36
2. TEPUNG IKAN 2.1. Definisi Tepung Ikan Tepung ikan adalah suatu produk padat kering yang dihasilkan dengan jalan mengeluarkan sebagian besar cairan dan sebagian atau seluruh lemak yang terkandung didalam tubuh ikan. Untuk membuat tepung ikan sebenarnya dapat digunakan semua jenis ikan, tetapi hanya ikan demersal dan pelagis saja yang banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan tepung ikan. Sebagai sumber protein hewani, ikan harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan manusia dan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Oleh karena itu selama ikan masih bisa dimakan, tidaklah layak bila ikan dijadikan tepung ikan. Jadi hanya sisa-sisa olahan (limbah) atau kelebihan hasil penangkapanlah yang harus diolah menjadi tepung ikan (moeljanto, 1992). Perbedaan tepung ikan lokal dengan tepung ikan impor dapat dilihat pada gambar 1. Gambar 1. Foto tepung ikan lokal dan tepung ikan import (Sobri, 2008). Tepung ikan local Tepung Ikan Import 3

Paper Adhe

Embed Size (px)

Citation preview

2. TEPUNG IKAN

2.1. Definisi Tepung Ikan

Tepung ikan adalah suatu produk padat kering yang dihasilkan dengan

jalan mengeluarkan sebagian besar cairan dan sebagian atau seluruh lemak yang

terkandung didalam tubuh ikan. Untuk membuat tepung ikan sebenarnya dapat

digunakan semua jenis ikan, tetapi hanya ikan demersal dan pelagis saja yang

banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan tepung ikan.

Sebagai sumber protein hewani, ikan harus dimanfaatkan semaksimal

mungkin untuk memenuhi kebutuhan manusia dan untuk meningkatkan

kesejahteraan manusia. Oleh karena itu selama ikan masih bisa dimakan, tidaklah

layak bila ikan dijadikan tepung ikan. Jadi hanya sisa-sisa olahan (limbah) atau

kelebihan hasil penangkapanlah yang harus diolah menjadi tepung ikan

(moeljanto, 1992). Perbedaan tepung ikan lokal dengan tepung ikan impor dapat

dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Foto tepung ikan lokal dan tepung ikan import (Sobri, 2008).

Tepung ikan local Tepung Ikan Import

Tepung ikan mengandung protein, mineral dan vitamin B. Protein ikan

terdiri dari asam amino yang tidak terdapat pada tumbuhan. Kandungan gizi yang

tinggi pada tepung ikan dapat meningkatkan produksi dan nilai gizi telur, daging

ternak dan ikan. Usaha pembuatan tepung ikan dapat menggunakan peralatan

yang sederhana (PDII-LIPI, 1998).

3

2.2. Bahan Mentah

2.2.1. Jenis dan komposisi ikan

Banyak pendapat mengenai bahan mentah atau bahan baku yang bisa

dipakai untuk pembuatan tepung ikan.

Setiap jenis ikan dapat diolah menjadi tepung ikan, tetapi umumnya hanya

digunakan ikan-ikan bermutu rendah atau ikan yang tidak terjual

(Murniyati,2000). Hampir semua jenis ikan dapat diolah menjadi tepung ikan.

Kecuali ikan yang sudah busuk (Arifudin, 2002). Tepung ikan terbuat dari jenis-

jenis ikan yang tidak dikonsumsi oleh manusia dan variasi jenis tergantung dari

daerah dimana tepung ikan itu dibuat (Purwito, 1985).

Seperti pada industri lainnya, industri tepung ikan memerlukan pengadaan

bahan mentah yang teratur. Karena itu pada saat merencanakan suatu pabrik

tepung ikan perlu untuk mengetahui jenis-jenis ikan yang tersedia, lamanya

musim penangkapan, lokasi daerah penangkapan, alat tangkap yang cocok, dan

jumlah hasil tangkapan yang dapat dicapai rata-rata pertahun (ilyas, et al, 1985).

Diluar ikan rusak, kelebihan ikan pada waktu musim penangkapan dan

hasil buangan pabrik pengolahan ikan /udang, sumber yang sangat cocok untuk

bahan bak tepung ikan adalah jenis-jenis ikan dasar yang berkualitas dan bernilai

rendah.

Jenis-jenis ikan yang dikategorikan sebagai kategori ikan komersial ke tiga

antara lain Gerreidae ( bangsa kapas-kapas), Leiognathidae( Bangsa Peperek),

Upeneus ( bangsa biji nangka, kuniran), Scolopsis ( Pasir-pasir), Saurida

( Beloso), Theraponidae(Kerong-kerong), Harpodon ( Ikan nomei), Labridae

(Gigi anjing, mamar), Acanthuridae (Ikan Hitam, Buntana, Greon).

Adapun jenis ikan rucah lainnya yaitu, Diodonthidae ( Buntel Duren),

Tetradonthidae ( Buntel mas, Buntel Pasir, Buntel kelapa), Synodus ( Beloso),

Balistidae (Pokol), Cynoglossidae( Lidah) (Dierktur Bina Sumber Hayati, 1985).

4

Berdasarkan sumbernya, ikan yang diolah menjadi tepung ikan dapat

dibedakan atas tiga macam :

1). Ikan yang memang khusus ditangkap untuk dijadikan tepung ikan.

2). Hasil samping tangkapan khusus, dan

3). Sisa pengolahan( fillet, pengalengan, dan lain-lain).

Komposisi dan mutu keseragaman ikan merupakan faktor utama yang

menentukan mutu dan besarnya hasil (yield) tepung ikan yang diperoleh. Selama

tahap pengumpulan dan penanggguhan hendaknya ikan tetap terjaga mutunya

dengan baik dengan jalan menerapkan prinsip-prinsip penanganan ikan segar,

yaitu bekerja cepat dalam lingkungan yang bersih dan bersuhu rendah (ilyas, et al,

1985).

