32
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Achondroplasia berasal dari bahasa Yunani; achondros yaitu tidak memiliki kartilago dan plasia yaitu pertumbuhan. Istilah yang pertama kali digunakan oleh Parrot (1878) ini secara harfiah berarti pembentukan kartilago menjadi tulang – tulang (terutama tulang panjang) yang terganggu. Achondroplasia ini merupakan suatu penyakit genetika yang diturunkan secara autosom dominan, namun sebagian besar kasus juga terjadi karena adanya mutasi dalam gen secara spontan. Akondroplasia adalah salah satu bentuk kekerdilan tubuh yang sering dijumpai. Nama lain dari Akondroplasia ini diantaranya adalah Achondroplastic dwarfism, Chondrodystrophia fetalis, Chondrodystrophy syndrome, dan Congenital osteosclerosis. Walaupun akondroplasia secara harafiah berarti “tidak adanya pembentukan kartilago”, masalah yang mendasari keadaan ini bukan pembentukan kartilago, melainkan konversi kartilago menjadi tulang. 1,2 Penyakit ini merupakan kelainan kongenital tulang rawan. Gangguan terutama pada pertumbuhan tulang-tulang panjang, paling sering pada tulang lengan dan tungkai. Penyakit ini merupakan displasia skeleton murni yang diturunkan secara autosomal dominan. 1,2,3 Penyakit ini memberikan gambaran perawakan pendek pada tubuh dan anggota gerak yang tidak proporsional. Pemendekan 1

Paper Orto Dian New (2)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Paper Orto Dian New (2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Achondroplasia berasal dari bahasa Yunani; achondros yaitu tidak memiliki kartilago

dan plasia yaitu pertumbuhan. Istilah yang pertama kali digunakan oleh Parrot (1878) ini

secara harfiah berarti pembentukan kartilago menjadi tulang – tulang (terutama tulang

panjang) yang terganggu. Achondroplasia ini merupakan suatu penyakit genetika yang

diturunkan secara autosom dominan, namun sebagian besar kasus juga terjadi karena

adanya mutasi dalam gen secara spontan.

Akondroplasia adalah salah satu bentuk kekerdilan tubuh yang sering dijumpai. Nama

lain dari Akondroplasia ini diantaranya adalah Achondroplastic dwarfism,

Chondrodystrophia fetalis, Chondrodystrophy syndrome, dan Congenital osteosclerosis.

Walaupun akondroplasia secara harafiah berarti “tidak adanya pembentukan kartilago”,

masalah yang mendasari keadaan ini bukan pembentukan kartilago, melainkan konversi

kartilago menjadi tulang.1,2

Penyakit ini merupakan kelainan kongenital tulang rawan. Gangguan terutama pada

pertumbuhan tulang-tulang panjang, paling sering pada tulang lengan dan tungkai.

Penyakit ini merupakan displasia skeleton murni yang diturunkan secara autosomal

dominan. 1,2,3

Penyakit ini memberikan gambaran perawakan pendek pada tubuh dan anggota gerak

yang tidak proporsional. Pemendekan anggota gerak terutama pada segmen proksimal

yang disebut rhizomelia.1

Seseorang yang mengidap Achondroplasia ini memiliki lengan tangan dan kaki yang

pendek. Umumnya kepala dan tulang belakang mereka normal, namun dengan adanya

lengan dan kaki yang pendek tersebut menyebabkan kepalanya terlihat lebih besar. Selain

itu terjadi penonjolan yang cukup ekstrim pada bagian dahi dan hidung (hidung pelana).

Terjadi pula pembentukan midface deficiency yang terlihat mencolok pada bagian rahang

penderita. Saat menginjak usia dewasa terjadi pula perkembangan otot yang berlebihan.

Penyakit lain yang mungkin timbul sebagai komplikasi penyakit ini adalah gangguan

pendengaran seperti infeksi telinga bagian tengah dan gangguan saraf. Tinggi badan

penderita biasanya tidak lebih dari 130cm. Namun intelegensi, mental dan kemampuan

reproduksi penderita penyakit ini tidak mengalami gangguan.

1

Page 2: Paper Orto Dian New (2)

  Achondroplasia disebabkan oleh mutasi dominan autosomal pada gen faktor reseptor

pertumbuhan fibroblast 3, atau FGFR3 (fibroblast growth factor receptor 3) pada lengan

pendek kromosom 4p16.3 Gen FGFR3 berfungsi memberi instruksi dalam hal

pembentukan protein yang terlibat dalam pembentukan dan pemeliharaan tulang,

khususnya pembentukan tulang secara osifikasi endokondral. Dua mutasi spesifik pada gen

FGFR3 bertanggungjawab pada hampir semua kasus Achondroplasia. Sekitar 98% kasus,

terjadi mutasi G ke A pada nukleotida 1138 pada gen FGFR3. Sebesar 1% kasus

disebabkan oleh mutasi G ke C. Mutasi-mutasi ini mengakibatkan protein tidak bekerja

sebagaimana mestinya, sehingga mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan tulang.

