Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
OPTIMALISASI KINERJA INSTALASI
PENGOLAHAN AIR LIMBAH
CAPACITY BUILDING PRODUSEN IPALPUSAT STANDARDISASI LINGKUNGAN DAN KEHUTANAN
Jakarta, 13 Maret 2019
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
Parameter Satuan Kadar Maksimum*
pH - 6 - 9
BOD mg/l 30
COD mg/l 100
TSS mg/l 30
Minyak dan Lemak mg/l 5
Amoniak mg/l 10
Total Coliform Jumlah/100 ml 3000
Debit L/orang/hari 100
Baku Mutu Air Limbah Domestik
Permen LHK Nomor P.68/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016
Keterangan :
*) Rumah susun, penginapan, asrama, pelayanan kesehatan, rumah makan, balai pertemuan,
permukiman, industri, IPAL Kawasan, IPAL permukiman, IPAL perkotaan, pelabuhan, bandara,
stasiun kereta api, terminal dan lembaga pemasyarakatan
JENIS POLUTAN DI DALAM AIR LIMBAH
1. Padatan tersuspensi (suspended matter)
2. Pulutan organik terlarut (disolved organic matter)
3. Polutan senyawa anorganik (asam/garam anorganik)
4. Minyak/lemak
5. Garam –garam nutrien
6. Patogen dan parasit
7. Senyawa B3, misalnya logam berat, pestisida dll
Karakteristik Limbah Domestik atau Limbah Perkotaan
No PARAMETER MINIMUM MAKSIMUM RATA-RATA
1 BOD - mg/l 31,52 675,33 353,43
2 COD - mg/l 46,62 1183,4 615,01
3 Angka Permanganat 69,84 739,56 404,7
4 Ammoniak (NH3) - mg/l 10,79 158,73 84,76
5 Nitrit (NO2-) - mg/l 0,013 0,274 0,1435
6 Nitrat (NO3-) - mg/l 2,25 8,91 5,58
7 Khlorida (Cl-) - mg/l 29,74 103,73 66,735
8 Sulfat (SO4-) - mg/l 81,3 120,6 100,96
9 pH 4,92 8,99 6,96
10 Zat padat tersuspensi (SS) mg/l 27,5 211 119,25
11 Deterjen (MBAS) - mg/l 1,66 9,79 5,725
12 Minyal/lemak - mg/l 1 125 63
13 Cadmium (Cd) - mg/l ttd 0,016 0,008
14 Timbal (Pb) 0,002 0,04 0,021
15 Tembaga (Cu) - mg/l ttd 0,49 0,245
16 Besi (Fe) - mg/l 0,19 70 35,1
17 Warna - (Skala Pt-Co) 31 150 76
18 Phenol - mg/l 0,04 0,63 0,335
Clarifier
General overview of plant components
Secondary Sludge
Primary Sludge
Clarifier
Raw Wastewater Influent
PRIMARY
DISINFECTION
Biological
Treatment
System
SECONDARY
Clean Wastewater Effluent
Discharge to Receiving Waters
Preliminary Residuals
(i.e., grit, rags, etc.)A
B
C
Wastewater
Treatment
Residuals
Biosolids
Processing
and Disposal
(e.g., attached-grwoth
Suspended-Growth,
Constructed Wetland, etc.)
Clarifier
PRELIMINARY
Usually to Landfill
PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH
PROSES
PRIMER
PROSES
SEKUNDER
PROSES
TERSIER
Proses Fisika/
Kimia
-Grit removal
-Equalisasi
-Koagulasi dan
sedimentasi
-Pengaturan pH
Proses Biologis
Biakan tersuspensi
dan biakan melekat
-Aerobik
-Anaerobik
- Fakultatif
-Kombinasi
Anaerobik-Aerobik
Proses Fisika
/kimia dan biologis
-Nitrifikasi
-Denitrifikasi
-Ozonasi
-Filtrasi
-Adsorbsi dan
absorbsi
KONTAMINAN SISTEM PENGOLAHAN KLASIFIKASI
Padatan tersuspensi Screening dan communition F
Sedimentasi F
Flotasi F
Filtrasi F
Koagulasi/sedimentasi K/F
Land treatment F
Biodegradableorganics
Lumpur aktif B
Trickling filters B
Rotating biological contactors B
Aerated lagoons (kolam aerasi) B
Saringan pasir P/B
Land treatment B/K/F
Pathogens Khlorinasi K
Ozonisasi K
Land treatment F
Nitrogen Suspended-growth nitrification and denitrification B
Fixed-film nitrification and denitrification B
Ammonia stripping K/F
Ion Exchange K
Breakpoint khlorinasi K
Land treatment B/K/F
Phospor Koagulasi garam logam/sedimentasi K/F
Koagulasi kapur/sedimentasi K/F
Biological/Chemical phosphorus removal B/K
Land treatment K/F
Refractory organics Adsorpsi karbon F
Tertiary ozonation K
Sistem land treatment F
Logam berat Pengendapan kimia K
Ion Exchange K
Land treatment F
Padatan inorganikterlarut
Ion Exchange K
Reverse Osmosis F
Elektrodialisis K
Tabel 1 : Sistem Pengolahan untuk menghilangkan materi pencemar dalam air limbah
TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH
Ditinjau dari urutannya proses pengolahan air limbah dapat dibagi menjadi :
Pengolahan Primer (primer treatment), Pengolahan sekunder (secondary treatment), dan
pengolahan tersier atau pengolahan lanjut (advanced treatmet).
Pengolahan primer merupakan proses pengolahan pendahuluan untuk menghilangkan padatan
tersuspensi, koloid, serta penetralan yang umumnya menggunakan proses fisika atau proses
kimia.
Pengolahan sekunder merupakan proses untuk menghilangkan senyawa polutan organik terlarut
yang umumnya dilakukan secara proses biologis.
Pengolahan tersier, merupakan proses pengolahan lanjut untuk mendapatkan kualitas air olahan
sesuai yang diharapkan. Dapat dilakukan dengan proses biologis, kimia, fisika atau kombinasi
ketiga proses tersebut.
Ditinjau dari jenis prosesnya dapat dikelompokkan :
Proses pengolahan secara fisika,
proses secara kimia,
proses secara fisika-kimia serta
proses pengolahan secara biologis.
Klasifikasi Proses Pengolahan Air Limbah Secara Biologis Aerobik.
Tahapan proses pengolahan air limbah.
BOD - mg/l 353,43
COD - mg/l 615,01
Angka Permanganat 404,7
Ammoniak (NH3) - mg/l 84,76
Khlorida (Cl-) - mg/l 66,735
Sulfat (SO4-) - mg/l 100,96
pH 6,96
Zat padat tersuspensi (SS) mg/l 119,25
Deterjen (MBAS) - mg/l 5,725
Minyal/lemak - mg/l 63
Warna - (Skala Pt-Co) 76
Phenol - mg/l 0,335
TINGKAT
KUALITAS YANG
DIHARAPKAN
MENETUKAN
TEKNOLOGI APA YANG
DIGUNAKAN
Karakterisitik Operasional Proses Pengolahan Air Limbah Dengan
Proses Biologis
PROSES AEROBIK DENGAN BIAKAN TERSUSPENSI
LUMPUR AKTIF (ACTIVATED SLUDGE)
Definisi: (Eckenfelder, 1989).
