Upload
ahmad-abdul-haq
View
258
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
8/3/2019 Panduan Teknis I-1 250907 Akuntansi Pemerintah Pusat
1/20
DEPARTEMENKEUANGANREPUBLIKINDONESIA
2007
PANDUANTEKNIS
AKUNTANSIPEMERINTAH PUSAT
Edisi1 Tahun Pertama
DIREKTORAT AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
2007
PANDUANTEKNIS
AKUNTANSI
PEMERINTAH
PUSATEdisi1 Tahun Pertama
DIREKTORAT AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN
8/3/2019 Panduan Teknis I-1 250907 Akuntansi Pemerintah Pusat
2/20
Diterbitkan oleh:Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
Direktorat Jenderal PerbendaharaanDepartemen Keuangan Republik Indonesia
Jl. Budi Utomo No. 6 Jakarta PusatTelepon (021) 3449230 pesawat 5500, 3847068
Faksimili (021) 3864776
Email [email protected]
Selain tersedia dalam bentuk cetakan, Panduan Teknis ini juga dapat diakses melaluiwww.perbendaharaan.go.id. Kritik dan saran bagi perbaikan kualitas publikasi sangat kamiharapkan.
8/3/2019 Panduan Teknis I-1 250907 Akuntansi Pemerintah Pusat
3/20
PENGANTAR
Panduan Teknis Akuntansi Pemerintah Pusat ini diterbitkan untukmeningkatkan pemahaman pelaksanaan akuntansi dan pelaporankeuangan pemerintah sehingga dapat menghasilkan laporan keuanganyang relevan, andal, dapat dibandingkan, dan mudah dipahami.
Dalam penyajiannya, Panduan Teknis ini menampilkan petunjuk-petunjuk praktis dan aplikatif yang diharapkan dapat dipahami denganmudah oleh penyelenggara akuntansi di lingkungan instansi PemerintahPusat.
Sejalan dengan tujuan Panduan Teknis ini sebagai pedomanpraktis bagi Kementerian Negara/Lembaga dalam rangka penyusunanlaporan keuangan, maka kami sangat mengharapkan adanya kritik, sarandan pendapat yang membangun termasuk pertanyaan yang dapatmeningkatkan kualitas publikasi ini.
Demikian, semoga penerbitan ini dapat bermanfaat bagipeningkatan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.
Redaksi
8/3/2019 Panduan Teknis I-1 250907 Akuntansi Pemerintah Pusat
4/20
DAFTAR ISI
Bantuan Sosial
Neraca Awal Kementerian Negara/Lembaga
Aset Satker Pengguna Dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan
Penjelasan Pembebanan Biaya Satpam/Pengamanan
Piutang Pajak
Belanja Lain-lain
Utang Dana Bagi Hasil
Klinik Akuntansi Pemerintah Pusat
1
3
5
8
9
9
11
12
8/3/2019 Panduan Teknis I-1 250907 Akuntansi Pemerintah Pusat
5/20
Panduan Teknis Akuntansi Pemerintah Pusat
Hal 1
BANTUAN SOSIAL
Efektifitas belanja bantuan sosial terhadap program pengentasan kemiskinan (upayapenurunan 16,6% penduduk miskin tahun 2007) tidak terlepas dari pengakuntansianbelanja bantuan sosial tersebut. Tanpa pencatatan dan akuntansi yang memadai, makaperencanaan, implementasi dan evaluasi program bantuan sosial tidak dapat terlaksanasecara optimal sehingga berakibat pada pengeluaran publik yang tidak tepat sasaran.
Kendala utama yang terkait denganpengakuntansian belanja sosial adalahpenggunaan kode mata anggaranpengeluaran (MAK) dalam penca-tatannya. Seperti diketahui bahwabelanja bantuan sosial menggunakankode mata anggaran pengeluaran57XXXX. Akan tetapi karena realisasibantuan sosial tersebut memiliki tujuanyang bervariasi maka pencatatannyacukup beragam, yaitu dapat
menggunakan MAK 52XXXX, 53XXXX,atau 56XXXX. Metode pengakuntansianyang tepat dalam belanja sosial perludipahami secara komprehensif olehsetiap satker di lingkungan kementeriannegara/lembaga untuk mendukungkeandalan pelaporan keuangan danpencapaian kinerja pengeluaran
pemerintah.Bantuan sosial pada dasarnya adalahtransfer uang atau barang yangdiberikan kepada masyarakat untukmelindungi masyarakat darikemungkinan terjadinya risiko sosial.Bantuan sosial dapat langsungdiberikan kepada anggota masyarakat
dan/atau lembaga kemasyarakatantermasuk di dalamnya bantuan untuk
lembaga non pemerintah bidangpendidikan dan keagamaan. Beberapaprogram bantuan sosial yang sudahdilaksanakan oleh pemerintah adalahpemberian dana Program KompensasiPengurangan Subsidi (PKPS) BBM,Bantuan Operasional Sekolah (BOS),dan bantuan sosial kepada lembaga-lembaga peribadatan.
