12
Optimalisasi Peran Zakat Sebagai Instrumen Fembangunan Umat Oleh: ArifHartono*, Pendahuluan Dalam beberapadasawarsa terakhirini di tengah- tengah maraknya komunitas masyarakat membicarakan pertumbuhan dan kemajuan pembangunan yang spek- takuler serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang membanggakan, kita se- lalu dihadapkan pula pada probleh klasik yang yak kunjung usai yaitu masalah kesen- jangan dan ketimpangan dalam pembangu- nan. Wujud ini nampak dari masih relatif sedikitnya masyarakat yang dapat menik- mati pembangiman yang tercermian pada masih cukup besamya angka kemiskinan. Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan ba- hwa pada tahun 1994 saja masih terdapat 13,67 % penduduk Imdonesia yang dalam keadaan miskin. Angka tersebut bukanlah jumlah yang kecil, karena 13,67 % itu ber- arti setara dengan 35,9juta pendudukIndo nesia.Jiimlah tersebut terdapat di perkotaan sebanyak 8,7 juta jiwa dan di daerah pede- saan sebanyak 17,2 juta penduduk. (Mubyarto, 1994). Di balik angka-angka pertumbuhan ek- onomi yang fantastis, masalah kemiskinan, kesenjangan desa-kota dan monopoli-oli- gopoli selalu menjadi bagian yang terpisah- kan. Sehingga sangatlah logis muncul gugatan terhadap trickle down effect the ory, karena nyata-nyata rembesan dari atas itu tak kunjung datang (kalaupun ada tidak- lah proporsional). Fenomena yang muncul justru jurang pemisah yang makin lebar, yang l^ya makin kaya yang miskin makin miskin barangkali benar adanya. Lebih hebat lagi adalah temuan PAU UGM yang menyatakan bahwa konsumen —termasuk di dalamnya tukang becak, bu- ruh bangunan, pedagang jalanan, dan kauni dhuafa lainnya— mensubsidi penguasa se- besar 20 trilyun rupiah (sama dengan 12 % nilai investasi yang dibutuhkan per tahun dalam pelita VI atau sama dengan 25 %nilai APBN 1995/1996) atas 33 komoditas strategis yang dibutuhan masyakat sehari- hari berupa komoditas keija, semen, terigu, minyak goreng dan tekstil. Data penelitian diambil dari akhir 1994 sampai pertenga- han tahun 1995. (Republika, 15-9-95: 1). Secara lebih spesifik terhadap produk se men, penelitian Penelitian AR. Karseno dan Drajad H. Wibowo menemukan fakta adanya subsidi sebesar 2,4 trilyun setahun (Republika, 20-9-95: 1). Hal serupa juga diungkapkan direktur INDEF DidikJ Rachbini yang menyebutkan adanya subsidi terselubung terhadap Bogasari sebesar Rp. 760 milyar pada tahim 1994. (Foromno.44,16-9-95: 86). Sungguh sebuah paradoks yang 'tragis' dimana seharusnya orang yang berpunya menyantuni kaum papa, tetapi yang teijadi *. Dosen tetap dan staf PD 111 FE UN. DIsamping Itu ia juga aktif dalam kegiatan jurnalistik sebagai sekretarls redaksl majalah llmiah UNISIA dan redaksi majalah Al-lslamlah. 55

Optimalisasi Peran Zakat Sebagai Instrumen Fembangunan …

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Optimalisasi Peran Zakat Sebagai Instrumen Fembangunan …

Optimalisasi Peran ZakatSebagai Instrumen Fembangunan Umat

Oleh: ArifHartono*,

Pendahuluan

Dalam beberapa dasawarsa terakhir ini ditengah- tengah maraknya komunitasmasyarakat membicarakan pertumbuhandan kemajuan pembangunan yang spek-takuler serta kemajuan ilmu pengetahuandan teknologi yang membanggakan, kita se-lalu dihadapkan pula pada probleh klasikyang yak kunjung usai yaitu masalah kesen-jangan dan ketimpangan dalam pembangu-nan. Wujud ini nampak dari masih relatifsedikitnya masyarakat yang dapat menik-mati pembangiman yang tercermian padamasih cukup besamya angka kemiskinan.

Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan ba-hwa pada tahun 1994 saja masih terdapat13,67 % penduduk Imdonesia yang dalamkeadaan miskin. Angka tersebut bukanlahjumlah yang kecil, karena 13,67 % itu ber-arti setara dengan 35,9juta pendudukIndonesia. Jiimlah tersebut terdapat di perkotaansebanyak 8,7 juta jiwa dan di daerah pede-saan sebanyak 17,2 juta penduduk.(Mubyarto, 1994).

Di balik angka-angka pertumbuhan ek-onomi yang fantastis, masalah kemiskinan,kesenjangan desa-kota dan monopoli-oli-gopoli selalu menjadi bagian yang terpisah-kan. Sehingga sangatlah logis munculgugatan terhadap trickle down effect theory, karena nyata-nyata rembesan dari atas

itu tak kunjung datang (kalaupun ada tidak-lah proporsional). Fenomena yang munculjustru jurang pemisah yang makin lebar,yang l^ya makin kaya yang miskin makinmiskin barangkali benar adanya.

Lebih hebat lagi adalah temuan PAUUGM yang menyatakan bahwa konsumen—termasuk di dalamnya tukang becak, bu-ruh bangunan,pedagangjalanan, dan kaunidhuafa lainnya— mensubsidi penguasa se-besar 20 trilyun rupiah (sama dengan 12 %nilai investasi yang dibutuhkan per tahundalam pelita VI atau sama dengan 25 % nilaiAPBN 1995/1996) atas 33 komoditasstrategis yang dibutuhan masyakat sehari-hari berupa komoditas keija, semen, terigu,minyak goreng dan tekstil. Data penelitiandiambil dari akhir 1994 sampai pertenga-han tahun 1995. (Republika, 15-9-95: 1).

Secara lebih spesifik terhadap produk semen, penelitian Penelitian AR. Karseno danDrajad H. Wibowo menemukan faktaadanya subsidi sebesar 2,4 trilyun setahun(Republika, 20-9-95: 1).

Hal serupa juga diungkapkan direkturINDEF Didik J Rachbini yang menyebutkanadanya subsidi terselubung terhadapBogasari sebesar Rp. 760 milyar pada tahim1994. (Foromno.44,16-9-95: 86).

Sungguh sebuah paradoks yang 'tragis'dimana seharusnya orang yang berpunyamenyantuni kaum papa, tetapi yang teijadi

*. Dosen tetap dan staf PD 111 FE UN. DIsamping Itu ia juga aktif dalam kegiatan jurnalistik sebagaisekretarls redaksl majalah llmiah UNISIA dan redaksi majalah Al-lslamlah.

