51
OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI KAPANG Acremonium chrysogenum CB2/11/1.10.6 MENGGUNAKAN METODE RESPON PERMUKAAN ENI DWI ISLAMIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C

DARI KAPANG Acremonium chrysogenum CB2/11/1.10.6

MENGGUNAKAN METODE RESPON PERMUKAAN

ENI DWI ISLAMIATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

Page 2: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni
Page 3: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Optimasi Media

Produksi Sefalosporin C dari Kapang Acremonium chrysogenum CB2/11/1.10.6

Menggunakan Metode Respon Permukaan” adalah benar karya saya dengan

arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada

perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016

Eni Dwi Islamiati

P051130291

Page 4: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

RINGKASAN

ENI DWI ISLAMIATI. Optimasi media produksi sefalosporin dari kapang

Acremonium chrysogenum CB 2/11.1.10.6 menggunakan metode respon

permukaan. Dibimbing oleh KHASWAR SYAMSU dan ERWAHYUNI

ENDANG PRABANDARI

Sefalosporin merupakan antibiotik golongan β-laktam yang mempunyai

efektivitas dalam melawan bakteri gram positif dan gram negatif. Antibiotik ini

dihasilkan oleh kapang Acremonium chrysogenum. Media kultivasi yang optimal

dapat meningkatkan produksi sefalosporin. Salah satu komposisi media kultivasi

yang paling berpengaruh diantaranya adalah sumber karbon dan nitrogen. Tujuan

dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan konsentrasi sumber karbon dan

nitrogen terbaik dalam menghasilkan sefalosporin secara maksimal.

Langkah pertama yaitu memilih sumber karbon dan sumber nitrogen yang

disesuaikan dengan kebutuhan kapang. Molases, sukrosa, minyak kelapa sawit,

malto dekstrin dan glukosa terpilih sebagai kandidat seleksi sumber karbon.

Sedangkan urea, ammonium sulfat, yeast ekstrak dan corn step liquor (CSL)

sebagai kandidat seleksi sumber nitrogen. Langkah selanjutnya sumber karbon

dan sumber nitrogen secara masing-masing diuji dengan konsentrasi yang sama

dalam media kultivasi untuk produksi sefalosporin. Hasi seleksi yang dilakukan

memperlihatkan bahwa molases merupakan sumber karbon terbaik untuk produksi

sefalosporin. Pengujian level konsentrasi menunjukkan molasses dengan

konsentrasi 70 g L -1

merupakan konsentrasi terbaik dalam menghasilkan

sefalosporin. Selain itu gabungan antara CSL, urea dan ammonium sulfat

merupakan sumber nitrogen terbaik. Pengujian level konsentrasi hasil nitrogen

terpilih yaitu gabungan antara CSL, urea dan ammonium sulfat dengan

perbadingan 80: 1,53:6,82 g L-1

dengan kandungan nitrogen total sebesar 72%

merupakan konsentrasi terbaik.

Optimasi media dilakukan dengan menggunakan metode respon permukaan.

Optimasi terhadap faktor yang signifikan diprediksi dengan model ordo dua

melalui rancangan statistika central composite design (CCD). Untuk memperoleh

komposisi media yang optimal, sebanyak 48 percobaan telah dilakukan. Molases

sebagai sumber karbon, gabungan CSL, urea dan ammonium sulfat sebagai

sumber nitrogen serta DL-methionin sebagai induser adalah komponen media

yang menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap produksi sefalosporin. Produksi

tertinggi diprediksi oleh model kuadratik sebesar 3876 mg L-1

dengan komposisi

media 68.28 g L-1

molases, 71.61 %N gabungan dari CSL, urea dan ammonium

sulfat, serta 0.4 g L-1

DL-Methionin. Hasil Verifikasi komposisi media optimal

yang dilakukan di laboratorium menghasilkan sefalosporin sebesar 3696 mg L-1

.

Konsentrasi ini mencapai 95.36% dari hasil yang diprediksi oleh model. Optimasi

dengan menggunakan metode respon permukaan mampu meningkatkan produksi

sefalosporin 1.48 kali dibandingkan sebelum dilakukan optimasi, hasil yang

didapatkan sebelum optimasi yaitu sefalosporin dengan konsentrasi 2487 mg L-1

.

Kata kunci: Karbon, metode respon permukaan, nitrogen, sefalosporin

Page 5: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

SUMMARY

ENI DWI ISLAMIATI. Optimization of cephalosporin production medium from

Acremonium chrysogenum CB 2/11.1.10.6 using Response Surface Methodology.

Supervised by KHASWAR SYAMSU and ERWAHYUNI ENDANG

PRABANDARI

Cephalosporins are β-lactam antibiotics that have effectiveness against

gram-positive and gram-negative bacteria. This antibiotic is produced by

Acremonium chrysogenum. Optimum of cultivation medium can increase the

production of cephalosporins. The most influential cultivation medium

composition such is carbon and nitrogen source. The objectives of this study was

to obtain the best concentration of carbon and nitrogen source in producing

cephalosporins maximumly.

The first step was conducted to select the carbon and nitrogen source were

tailored to the needs of the fungi. Molasses, sucrose, palm oil, malto dextrin and

glucose were selected as the candidates of carbon sources. Whereas urea,

ammonium sulfate, yeast extract and corn step liquor (CSL) as the candidates of

nitrogen sources. The next step, each carbon and nitrogen sources were tested at

the same concentration in the medium cultivation for cephalosporins production.

The results showed that molasse was the best carbon source for cephalosporins

production. The tests of level concentration of carbon source showed that

molasses with a concentration of 70 g L-1

was the best concentration to produce

cephalosporins. In addition, the combination of CSL, urea and ammonium

sulphate was the best nitrogen source. The tests of level concentration of selected

nitrogen source was the combination of CSL, urea and ammonium sulphate with a

ratio of 80:1.53: 6.82 g L-1

with a total nitrogen content of 72% as the best

concentration.

Medium optimization was conducted using response surface methodology.

Optimization of the significant factors predicted using a second order polynomial

model central composite design (CCD). To obtain the optimum mediaum

composition, a total of 48 experiments have been carried out. Molasses as a

carbon source, combination of CSL, urea and ammonium sulfate as nitrogen

sources and DL-methionin as an inducer was a medium component showing the

difference significantly to the cephalosporins production. The highest production

predicted by the quadratic model with amount of 3876 mg L-1

with a medium

composition 68.28 g L-1

of molasses, 71.61% N combination of CSL, urea and

ammonium sulfate, and 0.4 g L-1

DL-Methionin. Verification of optimum medium

composition showed that cephalosporin was produced of 3696 mg L-1

. This

concentration reached 95.36% than predicted by the model. Optimization using

response surface methodology could increase cephalosporins production 1.48 fold

compared to before optimization which was 2487 mg L-1

1.

Keywords: Carbon, cephalosporins, nitrogen, response surface methodology

Page 6: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Page 7: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C

DARI KAPANG Acremonium chrysogenum CB2/11/1.10.6

MENGGUNAKAN METODE RESPON PERMUKAAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

ENI DWI ISLAMIATI

Page 8: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

Penguji pada Ujian Tesis: Dr Ir Mulyorini Rahayuningsih, M.Si

Page 9: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni
Page 10: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni
Page 11: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 ini ialah

Produksi antibiotik dengan judul Optimasi Media Produksi Sefalosporin C dari

Kapang Acremonium chrysogenum CB2/11/1.10.6 Menggunakan Metode Respon

Permukaan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Khaswar Syamsu,

MSc.St dan Ibu Dr Erwahyuni Endang Prabandari, MSi selaku pembimbing, Ibu

Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, M.Si, Bapak Prof Dr Ir Suharsono, DEA sebagai

ketua Program Studi Bioteknologi serta Bapak Rudiyono yang telah banyak

memberi saran selama penelitian. Terima kasih penulis sampaikan kepada Balai

Pengkajian Bioteknologi - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPB -

BPPT) Laboratorium Mikrobiologi Serpong. Ungkapan terima kasih juga

disampaikan kepada Bapak, Ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih

sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2016

Eni Dwi Islamiati

Page 12: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA

Sefalosporin C 4

Biosintesis Sefalosporin C 5

Acremonium chrysogenum 6

Rancangan Optimasi Media Fermentasi 7

Sumber Karbon dan Nitrogen 8

Metode Respon Permukaan 9

3 METODE

Waktu dan Tempat 11

Bahan 11

Alat 11

Metode 12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Kandungan Sumber Karbon pada Media Seleksi 16

Pemilihan Sumber Karbon Terbaik 16

Penentuan Level Konsentrasi Sumber Karbon Terbaik 17

Analisis Kandungan Sumber Nitrogen pada Media Seleksi 18

Pemilihan Sumber Nitrogen Terbaik 18

Penentuan Level Konsentrasi Sumber Nitrogen Terbaik 19

Penentuan Konsentrasi DL-methionin Sebagai Induser 20

Optimasi Media dengan Metode Respon Permukaan 21

Verifikasi Model 24

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 26

Saran 26

DAFTAR PUSTAKA 27

LAMPIRAN 31

RIWAYAT HIDUP 37

Page 13: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

DAFTAR TABEL

1 Rancangan percobaan central composite design (CCD) 14 2 Kandungan total karbon pada masing-masing bahan 16

3 Kandungan total nitrogen pada masing-masing bahan 18

4 Level konsentrasi masing-masing faktor pada central composite design 21

5 Analisis varian dan Lack of fit test terhadap permukaan respon model

kuadratik 22

6 Komposisi media hasil prediksi optimasi model yang akan diverikasi 24

DAFTAR GAMBAR

1 Struktur gugus inti sefalosporin 4 2 Jalur mekanisme pembentukan sefalosporin C 5 3 Morfologi kapang Acremonium chrysogenum secara mikroskopis 6

4 Pengaruh jenis sumber karbon terhadap produksi sefalosporin 17

5 Pengaruh level konsentrasi molases terhadap produksi sefalosporin 18

6 Pengaruh jenis sumber nitrogen terhadap produksi sefalosporin 19

7 Pengaruh level konsentrasi sumber nitrogen terpilih terhadap produksi

sefalosporin 20 8 Pengaruh level konsentrasi DL-methionin terhadap produksi sefalosporin 20 9 Hubungan antara molases dan gabungan CSL, urea, ammonium sulfat

dalam bentuk kontur plot dan permukaan respon 23

10 Hubungan antara molases dan DL-methionin dalam bentuk kontur plot dan

permukaan respon 23

11 Hubungan antara gabungan CSL, urea, ammonium sulfat dengan DL-

methionin dalam bentuk kontur plot dan permukaan respon 24

12 Perbandingan hasil produksi sefalosporin sebelum dan sesudah optimasi 25

Page 14: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisa kandungan karbon dari masing-masing sumber karbon yang

digunakan untuk optimasi medium kultivasi 31 2 Konsentrasi sefalosporin yang dihasilkan dari hasil seleksi sumber karbon 31 3 Analisis ragam pengaruh perlakuan sumber karbon terhadap produksi

sefalosporin 32

4 Konsentrasi sefalosporin yang dihasilkan pada perlakuan penentuan level

konsentrasi molases sebagai sumber karbon terpilih 32

5 Analisis ragam pengaruh perlakuan penentuan level konsentrasi molases

terhadap produksi sefalosporin 32

6 Analisa kandungan nitrogen dari masing-masing sumber nitrogen yang

digunakan untuk optimasi media kultivasi 32

7 Kandungan total nitrogen dalam masing-masing bahan seleksi sumber

nitrogen 32

8 Konsentrasi sefalosporin yang dihasilkan dari hasil seleksi sumber

nitrogen 33

9 Analisis ragam pengaruh perlakuan sumber nitrogen terhadap produksi

sefalosporin 33

10 Konsentrasi sefalosporin yang dihasilkan pada perlakuan penentuan level

konsentrasi gabungan CSL:urea:ammonium sulfat sebagai sumber nitrogen

terpilih 33

11 Analisis ragam pengaruh perlakuan penentuan level konsentrasi gabungan

CSL:urea;ammonium sulfat sebagai sumber nitrogen terpilih terhadap

produksi sefalosporin 33

12 Konsentrasi sefalosporin yang dihasilkan pada perlakuan penentuan level

konsentrasi DL-methionin 34

13 Analisis ragam pengaruh perlakuan penentuan level konsentrasi DL-

methionin terhadap produksi sefalosporin 34

14 Data hasil analisa respon pada optimasi media kultivasi menggunakan

rancangan central composite design 34

15 Uraian jumlah kuadrat beberapa model (Sequential Model Sum of Square)

untuk respon konsentrasi sefalosporin 36

16 Lack of fit test terhadap model respon permukaan 36

17 Ringkasan model statistik (Model summary statistics) untuk respon

konsentrasi sefalosporin 36

18 Hasil verifikasi model untuk respon konsentrasi sefalosporin 36

Page 15: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Antibiotik merupakan bahan obat yang memegang peranan penting dalam

mengatasi penyakit infeksi (Dancer 2011). Departemen kesehatan RI tahun 2013

menyatakan bahwa dana yang diperlukan untuk pengadaan antibiotik kurang

lebih 23.3% dari seluruh anggaran obat-obatan yang terpakai di Indonesia.

Pemenuhan bahan baku antibiotika untuk kebutuhan dalam negeri masih

didatangkan secara impor dari negara lain dengan nilai lebih dari Rp 15 milyar

setiap tahunnya.