Osifikasi endokondral adalah salah satu jenis pertumbuhan tulang dimana sel

mesenkim yang tidak terdifferensiasi langsung berkondensasi dan berdifferensiasi

membentuk kondroblas. Kondroblas berproliferasi dan berdifferensiasi membentuk

kondrosit yang secara bertahap menjadi dewasa membentuk hipertrofik kondrosit. Setelah

itu, hipertrofik kondrosit akan mengalami apoptosis (kematian sel) dan pada regio tersebut

terjadi kalsifikasi matriks ekstraseluler. Proses ini akan membentuk pelat pertumbuhan

(growth plate) dan pertumbuhan normal tulang panjang tercapai melalui differensiasi dan

maturasi kondrosit yang sinkron. Adanya mutasi gen FGFR3

padaAchondroplasia menyebabkan gangguan pada proses osifikasi endokondral, dimana

kecepatan perubahan sel kartilago menjadi tulang pada pelat pertumbuhan (growth plates)

menurun sehingga pertumbuhan dan perkembangan tulang terganggu.

Besarnya kemungkinan terlahirnya bayi yang mengidap Achondroplasia adalah

1/10.000 kelahiran hidup. Selain itu pula didapatkan sekitar 80%  Achondroplasia terjadi

karena adanya mutasi genetik yang terjadi secara spontan. Penyakit ini merupakan

penyakit genetika yang dapat diturunkan oleh autosom dominan maupun karana mutasi

yang terjadi secara spontan, artinya meskipun kedua orang tua tidak memiliki gen penyakit

ini, mereka memiliki kemungkinan untuk melahirkan seorang anak yang mengidap

Achondroplasia. Apabila salah satu orang tua memiliki gen penyakit ini maka

kemungkinan anaknya mengidap penyakit ini sebesar 50%, heterozygot achondroplasia.

Jika kedua orang tua menderita Achondroplasia, maka peluang untuk mendapatkan anak

normal 25%, anak yang menderitaAchondroplasia 50% dan 25% anak dengan

homozigot Achondroplasia (biasanya meninggal). Achondroplasia dapat terjadi pada laki-

laki maupun perempuan dengan frekwensi yang sama besar. Fakta menarik yang

ditemukan dari penyakit ini adalah bahwa jumlah anak yang terlahir mengidap penyakit

Achondroplasia kemungkinanya semakin besar seiring dengan semakin tuanya usia ayah

2

Page 3: Paper Orto Dian New (2)

sedangkan kebanyakan penyakit genetik lebih banyak terkait seiring dengan bertambahnya

usia ibu. Penyakit Achondroplasia ini merupakan suatu penyakit yang menyebabkan cacat

secara morfologi yang juga mempengaruhi kinerja organ – organ tubuh. Penyakit

komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih

sehingga penderita penyakit ini dapat memiliki jangka waktu hidup yang normal.

Makalah ini akan membahas mengenai penyakit Achondroplasia, bagaimana penyakit

ini dapat diwariskan dan gen apa yang menyebabkan terjadinya penyakit ini.

3

Page 4: Paper Orto Dian New (2)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi

Istilah Achondroplasia pertama kali digunakan oleh Parrot (1878). Achondroplasia

berasal dari bahasa Yunani yaitu; achondros: tidak ada kartilago dan plasia: pertumbuhan.

Secara harfiah Achondroplasia berarti tanpa pembentukan/ pertumbuhan kartilago,

walaupun sebenarnya individu dengan Achondroplasia memiliki kartilago. Masalahnya

adalah gangguan pada proses pembentukan kartilago menjadi tulang terutama pada tulang-

tulang panjang.

Achondroplasia adalah dwarfisme atau kekerdilan yang disebabkan oleh gangguan

osifikasi endokondral akibat mutasi gen FGFR 3 (fibroblast growth factor receptor 3) pada

lengan pendek kromosom 4p16. Sindroma ini ditandai oleh adanya gangguan pada tulang-

tulang yang dibentuk melalui proses osifikasi endokondral, terutama tulang-tulang

panjang. Selain itu, Achondroplasia memberikan karakteristik pada kraniofasial.

Achondroplasia juga dikenal dengan nama Achondroplastic Dwarfism, Chondrodystrophia

Fetalis, Chondrodystrophy Syndrome atau Osteosclerosis Congenital.