Proses pengolahan air limbah sistem lumpur aktif (activated sludge)
adalah proses pengolahan polutan organik terlarut maupun tidak
terlarut dalam air limbah menjadi flok mikroba tersuspensi yang dapat
dengan mudah mengendap dengan teknik pemisahan padat cair sistem
gravitasi.
UNIT PERALATAN YANG DIGUNAKAN PADA PROSES
LUMPUR AKTIF (ACTIVATED SLUDGE)
1. Bak pengendap,
Pengendap awal: untuk memisahkan material tersuspensi yang ada
dalam air limbah.
Pengendap akhir: untuk pemisahan air dan lumpur mikroorganisma.
2. Kolam aerasi, tempat bereaksinya air limbah dengan mikroorganisma
pengurai air limbah (lumpur aktif)
3. Peralatan pemasok udara. Sebagai pemasok udara dipakai aerator
dan difuser.
4. Sistem sirkulasi lumpur. Untuk mengembalikan lumpur dari bak
pengendap akhir ke kolam aerasi.
5. Sistem pengadukan. Untuk membuat supaya campuran dalam kolam
aerasi homogen dan tidak menimbulkan “dead space” lumpur.
6. Sistem pengolahan dan pembuangan lumpur. Lumpur timbul akibat
dari pertumbuhan mikroorganisma.
REAKSI PENGURAIAN BAHAN PENCEMAR
DALAM AIR LIMBAH DENGAN PROSES LUMPUR AKTIF
Untuk bahan pencemar karbon organik dengan proses aerobik
terjadi dalam beberapa tahapan reaksi:
-Pembentukan cell (synthesa):
6C6H12O6(karbon organik)+ 4NH3 + 16O2 → 4C5H7O2N (sel) + 16CO2 +
28H2O
- reaksi endogen/ respirasi sel
4C5H7O2N + 20O2 + 28H2O → 20CO2 + 4NH3 + 8H2O
- Nitrifikasi
2NH4+ + 3O2 → 2NO2
- + 2H2O
2NO2- + 2O2 → 2NO3
-
MIKROORGANISMA YANG ADA LUMPUR AKTIF
Bakteri, berperan dalam pembentukan flok
Protozoa, sensitif terhadap perubahan lingkungan
sehingga dapat dipakai sebagai indikator adanya
toxic, kekurangan oksigen, dan perubahan komposisi
limbah
Fungi, tumbuh apabila di kolam aerasi pH terlalu rendah
Rotifer, mengindikasikan kalau sistim lumpur aktif sudah
stabil
Nematoda, mengindikasikan kalau lumpur sudah tua
website : www.kelair.bppt.go.id
AmoebaTeachamoeba Aspisdisca
Bodo Mutabilis Opercularia Epistilis Digitalis
Vorticella
(protozoa)Acineta Tracelopyllum
Rotifier Paramaecium Nematoda
VARIABEL DAN ISTILAH DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH
MENGGUNAKAN LUMPUR AKTIF
HRT : Hydraulic retention time, waktu tinggal air limbah
dalam kolam aerasi
MLSS : Mixed Liquor Suspended Solid, jumlah total padatan
tersuspensi dalam campuran lumpur aktif dan air limbah
MLVSS : Mixed Liquor Volatile Suspended Solid, Jumlah material
organik yang ada dalam MLSS
SRT : Sludge Retention Time, waktu tinggal lumpur aktif
dalam kolam aerasi.
F/M: Food to Microorganism Ratio, perbandingan jumlah
organik yang masuk dengan mikroorganisma yang
ada dalam kolam aerasi.
BOD volumetrik loading: jumlah BOD yang masuk dalam kolam
aerasi setiap hari dibagi dengan volume kolam aerasi
SVI : Sludge Volume Index, volume 1 gram lumpur aktif setelah
diendapkan selama 30 menit.
Q
VHRT
CARA PERHITUNGAN/ PENGUKURAN PARAMETER
Hidraulic Retention Time (HRT)
Q = Laju alir air limbah masuk kolam aerasi, m3/hari
V = Volume kolam aerasi, m3
HRT = Waktu Tinggal Air Limbah dalam Kolam Aerasi, hari
Mixed Liquor Suspended Solid (MLSS), mg/l, g/m3
- Timbang cawan porselin, mg
- Masukkan campuran air limbah dan lumpur dari kolam aerasi
kedalam cawan dengan volume tertentu, ml.
- Keringkan dalam oven 105oC.
- Selisih berat awal dan akhir dari Cawan porselin merupakan MLSS
Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS) mg/l, g/m3
- Timbang cawan porselin, mg
- Masukkan campuran air limbah dan lumpur dari kolam aerasi
kedalam cawan dengan volume tertentu, ml.
- Keringkan dalam oven 600oC -650oC.
- Selisih berat awal dan akhir dari Cawan porselin merupakan MLVSS
MLVSS = (65 – 75%) x MLSS
website : www.kelair.bppt.go.id
Solid Retention Time (SRT)
RweW .XQ)XQ(Q
V.XSRT
V = Volume kolam aerasi, m3
X = Konsentrasi MLVSS dalam kolam aerasi, g/m3
Xe = Konsentrasi MLVSS dalam effluent, g/m3
XR = Konsentrasi MLVSS dari bak pengendap yang di
kembalikan ke dalam kolam aerasi
Q = Laju alir air limbah, m3/hari
Qw = Laju alir padatan yang dibuang dari bak pengendap
SRT = Waktu Tinggal Solid dalam kolam aerasi
Food to Microorganism Ratio (F/M)
HRT.X
S
M
F o
So = Konsentrasi BOD masuk kolam aerasi, g/m3
HRT = Waktu tinggal air limbah dalam kolam aerasi, hari
X = Konsentrasi MLVSS dalam kolam aerasi, g/m3
F/M= rasio food terhadap mikroorganisma, g BOD/gVSS. hari
Pengaruh: - Efisiensi pengolahan
Jumlah lumpur yang dihasilkan
Kesetabilan lumpur aktif
Kebutuhan oksigen
BOD volumetrik loading
V
Q.SBODloading o
Q = Laju alir limbah ke kolam aerasi, m3/hari
So = Konsentrasi BOD dalam influent, g/m3
V = Volume kolam aerasi, m3
BOD loading: Beban BOD, g BOD/m3 hari
website : www.kelair.bppt.go.id
Sludge Volume Index (SVI)
X
SV.1000SVI
SV = Volume lumpur setelah
diendapkan 30 menit, ml
X = konsentrasi MLSS dalam
kolam aerasi, mg/l
SVI = Sludge vol index, ml/g
website : www.kelair.bppt.go.id
Di dalam unit pengolahan air limbah dengan sistem lumpur aktif
konvensional dengan MLSS < 3500 mg/l) nilai SVI yang normal berkisar
antara 50 - 150 ml/g.