Meskipun klasifikasi belanja bantuan
sosial memiliki kode MAK tersendiri,tetapi pencatatan belanja bantuansosial dihasilkan dari jenis belanjalainnya seperti belanja barang, belanjamodal, dan hibah selain dari bantuansosial itu sendiri. Hal ini sejalan dengansalah satu prinsip akuntansi danpelaporan keuangan (PP No. 24/2005tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan) yaitu substance overform (substansi mengungguli bentukformal), yang mengakibatkankategorisasi suatu belanja ke dalambelanja bantuan sosial lebih ditentukanoleh tujuan belanja tersebut danbukan semata-mata oleh MAK di manabelanja tersebut dialokasikan. Dengan
demikian jika terdapat pengeluaran ataspengadaan barang/jasa yang bertujuan
8/3/2019 Panduan Teknis I-1 250907 Akuntansi Pemerintah Pusat
6/20
Panduan Teknis Akuntansi Pemerintah Pusat
Hal 2
untuk melindungi masyarakat darikemungkinan risiko sosial dan tidakbersifat terus menerus, maka belanja
tersebut dikelompokkan ke dalambelanja bantuan sosial.
Sedangkan apabila pengadaan tersebuttidak bertujuan untuk melindungimasyarakat dari kemungkinan risikososial tetapi diserahkan juga kepadamasyarakat di mana sudah ditentukanperuntukannya, tidak bersifat wajib dan
tidak mengikat serta tidak secara terus-menerus, maka belanja tersebutdimasukkan dalam kelompok hibah.
Secara umum, karakteristik kelompokbelanja bantuan sosial adalah sebagaiberikut:
1. Pengeluaran kepada masyarakatguna melindungi dari kemungkinanterjadi risiko sosial;
2. Mempunyai tujuan untuk pening-katan kesejahteraan masyarakat;
3. Sifatnya tidak terus menerus danselektif.
Dengan demikian, secara ringkasbelanja bantuan sosial merupakan
pengeluaran pemerintah dalam bentukuang/barang atau jasa kepadamasyarakat yang bertujuan untukmeningkatkan kesejahteraan masya-rakat, yang sifatnya tidak terus-menerusdan selektif.
Berdasarkan karakteristik tersebut,kategorisasi suatu belanja ke dalam
bantuan sosial dapat dijustifikasi.Sebagai contoh apabila terdapat
pengadaan barang/jasa yangmemenuhi kriteria belanja modal tetapibertujuan untuk diserahkan kepada
masyarakat, maka belanja tersebuttidak dikelompokkan sebagai belanjamodal, tetapi masuk ke dalam kelompokbelanja bantuan sosial.
Contoh:Pada tahun anggaran 2006,pemerintah merencanakan untukmemberikan bantuan sebesar
Rp2.000.000.000,00 (dua miliarrupiah) kepada para nelayan yangbertujuan meningkatkan kualitaskehidupan nelayan tersebut. Bantuanyang diberikan kepada nelayandimaksudkan untuk tidakdikembalikan lagi kepada pemerintah.Rencana pemberian bantuan untuknelayan sebesar Rp2.000.000.000,00(dua miliar rupiah) tersebutdianggarkan di APBN sebagai belanjabantuan sosial. Demikian jugarealisasi pembayaran dana tersebutkepada nelayan dibukukan dandisajikan sebagai Belanja BantuanSosial.
Kadangkala belanja bantuan sosial jugadigunakan untuk membeli persediaan/aset tetap oleh satker tertentu. Apabilabelanja bantuan sosial tersebutdigunakan untuk memperoleh per-sediaan dan/atau aset tetap, makapersediaan dan/atau aset tetap tersebutharus disajikan di neraca sebesar nilaiperolehan. Selanjutnya aset tetap yang
diperoleh dari belanja bantuan sosialdisajikan di neraca sebagai persediaan
8/3/2019 Panduan Teknis I-1 250907 Akuntansi Pemerintah Pusat
7/20
Panduan Teknis Akuntansi Pemerintah Pusat
Hal 3
karena sesuai dengan maksud pero-lehan aset tetap tersebut yangdimaksudkan untuk dibagikan/
diserahkan kepada masyarakat. Dalamaplikasi Sistem Akuntansi Keuangan(SAK), pencatatan persediaan ini dalamneraca dicatat menggunakan MemoPenyesuaian.
Meskipun bantuan sosial dapat timbuldari berbagai jenis belanja seperti telahdisebutkan di atas, para satuan kerja
tetap wajib mengalokasikannya secaratepat ke dalam belanja bantuan sosial.
Satker-satker harus mampu meng-identifikasi tujuan pengeluaran yangmenjadi wewenangnya yang menjadi
dasar kategorisasi belanja tersebut.Apabila tujuan pengeluarannya me-menuhi karakteristik bantuan sosial,maka satker sebaiknya menem-patkannya dalam kelompok belanjabantuan sosial, sehingga terjadikonsistensi antara penganggaran danpelaksanaan anggaran yang memu-dahkan dalam mengakuntansikantransaksi atas pengeluaran tersebut.
NERACA AWAL KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA
Hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan KeuanganPemerintah Pusat (LKPP) tahun 2006 menyebutkan bahwa Pemerintah belummenetapkan neraca awal yang mengakibatkan BPK tidak dapat meyakini kewajaranangka awal dalam LKPP menjadi kontroversi di kalangan penyelenggara pemerintahan.Hal ini mengakibatkan isu penyesuaian nilai aset di kementerian negara/lembagamenjadi topik pembicaraan yang hangat belakangan ini.
Pada dasarnya neraca awal pemerintahtelah ditetapkan dalam UU No. 22 tahun2006. Dengan demikian, keinginan BPK
agar kementerian negara/lembagamenyesuaikan nilai yang tersaji dalamneraca sesuai dengan nilai yangberlaku/wajar tidak lagi relevan. Apabilapenyesuaian nilai ini dilakukan olehkementerian negara/lembaga, makaakan berakibat pada berubahnya saldoawal dari neraca di masing-masing
kementerian negara/lembaga,sementara jika tidak diubah, akan
terdapat keraguan di pihak kementeriannegara/lembaga dikarenakan otoritaspemeriksa BPK atas hal ini.