55

Page 2: Optimalisasi Peran Zakat Sebagai Instrumen Fembangunan …

justeru sebaliknya. Demikaan juga halnyadengan tugas negara yang seharusnya men-yantuni kaum miskin, tetapi justeru men-subsidi orang berada dalam jumlah yangjauh lebih besar. Bayangkan Mau jumlah-jumlah di atas digunakan untuk dana IDT,berapa desa yang dapat kita upayakanpengentasan kemiskinannya?

Dan bilakita mau menelitilebihjauh lagi—misalnya tentang sistem pengupahan—sangat dimungkinkan ditemukan lebih ban-yak fakta alagi adanjra subsidi kaum dhuafakepada para aghniya. Apasebenamya yangterjadi dengan jargon "Pemnangunan itu" ?

Jauh-jauh hari Al-Qur'an sudah mem-peringatkan bahwaJconsentrasi kekayaanadalah hal yang tidak boleh terjadi,sebagai-mana dalam surat Al-Hasr ayat 7: "...jangansampai terjadi harta kekayaan beredar dikalangan kecil orang kaya" dan deretribusikekayaan harms dilaksanakan sebagailangkah mendekatkan fenomena ketimpan-gan: "Berilahpara kerabat, fakir miskin, danorang-orang yang terlantar dalam perjala-nan hak masing-masing. Yang demikian itulebih baik bagi mereka yang mencari wajahAllah". (QS. Ar-Ruum: 38).

Alat yang ditawarkan dan digunakan sebagai solusi atas problema di atas adalahZakat, disamping infaq dan shadaqah ten-tunya. Sebagai salah satu sendi Islam, Zakatmenipakan suatu konsepsi ajaran agamayang unik, karena selain berdimensi ibadahzakat juga mempunyai dirnensi sosial.

Mengingat kedudukan Zakat, pertanyaanyang layak dan sangat sering dimunculkanadalah: Mampukah zakat memberikanterapi terhadap ketimpangan yang selamaini terjadi? atau secara lebih operasiorralredaksinya adalah: Bagaimanakah kitamenuntaskan ketimpangan dengan zakat?

Konsepsi Tentang Kepemillkan, Nilai danFungs! Harta

Hak kepemilikan pribadi atas harta bendadisahkan dan diakui eksistensinya dalam Islam tanpa sedikitpun keraguan di dalam-

56

nya. Tidak bisa kita bayangkan suatu ke-hidupan di lingkungan manusia tanpa

• pemilikan sama sekali, setidak-tidaknya se-suatu yang ia makan dan ia pakai untukmempertahakan hidup.

Naluri pemilikan dan kecenderunganuntuk memiliki sedemikiankuatnya dalamdiri manusia, seolah-olah naluri tersebutmenyatu dengan naluri mempertahankanhidup. Dan Islam tidak mata dengan ken-yatan-kenyataan yang ada pada dirimanusia tentang kecintaannya terhadapharta sebagaimana dalam ayat 14 surah Ali'Imran, dan juga tidak memungkiri bahwaharta benda merupakan perlambang darikehidupan (QS. Al-Kahfi: 47). Eksistensikepemilikan pribadi juga akan kita jumpaiantara lain dalam sinmh An- Nisaa' ayat 2dan 43, ataupun dalam dalam surah Al-Ka-hfi ayat 82.

Tetapi yang harms diperhatikan bahwaIslam tidaklah membiarkan pemilikanpribadi secara mutlak, bebas tanpa kendalidan batas apapun. Disamping mengakuaieksistensi kepemilikan pribadi, Islam jugamenetapkan prinsip- prinsip yang lain,yaitu:

1. Bahwa sesungguhnya individu padahakekatnya hanyalah wakil masyarakatyang diserahi memegang dan mengurmsharta benda yang ada dalam tangannya, danpemilikaimya atas harta itu hanya bersifatsebagai 'uang belanja' dimana ia memilikihak pemilikan yang lebih besar dari oranglain. Sedangkan sesungguhnya harta bendasecara umum adalah hak mi^ masyarakat,dan masyarakat adalah wakil yang diserahiAllah untuk mengurus harta tersebut.Femilikyang sebenamya dari segalasesuatuadalah Allah.

2. Imam atau kepala negara —sebagaimanifestasi dari wakil masyarakat— ahliwaris bagi orang orang yang tidak mem-pxmyai ahli waris. Karena harta mereka se-simgguhnya milik masyarakat yang disera-hkan kepada mereka untuk mengurusnya.Maka bila tidak ada ahli waris, kembalilah

Page 3: Optimalisasi Peran Zakat Sebagai Instrumen Fembangunan …

harta tersebut kepada asalnya, yaknimasyarakat.

3. Harta benda tidak boleh hanya beradadi tangan sekelompok anggota masayarakattertentu saja, dan hanya beredar di lingkun-gan mereka saja, sementara kelompokmasayarakatyang lain tidak menikmatinya.(lihat QS. Al-Hasyr: 7-9).

4. Ada jenis-jenis harta yang menjadimilik masyarakat umiim, dan tidak bolehdimiliki oleh individu, yaitu harta yangmenyangkut hajat hidup orang banyak.Rasulullah menyebutkan tiga diantanya,yakni: air, tumbuh- tumbuhan, makanantemak dan api. Tentu saja dengan menggu-nakan qiyas perluasan penerapan kategoribersasar^n hikmah yang terkandung didalamnya dapat dilakukan. (Qutb, 1984:140-152).

Dengan deskripsi di atas jelaslah bahwaharta benda tidak boleh dibenci dan hasrat

untuk memilikinya tidak boleh dimatikanatau dibekukan, tetapi hanyalah dijinakkandengan. ajaran qanaah (rasa penghargaanuntuk mensyukuri apa yang sudah dimilikiyang mengarah kepada suatu kepuasan);dan dengan ajaan cinta kepada sesamadalam rangka ajaran kemasyarakatan. Ke-mudian hasrat tersebut dikendalaiakan

denga ajaran zakat, infaq, dan shadaqah(pengeluaran atau pemanfaatannya kepa^kemaslahatan diri dan ma^arakat, juga re-alisasi transendentalitas kepada Khaliq),juga dalam rangka kemaslahatan. (lihatYafie, 1984: 167-169).