Jika terdapat campuran ikan yang berlemak dan yang tidak, sebaiknya

dipisahkan sebelum diolah menjadi ikan yang berlemak rendah( kurang dari 2 1/2

%) dan yang lebih tinggi. Ikan –ikan yang telah diketahui beracun ( Buntal, dan

lain-lain) harus dibuang dan tidak disertakan dalam pembuatan tepung ikan.

Pengawetan bahan mentah dapat dilakukan dengan meng es atau perlakuan suhu

rendah (Arifudin, 2002).

2.2.2. Pengawetan bahan mentah

Usaha untuk mendapatkan cara-cara pengawetan ikan yang ekonomis

sampai sekarang masih merupakan tantangan bagi industri tepung ikan. Diantara

cara-cara pengawetan yang ada pengawetan dengan teknik pendinginan ( chilling)

merupakan cara yang terbaik untuk mengawetkan hasil tangkapan. Namun untuk

industri tepung ikan penerapan teknik pendinginan baik dengan cara peng es an

maupun dengan air laut yang didinginkan ( refrigerated sea water) nampaknya

masih memerlukan pengkajian, terutama dari aspek ekonominya (ilyas, et al,

1985).

5

Pengawetan Sederhana

Cara pengawetan ikan yang paling murah, praktis dan hasilnya cukup baik

adalah dengan penggaraman. Akan tetapi, pengawetan ini mempunyai

kekurangan, apalagi disimpan lama. Pemakaian garam sampai 4% selain

menambah biaya produksi juga tidak efektif karena lama kelamaan juga akan

terjadi proses pembusukkan. Bila terjadi pembusukkan, pengolahan ikan menjadi

lebih sulit dan akan menghasilkan minyak berwarna hitam serta tepung ikan

berkadar amonia agak tinggi. Kadar garam agak tinggi (8 – 10%) menjadikan

ikan kurang baik. Oleh karena itu penggunaan garam sebagai bahan pengawet

tidak digunakan lagi.

Salah satu pengawetan bahan mentah yang relatif mudah pada saat hasil

tangkapan melimpah adalah dengan pembekuan secara blok. Dalam cara

pembekuan ini, ikan dibekukan dalam jumlah banyak sekaligus ( bulk freezing).

Dengan cara ini mutu bahan mentah masih cukup baik untuk pengolahan tepung

ikan.

Pengawetan dengan formalin

Penambahan larutan formaldehyde atau formalin ternyata baik untuk

mempertahankan mutu ikan segar sebagai bahan mentah pengolahan tepung ikan

dan semua ini tergantung pada suhu.

Untuk penambahan yang merata, larutan formalin 40% yang biasa

diperdagangkan, diencerkan dengan perbandingan paling tidak 1:2 penambahan

ini akan lebih baik bila dilakukan dengan alat penyemprot mekanis. Jumlah

formalin yang dibutuhkan tergantung pada suhu bahan mentah dan lama

penyimpanan ( sekitar ½ galon setiap ton). Untuk penyimpanan selama 2 minggu

pada suhu 150 C, formalin ternyata merupakan bahan pengawet yang cukup baik.

Disamping dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk, juga dapat

mempengaruhi jaringan-jaringan yang lunak sehingga lebih mudah dipress setelah

dikukus. Untuk penyimpanan lebih lama, sebaiknya fomalin dicampur dengan

bahan pengawet lain misalnya nitrit. Sebab, lama-kelamaan formalin

menyebabkan kulit ikan mengeras.

6

Pengawetan dengan nitrit (NaNO2 )

Nitrit merupakan bahan pengawet yang baik sekali. Selain bersifat

bakteriostatik juga mudah dihilangkan selama pengolahannya. Karena nitrit

merupakan racun, penggunaannya harus teliti sehingga sisa yang tertinggal pada

tepung ikan hanya sedikit sekali.

Dengan pemakaian nitrit, pembusukkan ikan segar dapat dihambat, tetapi

aktivitas enzim masih terus berjalan. Setelah beberapa waktu, bahan mentah akan

mengandung sejumlah protein yang dapat larut. Hasil tepung ikan yang bermutu

baik berwarna agak kemerah-merahan dan bebas dari pembusukkan. Hal ini dapt

diketahui dari bau, rasa, serta kadar volatile-N, minyak ikan yang dihasilkan juga

bermutu tinggi karena timbulnya warna yang tidak diinginkan dapat dicegah oleh

nitrit atau formalin (ilyas et all, 1985).

2.2.3. Kandungan dalam tepung ikan

Trace Element

Unsur kimia yang terkandung dalam jumlah sangat kecil disebut Trace

Element. Kadar trace element kurang dari seperseribu bagian dan pada ikan biasa

antara 10-4 sampai 10-12 .

Trace element mempunyai fungsi fifiologis yang sangat penting,

diantaranya sebagai pembentuk sistem enzim dan hormone, serta mempengaruhi

proses-proses pertumbuhan dan pembentukan darah. Tepung ikan mengandung

lebih dari 38 macam trace element.

Ikan mengandung trace element 10 kali lebih banyak dari pada hewan lain.

Moluska dan krustacea memiliki kandungan trace element 6-10 kali lebih banyak

dari pada ikan. Perbandingan itu dapat dijelaskan pada Table 1.

Kandungan trace element yang tinggi pada tepung ikan menunjukkan

besarnya fungsi fisiologis dari tepung ikan.

7

Tabel 1. Perbandingan Kadar Trace Element pada beberapa hewan

Vitamin dan APF

Kandungan protein-protein dan Animal Protein Factor ( APF) sangat

penting untuk membantu pembentukan albumin nabati. Vitamin yang sangat

berguna adalah vitamin B12.

Selama tepung ikan dibuat dan disimpan, beberapa vitamin yang rusak dan

vitamin A yang rusak selama pengeringan dan penyimpanan. Vitamin D dapat

bertahan agak lama. Vitamin-vitamin bertahan lebih lama lagi. Kerusakkan pada

vitamin B dipercepat oleh hasil-hasil oksidasi lemak.