Menghadapi permasalahan neraca awalini, setiap kementerian negara/lembagadiharapkan memiliki pemahamankonseptual sehingga dapat memberikantanggapan atau jawaban yang memadaiatas temuan BPK.
Sebelum lahirnya paket Undang-Undang di bidang keuangan negara,
pertanggungjawaban Pemerintah dalampelaksanaan APBN berupa Perhitungan
8/3/2019 Panduan Teknis I-1 250907 Akuntansi Pemerintah Pusat
8/20
Panduan Teknis Akuntansi Pemerintah Pusat
Hal 4
Anggaran Negara (PAN) disusunberdasarkan gabungan seluruhPerhitungan Anggaran Kementerian
Negara/Lembaga. PerhitunganAnggaran Negara ini telah berlangsungmulai tahun 1971 sampai yang terakhirpada tahun 2003. Dengan berlakunyaundang-undang di bidang keuangannegara maka pertanggungjawabanPemerintah dalam pelaksanaan APBNmulai tahun 2004 berbentuk LaporanKeuangan Pemerintah Pusat (LKPP)yang disusun berdasarkan gabunganseluruh Laporan KeuanganKementerian Negara/Lembaga. Hal inisesuai dengan pasal 9 PeraturanPemerintah No. 8 Tahun 2006 tentangPelaporan Keuangan dan KinerjaInstansi Pemerintah yang menyatakanbahwa Menteri Keuangan menyusun
LKPP untuk memenuhipertanggungjawaban pelaksanaanAPBN, yang disusun berdasarkanLaporan Keuangan KementerianNegara/Lembaga. Sejak tahun 2004,Pemerintah telah menghasilkan tigaLKPP yang telah diperiksa oleh BPKdengan hasil BPK tidak dapat
memberikan opini/disclaimer.Mencermati lebih lanjut Undang-Undang No. 22 Tahun 2006 tentangPertanggungjawaban atas PelaksanaanAPBN Tahun 2004 tertanggal 29Desember 2006, pasal 2 besertapenjelasannya dinyatakan bahwapertanggungjawaban APBN berupa (i)
Laporan Realisasi APBN T.A. 2004; (ii)Neraca Pemerintah Pusat per 31
Desember 2004; (iii) Laporan Arus KasTA 2004; dan (iv) Catatan atas laporanKeuangan. Dalam undang-undang ini
disebutkan pula bahwa NeracaPemerintah Pusat tersebut merupakanNeraca awal Pemerintah Pusat per 31Desember 2004 yang dapat disajikansebagai perbandingan dalam laporankeuangan periode berikutnya yangdisusun berdasarkan gabungan Neracaseluruh kementerian negara/lembaga.Oleh karena itu, perubahan posisineraca awal Pemerintah Pusat haruslahmendapatkan persetujuan DPR karenahal tersebut telah menjadi ketetapanpolitik antara pemerintah sebagai agendan rakyat sebagai prinsipal.
Apabila ditinjau dari kondisi saat ini,Laporan Keuangan KementerianNegara/Lembaga TA 2006 (audited)yang telah mendapatkan opini dari BPKmenjadi saldo awal aset tetapkementerian negara/lembaga per 1Januari 2007. Untuk meneliti kebenaransaldo awal aset tetap tahun anggaran2007, setiap kementerian negara/lembaga harus melakukan inventarisasiBarang Milik Negara (BMN).
Inventarisasi dilakukan dengan tujuanuntuk mengetahui keberadaan fisik dariBMN dimaksud, sedangkan dalamrangka penilaian BMN harus didasarkanpada ketentuan sesuai PP No. 24/2005tentang Standar AkuntansiPemerintahan termasuk buletinteknisnya. Hasil inventarisasi BMN
menjadi dasar bagi kementeriannegara/lembaga untuk membuat Memo
8/3/2019 Panduan Teknis I-1 250907 Akuntansi Pemerintah Pusat
9/20
Panduan Teknis Akuntansi Pemerintah Pusat
Hal 5
Penyesuaian/Koreksi yang selanjutnyaakan dijadikan penetapan sebagai saldoawal aset tetap tahun anggaran 2007.
Selanjutnya, kementerian negara/lembaga dalam melakukan penilaianBMN tidak dibenarkan melakukanrevaluasi BMN sebelum adanya suratkeputusan revaluasi dari MenteriKeuangan.
Sehubungan dengan itu, kementeriannegara/lembaga harus menanggapi
secara tegas saran BPK tentang hal inibahwa neraca awal kementeriannegara/lembaga telah tersusun dan
telah terkonsolidasikan dalam UU No.22 tahun 2006. Untuk itu, kementeriannegara/lembaga seyogyanya
menuangkan pendapat tersebut kedalam bentuk jawaban atau penjelasantentang tindak lanjut hasil pemeriksaansesuai pasal 20 UU Nomor 15 Tahun2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaandan Tanggung Jawab KeuanganNegara. Inilah sebenarnya yang harusdilakukan oleh kementerian negara/lembaga dalam menanggapi keinginanBPK.