2.2. Penyebab

Achondroplasia disebabkan oleh mutasi dominan autosomal pada gen FGFR3

(fibroblast growth factor receptor 3) pada lengan pendek kromosom 4p16. Gen FGFR3

berfungsi memberi instruksi dalam hal pembentukan protein yang terlibat dalam

pembentukan dan pemeliharaan tulang, khususnya pembentukan tulang secara osifikasi

endokondral. Dua mutasi spesifik pada gen FGFR3 bertanggung jawab pada hampir semua

kasus Achondroplasia. Sekitar 98% kasus, terjadi mutasi G ke A pada nukleotida 1138

pada gen FGFR3. Perubahan basa nukleat glisin menjadi arginin ini terjadi pada posisi

380. Sebesar 1% kasus disebabkan oleh mutasi G ke C. Mutasi-mutasi ini mengakibatkan

protein tidak bekerja sebagaimana mestinya, sehingga mempengaruhi perkembangan dan

pertumbuhan tulang

4

Page 5: Paper Orto Dian New (2)

Osifikasi endokondral adalah salah satu jenis pertumbuhan tulang dimana sel

mesenkim yang tidak terdifferensiasi langsung berkondensasi dan berdifferensiasi

membentuk kondroblas. Kondroblas berproliferasi dan berdifferensiasi membentuk

kondrosit yang secara bertahap menjadi matur membentuk hipertrofik kondrosit. Setelah

itu, hipertrofik kondrosit akan mengalami apoptosis (kematian sel) dan pada regio tersebut

terjadi kalsifikasi matriks ekstraseluler. Proses ini akan membentuk pelat pertumbuhan

(growth plate) dan pertumbuhan normal tulang panjang tercapai melalui differensiasi dan

maturasi kondrosit yang sinkron. Adanya mutasi gen FGFR3 pada Achondroplasia

menyebabkan gangguan pada proses osifikasi endokondral, dimana kecepatan perubahan

sel kartilago menjadi tulang pada pelat pertumbuhan (growth plates) menurun sehingga

pertumbuhan dan perkembangan tulang terganggu.

Pada lingkup kraniofasial yang terpengaruh adalah basis kranium dan bagian tengah

wajah (midface) karena bagian-bagian ini dibentuk secara osifikasi endokondral. Rongga

kranium dan maksila dibentuk secara osifikasi intramebranosa, sedangkan mandibula

dibentuk melalui osifikasi periosteal dan aposisi Basis kranium yang kurang berkembang

pada penderita Achondroplasia berpengaruh pada perkembangan maksila, karena

pertumbuhan basis kranium akan mendorong maksila ke anterior dan ke bawah. Saat

perlekatan maksila ke ujung anterior basis kranium, perpanjangan atau pertumbuhan basis

kranium akan mendorong maksila ke anterior. Sampai usia 6 tahun, pergerakan dari

pertumbuhan basis kranium adalah bagian penting dalam pertumbuhan maksila ke anterior.

5

Page 6: Paper Orto Dian New (2)

Kegagalan perkembangan atau pertumbuhan basis kranium secara normal pada penderita

Achondroplasia, memberikan karakteristik midface deficiency atau hypoplasia midface.

Hal ini yang mengakibatkan maksila menjadi retrognatik, sedangkan mandibula normal

atau sedikit prognatik, sehingga menghasilkan hubungan rahang Klas III. Hypoplasia

midface juga menyebabkan penyempitan saluran pernafasan atas sehingga meningkatkan

resiko gangguan pernafasan, gangguan fonetik dan infeksi telinga

Mutasi gen pada Achondroplasia bersifat autosomal dominant inheritance namun

sekitar 85-95% kasus merupakan mutasi genetik yang spontan. Apabila salah satu orang

tuanya mengalami penyakit ini maka anaknya memiliki potensi terkena penyakit ini

sebanyak 50 persen. Dan apabila kedua orang dua terjangkit penyakit ini maka

kemungkinan keturunannya mengalai penyakit ini lebih besar lagi. Mutasi pada

Achondroplasia sangat erat kaitannya dengan kenaikan umur sang ayah, penelitian

menujukan bahwa mutasi gen pada achondroplasia tertutama diturunkan dari sang ayah

dan terjadi saat pembentukan sperma (spermatogenesis).