Kandungan vitamin B12 yang tertinggi ( 200-400 µ g per Kg) diperoleh

didalam tepung yang dibuat dari herring atau sardine utuh. Sedangkan jenis-jenis

ikan lain hanya didapat vitamin sebanyak 80-200π g per Kg. kandungan vitamin

B1 dan B2 1000- 9000 µ g per Kg.

Minyak

Bahan mentah tepung ikan sebaiknya tidak banyak mengandung minyak.

Kandungan minyak yang tinggi menyebabkan tepung ikan tidak dapat diberikan

kepada hewan selama masa penggemukan karena menimbulkan rasa hambar dan

bau amis pada daging hewan tersebut.

Untuk melindungi minyak digunakan anti- oksidan pada bahan atau press

cake pada bahan yang dikeringkan. Hasil yang terbaik diperoleh dengan

8

Hewan Proporsi perbandingan Trace Element

Moluska dan krustacea 60-100

Ikan 10

Hewan lain 1

pemakaian butylated hydroxy-toluene 0,1 % dari berat tepung atau dengan propyl-

galate. Kedua anti oksidan ini tidak berpengaruh buruk terhadap hewan yang

memakannya.

Protein dan Mineral

Tepung ikan kaya akan protein hewani yang kandungannya tergantung

pada keadaan bahan mentah serta cara pembuatannya, yaitu 55 %- 57%.

Perbedaan kandungan protein dan mineral lebih jelas pada tepung ikan dari pada

bahan mentahnya karena bahan mentah terdiri atas kepala ikan , isi perut dan

ikan-ikan kecil dalam proporsi yang berbeda-beda.

Tepung ikan yang berasal dari ikan dan offal mengandung lebih banyak

mineral dan protein kolagen dalam kandungan protein keseluruhannya. Jika

tepung itu berasal dari isi perut atau ikan utuh, kandungan mineral lebih kecil,

sedangkan kandungan protein dapat mencapai 75%. Perebusan bahan mentah dan

pemerasan berikutnya menentukan kadar protein dan mineral (Murniyati, 2000).

2.2.4. Potensi Bahan Baku Tepung Ikan

Selama ini tepung ikan dinegara kita sebagian besar berasal dari limbah

pengalengan lemuru di daerah Banyuwangi dan daerah Bali. Sebagian lainnya

berasal dari limbah industri udang serta dari ikan-ikan yang tidak dimanfaatkan

untuk konsumsi atau lebih dikenal dengan ikan rucah.

Limbah Industri Pengalengan Ikan

Pada tahun 1982 bahan baku tepung ikan didapat dari limbah industri

pengalengan ikan lemuru, namun kini selain pengalengan ikan lemuru,

pengalengan ikan cakalang juga sudah mulai berkembang. Sudah tentu limbah

dari pengalengan ikan ini juga dapat dimanfaatkan untuk bahan baku tepung ikan.

Limbah Industri Udang Beku

Ekspor udang Indonesia dilakukan dalam bentuk udang beku. Bagian

kepala udang inilah yang dipakai sebagai bahan baku tepung ikan. Selain itu

untuk udang-udang yang kecil yang diekspor dalam bentuk beku maupun yang

9

dikaleng, bagian kulit juga harus dikupas sehingga kulit dan kepala menjadi bahan

tepung ikan seperti halnya pada limbah pembuatan ebi.

Limbah kepala udang pada pengawetan udang beku segar (tanpa kepala)

kurang lebih 40% dari bahan baku (udang utuh) (Purwito, 1985).

3. METODA PENGOLAHAN TEPUNG IKAN

3.1. Peralatan

Peralatan/perlengkapan mesin untul memproduksi tepung ikan dapat

diklasifikasikan menjadi peralatan modern dan tradisional yang dioperasikan

manual. Peralatan merupakan unit lengkap yang bekerja otomatis. Kapasitas

nominalnya memerlukan bahan mentah 60-1000 ton per hari.

Pemilihan pengadaan peralatan harus disesuaikan dengan jumlah dan

kontinuitas bahan mentah yang dapat disediakan.

3.1.1. Peralatan Modern

Komponen dan fungsinya dapat dilihat dalam gambar 3

10

3.1.2. Peralatan Tradisional

Peralatan tradisional terdiri dari beberapa jenis alat yang berdiri sendiri.

Jumlah dan kapasitas tiap jenis/ alat yang akan dimiliki harus disesuaikan dengan

kemampuan suplai bahan mentah. Kemampuan kerja dan penjemuran ( arealnya)

alat pengering mekanik, sebagai berikut :

Wadah : bak/tong/drum dari bahan plastic. Semen atau fiberglass

Keranjang dari plasik atau fiber glas yang fungsinya untuk mencuci limbah

ikan/ikan kecil

Tengki perebus dari bahan tahan karat yang dilengkapi sarangan

Alat pengepres/ pengempa, kapasitasnya disesuaikan dengan alat perebus

Gilingan atau penumbuk

Alat pengeringan : tempat penjemuran dan peralatannya atau alat pengering

mekanik

Ayakan (Arifudin, 2002).

11

3.2. Metoda Pengolahan Tepung Ikan

Pengolahan tepung ikan pada prinsipnya adalah perubahan bentuk dari

ikan utuh atau limbahnya menjadi bentuk tepung ikan. Sedangkan metoda yang

digunakan dapat dilakukan secara konvesional maupun cara sederhana. Pada

pengolahan tepung ikan selain dihasilkan tepung ikan juga didapat minyak ikan

yang mempunyai nilai ekonomis cukup baik (ilyas, et al, 1985).

3.2.1. Pengolahan dengan metoda konvensional

Pengolahan tepung ikan secara konvensional dilakukan secara mekanis

dan tahap-tahap pengolahannya merupakan suatu rangkaian yang kontinyu.