ASET SATKER PENGGUNADANA DEKONSENTRASI/TUGAS PEMBANTUAN
Salah satu objek temuan pemeriksaan BPK atas LKPP adalah terkait denganpengungkapan atas penggunaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (DK/TP)oleh kementerian negara/lembaga. Kurangnya transparansi dalam pelaporan danaDK/TP berkontribusi negatif terhadap opini yang lebih baik dari BPK. Di samping itu,kompleksitas penyaluran dana DK/TP seringkali berakibat pada tidak tersajinya realisasipenggunaan dana ini secara memadai dalam laporan keuangan. Hal yang paling seringmenjadi alasan kementerian Negara/lembaga atas kondisi ini adalah bagaimanamemperlakukan aset yang diperoleh dari dana DK/TP. Untuk menanggapi hal ini, maka
kementerian Negara/lembaga perlu mengetahui kronologis perlakuan pencatatan danaDK/TP dari awal.
Ada beberapa peraturan yangmendasari pengelolaan barang miliknegara yang bersumber dari DanaDekonsentrasi dan Tugas Pembantuanyaitu :1. UU No. 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan
Pemerintah Pusat dan Daerahdalam pasal-pasal sebagai berikut :a. pasal 91 yang menyebutkan
bahwa semua barang yangdiperoleh dari danaDekonsentrasi menjadi barang
milik negara (BMN) dan dapatdihibahkan kepada daerah.
8/3/2019 Panduan Teknis I-1 250907 Akuntansi Pemerintah Pusat
10/20
Panduan Teknis Akuntansi Pemerintah Pusat
Hal 6
b. pasal 98 yang menyebutkanbahwa semua barang yangdiperoleh dari dana Tugas
Pembantuan menjadi barangmilik negara (BMN) dan dapatdihibahkan kepada daerah.
2. Peraturan Pemerintah (PP) No. 6Tahun 2006 tentang PengelolaanBarang Milik Negara/Daerah:a. pasal 4 :
Menteri Keuangan selakuBendahara Umum Negaraadalah pengelola barang miliknegara.
b. pasal 45 :Bentuk-bentuk pemindah-tanganan sebagai tindak lanjutatas penghapusan barang miliknegara/daerah terdiri atas
penjualan; tukar menukar;hibah; penyertaan modalpemerintah/daerah.
c. pasal 46 :ayat (1) Pemindahtangananbarang milik negarasebagaimana dimaksud dalampasal 45 untuk: (a) tanah
dan/atau Bangunan ; (b) selaintanah dan/atau bangunan yangbernilai lebih dari Rp.100.000.000.000,00 (seratusmiliar rupiah), dilakukan setelahmendapat persetujuan DPR.
d. pasal 49 :ayat (1) Pemindahtangan
barang milik negara selaintanah dan/ atau bangunanyang bernilai sampai dengan
Rp10.000.000.000,00(sepuluh miliar rupiah)dilakukan oleh pengguna
barang setelah mendapatpersetujuan pengelolabarang;
ayat (2) Pemindahtanganbarang milik negara selaintanah dan/ atau bangunanyang bernilai di atas Rp.10.000.000.000,00 (sepuluhmiliar rupiah) sampaidengan Rp.100.000.000.000,00 (seratusmiliar rupiah ) dilakukan olehpengguna barang setelahmendapat persetujuanPresiden.
Dari uraian di atas dapat disimpulkanbahwa:
1. Barang milik negara baik yangbersumber dari dana Dekonsentrasidan/atau dana Tugas Pembantuandapat dihibahkan kepada Daerah;
2. Barang milik negara yang telahdihibahkan kepada daerah dikeloladan ditatausahakan oleh daerah;
3.
Barang milik negara yang tidakdihibahkan kepada daerah dikeloladan ditatausahakan olehkementerian negara/lembaga yangmemberikan penugasan.
Adapun mengenai pemindahtangananatas BMN dikategorikan menjadi 2bagian yaitu yang berupa tanah
dan/atau bangunan serta selain tanahdan/atau bangunan. Untuk BMN berupa
8/3/2019 Panduan Teknis I-1 250907 Akuntansi Pemerintah Pusat
11/20
Panduan Teknis Akuntansi Pemerintah Pusat
Hal 7
tanah dan/atau bangunanpemindahtangannya harusmendapatkan persetujuan DPR,
sedangkan selain tanah dan/ataubangunan diklasifikasikan sebagaiberikut:
Di atas Rp100.000.000.000,00(seratus miliar rupiah) haruspersetujuan DPR;
Antara Rp10.000.000.000,00(sepuluh miliar rupiah) sampai
dengan Rp100.000.000.000,00(seratus miliar rupiah) harusdengan persetujuan Presiden;
Sampai dengan nilaiRp10.000.000.000,00 (sepuluhmiliar rupiah) harus mendapatpersetujuan Menteri Keuangan.
Dengan adanya persetujuan Menteri
Keuangan untuk pemindahtangananBMN setiap kementerian negara/lembaga pengguna DanaDekonsentrasi dan Tugas Pembantuankepada daerah memerlukan waktu danproses yang lama. Untuk mempercepatproses dan waktu penyelesaianpemindahtanganan BMN, maka
diperlukan Peraturan Menteri Keuanganyang mangatur tata carapemindahtanganan BMN kepadadaerah yang dapat didelegasikankepada Kantor Pusat DirektoratJenderal Kekayaan Negara dan KanwilDJKN tergantung dari nilai BMN yangakan dipindahtangankan.
