologi Masyarakat Buas. Jakarta: Inkultra
Foundation.
Mendrȍfa, snk. B., Ama Wohada. 1983/1984 Li ba Li Indonesia. Kamus
Bahasa Nias Indonesia. Medan: Perdana
Mintargo, Bambang S. 2000. Tinjauan Manusia dan Nilai Budaya. Jakarta:
Penerbit Universitas Triksakti.
Universitas Sumatera Utara
Poewarto, Hari. 2000. Kebudayaan dan Lingkungan dalam Persepektif
Antropologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Siagian, Matias. 2011. Metode Penelitian sosial. Medan. PT. Grasindo
Monoratama.
Sirait, Rostina. 1984. Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Nias.
Depdikbud Provinsi Sumatera Utara.
Spradley, James P. 2006. Etnografi.Yogyakarta: Tiara Wacana.
Sumber Lainya:
http://www.museum-nias.org/info-nias/ diakses 1 Agustus 2017.
http://niasmunity.blogspot.co.id/2007/02/kronologi-masuknya-islam-di-nias.html diakses
1 Agustus 2017.
http://unzilaturrahmah.blogspot.co.id/2012/12/islam-dan-budaya-lokal.html diakses 12
Agustus 2017.
Nurkholish, Madjid. “Akulturasi Islam dan Budaya Lokal. 2015.
http://paramadina.or.id/2015/08/07/akulturasi-islam-dan-budaya-lokal/
https://almanhaj.or.id/173-konsep-islam-tentang-perkawinan.html
Imanulhaq, Maman. “Islam dan Kearifan Lokal. 2011.
https://www.kompasiana.com/kang_maman72/islam-dan-kearifan-lokal
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN
Gambar : Salah satu sudut perumahan masyarakat, bantuan dari pemerintah di desa Bozihȍna.
Sumber : Dokumentasi Pribadi.
Gambar : Suasana pasar Tradisonal masyrakat desa Bozihona yang hanya ada pada hari sabtu saja.
Universitas Sumatera Utara
Sumber : Dokumentasi pribadi.
Gambar : Model Bagasara untuk pengantin laki-laki pada malam kedudukan/ dan hiasan hiasan dinding lainnya.
Sumber : Dokumentasi pribadi.
Universitas Sumatera Utara
Gambar : Tampak persiapan-persiapan yang dilakukan oleh para keluarga, menghias dan memasang kain-kain pada seluruh rumah.
Sumber : Dokumentasi Pribadi.
Gambar : Tampak beberapa anak-anak turut hadir dalam meramaikan dengan mencoba memukul gambus yang akan dijadikan sebagai alat-alat musik pada hari pernikahan nantinya.
Sumber : Dokumentasi Pribadi.
Universitas Sumatera Utara
Gambar : Tujuh bendera dengan berbagai warga yang melambangkan segala aspek yang ada dalam masyarakat.
Sumber : Domentasi Pribadi.
Gambar : Tampak seorang anak mememai ayahnya berjualan dengan memotong ikan yang nantinya akan dijual nantinya.
Sumber : Dokumentasi Pribadi.
Universitas Sumatera Utara
Gambar : Salah satu mesjid Al-Amin yang ada di desa Bozihona, yang merupakan mesjid bersejarah yang ada di desa tersebut.
Sumber : Dokumentasi Pribadi.
Universitas Sumatera Utara