Peraturan Kementrian Kesehatan nomer 87 tahun 2011 dalam rangka

pengembangan produksi bahan baku obat, yang bertujuan untuk memenuhi

kebutuhan bahan baku obat dalam negeri, membuat pemerintah Indonesia

menetapkan kebijakan untuk mengurangi ketergantungan terhadap negara lain.

Kebijakan tersebut dilakukan secara bertahap, yaitu untuk bahan baku obat

khususnya antibiotika akan diproduksi secara mandiri dalam negeri. Hal ini dapat

dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya alam yang dimiliki. Melihat

potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia, seharusnya pembuatan

antibiotik dapat diupayakan dan diproduksi secara mandiri di dalam negeri.

Data Kementrian Kesehatan tahun 2013 menunjukkan bahwa penggunaan

antibiotik di Indonesia masih didominasi oleh golongan penisilin dan turunannya,

akan tetapi penisilin memiliki keterbatasan dalam melawan bakteri gram negatif.

Seiring penggunaannya, beberapa bakteri gram positif menjadi resisten terhadap

penisilin dengan menghasilkan enzim penisilinase yang mampu menghidrolisis

cincin β-laktam pada penisilin. Alternatif yang dapat digunakan untuk mensiasati

kelemahan pada pinisilin tersebut adalah melalui penggunaan antibiotik yang

tahan terhadap degradasi enzim penisilinase. Salah satu antibiotik dari golongan

β-laktam yang tahan terhadap degradrasi enzim penisilinase adalah sefalosporin.

Sefalosporin c merupakan sefalosporin yang paling awal ditemukan. Fungsi

sefalosporin c sebagai antibiotik yang potensial dan merupakan produk antibiotik

yang banyak dihasilkan setelah penisilin. Berbagai senyawa turunan sefalosporin

diperoleh dengan cara mengubah-ubah gugus sampingnya yang disebut sebagai

sefalosporin semisintetik (Elander 2003). Antibiotik tersebut mempunyai

spektrum anti bakteri yang luas dan lebih resisten terhadap β-laktamase

dibandingkan dengan penisilin. Salah satu keunggulan generasi terbaru

sefalosporin yaitu memiliki efektivitas dengan penggunaan dosis yang minimal.

Sebaliknya, penisilin yang digunakan saat ini tidak memiliki efektivitas seperti

yang dimiliki oleh sefalosporin dan turunannya. Kelebihan lain seperti yang

diungkapkan oleh Muniz et al. (2007) bahwa pasien yang alergi terhadap penisilin

biasanya tahan terhadap antibiotik sefalosporin maupun turunannya.

Kelebihan yang dimiliki oleh sefalosporin membuat kebutuhan akan

antibiotik ini semakin banyak. Akan tetapi antibiotik sefalosporin belum

diproduksi secara mandiri di Indonesia. Hal ini mendorong untuk dilakukannya

penelitian bagaimana sefalosporin dapat dihasilkan. Srivastava et al. (2006)

menyatakan bahwa salah satu yang berperan penting dalam produksi sefalosporin

adalah bahan bahan yang terkandung dalam media kultivasi. Menurut Lotfy

(2007) komposisi media kultivasi yang paling berpengaruh dalam produksi

sefalosproin diantaranya adalah sumber karbon dan sumber nitrogen. Hal inilah

Page 16: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

2

yang menjadi dasar penelitian ini. Langkah pertama penelitian ini adalah seleksi

beberapa sumber karbon dan nitrogen. Seleksi tersebut dilakukan untuk

mendapatkan sumber karbon dan sumber nitrogen terbaik sebagai media kultivasi.

Bahan tersebut kemudian dikombinasikan dengan inducer DL-methionin. Tahap

selanjutnya adalah optimasi bahan terpilih menggunakan salah satu metode

optimasi yaitu metode respon permukaan (Respone Surface Methodology / RSM)

(Satriaji 2010).

Metode respon permukaan merupakan suatu teknik penyelesaian masalah

untuk menemukan kondisi optimal suatu operasi dengan menggunakan

matematika dan statistik dalam bentuk suatu model yang dapat menganalisis

masalah tersebut. Penggunaan metode ini dapat meminimalisasi waktu

pengerjaan, jika dibandingkan menggunakan teknik konvensional dengan

melakukan percobaan yang berulang-ulang. Penggunaan RSM melalui software

Design Expert dapat diperoleh tingkat keakuratan yang tinggi sekaligus

meminimalisisasi terjadinya kesalahan seperti pada penggunaan metode

konvensional. Pengkombinasian tersebut dilakukan dalam skala erlemeyer. Dalam

skala tersebut diharapkan dapat menghasilkan sefalosporin dalam jumlah yang

optimal (Vastrad 2014).

Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1 Bagaimana mendapatkan sumber karbon dengan konsentrasi terbaik

dalam media kultivasi?

2 Bagaimana mendapatkan sumber nitrogen dengan konsentrasi terbaik

dalam media kultivasi?

3 Bagaimana pengaruh komposisi sumber karbon, sumber nitrogen dan

DL-methionin melalui metode respon permukaan terhadap kultivasi

produksi sefalosporin C?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1 Mendapatkan sumber karbon dengan konsentrasi terbaik dalam media

kultivasi.

2 Mendapatkan sumber nitrogen dengan konsentrasi terbaik dalam media

kultvasi.

3 Mendapatkan komposisi sumber karbon, sumber nitrogen dan DL-

methionin yang optimal melalui metode respon permukaan terhadap

produksi sefalosporin C.

Page 17: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

3

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini bagi masyarakat antara lain memperkaya khasanah

iptek dan memberikan informasi mengenai cara memproduksi sefalosporin dan

kondisi optimum media kultivasi yang digunakan.

Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian optimasi media fermentasi untuk produksi

sefalosporin C dari Acremonium crysogenum CB2/11/1.10.6 adalah sebagai

berikut:

1 Penyiapan inokulum Acremonium crysogenum CB2/11/1.10.6 yang

meliputi peremajaan sel pada media agar miring.

2 Pemilihan sumber karbon terbaik dalam media kultivasi.

3 Pemilihan sumber nitrogen terbaik dalam media kultivasi

4 Optimasi media melalui kombinasi sumber karbon dan sumber nitrogen

terpilih dengan DL-methionin yang tepat dengan menggunakan metode

Respon Permukaan.

5 Produksi sefalosporin C dengan kultur kocok dalam erlemeyer 250 ml

dengan volume kerja 30 ml pada pH 6 suhu 25oC, pengocokan 220 rpm

selama 120 jam.

6 Analisis konsentrasi sefalosporin menggunakan Kromatografi Cair Kinerja

Tinggi (KCKT).

Page 18: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

4

2 TINJAUAN PUSTAKA

Sefalosporin C

Senyawa sefalosporin memiliki gugus inti 7-amino sefalosporin acid (7-

ACA), yang mengandung gugus β-laktam (sebuah cincin dengan 2 atom C,

1gugus karbonil dan 1 atom N) dan cincin dihidrothiazin. Secara keseluruhan

nama ilmiah sefalosporin adalah asam 3-asetoksimetil-7-asilamino-3-cephem-4-

karboksilat. Berbagai senyawa turunan sefalosporin dapat diperoleh dengan

mengganti R1 dan R2. Sifat-sifat turunan sefalosporin tergantung gugus yang

terikat pada gugus inti. Gugus R1 akan mempengaruhi sifat farmakologinya

(proses yang dilalui obat dalam tubuh), sedangkan gugus R2 mempengaruhi

karakteristik anti bakterialnya (Kim et al. 2001).

Gambar 1. Struktur gugus inti sefalosporin

(Sumber: Curropin 2005)

Sefalosporin umumnya memiliki titik leleh yang rendah. Sifat asam

umumnya berasal dari gugus karboksilatnya yang terikat pada cincin

dihidrothiazin. Nilai keasamannya tergantung kondisi lingkungannya. Salah satu

sifat fisik yang menonjol dari sefalosporin adalah frekuensi dalam spektrum

inframerah. Absorpsi terjadi pada ferkuensi tinggi yang berasal dari karbonil β-

laktamnya. Dibandingkan dengan ferkuensi gugus karbonil pada senyawa lain,

misal karbonil ester dan amida frekuensi gugus karbonil termasuk cukup tinggi

( Pollegioni et al. 2013).

Adanya gugus β-laktam sangat mempengaruhi sifat kimia dari sefalosporin.

Bentuk geometri cincin dengan ikatan rangkap didalamnya menjadikan

sefalosporin sebagai molekul yang cukup stabil karena memungkinkan terjadinya

resonansi. Pembuatan senyawa turunan sefalosporin biasanya dengan melakukan

penyerangan menggunakan nukleofil seperti alkolsida atau hidroksilamin.

Sefalosporin C merupakan contoh sefalosporin yang paling awal ditemukan.

Fungsinya sebagai antibiotik yang cukup potensial menjadikannya produk

antibiotik yang banyak dihasilkan setelah penisilin. Dengan mengubah-ubah

gugus sampingnya, diperoleh berbagai senyawa turunan sefalosporin yang disebut

sefalosporin semi sintetik dengan sifat sifat yang berbeda (Zhu et al. 2011).

Sefalosporin dapat digunakan dalam melawan infeksi oleh bakteri seperti

halnya dengan antibiotik β-laktam lainnya dengan mengikat dan menjadi inhibitor

enzim pembentuk dinding peptidoglikan bakteri. Dibandingkan dengan penisilin

yang juga merupakan antibiotik β-laktam, sefalosporin memiliki sifat resisten

terhadap enzim β-laktamase yang dihasilkan oleh bakteri untuk memutus ikatan

Page 19: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

5

pada cincin β-laktam. Sefalosporin digunakan untuk mengobati berbagai jenis

infeksi oleh bakteri seperti infeksi saluran pernafasan (pneumonia, bronkitis,

tonsillitis), infeksi kulit, dan infeksi saluran urin (Schmiit et al. 2004).

Biosintesis Sefalosporin C

Biosintesis sefalosporin C dimulai dari kondensasi tiga asam amino, asam

L-α-aminodipik, L-sistein, dan L-valin, untuk membentuk tripeptida δ-(L-α-

amoniadipyl)-L-sisteinil-D-valin (LLD-ACV) dengan menggunakan enzim ACV

sintetase. Tripeptida LLD-ACV kemudian dibuat siklik untuk membentuk inti

penam (penam nucleus), isopenisilin N, dengan enzim isopenisilin N sintetase

atau siklase.

Isopenisilin N kemudian diubah menjadi penisilin N dengan mengubah

gugus samping L-α-aminoadipyl menjadi D-α-aminoadipyl menggunakan enzim

isopenisilin N epimerase (IPNE). Penisilin N kemudian diubah menjadi

deasetoksisefalosporin C yang memiliki cincin dihidrothiazin dengan

menggunakan enzim deasetoksisefalosporin C sintetase. Enzim

deasetilsefalosporin sintetase kemudian mengkatalis reaksi hidroksilasi

deasetoksisefalosporin C pada gugus metil C-3 untuk menghasilkan

deasetilsefalosporin C. Dalam A. chrysogenum, baik ekspansi cincin maupun

aktivitas hidroksilasi bertempat pada protein yang sama, yang dikodekan oleh satu

gen.

Langkah terakhir dalam biosintesis sefalosporin C dikatalisasi oleh enzim

sefalosporin C sintetase (asetiltransferase), yang melibatkan transfer satu gugus

asetil dari koenzim asetil A ke gugus hidroksimetil atom C-3 pada

deasetilsefalosporin C.

Gambar 2. Jalur mekanisme pembentukan sefalosporin C (Shen et al. 2006).

Asam amino dalam biosintesis sefalosporin merupakan unsur terpenting.

Pada awal pembentukan sefalosporin kondensasi dari ketiga asam amino

merupakan langkah utama. Ketiga asam amino yang digunakan adalah asam L-α-

aminodipik, L-sistein, dan L-valin. Asam L-α-aminodipik merupakan intermediet

dalam jalur biosintesis lisin. Lisin merupakan produk akhir dari jalur biosintesis,

pada saat level lisin lebih tinggi akan menutupi proses biosintesis dengan

Page 20: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

6

menghambat enzim pertama dari jalur pembentuk asam L-α-aminoadipik

(feedback inhibition). Hal tersebut akan menyebabkan berkurangnya senyawa

intermediet, termasuk asam L-α-aminoadipik. Penambahan lisin dalam media

dapat menghindari pengurangan produksi senyawa intermediet, karena pada saat

kondisi lisin yang tercukupi tidak semua senyawa intermediet akan digunakan

untuk pembentukan biosintesis lisin (Cheng et al. 2013).

Selain asam L-α-aminoadipik, biosintesis dari sefalosporin memerlukan

kehadiran sistein dan valin. Sistein lebih banyak digunakan karena kandungan

sulfurnya, dalam metabolisme A. chrysogenum sumber sulfur terbaik diperoleh

dari methionine melalui reaksi transsulfuration. Dalam hal ini methionine

ditambahkan sebagai stimulant/ induser produksi sefalosporin dan sebagai suplay

sistein. Sebagai sumber sulfur sistein dalam jumlah berlebih akan menghasilkan

enzim sistationin γ-lyase yang akan menghambat produksi sefalosporin, sehingga

untuk suplay sistein sebagai sumber sulfur digunakan methionine agar tidak

terjadi proses penghambatan produksi sefalosporin (Margret et al. 2013). Selain

kedua asam amino yang telah dijelaskan, terdapat valin yang juga termasuk asam

amino esensial. Biosintesis valin diawali dari asam piruvat yang berturut-turut

diubah menjadi aseto laktat, kemudian diubah menjadi α,β dihidroksi isovalerat

dilanjutkan menjadi α ketoisovalerat dan kemudian menjadi valin (Masami et al.