Karena menyangkut kebijakanpengelolaan BMN, maka seharusnya
DJKN menindaklanjuti sesegeramungkin pembuatan Peraturan MenteriKeuangan tersebut sebagai amanah
dari PP No. 6/2006 ini sehinggapermasalahan menyangkut pelaporanBMN Dana Dekonsentrasi dan TugasPembantuan dapat diselesaikan. Dalamdraf Permenkeu tersebut secaraeksplisit juga harus dikemukakanbahwa untuk BMN DK/TP yang telahdihibahkan tanpa pernah adapersetujuan dari Menteri Keuangansebelum Permenkeu diterbitkan, makasemua pemindahtanganan BMNkepada daerah harus dibuatkan BeritaAcara Serah Terima BMN DK/TP yangditandatangani oleh kedua belah pihakdan harus dibukukan pada Satuan KerjaPerangkat Daerah (SKPD) terkait.
Sementara itu, selama belum terbitPeraturan Menteri Keuangan yangmengatur mengenai hibah BMN DK/TP,ketentuan hibah BMN masihberdasarkan atas Keputusan MenteriKeuangan Nomor 55/KMK.03/2001tentang Tata Cara Pengamanan,Penghapusan dan Pengalihan BarangMilik/Kekayaan Negara dari Pemerintah
Pusat kepada Pemerintah Daerahdalam rangka Pelaksanaan OtonomiDaerah dan Surat Edaran DirjenAnggaran Nomor SE-76/A/2001.
8/3/2019 Panduan Teknis I-1 250907 Akuntansi Pemerintah Pusat
12/20
Panduan Teknis Akuntansi Pemerintah Pusat
Hal 8
PENJELASAN PEMBEBANAN BIAYA SATPAM/PENGAMANAN
Permasalahan lain yang sering menjadi kendala dalam pencatatan/akuntansi dalampenyusunan LKPP adalah pembebanan biaya satpam/pengamanan. Masih seringditemui satker yang melakukan pembebanan biaya satpam/pengamanan ke dalamkelompok belanja pegawai atau belanja barang. Hal ini seharusnya tidak perlu terjadi
jika pemahaman mengenai substansi masing-masing belanja tersebut dimiliki olehsatker di lingkungan kementerian negara/lembaga.
Minimnya pemahaman atas pembebananMata Anggaran Pengeluaran (MAK) untuk
pembayaran biaya satpam/pengamanankantor pada satuan kerja berakibat padaberagamnya pencatatan pengeluarantersebut, yaitu pada Belanja PegawaiMAK 512112 (Belanja Uang Honor TidakTetap), Belanja Barang MAK 521111(Belanja Keperluan Sehari-hariPerkantoran) atau MAK 521114 (Belanja
Barang untuk PelaksanaanTupoksi/Bersifat Kontraktual). Selain itupenafsiran yang berbeda oleh setiapkementerian negara/lembaga ataspenggunaan mata anggaran pengeluarandalam penyusunan Rencana Kerja danAnggaran Kementerian Negara/Lembaga(RKA-KL) Tahun Anggaran 2007 termasuk
Petunjuk Operasional Kegiatan (POK)disebabkan belum adanya penjelasanpenggunaan atas mata anggarantersebut, termasuk karena masih adanyapembagian belanja mengikat dan tidakmengikat.
Dengan telah direvisinya Permenkeu No.13/PMK.06/2005 tentang Bagan Perkiraan
Standar menjadi Permenkeu No.
91/PMK.05/2007 tentang Bagan AkunStandar yang akan mulai berlaku untuk
penyusunan dan penelaahan RKA-KLataupun DIPA TA 2008 maka penjelasanakun belanja dan akun pendapatanmenjadi bagian yang tidak terpisahkandari Permenkeu dan sudah dijadikanreferensi pada aplikasi RKA-KL 2008sehingga penggunaannya mudahdipahami oleh setiap satuan kerja.
Satpam/pengamanan kantor termasuktenaga cleaning service dan sopirseyogyanya dipekerjakan secarakontraktual oleh satuan kerja sehinggabiayanya memenuhi kriteria sebagaibelanja barang. Apabila tidak, biayatersebut tidak bisa diklasifikasikan dalambelanja apapun sehingga sulit untuk
dibayarkan atas beban APBN.Berdasarkan Bagan Perkiraan Standar,pembayaran biaya satpam/pengamananseharusnya dilakukan atas dasar kontrakdengan kementerian negara/lembaga,sehingga termasuk Belanja Barangmenggunakan kode MAK 521111 (BelanjaKeperluan Sehari-hari Perkantoran).
8/3/2019 Panduan Teknis I-1 250907 Akuntansi Pemerintah Pusat
13/20
Panduan Teknis Akuntansi Pemerintah Pusat
Hal 9
PIUTANG PAJAK
Piutang Pajak masih menjadi salah satu temuan BPK yang perlu mendapat perhatianDepartemen Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Pajak. Di masa yang akan datang,permasalahan terkait dengan piutang pajak termasuk piutang pajak yang masih dalamsengketa dengan wajib pajak dapat terselesaikan melalui administrasi yang lebih baikuntuk mendukung upaya peningkatan kualitas laporan keuangan.
Piutang Pajak merupakan salah satuperkiraan Neraca yang pencatatannyamenggunakan basis akrual. Hal ini
sesuai dengan Standar AkuntansiPemerintahan yang menetapkan bahwauntuk pengakuan pendapatan, belanja,transfer, dan pembiayaanmenggunakan basis kas dan basisakrual untuk pengakuan aset,kewajiban, dan ekuitas dana.