Konsepsi Zakat

Islam adalah agama samawi yang berdi-mensi lengkap mencakup mencakup ajaranyang sanagat universal berupa jasmani-ro-hani, dunia-akhirat, individu maupunsosial. Salah satu ajaran dalam Islam yang'istimewa' adala zakat, dikarenakan karak-teristik khas yang dimilikinya. Selain berdi-mensi vertikal-transendental, ia juga mem-punyai nilai humanis-horisontal. Disamp-

ing itu zakatjuga bemilaikan individu seka-ligus sosial.

Ditinjau dari segi bahasa, zakat meru-pakan ^ta dasar (masdar) (kri zaka yangberarti tumbuh,berkah,dan teipuji. Sesuatuzaka berarti tiunbuh dan berkembang, danseseorang itu ^aka berarti orang itu baik.Menurut Lisan al-Arab arti dasar dari kata

zakat, ditinjau dari sudut bahasa adalahsiici, tumbuh, berkah, dan terpuji; semua-nya digunakan dalam Al-Qur'an dan Hadits.Dari segi istilah fiqih berarti: sejumlah hartatertentu yang diwajitdcan Allah diserahkankepada orang-orang yang berhak" disamp-ing berarti 'mengeluarkan jumlah tertentuitu sendiri'. Jumlah yang dikeluarkan darikekayaan itu disebut zakat karena yangdikeluarkan itu "menambah banyak, mem-buat lebih berarti, dan melindungi kekayaandarikebinasaan". (Qordhowi, 1991:34-36)

Arti "tumbuh" dan "suci"pada pengertiandi atas tidak hanya untuk kekayaan, tetapilebih dari itu, juga buat jiwa orang yangmenzakatkannya. Bahkap, zakat juga men-ciptakan pertumbuhan buat orang-orangmiskin. Dengan demikian zakat merupakancambuk ampuh yang tidak hanya untukmenciptakan pertumbuhan material danspiritual bagi orang-orang miskin, tetapijuga mengembangkan jiwa dan kekayaanorang-orang kaya.

Al-Qur'an d^ Sunnah selalu menggan-dengkan shalat dengan zakat. ini menun-jukkan betapa erat hubungan antarakeduanya. Keislaman seseorang tidak hanyasempumya kecuali dengan kedua hal tersebut. Shalat merupakan tiang agama; siapayang menegakkannya berarti menegakkanagama dan siapa yang meruntuhkannnyaberarti meruntuhkan agama. Sementara itu,zakat merupakan jembatan menuju Islam;siapa yang melewatinya akan selamat sam-pai tujuan dan siapayang memilihjalan lainakan tersesat.

Keeratan hubungan dan tingginya nilaiibadah keduanya, tampak pada ucapan Abdullah bin Mas'ud, "Anda sekalian diperin-tahkan nienegakkan shalat dan

57

Page 4: Optimalisasi Peran Zakat Sebagai Instrumen Fembangunan …

mengeluarkan zakat. Siapa yang tidakmengeluarkan zakat, maJ^.shalatnya tidakditerima." Demikian juga halnya d^ngaperkataan Jabir dari Zaid, "Shalat dan zakatadalah kewajiban dalam satu paket,keduanya tidak terpisahkan". (Qordhowi,1995: 92).

Begitu tingginya nilai zakat dalam Islam,maka tidak mengherankan bila orang yangmengingkari kewajiban zakat akan menda-pat sangsi yang sangat keras. Diantarasangsi tersebut adalah tidak dapat dianggapsebagai orang yang beriman (QS. Al-Mnk-minun: 1-4) dan QS. An-Naml: 2-3), ba-hkan mereka teigolong orang yang musyrik(QS. AI- Fushshilat: 6-7).

Dalam dimensi duniawi Rasulullah jugamemberi peringatan bila kewajban zakat tidak dipenihi maka akan teijadi bencanakekeringan dan kelaparan. Disamping itubercampumya zakat yang tidak dikeluarkandengan harta lainnya akan merusak hartatersebut.

Mengingat arti pentingnya zakat, baikdalam dimensi ibadah maupim sosial, makaIslam mengijinkan penguasa menyitaseparuh dari harta orang yang engganmengeluarkan zakat. Dan yang lebih keraslagi paraulama menegask^ bahwa, siapayang menolak dan mengingkari wajibnyazakat dianggap kaiir dan keluar dari agamaIslam. (Qordhowi, 1995:99).

Zakat, Kemiskinan dan RedistribusiKekayaan

Kemiskinan dan orang miskin sudahdikenal oleh manusia sejak masa lampau.Oleh karena itu sangatlah logis bila ke-budayaan manusia dalam kurun waktunyatidak pemah sepi dari orang-orang yangberusaha membawa kebudayaan itu mem-perhatikan nilai manusiawi dasar, yaitumersa tersentuh bila melihat penderitaanorang lain dan berusaha melepaskanmereka dari kemiskinan dan kepapaannya;atau paling tidak meringankan nasib yangmereka derita itu.

58

Menurut Islam, kekayaan adalah nikmatdan anugerah Alah yang hams disyukuri.Sebalaiknya, ia melihat kemiskinan sebagaimasalah, bahkan musibah yang hams dile-nyapkan.

Islam tidak menerima adanya paham bahwa kemiskinan" adalah takdir yang tidakbisa diubah, atau paham yang hanya berisianjuran/nasihat untuk membantu kemiskinan tanpa aktifitas nyata dan suatukepastian hukum, dan tidak juga hanyamengandalkan kemurahan hati, demikianjuga dehgan paham kepemilikan mutlakterhadap harta sehingga sedekah atau tidakadalah terserah dirinya, namun juga tidakbisa menerima paham persamaan yang tidak mengakui eksistensi orang liya sehingga usaha yang dilakukan adalah meng-hancurkan orang kaya untuk menuju persamaan.

Kemiskinan adalah penyakit sosial yanghams diatasi karena akan ^pat menimbul-kan dampak yang sangat kompleks danberkepanjangan. Kemiskinan akan sangatmembahayakan akidah —karena kefakiranmendekatkan kekufuran--, ahlak danmoral, keluarga, dan juga mengancam'kestabilan pikiran dan masyarakat. carapenanggulangannya dalah dengan suatuaktifitas yang nyata melalui perintah yang'formal. Aktifitas tersebut adalah zakat di-tambah infaq dan shadaqah.

Zakat mempakan aktifitas sosio-religiusyang diwajibkan bagi orang dengan kondisitertentu atas barang tertentu dan ditujukankepada golongan tertentu. Golongan yangmenjadi sasaran zakat sebagaimana surahAt-Taubah 60 adalah delapan golongan,yaitu: fakir, miskin, muallaf, budak,ghorimin, ibnu sabil dan sabillah. Walau-pun demikian menumt kesepakatan ulama,yang menjadi penerima utama:zakat adalahfakir-miskin. Hal ini menunjukkan betapatinggi perhatian Islam terhadap kaummiskin melalui aktifitas yang riil.