2.3. Epidemiologi

Akondroplasia merupakan suatu bentuk yang cukup umum dari dwarfisme. Sekitar

85-90% kasus merupakan mutasi genetik. Akondroplasia pertama kali ditemukan oleh

Parrot (1878). Angka kejadian kelainan ini adalah 1/25.000 kelahiran.1 Sumber lain

mengatakan bahwa di Amerika Serikat, akondroplasia merupakan penyakit herediter yang

6

Page 7: Paper Orto Dian New (2)

paling umum terjadi menyangkut perawakan pendek yang tidak seimbang. Kasus ini

terjadi 1 dalam 15.000-40.000 kelahiran hidup. 2,3,4,5

Tidak ada hubungan antara ras dengan kasus akondroplasia. Ditemukan lebih banyak

penderita akondroplasia pada anak perempuan dibandingkan anak laki-laki. Akondroplasia

dapat dideteksi saat antenatal. Akondroplasia diturunkan secara autosomal dominan. Jika

salah satu orang tua menderita akondroplasia, 50% kemungkinan akan diturunkan kepada

anaknya. Jika kedua orang tua memiliki kelainan ini, kemungkinannya akan meningkat

75%. 1,3,4,5,6

Walaupun demikian, kira-kira 80% dari orang dengan akondroplasia memiliki orang

tua yang berperawakan sedang atau rata-rata. Hal ini disebabkan oleh mutasi baru dari gen

FGFR3. Komplikasi dari akondroplasia mempengaruhi seluruh kelompok usia. Pasien

dengan tipe homozigot dari akondroplasia jarang yang mampu bertahan hidup karena dapat

mengalami masalah serius yang berkaitan dengan pertumbuhan tulang dan biasanya akan

meninggal pada saat lahir atau beberapa lama setelah lahir oleh karena kegagalan napas. 2,4,5

2.4. Ciri – ciri dan Gejala Sindrom Achondroplasia

Achondroplasia adalah suatu kondisi yang berbeda yang biasanya dapat diketahui

pada saat lahir.

Batang tubuh dan tungkai pendek . tungkai bengkok dan segmen tungkai proksimal

lebih pendek (rhizomelia). Cranium biasanya lebih besar daripada presentil ke 97 pada

lingkarannya dengan penonjolan frontal dan jembatan hidung rata.

Kepala besar dengan dahi menonjol, tulang pipi yang kurang menonjol, dan hidung

yang kecil

Jari-jari bayi yang terkena achondroplasia pendek dan jari tengah memiliki kelainan

atau kecacatan. Kebanyakan persendiannya dapat memanjang lebih dari normal.

Sebagai contoh, lutut dapat memanjang melampaui titik berhenti yang normal.

Bayi dengan achondroplasia akan mengalami hypotonia. Hal ini disebabkan karena

kepala yang besar, terutama dibandingkan dengan seluruh tubuh, anak dengan

achondroplasia akan mengalami keterlambatan dalam perkembangan dibandingkan

anak-anak lainnya.

7

Page 8: Paper Orto Dian New (2)

2.5. Diagnosa

A. Diagnosis Klinik

Akondroplasia dapat didiagnosis berdasarkan karakteristik klinis dan gambaran

radiologi. Pada bayi, dimana diagnosis mungkin sulit dilakukan, dan pada seseorang

dengan gejala yang tidak khas, tes molekul genetik dapat digunakan untuk mendeteksi

mutasi dari gen FGFR3 (lokus 4p16.3). 2,4

Diagnosis akondroplasia ditegakkan berdasarkan gejala klinik yaitu perawakan tubuh

dan anggota gerak yang pendek, tidak proporsional, disertai kepala yang besar (brakisefal)

dengan penonjolan frontal, penonjolan tulang mandibula dan hidung pesek. 1

Gibbus pada daerah lumbal merupakan tanda umum akondroplasia dan akan

menghilang pada tahun pertama. Selanjutnya punggung akan menjadi lurus dan berganti

dengan lordosis lumbal. Pada kasus ini ditemukan adanya lordosis setinggi vertebra torakal

12 sampai lumbal 5.1

Batang tubuh dan tungkai pendek. Tungkai bengkok dan segmen tungkai proksimal

lebih pendek (rhizomelia). Diameter kranium biasanya lebih besar daripada persentil ke-97

dengan penonjolan dahi (frontal bossing), bagian tengah wajah sering mengecil, nostril

menyempit dan jembatan hidung rata (saddle nose). Biasanya ada brakidaktili dan

menyerupai trident. Siku mungkin terbatas dalam ekstensi dan pronasi. 3

Ciri-ciri dari akondroplasia selalu nyata saat lahir. Kebanyakan dari individu yang

menderita kelainan ini memiliki intelegensi yang normal. Pada bayi, hipotoni ringan

sampai sedang, dan kemampuan perkembangan motorik sering terlambat. Bayi kesulitan

menegakkan kepalanya karena hipotonia dan besarnya ukuran kepala. 1,4

Masalah respirasi dapat terjadi pada anak dan bayi. Obstruksi dari jalan napas dapat

berasal dari pusat pernapasan karena kompresi dari foramen magnum atau yang berasal

dari obstruksi karena penyempitan rongga hidung. Gejala dari obstruksi jalan napas

termasuk stridor dan apnu saat tidur. Individu yang mengalami hal ini sering tidur dengan

posisi hiperekstensi leher. Dwarfisme dengan akondroplasia merupakan sebab primer dari

pemendekan anggota gerak. tungkai biasanya lurus pada bayi, tetapi lutut menjadi bentuk

valgus saat anak-anak mulai berjalan. Pada anak yang sudah mampu berjalan, lutut

berubah menjadi bentuk varus. Jari tangan dan kaki memendek. 4

Infeksi telinga bagian tengah sering terjadi pada bayi dan anak karena kecilnya ukuran

dari saluran hidung dan karena disfungsi pada tuba eustachius. Infeksi telinga yang

