17
Putusan Nomor : PUT-C/2013/PP/M.XVB Tahun 2018 Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 23 Final(PPh Ps23) Tahun Pajak : 2013 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam banding ini adalah koreksi Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp535.922.121,00, yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding; Menurut Terbanding : bahwa Pemohon Banding melakukan transaksi berupa sewa/charter kapal beserta awaknya dengan Star Global Shipping Pte Ltd dan Eastern Navigation Pte Ltd; bahwa menurut Pemohon Banding, atas pembayaran jasa sewa kapal beserta awak kapalnya ini merupakan objek PPh Pasal 15, hal ini berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 417/KMK.04/1996 tanggal 14 Juni 1996 jo Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ.4/1996 tanggal 29 Agustus 1996; bahwa menurut Pemohon Banding, keberadaan Eastern Navigation Pte Ltd di Indonesia melalui pegawai dan kapalnya telah melebihi 90 hari dalam jangka waktu 12 bulan. Dengan demikian, keberadaan Eastern Navigation Pte Ltd di Indonesia telah memenuhi syarat untuk dianggap mempunyai BUT di Indonesia; bahwa dalam surat keberatan, surat banding dan pernyataan Pemohon Banding dalam persidangan tanggal 12 Oktober 2016, Pemohon Banding menyatakan bahwa Star Global Shipping Pte Ltd dan Eastern Navigation Pte Ltd, tidak memiliki BUT di Indonesia; bahwa Terbanding berpendapat, sesuai dengan KMK No.417/KMK.04/1996 jo. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ.4/1996, Pajak Penghasilan bagi Perusahaan Pelayaran Luar Negeri sebesar 2,64% dari peredaran bruto adalah untuk perusahaan pelayaran yang bertempat kedudukan di luar negeri apabila melakukan usaha melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia; bahwa tanggapan Terbanding atas time test yang disampaikan oleh Pemohon, Sepanjang tahun 2010, keberadaan Eastern Navigation Pte Ltd di Indonesia melalui pegawai dan kapalnya telah melebihi 90 hari dalam jangka waktu 12 bulan, yaitu selama 175 hari adalah: 1. bahwa Pemohon Banding tidak dapat menunjukkan siapa pegawai atau orang lain yang mewakili perusahaan pelayaran luar negeri tersebut, yang telah melakukan kegiatan usaha di Indonesia berupa pemberian jasa yang melebihi 90 (sembilan puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; 2. Bahwa time test yang disampaikan oleh Pemohon Banding untuk tahun 2010, bukan tahun sengketa yaitu tahun 2013. Sehingga Terbanding berdasarkan Pasal 5 Ayat (2) P3B Indonesia-Singapura tidak dapat mengetahui time test dalam jangka waktu 12 bulan selama tahun 2013 yang sebenarnya. bahwa Terbanding berpendapat, sesuai dengan ketentuan yang berlaku penentuan ada tidaknya BUT, bukan hanya berdasarkan jangka waktu time test saja, namun juga berdasarkan harus dibuktikan jasa yang diberikan harus melalui perusahaan yang bukan agen bebas/ independen sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (7) P3B Indonesia – Singapura. Bahwa hasil penelitian atas persyaratan ini berdasarkan invoice, pembayaran, kontrak charter, surat keberatan, surat banding, dan pernyataan Pemohon pada saat persidangan, dapat disampaikan sebagai berikut: SEKRETARIAT PENGADILAN PAJAK

PAJAK - Kementerian Keuangan Republik Indonesia

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PAJAK - Kementerian Keuangan Republik Indonesia

Putusan Nomor : PUT-C/2013/PP/M.XVB Tahun 2018

Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 23 Final(PPh Ps23)

Tahun Pajak : 2013

Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam banding ini adalah koreksi DasarPengenaan Pajak sebesar Rp535.922.121,00, yang tidak disetujui olehPemohon Banding;

Menurut Terbanding : bahwa Pemohon Banding melakukan transaksi berupa sewa/charter kapalbeserta awaknya dengan Star Global Shipping Pte Ltd dan Eastern NavigationPte Ltd;

bahwa menurut Pemohon Banding, atas pembayaran jasa sewa kapal besertaawak kapalnya ini merupakan objek PPh Pasal 15, hal ini berdasarkan Pasal 2ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 417/KMK.04/1996 tanggal 14Juni 1996 jo Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ.4/1996tanggal 29 Agustus 1996;

bahwa menurut Pemohon Banding, keberadaan Eastern Navigation Pte Ltd diIndonesia melalui pegawai dan kapalnya telah melebihi 90 hari dalam jangkawaktu 12 bulan. Dengan demikian, keberadaan Eastern Navigation Pte Ltd diIndonesia telah memenuhi syarat untuk dianggap mempunyai BUT diIndonesia;

bahwa dalam surat keberatan, surat banding dan pernyataan PemohonBanding dalam persidangan tanggal 12 Oktober 2016, Pemohon Bandingmenyatakan bahwa Star Global Shipping Pte Ltd dan Eastern Navigation PteLtd, tidak memiliki BUT di Indonesia;

bahwa Terbanding berpendapat, sesuai dengan KMK No.417/KMK.04/1996 jo.Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ.4/1996, PajakPenghasilan bagi Perusahaan Pelayaran Luar Negeri sebesar 2,64% dariperedaran bruto adalah untuk perusahaan pelayaran yang bertempatkedudukan di luar negeri apabila melakukan usaha melalui Bentuk UsahaTetap (BUT) di Indonesia;

bahwa tanggapan Terbanding atas time test yang disampaikan oleh Pemohon,Sepanjang tahun 2010, keberadaan Eastern Navigation Pte Ltd di Indonesiamelalui pegawai dan kapalnya telah melebihi 90 hari dalam jangka waktu 12bulan, yaitu selama 175 hari adalah:1. bahwa Pemohon Banding tidak dapat menunjukkan siapa pegawai atau

orang lain yang mewakili perusahaan pelayaran luar negeri tersebut, yangtelah melakukan kegiatan usaha di Indonesia berupa pemberian jasa yangmelebihi 90 (sembilan puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)bulan;

2. Bahwa time test yang disampaikan oleh Pemohon Banding untuk tahun2010, bukan tahun sengketa yaitu tahun 2013. Sehingga Terbandingberdasarkan Pasal 5 Ayat (2) P3B Indonesia-Singapura tidak dapatmengetahui time test dalam jangka waktu 12 bulan selama tahun 2013yang sebenarnya.

bahwa Terbanding berpendapat, sesuai dengan ketentuan yang berlakupenentuan ada tidaknya BUT, bukan hanya berdasarkan jangka waktu timetest saja, namun juga berdasarkan harus dibuktikan jasa yang diberikan harusmelalui perusahaan yang bukan agen bebas/ independen sebagaimana diaturdalam Pasal 5 ayat (7) P3B Indonesia – Singapura. Bahwa hasil penelitianatas persyaratan ini berdasarkan invoice, pembayaran, kontrak charter, suratkeberatan, surat banding, dan pernyataan Pemohon pada saat persidangan,dapat disampaikan sebagai berikut:

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILANPA

JAK

Page 2: PAJAK - Kementerian Keuangan Republik Indonesia

1. Bahwa sesuai pernyataan Pemohon Banding dalam persidangan tanggal12 Oktober 2016, Pemohon Banding menyatakan bahwa Star GlobalShipping Pte Ltd dan Eastern Navigation Pte Ltd, tidak memiliki BUT diIndonesia.