Dalam khasanah pemikiran ekonomi,zakat mempakan transfer kekayaan dari sikaya kepada golongan miskin. Dan yang

Page 5: Optimalisasi Peran Zakat Sebagai Instrumen Fembangunan …

lebih penting lagi bahwa proses ini sangat meningkatkan pendapatan dan selanjutnyateijamin kelangsimgannya, karena disertai bisa menabung dan melakukan pemupukanpranatahukumyangpenuhkepastian.tidak modal secara kolektif sebagai salah satusebagaimanadiskenariokan trickle down ef- kegiatan sumber ekonomi dan ke^tan pro-feet theory. duktif.

Dan bila khasanah pemildran ekonomi Mengingat begitu besar potensi yangini kita pakai lagi, maka yang akan berkem- dimilild zakat, maka diyakini sebagai pana-bang adalah bagaimana mencapai manfaat cea (obat mujarab) untuk" memberantasyang sebesar-besamya dari perbuatan ber- kemiskinan. Namun sayangnya dalam op-zakat? Pertanyaan ini layak dimunculkan erasionalisasinya, selama iniIdta lihat zakatguna memperoleh nilaiguna yang optimal kebanyakan dilakukan sekedar untuk me-dari aktifitas zakat, sehingga aktifitas yang menuhi rukun Islam (lebih banyak merupa-dilakukan tidak sia-sia. Dalam artian proses kan masalah pribadi) dan dampaknya tidaktransfer terjadi tetapi tidak membawa efek lebih sekedar meringankan beban konsumsipeningkatan kesejahteraan simiskin. seseorang untuk beberapa hari. Padahal

Berpikir zakat secara ekonomi berarti menurut banyak ilmuan muslimmemikirkanzakatsebagaisalahsatusumber menuliskan bahwa zakat dimaksudkan se-ekonomi yang penggunaanya atau pengola- bagai bagian dari sistem yang secara struk-hannya harus dilakukan sedemikian rupa tural diharapkan mampu mengatasisehingga menghasilkan manfaat konsumtif masalah kemiskinan dan mendorongatau produktif yang optimal. Disini kita di- perkembangan masyarakat. Inilah se-hadapkan pada persoalan memilih berbagai benamya tantangan bagi umat Islam untukaltematif tindakan atau kebijaksanaan yang memperbaiki kekurungan yang ada.kongkretisasinya dapat diwujudkan dkamsuatu organisasi atau sistem ekonomi pada Feudayagunaan Zakatberbagai skala dan ruang lingkup.

Walaupun zakat merupakan aktifitas Zakat mempunyai dua fungsi Utama,yang bemuansakan sosial-ekonomi, yang "pertama adalah untukmembersihkan hartaharus tetap diingat bahwa seorang muslim benda dan jiwa manusia supaya senantiasayang membayar zakat, berbuat demikian dalam keadaan fitrah. Kedua, zakat ber-karena Allah. la tak hanya sekedar mem- fungsi sebagai danamasyarakat yang dapatberikan kekayaan kepada fakir-miskin, dimanfaatkan untukkepentingansosial.Pe-tetapi aktifitas tersebut didasari karena per- manfaatan yang kedua inimempunyai kon-intah Allah. Zakat merupakan kewajiban tribusi yang taktemilai dalam upaya untukyang didasarkan ataskesadaran religius. mencapai keadilan sosial.

.Secara filosofis-sosial, zakat dikaitkan Dorongan keagamaan, niat baik dandengan prinsip "keadilan sosial" dan dilihat ikhlas dalam rangka ibadah kepada Allahdari segi kebijaksanaan dan strategi pern- adalah dasar pendekatan untuk memper-bangunan yang berhubungan dengan dekat jarak si miskin dan lemah dengan simasalah distribusi pendapatan masyarakat, dankuatuntukmewujudkan keadilanpemerataan kegiatan pembangunan, atau dalam kemakmuran dan kemakmuranpemberantasan kemis^nan. Dengan zakat, dalam keadilan.di satu sisi terjadi proses transfer konsumsi P^da esensinya pendayagunaan zakatda-dan kepemilil^ sumber-sumber ekonomi, dikelompokkan dalam dua kelompok 'sementara disisi lainmerupakan perluasan besar, yaitu untuk keperluasn konsumtifkegiatan produktif di tingkat bawah. dan keperluan produktif. Nam^ bila kitaSkenario ini memberikan kesempatan perinci secara lebihlengkap sesuai dengankepadamasyarakat lapisanterbawahuntuk berlangsungnya proses transformasi dan

59

Page 6: Optimalisasi Peran Zakat Sebagai Instrumen Fembangunan …

niodeniisasiyangsedangdan terus berlang-sung di masyarakat, maka pemanfaatanzakat dapat dikelompokkan dalam empatkategori, yaitu:

1. Konsumtif tradisional, yaitu zakatdiberikan kepada orang yang berhakmenerimanya untuk dimanfaatlin lang-sung oleh yang bersangkutan.

2. Konsumtif kreatif, zakat diwujudkandalam bentuk lain dari barang semula, mis-alnya alat-alat sekolah, beasiswa, dan Iain-lain.

3. Produktif tradisional, yaitu pemberianzakat dalam bentukbarang-barang prodiik-tif,misalnya kambing, sapi, mesin jahit, alatpertukangan dan lain sebagainya.

4. Produktif kreatif, yaitu pemberianzakatdiwujudkan dalambentuk modalyangdapat digunakan, baik untuk membangunproyek sosial maupun untuk membantuatau menambah modal seorang pedagangatau pengusaha kecil.

Dengan memperhatikan pemanfaatanzakat di atas, maka AM. Sefuddin memun-culkan dua pendekatan dalam pendayagu-naan zakat, yaitu:

1. Pendekatan Parsial

Pertolongan terhadap si miskin/lemahdilaksanakan secara langsung dan bersifatinsidental untuk mengatasi masalahkemiskinan yang mendesak dan atau gawat.

2. Pendel^tan StnikturalDari dua pendekatan yang ada, pen

dekatan struktural dirasakan akan lebih da

pat memecahkan masalah kemiskinan itutidak hanya secara insidental, tetapi justemmengubah/memperbaiki penyebab yangpaling mendasar dari kebodohan, ke-malasan, kelemahan, keterbelakangan,ketertinggalan, dan Iain-lain bentuk seba-gaimana dalam kata majemuk "dhuafa-fuk-oro-masain". Untuk itu pendayagunaanzakat untuk kategori ketiga dan keempat(produktif tradisional dan modem) perluterus dikembangkan karena penggunaan inimendekati hakikat zakat yang sebenamya,baik dalam fungsinya sebagai ibadah maupun sebagai dana masyarakat.

