14
i Paper ke-X PARTICIPATION IN THE HUMAN RIGHT DISCOURSE (PARTISIPASI DALAM WACANA HAM) Disusun sebagai Pelaksanaan Tugas untuk: Mata Kuliah: Nilai, Etika Pekerjaan Sosial, dan Hak Asasi Manusia Dosen: Dr. EPI SUPIADI, M.Si Dra. SUSILADIHARTI, M.SW Oleh: HERU SUNOTO NRP: 13.01.003 PROGRAM SPESIALIS-1 PEKERJAAN SOSIAL SEKOLAH TINGGI KESEJAHTERAAN SOSIAL BANDUNG 2013

Paper ke-X PARTICIPATION IN THE HUMAN RIGHT … · ... Etika Pekerjaan Sosial, dan HAM bisa ... di dalam penyelesaiannya harus ... bisnis, pendidikan tinggi, dan profesionalisme

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Paper ke-X PARTICIPATION IN THE HUMAN RIGHT … · ... Etika Pekerjaan Sosial, dan HAM bisa ... di dalam penyelesaiannya harus ... bisnis, pendidikan tinggi, dan profesionalisme

i

Paper ke-X

PARTICIPATION IN THE HUMAN RIGHT DISCOURSE

(PARTISIPASI DALAM WACANA HAM)

Disusun sebagai Pelaksanaan Tugas untuk:

Mata Kuliah: Nilai, Etika Pekerjaan Sosial, dan Hak Asasi Manusia

Dosen:

Dr. EPI SUPIADI, M.Si

Dra. SUSILADIHARTI, M.SW

Oleh:

HERU SUNOTO

NRP: 13.01.003

PROGRAM SPESIALIS-1 PEKERJAAN SOSIAL

SEKOLAH TINGGI KESEJAHTERAAN SOSIAL

BANDUNG

2013

Page 2: Paper ke-X PARTICIPATION IN THE HUMAN RIGHT … · ... Etika Pekerjaan Sosial, dan HAM bisa ... di dalam penyelesaiannya harus ... bisnis, pendidikan tinggi, dan profesionalisme

ii

KATA PENGANTAR

الحمد هلل رّب العالمين، والصالة والسالم على رسوله األمين، وعلى آله وصحبه أجمعين، وبعد ...

Segala puji bagi Allah SWT sehingga kami bisa menyelesaikan tugas ke-VII, paper tentang

Participation in the Human Right Discourse (Partisipasi dalam Wacana HAM) dengan

referensi utama buku Jim Ife, “Human Right and Social Work” Bab VII untuk mata kuliah

Nilai, Etika Pekerjaan Sosial, dan HAM bisa selesai.

Terakhir, kami berharap ada masukan dan penyempurnaan dari sesama teman-teman Sp-1,

dan lebih khusus lagi dosen kami.

Bandung, 04 Oktober 2013

Heru Sunoto

Page 3: Paper ke-X PARTICIPATION IN THE HUMAN RIGHT … · ... Etika Pekerjaan Sosial, dan HAM bisa ... di dalam penyelesaiannya harus ... bisnis, pendidikan tinggi, dan profesionalisme

iii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

BAB I. PENDAHULUAN 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2

Wacana Global tentang HAM

Peran Demokrasi

Wacana Lokal tentang HAM

BAB III. PEMBAHASAN 7

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN 10

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: Paper ke-X PARTICIPATION IN THE HUMAN RIGHT … · ... Etika Pekerjaan Sosial, dan HAM bisa ... di dalam penyelesaiannya harus ... bisnis, pendidikan tinggi, dan profesionalisme

1

BAB I

PENDAHULUAN

Partisipasi dalam wacana Hak Asasi Manusia (HAM). Partisipasi adalah keterlibatan pihak-

pihak yang berkepentingan dalam sebuah aktivitas untuk menyelesaikan atau memutuskan

masalah bersama. Secara bahasa, partisipasi dapat didefinisikan sebagai the act of sharing

in the activities of a group (aktivitas berbagi bersama dalam satu aktivitas kelompok)1

Partisipasi juga dapat dijelaskan sebagai berikut:

Participation in social science refers to different mechanisms for the public to express

opinions – and ideally exert influence – regarding political, economic, management or other

social decisions. Participatory decision making can take place along any realm of human

social activity, including economic (i.e. participatory economics), political (i.e. participatory

democracy or parpolity), management (i.e. participatory management), cultural (i.e.

polyculturalism) or familial (i.e. feminism).2

(Dalam ilmu social, partisipasi mekanisme di ranah public untuk menyampaikan opini, dan

idealnya menggunakan pengaruh, mengenai keputusan sosial, politik, ekonomi, manajemen

atau lainnya. Pengambilan keputusan partisipatif dapat terjadi di setiap bidang kegiatan

sosial manusia, termasuk ekonomi (yaitu ekonomi partisipatif), politik (yaitu demokrasi

partisipatif atau parpolity), manajemen (manajemen partisipatif), budaya (yaitu

polyculturalism) atau kekeluargaan (yaitu feminisme).

Korelasinya dengan HAM, adalah bahwa isu-isu HAM yang terkait dengan kelompok-

kelompok yang terdzalimi dan termarjinalkan, di dalam penyelesaiannya harus

memperhatikan asas partisipasi. Jika tidak, maka yang ada adalah alih-alih solusi buat

mereka, yang ada adalah masalah baru yang tidak menyelesaikan, bahkan menambah

masalah baru.

Bagaimana partisipasi itu? Apa saja jenis partisipasi yang bisa diterapkan? Dimana peran

pekerja social? Hal inilah yang akan kita bahas pada paper kita kali ini.

***

1 http://www.thefreedictionary.com/participation.

2 http://en.wikipedia.org/wiki/Participation_%28decision_making%29.

Page 5: Paper ke-X PARTICIPATION IN THE HUMAN RIGHT … · ... Etika Pekerjaan Sosial, dan HAM bisa ... di dalam penyelesaiannya harus ... bisnis, pendidikan tinggi, dan profesionalisme

2

BAB II

PARTISIPADI DALAM WACANA HAM

Wacana Global tentang HAM

Meskipun tidak ingin dikungkung, tetapi nyatanya Barat telah membingkai wacana tentang

HAM. Untuk antisipasi, hal ini akan mulai “dilawan”. Bahkan pandangan sekilas pada

literatur HAM menunjukkan bahwa isu relativisme budaya dan wacana dominasi Barat telah

diterima sebagai perhatian utama oleh sejumlah penulis non-Barat sekarang mulai berbicara

tentang HAM3.

Adalah benar, setiap kita butuh akan perbedaan budaya sebagai “suara hati” ketika bicara

tentang HAM. Bukan hanya suara dari perspektif pengacara, akademisi, politisi, diplomat,

tokoh agama, filsuf, teolog, wartawan, dan aktivis kelas menengah, tapi juga suara dari

“mereka yang kurang beruntung dan termarjinalkan”4. Meski benar pula bahwa kini, wacana

HAM telah dibuka untuk budaya non-Barat, tetapi itupun masih hanya untuk akademisi,

politisi, dan lain-lain.

Maka, wacana HAM tetap menjadi wacana pemberdayaan tentang ketidakberdayaan. Dan

karena itulah, ia menjadi bagian dari wacana dominasi dan pemandulan/pengkerdilan. Ini

harus menjadi perhatian mendasar bagi pekerja sosial dan menyarankan beberapa prioritas

penting bagi praktek pekerjaan sosial.

Seorang peksos dengan tabiat alamiah profesinya, bisa memberi solusi terhadap masuknya

beragam kerangka berbeda yang merugikan, dengan cara menghubungkan individu dengan

ranah politik. Hal ini karena meski ada stressing pada isu-isu HAM, namun suara dari

mereka yang tidak beruntung dan termasjinalkan tetap tersisih, tidak masuk dalam pusaran

HAM untuk ditangani.

Hal ini tidak aneh. Orang yang kurang beruntung dan termarjinalkan, cenderung untuk

dikecualikan dari wacana kekuasaan. Ham dalam pengertian ini tidak berbeda dengan

ekonomi, politik, budaya, hukum, bisnis, pendidikan tinggi, dan profesionalisme. Hak asasi

manusia adalah kasus khusus, namun. Menyisihkan “suara” mereka yang tidak beruntung

dan termarjinalkan dari wacana HAM itu sendiri merupakan pengingkaran terhadap HAM,

sehingga wacana HAM, dalam bentuk dominasi yang istimewa, adalah tetap kontradiktif

dengan diri mereka diri. Bagi peksos, hal ini harus menjadi concern utama.