2. Star Global Shipping Pte. Ltd. dan Eastern Navigation Pte. Ltd. tidakmemiliki agen langsung/perwakilan di Indonesia.

3. Pembayaran atas jasa pelayaran dilakukan dengan melakukan transfersecara langsung dari Pemohon ke rekening perusahaan pelayaran luarnegeri.

4. Kewenangan penandatanganan kontrak berada langsung ditanganperusahaan pelayaran luar negeri.

5. Star Global Shipping Pte. Ltd. dan Eastern Navigation Pte. Ltd. tidakmemiliki NPWP di Indonesia.

bahwa berdasarkan keterangan tersebut di atas, penentuan untuk menjadiBUT bukan hanya berdasarkan time test saja, namun ada beberapa syaratlainnya yang harus dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5)UU Pajak Penghasilan, Pasal 5 ayat (2), (5), dan (7) P3B Indonesia-Singapura. Persyaratan tersebut tidak dipenuhi seluruhnya oleh perusahaanpelayaran lawan transaksi Pemohon Banding yaitu Star Global Shipping PteLtd dan Eastern Navigation Pte Ltd.

bahwa Terbanding berpendapat bahwa atas pembayaran sewa/charter kapalkepada Star Global Shipping Pte Ltd dan Eastern Navigation Pte Ltd, adalahobjek PPh Pasal 26;

bahwa tanpa mengurangi independensi Majelis Hakim dalam memutussengketa ini, sebagai informasi tambahan atas pokok sengketa yang samayaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.37822/PP/M.XII/13/2012diucapkan tanggal 25 April 2012 yang memutuskan menerima sebagianpermohonan banding Pemohon Banding, dengan pertimbangan sebagaiberikut:

- bahwa Terbanding mendalilkan bahwa jasa pelayaran yang diterima olehPemohon Banding dari perusahaan pelayaran luar negeri dengan nilaitransaksi selama periode Januari sampai dengan Desember 2006 sebesarRp18.644.967.677,00 adalah objek pemotongan Pajak Penghasilan Pasal26 dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen);

- bahwa PSA Marine Pte. Ltd. adalah perusahaan pelayaran luar negeriyang didirikan dan berkedudukan di Singapura yang menyediakan kapalbeserta awaknya kepada Pemohon Banding, bahwa menurut TerbandingPSA Marine Pte., Ltd. tersebut tidak memiliki Bentuk Usaha Tetap (BUT)di Indonesia dengan demikian Terbanding mengganggap bahwa transaksisebesar Rp18.644.967.677,00 a quo merupakan objek pemotongan PajakPenghasilan Pasal 26 sehingga Terbanding melakukan reklasifikasi dariobjek pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 15 dengan tarif 2,64%menjadi objek pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 dengan tarifsebesar 20% dan Pajak Penghasilan Pasal 15 yang telah dipotong olehPemohon Banding diperlakukan sebagai kredit pajak Pajak PenghasilanPasal 26;

- bahwa tarif objek pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 yangdigunakan oleh Terbanding adalah sebesar 20% karena Terbandingmenganggap bahwa pada saat Pemohon Banding melakukanpembayaran jasa pelayaran a quo tidak dilengkapi dengan asli SuratKeterangan Domisili dari PSA Marine Pte. Ltd. sehingga dasar hukumyang digunakan Terbanding adalah Undang-undang Pajak Penghasilanbukan P3B antara Indonesia dengan Singapura;

- bahwa Pemohon Banding melakukan pemotongan Pajak PenghasilanPasal 15 atas jasa pelayaran yang diterima dari perusahaan pelayaran

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILANPA

JAK

Page 3: PAJAK - Kementerian Keuangan Republik Indonesia

luar negeri dengan tarif sebesar 2,64% karena mengganggap bahwa PSAMarine Pte., Ltd. memberikan jasa pelayaran melalui Bentuk Usaha Tetapdi Indonesia karena jasa yang diberikan telah melebihi time test 90 hari(Januari sampai dengan Desember 2006) sebagaimana diaturberdasarkan Pasal 5 angka 2 huruf i Perjanjian Penghindaran PajakBerganda Singapura yang menyebutkan bahwa istilah Bentuk UsahaTetap meliputi jasa-jasa dimana kegiatannya berlangsung dalam suatumasa yang melebihi 90 hari dalam 12 (dua belas) bulan di suatu Negara;

- bahwa dari hasil pemeriksaan, bukti-bukti, data-data dan keterangandalam persidangan diketahui:

- bahwa Pemohon Banding menyampaikan bukti berupa Surat KeteranganDomisili (SKD) tertanggal 09 Juni 2009 yang diterbitkan oleh InlandRevenue Authority of Singapore sebagai respon atas permintaan PSAMarine (PTE) Ltd., tertanggal 12 Mei yang menjelaskan bahwa PSAMarine (PTE) Ltd., adalah perusahaan yang berkedudukan di Singapurabahwa SKD ini diberikan untuk tujuan Pajak Penghasilan Tahun Pajak2006;

- bahwa sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) Keputusan Menteri KeuanganNomor: 417/KMK.04/1996 tanggal 14 Juni 1996 tentang NormaPenghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak PerusahaanPelayaran dan atau Penerbangan Luar Negeri juncto angka 2 SuratEdaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE- 32/PJ.4/1996 tanggal 29Agustus 1996 diatur bahwa besarnya Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajakperusahaan pelayaran dan atau penerbangan luar negeri adalah sebesar2,64% dari peredaran bruto yang melakukan usaha melalui Bentuk UsahaTetap di Indonesia;

- bahwa sesuai dengan angka 2 huruf b Surat Edaran Direktur JenderalPajak Nomor: SE- 03/PJ. 101/1996 tanggal 29 Maret 1996 tentangPenerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara lain diaturbahwa asli Surat Keterangan Domisili menjadi dasar bagi pihak yangmembayar penghasilan untuk menerapkan Pajak Penghasilan Pasal 26sesuai dengan yang ditegaskan dalam P3B yang berlaku antara Indonesiadengan Negara tempat kedudukan (residence) dari Wajib Pajak luarnegeri;

- bahwa sesuai dengan Pasal 8 ayat (2) Persetujuan Penghindaran PajakBerganda (P3B) antara Indonesia dengan Singapura yang berlaku efektiftanggal 1 Januari 1992 diatur bahwa penghasilan yang diperolehperusahaan pelayaran luar negeri dari operasi pelayaran jalurinternasional maka hak pemajakannya adalah di Negara sumber tetapipajaknya dikenakan dengan pengurangan sebesar 50%;