60

Dari studi yang dilakukan menunjukkanbahwa pada umumnya penggunaan zakatharta di Indonesia adalah Untuk: 1. Merin-gankan penderitaan masyarakat, biasanyadiberikan kepada fakir miskin atau golon-gan lain yang sedang mengalami penderitaan.

2. Pembangunan dan usaha-usaha produktif, misalnyarehabilitasi tempat ibadah,madrasah dan panti asuhan. Di beberapadaerah, zakat dipergunakan untuk ushapertanian, petemakan dan koperasi.

3. Memperluas lapangan kerja, berupapemberian alat-alat atau modal untukberusaha.

4. Lumbung paceklik, yang akan diman-faatkan pada saat daerah tersebut kesulitanbahan pangan.

Dengan melihat berbagai ragampengelompokan penggun^n zakat, pendekatan dalam pendayagunaan zakat dantemuan yang ada di lapangan; maka sangat-lah penting apa yang ditegaskan Ali Yafiebahwa pendayagunaan zakat seharusnyamemang harus bersifat produktif, sehinggadapat mengangkat si miskin dari status mus-tahiq menjadi aghniya yang berposisi sebagai muzakki. Yafie menegaskan bahwazakat mempunyai dua aspek, yaitupengeluaran atau pembayaran zakat danpenerimaan atau pembagian zakat. Yangmerupakan luisur mutlak dari keislamanadalah aspek yang pertama, yaitupengeluaran atau pembayaran (itau al-zakah) bukan penerimaan zakat. Hal iniberarti suatu dorongan yang kuat dariajaran Islam, supaya umatnya yang baik(khaira ummah) berusaha keras untukmenjadi pembayar zakat. Dengan kata lainharus mampu bekeija dan berusaha sehingga mempunyai harta kekayaan yang lebih, sehingga ia menjadi pembayar zakat,bukan penerima zakat. Inilah sesungguhnyayang merupakan ajaran pokok dari Islamberkaitan dengan zakat. (lihat Yafie, J994:231).

Page 7: Optimalisasi Peran Zakat Sebagai Instrumen Fembangunan …

Kelembagaan Zakat: Suatu Tinjauan

Lembaga .zakat yang dimaksud di siniadalah setiap institusi (baik individu mau*pun kolektif) nielakukan aktifitas pen<gumpulan dan kemudian membagi-kannya kepada yang berhak berdasarkanaturan-apiran yangseharus-nya. Hal ini didasarkah padakenyataanr di Indonesia me-mang masih banyak sekaliterdapat in^tusi yang ber-peran.sebagai amil zakat.

Secaxa garis besar 'kelembagaan' zakatyangada di Indonesia dengan sederhanadapat dibagi menjadi (Din-dividual, diniana para individu wajib zakat (muzakki)langsung membagikan zakatkepada para mustahik;(2)ulama dan atau pondokpesantren; (3)Takmir mas-jid; (4) yayasan/LSM;(5)Badan Ami! Zakat, Infaqdan Shadaqaoh (BAZIS): berdasarkan SuratKeputusan Bersama Menteri Agama danMenteri Dalam negeri tahun 1991.

Tanpa mengesampingkan arti pentingdan sumbangan- sumbangan yang telahdiberikan dari lembaga zakat di atas, perlupula kita mencermati masih banyaknyakelemahan-kelemahanyang sifatnya mana-jerial dalam pengelolaannya, yaitu:

1. Belurti tersusunnya perta kekuatanumat secara rinci, baik mengenai ke-beradaan muzakki maupun mustahiq.Keadaan ini dapat mengakibatkan luputnyaperhatian kepada golongan mustahiq ter-tentu, padahal mungkin dia lebih berhakmenerima bagian zakat.

2. Kurang tercatatnya administrasipengelolaan zakat secara sistematis, se-hingga terkesan seadanya.

3. Para amil terkadang bukan orang yangbenar-benar akan zakat, baik d^ aspekpenarikan, pengelolaan, ;tiaupun aspek dis-tribusinya.

4. Masih lemahnya sistem pengelolaanzakat, baik meliputi manajemen pengxun-pulan (coUectiitg), pendistiibusian maupuncara peningkatan produktifitas must^q(memberdayakan mustahiq sehingga kelakmenjadi muzakki).

5. Belumterciptanya jaringan kezja (net-

Refleksi Ibologis2

Anaiisis Sosial E^nyadaran

tEvaluasi dan

perumusan Tfeori6

t Kegiatan kolektif

I^rencanaan

partisipasi

work) antar lembaga zakat secara integratifyang mampu menggalang potensi umatyang tersebar di berbagaibelahannusantara

•serta belum mampunya menyentuh segalalapisan masyarakat yang memang se-layaknya menerima bagian zakat.

6. Penyaluran zakat cenderuhg kon-sumtif dan kurang membangkitkan jiwa>vi-wausaha yang mandiri.

Untuk dapat mewiijudkancita-cita zakatsebagaisolusimasalah ekohomidan keseja-hteraan umat kini dan masa yang akandatang bukanlah hal yang mudah. Pengelolaan zakat yang profesional memerlukantenaga yang terampil, mengu^ai masalah-masalah yang berhubungari dengan zakat,penuh dedikasi,jujurdan amanah. Disamp-ing secara kontinyu harus terus dilakukanupaya-upaya penyempumaan manajerialsesuai dengan perkembangan ma^axakat.(lihat mahfudh, 1994:145-1S3).

Membangun Network Zakat Yang Solid:Suatu Gagasan

61

Page 8: Optimalisasi Peran Zakat Sebagai Instrumen Fembangunan …

Guna lebih berdaya guna dan berhasilgunanya zakat (tennasuk juga infaq danshadaqah), diperlukan suatu upayaterobosan guna menembus dan mempere-baiki kelemahan pengolahan zakat secarabersama-sama 'dan bertahap. Salah satucara yang dapat ditempuh adalah melaluiforum silaturrahmi antar pengelola zakat diseantero nusantara, melalui jaringan kerja(net work) zakat. jaringan ini selain ber-fungsi sebagai redistribusi kekayaan secaralebih adil dan mencakup dalam area yangsangat luas, jaringan ini juga berperan un-tuk perbaikan manajemen pengelolaanzakat secara bertahap berdasarkan pengala-man dan pengamatan anggota jaringan.