3 Schmale 1993; Pereira 1997; Aziz 1999; Bauer & Bell 1999; Parekh 1999; Van Ness 1999; Nirmal 2000;

Moussalli 2001; Dalacoura 2003. 4 Beetham 1999.

Page 6: Paper ke-X PARTICIPATION IN THE HUMAN RIGHT … · ... Etika Pekerjaan Sosial, dan HAM bisa ... di dalam penyelesaiannya harus ... bisnis, pendidikan tinggi, dan profesionalisme

3

Keterlibatan Demokrasi

Demokrasi, seperti halnya HAM, adalah konsep yang rumit dan diperebutkan5. Di dalamnya,

ada nilai positif yang jelas, meski masih implementasinya jauh. Dalam demokrasi Yunani

klasik, peran perempuan, anak-anak, dan budak telah dihilangkan dari ranah pembangunan

“masyarakat”6, itu benar-benar bentuk yang sangat sempit.

Dalam demokrasi modern, juga tidak semua orang terlibat dalam proses pengambilan

keputusan. Anak-anak dan orang asing atau “non-warga negara” tidak memiliki hak pilih.

Pada kenyataannya, banyak orang yang dikecualikan dari akses pengambilan keputusan

yang disebut pemerintah sebagai cara "demokratis", dengan alasan kemiskinan, jender,

kelas sosial, latar belakang pendidikan, atau ras (Martin & Schumann 1997). Pada

masyarakat modern yang sangat kompleks, dan banyak keputusan yang perlu diambil,

namun demokrasi langsung yang semua orang harus tutut andil pada semua proses

keputusan, tidak mungkin7.

Oleh karena itu, ada beberapa demokrasi perwakilan, dimana peran orang-orang bukan

untuk membuat keputusan demokratis, tetapi untuk memilih atau menunjuk wakil di

parlemen atau yang lainnya, mempercayai orang yang mereka telah memilih untuk

membuat keputusan. Tapi, mekanisme ini juga begitu kompleks sehingga tidak bisa jalan.

Banyak keputusan, selanjutnya didelegasikan kepada PNS --orang yang tidak terpilih, tapi

dibayar untuk melaksanakan pekerjaan pemerintah.

Oleh karena kekuatan pengambilan keputusan dari warga dalam demokrasi didelegasikan

dua kali, (i) pertama untuk para politisi, (ii) kemudian ke layanan sipil. Maka, masukan dari

warga negara menjadi terbatas. Demokrasi perwakilan, dengan demikian, telah menjauhi

makna gagasan indah “pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat”. Peran warga

negara jadi terbatas dan terkikis oleh kompleksitas dan mistifikasi pemerintahan modern8.

Kebijakan yang didefinisikan menjadi hanya bisa dibuat dan difahami oleh para ahli,

sehingga tidak lagi menjadi kebijakan “publik”, bahkan tercabut dari zona debat demokratis

dan menjadi domain eksklusif para ahli saja9.

Untuk itu, telah ada upaya untuk menemukan cara lain, agar demokrasi lebih partisipatif.

Gagasan demokrasi partisipatif, sebagai lawan demokrasi perwakilan, tujuannya untuk

memaksimalkan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan yang

sebenarnya.

5 Held 1987.

6 Sinclair 1988.

7 Rayner 1998.

8 Martin & Schumann 1997.

9 Fay 1975; Rayner 1998; Diadakan 1999.

Page 7: Paper ke-X PARTICIPATION IN THE HUMAN RIGHT … · ... Etika Pekerjaan Sosial, dan HAM bisa ... di dalam penyelesaiannya harus ... bisnis, pendidikan tinggi, dan profesionalisme

4

Ada empat usulan umum untuk hal itu, yaitu:

(i) Referendum warga,

(ii) Demokrasi deliberatif,

(iii) Demokrasi elektronik, dan

(iv) Demokrasi desentralisasi .