8

Page 9: Paper Orto Dian New (2)

menetap dapat menyebabkan penurunan pendengaran. Mandibula juga dapat membesar.

Hal ini mengakibatkan gigi berdesak-desakan.3,4

Manifestasi klinik dari akondroplasia dapat dirangkum sebagai berikut : 3,4,13

Pemendekan anggota gerak (terutama lengan dan tungkai bagian proksimal) atau

rhizomelia yang dapat dikenali pada saat lahir

Pembesaran kepala dengan penonjolan dahi (frontal bossing)

Hipoplasi bagian tengah wajah/bentuk wajah kurang berkembang, saddle nose

(jembatan hidung menjadi rata/hidung berbentuk seperti pelana)

Tangan berbentuk trident, dimana antara jari tengah dan jari manis terdapat jarak

sehingga tangan seperti garpu bersusuk tiga

Pembatasan ekstensi siku, tetapi tidak mempengaruhi penderita akondroplasia untuk

dapat beraktivitas secara normal

Gibus di regio torakolumbal pada bayi. Tulang belakang membengkok dengan

penonjolan bokong pada anak dan orang dewasa, waddling gait.

Genu varum

Gambar 1

Gambar 1. contoh anak yang mengalami akondroplasia

B. Gambaran Radiologi

Gambaran radiologik menunjang diagnosis yaitu ditemukannya basis kranium yang

kecil, kepala relatif lebih lebar dari wajah dengan penonjolan frontal dan hipoplasia

mandibula, pemendekan tulang-tulang panjang dan pelvis yang sempit. Riwayat adanya

akondroplasia dalam keluarga semakin memperkuat diagnosis ini. 4

1. Foto Polos X-Ray

9

Page 10: Paper Orto Dian New (2)

a. Vertebra

Roentgenogram menampakkan diameter anteroposterior dari korpus vertebra pendek,

tetapi tinggi dari tulang vertebra tidak berkurang secara signifikan. Pada regio

torakolumbal (vertebra torakalis bawah atau vertebra lumbalis atas), satu atau dua dari

korpus vertebra dapat tampak seperti baji anterior atau menonjol seperti moncong peluru

(bullet-nosed). Korpus vertebra torakolumbal mungkin mirip seperti yang ditemukan pada

sindrom Hurler. Lekuk-lekuk dari bagian posterior tulang vertebra dapat terlihat, utamanya

vertebra lumbalis. 3,6

Gambar 2 Gambar 3

Kanalis spinalis pada daerah lumbal meruncing ke arah kaudal sehingga jarak

interpedinkulus berkurang dari L1 sampai L5 (pedikel tampak pendek), berlawanan dengan

pelebaran kaudal pada normalnya. Ini merupakan tanda yang membedakan akondroplasia,

walaupun tidak tampak pada bayi baru lahir. Ruang diskus bertambah karena pada

penampakan lateral akan menunjukkan pengecilan dari kanalis spinalis. Gejala yang berat

dari protrusi diskus intervertebralis kemungkinan besar akan berkembang pada masa

10

Gambar 2. Stenosis spinalis. Korpus vertebra posterior berlekuk-lekuk di antara daerah distal, di atas teka yang opak. 6

Gambar 3. Penyempitan progresif dari kanalis vertebralis daerah lumbal, bullet-nose vertebra, dan lordosis lumbalis. Tulang-tulang iga memendek.4

Page 11: Paper Orto Dian New (2)

mendatang. Stenosis spinalis pada regio lumbosakral merupakan faktor predisposisi yang

penting dan dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan radikulografi, CT atau MRI. 3,6

b. Pelvis

Pelvis menjadi pendek, kecil dan diameternya berkurang. Sayap iliaka menjadi lebih

lebar dan sedikit memberikan gambaran batu nisan (tombstone appereance). Asetabulum

letak posterior dan atap asetebulum menjadi horizontal. L5 letak lebih dalam dan

kemiringan pelvis berlebihan menyebabkan penonjolan dari gluteus dan bentuk punggung

lordosis. Lekukan sakroiskiadika yang sempit dan dalam (champagne glass appereance). 3,6

11

Gambar 4.