Membangun suatujaringanbukanlah halyang mudah dan sederhana, namun meru-pakan hal yang sangat kompleks, apalagiuntuk diharapkan menjadi suatu sistemyang soloid. Untuk itu perlu diperhatikanbeberapa hal berkaitan dengan pemben-tukan jaringan kerja zakat;

1. Jaringan informasiYang dimaksud dengan jaringan infor

masi di sini adalah bahwa antara lembagazakat yang satu dengan lembaga zakat yanglain tercipta suatu informasi timbal balikterutama mengenai muzakki, mustahiq danmanajemen pengelolaan zakat yang dit-erapkan.

2. Bantuan silang manajemenBahwa antara lembaga zakat yang satu

dengan lembaga zakat yang lain terdapatperbedaan kwalitas sumber dayamanusianya, sehingga menyebabkan perbedaan sistem ataupun kemampuan pengelolaan. Dengan terciptanya jaringan kerjazakat diantara anggota dapat saling mem-bantu, baik berwujud bantuan konsep ataupun bantuan teknik pelaksanaan.

3. Subsidi silang zakatNet work zakat ini memang merupakan

gagasan yang masih dasar, dalam artianmasih banyak agenda masalah yang harusdipecahkan, antara Iain bentuk organisas-inya, manajerialnya, siapa pengendalinya,bagaimana sarana komunikasinya dan be

62

berapa persoalan teknis lainnya. Tetapi haltersebut bukannya tidak mungkin akan dapat terbentuk secara solid dan mempunyaidaya kekuatan yang dahsyat dalam mem-berdayakan umat yang tidak mampu. Masihlekat ^lamingatan kita bagaimana ibu- ibuyang tergabung dalam Badan Kontak Ma-jelis Taklim yang anggotanya terdiri dariberbagai daerah temyata dapat dikoordi-nasikan dan membentuksuatu barisan yangsangat besar dan menimbulkan decak kek-aguman.

Peluang dan Tantangan Zakat di Indonesia

Zakat bagi masyarakat Indonesia bukanlah ibadah yang asing, karena kedudukan-nya memang sangat penting sebagai salahsatu pilar agama Islam. Apabila kita amatimengapa masyarakat Indonesia cukup an-tusias dalam pelaksanaan kewajiban zakat,maka akan kita temukan beberapa faktorpendorongnya, yaitu:

1. Keingainan umat Islam Indonesia untuk menyempumakan pelaksanaan ajaranagamanya.

2. Kesadaran yang semakin meningkat dikalangan umat Islam tentang potensi zakatjika dimanfaatkan sebaik- baiknya, akan dapat memecahkan berbagai masalah sosial ditanah air, seperti kemiskinan, pemeliharaananak terlantar, yatim piatu, pembinaan re-maja, penyelenggaraan pendidikan, dan se-bagainya.

3. Di dalam sejarah Islam, lembaga zakattelah terbukti secara nyata memberikankontribusi:

a. melindungi manusia dari kehinaan dankemelaratan.

b. menumbuhkan solodaritas sosial antara sesama anggota masyarakat.

c. mempermudah pelaksanaan tugas-tugas kemasyarakatan yang berhubungandengan kepentingan umum.

d. meratakan rejeki yang diperoleh dariAllah.

e. mencegah akumulasi kekayaan padasatu atau beberapa golongan tertentu.

Page 9: Optimalisasi Peran Zakat Sebagai Instrumen Fembangunan …

4. Usaha-usaha mewujudkan pengem-bangan dan pengelolaan zakat di tanah airmakin lama makin tumbuh dan berkem-

bang.Walaupun terdapat banyak faktor yang

mendorong kegairahan pembayaran zakat,namun perlu juga dicermati hambatan-hambatan yang menyebabkan belum tum-buhnya kesadaran untuk membayar zakat.Hambatan-hambatan itu iaiah:

1. Pemahaman zakat

Pengertian masyarakat tentang kewa-jiban zakat pada umumnya masih relatifrendah dibanding dengan sholat dan pnasamisalnya. Hal ini disebabkan karenapendidikan keagamaan Islam kurang bisamenjelaskan pengertian dan masalah zakatini, baik itu mengenai objek zakat, caraperhitungan, pengelolaan, distribusi, terle-bih lagi tentang makna zakat atau konsek-wensi tidak dilaksanakannya kewajibanzakat ini. Karena kurang paham, maka umatIslam kurang pula melalianakannya.

2. Konsepsi fikih zakatkonsepsi fikih zakat adalah konsep

pengertian dan pemahaman mengenaizakat hasil ijtihad manusia. Dalam Al-Qur'an hanya disebutkan pokok-pokoknyasaja yang kemudian dijelaskan oleh sunnahNabi SAW. Penjabarannya yang tercantxundalam kitab-kitab fikih lama nampaknya tidak sesuai lagi dengan keadaan zamansekarang, padahal kitab inilah yang banyakdipahami oleh banyak orang saat ini. Per-tumbuhan ekonomi masyarakat yang ber-basiskan sektor industri, pelayanan jasabelum tertampung dalam Idtab fikih zakatlama. Persepsi zakat masih sangat terbataspada emas, perak, barang-barang niaga,makanan yang mengenyangkan, binatangpeliharaan seperti onta, domba dan seba-gainya. Mimculnya kitab-kitab fikih kon-temporer barangkali masih terlalu sedikitdan ditambah lagi masyarakat belum terlalumengenalnya sehingga fenomena zakatkontemporer masih. kurang dikenal dimasyarakat.

3. Perbenruran kepentingan

Masih seringnya kita jumpai adanya per-benturan kepentingan antara lembaga amilatau otganisasi- organis^i atau lembaga-,lembaga sosial yang memungut zakat. An-daikata pengiunpulan zakat dilakukan se-cara terkoordinasi dengan baik hal ini se-harusnya tidak perlu terjadi. '

4. si^p kurang percayaDisamping tumbuhnya kesadaran ber-

zakat di Indonesia, di sisi lain masyarakatmasih menyimpan rasa kekurangpercayaanterhadap penyelenggaraan zakat itu sendiri.Sikap ini sesungguhnya ditujukan kepadaorang atau sekelompok orang yang tidakbenar dalam mengurus zakat. Sikap iniadalah turun temurun sebagaimanakekurangpercayaan masyarakat terhadapkoperasi sebagai akibat d^ kesalahan yangdibuat oknum pengurusnya. Sikap ini hanyaakan hilang bila masyarakat secara riil bisamelihat adanya oiganisasi zakat yang tertatabaik, terutama kesempumaan sistem ad-ministrasi, manajemen pengelolaan dan distribusi, serta pengawasan yang ketat.