- bahwa Pemohon Banding yang menganggap bahwa PSA Marine (PTE)Ltd., memiliki BUT di Indonesia karena telah memberikan jasa pelayarankepada Pemohon Banding melebihi jangka waktu time test 90 hari yaitudengan mengacu pada Pasal 5 ayat (2) huruf i Perjanjian PenghindaranPajak Berganda antara Indonesia dengan Singapura, Majelis berpendapatbahwa Pasal 5 angka 2 huruf i yang digunakan oleh Pemohon Bandingbahwa PSA Marine (PTE) Ltd., telah memilik BUT di Indonesia denganberpatokan hanya pada jangka waktu time test yang telah melebihi 90 haritidaklah tepat karena ada tidaknya BUT juga harus dibuktikan pula bahwajasa yang diberikan harus melalui suatu perusahaan yang bukan agenindependen sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (7) P3B antaraIndonesia dengan Singapura bahwa yang dalam hal ini Pemohon Bandingtidak dapat membuktikannya;

- bahwa Majelis berpendapat, sebagaimana diatur oleh Direktorat JenderalPerhubungan Laut Kementerian Perhubungan Republik Indonesia bahwaperusahaan pelayaran asing yang mengadakan perjanjian charter denganperusahaan di Indonesia harus menunjuk agennya di Indonesia sehingga

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILANPA

JAK

Page 4: PAJAK - Kementerian Keuangan Republik Indonesia

pelayaran asing tersebut mempunyai BUT di Indonesia dan terdaftarsebagai Wajib Pajak pada Terbanding bahwa sebagaimana dibuktikanoleh Terbanding bahwa PSA Marine (PTE) Ltd., terbukti tidak memilikiBUT di Indonesia;

- bahwa Majelis berpendapat, bukti yang disampaikan Terbanding bahwaPemohon Banding dalam SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa PajakJanuari sampai dengan Desember 2006 telah memungut dan menyetorPajak Pertambahan Nilai Jasa Luar Negeri atas nama PSA Marine (PTE)Ltd., hal ini membuktikan dan meyakinkan Majelis bahwa PSA Marine(PTE) Ltd., tidak memiliki BUT di Indonesia karena apabila PemohonBanding memiliki BUT di Indonesia maka Pajak Pertambahan Nilai yangterutang adalah Pajak Pertambahan Nilai atas jasa dalam negeri

- bahwa Majelis berpendapat, PSA Marine (PTE) Ltd., adalah benar danmeyakinkan Majelis merupakan perusahaan yang didirikan danberkedudukan di Negara Singapura bahwa sesuai dengan 8 ayat (2)Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesiadengan Singapura yang berlaku efektif tanggal 1 Januari 1992,penghasilan yang diperoleh PSA Marine (PTE) Ltd., dari Indonesia dapatdikenakan pajak di Negara Indonesia tetapi pajak yang dikenakantersebut dikurangi sebesar 50%;

- bahwa Terbanding dalam sanggahan yang menyatakan bahwa SuratKeterangan Domisili yang disampaikan oleh Pemohon Banding hanyaberupa fotocopy atas nama PSA Marine (PTE) Ltd., untuk Tahun Pajak2006 sehingga tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur pada angka 2huruf a Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-03/PJ. 101/1996tanggal 29 Maret 1996 tentang Penerapan Persetujuan PengindaranPajak Berganda, Majelis berpendapat bahwa PSA Marine (PTE) Ltd.,terbukti dan menyakinkan Majelis adalah benar-benar perusahaan yangdidirikan dan berkedudukan (residence) Negara Singapura sehinggaberhak untuk memperoleh perlakukan Perpajakan sebagaimana diaturdalam P3B antara Negara Indonesia dengan Singapura khususnyapengenaan atas tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26;

- bahwa Majelis berpendapat, dengan mengacu pada Pasal 8 ayat (2)Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesiadengan Singapura bahwa tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26yang seharusnya dipotong oleh Pemohon Banding adalah sebesar 10%(sepuluh persen) dari Rp18.644.967.677,00 atau 50% (lima persen) lebihrendah dari tarif Pajak Penghasilan Pasal 26 sebagaimana diatur dalamPasal 26 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang PajakPenghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir denganUndang-undang Nomor 36 Tahun 2008 yaitu sebesar 20%;

- bahwa dengan demikian Majelis berkesimpulan, koreksi objekpemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas jasa pelayaran dariperusahaan pelayaran luar negeri yang dilakukan Terbanding sebesarRp18.644.967.677,00 sudah tepat namun tarif yang seharusnyadigunakan adalah sebesar 10% (sepuluh persen) sesuai dengan Pasal 8ayat (2) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Indonesiadengan Singapura;

A. Simpulan

1. bahwa penentuan untuk menjadi BUT bukan hanya berdasarkan timetest saja, namun ada beberapa syarat lainnya yang harus dipenuhisebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) UU PajakPenghasilan, Pasal 5 ayat (2), (5), dan (7) P3B Indonesia-Singapura.

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILANPA

JAK

Page 5: PAJAK - Kementerian Keuangan Republik Indonesia

Persyaratan tersebut tidak dipenuhi seluruhnya oleh perusahaanpelayaran lawan transaksi Pemohon Banding yaitu Star GlobalShipping Pte Ltd dan Eastern Navigation Pte Ltd.

2. bahwa Pemohon Banding menyatakan bahwa Star Global ShippingPte Ltd dan Eastern Navigation Pte Ltd, tidak memiliki BUT diIndonesia.

3. bahwa dengan tidak adanya BUT di Indonesia atas perusahaanpelayaran luar negeri Star Global Shipping Pte Ltd dan EasternNavigation Pte Ltd, Pengenaan PPh sebesar 2,64% sebagaimanadiatur dalam Pasal 2 ayat (2) KMK Nomor 417/KMK.04/1996, tidakberlaku.

4. bahwa Terbanding berpendapat atas pembayaran sewa/charter kapalkepada Star Global Shipping Pte Ltd dan Eastern Navigation Pte Ltd,adalah objek PPh Pasal 26 dengan tarif mempertimbangkan SuratKeterangan Domisili yang disampaikan oleh Pemohon Banding.

5. bahwa berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwapenerbitan KEP-1883/WPJ.02/2015 tanggal 21 Desember 2015 atasnama Pemohon Banding telah sesuai dengan ketentuan perpajakanyang berlaku;.

Menurut PemohonBanding

: Pemohon Banding tidak setuju dengan koreksi Terbanding, dengan alasansebagai berikut:

1. bahwa Terbanding telah melakukan kesalahan dalam mengambil dasarhukum yang digunakan dalam melakukan koreksi, sehingga SuratKetetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan (“SKPKB PPh”) MasaApril 2013 yang diterbitkan oleh Terbanding cacat Hukum dan seharusnyadibatalkan;bahwa dalam menerbitkan SKPKB PPh Masa April 2013, Terbandingmendasarkan koreksi pada ketentuan-ketentuan berikut ini:

Pasal 26:

Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentukapapun, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuhtempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalamnegeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilanperusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selainbentuk usaha tetap di Indonesia dipotong pajak sebesar 20% (dua puluhpersen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan:

a. dividen;b. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan

jaminan pengembalian utang;c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan

harta;d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;e. hadiah dan penghargaan;f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya;g. premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atauh. keuntungan karena pembebasan utang.SE