JENIS DAN MACAM PROSES LUMPUR AKTIF
Proses lumpur aktif conventional
Proses lumpur aktif dengan aerasi berlanjut
Proses lumpur aktif dengan stabilisasi kontak
Proses lumpur aktif kecepatan tinggi
Proses lumpur aktif dengan extended aerasi
Proses lumpur aktif dengan oksidasi parit
Bak Pengendapan Awal Bak
Parameter desain Aliran Terpisah Aliran Pengendapan
Lumpur Aktif Trickling Filter gabungan Akhir
Waktu Tinggal Hidrolik (Jam) 1,5 2,0 3,0 2,5
Material yang dipisahkan Padatan tersuspensi di dalam air limbah Lumpur biomasa
Overflow rate
( m3/m2.hari)
25 - 30 20 - 30
Weir Loading (m3/m.hari) < 250 < 150
Bentuk Persegi Panjang :
Panjang / Lebar 3 : 1 – 5 : 1 sama
Kedalaman (m) 2,5 – 4,0 sama
Tinggi ruang bebas (cm) 40 -60 sama
Slope dasar (mm/m) Bentuk bulat : 5/100 – 10/100 sama
Bentuk Persegi panjang : 1/100 – 2/100 sama
Diameter pipa lumpur (mm) > 200 sama
Kriteria Disain Bak Pengendapan Awal (Primer) Dan Bak Pengendapan Akhir (Sekunder)
Sumber : Fujita - Gesuidou Kougaku Enshu, 1988.
Diagram proses pengolahan air limbah dengan proses lumpur aktif standar
Activated Sludge
Process
Proses Lumpur Aktif
Standar/Konvensional
Extended Aeration Oxidation ditch
Efisiensi (%) 85 - 95 75 - 85 75 – 85
BOD Loading (Kg/m3 Hari) 0,3 – 0,8 0,15 – 0,25 0,1 – 0,2
MLSS (mg/L) 1500 - 2000 3000 - 6000 3000 - 6000
Kebutuhan Udara
(Q Udara/ Q Air)
3 - 7 > 15 -
Sludge Age/ SRT (hari) 5 - 15 15 - 30 15 - 30
Rasio Sirkulasi Lumpur
(Q Lumpur/ Q Limbah)
20 - 40 50 - 150 50 - 150
Tabel : Kriteria Perencanaan IPAL Dengan Proses Lumpur Aktif.
Keterangan : Standar Japan Water Work Assosiation (JWWA)
KRITERIA PERENCANAAN LUMPUR AKTIF STANDAR
Beban BOD :
BOD – MLSS Loading = 0,2 – 0,4 [kg/kg.hari]
BOD – Volume Loading = 0,3 – 0,8 [kg/m3.hari]
MLSS = 1500 – 2000 mg/l
Sludge Age = 2 - 4 hari
Kebutuhan Udara(QUdara/QAir) = 3 - 7
Waktu Aerasi (T) = 6 - 8 jam
Ratio Sirkulasi Lumpur(QLumpur/QAir Limbah) = 20 - 40 %
Efisiensi Pengolahan = 85 - 95 %
Diagram proses pengolahan air limbah dengan sistem “ Extended
Aeration”
PROSES “EXTENDED AERATION”
KRITERIA PERENCANAAN
Beban BOD :
BOD – MLSS Loading = 0,03 – 0,05 [kg/kg.hari]
BOD – Volume Loading = 0,15 – 0,25 [kg/m3.hari]
MLSS = 3000 – 6000 mg/l
Sludge Age = 15 –30 hari
Kebutuhan Udara (QUdara/QAir) = > 15
Waktu Aerasi (T) = 16 – 24 jam
Ratio Sirkulasi Lumpur (QLumpur/QAir Limbah) = 50 – 150 %
Efisiensi Pengolahan = 75 – 85 %
Keterangan :
Digunakan untuk kapasitas pengolahan yang relatif kecil, pengolahan paket, untuk
mengurangi produksi lumpur.
website : www.kelair.bppt.go.id
Proses
Konvensional
Extended
Aeratio
Oxidation
ditch
Step Aeration Contact
stabilisation
High rate Oksigen
murni
EFISIENSI (%) 85 - 95 75 - 85 75 – 85 90 85 - 90 75 - 95 85 - 95
F/M ratio (g BOD/g VSS
hari)
0,2 –0,4 0,03 – 0,05 0,03 – 0,05 0,2 – 0,4 0,2 –0,6 0,02 – 0,04 0,2 –1,0
BOD loading (kg/m3
hari)
0,3 – 0,8 0,15 – 0,25 0,1 – 0,2 0,4 – 1,4 0,8 – 1,4 0,6 – 2,6 0,6 - 4
MLSS (mg/l) 1500 - 2000 3000 - 6000 3000 - 6000 2000 - 4000 3000 - 6000 3000 -
6000
6000 - 8000
Sludge Age/ SRT (hari) 5 - 15 15 - 30 15 - 30 2 - 4 4 2 - 4 8 - 20
Kebutuhan Udara (Q
udara/ Q air)
3 - 7 > 15 - 3 - 7 > 15 > 12 -
HRT (jam) 6 - 8 16 - 24 24 - 48 4 - 6 5 2 - 3 1 - 3
Rasio sirkulasi lumpur
(Q lumpur/ Q limbah)
20 - 40 50 - 150 50 - 150 20 - 30 40 - 100 50 - 150 25 - 50
PARAMETER DISAIN YANG BIASA DIGUNAKAN UNTUK PROSES LUMPUR AKTIF
Hal-hal yang harus diperhatikan agar supaya proses lumpur aktif stabil
Menjaga kesetabilan beban BOD dan nilai F/M
Menjaga konsentrasi mikroba agar supaya konstan dilakukan
pembuangan sebagian lumpur dari kolam aerasi secara rutin
Menjaga kebutuhan oksigen tercukupi
Menjaga kesetabilan keasaman/ pH ( antara 6 – 9)
Menghindari masuknya senyawa racun ke dalam kolam aerasi :
Amina, proteins, tannins, phenol, alcohol, cyanat, ether, carbamat,
benzen.