Departemen Keuangan c.q. Direktorat
Jenderal Pajak sudah mengelolaPiutang Pajak per masing-masingKantor Pelayanan Pajak (KPP). PiutangPajak diakuntasikan menurut basisakrual yaitu pada saat penyusunanLaporan Keuangan kementeriannegara/ lembaga per semester (per 30Juni dan 31 Desember).
Prosedur akuntansi Piutang Pajak olehKantor Pelayanan Pajak (KPP) sebagaiberikut:
1. KPP menghitung jumlah piutangpajak per tanggal LaporanKeuangan;
2. KPP membuat jurnal aset (memopenyesuaian) untuk mencatat
jumlah piutang pajak tersebut;3. Untuk selanjutnya KPP merekam
data memo penyesuaian dengan
menggunakan aplikasi SistemAkuntansi Keuangan tingkat Kantor( UAKPA);
4. Melakukan posting data danmenyajikan Neraca Tingkat Kantor(KPP).
Untuk itu, setiap KPP harusmemastikan agar pada neraca tingkatKPP terdapat akun Piutang Pajak danCadangan Piutang.
BELANJA LAIN-LAIN
Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, akuntansi belanja lain-lainperlu dibenahi terutama berkaitan dengan pengklasifikasiannya untuk keperluanpertanggungjawaban dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. Pemahaman satker
mengenai hal ini perlu ditingkatkan untuk mendukung kualitas pelaporan keuanganpemerintah.
8/3/2019 Panduan Teknis I-1 250907 Akuntansi Pemerintah Pusat
14/20
Panduan Teknis Akuntansi Pemerintah Pusat
Hal 10
Belanja lain-lain/tak terduga merupakanpengeluaran anggaran untuk kegiatanyang sifatnya tidak biasa dan
diharapkan tidak berulang sepertipenanggulangan bencana alam,bencana sosial, dan pengeluaran tidakterduga lainnya yang sangat diperlukandalam rangka penyelenggaraankewenangan pemerintah pusat/daerah.
Belanja lain-lain disajikan dalam laporanrealisasi anggaran sebagai Belanja
Lain-lain (jenis belanja 58). Apabila darihasil pengeluaran belanja yang berasaldari belanja lain-lain tersebut diperolehaset tetap, maka aset tetap tersebutdicatat dan disajikan dalam neraca.Walaupun perolehan aset tetap ini tidakmenggunakan jenis belanja modalsehingga tidak terdapat jurnalkorolarinya, maka pencatatan aset tetapini dimasukkan pada aplikasi SABMNdengan tetap menggunakan klasifikasibelanja lain-lain.
Pada pemerintah pusat, anggaran untukmembiayai pengeluaran yang sifatnyamendesak dan/atau terduga dikelolapada bagian anggaran (BA) tersendiri
yaitu BA 069 (Belanja Lain-lain). Bagiananggaran ini termasuk kelompokanggaran perhitungan dan pembiayaan,yang penentu pengguna anggarannyaadalah Menteri keuangan c.q DirektoratJenderal Anggaran. Sedangkan KuasaPengguna Anggarannya terdapat padamasing-masing Kementerian Negara/Lembaga yang mendapatkan alokasi
anggaran tersebut. Untuk itu pada akhirtahun anggaran, agar pengelolaan aset
tetap yang diperoleh dari Belanja Lain-lain diserahkan kepada satuan kerjayang melekat pada kementerian
negara/lembaga dengan membuatBerita Acara Serah Terima Barang.
Contoh:Pada tahun anggaran 2006,pemerintah merencanakan untukmenyiapkan alokasi anggaransebesar Rp 2.000.000.000 (dua miliarrupiah) yang diberikan kepada
Departemen Sosial sebagaipelaksana belanja denganmenggunakan BA 069 (bukan BA027) untuk mengantisipasi kejadianyang tidak terduga.
Pada tahun 2006 terjadi bencanaalam, Satker Departemen Sosialmencairkan dana yang bersumber
dari BA 069 untuk membantumenanggulangi bencana alamtersebut. Dari pengeluaran terdapatpembelian mobil ambulan danekscavator untuk menolong korbanbencana alam tersebut. Atasperolehan aset tetap tersebut satkerBA 069 ini harus melakukan
pencatatan dalam SABMN atasperolehannya dengan dasar SPM/SP2D dengan klasifikasi belanja lain-lain. Selanjutnya data SABMNtersebut dikirim kepada UAKPA untukdiproses dan disajikan dalam neraca.Pada akhir tahun satker (BA 069) iniharus segera melakukan serah terimaBMN kepada satker Departemen
Sosial ini (BA 027), yang seterusnyaakan melakukan pemeliharaan dan
8/3/2019 Panduan Teknis I-1 250907 Akuntansi Pemerintah Pusat
15/20
Panduan Teknis Akuntansi Pemerintah Pusat
Hal 11
penatausahaan serta pembukuannya adalah satker Departemen Sosial ini.
UTANG DANA BAGI HASIL (DBH)Utang Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan pembayaran kekurangan dana bagi hasil(tahun 2000-2005) di mana sumber pembiayaannya berasal dari penggunaan RekeningSaldo Anggaran Lebih dan tercatat dalam pembiayaan perbankan dalam negeri.