KRET

ARIATP

ENGA

DILANPA

JAK

Page 6: PAJAK - Kementerian Keuangan Republik Indonesia

Atas LABA dari kegiatan pengoperasian kapal kapal (Jasa Pelayaran danPenerbangan Asing) tidak diatur dalam Pasal 26 UU PPh sebagaimanatelah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang – undang Nomor 36Tahun 2008;

Dalam Uraian Banding, pihak Terbanding setuju untuk menerapkan Pasal8 ayat (2) P3B Indonesia dan Singapore mengenai Jasa Pelayaran yangdilakukan oleh perusahaan pelayaran asing. Hal ini berarti pihakTerbanding dan pemohon Banding sepaham bahwa sengketa pajak inisehubungan dengan jasa Pelayaran Asing. Seharusnya tidak ada lagisengketa sehubungan dengan jenis Objek Pajak;

Menurut Pemohon Banding, Terbanding telah keliru dengan menjadikanPasal 26 sebagai dasar hukum koreksi atas Jasa Pelayaran asing. Pasal26 UU Pajak Penghasilan tidak mengatur objek pajak atas Jasa PelayaranAsing;

2. Atas Jasa Pelayaran dan Penerbangan Asing telah diatur secara khususdalam Pasal 15 UU PPh sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhirdengan Undang – undang Nomor 36 Tahun 2008 dan sumber hukumlainnya dengan Pengenaan pajak atas perusahaan penerbangan danperkapalan luar negeri dilakukan dengan penerapan norma (deem profit),yaitu 6% dari penerimaan bruto.

Jasa Pelayaran dan Penerbangan Asing diatur secara khusus dalambeberapa sumber Hukum sebagai berikut:

a. Menurut Organization for Economic Co-operation and Development(OECD Model) dan UN Model article 8 adalah sebagai berikut:

Menurut OECD Model, LABA dari pengoperasian kapal laut ataupesawat udara dalam jalur lalu lintas internasional hanya akandikenakan pajak di Negara dimana tempat manajemen yang efektifdari perusahaan berada.

Sedangkan menurut UN Model, LABA dari pengoperasian kapaldalam jalur lalu lintas internasional hanya akan dikenakan pajak diNegara dimana tempat manajemen yang efektif dari perusahaanberada kecuali kegiatan Pelayaran yang timbul dari operasi tersebut diNegara pihak lainnya lebih dari umumnya. Jika kegiatan tersebut lebihdari umumnya, laba tersebut dapat dikenakan pajak di Negara lainnya.Besarnya laba yang akan dikenakan pajak di Negara lainnya akanditentukan atas dasar alokasi yang layak atas-semua laba bersih yangdiperoleh perusahaan dari operasi pelayarannya. Pajak dihitungsesuai dengan alokasi tersebut kemudian harus dikurangi dengan_____ persen.SE

KRET

ARIATP

ENGA

DILANPA

JAK

Page 7: PAJAK - Kementerian Keuangan Republik Indonesia

Menurut Pemohon Banding, baik berdasarkan OECD dan UN Model,yang menjadi objek Pajak atas Jasa Pelayaran Asing (pengoperasiankapal dalam jalur lalu lintas internasional) adalah LABA atauBerdasarkan Deem Profit.

b. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara RI danIndonesia Pasal 7 ayat (6) menyatakan sebagai berikut:“Jika dalam jumlah laba termasuk bagian-bagian penghasilan yangdiatur secara tersendiri pada pasal-pasal lain dalam Persetujuan ini,maka ketentuan pasal-pasal tersebut tidak akan terpengaruh olehketentuan-ketentuan Pasal ini”.

Dikarenakan atas LABA dari kegiatan pengoperasian kapal-kapal lautdi jalur internasional telah diatur tersendiri oleh Pasal 8 ayat (2), makapasal pasal lain diabaikan.

c. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara RI danIndonesia telah mengatur secara khusus Pajak Penghasilan atas Labadari kegiatan pengoperasian kapal oleh perusahaan pelayaran Asing,yaitu dalam Pasal 8 (2) sebagai berikut:

”Income derived by an enterprise of a Contracting State from theoperation of ships in international traffic may be taxed in the otherContracting State, but the tax imposed in that other State shall bereduced by an amount equal to 50 per cent thereof”.

Versi Bahasa Indonesia (diambil dari website Pajak.go.id):

LABA yang diperoleh oleh suatu perusahaan dari suatu Negara pihakpada Persetujuan dari pengoperasian kapal-kapal laut di jalur lalulintas internasional dapat dikenakan pajak di Negara pihak lain padaPersetujuan, tetapi pajak yang dikenakan di Negara pihak lain tersebutakan dikurangi sebesar 50%.

Menurut Pemohon Banding, sangatlah jelas bahwa yang menjadiobjek pajak atas jasa pelayaran asing adalah atas LABA dari jasakegiatan pelayaran asing, dan dalam Pasal ini tidak mengatur adaatau tidaknya Bentuk Usaha Tetap.

d. Pasal 15 UU PPh:

“Norma Penghitungan Khusus untuk menghitung penghasilan nettodari wajib pajak tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkanketentuan Pasal 16 ayat (1) atau ayat (3) ditetapkan meneteriKeuangan”

Penjelasan Pasal 15:

Ketentuan ini mengatur tentang Norma Penghitungan Khusus untukGolongan Wajib Pajak tertentu, antara lain perusahaan pelayaran ataupenerbangan internasional, perusahaan yang melakukan investasidalam bentuk bangun-guna-serah (build, operate and transfer).

Untuk menghindari kesukaran dalam menghitung besarnyapenghasilan kena pajak bagi golongan wajib pajak tertentu tersebut,berdasarkan pertimbangan praktis atau sesuai dengan kelaziman

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILANPA

JAK

Page 8: PAJAK - Kementerian Keuangan Republik Indonesia

pengenaan pajak dalam bidang–bidang usaha tertentu, MenteriKeuangan diberi wewenang untuk menerapkan Norma PenghitunganKhusus guna menghitung besarnya penghasilan neto dari wajib pajaktertentu.

Menurut Pemohon Banding, Jasa pelayaran atau penerbangan asinghanya diatur khusus dalam Pasal 15, dimana pengenaan pajaknyaberdasarkan Norma Penghasilan Neto. Pasal ini juga sejalan denganPasal 8 (2) P3B Indonesia – Singapura, tidak mengatur ada atautidaknya Bentuk Usaha Tetap.

e. Keputusan Menteri Keuangan KMK 417 Tahun 1996 merupakanpelaksanaan dari Pasal 15 UU Pajak Penghasilan. Hal-hal yangdijelaskan adalah sebagai berikut:

Pasal 1 menyatakan: “Dalam Keputusan ini yang dimaksud denganperedaran bruto adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupauang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib PajakPerusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan luar negeri daripengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satupelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan diIndonesia ke pelabuhan di luar neger”

Eastern Navigation Pte Ltd adalah perusahan pelayaran luar negeriyang berdomisili di Singapura dan telah lama melakukan jasaangkutan barang (Charter tug boat dan barge beserta awak) daripelabuhan batam ke/dari pelabuhan Tanjung Balai Karimun dan/ataudari pelabuhan Batam/Tanjung Balai Karimun ke pelabuhan Singapore

Pasal 2 Ayat (1) Penghasilan neto bagi Wajib Pajak PerusahaanPelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri ditetapkan sebesar 6%(enam persen) dari peredaran bruto sebagaimana dimaksud dalamPasal 1”.