PENENTUAN JUMLAH LUMPUR AKTIF YANG
HARUS DIBUANG DARI KOLAM AERASI (P):
Q = laju alir air limbah, m3/hari
Yobs = biomasa yield, g VSS/gBOD
So = konsentrasi BOD inlet, g/m3
S = konsentrasi BOD outlet, g/m3
P = jumlah lumpur aktif yang hrs
dibuang dari klm aerasi, g/ hari
)1000g
1kgS)((SQ.YP 0obs
PERHITUNGAN KEBUTUHAN OKSIGEN PADA
PENGOLAHAN AIR LIMBAH MENGGUNAKAN LUMPUR AKTIF
- Proses lumpur aktif untuk penghilangan BOD dan COD
Roksigen = Q (So – S) – 1,42 (P)
Roksigen = kebutuhan oksigen, g/hari
Q = laju alir air limbah ke dalam kolam aerasi, m3/hari
So = konsentrasi COD inlet, g/m3
S = konsentrasi COD outlet, g/m3
1,42= nilai COD untuk setiap g mikroorganisma, dihitung
dari persamaan reaksi endogenous
P = mikroorganisma/ lumpur aktif yang di buang
dari kolam aerasi setiap hari
BEBERAPA BENTUK SISTEM AERASI DAN DIFUSER
Beberapa Contoh Tipe Aerator Dan Difuser.
fine bubble coarse bubble
Tipe aerator dan
difuser
Kedalaman Air (m) Efisiensi Transfer
Oksigen (%)
Fine bubble
Tube-spiral roll
Domes-full floor coverage
Coarse bubble
Tubes-spiral roll
Spargers-spiral roll
Jet aerators
Static aerators
Turbine
Surface aerator
Low speed
High speed
4,5
4,5
4,5
4,5
4,5
4,5
9
4,5
3,6
3,6
15 - 20
27 – 31
10 – 31
10 – 13
8,6
15 – 24
10 –11
25 – 30
-
-
EFISIENSI DIFUSER PADA KEDALAMAN KOLAM AERASI
INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN PROSES LUMPUR AKTIF
BAK AERASI
BAK PENGENDAP AKHIR
INSATALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH PERKOTAAN
DENGAN PROSES LUMPUR AKTIF
KRITERIA PERENCANAAN
Beban BOD :
BOD – MLSS Loading = 0,03 – 0,05 [kg/kg.hari]
BOD – Volume Loading = 0,1 – 0,2 [kg/m3.hari]
MLSS = 3000 – 6000 mg/l
Sludge Age = 15 –30 hari
Kebutuhan Udara (QUdara/QAir) = -
Waktu Aerasi (T) = 24 - 48 jam
Ratio Sirkulasi Lumpur (QLumpur/QAir Limbah) = 50 – 150 %
Efisiensi Pengolahan = 75 – 85 %
Sumber : Gesuidou Shisetsu Sekkei Shishin to Kaisetsu, Nihon GesuidouKyoukai
(Japan Sewage Work Assosiation).
PORSES OKSIDASI PARIT (OXIDATION DITCH)
DIAGRAM ALIR IPAL OXYDATION DITCH
BAK PENGENDAP
AWALOXYDATION DITCH
BAK PENGENDAP
AKHIRSIRKULASI LUMUR
HASIL OLAHAN
WASTEWATER TERATMENT USING OXYDATION DITCH PROCESS
LOCATION : JABABEKA CAPACITY 18,000 M3 PER DAY
PRIMARY
SEDIMENTATION TANK
OXYDATION DITCHFINAL
SEDEMENTATION
TANK
RECYCLE SLUDGE
TREATED
WATER
No Jenis Masalah Penyebab Masalah Pengaruh terhadap Sistem
1 Pertumbuhan terdispersi
(Dispersed Growth)
Mikro-organisme yang ada di dalam
sistem lupur aktif tidak membentuk
flok yang cukup besar, tetapi
terdispersi menjadi flok yang sangat
kecil atau merupakan sel tunggal
sehingga sulit mengendap.
Efluent menjadi tetap keruh. Sludge
yang mengendap pada bak pengendap
akhir kecil sehingga jumlah sirkulasi
lumpur berkurang.
2 Slime (Jelly) ; nonfilamentous
bulking atau viscous bulking
Mikro-orgainsme berada dalam
jumlah yang sangat besar
khususnya zooglea dan membentuk
exo-polysacarida dalam jumlah
yang besar.
Menurunkan kecepatan pengen-dapan
lumpur dan mengurani kecepatn
kompaksi lumpur. Pada kondisi yang
buruk meng-akibatkan terlepasnya
lumpur di bak pengendapan akhir.
3 Pin Flock atau Pinpoint Flock Terbentuknya flok berbentuk bola
kasar dengan ukuran yang sangat
kecil, kompak. Ukran flok yang lebih
besar mempunyai kecepatan
pengendapan yang lebih besar,
sedangkan agregat yang lebih kecil
mengendap lebih lambat.
SVI rendah, dan efluen mempunyai
kekeruhan yang tinggi.
4 Filamentous Bulking Terjadi ekses pertumbuhan mikro-
organisme filamentous dalam
jumlah yang besar.
Mengurangi efektifitas kompaksi lumpur.
5 Rising Sludge (blanket rising) Merupakam ekses proses
denitrifikasi sehingga partikel
lumpur menempel pada gelembung
gas nitrogen yang terbentuk dan
naik kepermukaan.
Efluen yang keruh dan menurunkan
efisiensi penghilangan BOD.
6 Foaming atau pembentukan buih
(scum)
Adanya senyawa surfactant yand
tidak dapat terurai dan akibat
berkembang-biaknya Nocardia dan
Microthrix parvicella
Terjadi buih pada permukaan bak aerasi
dalam jumlah yang besar yang dapat
melampui ruang bebas dan melimpah ke
bak pengendapan akhir.
Masalah yang sering terjadi pada Proses Lumpur Aktif
FILAMENTOUS BULKING
Pertumbuhan Terdispersi (Dispersed Growth)
Di dalam proses lumpur aktif yang beroperasi dengan baik,
bakteria yang tidak berbergabung dalam bentuk flok biasanya
dikonsumsi oleh protozoa. Adanya bakteria dalam bentuk
dispersi sel yang tidak bergabung dalam bentuk flok dalam
jumlah yang besar akan mengakibatkan efluen yang keruh.
Fenonema pertumbuhan terdispersi ini berhubungan
dengan kurang berfungsinya baketeria pembentuk flok
(Floc-forming bacteria) dan hal ini disebabkan karena beban
Organik (BOD) yang tinggi dan kurangnya suplai udara atau
oksigen. Selain itu senyawa racun misalnya logam berat
juga dapat menyebabkan pertumbuhan terdispersi
(dispersed growth) di dalam proses lumpur aktif.
Nonfilamentous Bulking
Fenomena nonfilametous bulking ini juga sering disebut zoogleal
bulking yakni terjadinya ekses produksi exopolysaccharida oleh
bakteria misalnya zooglea. Hal ini menyebabkan mengurangi
efektifitas pengendapan serta kompaksi lumpur. Fenomena
nonfilamentous bulking ini dapat dicegah dengan proses
khlorinasi (Chudoba, 1989).
Nonfilamentous Bulking
Fenomena nonfilametous bulking ini juga sering disebut zoogleal bulking
yakni terjadinya ekses produksi exopolysaccharida oleh bakteria misalnya
zooglea. Hal ini menyebabkan mengurangi efektifitas pengendapan serta
kompaksi lumpur. Fenomena nonfilamentous bulking ini dapat dicegah
dengan proses khlorinasi (Chudoba, 1989).