Sayap iliaka melebar dengan atap asetabulum menjadi horizontal. Penyempitan jarak interpedikel pada daerah lumbosakral dan kerusakan pada metafisis femur bagian distal. 6

Gambar 5.

Penyempitan progresif jarak interpedikel dengan gambaran pelvis champagne-glass. Kedua tungkai lurus pada bayi. 4

Page 12: Paper Orto Dian New (2)

c. Tulang-tulang Panjang

Tulang panjang, panjangnya berkurang, terutama pada segmen tungkai proksimal,

tampak agak lebar dan pendek gemuk. Pemendekan paling besar pada falang. Tubulus

tulang memendek, tampak melebar dan memiliki insersi otot yang jelas. Humerus dan

femur lebih dipengaruhi dibandingkan dengan tulang-tulang distal (rhizomelia). Fibula

memanjang dan membengkok. Celah sendi mengalami pelebaran ke arah proksimal

epifisis dan metafisis dan dapat tampak berbentuk V (tanda sirkumfleksi). Keterlambatan

proses osifikasi dan pengurangan diameter anteroposterior menyebabkan ujung tulang

femur, misalnya pada bayi menampakkan densitas radiolusen. Defek yang terjadi pada

anak yang lebih tua berada di epifisis dari tuberkulum tibia karena kelebihan kartilago

yang tidak terkalsifikasi pada usia ini. 3,6

Gambar 6. Gambar 7

d. Perubahan Tulang Tengkorak

Perubahan-perubahan ini penting untuk diagnosis dari akondroplasia. Tulang kalvaria

(atap tengkorak) relatif membesar dibandingkan dengan wajah disertai dengan penonjolan

frontal dan hipoplasia maksila, tetapi basis krani memendek. Sela tursika dapat mengecil.

Foramen magnum mengecil dan berbentuk corong (funnel-shapped) yang tidak teratur. 3,6

Hidrosefalus dapat terjadi dan telah dihubungkan oleh penyebab mekanik ini.

12

Gambar 6. Humerus membengkok ke posterior, menyebabkan ekstensi lengan berkurang. Dislokasi kaput radius ke arah posterior juga dapat menjadi salah satu penyebab.4

Gambar 7. Tanda sirkumfleksi (inverted V configuration), yang mengakibatkan gaya berjalan waddling gait.4

Page 13: Paper Orto Dian New (2)

e. Dada

Diameter anteroposterior dada berkurang disertai pemendekan iga anterior. Gambaran

radiologis akondroplasia serupa dengan pseudoakondroplasia, tapi pada

pseudoakondroplasia kelainannya di epifisis, sedangkan akondroplasia terletak di

metafisis. Dengan foto lateral tulang belakang pada pseudoakondroplasia terlihat

penonjolan di pusat vertebra yang berasal dari permukaan depan, sedang pada

akondroplasia kelainan pada arkus bagian belakang. 3,6

Tulang-tulang iga menjadi pendek, ujung anterior costa melebar, sternum pendek dan

lebar/besar. Skapula memiliki bentuk ganjil/aneh, di mana skapula akan kehilangan

sudutnya yang tajam. Fossa glenoid kecil dalam hubungannya dengan kaput humerus. 3,6

13

Gambar 8.

Pembesaran kalvaria kranii (atap tengkorak). Perhatikan adanya pembesaran mandibula dan penonjolan frontal (frontal bossing). 4

Gambar 9

Pemendekan tulang-tulang iga.4

Page 14: Paper Orto Dian New (2)

f. Tangan dan Kaki

Tubulus tulang dari tangan dan kaki terlihat pendek dan melebar, tetapi tulang-

tulang karpal dan tarsal sedikit dipengaruhi. Pemendekan paling besar pada falang. Tangan

berbentuk trident sering ditemukan, di mana semua jari hampir memiliki panjang yang

sama, berpasangan ditambah dengan ibu jari dan menjauh satu dengan yang lain.3,6

2. CT-Scan

CT-Scan menunjukkan bahwa anak-anak dengan akondroplasia memiliki beberapa

derajat penekanan foramen magnum. Sekitar 96% anak-anak, foramen magnum kurang

dari 3 standar deviasi. CT-Scan dan atau MRI dapat menggambarkan perubahan ini. 4

Kanalis spinalis yang kecil terjadi pada servikal sejak lahir, tetapi gejala dari stenosis

kanalis servikalis secara umum tidak timbul sampai usia pertengahan atau lebih. Pencitraan

preoperatif dengan CT, CT mielografi dan atau MRI penting untuk suatu operasi. 4

Sensitivitas CT mielografi lebih besar daripada mielografi konvensional. CT

menggambarkan tulang lebih mendetail daripada MRI. MRI memiliki keuntungan bebas

dari radiasi, tetapi banyak klinikus yang menganggap bahwa derajat stenosis biasanya

paling baik dilihat dengan menggunakan mielografi. 4

Fossa posterior dari otak dan sumsum tulang lebih baik terlihat pada MRI daripada CT.