Pasal 2 ayat (2): Besarnya Pajak Penghasilan bagi Wajib PajakPerusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan luar negeri adalahsebesar 2,64% (dua koma enam puluh empat persen) dari peredaranbruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1”.

Menurut Pemohon Banding, bahwa jenis jasa angkutan yangdilakukan oleh Eastern Navigation PTE Ltd adalah jenis jasa angkutanyang sesuai dengan jasa yang dimaksud dalam Pasal 1 “KMK 417”sehingga Pengenaan Pajak Penghasilan atas jasa pelayarandikenakan sebesar 2,64% dari penghasilan bruto. Dalam KMK ini jugatidak menjelasakan harus ada atau tidaknya BUT dalam menjalankegiatan usaha pelayaran tsb.

Menurut Pemohon Banding, berdasarkan penjelasan diatas bahwa Terbandingtelah melakukan kesalahan dalam mengambil dasar hukum yang digunakandalam melakukan koreksi. Dimana seharusnya Terbanding mengacu kepadadasar hukum diatas khususnya Pasal 8 (2) P3B dan ditegaskan kembali dalamPasal 15 UU PPh dan KMK 417;

3. Terbentuknya Bentuk Usaha Tetap (“BUT”) tidak hanya ditentukan denganmemiliki NPWP sebagai BUT di Indonesia.SE

KRET

ARIATP

ENGA

DILANPA

JAK

Page 9: PAJAK - Kementerian Keuangan Republik Indonesia

Sebagaimana telah Pemohon Banding sampaikan dalam persidangan,bahwa Pengertian Bentuk Usaha Tetap (“BUT”) menurut beberapasumber Hukum adalah sebagai berikut:

· Pasal 2(5m) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan menyatakan, suatu BUTterbentuk apabila suatu badan usaha yang tidak didirikan dan tidakbertempat tinggal di Indonesia menjalankan usaha atau melakukankegiatan usaha di Indonesia, termasuk “Pemberian jasa dalam bentukapapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 bulan”

· Pasal 5(2)(i) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B)Indonesia dengan Singapura mengatur bahwa termasuk pengertianBUT adalah “the furnishing of services, including consultancyservices, by an enterprise through an employee or other person (otherthan an agent of an independent status within the meaning ofparagraph 7) where the activities continue within a Contracting Statefor a period or periods aggregating more than 90 days within a twelve-month period”;

Terjemahan Bahasa Indonesia:

“Pemberian jasa-jasa termasuk jasa-jasa konsultan oleh suatuperusahaan melalui Seorang pegawai atau pegawai-pegawai lain(selain daripada seorang agen yang bertindak bebas sebagaimanadimaksud dalam ayat 7) dimana kegiatan-kegiatan tersebutberlangsung di suatu Negara pihak pada Persetujuan dalam suatumasa yang melebihi 90 hari dalam duabelas bulan”.

· Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-09/PJ.34/1992 (“SE-09”) tanggal26 Maret 1992 tentang Pemberitahuan berlakunya PersetujuanPenghindaran Pajak Berganda (PPPB) RI–Singapura dalam Angka 2huruf b.1(i) adalah sebagai berikut: “Pemberian jasa-jasa, termasukjasa konsultan, jika kegiatan jasa tersebut berlangsung di Indonesiameliputi masa atau masa-masa lebih dari 90 hari dalam jangka waktu12 bulan.

· Menurut United Nation (UN model), The term “permanentestablishment” likewise encompasses: The furnishing of services,including consultancy services, by an enterprise through employees orother personnel engaged by the enterprise for such purpose, but onlywhere activities of that nature continue (for the same or a connectedproject) within the country for a period or periods aggregating morethan six months within any 12-month period.

Terjemahan Bahasa Indonesia

Menurut UN Model BUT Pemberian jasa, termasuk jasa konsultasi,oleh suatu perusahaan melalui karyawannya atau orang lain yangdipekerjakan oleh perusahaan untuk tujuan tersebut, tetapi hanyaapabila kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung (untuk proyek yangsama atau berhubungan) di dalam negeri untuk jangka waktu atau

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILANPA

JAK

Page 10: PAJAK - Kementerian Keuangan Republik Indonesia

periode berjumlah lebih dari enam bulan dalam jangka waktu 12bulan.

Sementara Organization for Economic Co-operation and Development(OECD Model) tidak mengatur secara specific definisi Bentuk UsahaTetap (BUT) atas pemberian Jasa jasa.

· Surat Penegasan DJP (KPP Pratama Tanjung Balai Karimun) NomorS-14449/WPJ.02/KP.14/2016 tanggal 21 September 2016 mengenaiJawaban Surat PT Saipem Indonesia tentang PermohonanPenegasan tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas PembayaranJasa Teknik Kepada Perusahaan Singapura

Dijelaskan dalam angka 3 surat tersebut diatas, Pihak DJPmenyampaikan bahwa Pemberian jasa teknik yang diberikanperusahaan yang berkedudukan di Singapura diperlakukan sebagaiSubjek Pajak Dalam Negeri sehingga dikenakan Pemotongan PPhPasal 23. Hal ini berarti Pengenaan Pemotongan PPh Pasal 23didasarkan bahwa Perusahaan Singapura tersebut telah memenuhiDefinisi sebagai Bentuk Usaha Tetap (BUT) sesuai dengan UU PPhPasal 2 ayat (5) huruf m tersebut diatas, meskipun PerusahaanSingapura tersebut tidak mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP;

· Pemohon banding telah membuktikan bahwa memang benar bahwaawak kapal tersebut berada di Indonesia selama lebih dari 90 haridalam 12 bulan, maka cukup bukti yang valid bahwa EasternNavigation Pte Ltd telah memenuhi definisi sebagai BUT di Indonesia.Adapun pendaftaran NPWP sebagai BUT merupakan masalahadministrative perpajakan yang tidak mengugurkan status BUT sepertiyang diatur dalam P3B Indonesia dan Singapura

bahwa menurut Pemohon Banding, seyogyanya Terbanding tidak begitu sajamenafsirkan adanya BUT hanya berdasarkan kepemilikan NPWP sebagaiBUT di Indonesia, tetapi harus mempertimbangkan sumber hukum lainnyasepertin definisi BUT menurut P3B, OECD Model, UN Model, SE-09 dan UUPPh. Yang terpenting untuk digarisbawahi adalah persyaratan mengenaipengujian suatu BUT merupakan suatu batasan minimum (bukan akumulasi)yang harus dipenuhi.

4. Pengenaan Pajak Penghasilan atas Jasa Pelayaran asing dikenakanPajak karena dianggap mempunyai BUT di Indonesia.

a. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 417/KMK.04/1996 tanggal 14Juni 1996 Pasal 2 Ayat (1) Penghasilan Neto bagi Wajib PajakPerusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri ditetapkansebesar 6% (enam persen) dari peredaran bruto sebagaimanadimaksud dalam Pasal 1”.