Bahan mentah masuk kedalam unit pengolah dan keluar sudah dalam produk

akhir ( tepung ikan). Mutu tepung ikan yang dihasilkan dengan cara konvensional

mudah dikontrol, karena semua tahap-tahap pengolahan dan kondisinya dapat

diatur dengan baik. Demikian juga pada metoda konvensional dapat dihindarkan

adanya penundaan yang terjadi diantara tahap-tahap pengolahan yang biasanya

terjadi pada cara sederhana. Tahap-tahap pengolahannya adalah sebagai berikut:

Pencingcangan

Pencincangan diperlukan jika ikan yang akan diolah mempunyai ukuran

yang lebih besar sehingga memudahkan tahap pengolahan berikutnya.

Pemasakan (cooking)

Pemasakan dimaksudkan untuk mengkoagulasikan protein, sehingga

memudahkan tahap pengepressan untuk mengeluarkan air dan lemak. Juga

dengan mengkoagulasikan protein, sebahagian besar dari air terikat (bound Water)

terbebas, demikian juga dengan deposit lemak, sehingga memudahkan

pengeluaran air dan lemak. Pemasakan dilakukan secara kontinyu. Pada cara ini

ikan dipanasi secara tidak langsung melalui steam jacket. Ikan masuk kedalam

alat pemasak melalui screw conveyer. Kombinasi antara waktu dan suhu

12

pemasakan dapat dicari dengan cara trial dan error, namun yang paling umum

adalah dengan memanaskan ikan pada suhu 95-1000 C selama 15-20 menit. Hasil

pemasakan yang baik ditandai dengan mudahnya bahan dipress untuk

mengeluarkan “press liquor”. Proses pemasakan ini harus dikontrol dengan baik

untuk menjamin bahwa bahan telah dimasak dengan sempurna dan juga mencegah

terjadinya over cooking.

Pengepresan

Ada dua tipe alat pengepres yang biasa digunakan dalam industri tepung

ikan, yaitu “single screw press” dan “ twin screw press”. Pengepresan harus

dilakukan pada suhu dan kecepatan yang tepat sesuai dengan tipe peralatan dan

kondisi bahan mentah yang diolah. Suhu mempengaruhi viskositas minyak dan

kemudahan mengeluarkannya pada pngepresan.

Kesegaran ikan yang diolah sangat mempengaruhi tahap pengepresan.

Pada ikan yang telah mundur mutunya, ikatan peptida pada proteinnya telah

mengalami penguraian dan menghasilkan rantai-rantai pendek yang kurang

kemampuannya untuk saling mengkait dan membentuk massa yang kompak

selama proses penggumpalan. Juga pelunakan atau penguraian jaringan pengikat

menghasilkan produk yang lebih lembek sehingga menyulitkan pengepresan.

Ikan yang terlalu segar juga terkadang mengakibatkan masalah dalam

produksi tepung ikan, karena “ water binding capacity” dari protein yang

terkoagulasi menjadi sangat tinggi jika ikan yang diolah masih dalam keadaan

atau rigor mortis baru saja berlalu. Pengepresan ini menghasilkan “press cake”

yang berkadar air sekitar 50-60% dan lemak sekitar 4%.

Pemisahan “press liquor”

Press liquor adalah cairan yang terbebas pada saat pengepresan dan ini

merupakan campuran yang terdiri dari minyak, air dan padatan yang terlarut.

Ketiga fraksi tersebut dapat dipisahkan satu sama lain dengan menggunakan

centrifuge sehingga dapat digunakan lebih baik. Proses pemisahan dilakukan

dengan mengalirkan ”press liquor” ke suatu centrifuge horizontal untuk

memisahkan semua partikel padatan terlarut. Padatan yang didapat kemudian

13

dicampurkan kembali dengan “ press cake” untuk kemudian dikeringkan dalam

alat pengering. Sedangkan cairan yang didapat dari centrifuge dialirkan kedalam

centrifuge vertikal untuk memisahkan minyak dan air. Cairan yang sudah bebas

dari minyak disebut “ stick water” yang mengandung protein dan vitamin-vitamin

terlarut dan juga mineral. Stick water kemudian diuapkan dalam evaporator

sehingga didapatkan cairan kental yang mengandung 35-45% padatan.

Penguapan stick water harus dilakukan dengan hati-hati agar vitamin dan asam

amino yang terkandung didalamnya tidak rusak karena suhunya terlalu tinggi.

Hasil penguapan stick water dapat diperdagangkan atau dicampurkan kembali ke

press cake.

Pengeringan

Proses pengeringan ini harus dikntrol dengan baik agar kadar air mencapai

sekitar 10% atau kurang. Proses pengeringan ini harus dikontrol dengan baik agar

kadar air yang diinginkan tercapai dan jangan sampai terjadi over heating yang

yang mengakibatkan rusaknya zat-zat nutrisi dan menimbulkan bau hangus.

Ada dua tipe alat pengering, yaitu pengeringan dengan pemanasan

langsung dan pengeringan tidak langsung dengan menggunakan uap. Pada

pengeringan langsung, press cake dipanaskan dengan udara panas yang bersuhu

sekitar 500-6000C. Kontak langsung dengan medium pengeringan merupakan

keuntungan dan juga kerugian dari sistim pemanasan langsung. Dengan adanya

kontak langsung pengeringan berlangsung dengan cepat, namun jika tidak

dikontrol dengan baik dapat menjadi sumber pencemaran sebagai akibat dari tidak

sempurnanya pembakaran bahan bakar sehingga terjadi oksidasi belerang dan

nitrogen yang selanjutnya bereaksi dengan zat-zat nutrisi.

Pada pengeringan dengan tidak langsung, bahan dikeringkan karena

adanya kontak dengan elemen ( dapat berupa oil, tabung atau bentuk lainnya)

yang dipanaskan oleh uap. Suhu uap tertinggi yang dapat dicapai 1700C.