2004).

Acremonium crysogenum

Klasifikasi kapang Acremonium chrysogenum berdasarkan Caltexmold

(1986) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Fungi

Phylum : Ascomycota

Order : Hypocreales

Family : Hypocreaceae

Genus : Acremonium

Spesies : Acremonium chrysogenum

Morfologi

Gambar 3. Morfologi kapang Acremonium chrysogenum secara mikroskopis

(Sumber: Caltexmold 1986)

Page 21: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

7

Pada tahun 1945, Giuseppe Brotzu, seorang profesor Hygiene dari

University of Cagliari, Italia, berhasil mengisolasi strain Cephalosporium

acremonium, sejenis mold, dari air laut dekat saluran pembuangan limbah di

Cagliari, Sardinia. Percobaan yang dilakukannya membuktikan bahwa fungi ini

menghasilkan senyawa yang efektif dalam melawan Salmonella tylhi ( bakteri

gram negatif). Pada tahun 1948, Brotzu mempublikasikan penemuannya, akan

tetapi kurang menarik perhatian. Atas usul British Medical Research Council,

Brotzu kemudian mengirimkan kultur C. acremonium kepada Howard Florey di

Oxford dan kemudian diklasifikasi ulang sebagai Acremonium chrysogenium pada

tahun 1971 (Muniz et al. 2007).

Ciri morfologi fungi Acremonium chrysogenum (syn. Cephalosporium

acremonium) adalah hifanya berbentuk filamen, segmen pada hifanya berbentuk

cembung (swollen), memiliki arthrospora dan konidia. Kondisi lingkungan kaya

akan C, N dan beberapa asam amino asensial, sangat sesuai dalam proses

perkembangannya. Hifa Acremonium chrysogenum tumbuh apikal dan bercabang.

Proses reproduksi secara seksual belum ditemukan, sehingga fungi ini

dimasukkan dalam kelas deuteromycetes. Hasil penelitian dengan menggunakan

perlakuan medium menunjukkan adanya pengaruh medium terhadap diferensiasi

morfologi, misalnya pada medium yang mengandung metionin, swollen hypha

dan arthospora tampak lebih jelas daripada ditumbuhkan pada medium yang

mengandung sulfat (Tollnick 2004).

Rancangan Optimasi Media Fermentasi

Proses fermentasi memerlukan media cair, meskipun ada beberapa

fermentasi yang menggunakan media padat. Media fermentasi harus memenuhi

semua kebutuhan nutrisi yang diperlukan mikroorganisme. Formulasi media

merupakan proses formulasi dimana konstituen yang ada harus memenuhi

kebutuhan biomassa sel dan produksi metabolit serta mensuplai energi untuk

biosintesis dan pemeliharaan sel. Nutrisi harus diformulasikan untuk menunjang

sintesis produk yang diinginkan, baik berupa biomassa sel maupun metabolit

tertentu.

Menurut Jerums et al. (2005) pentingnya formulasi media dalam proses

fermentasi adalah untuk meningkatkan dan memaksimalkan hasil produksi. Secara

teknis perbanyakan inokulum dan tahapan fermentasi produksi metabolit sekunder

memerlukan formulasi media yang berbeda. Untuk target produk berupa biomassa

atau metabolit primer, media yang digunakan adalah media yang dapat

mengoptimalkan pertumbuhan mikroorganisme, sedangkan fermentasi untuk

target produk berupa metabolit sekunder, maka diperlukan media yang dapat

merangsang pertumbuhan awal, diikuti dengan kondisi yang dapat

mengoptimalkan produksi metabolit sekunder (Waites et al. 2001).

Formulasi media yang telah didesain harus memenuhi nutrisi-nutrisi penting

yang dibutuhkan oleh kapang seperti sumber karbon (C), sumber nitrogen (N),

beberapa senyawa mikro seperti vitamin dan mineral. Penentuan jenis dan jumlah

nutrisi bukan hal yang mudah karena melibatkan metabolisme yang sangat

dipengaruhi oleh komponen penyusun media (Mandenius et al. 2008).

Page 22: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

8

Sumber Karbon

Sumber karbon adalah salah satu komponen media utama yang dibutuhkan

dalam metabolisme mikroba selama fermentasi (Arjol et al. 2010). Beberapa

sumber karbon yang digunakan dalam penelitian ini adalah glukosa, sukrosa,

malto dekstrin, molases dan minyak kelapa sawit. Glukosa merupakan senyawa

monosakarida yang umumnya bersifat paling mudah dimetabolisme oleh mikroba

dibanding gula lainnya, sehingga disebut sebagai substrat primer (Wang et al.

2014). Lintasan metabolisme glukosa sebagian besar mengikuti lintasan Embden-

Meyerhof. Glukosa dikonversi menjadi glukosa-6-fosfat yang selanjutnya dalam

beberapa tahapan dikonversi menjadi asam piruvat. Senyawa ini merupakan

sumber karbon dan energi utama sebagian besar mikroba serta menjadi titik awal

sebagian besar lintasan metabolisme mikroba.

Sukrosa merupakan senyawa disakarida yang terdiri atas monosakarida

berupa glukosa dan fruktosa. Sukrosa dipecah menjadi glukosa dan fruktosa

menggunakan enzim invertase yang berlanjut menjadi fruktosa-6-fosfat oleh

enzim fruktokinase sampai terbentuknya asam piruvat yang selanjutnya piruvat

yang dihasilkan digunakan dalam siklus asam sitrat (Chakraborty 2013).

Dalam medium sefalosporin, minyak kelapa sawit merupakan sumber

karbon dan energi yang lebih utama dibandingkan glukosa. Hal ini dilakukan

untuk membatasi kadar glukosa dan mendukung pembentukan arthrospora dalam

memproduksi sefalosporin C. Minyak ini juga dapat bertindak sebagai surfaktan

untuk mengurangi terbentuknya busa (Tornisielo et al. 2007).

Malto dekstrin merupakan jenis disakarida yang merupakan hasil degradasi

pati tanaman serealia. Penggunaan substrat maltosa membutuhkan siklus yang

lebih panjang untuk memecahnya dibandingkan dengan glukosa. Maltosa

membutuhkan enzim maltose-glukoamilase yang akan memecah maltose menjadi

glukosa, dan enzim maltose-fosforilase yang akan maltosa menjadi glukosa-1-

fosfat. Selanjutnya glukosa-1-fosfat diisomerisasi menjadi glukosa-6-fosfat,

sehingga lintasan menjadi sama dengan glukosa (Moat et al. 2002).

Molases termasuk media komplek, didalamnya selain masih terdapat

kandungan gula yang cukup tinggi juga terdapat kandungan mineral seperti Mg,

Ca, Fe dan Zn yang dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan mineral

mikroorganisme. Kandungan gula yang terdapat didalam molases juga beragam

yaitu sukrosa dan beberapa gula reduksi dalam bentuk yang sederhana diantaranya

adalah glukosa. Glukosa merupakan senyawa monosakarida yang paling mudah

dimetabolisme (Wang et al. 2014). Lintasan metabolisme glukosa sebagian besar

mengikuti lintasan Embeden-Meyerhof.

Sumber Nitrogen

Menurut Heo et al. (2009) disamping sumber karbon, nitrogen juga salah

satu unsur yang merupakan komponen media utama yang perlu dilakukan

optimasi selama proses kultivasi. Beberapa sumber nitrogen yang digunakan

dalam penelitian ini adalah urea, ammonium sulfat, Yeast extract dan CSL (Corn

Step Liquor). Sumber nitrogen juga berperan penting dalam pembentukan

biomassa sel pada fase pertumbuhan. Nitrogen juga digunakan sebagai sumber

sintesis asam amino, purin, piridin, protein, DNA dan RNA (Abbas et al. 2009).

Page 23: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

9

Urea adalah senyawa organik yang tersusun dari unsur karbon, hidrogen,

oksigen dan nitrogen dengan rumus CON2H4 atau (NH2)2CO. Urea akan

terhidrolisis dan melepaskan ion ammonium (Jared et al. 2013). Ammonium

sulfat atau (NH4)2SO4 adalah garam anorganik yang memiliki banyak kegunaan.

Ammonium sulfat mengandung 21% unsur nitrogen dan 24% unsur belerang.

Ammonium sulfat akan mengalami penguraian bila dipanaskan hingga suhu

250 °C, dan pertama-tama membentuk ammonium bisulfat. Jika dipanaskan pada

suhu yang lebih tinggi, amonium sulfat akan terurai menjadi amonia, nitrogen,

sulfur dioksida, dan air ( Zhenxing et al. 2008).

Yeast Extract merupakan salah satu jenis nitrogen kompleks. Yeast extract

terbuat dari ragi pengembang roti atau pembuat alkohol (Stiebing, 2011).

Konsumsi yeast extract menurut beberapa penelitian lebih berperan pada konversi

menjadi biomassa dibandingkan dalam pembentukan metabolit sekunder (Zain et

al. 2007).

Corn Steep Liquor atau biasa dikenal dengan CSL adalah produk turunan

dari proses perendaman fermentasi jagung. CSL merupakan konsentrat kental

terlarut yang mengandung asam amino, vitamin dan mineral. Kandungan di dalam

CSL merupakan bagian penting dari beberapa media pertumbuhan. CSL curah

berguna sebagai alternatif murah pengganti pepton untuk berbagai macam metode

produksi mikrobiologi, termasuk produksi protein rekombinan dalam E. coli

( Edwinoliver et al. 2009).

Metode respon permukaan atau RSM (Response Surface Methodology)

Optimasi adalah suatu pendekatan normatif untuk mengindetifikasi

penyelesaian terbaik dalam mengambil keputusan suatu permasalahan. Unsur

penting dalam permasalahan optimasi adalah fungsi tujuan yan dipengaruhi oleh

sejumlah variabel. Dalam suatu proses, yang paling penting dioptimalkan adalah

produktivitas suatu proses. Hal ini dapat dicapai dengan mengendalikan berbagai

faktor yang menentukan aktivitas proses tersebut. Pada dasarnya proses optimasi

merupakan langkah minimalisasi biaya atau penggunaan bahan baku dan

memaksimalisasi hasil atau efisiensi proses produksi (Box dan Draper 1987).

Metode analisis varian dapat membantu peneliti untuk melihat variable yang

menimbulkan keragaman respon. Untuk memahami seberapa jauh suatu proses

yang optimum dipengaruhi oleh sejumlah variabel, sering diperlukan data-data

percobaan dalam jumlah besar dan membutuhkan waktu lama, yang secara

otomatis juga akan memerlukan biaya dalam jumlah yang besar. Beberapa teknik

statistika dan matematika sering dipakai untuk melakukan pendekatan guna

memperoleh pemahaman terhadap kondisi optimum dari suatu proses, tanpa

memerlukan data yang terlampau banyak. Diantara metode yang sering dipakai

adalah metode respon permukaan (Satriaji 2010). Metode respon permukaan (response surface methodology/ RSM) merupakan

sekumpulan teknik matematika dan statistika yang berguna untuk menganalisis

permasalahan dimana beberapa variabel independen mempengaruhi variabel respon

dan tujuan akhirnya adalah untuk memaksimalkan respon. Salah satu ciri khas dari

metode RSM, yaitu mampu melihat interaksi antar parameter, sehingga RSM dapat

memvariasikan semua parameter bersamaan. Kemampuan RSM dalam mengoptimasi

berbagai macam variabel secara bersamaan dan meninjau interaksi antar variabel

yang divariasikan, membuat optimasi menggunakan RSM menjadi lebih baik dan

cepat (Box dan Draper 1987).

Page 24: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

10

Dalam metode respon permukaan terdapat beberapa model rancangan,

antara lain : rancangan faktorial 3 taraf (3-level factorial design), rancangan

komposit pusat (central composite design), rancangan Box-Behnken ( Box-

Behnken design ), rancangan D-optimal ( D-optimal design) dengan beberapa

tipe yaitu independen, rotatable dan rotatable quardatic dapat digunakan untuk

melakukan optimasi proses (Montgomery 2001).

Central Composite Design (CCD) adalah salah satu rancangan dalam

metode respon permukaan diperkenalkan oleh Box dan Wilson. CCD merupakan

suatu rancangan yang terdiri dari rancangan faktorial tingkat dua level (tertinggi

dan terendah) ditambah dengan beberapa titik yang memungkinkan untuk

meramal adanya efek interaksi antar faktor yang dicoba. Kelompok titik tambahan

yang pertama disebut starting point yang merupakan matriks bujur sangkar yang

diagonal utamanya bernilai ± 2k/4

, dimana k adalah jumlah faktor yang dioptimasi.

Sedangkan kelompok titik tambahan kedua disebut center point yang merupakan

kombinasi dari semua titik tengah faktor yang akan dioptimasi. Central

Composite Design banyak digunakan peneliti untuk merancang percobaan

optimasi setelah faktor-faktor yang mempunyai pengaruh terhadap hasil akhir

yang diinginkan diketahui melalui percobaan berdasarkan rancangan faktorial

yang lain (Palamakula et al. 2004).