Pasal 2 ayat (2): Besarnya Pajak Penghasilan bagi Wajib PajakPerusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan luar negeri adalahsebesar 2,64% (dua koma enam puluh empat persen) dari peredaranbruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1”.

Sebagaimana diuraikan dibawah ini bahwa penghitungan tariff pajaksebesar 2,64% adalah telah mempertimbangkan pajak penghasilan

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILANPA

JAK

Page 11: PAJAK - Kementerian Keuangan Republik Indonesia

yang dikenakan atas adanya Bentuk Usaha Tetap (Pasal 26 ayat (4)sebagai berikut:

PPh Pasal 17 sebesar: 30% x Penghasilan Netto 6% = 1,80%

PPh Pasal 26(4): 20% x Net Profit (6% -1,8%) = 0,84%

Tarif Pajak = 2,64%

Dengan menerapkan tarif 2,64% dari penghasian Bruto, PemerintahIndonesia telah menetapakan tarif Pajak yang paling tinggi yaitu tariffPPh Pasal 17 sebesar 30% dari Laba Usaha, dan denganmenganggap Perusahaan Pelayaran asing memiliki BUT di Indonesiaterdapat penambahan Pajak yang diterima Pemerintah, yaitudikenakannya PPh Pasal 26 (4) Branch Profit Tax sebesar 20% dariLaba Bersih setelah Pajak.

Menurut Pemohon Banding, Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 15sebesar 2,64% merupakan pengenaan pajak yang tertinggi. JikaTerbanding beranggapan bahwa perusahaan pelayaran asing tidakada BUT di Indonesia maka pengenaan pajaknya akan jauh lebihrendah dari tariff PPh Pasal 15, yaitu sebesar tarif Pasal 17(maksimum 30%) dikalikan dengan Norma Penghasilan Netto (6%)sehingga tariff pajaknya hanya sebesar 1.8% kemudian dikurangisebesar 50%. Sehingga tariff pajaknya menjadi 0,9% dari penghasilanbruto

b. Berdasarkan Pasal 8 (2) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda(P3B) antara RI dan Indonesia sebagai berikut:

Versi Bahasa Indonesia (diambil dari website Pajak.go.id):

LABA yang diperoleh oleh suatu perusahaan dari suatu Negara pihakpada Persetujuan dari pengoperasian kapal-kapal laut di jalur lalulintas internasional dapat dikenakan pajak di Negara pihak lain padaPersetujuan, tetapi pajak yang dikenakan di Negara pihak lain tersebutakan dikurangi sebesar 50%.

Menurut Pemohon Banding, Dalam Pasal 8 (2) P3B diatas dinyatakanbahwa LABA yang diperoleh perusahaan pelayaran asing dapatdikenakan pajak di Negara Indonesia, Pasal ini tidak menjelaskan danmengharuskan pengenaan Pajak di Indonesia harus melalui BentukUsaha Tetap.

Berbeda halnya jika dibandingkan dengan Pasal 7 – LABA USAHA(Business Profit), dimana laba dari usaha akan dikenakan di Indonesiaapabila kegiatannya dilakukan melalui BUT.

c. Referensi Pendapat Ahli Pajak Internasional, yakni Bapak RachmantoSurahmat dalam bukunya "Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda(P3B) Suatu Kajian terhadap Kebijakan Indonesia.

Dalam BAB 3 mengenai Pemajakan atas Penghasilan atas Pasal 8tentang Transportasi di Jalur Internasional pada halaman 128dinyatakan bahwa:SE

KRET

ARIATP

ENGA

DILANPA

JAK

Page 12: PAJAK - Kementerian Keuangan Republik Indonesia

"Berdasarkan UU PPh Laba usaha dari pengoperasian kapal laut danpesawat terbang dalam jalur international dikenakan pajak karenadianggap mempunyai BUT di Indonesia. Kegiatan perusahaanperkapalan dan penerbangan asing yang mengangkut orang ataubarang dari Indonesia untuk tujuan luar negeri oleh Direktorat JenderalPerhubungan Laut diwajibkan menunjuk agen untuk mengurus segalamacam izin dan kebutuhan perusahaan tersebut. Walaupun agentersebut bukan agen yang tidak bebas (dependen agent)sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) UU PPh, namundemikian untuk pengenaan pajak perusahaan penerbangan danperkapalan luar negeri dasar pemikiran tersebut yang dipakai.

Pengenaan pajak atas perusahaan penerbangan dan perkapalan luarnegeri dilakukan dengan penerapan norma (deem profit), yaitu 6%dari penerimaan bruto".

bahwa menurut Pemohon Banding, sesuai dengan penjelasan diatas bahwapengenaan Pajak Penghasilan atas jasa pelayaran Asing tidak mengharuskanadanya Bentuk Usaha Tetap (BUT), tetapi untuk kepentingan PemerintahIndonesia agar memperoleh potensial pajak yang lebih tinggi yaitu denganpengenaan PPh Pasal 26(4) maka Perusahaan Pelayaran Asing tersebutdianggap memiliki BUT di Indonesia;

bahwa berdasarkan uraian dan penjelasan di atas, Terbanding seharusnyatidak dapat melaku-kan koreksi atas dasar pengenaan pajak Pasal 26 yangberasal dari reklasifikasi DPP PPh Pasal 15 Masa Pajak April 2013,dikarenakan tidak memiliki dasar hukum yang tepat, dimana atas JasaPelayaran Asing tersebut telah diatur secara khusus dalam UU PPh Pasal 15;

bahwa sebagai bahan pertimbangan lain, Surat Ketetapan Pajak KurangBayar (SKPKB) yang menjadi sengketa dalam banding yang diajukan olehPemohon Banding ini merupakan Surat Ketetapan dari hasil verifikasi dengandasar hukum yang dipakai adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 tahun2011. Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-74/PJ/2015, menyatakan bahwa Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dari hasilverifikasi berdasarkan PP Nomor 74 tahun 2011 dinyatakan tidak berlakukarena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggidan tidak sesuai dengan asas-asas keadilan dan kepastian hukum yangmenjadi pilar undang-undang perpajakan Indonesia. Pemohon Bandingmenyadari bahwa Surat Edaran tersebut baru belaku pada tanggal 4Desember 2015, namun tetap memperhatikan substansi dari pencabutanperaturan tersebut;

Menurut Majelis : Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim memeriksa duduk sengketasebagaimana diuraikan di atas, sengketa terjadi karena Terbandingmelakukan koreksi objek Pajak Penghasilan Pasal 26 atas pembayaransewa/charter kapal kepada Star Global Shipping Pte Ltd dan EasternNavigation Pte Ltd. Menurut Pemohon Banding, Terbanding telah kelirudengan menjadikan Pasal 26 sebagai dasar hukum koreksi atas JasaPelayaran Asing dimana seharusnya mengacu kepada dasar hukumkhususnya Pasal 8 (2) P3B dan ditegaskan kembali dalam Pasal 15 UU PajakPenghasilan dan Pasal 2 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor417/KMK.04/1996 tanggal 14 Juni 1996 jo Surat Edaran Direktur JenderalPajak Nomor SE-32/PJ.4/1996 tanggal 29 Agustus 1996;

bahwa berdasarkan pemeriksaan di persidangan Majelis berpendapatpermasalahan sengketa a quo pada pokoknya terkait dengan adanya

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILANPA

JAK

Page 13: PAJAK - Kementerian Keuangan Republik Indonesia

tambahan frasa “….yang melakukan usaha melalui bentuk usaha tetap (BUT)di Indonesia” dalam Angka 2 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ.4/1996

Menimbang bahwa peraturan perundang-undangan terkait sengketa a quodapat Majelis uraikan sebagai berikut:

Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara RI dan Indonesiatelah mengatur secara khusus Pajak Penghasilan atas Laba dari kegiatanpengoperasian kapal oleh perusahaan pelayaran Asing, yaitu dalam Pasal 8(2) sebagai berikut:

”Income derived by an enterprise of a Contracting State from the operation ofships in international traffic may be taxed in the other Contracting State, butthe tax imposed in that other State shall be reduced by an amount equal to 50per cent thereof”.