5. Sikap tradisionalMasih banyak masyarakat yang lebih

suka melaksanakankewajiban zakat dengancara meyerahkan langsung ke yang berhakmenerimanya atau melalui pimpinan agamasetempat. Hal ini tidak sepenuhnya sala'h,namun akan lebih baik bila penyerahan lebih terortganisir melalui suatu wadah yangakan dapat mencegah teijadinya penum-pukan harta zakat pada orang tertentu, se-mentara ada kelompok masyarakat lainyang juga sangat membutuhkan. (lihat Ali,1988: 29-76).

Berbagai dorongan disamping juga ham-batan di atas betul-betul harus diperhatikandalam rangka terns proses evaluasi, koreksiserta proyeksi dalam mengembangkanmanajemen perzakatan di Indonesia.

Metodologi Pengembangan Zakat

Melihat realita bahwa dalam rangka op-erasionalisasi dan pengembangan zakatmasih banyak dihadapkan berbagai per-

63

Page 10: Optimalisasi Peran Zakat Sebagai Instrumen Fembangunan …

masalahan yang tidak sederhana, maka san-gat uigen untuk memperhatikan suatu pen-dekatan/metodologi guna menemukan,mengevaluasi, mengoreksi serta mencarisolusi- solusi baru yang lebih baik sehinggaterbentuk suatu kerangka teori yang soliddanapUkatif.

Salah satu kerangka metodologi peneli-tian yang layak kita perhatikan dan cukupanalitis adalah yang ditawarkan DawamRa-haijo dengan sebutan Metode Praxis, yaitusuatu metode pengembangan ekonomi islam dengan zakat sebagai titik masuk.Dalam metode ini terkandung beberapakombinasi pendekatan, yaitu antara risetdan aksi, antara riset dan penyadaran, sertaantara aksi dan penyadaran. Disamping itu,dalamsetiap tindakan riset, aksi penyadaranitu terdapat unsur partisipasi dari anggotamasyarakat.

Metode Praxis ini terdiri dari enam

langkahyang secara sederhana terlihat padaskema berikut:

1. Analisis Sosial

Analisis sosial adalah analisa untuk men

cari dan menemukan dasar-dasar dan tu-

juan kemasyarakatan dari ibadah zakat.Perintah zakat dalam Al-Qur'an berkaitandengan alasan-alasan dan tujuan sosial,disamping bersifat ubudiyah fyang dalamarti khusus menyangkut hubungan antaramanusia dan Tuhan).

Analisissosial ini diharapkan menghasil-kan data atau Informasi tentang :

a. Keadaan kemakmuran dan kemiskinan

relatif berdasarkan indikator-indikator

agregat, seperti tingkat pendapatan perkapita, struktur ekonomi dan kesempatankerja, tingkat perkembangan wilayah, dankalau mungkin juga distribusi pendapatan.

b. Gambaran daerah yang relatif makmurdan yang miskin. Potensi zakat daerah makmur perlu dikaji, dan daerah miskin akandilihat kemungkinan sasaran prmbagianzakat.

c. Penyebab kemiskinan daerah tersebut,berapa luas kemiskinan dan apa mata pen-caharian orang-orang di daerah tersebut,

64

persoalan-persoalan apa yang timbul sertabagaimana perspektif pemecahannya.

Dari analisis sosial itu, akan diperolehdata dan informasi empiris yang kualitatifraaupun kwantitatif, yang sekaligus akanmerefleksikan kesadaran baru tentangkeperluan dan urgensi pelaksanaan zakat.Dengan pengetahuan dan kesadaran baruitu, kita akan berada dalam posisiyang lebihbaik untuk memahami dan menghayatiajaran-ajaran Al- Qur'an yang dijelaskanoleh berbagai hadits.

2. Refleksi TeologisLangkah penyadaran dilakukan untuk

melihat segi yang lebih dalam dan horisonpemikiran yang lebih luas. Tazkiyah (prosesuntuk membersihkan harta kekayaan) eratkaitannya dengan konsep-konsep birr (ke-bajikan), ihsan (perbaikan atau pem-baruan), ta^awun (kerjasama), fakkuraqqabah (pembebasan manusia dari per-bud^n) dan konsep-konsep yang berdi-mensikan sosial.

Dengan refleksi ini, masalah zakat yangselama ini selalu dikemukakan sebagaimasalah legal, yaitu dalam rangka hukuimfikih, bila ditransendensikan sebagai isufilosofis sosial. Dengan demikian cakrawalatujuan zakat akan nampak, dan me-mungkinkan kita bisa melakukan interpre-tasi tentang muzakki di satu pihak danmustahiq di lain pihak. hal ini akan mem-buka pintu yang lebar bagi analisis sosial-ekonomi untuk bisa menafsirkan secarasosiologis tentang siapa yang disebut dela-pan asnaf. Dari sini pula pendekatan ek-onomi-politik menjadi terbuka, sehinggakita bisa melihat arah penggunaan zakatsecara struktural.

Kombinasi antara analisis sosial dan re

fleksi teologis akan melahirkan konsep-konsep tentang fungsi zakat serta keterli-batan kelompok-kelompok masyarakatdalam fungsi itu. Sehingga muncul kesadaran baru bahwa zakat itu tidak hanyasebagai kewajiban pribadi dan kewajiban'ubudiyah mahdhah melainkanjuga 'ibadahijtima'iyyah (kewajiban masyarakat). Selain

Page 11: Optimalisasi Peran Zakat Sebagai Instrumen Fembangunan …

itu zakat juga mengandung nilai politik (si-asah) dan ekono^ istiqshadiyah.

3. Melakukan Program PenyadaranProgram penyadaran dilakukan agar ber-

bagaikelompok dalammasyarakattidaksajamenghayati tujuan-tujuan hakiki zakat,tetapi juga memiliki motivasi kuat imtukmelaksanakan zakat sebagai ibadah yangmengandung nilai-nilai sosial, ekonomi danpolotik.

Proses penyadaran ini akan membukajalan bagi oxganisasi pemanfaatan zakat,yaitu melakukan tindakan investasi danproduksi jangka panjang. Disini zakat tidaksaja langsung dikonsumsioleh merekayangmembutuhkan, tetapi juga ditanamkan un-tuk kegiatan produksi sehingga penerimazakat akan bisa secara struktural memper-baiki nasibnya dengan zakat.