Page 25: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

11

3 METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Balai Pengkajian

Bioteknologi – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPB - BPPT),

Kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PUSPIPTEK)

Gedung 630, Serpong, Tangerang Selatan. Penelitian dilaksanakan mulai

September 2014 hingga Agustus 2015.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolate kapang

Acremonium chrysogenum CB2/11/1.10.6 yang merupakan kultur koleksi (BPB -

BPPT) Serpong, Tangerang Selatan. Molases, malto dekstrin, sukrosa dan minyak

sawit dan glukosa sebagai sumber karbon, sedangkan urea, ammonium sulfat,

yeast ekstrak dan corn step liquor sebagai sumber nitrogen. MgSO4.7H2O, CaCO3,

Parafin, minyak kedelai dan DL-methionin.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain timbangan analitik

(Mettler BB240), magnetic stirrer (Heidolph MR 2002), autoclave (Tomy

autoclave SS-325), microwave oven, incubator (Sanyo Gallenkamp MIR 52/LD

0271), mikroskop cahaya (Olympus BX51), vortex (Heidolph Reax 2000, Fine

PCR), refrigerator (LG 111 KR 00207), sentrifuge (Kubota 7780), jangka sorong

(Mitutoyo Digimatic Caliper), rotary shaker (Infors AG Rittergasse 27 CH-4103

Bottmingen), Laminar Air Flow Cabinet (ICN Biomedicals 303124SO433),

haemocytometer (Superior Marienfeld Germany), pH meter (Beckman 246641),

kertas cakram diameter 6 mm (Whatman) dan KCKT (Kromatografi Cair Kinerja

Tinggi) water 2695.

Metode

Penyiapan inokulum

Kapang Acremonium chrysogenum dalam agar miring berumur 10 hari

disuspensi dengan 6 ml garam fisiologis, kemudian sebanyak 0.5 ml diinokulasi

pada media seed culture. Media seed culture yang telah dinokulasi kemudian

diinkubasi pada inkubator kocok dengan agitasi 220 rpm, suhu 28 oC selama 72

jam. Inokulum selanjutnya digunakan sebagai starter untuk media kultivasi.

Proses kultivasi

Inokulum hasil inkubasi pada media seed culture diinolukasikan sebanyak

10% ke dalam media kultivasi, setelah itu media kultivasi di inkubasi pada

inkubator kocok dengan agitasi 220 rpm, suhu 25o C selama 120 jam.

Komposisi media basal pada kultivasi sefalosporin (Farmitalia 2001)

Media basal untuk produksi sefalosporin terdiri dari 50 g L-1

malto dekstrin,

110 g L-1

CSL, 9 g L-1

ammonium sulfat, 2.1 g L-1

urea, 5.6 g L-1

MgSO4.7H2O,

10 g L-1

CaCO3, 4 g L-1

parafin dan 10 g L-1

trace element, 0.5 g L-1

DL-methionin

kemudian disterilisasi selama 25 menit pada suhu 121oC.

Page 26: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

12

Analisis total karbon dengan metode dikromat (Horwitz 2000)

Molases, sukrosa, minyak kelapa sawit, malto dekstrin dan glukosa masing-

masing ditimbang dan ditambahkan 20 ml larutan kalium dikromat 1 N secara

perlahan lahan kemudian ditambahkan 20 ml H2SO4 pekat dan dipanaskan selama

30 menit. Sebanyak 200 ml aquadest, 5 ml asam fosfat pekat 85% dan 1 ml

larutan dipenilalamin ditambahkan pada larutan hasil pemanasan. Perlakuan yang

sama juga dilakukan pada blanko tetapi tanpa penambahan sampel. Blanko dan

sampel dititrasi dengan larutan ferosulfat 1 N hingga berwarna hijau, kemudian

ditambah dengan 1 ml larutan K2Cr2O7 1 N dan dititrasi kembali dengan FeSO4

1N sampai berwarna hijau.

Perhitungan jumlah karbon

* ( )+

Media kultivasi seleksi sumber karbon (Modifikasi metode Farmitalia 2001)

Hasil yang didapat dari analisis total karbon digunakan sebagai acuan dalam

penentuan konsentrasi masing-masing bahan yang dijadikan kandidat sumber

karbon. Komposisi sumber karbon yang digunakan dalam media kultivasi masing-

masing sebanyak 50.00 g L-1

malto dekstrin, 40.00 g L-1

molases, 37.04 g L-1

sukrosa, 39.79 g/L glukosa dan 23.05 g L-1

minyak sawit dengan total karbon

dalam masing-masing bahan adalah 31.60 %karbon. Jumlah karbon yang

digunakan sebanyak 31.60 % tersebut disesuaikan dengan jumlah karbon yang

terkandung dalam malto dekstrin sebagai sumber karbon dalam media basal.

Komposisi media kultivasi yang lain yaitu 110 g L-1

CSL, 9 g L-1

ammonium

sulfat, 2.1 g L-1

urea, 5.6 g L-1

MgSO4.7H2O, 10 g L-1

CaCO3, 4 g L-1

parafin dan

10 g L-1

trace element, kemudian disterilisasi selama 25 menit pada suhu 121oC.

Penentuan konsentrasi terbaik dari sumber karbon terpilih (Nigam et al.

2007)

Level konsentrasi molases yang diuji dalam media kultivasi antara lain 10,

20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, dan 90 g L-1

dengan total karbon yang diuji pada

masing-masing konsentrasi adalah 9.6; 19.2; 28.8; 38.8; 48; 57.6; 67.2; 76.8;

86.4 % karbon. Masing-masing konsentrasi karbon yang telah ditentukan

ditambahkan dengan komposisi media kultivasi yang lain yaitu 110 g L-1

CSL, 9

g L-1

ammonium sulfat, 2.1 g L-1

urea, 5.6 g L-1

MgSO4.7H2O, 10 g L-1

CaCO3, 4

g L-1

parafin dan 10 g L-1

trace element, kemudian disterilisasi selama 25 menit

pada suhu 121oC.

Analisis total nitrogen dengan metode Kjedahl (Maligan 2014)

Urea, ammonium sulfat, yeast ekstrak dan corn step liquor masing-masing

ditimbang sebanyak 0.5 gram kemudian ditambahkan 1 gram selenium dan 10 ml

H2SO4 pekat. Semua bahan didekstruksi dalam labu kjedhal dengan kisaran suhu

200– 250o

C sampai cairan yang terdapat dalam labu jernih. Sampel dipindahkan

kedalam alat distilasi ditambah dengan NaOH dan H3BO3, lalu dititrasi dengan

HCl 0.5 N sampai berwarna abu-abu. Volume HCl yang ditambahkan

dibandingkan dengan blanko untuk perhitungan kadar N.

Page 27: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

13

Perhitungan jumlah nitrogen

(Vol sampel – Vol blanko) x N HCL x 14.01 x Vol pengencer x 100

%Nitrogen =

Berat sampel

Media kultivasi seleksi nitrogen (Modifikasi metode Farmitalia 2001)

Hasil yang diperoleh dari analisis total nitrogen digunakan sebagai acuan

dalam penentuan konsentrasi masing-masing bahan yang dijadikan kandidat

seleksi. Jumlah nitrogen yang digunakan disetarakan dengan jumlah nitrogen yang

terkandung dalam media basal yang terdiri dari gabungan corn step liquor, urea

dan ammonium sulfat dengan jumlah nitrogen pada media basal sebesar 99 % N.

Komposisi media kultivasi seleksi nitrogen antara lain 7.89 g L-1

urea, 27.53

g L-1

ammonium sulfat, 56.809 g L-1

yeast ekstrak, 68.54 g L-1

corn step liquor

hasil fermentasi jagung buatan (CSL biotek), 199.126 g L-1

corn step liquor hasil

samping fermentasi jagung (CSL), 20.21 g L-1

ammonium sulfat yang digabung

dengan 2.1 g L-1

urea, 110 g L-1

corn step liquor samping fermentasi yang

digabung dengan 12.32 g L-1

ammonium sulfat, 110 g L-1

corn step liquor

samping fermentasi yang digabung dengan 3.53 g L-1

urea dan gabungan antara

110 g L-1

corn step liquor, 5 g L-1

ammonium sulfat dan 2.1 g L-1

urea secara

masing-masing digunakan sebagai sumber nitrogen dan komposisi media kultivasi

yang lain yaitu 50 g L-1

malto dekstrin, 5.6 g L-1

MgSO4.7H2O, 10 g L-1

CaCO3, 4

g L-1

parafin dan 10 g L-1

trace element.

Penentuan konsentrasi terbaik dari sember nitrogen terpilih (Demian et al.

2006)

Konsentrasi corn step liquor: urea: ammonium sulfat yang diuji dalam

media kultivasi antara lain 60:1.15:2.73 g L-1

, 70:1.34:3.18 g L-1

, 80:1.53:3.64

g/L, 90:1.72:4.09 g L-1

, 100:1.91:4.55 g L-1

, 110:2.1:5 g L-1

, 120:2.29:5.45 g L-1

,

130:2.71:5.91 g L-1

, 140:3.44:6.36 g L-1

, 150:4.69:6.82 g L-1

dengan total nitrogen

yang diuji pada masing-masing konsentrasi adalah 54, 63, 72, 81, 90, 99, 108,

117, 126, 135 % nitrogen. Masing-masing konsentrasi nitrogen yang telah

ditentukan ditambahkan dengan komposisi media kultivasi yang lain yaitu 50 g L-

1 malto dekstrin, 5.6 g L

-1 MgSO4.7H2O, 10 g L

-1 CaCO3, 4 g L

-1 parafin dan 10 g

L-1

trace element.

Penentuan konsentrasi DL-methionin

Konsentrasi DL-methionin yang diuji dalam media kultivasi antara lain 0.1;

0.2; 0.3; 0.4; 0.5; 0.6; 0.7; 0.8; 0.9 g L-1

. Masing-masing konsentrasi DL-

methionin yang telah ditentukan ditambahkan dengan komposisi media kultivasi

yang lain yaitu 50 g L-1

malto dekstrin, 110 g L-1

corn step liquor, 2.1 g L -1

urea,

ammonium sulfat 5 g L-1

, 5.6 g L-1

MgSO4.7H2O, 10 g L-1

CaCO3, 4 g L-1

parafin

dan 10 g L-1

trace element.

Optimasi komposisi media kultivasi untuk produksi sefalosporin C

Rancangan optimasi media menggunakan rancangan central composite

design (CCD). Rancangan yang digunakan mengandung tiga taraf faktor, yaitu

rancangan faktorial 23

yang dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali, starting point

Page 28: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

14

(titik awal) yang dilakukan pengulangan 3 kali, dan center point (titik tengah)

yang diulang 6 kali dan dikodekan untuk tiap faktor (Tabel 1).

Tabel 1. Rancangan percobaan central composite design (CCD)

No.

Percobaan

Rancangan

Percobaan

Level faktor yang dikodekan

Konsentrasi

sefalosporin

(mg L-1) Molases

(g L-1)

CSL: urea:

ammonium

sulfat

(%N)

DL-

methionin

(g L-1)

1 Faktorial -1 -1 -1 Y1

2 -1 -1 1 Y2

3 -1 1 -1 Y3

4 -1 1 1 Y4

5 1 -1 -1 Y5

6 1 -1 1 Y6

7 1 1 -1 Y7

8 1 1 1 Y8

9 Starting

point

0 -α 0 Y9

10 0 α 0 Y10

11 0 0 -α Y11

12 0 0 α Y12

13 -α 0 0 Y13

14 α 0 0 Y14

15 Center point 0 0 0 Y15

Pengertian dari kode diatas yaitu -1 adalah batas bawah, 0 adalah titik

tengah, 1 adalah batas atas, dan α adalah starting point. Kultivasi dilakukan

dengan menggunakan kultur kocok pada erlenmeyer 250 mL volume kerja 30 mL

pada suhu 25ºC, 220 rpm selama 120 jam.

Panen ekstrak kasar dan analisa kadar sefalosporin (Farmitalia 2001)

Panen dilakukan dengan cara sentrifugasi kaldu hasil kultivasi sefalosporin

sebanyak 10 ml pada kecepatan 3000 rpm selama 20 menit pada suhu 4oC.

Supernatan diambil sebagai ekstrak kasar dan disentrifugasi kembali pada

kecepatan 15000 rpm 4oC selama 15 menit dengan tujuan mengurangi pengotor

yang terdapat dalam ekstrak. Supernatan yang terbentuk dianalisis dengan

menggunakan KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi). Metode KCKT yang

digunakan yaitu KH2PO4 dan methanol sebagai fase gerak dengan perbandingan

sebesar 55:45 %. Detektor Photo Dioda Array (PDA) UV vis pada λ 254 nm dan

kolom C-18 (4.6 x 150 mm).

Analisis data

Seleksi sumber karbon, nitrogen serta penentuan level konsentrasi dirancang

menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 1 faktor pada tiap-tiap proses

penentuan nutrisi. Data yang diperoleh dari masing-masing perlakuan dianalisis

sidik ragam (ANOVA). Apabila hasilnya menunjukkan perbedaan yang nyata,

analisis akan dilanjutkan dengan uji t pada taraf 5% menggunakan software

Minitab 14.

Konsentrasi sefalosporin C dari media dengan sumber karbon, nitrogen dan

DL-methionin terpilih dianalisa dengan analisis ragam untuk melihat perbedaan

Page 29: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

15

respon peubah. Data optimasi media diolah menggunakan perangkat lunak Design

Expert versi 7 untuk mendapatkan model matematika sebagai berikut:

Y = ao + a1x1i + a2x2i- a3x3i – a11 x12

+ a22x22

+ a33x32

+ a12x1x2+ a13x1x3 +

a23x2x3 Keterangan:

Y :Respon yang muncul dari masing-masing perlakuan (konsentrasi)

aoaiaij : Koefisien regresi

x1 : Konsentrasi sumber karbon (g L-1

)

X2 : Konsentrasi sumber nitrogen (%N)

X3 : Konsentrasi DL-methionin (g L-1

)

Persamaan dapat digunakan untuk menghitung media kultivasi optimum

antara komposisi sumber karbon dan sumber nitrogen terpilih dengan konsentrasi

metionin terbaik. Pemerikasaan lanjutan terhadap model dilakukan dilakukan

melalui analisis signifikansi model lack of fit dan R2. Kombinasi terpilih

selanjutnya akan di verifikasi pada skala yang sama.