Undang-Undang No. 18 Tahun 2006tentang APBN Tahun 2007 dalam pasal10 (penjelasan) menyebutkan bahwa
pembayaran kekurangan dana bagihasil tahun 2000-2005 sebesarRp. 231.428.920.000,00 terdiri dari:
(i) DBH Pajak Rp5.057.000.000,00;(ii) DBH SDA Rp226.371.920.000,00.Nilai bagi hasil sebesar Rp.231.428.920.000,00 ini merupakan hakpemerintah daerah atas DBH yangbelum dibayarkan oleh pemerintahsampai dengan akhir tahun anggaran2006.
Saat ini, pencatatan atas dana tersebutdimasukkan ke dalam rekeningpenampungan sementara atas namaMenteri Keuangan (escrow account),yang dalam Laporan KeuanganPemerintah Pusat disajikan dalamperkiraan Aset Lancar (LaporanNeraca). Dengan hanyadicantumkannya kekurangan dana bagi
hasil tersebut pada Neraca, makaseyogyanya mekanisme pencairankekurangan dana bagi hasil tersebut
tidak menggunakan DIPA. Namunsebaliknya mekanisme pencairandananya diatur dengan tata caratersendiri yang ditetapkan oleh MenteriKeuangan.
Dari sudut pandang akuntansi,seharusnya nilai tersebut disajikandalam Neraca sebagai Utang Dana
Bagi Hasil dalam klasifikasi UtangJangka Pendek dan perkiraan Danayang Harus Disediakan untuk UtangJangka Pendek sebagai kontraakunnya. Dengan metode pencatatanyaitu disajikannya Utang Dana BagiHasil pada neraca pemerintah pusat,maka untuk periode berikutnya
pemerintah dapat menyediakan danauntuk pembayaran utang tersebutdengan mekanisme pencairan DIPAyaitu menggunakan SPM/SP2D.
8/3/2019 Panduan Teknis I-1 250907 Akuntansi Pemerintah Pusat
16/20
Panduan Teknis Akuntansi Pemerintah Pusat
Hal 12
KLINIK AKUNTANSI PEMERINTAH PUSAT
diasuh oleh Redaksi
Seringkali kita mengalami kesulitan dalam mengakuntansikan suatu transaksi karenatidak cukup memahami standar akuntansi pemerintahan yang berlaku. Untuk itu,Redaksi berinisiatif menyajikan pertanyaan-pertanyaan mengenai permasalahanakuntansi yang masuk ke meja redaksi.
Andapun dapat berpartisipasi aktif dengan mengirimkan pertanyaan seputar akuntansidan pelaporan keuangan kepada kami.
Semoga dengan demikian kesalahan serupa tidak akan terulang lagi di masa depan.
Pertanyaan:Yth. Pengasuh KlinikKami di satuan kerja A berencanamembangun gedung dengan rincianbiaya sebagai berikut:
biaya perencanaan: Rp30.000.000,00
biaya konstruksi: Rp2.000.000.000,00
biaya pengawasan: Rp20.000.000,00
Sampai dengan tanggal pelaporan kamibaru merealisasikan Belanja ModalGedung dan Bangunan (MAK 533111)untuk membayar biaya
konsultan/perencanaan sebesar Rp30.000.000,00. Untuk itu kami inginmengajukan pertanyaan sebagaiberikut:1. Bagaimana penyajiannya dalam
Neraca?2. Bagaimana jika pembangunan
tersebut tidak jadi dilaksanakan?
Jawaban Pengasuh:
Pertanyaan anda sangat bagus sekalimengingat hal ini selalu menjadiperbincangan yang menarik di antaraTim Pembina SAI. Atas pertanyaananda, kami dapat kemukakan bahwa:1. Walaupun konstruksi secara fisik
belum kelihatan, tetapi prosespengerjaan dalam rangkaperolehan gedung tersebut telahdimulai, sehingga realisasi biayaperencanaan tersebut disajikan didalam Neraca satuan kerja Asebagai KDP senilai Rp30.000.000,00
2. Jika proses konstruksi ternyatasudah dapat dipastikan untukdihentikan/tidak dilanjutkan, makaartinya manfaat ekonomi di masadatang sudah tidak akan diperoleh,sehingga KDP tersebut harusdieliminasi dari Neraca dandiungkapkan di dalam CaLK.
Pertanyaan:Yth. Pengasuh Klinik
8/3/2019 Panduan Teknis I-1 250907 Akuntansi Pemerintah Pusat
17/20
Panduan Teknis Akuntansi Pemerintah Pusat
Hal 13
Departemen kami pada tahun 2006melakukan kontrak kerjasamapengadaan peralatan dan mesin
dengan PT. Untung Terus (namasebenarnya dirahasiakan) senilai Rp.200.000.000,00,-. Dalam rangkapekerjaaan tersebut telah dibayarkanuang muka Rp. 40.000.000,00,- dansampai dengan akhir tahun pekerjaanbelum dilaksanakan. Pada bulan Meitahun 2007, pekerjaan dilanjutkan tetapioleh PT Limpahan Sejahtera dan uangmuka tahun 2006 telah ditransfer olehPT Untung Terus kepada PT LimpahanSejahtera. Sampai dengan akhir Junitahun 2007 belum terdapat realisasibelanja atas pekerjaan tersebut. Atashal tersebut kemi ingin mengajukanpertanyaan sebagai berikut:1. Bagaimana penyajiannya di Neraca
tahun 2006?2. Bagaimana penyajiannya di Neraca
semester 1 2007?