Transfer panas berlangsung lebih lambat dari pada dengan pemanasan langsung.

Karena itu proses pengeringan memerlukan waktu yang lebih lama, yaitu sekitar

30 menit atau lebih lama.

Penggilingan (milling)

14

Sebelum digiling, bahan yang sudah kering dilewatkan pada penyaring

yang bergetar dan magnit untuk menghilangkan benda-benda asing seperti

potongan kayu, kain, paku, mata pancing, dll. Tujuan dari penggilingan adalah

untuk mendapatkan tepung ikan yang menarik penampakkannya dan

memudahkan pencampuran dengan bahan-bahan lain sehingga didapatkan

campuran yang merata, misalnya dalam pembuatan pellet. Besarnya ukuran

partikel disesuaikan dengan tujuan pemakaiannya, biasanya bervariasi antara 10

sampai 100 mesh. Dalam hal ini harys dicegah penggilingan yang menghasilkan

tepung yang terlalu halus, karena akan menimbulkan debu selama penanganannya

dan juga akan menyebabkan susut berat karena banyak yang lolos dari kampung

kemasan yang selanjutnya akan menyebabkan polusi.

Ada berbagai tipe alat penggiling yang terdapat dipasaran, tetapi alat

penggiling yang paling cocok adalah tipe hammer mill, karena kapasitasnya relatif

besar serta mudah untuk membersihkan.

Pengemasan

Selama penyimpanan dan distribusi tepung ikan dapat dikemas dalam

kantung-kantung yang berkapasitas 50-100 kg. Ada bermacam-macam bahan

pengemas yang dapat dipakai, antara lain ialah karung guni, kertas yang dilapisi

oleh plastik. Namun ditinjau dari segi perlindungan produk terhadap serangan

serangga, tikus, kelembaban udara dan oksigen, maka karung yang terbuat dari

plastik (low density polyethylene ata PVC) merupakan pilihan terbaik.

Penyimpanan.

Selama penyimpanan tepung ikan harus terlindung dari uap air, karena

kalau tidak tepung ikan mudah menyerap uap air, dan ini akan merangsang

pertumbuhan jamur yang selanjutnya akan menimbulkan kerugian terhadap mutu

tepung ikan itu. Karena itu gudang penyimpanan tepung ikan harus berudara

kering dan mempunyai ventilasi yang cukup agar pertukaran udara dengan

lingkungan luar berlangsung dengan lancar. Lantai gudang hendaknya diberi

geladak sehingga tepung ikan tidak langsung ditumpuk diatas lantai. Untuk

mencegah terjadinya bahaya kebakaran yang disebabkan oleh reaksi oksidasi

15

berantai, maka penumpukan karung jangan terlalu tinggi dan terlalu rapat

sehingga ada rongga – rongga untuk aliran udara(ilyas et all, 1985).

3.2.2. Pengolahan ikan berkadar lemak rendah sebagai bahan mentah

Pengeringan langsung

Cara pengolahan dengan pengeringan langsung telah diuraikan, juga

tentang untung ruginya. Dengan pengeringan ini sebaiknya dipakai alat mekanis

(artifical dryer) supaya mutu dan mernanya cukup baik. Dapat juga dikeringkan

dengan sinar matahari, tetapi biasanya tepung ikan menjadi berwarna lebih gelap

dan karena pengeringan lebih lambat kemungkinan terjadi proses ketengikan lebih

cepat (Moeljanto, 1992).

Pengeringan dengan re-sirkulasi

Untuk menghindari bagian yang berharga yang larut dalam liquor, maka

ikan yang telah dimasak tidak perlu dipress. Akan tetapi, cara pemasakkan itu

menimbulkan gumpalan-gumpalan ikan yang disebabkan oleh cairan kental dan

akan mempersulit pengeringannya. Hal seperti ini dapat dihindari dengan cara

pengeringan bertingkat, yaitu tepung ikan setengah kering dicampurkan dengan

bagian yang baru selesai dimasak sehingga kadar airnya lebih rendah.

Apabila kadar lemak dari bahan mentah agak tinggi, maka sebelum

dikeringkan sebaiknya dipres terlebih dahulu. Dengan demikian, pada

pengeringan tahap kedua kadar lemak tepung sudah cukup rendah.

3.2.3. Cara reduksi

Cara ini sudah dilakukan sejak lama secara komersial. Tahap-tahapnya

terdiri dari pemasakkan,pengepresan, dan pengeringan, yang terkadang diikuti

dengan pengolahan minyak dari liquor hasil pengepresan.

Bahan mentah setengah busuk lebih susah pengolahannya, demikian pula

bila terlalu segar. Untuk mempermudah proses pembekuan/penggumpalan,

selama pemasakan terkadang memerlukan penambahan bahan tertentu (koagulan).

Koagulan yang baik dan biasa digunakan dalam praktik komersial adalah

16

formalin. Dengan penambahan formalin, bahan mentah yang bagaimanapun tidak

sulit dipress.

Selama pemasakan, sebagian uap akan mengembun dan menambah kadar

air pada bahan tepung ikan. Oleh karena itu, dalam proses pengepresan kadang-

kadang hal ini harus diperhitungkan karena bila terlalu banyak air bahan tepung

menjadi seperti bubur.

Press cake (tepung ikan padat setelah di press) hendaknya

dihancurkan/digiling terlebih dahulu (untuk mempermudah pengeringan) sebelum

dikeringkan dengan pengering mekanis. Tepung ikan yang sudah kering

sebaiknya mengandung 8-10% air, kemudian digiling, dikemas, lalu disimpan.

Cara pemisahan minyak dari air dalam liquor, mula-mula dengan

penyaringan agar liquor terpisah dari benda-benda padat. Kemudian liquor

dialirkan ke unit sentrifugal. Karena putaran yang cepat dari tabung-tabung

sentrifugal, maka minyak akan terpisah dari air maupun cairan lainnya.