Verifikasi hasil optimasi

Hasil optimasi yang telah dilakukan didapatkan komposisi yang maksimal

dalam produksi sefalosporin. Hal ini perlu dilakukan verifikasi untuk melihat

ketepatan model ketika dilakukan pengulangan pada skala yang sama yaitu skala

laboratorium. Komposisi media hasil optimasi yang di yang dilakukan verifikasi

adalah sebagai berikut 68.28 g L-1

molases, 80 g L-1

CSL, 1.53 g L-1

urea, 3.64 g

L-1

ammonium sulfat, 0.4 g L-1

DL-methionin, 5.6 g L-1

MgSO4.7H2O, 10 g L-1

CaCO3, 4 g L-1

parafin dan 10 g L-1

trace element, kemudian disterilisasi selama

25 menit pada suhu 121oC.

Pengujian yang sama juga dilakukan pada media basal yang digunakan

sebelum optimasi untuk produksi sefalosporin. Komposisi media basal yang

digunakan adalah sebagai berikut 50 g L-1

malto dekstrin, 110 g L-1

CSL, 9 g L-1

ammonium sulfat, 2.1 g L-1

urea, 5.6 g L-1

MgSO4.7H2O, 10 g L-1

CaCO3, 4 g L-1

parafin dan 10 g L-1

trace element, 0.5 g L-1

DL-methionin.

Hasil yang didapat digunakan untuk perbandingan antara media hasil

optimasi dan media basal dalam produksi sefalosporin. Masing–masing perlakuan

dilakukan pengulangan sebanyak 8 kali.

Page 30: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

16

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis kandungan karbon pada media seleksi sumber karbon

Pemilihan sumber karbon diawali dengan melakukan analisis total karbon

pada masing-masing bahan yaitu molases, sukrosa, minyak kelapa sawit, malto

dekstrin dan glukosa. Hasil analisa tersebut digunakan sebagai acuan untuk

menentukan konsentrasi masing-masing sumber karbon yang digunakan dalam

proses seleksi sumber karbon terbaik. (Lee et al. 2010).

Hasil analisis total karbon yang terdapat dalam Tabel 2 menunjukkan

jumlah karbon dalam masing-masing bahan. Jumlah karbon yang digunakan

disesuaikan dengan jumlah karbon yang terkandung dalam malto dekstrin sebagai

sumber karbon media basal. Hal ini dilakukan agar perbandingan karbon dalam

masing-masing bahan di dalam media kultivasi dalam jumlah yang sama.

xTabel 2. Kandungan total karbon pada masing-masing bahan

Bahan Kandungan C dalam

masing masing bahan

Bobot sumber karbon

yang dibutuhkan (g L-1

)

Molases 38.54 41

Glukosa 40.75 39

Sukrosa 42.22 37

Malto dekstrin 31.93 50

Minyak kelapa sawit 67.72 23

Pemilihan jenis sumber karbon terbaik

Sumber karbon berfungsi dalam penyediaan kebutuhan energi untuk

pertumbuhan mikroba dan juga dapat berfungsi sebagai substrat untuk enzim yang

diperlukan oleh mikroba (Riadi 2007). Seleksi karbon yang dilakukan dari

berbagai sumber karbon secara masing-masing yaitu malto dekstrin, molases,

sukrosa, glukosa dan minyak sawit menghasilkan molases sebagai sumber karbon

terbaik (Gambar 4). Mandenius (2011) menyatakan bahwa molases termasuk

media komplek, didalamnya selain masih terdapat kandungan gula yang cukup

tinggi juga terdapat kandungan mineral seperti Mg, Ca, Fe dan Zn yang

dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan mineral mikroorganisme. Kandungan

gula yang terdapat didalam molases juga beragam yaitu sukrosa dan beberapa gula

reduksi dalam bentuk yang sederhana diantaranya adalah glukosa.. Lintasan

metabolisme glukosa sebagian besar mengikuti lintasan Embeden-Meyerhof

(Ngili 2009). Glukosa dikonversi menjadi glukosa-6-fosfat yang selanjutnya

dalam beberapa tahapan dikonversi menjadi asam piruvat.

Jumlah glukosa yang berlebih akan medorong pertumbuhan yang cepat

sehingga kurang tepat jika digunakan dalam menghasilkan sefalosporin yang

merupakan produk metabolit sekunder, yang dihasilkan bukan pada fase

pertumbuhan melainkan pada fase stasioner (Cai et al. 2013). Menurut Hoque et

al. (2003) menyatakan bahwa untuk memproduksi metabolit sekunder akan

didapatkan produk dalam jumlah yang tinggi jika menggunakan substrat dalam

bentuk gula komplek. Hal ini sebanding dengan hasil yang didapatkan (Gambar 4)

ketika menggunakan molases sebagai sumber karbon. Diketahui bahwa dalam

molases selain kandungan sukrosanya yang tinggi juga terdapat glukosa yang

dapat dimanfaatkan secara langsung untuk menjaga pertumbuhan sel, disisi lain

Page 31: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

17

kandungan glukosa yang terbatas dalam molases mengharuskan sel untuk

menggunakan sukrosa sebagai sumber karbon selanjutnya. Hal ini akan

mengakibatkan sel tidak terfokus pada pertumbuhannya karena harus memecah

sukrosa menjadi gula yang lebih sederhana untuk dapat digunakan, sehingga

ketika pertumbuhan sel terhambat sel akan memasuki fase stasioner dimana

metabolit sekunder dihasilkan. Lintasan metabolisme sukrosa diawali dengan

mengkonversi sukrosa terlebih dahulu menjadi glukosa dan fruktosa

menggunakan enzim invertase yang berlanjut menjadi fruktosa-6-fosfat oleh

enzim fruktokinase sampai terbentuknya asam piruvat yang selanjutnya piruvat

yang dihasilkan digunakan dalam siklus asam sitrat (Chakraborty 2013)

Sebagai antibiotik, sefalosporin dihasilkan oleh kapang pada akhir fase

pertumbuhannya dengan mengkatalis enzim sefalosporin C sintetase

(asetiltransferase), yang melibatkan transfer satu gugus asetil dari koenzim asetil

A ke gugus hidroksimetil atom C-3 pada deasetilsefalosporin C (Schmitt et al.

2004). Enzim yang berperan dalam proses pembentukan sefalosporin dihasilkan

dengan menggunakan sumber karbon sebagai substrat untuk menghasilkan

piruvat. Pada tahap selanjutnya piruvat diubah menjadi asetil-koA untuk bisa

digunakan dalam proses metabolisme. Menurut Ruiz (2010) enzim yang telah

dibentuk, pada fase akhir pertumbuhan kapang akan digunakan untuk mengkatalis

produk metabolit sekunder yaitu sefalosporin.

Gambar 4. Pengaruh jenis sumber karbon (MD= Malto dekstrin, M= Molases, S=

Sukrosa, G= Glukosa M.K.S= Minyak sawit) terhadap produksi

sefalosporin. Keterangan: huruf yang berbeda menunjukkan beda

nyata perlakuan pada taraf uji 5%

Penentuan level konsentrasi karbon terpilih untuk produksi sefalosporin

pada Acremonium chrysogenum

Hasil percobaan menunjukkan konsentrasi molases sebagai sumber karbon

terpilih berpengaruh nyata terhadap produksi sefalosporin. Terlihat pada Gambar

5, sefalosporin maksimal pada molases konsentrasi 70 g L-1

, dengan penambahan

konsentrasi molases membuat produksi sefalosporin menurun secara signifikan.

Ruiz (2010) menyatakan bahwa kapang A.chrysogenum cenderung mengalami

mekanisme penghambatan produksi sefalosporin oleh sumber karbon yang

berlebih. Hal ini disebabkan asetil-koA yang dihasilkan dalam siklus krebs ketika

jumlah karbon mencapai jumlah tertentu menghasilkan korepresor untuk

c

a b

e

d

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

M.D M S M.K.S G

Sef

alosp

ori

n (

mg L

-1)

Jenis sumber karbon

Page 32: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

18

menginaktifkan gen CreA yang merupakan penghasil enzim asetiltransferase

sehingga gen CreA tidak dapat di trasnkripsi (Ramos et al. 2004).

Gambar 5. Pengaruh level konsentrasi molases terhadap produksi sefalosporin. Huruf

yang berbeda menunjukkan beda nyata perlakuan pada taraf uji 5%.

Analisis kandungan nitrogen pada media seleksi sumber nitrogen

Pemilihan sumber nitrogen diawali dengan melakukan analisis total nitrogen

pada masing-masing bahan yaitu urea, ammonium sulfat, yeast ekstrak, corn step

liquor hasil fermentasi jagung buatan (CSL Biotek), corn step liquor hasil limbah

fermentasi jagung (CSL). Hasil analisa tersebut digunakan sebagai acuan untuk

menentukan konsentrasi masing-masing sumber nitrogen yang digunakan dalam

proses seleksi sumber nitrogen terbaik (Lee et al. 2010).

Hasil analisa total nitrogen yang terdapat dalam Tabel 3 menunjukkan

jumlah nitrogen dalam masing-masing bahan. Jumlah nitrogen yang digunakan

disesuaikan dengan jumlah nitrogen yang terkandung dalam media basal. Hal ini

dilakukan agar perbandingan nitrogen dalam masing-masing bahan di dalam

media kultivasi dalam jumlah yang sama.

Tabel 3. Kandungan total nitrogen dalam masing-masing bahan seleksi sumber

nitrogen

Bahan Kandungan N dalam

masing masing bahan

Bobot sumber nitrogen

yang dibutuhkan (g L-1

)

Yeast ekstrak 10.34 56.00

CSL Standart 2.95 199.12

Urea 74.39 7.89

Ammonium Sulfat 21.34 27.53

CSL Biotek 8.57 68.54

Pemilihan jenis sumber nitrogen untuk produksi sefalosporin pada

Acremonium chrysogenum

Riadi (2007) menyatakan bahwa sumber nitrogen berfungsi sebagai

penyedia protein dan asam amino bagi kebutuhan nutrisi mikroba selama proses

pertumbuhannya. Berdasarkan seleksi nitrogen yang dilakukan bahwa

penggunaan sumber nitrogen secara bersama-sama antara corn step liquor (CSL),

urea dan ammonium sulfat merupakan sumber nitrogen terbaik (Gambar 6).

f e

c b b b

a

d e

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

10 20 30 40 50 60 70 80 90

Sef

alosp

ori

n (

mg L

-1)

konsentrasi molases (g L-1)

Page 33: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

19

Manfaati (2010) menyatakan bahwa penggunaan ammonium sulfat dalam media

kultivasi menghasilkan kondisi asam karena ion ammonium yang dikonsumsi

akan melepaskan asam bebas. Ion ammonium dalam kultur jamur akan

menghambat penyerapan asam amino, sehingga asam amino yang tersedia dalam

media tidak digunakan secara keseluruhan untuk pertumbuhan, sedangkan

penggunaan urea dalam media kultivasi menurut Cao (2009) berfungsi untuk

mempertahankan pH di dalam media kultivasi yang cenderung meningkat akibat

perombakan asam amino, Sedangkan CSL merupakan sumber nitrogen yang yang

kaya akan asam amino yang dibutuhkan dalam biosistesis sefalosporin (Brakhage

2012). Kandungan asam amino yang terdapat dalam CSL diantaranya adalah valin

dan sistein yang merupakan salah satu asam amino unsur penyusun jalur

biosintesis sefalosporin (Schmitt et al. 2004). Sesuai dengan asumsi awal bahwa

dengan penggunaan ketiga sumber nitogen yaitu CSL, urea dan ammonuim sulfat

secara bersama-sama dengan fungsi yang sinergi pada jalur metabolisme kapang

akan meningkatkan produksi sefalosporin.

Gambar 6. Pengaruh jenis nitrogen (A.S= Ammonium sulfat, U= Urea, YE=

Yeast ekstrak, CSL= Corn step liquor terhadap produksi

sefalosporin. Keterangan: huruf yang berbeda menunjukkan beda

nyata perlakuan pada taraf uji 5%

Penentuan level konsetrasi sumber nitrogen untuk produksi sefalosporin

pada Acremonium chrysogenum Hasil percobaan menunjukkan konsentrasi CSL, urea dan ammonium sulfat

sebagai sumber nitrogen terpilih berpengaruh nyata terhadap produksi

sefalosporin. Terlihat pada Gambar 7 sefalosporin maksimal pada total nitrogen

dengan konsentrasi 72 %N. Penambahan konsentrasi nitrogen membuat produksi

sefalosporin menurun secara signifikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Tudzynski (2014) yang menyatakan bahwa nitrogen merupakan unsur yang

penting untuk pertumbuhan kapang karena digunakan untuk menyusun asam

amino yang digunakan untuk pertumbuhan, selain itu nitrogen juga digunakan

untuk biosintesis sefalosporin. Jumlah nitrogen yang tinggi justru akan menekan

produksi sefalosporin. Li et al. (2013) menyatakan bahwa konsentrasi nitrogen

yang tinggi menyebabkan efek represi. Fenomena katabolik represi nitrogen

amonium sulfat telah dilaporkan mempengaruhi banyak enzim katabolik,

d d

d d d d

c b

a

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

Urea A.S Y.E CSL

Biotek

CSL U+A.S CSL +

A.S

CSL +

U

CSL+

U+ A.S

Sef

alosp

ori

n (

mg L

-1)

Jenis sumber nitrogen

Page 34: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

20

termasuk yang memainkan peran penting dalam biosintesis sefalosporin seperti

pada transkripsi gen AreA yang merupakan gen penyandi ko-repressor .