Lumpur Yang Mengambang (Rising Sludge)
Indikasi yang dapat dilihat adalah terjadinya lumpur yang menggambang pada
permukaan bak pengendapan akhiri. Gangguan ini disebabkan karena terjadinya
ekses denitrifikasi yang berlebihan yang mengakibatkan suasana anoxic di dalam
bak pengendapan akhir. Selain itu gas nitrogen yang terjadi akibat proses
denitrifikasi akan keluar ke atas dan akan mengikat flok lumpur aktif dan lumpur
akan mengambang di permukaan sehingga efluen menjadi keruh. Salah satu cara
untuk mengatasi hal tersebut yakni dengan cara mengurangi waktu tinggal sludge
dengan cara meningkatkan laju sirkulasi lumpur di dalam bak pengendap.
Pembentukan Buih atau Busa (Foaming or scum Formation)
Indikasi yang terlihat adalah terbentuknya buih pada permukaan bak aerasi
dalam jumlah yang besar yang dapat melampui ruang bebas dan melimpah ke
bak pengendapan akhir. Hal ini disebabkan adanya senyawa surfactant yand
tidak dapat terurai dan akibat berkembang-biaknya Nocardia dan Microthrix
parvicella.
PENYEBAB TURUNNYA PH AIR DI DALAM BAK AERASI IPAL LUMPUR AKTIF
Penurunan pH air di dalam bak aerasi kemungkinan disebabkan karena reaksi nitrifikasi yang terjadi di bak aerasi. Reaksi nitrifikasi adalah
reaksi konversi amoniak menjadi nitrat secara biologis oleh bakteria chemoautotrophic yang terjadi dalam dua tahap (Scheible And
Heidman, 1993).
Tahap 1 : Nitrosomonas, Nitrosospira, Nitrosococcus dan Nitrosolobus
NH4 + + 1,44 O2 + 0,0496 CO2 0,01 C3H7O2N + 0,990 NO2
- + 0,970 H2O + 1,99 H+
Tahap 2 : Nitrobacter, Nitrospina dan Nitrococcus
NO2- + 0,00619 NH4
+ + 0,50 O2 + 0,031 CO2 + 0,0124 H2O 0,00619 C3H7O2N + 0,984 NO3- + 0,00619 H+
Reaksi Overall :
NH4 + + 1,89 O2 + 0,0805 CO2 0,0161 C3H7O2N + 0,984 NO3
- + 0,952 H2O + 1,98 H+
Proses nitrifikasi menghasilkan asam nitrat dan dalam keadaan kemampuan buffer larutan yang rendah akan dapat menyebabkan
penurunan pH secara drastis (significant). 1 mg NH4-N dapat mereduksi alkalinitas sebesar 7,14 g (sebagai CaCO3).
Pada saat hari kerja maka air limbah mengandung alkalinitas yang cukup sehingga tidak terjadi penurunan pH yang significan di dalam
bak aerasi. Tetapi pada saat, dimana tidak ada air limbah yang masuk ke dalam bak aerasi maka proses nitrifikasi akan menurunkan
alkalinitas, dan pada saat kemampuan buffer hilang maka akan terjadi penurunan pH di dalam bak Areasi.
Untuk mengatasi hal tersebut maka pada hari sabtu dan minggu perlu menambahkan larutan alkali misalnya larutan kapur (lime),
soda ash, NaOH, untuk meningkatkan alkalinitas air di dalam bak aerasi.
Penurunan pH air di dalam bak aerasi kemungkinan dapat juga disebabkan karena reaksi nitrifikasi yang terjadi di bak aerasi. Reaksi nitrifikasi adalah reaksi konversi amoniak menjadi nitrat secara biologis oleh bakteria chemoautotrophic yang terjadi dalam dua tahap (Scheible And Heidman, 1993).
Tahap 1 : Nitrosomonas, Nitrosospira, Nitrosococcus dan Nitrosolobus
NH4 + + 1,44 O2 + 0,0496 CO2 0,01 C3H7O2N + 0,990 NO2
- + 0,970 H2O + 1,99 H+
Tahap 2 : Nitrobacter, Nitrospina dan Nitrococcus
NO2- + 0,00619 NH4
+ + 0,50 O2 + 0,031 CO2 + 0,0124 H2O 0,00619 C3H7O2N + 0,984 NO3
- + 0,00619 H+
Reaksi Overall :
NH4 + + 1,89 O2 + 0,0805 CO2 0,0161 C3H7O2N + 0,984 NO3
- + 0,952 H2O + 1,98 H+
Proses nitrifikasi menghasilkan asam nitrat dan dalam keadaan kemampuan buffer larutan yang rendah akan dapat menyebabkan penurunan pH secara drastis (significant). 1 mg NH4-N dapat mereduksi alkalinitas sebesar 7,14 g (sebagai CaCO3).
Pada saat hari kerja maka air limbah mengandung alkalinitas yang cukup sehingga tidak terjadi penurunan pH yang significan di dalam bak aerasi. Tetapi pada saat hari sabtu dan minggu, dimana tidak ada air limbah yang masuk ke dalam bak aerasi maka proses nitrifikasi akan menurunkan alkalinitas, dan pada saat kemampuan buffer hilang maka akan terjadi penurunan pH di dalam bak Areasi.
PENYEBAB PENURUNAN pH AIR DI DALAM BAK AERASI
MOVING BED BIO REACTOR (MBBR)
Penelitian Pengolahan Air Limbah Domestik Dengen Proses MBBR
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0
10
20
30
40
50
60
70
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Influen Efluen EFISIENSI
Hari Operasi
Efisie
nsi
Penyisih
an (%
)
Konse
ntr
asi
Am
onia
k(M
g/L)
Waktu Tinggal 12 Jam, Volume Media Bioball 20 %
Grafik penyisihan Amoniak selama proses seeding
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0
50
100
150
200
250
300
350
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Influen Efluen EFISIENSI
Hari Operasi
Efisie
nsi
Penyisih
an (%
)
Konse
ntr
asi
CO
D(M
g/L)
Waktu Tinggal 12 Jam, Volume Media Bioball 20 %
Grafik penyisihan COD selama proses seeding
GRAFIK PENYISIHAN AMONIAK DALAM VARIASI WAKTU TINGGAL
GRAFIK PENYISIHAN TOTAL INORGANIK NITROGEN DALAM VARIASI WAKTU TINGGAL
NITROGEN PHOSPHATE REMOVAL (NPR)
1.2 Nutrient Removal
• Principle of Biological Phosphorus Removal
Phosphate
Time
Anaerobic Anoxic Aerobic
• Principle of Biological Nitrogen Removal
NH3 -> NO2- -> NO3- -> N2
Nitrification
(Oxic)Denitrification
(Anoxic)
MOVING BED BIOREACTOR (MBBR)
NITROGEN PHOSPHATE REMOVAL (NPR)
Sludge Recycle (0.5~1Q)
Influent(Q)
Excess
Sludge
Waste
Clarifier
Recycling
Pump
Blower
Effluent
Screen
BioCube
AnaerobicBasin
AnoxicBasin
Aerobic Basin(BioCube filling)
Internal Recycle
(1~2Q)
M M
Influent distribution
(0~0.3Q)
Diagarm of NPR Process
CONTOH APLIKASI SKALAPERKOTAAN
Iriezaki Wastewater Treatment Center
(New West Area), Kawasaki
Iriezaki Wastewater Treatment Center
(New West Area), Kawasaki
TEKNOLOGI BIOFILTER
UNTUK
PENGOLAHAN AIR LIMBAH
DOMESTIK
PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN
PROSES BIOFILTER
MIKRO ORGANISME
MEDIA PENYANGGA
AIR LIMBAH AIR OLAHAN
REAKTOR BIOLOGIS
PRINSIP PENGOLAHAN
Kalsifikasi cara pengolahan air limbah dengan proses film mikro-biologis
(proses biofilm)
MEKANISME PENGURAIAN SENYAWA POLUTAN PADA PROSES BIOFILTRASI
Di dalam reaktor biofilter, mikroorganisme tumbuh melapisi keseluruhan permukaanmedia. Pada saat operasi, air yang mengandung senyawa polutan mengalir melalui celahmedia dan kontak langsung dengan lapisan massa mikroba (biofilm). Biofim yangterbentuk pada permukaan media dinamakan zoogleal film, yang terdiri dari bakteri,fungi, alga, protozoa. Mikroorganisme yang ada pada biofilm akan mendegradasi senyawa
organik yang ada di dalam air.