3.2.4. Cara whole meal

Seperti yang telah diuraikan, biasanya liquor ( air hasil pengepresan)

langsung dibuang. Padahal, didalamnya berisi kira-kira 20% bagian padat yang

sebenarnya dapat menjadi tepung. Dengan demikian, tepung yang dihasilkan

menjadi berkurang.

Untuk memanfaatkan bagian yang terbuang itu, liquor dipekatkan.

Kemudian cairan kental hasil pemekatan ditambahkan pada tepung ikan dan

jadilah tepung yang disebut whole meal.

Lama-kelamaan praktik ini dihentikan karena harga tepung murah,

penyebabnya yaitu sebagian besar proteinnya larut dalam air sehingga ada

anggapan bahwa whole meal mutunya lebih rendah.

Pemanfaatan glue water ( vairan kental yang diperoleh liquor yang telah

dipisahkan minyaknya) menjadi populer lagi setelah diketahui bahwa dalam glue

water terdapat vitamin B yang larut dalam air. Dari pengolahan glue water itu

dihasilkan fish –soluble. Cara pengolahannya dengan memekatkan glue water

sampai kader solidnya mencapai 50%, kemudian memisahkannya dari kelebihan

lemak dan cairan sisa (sludge) serta dilakukan pengasaman (acidification).

17

Cara penggunaan fish-soluble untuk menghasilkan whole meal adalah

dengan mencampurkannya pada press cake sehingga pemanfaatan bahan mentah

mencapai 100%. Setelah dicampur, lalu dikeringkan. Untuk mencapai efisiensi

setinggi-tingginya, kondensasi uap untuk pemanasan harus dicegah supaya tidak

melewati produk yang sedang dipanasi. Pencegahan ini dilakukan dengan

pemanasan tidak langsung.

Uap dilewatkan melalui ruangan antara dinding luar dan ruang tempat

produk dipanasi. Alat pemanas dengan ruang tidak langsung ini disebut indirect

cooker. Dalam hal ini bahan mentah dipanasi secara tidak langsung dan

kondensasi uap tidak mengenai produk yang dipanasi. Begitu juga untuk

pemisahan minyak dan glue water yang dipekatkan, tanpa terjadi persentuhan

antara uap dan produk yang dipanasi.

3.2.5. Cara re-sirkulasi

Melalui cara ini glue water ditambahkan prescake setengah kering.

Penambahan ini dilakukan pada saat tepung ikan yang sedang dikeringkan

mencapai kadar air 25-30%. Sebab, bila tepung sudah kering penterapan glue

water akan sulit.

Pengeringan ini dilakukan dua kali. Pengeringan pertama dilakukan pada

saat tepung mencapai kadar air 25-30%, lalu glue water ditambahkan kemudian

diikuti pengeringan kedua. Mutu tepung ikan yang dihasilkan cukup tinggi,

meskipun pemakaian bahan bakar juga lebih banyak.

3.2.6. Reduksi kering

Dalam cara ini, ikan dikeringkan lebih dahulu. Dipabrik-pabrik yang

sudah maju, pengeringan dilakukan dalam keadaan hampa(vakum) sehingga tidak

memerlukan suhu tinggi. Selain itu, tepung ikan yang dihasilkan bergizi tinggi

karena komponen-komponen penting tidak rusak oleh pemanasan. Pengeringan

harus dihentikan pada saat kadar air mencapai 8%. Jika kadar air kurang dari 8%

kandungan minyaknya tidak dapat diproses dengan baik. Pemisahan minyak

biasanya dilakukan secara hydraulis dan presscake yang dihasilkan berkadar air

sampai 10%.

3.2.7. Ekstraksi dengan bahan pelarut.

18

Solvent extraction ditujukan khusus untuk memisahkan minyak dari

tepung ikan yang sudah dikeringkan dengan cara reduksi kering. Bahan pelarut

(solvent) yang dipakai adalah yang mudah menguap dan mudah melarukan

minyak. Ekstraksi dilakukan dengan mencampurkan tepung ikan ke dalam bahan

pelarut yang tidak mengandung lemak, sampai tepung ikan kehabisan kandungan

minyak. Kemudian berangsur-angsur dilewatkan pada bahan pelarut yang masih

bersih. Hal ini untuk mendapatkan kadar minyak maksimum pada bahan pelarut

sebelum diuapkan.

Persentase minyak yang didapat dengan cara ini ialah 1-2%. Tepung ikan

ini biasanya tidak akan mengalami proses ketengikan lagi. Selain itu, kadar

proteinnya cukup tinggi, mencapai 80%.

Biasanya minyaknya berwarna hitam, apalagi bila jenis bahan pelarutnya

trichloroethylene atau carbon-tetrachloride.

3.2.8. Ekstraksi basah (wet extraction)

Bahan mentah ikan atau offal (sisa-sisa pengolahan ikan) dalam keadaan

basah dicampur dengan satu jenis pelarut minyak (fat solvent

) yang mempunyai titik didih dan larut dalam air. Campuran ini dipanasi secara

tidak langsung dengan uap.

Sebagian bahan pelarut akan menguap bersama uap air, kemudian

mengembun. Bahan pelarut yang mengembun ini lalu dikembalikan pada proses

pengolahan. Setelah bahan mentah mancapai kadar air kira-kira 10%,

pengeringan dihentikan. Bahan pelarut dan minyak dipisahkan dengan proses

destilasi. Jenis bahan pelarut yang sering dipakai adalah trichlorothylene. Karena

bahan pelarut ini bersifat racun, maka harus benar-benar dihilangkan dari tepung

ikan (Moeljanto, 1992).

19

4. SIFAT-SIFAT TEPUNG IKAN

Sebagian produksi tepung ikan dunia digunakan untuk makanan ternak.