Edema sumsum tulang dan perubahan-perubahan yang menyertai myelomalacia biasanya

tidak dapat dilihat dengan CT. CT-Scan juga hanya memberikan kelainan yang menyertai

secara tidak langsung, seperti syringomyelia, sedangkan MRI menunjukkan karakteristik

secara langsung dan lebih jelas. 4

3. MRI

14

Gambar 10.

Tangan berbentuk trident (Trident hands). Jari-jari melebar dengan panjang yang hampir sama.4

Page 15: Paper Orto Dian New (2)

Pada kanalis spinalis, kelainan yang menyertai akondroplasia seperti syringomyelia dan

perubahan myelomalacia dapat dicitrakan dengan baik oleh MRI. Pada syringomyelia,

MRI akan memperlihatkan cairan sentral yang mengisi kavitas.4,15

Pada stenosis spinalis, MRI juga dapat mendemonstrasikan protrusi diskus

intervertebralis dan osteofit yang menyebabkan penekanan tulang belakang serta

hidrosefalus. MRI merupakan teknik nonivasif yang ideal untuk anak-anak karena tidak

menggunakan radiasi ionisasi. MRI memiliki keuntungan lebih daripada CT-scan untuk

menampilkan secara mendetail mengenai sumsum tulang bagian fossa kranialis posterior. 4

Pemeriksaan klinis dan MRI yang lebih dini perlu dilakukan untuk menentukan apakah

bayi dengan akondroplasia mengalami kompresi medula bagian servikal. Dengan diagnosis

yang lebih cepat, dekompresi sedang pun dapat ditangani dengan baik untuk menghindari

komplikasi serius yang sering menyertai kompresi ini, termasuk kematian mendadak. 4

CT menggambarkan secara mendetail tentang tulang dan tingkatan stenosis spinalis

lebih baik dibandingkan dengan MRI. 4

4. Ultrasonografi

Ultrasonografi dapat dilakukan pada pemeriksaan antenatal terhadap wanita yang

memiliki risiko akondroplasia. Ultrasonografi merupakan suatu modalitas yang noninvasif

dan baik untuk menilai keadaan ventrikel pada bayi sebelum fontanela menutup. USG

mungkin dapat ditambah dengan CT dan atau MRI kepala untuk memonitor kompresi dari

foramen magnum. 4

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Patel dan Filly pada 15 fetus dengan

risiko akondroplasia tipe homozigot, disimpulkan bahwa pembentukan lengkung

pertumbuhan femoral pada trimester kedua dengan sonogram serial memungkinkan kita

15

Gambar 11.

Potongan sagital vertebra bagian servikal. MRI menunjukkan penyempitan foramen magnum pada level C1, ruang subarachnoid tidak terlihat jelas. Pasien berumur 6 tahun dengan tanda defisit neurologi.4

Page 16: Paper Orto Dian New (2)

untuk membedakan tipe homozigot, heterozigot dan fetus normal dari kedua orang tua

yang menderita akondroplasia tipe heterozigot. 4

C. Tes Molekul Genetik

Tes molekul genetik dapat digunakan untuk mendeteksi mutasi gen FGFR3. Beberapa

tes 99% sensitif dan tersedia pada laboratorium klinik. Seorang dokter dapat mendiagnosis

penyakit ini sejak neonatus berdasarkan gejala-gejala fisik yang didapatkan. Untuk

mengkonfirmasi dwarfisme yang disebabkan oleh akondroplasia ini dapat digunakan foto

polos X-ray. 4,13

2.6. DIAGNOSIS BANDING

Walaupun lebih dari 100 displasia tulang yang menyebabkan perawakan pendek telah

diketahui, banyak di antaranya yang jarang ditemukan, dan semuanya memiliki gambaran

klinik dan radiologi yang membedakannya dengan akondroplasia. Berbeda dengan

displasia skeletal lainnya, tanda-tanda klinik dari akondroplasia terlihat saat lahir, tetapi

tidak disertai dengan insufisiensi napas.4

1. Hipokondroplasia sering sukar untuk dibedakan dari keadaan-keadaan perawakan

pendek yang lain. Namun, dapat disimpulkan bahwa vertebra lumbal dan tungkai

merupakan daerah yang paling sering menjadi fokus diagnosis untuk penyakit ini.