Gambar 7. Pengaruh level konsentrasi nitrogen terhadap produksi sefalosporin.

Keterangan: huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata perlakuan

pada taraf uji 5%

Penentuan level konsetrasi DL-methionin untuk produksi sefalosporin pada

Acremonium chrysogenum Penentuan level konsentrasi DL-methionin dilakukan untuk mengetahui

batas toleransi penggunaan methionin dalam media kultivasi untuk produksi

sefalosporin. Methionin pada media kultivasi kapang A. chrysogenum berfungsi

sebagai sumber sulfur, selain itu juga berfungsi sebagai penginduksi Isopenisilin

N sintetase. Pada pengujian level konsentrasi (Gambar 8) penggunaan methionin

dengan konsentrasi 0.4 g L-1

menghasilkan sefalosporin tertinggi. Menurut

Martian (2012) methionin dalam media produksi sefalosporin mempunyai fungsi

sebagai penginduksi enzim yang berperan dalam jalur biosisntesis sefalosporin,

selain itu methionin juga berfungsi menstimulasi kapang A. chrysogenum dalam

pembentukan arthrospora yaitu fase dimana sefalosporin optimal dihasilkan, tetapi

dengan penggunaan methionin yang berlebihan akan bersifat racun pada kapang

karena methionin dalam biosintesis sefalosporin oleh A. chrysogenum berfungsi

juga sebagai sumber sulfur, sulfur akan direduksi menjadi sulfida dan sebagian

dalam bentuk sulfur dioksida atau hidrogen sulfida yang keberadaannya bersifat

racun (Lee et al. 2010).

Gambar 8. Pengaruh level konsentrasi DL-methionin terhadap produksi sefalosporin.

Huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata perlakuan pada taraf uji

5%

c b

a

c c c c c

d c

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

54 63 72 81 90 99 108 117 126 135

Sef

alosp

ori

n (

mg L

-1)

Konsentrasi total nitrogen dalam gabungan CSL,

urea dan A. sulfat (%N)

b c

b a

b b b b

c

0

1000

2000

3000

4000

5000

0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9

Sef

alo

spo

rin (

mg L

-1)

Konsentrasi DL-Methionin (g L -1)

Page 35: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

21

Optimasi komposisi media produksi sefalosporin oleh kapang A.

chrysogenum

Optimasi medium fermentasi A. chrysogenum menggunakan rancangan

percobaan Central Composite Design (CCD) (Box & Draper 2007) dengan

kombinasi tiga faktor perlakuan yaitu molases sebagai sumber karbon (X1, g L-1

),

gabungan CSL, urea dan ammonium sulfat sebagai sumber nitogen (X2, %N) dan

DL-methionin sebagai induser (X3, g L-1

) yang merupakan variabel bebas dan

konsentrasi sefalosporin (Y2, mg L-1

) yang merupakan variabel terkontrol.

Rancangan optimasi ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4. Level konsentrasi masing-masing faktor pada central composite design

Faktor Level

Kode -1.682 -1 0 1 1.682

Molases (g L-1

) X1 53.18 60 70 80 86.82

CSL, urea, ammonium sulfat

(% N)

X2 55.18 62 72 82 88.82

DL-methionin (g L-1

) X3 0.23 0.30 0.40 0.50 0.57

Rancangan percobaan CCD terdiri dari faktorial, starting point, dan center

point. Faktorial berjumlah delapan unit percobaan dengan tiga kali ulangan.

Starting point berjumlah enam unit percobaan dengan tiga kali ulangan,

sedangkan center point berjumlah satu unit percobaan dengan enam kali ulangan.

Sehingga total unit percobaan menjadi 48. Konsentrasi sefalosporin yang

dihasilkan pada 48 unit percobaan (Lampiran 14).

Hasil optimasi dengan pengujian statistika pada konsentrasi sefalosporin

sebagai respon ditampilkan pada Lampiran 15. Hasil analisis varian beberapa

model menunjukkan bahwa model kuadratik vs 2FI secara nyata (nilai p = 0.0001)

dapat menjelaskan data yang diperoleh. Selanjutnya, uji ketidakcocokan model

(lack of fit) menunjukkan bahwa model kuadratik secara nyata menunjukkan nilai

lack of fit yang tidak signifikan (nilai p=0.0622) dan merupakan model yang

disarankan (Lampiran 14). Model kuadratik memiliki nilai R-squared paling besar

diantara yang lain yaitu 0.9139. Nilai R-squared ini menunjukkan bahwa ketiga

variabel berpengaruh terhadap keragaman respon sebesar 91.39 % sedangkan

sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti (Dasari et al. 2009). Nilai

PRESS (prediction error sum of squares) untuk model kuadratik paling rendah,

hal ini menunjukkan bahwa model kuadratik adalah model yang paling baik

dibandingkan yang lain.

Hasil analisis varian untuk model kuadratik (Tabel 5) menunjukkan bahwa

model kuadratik secara signifikan (nilai p <0.0001) dapat mempengaruhi respon

yang dihasilkan. Pengaruh molasses sebagai sumber karbon, gabungan CSL, urea

dan ammonium sulfat sebagai sumber nitogen dan DL-methionin secara linier

menunjukkan hasil yang signifikan menunjukkan pengaruh terhadap respon yaitu

konsentrasi sefalosporin hal ini dikarenakan nilai (p <0.05), sedangkan secara

interaksi hanya interaksi antara molses dan gabungan CSL, urea dan ammonium

sulfat yang tidak signifikan (p>1.024). Pengaruh model kuadratik menunjukkan

hasil yang signifikan (p<0.05). Hasil lack of fit yang tidak signifikan (nilai p >

0.622) menunjukkan bahwa model kuadratik merupakan model yang tepat.

Perbandingan nilai mean square lack of fit dengan pure error menghasilkan uji F

yang apabila hasilnya tidak signifikan mengindikasikan bahwa model tersebut

Page 36: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

22

adalah model yang tepat (Cui et al. 2005). Dengan demikian model kuadratik

adalah model yang mewakili respon dan digunakan untuk optimasi komposisi

media produksi sefalosporin dari kapang A.chrysogenum.

Tabel 5. Analisis varian dan Lack of Fit Test terhadap permukaan respon model

kuadratik

Source Sum of

Squares df

Mean

Square

F

Value

p-value

Prob > F

Model 9776960.0 9 1086329 44.7964 < 0.0001 Signifikan

X1 Molases 678696.9 1 678696 27.9871 < 0.0001

X2 CSL, urea

dan a. sulfat 122165.7 1 122165 5.0377 0.0307

X3 DL-

methionin 103192.0 1 103192 4.2553 0.0460

X1X2 67947.7 1 67947 2.8019 0.1024

X1X3 237461.6 1 237461 9.7921 0.0034

X2X3 1135185.0 1 1135185 46.8111 < 0.0001

X12 3560193.0 1 3560193 146.8100 < 0.0001

X22 6391890.0 1 6391890 263.5794 < 0.0001

X32 2933433.0 1 2933433 120.9646 < 0.0001

Residual 921512.9 38 24250

Lack of Fit 242257.9 5 48451 2.3539 0.6220

Tidak

signifikan

Pure Error 679255.0 33 20583

Total 10698473.0 47

Model kuadratik yang dapat menjelaskan data pengaruh komposisi media

terhadap kadar sefalosporin yang diperoleh adalah:

Y = 3863 - 128.71X1 - 54.61X2 - 50.19X3 - 53.21X1X2 - 99.47X1X3 - 217,48X2X3

- 357.91 X12

- 479.57X22 - 324.88X3

2

Persamaan matematika diatas menjelaskan bahwa, Y merupakan konsentrasi

sefalosporin, X1 adalah konsentrasi molases sebagai sumber karbon (g L-1

), X2

adalah konsentrasi CSL, urea dan ammonium sulfat sebagai sumber nitrogen

(%N), dan X3 adalah konsentrasi DL-methionin (g L-1

). Persamaan di atas

menunjukkan bahwa molasses, gabungan CSL, urea, ammonium sulfat serta DL-

methionin mempunyai pengaruh terhadap sefalosporin yang dihasilkan A.

chrysogenum dalam media kultivasi. molases, gabungan CSL, urea, ammonium

sulfat serta DL-methionin berpengaruh secara kuadratik. Hal ini menunjukkan

bahwa Molasses, gabungan CSL, urea, ammonium sulfat serta DL-methionin

mempunyai hubungan langsung dengan konsentrasi sefalosporin yang disintesis

A. chrysogenum. Tanda negatif (-) pada koefisien kuadratik (X12, X2

2, dan X3

2)

menunjukkan bahwa grafik respon yang diperoleh adalah maksimum atau grafik

parabola terbuka ke bawah (Jayati et al. 2004).

Plot permukaan respon sebagai fungsi antara dua variabel dari tiga variabel

yang diujikan akan lebih memudahkan untuk melihat pengaruh dari variabel-

variabel tersebut. Hubungan antara Molases, gabungan CSL, urea, ammonium

Page 37: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

23

sulfat dalam bentuk permukaan respon dan kontur plot disajikan pada Gambar 9.

Kenaikan konsentrasi molases, gabungan CSL, urea, ammonium sulfat

berpengaruh terhadap produksi sefalosporin dari A. chrysogenum dengan

pengaruh yang relatif sama. Konsentrasi molases di atas 70 g L-1

level (0) dan

konsentrasi gabungan CSL, urea, ammonium sulfat di atas 72 g L-1

level (0)

mengakibatkan penurunan produksi sefalosporin. Tidak ada interaksi antara

molases dengan gabungan CSL, urea, ammonium sulfat (p = 0.1024).

a b

Gambar 9. Hubungan antara molases dan gabungan CSL, urea, ammonium sulfat

dalam bentuk kontur plot (a) dan permukaan respon (b)

Hubungan antara molases dan DL-methionin dalam bentuk permukaan

respon dan kontur plot disajikan pada Gambar 10. Kenaikan konsentrasi molases

dan DL-methionin berpengaruh terhadap produksi sefalosporin. Konsentrasi

molases di atas 70 g L-1

level (0) menyebabkan penurunan produksi senyawa

aktif, hal yang sama juga terjadi pada konsentrasi DL-methionin di atas 0.4 g L-1

level (0) menurunkan produksi sefalosporin. Terdapat interaksi antara molases

dengan DL-methionin (p=0.0034).

a b

Gambar 10. Hubungan antara molases dan DL-methionin dalam bentuk kontur

plot (a) dan permukaan respon (b)

Hubungan antara gabungan CSL, urea, ammonium sulfat dan DL-methionin

dalam bentuk permukaan respon dan kontur plot disajikan pada Gambar 11.

Kenaikan konsentrasi gabungan CSL, urea, ammonium sulfat dan DL-methionin

berpengaruh terhadap produksi sefalosporin. Konsentrasi gabungan CSL, urea,

Page 38: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

24

ammonium sulfat di atas 72 %N level (0) mengakibatkan penurunan produksi

sefalosporin, hal yang sama juga terjadi pada konsentrasi DL-methionin di atas

0.4 g L-1

level (0) menurunkan produksi sefalosporin. Terdapat interaksi antara

gabungan CSL, urea, ammonium sulfat dan DL-methionin (p=0.0001).

a b

Gambar 11. Hubungan antara gabungan CSL, urea, ammonium sulfat dan DL-

methionin dalam bentuk kontur plot (a) dan permukaan respon (b)

Verifikasi Model

Maksimum konsentrasi sefalosporin berdasarkan model diprediksi sebesar

3876 mg L-1

dengan komposisi media 68.28 g L-1

molases, 71.61 %N yang

merupakan gabungan corn step liquor, urea dan ammonium sulfat dan 0.4 g L-1

DL-methionin. Hasil optimasi tersebut mempunyai desirability (R2) sebesar

0.9871 (Tabel 6). Komposisi media hasil optimasi diverifikasi ulang sebanyak

delapan kali ulangan. Verifikasi komposisi media optimal menghasilkan

sefalosporin sebesar 3696 mg L-1

(Lampiran 18). Konsentrasi ini mencapai

95.36% dari hasil yang diprediksi oleh model (Tabel 6). Menurut Xu et al. 2008

hasil verifikasi prediksi model dengan ketepatan pengulangan sebesar lebih dari

90% menyatakan bahwa pengunaan model untuk optimasi sudah sesuai,

sedangkan selebihnya dipengaruhi oleh variabel lain dalam media kultivasi yang

tidak diteliti (Spolaore et al. 2006).

Tabel 6. Komposisi media hasil prediksi optimasi model yang akan diverikasi

Nama Tujuan Batas

bawah Batas atas Lower Weight

Upper

Weight

Molasses Dalam

kisaran 60 80 1 1

CSL, urea,

A.sulfat

Dalam

kisaran 62 82 1 1

DL-

methionin

Dalam

kisaran 0.3 0.5 1 1

F

4

Maksimal 2018.53 3897 1 1

Komposisi

media yang

diverifikasi

molases

CSL,

urea,

a.sulfat

DL-

methionin [Sefalosporin] Desirability

68.28 71.61 0.4 3876 0.989106

Page 39: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

25

Konsentrasi optimal sumber karbon, nitrogen dan DL-methionin terbukti

meningkatkan produksi sefalosporin. Meskipun hasil verifikasi masih dibawah

prediksi akan tetapi optimasi dengan metode respon permukaan mampu

meningkatkan produksi sefalosporin 1.48 kali dibandingkan sebelum dilakukan

optimasi, hasil yang didapatkan sebelum optimasi dengan menggunakan media

basal yaitu menghasilkan konsentrasi sefalosporin sebesar 2487 mg L-1

(Gambar

12). Hal ini menunjukkan bahwa pemilihan variabel serta level variabel pada

optimasi media kultivasi sudah tepat.