Tepung ikan yang bermutu baik harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

butiran-butirannya agak seragam, bebas dari sisa-sisa tulang, mata ikan dan

benda-benda lainnya.

Tepung ikan yang baru selesai diolah biasanya berwarna abu-abu

kehijauan. Setelah disimpan, apalagi pada suhu tinggi, warnanya berubah menjadi

cokelat kekuningan. Akan tetapi, perubahan ini tidak mempengaruhi nilai

gizinya. Baunya seperti ikan yang lama-kelamaan yang tengik.

Pada tepung ikan telah diketahui adanya bakteri salmonella. Hal ini

menunjukkan, bahwa tepung ikan dapat merupakan carrier. Untuk menghindari

kontaminasi, maka proses pengolahan sampai pengemasan tepung ikan hendaknya

tidaknya terputus-putus.

Komposisi kimia tepung ikan ditentukan oleh jenis ikannya, yang berbeda-

beda antara yang satu dengan yang lain. Tepung ikan yang bermutu harus

mempunyai komposisi sebagai berikut :

Air (moisture) 6-10 %

Lemak 5-12%

Protein 60-75%, dan

Abu 10-20%

Jarang dijumpai tepung ikan dengan kadar air kurang dari 6% sebab pada

tahap ini tepung ikan bersifat higroskopis. Apabila kadar airnya terlalu sedikit,

maka akan terjadi keseimbangan dengan kelembaban tempat penyimpanan.

Pengemasan tepung ikan dengan karung-karung kedap air dapat mencegah

penyerapan maupun kehilangan air.

20

4.1. Kandungan Lemak

Lemak pada tepung ikan tidak mempunyai nilai komersial. Sebab itu, nilai

tepung ikan tergantung pada kadar proteinnya. Penggunaan tepung ikan berkadar

lemak tinggi akan menyebabkan daging mempunyai cita rasa ikan( fishy taste ).

Kadar lemak terendah tepung sekitar 5%, sedangkan tepung ikan yang diolah

dengan ekstraksi dapat mencapai 1%, tergantung pada kesempurnaan proses

ekstraksi. Semakin cepat pengolahan, semakin mudah pula prosesnya. Tepung

ikan dari ikan-ikan dasar ( lean fish ) yang diolah tanpa pemasakan dan

pemampatan dapat mencapai kadar lemak 1%.

Selama penyimpanan, lemak dalam tepung ikan akan teroksidasi, sehingga

menjadi tengik. Akibatnya warna lemak menjadi gelap dan tidak merata, serta

menimbulkan panas di dalam tumpukan ikan. Apabila penimbunan karung terlalu

rapat, panas yang timbul makin lama menjalar sehingga tepungnya bisa hangus,

atau bahkan terbakar. Oleh karena itu, oksidasi lemak sedapat mungkin dicegah

dengan pemakaian antioksidan. Jenis-jenis antioksidan yang baik antara lain BHT

(Butil Hidroksi Toluen) atau BHA (Butil Hidroksi Amin) cukup dengan kadar air

0,02%.

Proses ketengikan pada tepung ikan yang berlanjut akan menghasilkan

peroksida, yang akan berakibat buruk pada hewan piaraan (misalnya : ayam)

apabila kadarnya terlalu tinggi.

4.2. Kandungan protein

Mutu tepung ikan terutama ditentukan oleh kadar proteinnya. Kadar

protein yang tinggi (mencapai 92-95% dari total kandungan protein) harus dapat

dicernakan. Bahan mentah untuk pembuatan tepung ikan harus bagus, sebab bila

agak busuk akan menghasilkan tepung ikan dengan persentase protein rendah,

kadang-kadang sampai 80%.

4.3. Kandungan abu dan mineral

Sebagian besar abu dan mineral dalam tepung ikan berasal dari tulang-

tulang ikan. Kadar mineral tepung akan tinggi bila bahan mentahnya berasal dari

sisa-sisa ikan berupa kepala dan tulang-tulang. Sebagian besar dari abu berupa

21

kalsium fosfat yang diperlukan untuk makanan ternak. Kadang-kadang tepung

ikan yang kadar fosfatnya tinggi dengan kadar protein yang rendah lebih disukai.

Tepung ikan juga terkadang banyak mengandung klorida, yang umunya

berasal dari garam pengawet bahan mentah. Pasir, tanah liat, dan benda-benda

asing lainnya yang sring pula dijumpai pada tepung ikan yang dikeringkan dengan

sinar matahari atau dari pabrik-pabrik kecil.

Selain sebagai sumber protein utama, tepung ikan juga merupakan sumber

kalsium dan fosfat dalam makanan ternak. Hal ini penting sekali untuk

pembentukan tulang ternak. Karena bahan mentahnya berupa ikan, maka di

dalam tepung ikan juga mengandung trace element (Zn, I, Fe, Cu, Mn, Co).

Selain itu, jumlah kandungan yodium pada tepung ikan juga mencukupi

kebutuhan.

4.4. Vitamin-vitamin

Jenis vitamin yang paling banyak ditemui pada tepung ikan adalah vitamin

B. Sedangkan vitamin yang larut dalam minyak jumlahnya sedikit sekali.

Apalagi sebagian besar minyaknya sudah dipisahkan. Karena sangat mudah

teroksidasi, vitamin A dapat dianggap tidak ada lagi, sedangkan vitamin D masih

sering dijumpai bila bahan mentah tepung berasal dari ikan-ikan berlemak. Jenis-

jenis vitamin B yang sering dijumpai adalah riboflavin, asam pantotenat, niasin,

dan kabolamin (vitamin B12). Selama penyimpanan tidak banyak vitamin yang

hilang, tetapi pada waktu pemasakan kira-kira 50% vitamin hilang. Apalagi bila

diikuti dengan pemampatan, jumlah itu menjadi lebih besar (Moeljanto, 1992).