Pertama, referandum (melibatkan seluruh warga dalam pengambilan keputusan). Hal ini

bisa diberlakukan untuk permasalahan yang hanya membutuhkan jawaban “ya/tidak”,

simple, dan sederhana. Tetapi untuk permasalahan yang memerlukan kajian mendalam,

tetap tidak bisa diterapkan.

Ke dua, demokrasi deliberatif. Demokrasi deliberative berfokus pada proses. Yaitu

kesatuan proses integritas dan kesempatan bagi semua orang untuk bisa memberikan

masukan secara murni ke dalam proses deliberatif sehingga terwujud demokrasi yang lebih

efektif. Orang bisa saja menerima hasil keputusan yang tidak sejalan dengan mereka, asal

mereka tidak dihilangkan dari proses pengambilan keputusan tersebut. Elemen kuncinya

adalah warga dimampukan untuk menjadi:

(i) Bagian dari proses belajar alternatif,

(ii) Meneliti kemungkinan hasil dan merumuskan proposal,

(iii) Mereka diminta untuk berkontribusi pada proses, bukan hanya bereaksi terhadap

usulan.

Ke tiga, demokrasi elektronik. Yang ini menggunakan internet untuk meningkatkan

partisipasi warga. Melalui internet, orang-orang yang tidak pernah bertemu, dapat

mendiskusikan isu-isu dan membuat konsensus. Hal ini tidak akan mungkin terjadi di era

pra-komputer. Penggunaan Internet secara efektif untuk memfasilitasi demokrasi partisipatif

kini mulai didiskusikan, suara komputer pada isu-isu HAM, blogging, dan penggunaan situs

untuk memberikan informasi yang diperlukan untuk membuat keputusan-semacam

demokrasi deliberatif virtual. Internet mulai berubah menjadi partisipasi politik10. Tetapi ada

kelemahannya. Hal ini masih terjadi bahwa komputer hanya tersedia bagi sebagian kecil

penduduk dunia, sehingga setiap proses demokrasi yang bergantung secara eksklusif di

internet akan menghilangkan peran mayoritas manusia.

Ke empat, desentralisasi demokrasi. Ini menunjukkan bahwa cara yang paling efektif agar

orang bisa secara aktif terlibat dalam pengambilan keputusan atas isu-isu yang secara

langsung mempengaruhi mereka adalah dengan desentralisasi, sehingga keputusan yang

dibuat dalam struktur berbasis masyarakat lebih lokal. Tujuannya, untuk memungkinkan

10

Wheeler 1997.

Page 8: Paper ke-X PARTICIPATION IN THE HUMAN RIGHT … · ... Etika Pekerjaan Sosial, dan HAM bisa ... di dalam penyelesaiannya harus ... bisnis, pendidikan tinggi, dan profesionalisme

5

orang untuk bisa berperan lebih besar. (Rayner 1998; Ife 2002). Hal ini dapat dicapai melalui

struktur pemerintah lokal, kelompok polisi setempat, warga perumahan, dan sebagainya.

Ini telah menjadi dorongan utama dari teori dan praktek pengembangan masyarakat. Tujuan

utamanya adalah memaksimalkan peran warga. Hal ini karena partisipasi demokratis benar-

benar berbenturan dengan “kepentingan pribadi” penguasan, yang berusaha untuk

mempertahankan struktur yang ada dan proses kekuasaan dengan berupaya mengecilkan

peran partisipasi warga. Untuk ini, peksos masyarakat telah berhasil mengidentifikasi

strategi untuk meningkatkan partisipasi yang efektif, sering tidak melalui gerakan besar tapi

melalui keterlibatan setiap hari dengan isu-isu pada level mikro.

Apa implikasi gerakan demokrasi global bagi peksos? Pembahasan tentang strategi untuk

mengembangkan demokrasi yang lebih partisipatif di tingkat global sangat penting, dari

sudut pandang HAM, karena dua alasan:

Pertama, partisipasi membantu mewujudkan HAM: hak untuk berpartisipasi secara

penuh sebagai warga negara, hak penentuan nasib sendiri, dan seterusnya.