Mekanisme proses di dalam sistem biofilm
(Disesuaikan dari Hikami, 1992)
Sumber : Disesuaikan dari Gouda,1979.
REAKSI BIOKIMIA DI DALAM PROSES BIOFILTER
Model Reaksi Bokimia di dalam
Biofilm dengan Beban Air
Limbah yang berbeda
(Arvin and Harremoes, 1990).
Mekanisne penghilangan Ammonia di dalam proses biofilter.
Pengoperasiannya mudah
Lumpur yang dihasilkan sedikit
Dapat digunakan untuk pengolahan air limbah dengan
konsentrasi rendah maupun konsentrasi tinggi.
Tahan terhadap fluktuasi jumlah air limbah maupun fluktuasi
konsentrasi.
Pengaruh penurunan suhu terhadap efisiensi pengolahan
kecil.
KEUNGGULAN PROSES MIKROBIOLOGIS (BIOFILM)
Biofilter as growth media of microbes
ANAEROBIC-AEROBIC BIOFILTER
TECHNOLOGY
Type : Honeycomb, cross flow
Material : PVC sheet
Specific contact areas : 200~225 m2/m3
Size : 30 cm x 25 cm x 30 cm
Whole size : 3 cm x 3 cm
Weight : 30~35 kg/m3
Porosity : 0,98
Color : transparent or black
APPLICATION OF ANAEROBIC-AEROBIC BIOFILTER TECHNOLOGY FOR DOMESTIC WASTE WATER TREATMENT IN INDONESIA
Proses penghilangan phospor oleh mikroorganisme di dalam
proses pengolahan “Anaerob-Aerob”.
website : www.kelair.bppt.go.id
Ada empat grup bakteri yang terlibat dalam transformasi material
komplek menjadi molekul yang sederhana seperti metan dan karbon
dioksida. Kelompok bakteri ini bekerja secara sinergis (Archer dan
Kirsop, 1991; Barnes dan Fitzgerald, 1987; Sahm, 1984; Sterritt dan
Lester, 1988; Zeikus, 1980),
Kelompok Bakteri
Metabolik yang terlibat
dalam penguraian
limbah dalam sistem
anaerobik.
website : www.kelair.bppt.go.id
Proses penguraian
senyawa
hidrokarbon secara
anaerobik menjadi
methan.
website : www.kelair.bppt.go.id
Proses penguraian
senyawa lemak
secara anaerobik
menjadi methan.
website : www.kelair.bppt.go.id
Proses
penguraian
senyawa protein
secara
anaerobik.
website : www.kelair.bppt.go.id
PROSES PROSES PENGOLAHAN SECARA AEROB
Di dalam proses pengolahan air limbah organik secara
biologis aerobik, senyawa komplek organik akan terurai oleh
aktifitas mikroorganisme aerob. Mikroorgnisme aerob tersebut
didalam aktifitasnya memerlukan oksigen atau udara untuk
memecah senyawa organik yang komplek menjadi CO2
(karbon dioksida) dan air serta ammonium, selanjutnya
amonium akan dirubah menjadi nitrat dan H2S akan dioksidasi
menjadi sulfat.
Reaksi Penguraian Organik :
Senyawa Polutan organik CO2 + H20 + NH4 + Biomasa
Heterotropik
Oksigen (O2)
website : www.kelair.bppt.go.id
Reaksi Nitrifikasi :
NH4+ + 1,5 O2 -----> NO2
- + 2 H+ + H2O
NO2- + 0,5 O2 ------> NO3
-
Reaksi Oksidasi Sulfur :
S2 - + ½ O2 + 2 H+ ----- > S0 + H2O
2 S + 3 O2 + 2 H2O ----> 2 H2SO4
website : www.kelair.bppt.go.id
Grafik hubungan antara bebanBOD (BOD Loading)
dengan Efisiensi Penghilangan
70
75
80
85
90
95
100
0 1 2 3 4 5
EF
ISIE
NS
I PE
NG
HIL
AN
GA
N [%
]
LOADING [kg-BOD/m3.hari]
Y = - 2.5945 X + 95.005 R = 0.97068
Grafik Hubungan Antara Beban Organik dengan Efisiensi
(AIR SUNGAI –AIR BAKU AIR MINUM)
0
20
40
60
80
100
0 0.5 1 1.5 2
EFISIENSI PENGHILANGAN [%}
EF
ISIE
NS
I PE
NG
HIL
AN
GA
N [%
}
ORGANIK LOADING (kg/m3.hari)
Y = -27.193 X + 66.866
R = 0.95608
website : www.kelair.bppt.go.id
Grafik hubungan antara Laju Pembebanan amoniak dengan efisiensi
penghilangan amoniak di dalam reaktor biofilter tercelup
(AIR BAKU AIR MINUM – SUNGAI KRUKUT)
0
20
40
60
80
100
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8
Efisiensi Penghilangan Amonia (%)
EF
ISIE
NS
I PE
NG
HIL
AN
GA
N
AM
ON
IA,
NH
4-N
[%
]
BEBAN AMONIA (gr/m2.hari)
Y = - 57.896X2+79.859 R
2= 0.7486
website : www.kelair.bppt.go.id
Design consideration - Recirculation
Mengapa perlu resirkulasi air limbah ?
Menjaga agar beban organik tetap konstan atau stabil.
Mengencerkan polutan yang bersifat racun ( toxic waste).
Meningkatkan aliran udara (Oksigen terlarut).
Aliran resirkulasi mengencerkan pulutan yang sulit terurai agar waktu
kontak dengan mikroorganisme menjadi lebih lama, sehingga efisiensi
pengolahan meningkat.