Versi Bahasa Indonesia (diambil dari website Pajak.go.id):LABA yang diperoleh oleh suatu perusahaan dari suatu Negara pihak padaPersetujuan dari pengoperasian kapal-kapal laut di jalur lalu lintasinternasional dapat dikenakan pajak di Negara pihak lain pada Persetujuan,tetapi pajak yang dikenakan di Negara pihak lain tersebut akan dikurangisebesar 50%.

bahwa menurut Majelis, sesuai Pasal 8 (2) P3B yang menjadi objek pajak atasjasa pelayaran asing adalah atas LABA dari jasa kegiatan pelayaran asing,dan dalam Pasal ini tidak mengatur ada atau tidaknya Bentuk Usaha Tetap;

Pasal 15 UU PPh:

“Norma Penghitungan Khusus untuk menghitung penghasilan netto dari WajibPajak tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat(1) atau ayat (3) ditetapkan Menteri Keuangan”

Penjelasan Pasal 15:Ketentuan ini mengatur tentang Norma Penghitungan Khusus untuk GolonganWajib Pajak tertentu, antara lain perusahaan pelayaran atau penerbanganinternasional, perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun-guna-serah (build, operate and transfer).

Untuk menghindari kesukaran dalam menghitung besarnya penghasilan kenapajak bagi golongan Wajib Pajak tertentu tersebut, berdasarkan pertimbanganpraktis atau sesuai dengan kelaziman pengenaan pajak dalam bidang–bidangusaha tertentu, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menerapkan NormaPenghitungan Khusus guna menghitung besarnya penghasilan neto dari WajibPajak tertentu.

bahwa menurut Majelis, sesuai Pasal 15 UU PPh yang menjadi objek pajakatas jasa pelayaran asing adalah penghasilan neto yang dihitung denganmenggunakan Norma Penghitungan Khusus dan dalam Pasal ini tidakmengatur ada atau tidaknya Bentuk Usaha Tetap.

Keputusan Menteri Keuangan KMK 181 Tahun 1995 merupakan pelaksanaandari Pasal 15 UU Pajak Penghasilan Pasal 1 ayat (1) huruf a:

Wajib Pajak Perusahaan pelayaran atau penerbangan luar negeri adalahperusahaan pelayaran atau penerbangan yang bertempat kedudukan di luarnegeri yang melakukan usaha melalui bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia;

bahwa menurut Majelis, sesuai Pasal 8 (2) P3B yang menjadi objek pajak atasjasa pelayaran asing adalah atas LABA dari jasa kegiatan pelayaran asing,dan dalam Pasal ini tidak mengatur ada atau tidaknya Bentuk Usaha Tetap.SE

KRET

ARIATP

ENGA

DILANPA

JAK

Page 14: PAJAK - Kementerian Keuangan Republik Indonesia

Keputusan Menteri Keuangan KMK 417 KMK.04/1996 mencabut KeputusanMenteri Keuangan KMK 181 Tahun 1995. Hal-hal yang dijelaskan adalahsebagai berikut:

Pasal 1 menyatakan: “Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan peredaranbruto adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uangyang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atauPenerbangan luar negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang yangdimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau daripelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri”

Pasal 2 Ayat (1) Penghasilan neto bagi Wajib Pajak Perusahaan Pelayarandan/atau Penerbangan Luar Negeri ditetapkan sebesar 6% (enam persen) dariperedaran bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1”.

Pasal 2 ayat (2): Besarnya Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak PerusahaanPelayaran dan/atau Penerbangan luar negeri adalah sebesar 2,64% (duakoma enam puluh empat persen) dari peredaran bruto sebagaimana dimaksuddalam Pasal 1”.

Pasal 3: Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan keputusan iniditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.bahwa dalam KMK-417/1996 menghilangkan ketentuan Pasal 1 ayat (1) hurufa KMK-181/1995, yaitu menghilangan frasa “…. yang melakukan usahamelalui bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia” Dengan penghilangan frasaini, Majelis berpendapat bahwa pengenaan Pajak Penghasilan atas jasapelayaran Asing tidak mengharuskan adanya Bentuk Usaha Tetap (BUT) danyang menjadi subjek pajak adalah Wajib Pajak luar negeri sebagaimana diaturdalam Pasal 2 ayat (4) UU PPh yang menyatakan:1. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi

yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluhtiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidakdidirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankanusaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;dan

2. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadiyang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluhtiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidakdidirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapatmenerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak darimenjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetapdi Indonesia.

bahwa dengan penghilangan frasa “…. yang melakukan usaha melalui bentukusaha tetap (BUT) di Indonesia” akan memberikan kepastian hukum bahwaWajib Pajak yang harus menjalankan kewajiban perpajakan PerusahaanPelayaran Luar Negeri adalah merupakan Subjek Pajak Luar Negerisebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2) UU PPh

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ.4/1996 Angka 2,tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib PajakBergerak di Bidang Usaha Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negerisebagai pelaksanaan Pasal 3 PMK-417/1996

1. Ketentuan bagi Wajib Pajak Perusahaan pelayaran dan/ataupenerbangan luar negeri yang ditetapkan dengan Keputusan MenteriKeuangan Nomor: 417/KMK.04/1996 tanggal 14 Juni 1996 padaprinsipnya adalah sama dengan ketentuan sebagaimana ditetapkandalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 181/KMK.04/1995 tanggal 1Mei 1995. Sebagaimana diketahui, dengan keluarnya Keputusan Menterikeuangan Nomor: 417/KMK.04/1996, Keputusan Menteri KeuanganNomor:181/KMK.04/1995 dinyatakan tidak berlaku lagi.SE

KRET

ARIATP

ENGA

DILANPA

JAK

Page 15: PAJAK - Kementerian Keuangan Republik Indonesia

2. Wajib Pajak yang dicakup dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor:417/KMK.04/1996 adalah Wajib Pajak perusahaan pelayaran dan/ataupenerbangan yang bertempat kedudukan di luar negeri yang melakukanusaha melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.