Kedua, memberikan ruang public untuk diskusi, kajian, dan debat tentang HAM. Hal ini

perlu untuk melawan sifat elitis wacana hak asasi manusia yang telah disebutkan di awal

bab ini. Para pekerja hak asasi manusia (yaitu pekerja sosial) karena memiliki minat

yang cukup besar dalam bekerja menuju beberapa bentuk demokrasi global dan rezim

global yang lebih partisipatif daripada sekarang. Ini berhubungan dengan gagasan

“globalisasi dari bawah”11.

Pandangan Lokal tentang HAM

Meski HAM itu sangat universal, namun, pengejawantahannya membutuhkan konteks yang

lebih lokal. Oleh karena itu, isu partisipasi dari “pihak yang kurang beruntung dan korban

pelanggaran HAM”, dalam pembangunan HAM juga memiliki implikasi penting bagi pekerja

sosial yang bekerja secara lokal12.

Seperti yang sudah kita bahas pada Bab 5 yang lalu, HAM yang universal sering

dikontekstualisasikan secara local ketika kitat mendefinisikan kebutuhan manusia.

Universalitas hak atas pendidikan dapat didefinisikan ulang sebagai: (i) kebutuhan

penambahan guru, (ii) gedung sekolah, (iii) kurikulum, dan seterusnya. Oleh karena itu,

dalam definisi kebutuhan, individu di tingkat lokal dapat berpartisipasi dan memberikan

kontribusi, sehingga definisi kebutuhan menjadi dasar penting untuk membingkai wacana

11

Falk 1993; Brecher & Costello 1994, Rajagopal 2003. 12

Mahoney & Mahoney 1993.

Page 9: Paper ke-X PARTICIPATION IN THE HUMAN RIGHT … · ... Etika Pekerjaan Sosial, dan HAM bisa ... di dalam penyelesaiannya harus ... bisnis, pendidikan tinggi, dan profesionalisme

6

HAM. Dan, pekerja sosial di antara orang-orang profesional yang tertuduh mengambil alih

wewenang memaknai kebutuhan masyarakat.

Oleh karaena itu, pertanyaan-pertanyaan sekitar “perlu definisi” harus menjadi perhatian

khusus untuk didiskusikan. Tujuannya, untuk mendapatkan kembali kontrol atas definisi hak

asasi manusia mereka.

Oleh karena itu penting bahwa praktek pekerjaan sosial melibatkan dialog dengan individu,

keluarga, kelompok atau masyarakat seputar isu hak:

Apa hak-hak mereka?

Bagaimana dampaknya kepada hak orang lain?

Apakah hal itu benar-benar dapat diakui sebagai HAM dalam hal definisi yang

ditawarkan?

Dan terakhir, bagaimana hak bisa diterjemahkan menjadi “kebutuhan” yang kemudian

dapat dipenuhi?

Apabila klien berasal dari strata pendidikan yang berbeda dan pemahaman yang beragam,

maka penggunaan kata “hak” bisa dihindari untuk menghindari salah-tafsir yang pada

gilirannya akan kontra-produktif bagi “peningkatan partisipasi” mereka. Gunakanlah istilah

yang memudahkan mereka memahami kebutuhan dan hak mereka.

***

Page 10: Paper ke-X PARTICIPATION IN THE HUMAN RIGHT … · ... Etika Pekerjaan Sosial, dan HAM bisa ... di dalam penyelesaiannya harus ... bisnis, pendidikan tinggi, dan profesionalisme

7

BAB III

PEMBAHASAN

PARTISIPASI DALAM WACANA HAM

Definisi Partisipasi

Partisipasi adalah keterlibatan pihak-pihak yang berkepentingan dalam sebuah aktivitas

untuk menyelesaikan atau memutuskan masalah bersama. Secara bahasa, partisipasi dapat

didefinisikan sebagai the act of sharing in the activities of a group (aktivitas berbagi bersama

dalam satu aktivitas kelompok)13

Istilah “Partisipasi”, “kemitraan”, “keterlibatan”, dan “bekerja sama” sering digunakan untuk

merangkum berbagai ide dan kegiatan yang berbeda. Istilah-istilah ini terkadang digunakan

secara bergantian atau dapat memiliki arti yang berbeda untuk orang yang berbeda, karena

tidak ada definisi yang dapat diterima secara universal. Dalam buku ini, anda akan melihat

bahwa semua kata-kata ini digunakan untuk menggambarkan “terlibatnya pengguna jasa

dan pengasuh (carer participation) dalam praktek pekerjaan sosial.”14

Partisipasi juga dapat dijelaskan sebagai berikut:

Participation in social science refers to different mechanisms for the public to express

opinions – and ideally exert influence – regarding political, economic, management or other

social decisions. Participatory decision making can take place along any realm of human

social activity, including economic (i.e. participatory economics), political (i.e. participatory

democracy or parpolity), management (i.e. participatory management), cultural (i.e.

polyculturalism) or familial (i.e. feminism).15

(Dalam ilmu social, partisipasi mekanisme di ranah public untuk menyampaikan opini, dan

idealnya menggunakan pengaruh, mengenai keputusan sosial, politik, ekonomi, manajemen

atau lainnya. Pengambilan keputusan partisipatif dapat terjadi di setiap bidang kegiatan

sosial manusia, termasuk ekonomi (yaitu ekonomi partisipatif), politik (yaitu demokrasi

partisipatif atau parpolity), manajemen (manajemen partisipatif), budaya (yaitu

polyculturalism) atau kekeluargaan (yaitu feminisme).

13

http://www.thefreedictionary.com/participation. 14

Janet Warren, Service User and Carer Partisipation in Social Work, 2007, hal 6. 15

http://en.wikipedia.org/wiki/Participation_%28decision_making%29.

Page 11: Paper ke-X PARTICIPATION IN THE HUMAN RIGHT … · ... Etika Pekerjaan Sosial, dan HAM bisa ... di dalam penyelesaiannya harus ... bisnis, pendidikan tinggi, dan profesionalisme

8

Urgensi Partisipasi dalam Pelayanan Klien

Perkembangan klien dan partisipasi pengasuh dalam pelayanan perawatan kesehatan dan

pelayanan sosial merupakan tema sentral dalam agenda reformasi pemerintah. Tujuan

utamanya adalah untuk meningkatkan kualitas layanan bagi klien.16

Tingkatan partisipasi17 yang dilakukan oleh orang, ditentukan oleh:

konteks;

tugas;

keputusan yang dibuat;

kemampuan individu, kepentingan dan ketersediaan;

budaya partisipasi hadir dalam suatu organisasi.

Braye (2000)18 mengidentifikasi ada tiga kekuatan pendorong dikembangkannya

pendekatan partisipatif dalam pelayanan sosial:

(i) Mandat hukum dan kebijakan;

(ii) Mandat profesional, dan

(iii) Mandat pengguna.

Mandat-mandat tersebut berasal dari sejumlah arah yang berbeda, dan akibatnya,

mencerminkan berbeda ideologi dan motivasi.

Korelasi Partisipasi dengan HAM

Partisipasi dari klien dan orang terdekatnya, bisa dieksplorasi secara optimal, apabila

mereka mendapatkan sejumlah hal penting, yaitu:

Informasi yang cukup dan jelas tentang masalahnya, kendalanya, proses mencapai hak,

potensi yang diperlukan, manfaat yang akan diperoleh, dan seterusnya;

Konsultasi dari peksos dan pihak-pihak lain yang dipandang kredibel untuk memberikan

konsultasi mengenai masalahnya.

Empowering (penguatan), yaitu peksos melakukan penguatan kepada klien, baik

spiritual, mental, skill, dan networking yang diperlukan.

Klien dimaksud adalah dalam segmen mikro, mezzo, dan makro.

16

Janet Warren, Service User and Carer Partisipation in Social Work, 2007, hal 22. 17

Idem, hal 50. 18

Idem, hal 22.

Page 12: Paper ke-X PARTICIPATION IN THE HUMAN RIGHT … · ... Etika Pekerjaan Sosial, dan HAM bisa ... di dalam penyelesaiannya harus ... bisnis, pendidikan tinggi, dan profesionalisme

9

Apabila dibuat tabel, maka akan tampak sebagai berikut:

Korelasinya dengan HAM, adalah bahwa isu-isu HAM yang terkait dengan kelompok-

kelompok yang terdzalimi dan termarjinalkan, di dalam penyelesaiannya harus

memperhatikan asas partisipasi. Jika tidak, maka yang ada adalah alih-alih solusi buat

mereka, yang ada adalah masalah baru yang tidak menyelesaikan, bahkan menambah

masalah baru.