Ratio resirkualsi yg umum berkisar antara 0.5~3.0
TPAL GEOSTECH
DDOMESTIC WASTEWATER TREATMENT
USING ANAEROBIC-AEROBIC BIOFILTER
CAPACITY 100 M3 PER DAY
MEMBRANE BIO
REACTOR (MBR)
Application Of Anaerobic-Aerobic Biofilter and MBR For Domestic
Wastewater Treatment
Anaerobic-Aerobic Biofilter
Biofilter Effluent MBR EffluentInlet
Wastewater
IPAL BIOFILTER
ABAEROB-AEROB
INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH
PT. PENERBITAN SARANA BOBO
Diagram MBR Dengan SistemTercelup Dan MBR Sidestream.Sumber: Malia dan Till (2001)
MEMBRAN BIOREAKTOR
Perbandingan proses pengolahan air limbah dengan proses lumpur aktif (convensional activated sludge,CAS) dan membrane Bioreactor (MBR).
Sumber: Li, Norman N.; Fane, Anthony G.; Ho, W.S. Winston; Matsuura, T. (2008)
Modul MBR Menggunakan Membran Datar (Flat Membrane)
DAUR ULANG AIR LIMBAH DENGAN PROSES (MEMBRANE BIO REACTOR (MBR)
MEMBRANE BIO REACTOR (MBR
PROSES BIIOFILTRASI-REVERSE OSMOSIS UNTUK DAUR ULANG AIR LIMBAH
UNIT REVERSE OSMOSIS UNTUK DAUR ULANG AIR LIMBAH
AIR HASIL DAUR ULANG
AIR GROUND TANK (PAM)
INSTALASI DAUR ULANG AIR LIMBAH INDUSTRI
TERIMA KASIH
THANK YOU
DISINFEKSI : Proses untuk menghancurkan atau mencegah pertumbuhan
mikroba.
Dimaksudkan untuk menonaktifkan (menghancurkan
infektifitas) mikroba secara fisika, kimia atau biologis.
Inaktivasi dicapai dengan cara mengubah atau menghancurkan
struktur atau fungsi penting dalam mikroba.
Proses inaktivasi meliputi denaturasi dari :
• Protein (protein struktural, enzim, protein transport).
• Asam nukleat (DNA genomik atau RNA, mRNA, tRNA, dll).
• Lipid (membran lapisan ganda lipid, lipid lainnya).
FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PROSES DISINFEKSI
Efisiensi disinfektan tergantung pada jenis bahan kmia yang digunakan,
beberapa disinfektan seperti ozon dan khlorine dioksida merupakan oksidator
yang kuat dibandingkan dengan yang lainnya seperti khlorine.
Jenis Disinfektan
Jenis Mikroorganisme
Di alam terdapat banyak sekali variasi mikroba patogen yang resisten terhadap
disinfektan. Bakteri pembentuk spora umumnya lebih resistan terhadap
disinfektan dibandingkan bakteri vegetatif.
Terdapat juga variasi dari bakteri vegetatif yang resisten terhadap disinfektan dan
juga diantara strain yang termasuk dalam spesies yang sama. Sebagai contoh
Legionella pneumophila lebih resisten terhadap khlorine dibandingkan E.coli.
Secara umum resistensi terhadap disinfeksi berurutan sebagai berikut : bakteri
vegetatif < virus enteric < bakteri pembentuk spora spore-forming bacteria) < kista
protozoa.
Nt/No = e-kt
Dimana :
No = Jumlah mikro-organisme pada waktu 0.
Nt = Jumlah mikro-organisme pada waktu t.
k = decay constant atau konstanta pemusnahan (waktu-1) .
t = waktu.
Konsentrasi Disinfektan Dan Waktu Kontak Inaktivasi mikroorganisme
patogen oleh senyawa disinfektan bertambah sesuai dengan waktu
kontak, dan idealnya mengikuti kinetika reaksi orde satu.
Konsentrasi Disinfektan Dan Waktu Kontak
Inaktivasi terhadap waktu mengikuti garis lurus apabila data diplot
pada kertas log-log.
Kurva inaktivasi mikroorganisme di dalam proses
disinfeksi
Kurva C pada Gambar menunjukkan deviasi dari kinetika
orde satu. Bagian ujung kurva merupakan akibat adanya
subpopulasi dari populasi heterogen mikro-organisme
yang resistan terhadap disinfektan.
Kurva A menunjukkan populasi mikroorganisme
homogen yang sensitif terhadap disinfektan,
Kurva B menujukkan populasi mikroorganisme homogen
yang agak resistan terhadap disinfektan.
Efektifitas disinfektan dapat digambarkan sebagai C.t, dimana C adalah konsentrasi disinfektan
dan t adalah waktu yang diperlukan untuk proses inaktivasi sejumlah persentasi tertentu dari
populasi pada kondisi tertentu (pH dan suhu).
Hubungan antara konsentrasi disinfektan dengan waktu kontak diberikan oleh hukum Watson
sebagai berikut (Clark, 1989) :
K = Cnt
Dimana :
K = Konstanta mikro-organisme tertentu yangterpapar disinfektan pada kondisi tertentu.
C = Konsentrasi disinfektan (mg/l).
t = Waktu yang diperlukan untuk memusnahkanpersentasi tertentu dari populasi (menit)
n = Konstanta yang disebut koefisien pelarutan.
HARGA C.t
Cara lain untuk menggambarkan efektifitas disinfektan tertentu adalah
dengan mengetahui koefisien kematian (lethality coefficient), dan
persamaannya ditunjukkan sebagai berikut (Moris, 1975) :
= 4,6 / Ct99
dimana :
4,6 = natural log of 100.
C = konsentrasi sisa disinfektan (mg/l).
t99 = waktu kontak sampai inaktivasi 99 % mikro-organisme.
Nilai untuk menghancurkan 99 % mikro-organisme dengan ozon dalam
waktu 10 menit pada temperatur 10 – 15 oC bervariasi dari 5 untuk
Entamoeba histolytica hingga 500 untuk E. Coli (Chang, 1982).
Kurva khlorinasi “Break Point”
Gas khlor (Cl2) bila dimasukkan ke dalam air akan terhidrolisa, seperti persamaan
berikut :
Cl2 + H2O HOCl + H+ + Cl-
Gas asam
Khlor hipokhlorit
Asam hipokhlorit berdisosiasi dalam air, seperti persamaan berikut :
HOCl H+ + OCl-
Asam ion
hipokhlorit hypokhlorit
Perbandingan HOCl dan OCl- tergantung pada pH air. Khlor sebagai HOCl
atau OCl- disebut sebagai khlorin bebas yang tersedia (free available
chlorine). Dissosiasi asam hipokhlorit (HOCl) akan berkurang pada pH rendah
(suasana asam). Pada pH 5 atau lebih kecil sisa khlor akan berupa HOCl, pada
pH 7,5 sekitar 50 % sisa khlor berupa HOCl dan pada pH 9 sebagian besar
sisa khlor berupa OCl-.
HOCl bergabung dengan amonia dan senyawa organik nitrogen membentuk
khloramin, yang dapat bergabung dengan khlorin yang tersedia.