bahwa berdasarkan angka 1 SE-32/PJ.4/1996 telah ditegaskan bahwaKeputusan Menteri Keuangan Nomor: 181/KMK.04/1995 tanggal 1 Mei 1995dicabut Keputusan Menteri keuangan Nomor: 417/KMK.04/1996. Prinsipnyayang sama antara KMK-417/1996 dan KMK-181/1995 dalam SE-32/1996tidak dijelasakan secara tegas terkait dengan prinsip yang mana? Oleh karenaitu Majelis berpendapat kewajiban perpajakan Perusahaan Pelayaran LuarNegeri dijalankan oleh Subjek Pajak Luar Negeri sebagaimana diatur dalamPasal 2 ayat (2) UU PPh dan tidak harus dikaitkan dengan ada atau tidaknyaBUT dalam menjalan kegiatan usaha pelayaran tersebut;

Menimbang bahwa hasil pemeriksaan Majelis atas invoice, pembayaran,kontrak charter, surat keberatan, surat banding, dan pernyataan Pemohonpada saat persidangan, didapat fakta sebagai berikut:1. Bahwa sesuai pernyataan Pemohon Banding dalam persidangan tanggal

12 Oktober 2016, Pemohon Banding menyatakan bahwa Star GlobalShipping Pte Ltd dan Eastern Navigation Pte Ltd, tidak memiliki BUT diIndonesia.

2. Star Global Shipping Pte. Ltd. dan Eastern Navigation Pte. Ltd. tidakmemiliki agen langsung/perwakilan di Indonesia.

3. Pembayaran atas jasa pelayaran dilakukan dengan melakukan transfersecara langsung dari Pemohon ke rekening perusahaan pelayaran luarnegeri.

4. Kewenangan penandatanganan kontrak berada langsung ditanganperusahaan pelayaran luar negeri.

5. Star Global Shipping Pte. Ltd. dan Eastern Navigation Pte. Ltd. tidakmemiliki NPWP di Indonesia.

6. Eastern Navigation Pte Ltd adalah perusahan pelayaran luar negeri yangberdomisili di Singapura dan telah lama melakukan jasa angkutan barang(Charter tug boat dan barge beserta awak) dari pelabuhan batam ke/daripelabuhan Tanjung Balai Karimun dan/atau dari pelabuhanBatam/Tanjung Balai Karimun ke pelabuhan Singapore;

Menimbang bahwa berdasarkan fakta hukum dan peraturan perpajakansebagaimana diuraikan di atas, Majelis berkesimpulan

1. bahwa berdasarkan Pasal 15 UU PPh dan Keputusan Menteri Keuangan417/KMK.04/1996 Kewajiban perpajakan Perusahaan Pelayaran LuarNegeri dijalankan oleh Subjek Pajak Luar Negeri sebagaimana diaturdalam Pasal 2 ayat (2) UU Pajak Penghasilan dan tidak harus dikaitkandengan ada atau tidaknya BUT dalam menjalankan kegiatan usahapelayaran tersebut.

2. bahwa Jenis jasa angkutan yang dilakukan oleh Eastern Navigation PTELtd adalah jenis jasa angkutan yang sesuai dengan jasa yang dimaksuddalam Pasal 1 “KMK 417” sehingga Pengenaan Pajak Penghasilan atasjasa pelayaran dikenakan sebesar 2,64% dari penghasilan bruto.

Oleh karena itu Terbanding tidak tepat mengenakan Pajak PenghasilanPasal 26 atas pembayaran sewa/charter kapal kepada Star GlobalShipping Pte Ltd dan Eastern Navigation Pte Ltd, dan harus dibatalkan;

Menimbang : bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, Majelis berkesimpulanbahwa koreksi Terbanding atas Dasar Pengenaan Pajak Pajak PenghasilanFinal Pasal 23/26 sebesar Rp535.922.121,00 tidak dapat dipertahankan danharus dibatalkan;

Menimbang : bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai sanksiadministrasi, kecuali bahwa besarnya sanksi administrasi tergantung padapenyelesaian sengketa lainnya;SE

KRET

ARIATP

ENGA

DILANPA

JAK

Page 16: PAJAK - Kementerian Keuangan Republik Indonesia

Menimbang : bahwa berdasarkan hasil Pemeriksaan dalam persidangan, Majelisberketetapan untuk menggunakan kuasa Pasal 80 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak untuk mengabulkanseluruhnya banding Pemohon Banding sehingga besarnya Pajak PenghasilanFinal Pasal 23/26 Masa Pajak April 2013 yang terutang dihitung menjadisebagai berikut:

Dasar Pengenaan Pajak cfm. Terbanding Rp7.745.139.901,00

Koreksi dibatalkan Rp 535.922.121,00

Dasar Pengenaan Pajak seharusnya Rp7.209.217.780,00

Pajak Penghasilan Final Pasal 23/26 yang terutang Rp 754.563.380,00

Kredit Pajak Rp 754.563.380,00

Pajak yang tidak/kurang dibayar Rp 0,00

Menimbang : Surat Banding Pemohon Banding, Surat Uraian Banding Terbanding, SuratBantahan Pemohon Banding, dan hasil pemeriksaan serta pembuktian didalam persidangan;

Mengingat : Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuanperundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yangberkaitan dengan sengketa ini;

Memutuskan : Mengabulkan Seluruhnya banding Pemohon Banding terhadapKeputusan Terbanding Nomor KEP-1883/WPJ.02/2015 tanggal 21 Desember2015, tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak KurangBayar Pajak Penghasilan Final Pasal 23/26 Nomor 00005/245/13/223/14tanggal 06 Oktober 2014 Masa Pajak April 2013, atas nama PemohonBanding sehingga Pajak Penghasilan Final Pasal 23/26 Masa April 2013yang terutang dihitung menjadi sebagai berikut:

Dasar Pengenaan Pajak cfm. Terbanding Rp7.745.139.901,00

Koreksi dibatalkan Rp 535.922.121,00

Dasar Pengenaan Pajak seharusnya Rp7.209.217.780,00

Pajak Penghasilan Final Pasal 23/26 yang terutang Rp 754.563.380,00

Kredit Pajak Rp 754.563.380,00

Pajak yang tidak/kurang dibayar Rp 0,00

Demikian diputus di Jakarta berdasarkan musyawarah setelah pemeriksaandalam persidangan yang dicukupkan pada hari Rabu tanggal 14 Desember2016, oleh Hakim Majelis XVB Pengadilan Pajak yang ditunjuk denganPenetapan Ketua Pengadilan Pajak Nomor PEN-00988/PP/BR/2016 tanggal10 Agustus 2016 dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILANPA

JAK

Page 17: PAJAK - Kementerian Keuangan Republik Indonesia

berikut:

Drs. Didi Hardiman, Ak. sebagai Hakim Ketua,

Dr. Triyono Martanto, S.E., Ak., M.M., M. Hum sebagai Hakim Anggota,

Redno Sri Rezeki, S.E., MAFIS. sebagai Hakim Anggota,

yang dibantu oleh

Aditya Agung Priyo Nugroho sebagai Panitera Pengganti,

dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari Rabu tanggal 2Mei 2018 dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, serta tidakdihadiri oleh Terbanding dan Pemohon Banding.

SEKR

ETAR

IATP

ENGA

DILANPA

JAK