Usaha pembuatan tepung ikan umumnya diikuti hasil samping berupa

minyak ikan atau sebaliknya bagi usaha pembuatan minyak ikan dari ikan-ikan

berlemak tinggi. Produk tepung ikan menjadi hasil samping usaha pengolahan

minyak ikan (Arifudin, 2002).

22

5. STANDAR MUTU TEPUNG IKAN

5.1. Kegunaan tepung ikan

Kegunaan utama tepung ikan adalah sebagai bahan campuran pakan

ternak. Tepung ikan yang bermutu baik harus bebas dari kontaminasi serangga,

jamur, dan mikroorganisme patogen. Di dalam susunan pakan ternak, tepung ikan

merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan lagi. Terutama untuk pakan ternak

ayam dan babi. Sebab, kandungan proteinnya tinggi, juga pembagian asam-asam

aminonya cukup seimbang (Moeljanto,1992).

Di antara komponen penting dalam tepung ikan, ada satu yang belum

diketahui namanya dan hanya disebut APF (Animal Protein Factor). APF ini

berfungsi membantu asimilasi albumin dari tumbuh-tumbuhan. Peranan APF

dalam tepung ikan adalah membantu pertumbuhan atau pertambahan berat badan

ternak ayam atau babi (Moeljanto, 1992).

5.2. Standar kualitas tepung ikan

Tepung ikan yang bermutu baik harus mempunyai sifat-sifat sebagai

berikut: butiran-butirannya agak seragam, bebas dari sisa-sisa tulang dan benda-

benda asing lainnya (Moeljanto dalam Taufik, 1996).

Tepung ikan yang baik adalah tepung ikan yang berkadar protein tinggi

yaitu diatas 60% dan mengandung kadar lemak rendah antara 3%-7%. Lemak

yang terlalu tinggi akan mengakibatkan tepung ikan mudah tengik sehingga

menyebabkan mutu pakan rendah. Tepung ikan yang memenuhi syarat di atas

adalah tepung ikan rucah yaitu dapat menyamai tepung ikan impor (Puspitasari,

2005).

23

Menurut Murtidjo (2001), sesuai standar kualitas FAO, maka tepung ikan

yang berkualitas baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Tepung ikan harus merupakan partikel-partikel yang dapat melewati

saringan Tyler nomor 8.

b. Tepung ikan memiliki warna terang, keputihan, abi-abu, sampai cokelat

muda.

c. Tepung ikan memiliki kandungan protein lebih dari 50%.

d. Tepung ikan memiliki kandungan lemak 2,5%- 5%.

e. Tepung ikan memiliki kandungan air sekitar 6%.

Mutu tepung ikan yang dihasilkan dengan cara konvensional mudah untuk

dikontrol, karena semua tahap-tahap pengolahan dan kondisinya dapat diatur

dengan baik. Pada metode konvensional juga dapat dihindarkan adanya

penundaan yang terjadi di antara tahap-tahap pengolahan yang biasanya terjadi

pada cara sederhana (Ilyas, dkk., 1985).

Menurut kompiang (1985), tepung ikan digunakan dalam ransum pakan

berfungsi sebagai sumber protein/asam amino essential, oleh karena itu

persyaratan yang harus dipenuhi antara lain:

a. kadar protein yang tinggi dan mudah dicerna, dimana kesediaan asam

amino tinggi.

b. Kadar air tidak melebihi 10%

c. Kadar lemak tidak melebihi 8% dan penambahan antioksidan sangat

dianjurkan

d. Bebas dari kontaminasi, terutama jamur, bakteri-bakteri penyebab

penyakit.

5.3.Persyaratan mutu tepung ikan

Mutu Tepung Ikan/bahan baku pakan digolongkan dalam tiga tingkat

mutu. Persyaratan mutu standar Tepung Ikan/bahan baku pakan adalah sebagai

berikut :

Komposisi Mutu I Mutu II Mutu IIIa. Air (%) maks 10 12 12

24

b. Protein kasar (%) min 65 55 45

c. Serat kasar (%) maks 1,5 2,5 3

d. Abu (%) maks 20 25 30

e. Lemak (%) maks 8 10 12

h. Ca (%) 2,5 – 5,0 2,5 – 6,0 2,5 – 7,0

i. P (%) 1,6 – 3,2 1,6 – 4,0 1,6 – 4,7

j. NaCl (%) maks 2 2 2

k. Mikrobiologi :Salmonella (pada 25 gram sampel)

Negatif Negatif Negatif

l. Organoleptik :Nilai minimum 7 6 6

5.4.Nilai gizi

Kandungan gizi tepung ikan tergantung dari jenis ikan yang digunakan

sebagau bahan bakunya. Tepung ikan yang berkualitas tinggi mengandung

komponen-komponen sebagai berikut, Air mengandung 6-10%, Lemak 5-12%,

Protein 60-75%, Abu 10-20%.

Selain itu, karena dibuat dari kepala dan duri ikan maka tepung ikan juga

mengandung, Ca fosfat, Seng, Yodium, Besi, Timah, Mangan, Kobalt, Vitamin B,

yaitu Riboflavin (B2), Asam Panthotenat(B3) (PDII-LIPI, 1998).

25

DAFTAR PUSTAKA

Arifudin, Rahmat (2002). Pembuatan Tepung Ikan, Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian Pasca Panen Perikanan. Jakarta : Pusat Riset Penelitian Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan.

BPPP-DP (1985). Prosiding Rapat Teknis Tepung Ikan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan (67,68,76-77, 109-113). Jakarta : LIPI.

Moeljanto (1992). Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta : Penebar Swadaya.

Murniyati, A.S dan Sunarman (2000). Pendinginan, Pembekuan, dan Pengawetan Ikan. Yogyakarta : Kanisius.

PDII (1998). Tepung Ikan. Jakarta : LIPI.

http://cahsantren.wordpress.com/2010/02/08/pembuatan-tepung-ikan-metode-konvensional-mesin/

http://pengujiankadarpengendalian.blogspot.com/

26