4. Perencanaan Penyelenggaraan ZakatPerencanaan zakat ini dilakukan secara

partisipatif, yaitu dilakukan bersama-samadengan muzakki, dan selanjutnya denganmustahiq.

a. Pada tingkat calon pembayar zakatBerbagai kelompok pemilik surplus ek

onomi perlu mengetahui cara menghitungzakat sendiii.

b. Pada program distribusi- Perlu dibuat definisi dan kriteria musta

hiq —denganpertolongan analisis sosiolpgismaupun ekonomis—dan skala prioritas, secara kelompok maupun secara regional,agar sasaran zakat cukup tepat.

- Penyusunan rencana investasi produk-tif, menyangkut studi kelayakan bidangmana, siapa yang melaksanakan kegiatanproduksi, bagaimana pola produksi, dan ba-gaimana kemungkinan pemasarannya; disamping itu harus diketahui pula kapansuatu target akan dicapai.

- Program zakat ini dilaksanakan olehsatu badan amil zakat yang bertindakjugasebagai "lembaga pengembanganmasyarakat", atau oleh suatu lembagaswadaya masyarakat. yang bekerjasamadengan, atau bekerja sendiri, dan bertindak

sebagai, atau membentuk suatu badan amilzakat.

5. Aksi bersama (collective action), yangmendasarkan diri pada prinsip ta'awun.

Pada langkah ke lima ini dilakukankegiatan pelaksanaan seperti telah direnca-ndcan bersama oleh kelompok mustahiq,yaitu melakukan kegiatan pr^uksi bersamasecara koperatif atau kolektif.

Apabila kegiatan produktif ini berhasil,maka pada tingkat perkembangan tertentii,.kelompok prodxiktif ini pada gilirannyaakan terkena kewajiban pembayaran zakat.

6. monitoringKeberhasilan dan kegagalan pelaksanaan

selalu dicatat. Pengalaman itu perlu di-rekam untuk diarahkan pada perumusanteori-teori baru.

Setiap tahun bisa dilakukan evaluasimendasar, baik dalam rangka penyusunanprogram berikutnya, maupun untii meru-muskan teori baru. Selanjutnya, teori-teoribaru itu perlu diuji lebih lanjut denganpraktek maupun penelitian. Hasilpenelitiandan pelaksanaan program atau proyek-proyek di berbagai daerah perlu diband-ingkan dan ditransendensikan dalam teori-teori yang lebih umum. Dari akumulasi hasilpenelitian dan pengalaman praktek ini di-harapkan dapat dihimpun suatu pengeta-huan ekonomi tentang zakat (ekonomics ofzakat).

Dengan proses di atas, pada akhimyakelakakandapat dikonsolidasikan pengalaman-pengalaman dan informasi empiristentang kondisi dan perkembangan sosial-ekohomi dalam perspektif gagasan zakat.Dengan telah terhimpunnya suatu body ofknowledge yang historis maupun kompa-ratif itu, baru bisa berbicara lebih banyakmengenai teori-teori ekonomi atau ilmupengetahuan "ekonomi Islam", (lihat Ra-harjo, 1987:156-166).

Penutup

Zakat merupakan ibadah sosial yangmempunyai kekuatan yang fantastis untuk

65

Page 12: Optimalisasi Peran Zakat Sebagai Instrumen Fembangunan …

memberdayakan umat sehingga menjadi mensiasati kendala yang selama ini meng-umat yang mampu, baik dalam dimensi hadang dan menghambat pengoptimalanduniawi maupun ukhrowi. selain bemilai- zakat, Pikiran- pikiran cerdas yang.Qur'anikanibadahjiajugabermaknakankasihsay- guna mengembangkan potensi zakat dariang sosial dan juga bermotifkan produktifi- umat Islam harus terus ditumbuhsuburkantas. Zakat tidaklah berarti memanjakan seiring dengan kemajuan zaman yang ber-orang miskin sehingga tetap dalam posisi arti semakin kompleks permasalahan-per-sebagai 'penerima' tetapi lebih dari itu masalahan yang akan muncul dan sangatmembangkitkanmerekauntuktumbuhdan membutuhkan antisipasi sehingga tidakberkembang secara mandiri dan kemudian menjadi kendala pengembangan konsepmenjadi 'pemberi' bagi saudaranya yang dan implementasinya dalam masyarakat.lain. Masih banyak agenda yang harus kita

Walaupun disadaii bahwa potensi zakat pikirkan dan kita keijakan.cukup besar, namun di sisi lain masih diper-lukan upaya-upaya kreatifdan berani imtuk

Ijahan Bacaan

Al-Qur'an dan terjemahannya, Departemen agama RI

All, Muhammad Daud, Sistem Ekonomi'Islam Zakat dan Wakaf, UI Press, jakarta,1988.

All, Mukti, beberapa Persoalan Agama Dewasa Ini, Rajawali, Jakarta, 1981.

Mahfudh, MA. Sahal, Nuansa Fiqih Soaial, LKIS, Yogyakarta, 1984.

Mannan, Muhammad Abdul, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, PT. Dana Bhakti Wakaf,

Yogyakarta, 1983.

Mas'ud, Masdar F., Kesetiakawanan Sosial: Pajak dan Zakat, FE UII-ICMI-SBI,

Materi Kursiloka Ekonomi Islam, 1984.

Muhammad, Gunawan, Ajaran Ekonomi Dari Al-Qur'an, Bagian Penerbitan Perpus-takaah Pusat UII, Yogyakarta, 1982.

Mub'iyarto, dari Program Stabilisasai Sampai Kebijaksanaan Pembangunan Berkelan-jutan. Seminar Masional Analisis Antarera Pembangunan Ekonomi, FE UII-ICMI DIY,

1984.

Muhammad, Sahri, Ketentuan Syari'ah Tentang Zakat, FE UII-ICMI DIY, 1984.

Qardhawi, Yusuf, Hukxim Zakat, Litera Antar Nusa, Bogor, 1991.

, Kiat Islam dalam Mengentaskan Kemiskinan, Gema Insani Press,

Jakarta, 1995.

Qutthb, Sayid, Keadilan Sosial dalam Islam, Penerbit Pustaka, Band\ing, 1984.

Raharjo, M. Dawam, Perspektif Deklarasi Mekah: Menuju Ekonomi Islami, Mizan,

Bandung, 1987.

Saefuddin, Ahmad Muflih, Ekonomi dan Masyarakat dalam Perspektif Islam,

Rajawali Press, Jakarta, 1987.

Sulaiman, Thahir Abdul Muchsin, Menanggulangi Krisis Ekonomi Secara Islam, PT.

Al-Ma'arif, Bandung, 1985.

Yafie, ali, Menggagas Fiqih Sosial, Mizan, Bandung, 1984.

66