Namun, diakui atau tidak, memasukkan partisipasi dalam seluruh pembuatan keputusan,

akan memiliki sejumlah dampak.

The democratic participation of many people in governance usually leads to a better result in

the end, but there is no denying that it is slower, more complex, more stressful, and

consumes additional resources to make the process work.19

Partisipasi demokratik yang melibatkanbanyak orang pada tata kelola sesuatu, biasanya

memang akan memberikan hasil akhir yang lebih baik. Namun, efeknya akan memakan

waktu lebih lama, proses lebih lambat, lebih kompleks, lebih membuat stress, dan memakan

biaya yang lebih banyak.

.***

19

Keith Fletcher, Partnership in Social Care, Jessica Kingsley Publishers, London and Philadelphia, 2006, hal 25.

PARTISIPASI

INFORMASI

KONSULTASI EMPOWERING

Page 13: Paper ke-X PARTICIPATION IN THE HUMAN RIGHT … · ... Etika Pekerjaan Sosial, dan HAM bisa ... di dalam penyelesaiannya harus ... bisnis, pendidikan tinggi, dan profesionalisme

10

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Berdasarkan apa yang sudah kami kemukakan pada bab-bab terdahulu, dapat kami

simpulkan hal-hal sebagai berikut:

Membantu menyelesaikan masalah klien adalah menu utama seorang pekerja social,

khususnya pekerja social professional.

Membantu klien, harus bergeser dari “bekerja untuk” menjadi “bekerja bersama klien”. Efek

dari istilah ini adalah memberikan porsi yang besar bagi partisipasi klien dalam seluruh

proses pengambilan keputusan. Hal ini selaras dengan prinsip individualization and self-

determination.

Untuk bisa mengeksplorasi partisipasi klien, seorang peksos professional harus mengetahui

hal-hal apa saja yang kondusif terhadap hal tersebut, dan “mendegarkan” keinginan klien.

Banyak cara yang bisa ditempuh untuk seorang peksos mendapatkan apa yang dimaui dan

dibutuhkan klien.

Seorang peksos, untuk selalu mengkorelasikan kemauan dan kebutuhan klien dengan isu-

isu HAM. Karena, jika tidak cermat, maka ia akan masuk di dalam perangkap “dilemma

pelayanan” dan perang kepentingan, yaitu kepentingan klien, kepentingan orang lain, baik

lembaga, pemerintah, maupun masyarakat. Maka, bagaimana menciptakan harmoni dari

semua kepentingan itulah, substansi keberadaan peksos.

SARAN

1. Pekerja Sosial harus memahami etika, etika profesi, dan HAM dan partisipasi dalam

berbagai bentuk dan prosesnya, serta cara-cara yang kondusif bagi munculnya

partisipasi tersebut, sehingga bisa secara proper dalam praktik.

2. Para stakeholder, seperti Kementerian Sosial RI, kementerian terkait, dan termasuk

IPSPI, NGO-NGO, perlu untuk secara regular duduk bersama, melakukan upaya

mencari “format bersama “untuk partisipasi dalam penanganan masalah HAM.

***

Page 14: Paper ke-X PARTICIPATION IN THE HUMAN RIGHT … · ... Etika Pekerjaan Sosial, dan HAM bisa ... di dalam penyelesaiannya harus ... bisnis, pendidikan tinggi, dan profesionalisme

11

DAFTAR PUSTAKA

Jim Ife, Human Right and Social Work: Toward Right-Based Practice”, Cambridge

Univercity Press, 2008;

Janet Warren, Service User and Carer Partisipation in Social Work, Learning Matters Ltd.,

United Kingdom, 2007

Keith Fletcher, Partnership in Social Care, Jessica Kingsley Publishers, London and

Philadelphia, 2006

http://www.thefreedictionary.com/participation; downloaded at October 4th 2013.

http://en.wikipedia.org/wiki/Participation_%28decision_making%29; downloaded at October

4th 2013.

***