Gambar 12. Perbandingan hasil produksi sefalosporin sebelum dan sesudah

optimasi

0

1000

2000

3000

4000

5000

Hasil verifikasi model Media basal

Sef

alo

spori

n (

mg L

-1)

Perlakuan sebelum dan sesudah optimasi

Page 40: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

26

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:

1 Seleksi karbon menghasilkan molases sebagai sumber karbon terbaik dan pada

pengujian level konsentrasi, molases pada level 70 g L-1

merupakan konsentrasi

terbaik dalam menghasilkan sefalosporin.

2 Hal yang sama juga dilakukan pada seleksi sumber nitrogen menghasilkan

gabungan antara corn step liquor, urea dan ammonium sulfat sebagai sumber

nitrogen terbaik dan pada pengujian level konsentrasi, gabungan corn step

liquor, urea dan ammonium sulfat dengan total nitrogen 72%N merupakan

konsentrasi terbaik dalam menghasilkan sefalosporin.

3 Prediksi model hasil optimasi menggunakan metode respon permukaan

menghasilkan sefalosporin sebesar 3876 mg L-1

dengan komposisi yaitu 68.28

g L-1

molases sebagai sumber karbon, 71.61 %N yang merupakan gabungan

corn step liquor, urea dan ammonium sulfat sebagai sumber nitrogen dan 0.4 g

L-1

DL-methionin, setelah dilakukan verifikasi komposisi media optimal

dihasilkan sefalosporin sebesar 3696 mg L-1

. Hasil optimasi ini meningkatkan

produksi sefalosporin sebesar 1.48 kali dibandingkan media basal (sebelum

dioptimasi).

Saran

Optimasi produksi sefalosporin dalam penelitian ini masih merupakan

model dasar yang datanya diperoleh dari kultivasi kultur kocok. Faktor lain yang

sekiranya mempengaruhi seperti suhu, pH juga perlu dilakukan optimasi.

Disamping itu perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk memvalidasi hasil

optimasi dalam skala bioreaktor (fermentor). Kultivasi dalam skala bioreaktor

terkendali diharapkan dapat memudahkan untuk optimasi kondisi proses

dibandingkan dengan menggunakan kultur kocok.

Page 41: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

27

DAFTAR PUSTAKA

Abbas A, Valez H, Dobson AD. 2009. Analysis of the effect of nutritional factors

on OTA and OTB biosynthesis and polyketide synthase gene expression in

Aspergillus ochraceus. Int. J. Food Microbiol. 135: 22–27.

Box GEP, Draper NR. 1987. Response Surfaces, Mixtures, and Ridge Analyses.

Hoboken. John Wiley & Sons, Inc. Hlm 81-83.

Brakhage AA. 2012. Regulation of fungal secondary metabolism. Nature

Microbiol. 89:15-21.

Caltexmold. 1986. Manufacturer of Ecologically Safe Products. http://www.

caltexmoldservices. com/Caltex/section/ mold_library/ acremonium_sp/.

Diakses tanggal 6 September 2015.

Cai W, Gu X, Tang J. 2013. Extraction and preliminary structure discussion of

soluble opuntia milpa alta polysaccharide. Food.Chemist. 23: 68-71.

Chakraborty T. 2013. Influence of media constitutions on the biosynthesis of

cephalosporin C. Recent. Research. Science. Technol. 5(2): 49-51.

Cao K, Altaba H, Kalama K. 2009. Nitrogen source governs the pattern of growth

and prostinamycein production in Streptomyces pristinaespiralis. Microbiol.

147: 2447-2459.

Cheng S, Rhee EP, Sinha S, Florez JC, Magnusson M, Pierce KA, Souza AL,

Clish CB, Gerszten RE. 2013. α-Aminoadipic acid is a biomarker for

diabetes risk. J. Clin. Invest. 123 (10): 4309–4317.

Cui FJ, Li F, Xu ZH, Xu HY, Sun K, Tao WY. 2006. Optimization of the medium

composition for the production of mycelial biomass and exo-polymer by

Grifola frondosa GF 9801 using response surface methodology.

Bioresour.Technol 97:1209-1216.

Curropin K. Allergy Clinical Immunology. 2005. UK. Lippincott Williams &

Wilkoins. Hlm 57-59.

Dasari VR, Donthireddy SR, Murali Y, Hanumantha R. 2009. Optimization of

medium constituents for Cephalosporin C production using response

surface methodology and artificial neural networks. J.Biochem.Tech.

1(3):69-74.

Dancer SJ. 2011. The Problem with cephalosporin. J.Antimicrob.Chemoterapy.

48:462-478.

Demian AL, Vaishnav P, Mathius IW. 2006. Involvement of nitrogen-containing

compounds in beta-lactam biosynthesis and its control. Biotechnol. 26(2):

67-82.

[Depkes] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Pelayanan Informasi

Obat Nasional. Jakarta. Dirjen YanFar dan Alkes. Hlm 62.

Edwinoliver NG, Thirunavukarasu K, Purushothaman S, Rose C, Gowthaman

MK, Kamini NR. 2009. Corn Steep Liquor as a Nutrition Adjunct for the

Production of Aspergillus niger Lipase and Hydrolysis of Oils Thereof. J.

Agric. Food Chem. 57 (22): 34-45.

Elander RP. 2003. Industrial production of β-lactam antibiotics. Appl.Microbiol.

Biotechnol. 61: 385–392.

Farmitalia CE. 2001. Beta lactam derivates. US Paten No 5077286.

Page 42: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

28

Horwitz W. 2000. Official methods of analysis of AOAC International. 17th

edition, volume 1I agricultural chemical, contaminants, drugs. Maryland

USA. AOAC International. Hlm 79-80.

Heo SH, Hou CT, Kim BS. 2009. Production of Oxygenated Fatty Acids from

Vegetable Oils by Flavobacterium sp strain DS5. J. Biotechnol. 26: 105-

108.

Hoque MM, Noor R, Nurun N, Khan MR, Khan ZUM. 2003. Maltase activity of

Streptomyces roseolus isolated from Bangladesh soil. Bangladesh. J.

Botanical. 20:31-35.

Jayati RD, Pranab KD, Rintu B. 2004. Optimization of culture parameters for

extra cellular protease production from a newly isolated Pseudomonas Sp.

under response surface and artificial neural network models. Process.

Biochem. 39: 2193-2198.

Jared MR, Gurinderbir S, Chahal K, William GJ. 2013. The Effect of Cations and

urea on the Efficacy of Dicamba and 2,4-D. Weed. Technol. 27(1):72-77.

Jerums M, Jeremi H, Yang X. 2005. Optimization of Cell Culture Media.

Bioprocess. International. 69(18): 90-102.

[Kemenkes] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Profil Kesehatan

Indonesia. Jakarta. Hlm 53-55.

Kim YS, Wim GJ. 2001. Structure of Cephalosporin Acylase in Complex with

Glutaryl-7-aminocephalosporanic acid and Glutarate: Insight into the Basis

of Its Substrate Specificity. Chemist. Biol. 12(8):1253-1264.

Lee MS, Lim JS, Kim CH, Kyung K, Suk IH. 2010. Effect of nutrient and culture

conditions on morphology in the seed culture of Acremonnium chrysogenum

ATCC 20339. Biotechnol. Bioprocess. Eng. 6: 156-160.

Li Y, Yuanyuan P, Gang L. 2013. Disruption of the nitrogen regulatory gene

AcareA in Acremonium chrysogenum leads to reduction of cephalosporin

production and repression of nitrogen metabolism. Genetics. Biol. 61: 69–

79.

Lotfy AW. 2007. Production of cephalosporin C by Acremonium chrysogenum

grown on beet molasses optimization of process parameters through

statistical experimental designs. J. Research. Microbiol. 2(1) : 1-12.

Maligan JM. 2014. Food chemistry protein analysis. Malang. Brawijaya press.

Hlm 83-84.

Manfaati R. 2010. Kinetika dan variabel optimum fermentasi asam laktat dengan

media campuran tepung tapioka dan limbah cair tahu oleh Rhizopus oryzae

[TESIS]. Semarang (ID). Universitas Diponegoro. Hlm 29-30.

Mandenius CF, Brundin A, Lepholin G. 2008. Bioprocess Optimization Using

Design of Experiment Methodology. J. Biotechnol. 24: 1191-1203.

Margret S, Barbara M, Maye CS, Rüdiger H, Markus W. 2013. Methionine

salvage and S-adenosylmethionine: essential links between sulfur, ethylene

and polyamine biosynthesis. J. Biochem. 451 (2) 145-154.

Martian JF. 2012. Unraveling the methionin cephalosporin puzzle in Acremonium

chrysogenum. Trends. Biotechnol. 20: 502-507.

Masami K, Takahiro S, Xinyu H, Kiyoshi T. 2004. N-Boc-l-Valine-Connected

Amidomonophosphane Rhodium (I) Catalyst for Asymmetric Arylation of

N-Tosylarylimines with Arylboroxines. J. Am. Chem. Soc. 126 (26): 8128–

8129.

Page 43: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

29

Moat, A.G., Foster, J.W., Spector, M.P. 2002. Microbial physiology 4th edition.

New York: John Wiley & Sons inc Publication. Hlm 265-267.

Montgomery DC. 2001. Design and Analysis of Experiment 5th Edition.

NewYork. John Willey and Sons, Inc. Hlm 99-101.

Muniz C, Tania EC, Gabriela R, Francisco E. 2007. Penicllin and cephalosporin

production: A Historical Perspective. J.Appl.Microbiol. 49(3): 88-98.

Ngili Y. 2009. Biokimia, Metabolisme dan Bioenergitika. Yogyakarta. Graha

ilmu. Hlm 86-89.

Nigam VK, Verma R, Kumar A, Kundu S, Ghosh P. 2007. Influence of medium

constituents on the biosynthesis of cephalospoin. Elec. J. Biotechnol. 10(2):

230-239 DOI: 10.2225.

Palamakula K, Nutan S, Khan MA. 2004. Response surface methodology for

optimation and characterization of limonene-based coenzyme Q1O self-

nanoemulsified cap suledosage form. Apps. Pharm. Sci. Tech. 5(4): 1-8.

[Permenkes] Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2406/

Menkes/ Per/ XII/ 2011. Tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik.

Jakarta. Menkes. Hlm 15-17.

Pollegioni L, Elena R, Gianluca M. 2013. Cephalosporin c acylase: dream and

(/or) reality. Appl. Microbiol. Biotechnol. 97: 2341–2355.

Ramos I, Guzman S, Escalante L, Imriskova I, Rodríguez S R, Sanchez S,

Langley E. 2004. Glucose kinase alone cannot be responsible for carbon

source regulation in Streptomyces peucetius var caesius. Research.

Microbiol. 155: 267–274.

Riadi MM. 2007. Production of Glucoamylase by Marine Endophytic Aspergillus

sp.JAN-25 under Optimized Solid-state Fermentation Conditions on Agro

Residues. Australian .J. Basic. Applied. Sci. 6: 41-54.

Ruiz B, Adan C, Angela F. 2010. Production of microbial secondary metabolites:

Regulation by the carbon source. Microbiol. 36(2): 146–167.

Satriaji M, Mandenius, CF, Brundin A. 2008. Bioprocess Optimization Using

Design of Experiment Methodology. J. Biotechnol. 24: 1191-1203.

Schmitt EK, Hoff B, Kuck U. 2004. Regulation of sefalosporin biosynthesis. Adv.

Biochem. Eng. Biotechnol. 88(5): 1–43.

Shen YQ, Wolfe S, Demain AL. 2006. Levels of Isopenicillin N Synthetase and

Deacetoxycephalosporin C Synthetase in Acremonium chrysogenum

Producing High and Low Levels of Cephalosporin C. J. Biotech. 5(4): 61-

63.

Spolaore P, Claire JC, Elie D, Arsene I. 2006. Optimization of Nannochloropsis

oculata growth using the response surface methodology. J. Chem. Technol.

Biotechnol 81:1049–1056.

Srivastava P, Mishra P, Kundu S. 2006. Process strategies for cephalosporin c

fermentation. J. Sci. Industrial. Research. 65: 599-602.

Steibing A. 2011. Yeast Extract–a Natural Ingredient with a Tradition.

http://www.yeastextract.info/yeast-extract. diakses pada tanggal 12

Desember 2013

Tollnick C, Seidel G, Beyer M, Schugerl K.2004. Investigations of the production

of Cephalosporin C by Acremonium chrysogenum. Adv. Biochem. Eng.

Biotech. 86(2):1-45.

Page 44: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

30

Tornisielo SM, Viera JM, Cecilia M, Carneiro VS, Govone JS. 2007. Fatty acid

production by four strains of mucor hiemalis grown in plant oil and solube

carbohidrates. Afric. J. Biotechnol. 6:1840-1848.

Tudzynski B. 2014. Nitrogen regulation of fungal secondary metabolism in fungi.

Microbiol. 5:1-15.