Jawaban Pengasuh:Tampaknya persoalan SABMN akhir-akhir ini menarik minat pelaksanaakuntansi dan pelaporan keuangan di
banyak Departemen. Kami menyadaribahwa banyak persoalan SABMN yangselama ini terabaikan menjadi isu yangmenarik untuk dibahas. Apalagi jikamengingat setelah tiga tahunberjalannya SAI, dapatlah dikatakanmasing-masing departemen relatif telahmenguasai SAK dengan baik. Ataspertanyaan anda dapat kamisampaikan:1. Di dalam Neraca tahun 2006
pengeluaran dimaksud disajikansebagai Uang Muka Kerja sebesarRp 40.000.000,00 karena
pengerjaan belum dimulai samasekali oleh PT Untung Terus,sehingga tidak disajikan sebagaiKDP.
2. Di dalam Neraca semester 1 2007tetap disajikan sebagai Uang MukaKerja sebesar Rp 40.000.000,00karena realisasi pekerjaan jugabelum ada, namun harus dilakukanpengungkapan di dalam CaLKterkait terjadinya denganpengalihan rekanan.
Sebagai tambahan, seharusnyamasalah ini dapat diminimalkan denganproses pengadaan barang dan jasayang baik sehingga potensiketerlambatan pekerjaan dapat
dikurangi dengan memilih pemenangtender yang berkualitas.
Pertanyaan:Yth. Pengasuh KlinikDepartemen kami berencana membeli 1buah mobil seharga Rp230.000.000,00,10 buah motor seharga @
Rp16.000.000,00, dan 15 buahkomputer dengan harga @Rp12.000.000,00. Pembelian seluruhaset tetap tersebut dilakukan denganperjalanan dinas yang dianggarkansebesar Rp10.000.000,00. Sedangkandalam DIPA kami dianggarkan BelanjaModal Peralatan dan Mesin sebesar
Rp570.000.000,00 dan Belanja BarangRp10.000.000,00.
8/3/2019 Panduan Teknis I-1 250907 Akuntansi Pemerintah Pusat
18/20
Panduan Teknis Akuntansi Pemerintah Pusat
Hal 14
Adapun, realisasi pengadaan mobiladalah Rp200.000.000,00, 10 buahmotor adalah @ Rp15.000.000,00, dan
15 buah komputer @ Rp10.000.000,00.Sedangkan realisasi Belanja Barangadalah sebesar Rp10.000.000,00.Kami ingin mendapat informasimengenai beberapa hal di bawah ini:1. Bagaimana penyajian dalam LRA?2. Bagaimana penyajian di Neraca?3. Bagaimana penganggaran dalam
APBN sesuai SAP?
Jawaban Pengasuh:Perlu kami sampaikan sebelummenjawab pertanyaan Anda, bahwakonsep biaya perolehan meliputiseluruh biaya yang dikeluarkan untukmendapatkan suatu barang/jasa. Olehkarena itu biaya perjalanan, ATK dan
lain-lain yang digunakan untukmendapatkan kendaraan di atas harusdimasukkan dalam biaya perolehankendaraan tersebut.Atas pertanyaan Anda, dapat kamisampaikan:1. Dalam LRA Departemen Anda agar
disajikan sebagai berikut:
Belanja Barang Rp10.000.000,00Untuk realisasi biaya perjalanandinas
Belanja Modal Peralatan danMesin Rp500.000.000,00Terdiri dari mobil(Rp200.000.000,00), motor(Rp150.000.000,00), dankomputer (Rp150.000.000,00)
2. Nilai perolehan aset tetap adalahseluruh biaya yang dikeluarkan
sampai dengan aset tetap tersebutsiap pakai, sehingga nilai masing-masing aset tetap berupa Peralatan
dan Mesin yang harus dikapitalisasiadalah harga pembelian ditambahdengan biaya perjalanan dinasyang dibagi secara proporsional. Harga pembelian total seluruh
aset tetap:= Rp200.000.000,00 + (10x
Rp15.000.000,00) + (15 xRp10.000.000,00)
= Rp500.000.000,00
Nilai kapitalisasi Mobil= Rp200.000.000,00 +
{(200.000.000 : 500.000.000)x Rp10.000.000}
= Rp204.000.000,00
Nilai kapitalisasi 1 buah motor= Rp15.000.000,00 +
{(15.000.000 : 500.000.000) xRp10.000.000}
= Rp15.300.000,00
Nilai kapitalisasi 1 buahkomputer
= Rp10.000.000,00 +{(10.000.000 : 500.000.000) xRp10.000.000}
= Rp10.200.000,00Dalam Neraca Departemen Andaagar disajikan sebagai berikut:
Aset Tetap
Peralatan dan MesinRp510.000.000,00
Terdiri dari mobil(Rp204.000.000,00), motor (10 x
Rp15.300.000,00), dan komputer(15 x Rp10.200.000,00)
8/3/2019 Panduan Teknis I-1 250907 Akuntansi Pemerintah Pusat
19/20
Panduan Teknis Akuntansi Pemerintah Pusat
Hal 15
Ekuitas Dana
Diinvestasikan dalam Aset TetapRp510.000.000,00
3. Penganggaran yang seharusnyadalam DIPA Departemen Andaadalah Belanja Modal Peralatandan Mesin sebesarRp580.000.000,00 yang terdiri daritotal harga aset tetap yang dibeliditambah dengan biaya PerjalananDinas. Biaya Perjalanan Dinas yangberkaitan langsung denganpengadaan suatu aset tetap tidakboleh dianggarkan dalam belanjabarang tetapi dianggarkan dalambelanja modal.
8/3/2019 Panduan Teknis I-1 250907 Akuntansi Pemerintah Pusat
20/20