DISINFEKSI DENGAN SENYAWA KHLOR (KHLORINE)
Dalam larutan, HOCl beraksi dengan amonia dan membentuk khloramin
anorganik, seperti persamaan berikut :
NH3 + HOCl NH2Cl + H2O
Monokhloramin
NH2Cl + HOCl NHCl2 + H2O
Dikhloramin
NHCl2 + HOCl NCl3 + H2O
Trikhloramin
Pembentukan Khloramin
Perbandingan ketiga bentuk khloramin itu sangat tergantung pada pH air.
Monokhloramin lebih dominan pada pH > 8,5. Monokhloramin dan Dikhloramin keduanya ada pada
pH antara 4,5 dan 8,5 dan Trikhloramin terbentuk pada pada pH < 4,5.
Monokhloramin merupakan zat yang dominan yang terbentuk pada suasana pH yang ada dalam
proses pengolahan air dan air buangan (pH = 6 – 9).
Breakpoint saat khloramin dioksidasi menjadi gas nitrogen, terjadi apabila perbandingan khlorin
dengan amonia-N antara 7,5 : 1 dan 11 : 1.
2NH3 + 3HOCl N2 + 3H2O + 3HCl
Penambahan khlorin diluar breakpoint menjamin adanya residual khlor bebas.
Percampuran khlor dan amonia menghasilkan kurva antara dosis khlor dengan residual
khlor seperti terlihat pada Gambar berikut.
Khlorinasi Breakpoint
Dosis khlorin 1 mg/l menghasilkan residu khlorin 1 mg/l. Namun apabila
terdapat amonia di dalam air, residu khlorin mencapai puncak
(pembentukan terutama monokhloramin, pada perbandingan khlorin
dengan amonia-N antara 4:1 dan 6:1) kemudian menurun hingga minimum
yang disebut breakpoint.
Kurva kebutuhan dosis untuk reaksi khlorin
dengan amonia.
Mikroorganisme Konsentrasi khlor
(mg/l)
Waktu Inaktivasi
(menit)
Ct
E. coli 0,1 0,4 0,04
Polivirus 1 1,0 1,7 1,7
E. histolytica Cyst 5,0 18 90
Giardia Lamblia 1,0 50 50
cyst 2,0 40 80
2,5 100 250
Giardia Muris cyst 2,5 100 250
Harga Ct untuk Inaktivasi mikroba dengan disinfektan khlor
(Pada suhu 50 C dan pH = 6,0).
Sumber : Hoof dan Akin (1986) didalam Biton (1994).
KaporitNama lain : Perchloron / HTH (high-test-hypochlorite)
Formula : Ca(OCl)2
Bentuk yang tersedia : Bubuk, butiran atau granulat dalam barrel atau drum,
Karakteristik : Putih (kekuningan), non-higroskopik, KOROSIF, nonbasa, stabil
Konsentrasi : 800 – 900 kg/m3
Kadar khlor aktif : 60 – 70 % umumnya 60% “BUBUK 60” 65% “BUBUK 65
Kadar khlor
(dalam berat) sebesar 65%; hal ini berarti bila 100 gram kalsium hipokhlorit
dibubuhkan kedalam air, berarti hanya 65 gram khlor yang dibubuhkan. Senyawa ini
memerlukan penyimpanan khusus untuk menghindari kontak dengan materi organik,
karena reaksi antara kalsium hipokhlorit dengan organik dapat menghasilkan panas dan
oksigen yang dapat menimbulkan api.
Pada waktu Ca(OCl)2 bercampur dengan air, panas akan dilepas. Oleh karena itu bahan
kimia kering harus dibubuhkan dalam dosis yang tepat ke dalam air dan tidak
membubuhkannya ke dalam bahan kimia.
SODIUM HIPOKHLORITBentuk yang tersedia : Larutan/campuran cair (10 – 15 %)
kontainer 20 – 50 l liter (untuk rumah tangga tersediakontainer lebih kecil)
Karakteristik : Sedikit berbau, kehijauan, KOROSIF
Kadar khlor aktif : 12 – 15 % klor tersedia
Sistem pembubuhan : Diencerkan menjadi 0.5 – 1 % larutan. Hindari dari cahaya matahari dan logam.
Natrium hipokhlorit, NaOCl, bentuknya cairan kuning terang, jernih dengan konsentrasikhlor antara 5-15%. Biasanya digunakan sebagai obat pemutih. Larutan natrium hipokhloritbersifat basa, dengan pH antara 9-11, tergantung pada konsentrasi khlornya. Larutan inisangat korosif, tetapi tidak mudah terbakar. Apabila larutan disimpan terlalu lama, seringkali kadar khlornya berkurang antara 2 – 4% per bulan pada temperatur kamar. Karena kekuatan disinfeksi dari berbagai bentuk khlor sangat bervariasi, maka dipelukanpengertian dari reaksi kimia yang terjadi.
Trihloro isocyanurate/Neoklor/POLIMER (ClNOC)3
Bentuk yang tersedia : Butiran/tablet putih, sedikit berbau, tersedia
dalam beberapa ukuran
Karakteristik : Stabil (di udara kering), Tingkat Korosi rendah, sangat
efektif, mudah digunakan, stabil terhadap sinar matahari
Kadar khlor aktif : 90 % klor tersedia
Sistem pembubuhan : Langsung dalam bentuk tablet atau bubuk
Trichloro Isocyanuric Acid (TCCA)
Bak Sampling Air OlahanDan Khlorinator Tablet.
BAK KONTAKTOR KHLORIN UNTUK PENGOLAHAN AIR LIMBAH
DOMESTIK
Flowmeter-1
Flowmeter-2Bak
Sampling
Outlet Air OlahanAir
Limbah
Air Olahan
KLORINATOR TABLET
INJEKSI KAPORIT DG POMPA DOSING
Cara pengurasan Cara pengisian dan pembuatan larutan kaporit
Cara pengaturan dosis larutan kaporit
Chlorine meter digital
Menetapkan Standar ORP
Setelah instrumen dan metode untuk mengukur ORP dikembangkan pada 1960-an, para
peneliti mulai bekerja menuju menetapkan standar di mana pengukuran ORP dapat
digunakan sebagai pengukur yang akurat kualitas air.
Pada tahun 1972, Organisasi Kesehatan Dunia mengadopsi standar ORP untuk minum
disinfeksi air 650 milivolt. Artinya, WHO menyatakan bahwa ketika potensi oksidasi-reduksi
dalam air 650/1000 (sekitar 2/3) volt, proses disinfeksi di dalam air cukup aktif untuk
menghancurkan organisme berbahaya hampir seketika.
Di Jerman, tingkat ORP dari 750 milivolt telah ditetapkan sebagai standar
minimum untuk kolam renang umum (1982) dan spa (1984).
Dalam standar 1988 untuk kolam renang dan spa komersial, National Spa & Pool Institute
menyatakan bahwa ORP dapat digunakan sebagai “pengukuran tambahan aktivitas sanitizer
yang tepat” ketika klor atau brom digunakan sebagai disinfektan primer.
Minimum yang disarankan membaca di bawah standar NSPI adalah 650 milivolt.