Vastrad BM, Shivayageeswar EN. 2014. Optimizing the medium conditions for

production of tetracycline by solid state fermentation of Streptomyces

aureofaciens NCIM 2417 using statistical experimental methods.

Bioscience. Eng. 8(1): 34-42.

Wagner D, Wiemann P, Hu K, Brandt U, Fleiner A, Tudzynski B. 2013. A

sensing role of the glutamine synthetase in the nitrogen regulation network

in Fusarium fujikuroi. Adv. Appl. Microbiol.17:311-319.

Waites MJ, Morgan NL, Rockey JS, Higton G. 2001. Industrial Microbiology: An

Introduction. UK. Blackwell Science Ltd. Hlm 198-200.

Xu YX , Yan LI, Shao CX, Yong L, Xin W, Jiangwu T. 2008. Improvement of

xylanase production by Aspergillus niger XY-1 using response surface

methodology for optimizing the medium composition. J. Zhejiang. Univ.Sc.

9(7): 558-566.

Zain WS, Illias WM, Salleh RM, Hassan MM, Rahman, RA, Hamid AA. 2007.

Production of Cyclodextrin Glucanotransferase from Alkalophilic Bacillus

sp.TS1-1: Optimization of Carbon and Nitrogen Concentration in the Feed

Medium using Central Composite Design. J. Biochem. Eng. 33: 26–33.

Zhenxing Z, Zhengang Z, Ping Y. 2008. Influence of Solubility of Ammonium

Sulfate Caused by Decreasing pH or Adding Fe3+

from (288.15 to 359.15). J.

Chem. Eng. Data. 53 (2): 564–565.

Zhu X, Hui L, Yanhong C, Houbo S, Qiang L, Huimin Y, Zhongyao S. 2011.

Characteristic of immobilized cephalosporin C acylase and its application in

one-step enzymatic conversion of cephalosporin C to 7-

aminocephalosporanic acid. J. Microbiol. Biotechnol. 27: 823–829.

Page 45: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

31

Perhitungan jumlah karbon

* ( )+

* ( )+

Sumber

karbon

Berat sampel

(g)

Vol titran

(FeSO4)

% Karbon Bobot sumber karbon

yang dibutuhkan

(g L-1

)

Blanko - 10.72 -

Molases 0.40 19.00 38.54 41

Glukosa 0.40 16.00 40.75 39

Sukrosa 0.40 14.00 42.22 37

Malto dekstrin 0.40 28.00 31.93 50

Minyak 0.31 0.02 67.72 23

Perhitungan jumlah glukosa yang akan digunakan:

Lampiran 2. Konsentrasi sefalosporin yang dihasilkan dari hasil seleksi sumber

karbon

Sumber karbon Konsentrasi sefalosporin (mg L-1

)

Rataan

Malto dekstrin 2072.6 ± 218.4627

Molases 3605.4 ± 75.8372

Sukrosa 3377.8 ± 410.0598

Minyak sawit 878.4 ± 230.1625

Glukosa 1650.8 ± 41.1726

V1

x N1 = V

2 x N

2

50 g L-1

x 31.93 % C = V2 x 40.75 %C

V2 = (50 g L

-1

x 31. 93 %C) / 40.75 %C

V2 = 39 g L

-1

Lampiran 1. Analisa kandungan karbon dari masing-masing sumber karbon yang

digunakan untuk optimasi medium kultivasi

Page 46: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

32

Lampiran 3. Analisis ragam pengaruh perlakuan sumber karbon terhadap produksi

sefalosporin

Sumber variasi Db JK KT Fhit Ftabel(0.05)

Perlakuan 3 17836514 5945505 46.59 3.81

Galat 12 1531336 127611

Total 15 19367849

Lampiran 4. Konsentrasi sefalosporin yang dihasilkan pada perlakuan penentuan

level konsentrasi molases sebagai sumber karbon terpilih

Konsentrasi molases

(g L-1

)

Konsentrasi sefalosporin (mg L-1

)

Rataan

10 1964.75 ± 69.6681

20 2349.00 ± 68.6726

30 3221.50 ± 92.9301

40 3663.00 ± 19.4827

50 3388.25 ± 30.4627

60 3482.25 ± 157.7622

70 3681.25 ± 72.9827

80 2889.50 ± 45.8272

90 2729.85 ± 34.1252

Lampiran 5. Analisis ragam pengaruh perlakuan penentuan level konsentrasi

molases terhadap produksi sefalosporin

Sumber db SS MS Fhitung Ftabel(18;8;0.05) P

Perlakuan 8 11022596 1377825 23.06 2.51 0,000

Kesalahan 18 105509 5862

Total 26 11128106

Lampiran 6. Analisa kandungan nitrogen dari masing-masing sumber nitrogen

yang digunakan untuk optimasi medium kultivasi

Perhitungan jumlah nitrogen

( )

( )

% Nitrogen dalam urea = 74.39

Lampiran 7. Kandungan total nitrogen dalam masing-masing bahan seleksi

sumber nitrogen

Bahan

Kandungan N dalam

masing masing bahan

Bobot sumber nitrogen

yang dibutuhkan (g L-1

)

Yeast ekstrak 10.34 56.00

CSL Standart 2.95 199.13

Urea 74.39 7.89

Ammonium Sulfat 21.34 27.53

CSL Biotek 8.57 68.54

Page 47: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

33

Lampiran 8. Konsentrasi sefalosporin yang dihasilkan dari hasil seleksi sumber

nitrogen

Bahan Konsentrasi sefalosporin (mg L

-1)

Rataan

Urea 111.25 ± 331.6625

Ammonium sulfat 339.75 ± 14.2829

Yeast ekstrak 828.25 ± 43.0524

CSL Biotek 543.25 ± 252.8827

CSL 386.50 ± 48.0425

Urea + Ammonium Sulfat 275.25 ± 27.0225

CSL + Ammonium Sulfat 1656.25 ± 13.0930

CSL + Urea 1814.25 ± 17.4001

CSL+ Urea+ Ammonium Sulfat 2808.75 ± 71.7102

Lampiran 9. Analisis ragam pengaruh perlakuan sumber nitrogen terhadap

produksi sefalosporin

Sumber db SS MS Fhitung Ftabel(27;8;0.05) P

Perlakuan 8 26886458 3360807 16.78 2.31 0.000

Kesalahan 27 554053 20520

Total 35 27440512

Lampiran 10. Konsentrasi sefalosporin yang dihasilkan pada perlakuan penentuan

level konsentrasi sumber nitrogen terpilih

Lampiran 11. Analisis ragam pengaruh perlakuan penentuan level konsentrasi

nitrogen terhadap produksi sefalosporin

Sumber db SS MS Fhitung Ftabel(20;9;0.05) P

Perlakuan 9 2769053 307673 35.25 2.94 0.000

Kesalahan 20 174562 8728

Total 29 2943615

Konsentrasi

nitrogen (%N)

Konsentrasi sefalosporin

(mg L-1

)

Rataan

54 2878.25 ± 45.8393

63 3135.00 ± 38.2526

72 3367.25 ± 51.2309

81 2921.75 ± 53.1029

90 2974.00 ± 56.2837

99 2963.25 ± 42.8373

108 2868.75 ± 201.9283

117 2786.75 ± 172.2826

126 2199.00 ± 23.9483

135 2579.50 ± 19.1829

Page 48: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

34

Lampiran 12. Konsentrasi sefalosporin yang dihasilkan pada perlakuan penentuan

level konsentrasi DL-methionin

Konsentrasi

DL-methionin

(g L-1

)

Konsentrasi sefalosporin (mg L-1

)

Rataan

0.1 3125.25 ± 101.1703

0.2 2549.25 ± 167.0967

0.3 3122.25 ± 375.0523

0.4 3864.25 ± 220.0736

0.5 3463.25 ± 73.5939

0.6 2947.00 ± 366.4564

0.7 3239.75 ± 73.8936

0.8 2922.75 ± 318.6024

0.9 2531.50 ± 101.3317

Lampiran 13. Analisis ragam pengaruh perlakuan penentuan level konsentrasi

DL-methionin terhadap produksi sefalosporin

Sumber db SS MS Fhitung Ftabel(27;8;0.05)

Perlakuan 8 5661023 707628 15.72 2.31

Kesalahan 27 1215104 45004

Total 35 6876127

Lampiran 14. Data hasil analisa respon pada optimasi media kultivasi

menggunakan central composite design

Nomor Molases

(g L-1

)

CSL, urea, A. sulfat

(%N) DL-methionin

(g L-1)

Konsentrasi

Sefalosporin (mg L-1

)

1 60 62 0.3 2622

2 60 62 0.3 2615

3 60 62 0.3 2607

4 80 62 0.3 2613

5 80 62 0.3 2525

6 80 62 0.3 2521

7 60 82 0.3 2972

8 60 82 0.3 2867

9 60 82 0.3 2968

10 80 82 0.3 2921

11 80 82 0.3 3016

12 80 82 0.3 3011

13 60 62 0.5 2934

14 60 62 0.5 3014

15 60 62 0.5 2928

Page 49: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

35

16 80 62 0.5 2859

17 80 62 0.5 2755

18 80 62 0.5 2846

19 60 82 0.5 2826

20 60 82 0.5 2537

21 60 82 0.5 2829

22 80 82 0.5 2019

23 80 82 0.5 2123

24 80 82 0.5 2034

25 53.18207 72 0.4 3092

26 53.18207 72 0.4 3082

27 53.18207 72 0.4 3188

28 86.81793 72 0.4 3180

29 86.81793 72 0.4 2302

30 86.81793 72 0.4 2215

31 70 55.18207 0.4 2646

32 70 55.18207 0.4 2656

33 70 55.18207 0.4 2647

34 70 88.81793 0.4 2324

35 70 88.81793 0.4 2411

36 70 88.81793 0.4 2310

37 70 72 0.231821 2982

38 70 72 0.231821 2989

39 70 72 0.231821 2987

40 70 72 0.568179 2897

41 70 72 0.568179 2879

42 70 72 0.568179 2885

43 70 72 0.4 3878

44 70 72 0.4 3869

45 70 72 0.4 3853

46 70 72 0.4 3815

47 70 72 0.4 3878

48 70 72 0.4 3897

Page 50: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

36

Lampiran 15. Uraian jumlah kuadrat beberapa model (Sequential Model Sum of

Square) untuk respon konsentrasi sefalosporin

Sum of

Squares Mean

Square

F

Value

p-value

Prob > F Source Df

Mean vs Total 3.96E+08 1 3.96E+08

Linear vs Mean 904054 3 301351.5 1.3538 0.2693

2FI vs Linear 1440594 3 480198.1 2.3568 0.0858

Quadratic vs 2FI 7432311 3 2477437.0 102.1609 < 0.0001 Suggested

Cubic vs Quadratic 240331 4 60082.9 2.9989 0.0319 Aliased

Residual 681181 34 20034.7

Total 4.06E+08 48 8467482.0

Lampiran 16. Lack of fit Tests terhadap model permukaan respon

Sum of

Squares Df

Mean

Square

F

Value

p-value

Prob > F

Source

Linear 9115163 11 828651.2 40.25806 < 0.0001

2FI 7674569 8 959321.1 46.60635 < 0.0001

Quadratic 242257.9 5 48451.6 2.35390 0.0622 Suggested

Cubic 1925.992 1 1925.9 0.09357 0.7616 Aliased

Pure

Error 679255 33 20583.5

Lampiran 17. Ringkasan model statistik (Model summary statistics) untuk respon

konsentrasi sefalosporin

Source StdDev.

R-

Squared

Adjusted Predicted

R-Squared R-Squared PRESS

Linear 471.8055 0.084503 0.022083 0.01673 10877422

2FI 451.3887 0.219157 0.104888 0.11064 9514815

Quadratic 155.7252 0.913865 0.893465 0.86235 1472673 Suggested

Cubic 141.5441 0.936329 0.911984 0.86935 1397768 Aliased

Lampiran 18. Hasil verifikasi model untuk respon konsentrasi sefalosporin

Perlakuan

Konsentrasi sefalosporin

(mg L -1)

Rataan

Hasil verifikasi model 3696 ± 197.8908

Sebelum dioptimasi (media basal) 2487 ± 245.0186

Page 51: OPTIMASI MEDIA PRODUKSI SEFALOSPORIN C DARI … · optimasi media produksi sefalosporin c dari kapang acremonium chrysogenum cb2/11/1.10.6 menggunakan metode respon permukaan eni

37

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sragen pada tanggal 02 September 1990 dari Ayah

Hadi Winarno dan Ibu Siti. Penulis merupakan putri bungsu dari dua bersaudara.

Pendidikan Sarjana ditempuh di Program Studi Pendidikan Biologi Universitas

Ahmad Dahlan Yogyakarta pada tahun 2008 dan lulus pada tahun 2012. Penulis

telah menjadi asisten praktikum beberapa mata kuliah diantaranya adalah Fisologi

Hewan, Fisiologi Tumbuhan dan Genetika Dasar sejak tahun 2010. Pada tahun

2012 setelah menyelesaikan pendidikan tingkat sarjana penulis mendapat

kesempatan untuk bergabung dengan Homeschooling Kak Seto sebagai pengajar.

Penulis melanjutkan Program Master di Program Studi Bioteknologi IPB pada

tahun 2013 dengan Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPP-DN)

DIKTI. Selama menempuh pendidikan pascasarjana penulis juga aktif bergabung

dengan organisasi Forum Mahasiswa Pascasarjana (Forum Wacana IPB). Tesis ini

akan dipublikasi pada jurnal Makara Science Series Universitas Indonesia yang

terakreditasi DIKTI.