Untuk mengurangi risiko kesalahan diagnosis, evaluasi radiologi dan pemeriksaan fisis

diperlukan terutama untuk pasien yang tidak memiliki kelainan genetik.4

2. Pseudoakondroplasia merupakan displasia spondiloepimetafisis yang ditandai dengan

perawakan pendek yang tidak seimbang, kelemahan ligamen dan osteoarthritis

prekoks. Pada kebanyakan keluarga, penyakit ini dapat pula diturunkan secara

autosomal dominan.4

3. Akondrogenesis merupakan dwarfisme letal yang diturunkan secara autosomal resesif.

Kedua osifikasi endokondral dan membranosa dipengaruhi. Kalvaria, tulang belakang,

dan tulang-tulang panjang dapat dipengaruhi dan sering terjadi fraktur iga yang

berulang. Pemendekan anggota-anggota gerak sangat buruk. Kranium dan tulang-

tulang kurang terosifikasi. Penyempitan rongga dada juga menyertai kondisi ini, tetapi

kepala tidak membesar relatif terhadap postur tubuh. Polihidramnion juga selalu

terjadi.4

4. Chondroectodermal dysplasia atau Ellis-van Creveld syndrome merupakan penyakit

genetik yang diturunkan secara autosomal resesif dengan tampilan yang bermacam-

16

Page 17: Paper Orto Dian New (2)

macam. Tulang-tulang iga sangat pendek. Penyakit ini disertai dengan pemendekan

tulang anggota-anggota gerak, penyempitan rongga toraks, polidaktili, dan penyakit

jantung bawaan. Kira-kira 50% pasien memiliki defek septum atrial (ASD) yang besar.

Ukuran dari rongga toraks sangat menyolok ketika dibandingkan dengan ukuran

abdomen dan kepala.4

5. Osteogenesis imperfekta tipe IIa merupakan keadaan letal yang diturunkan secara

autosomal dominan. Kalvaria kranii penderita menjadi tipis yang mungkin dapat kolaps

dan pasien ini juga mempunyai anggota-anggota gerak yang pendek, menebal dan

membengkok oleh karena terjadi fraktur multipel.4,14

6. Displasia diastrofik merupakan suatu penyakit autosomal resesif dengan kontraktur

multipel dan ibu jari yang melengkung ke dalam (hitchhiker’s thumb).4

7. Displasia tanatoforik terjadi secara sporadik dan merupakan displasia skeletal yang

bersifat letal terbanyak. Sekitar 14% pasien memiliki kepala berbentuk daun semanggi

(cloverleaf skull). Penyakit ini mungkin diturunkan pula secara autosomal resesif.

Displasia tanatoforik ditandai dengan penyempitan rongga toraks dan mikromelia.

Pembesaran ukuran kepala dengan dahi yang menonjol, kadang-kadang hidrosefalus

dan polihidramnion pada masa fetus. Jaringan-jaringan lunak pada anggota gerak

mungkin menebal. Displasia tanatoforik ini lebih sering terjadi pada fetus laki-laki

daripada fetus perempuan.4

8. Fibrokondrogenesis merupakan suatu penyakit autosomal resesif yang disertai dengan

kalvaria krani yang tipis. Sering pula terjadi kolaps sutura. Tulang-tulang anggota

gerak menjadi pendek dan tipis, tulang-tulang iga tipis dan sulit untuk divisualisasikan

pada foto thoraks. Tulang belakang tidak termineralisasi dengan baik dan metafisis

menjadi lebar.4

2.7. Penanganan

Salah satu komplikasi dari akondroplasia adalah hidrosefalus yang biasanya

diakibatkan dari obstruksi foramen magnum dan karena sindrom kompresi medula spinalis

segmen lumbalis dan akar saraf, maloklusi gigi, gangguan pendengaran karena otitis media

berulang dan strabismus (akibat dismorfisme kraniofasial). Pembengkokan kaki dan kifosis

menetap dapat juga memerlukan perhatian. Di samping pengenalan segera dan pengobatan

yang tepat, manajemen masalah psikologis pada masa kanak-kanak harus diperhatikan.

Terapi segera dan tepat terutama diperlukan pada setiap episode otitis media akut.

17

Page 18: Paper Orto Dian New (2)

Hidrosefalus tidak lazim tetapi harus dikenali seawal mungkin. Ada beberapa sumber

mengatakan bahwa fisioterapi dan penahan selama masa anak-anak dan dapat

memperbaiki komplikasi kifosis infantil yang lama atau lordosis berat yang dapat

memperjelek stenosis lumbalis pada umur dewasa. Osteotomi dapat terindikasi tepat

sebelum atau selama remaja untuk mengoreksi pembengkokan kaki progresif berat. 3

2.8. Prognosis

Harapan hidup pada akondroplasia adalah normal, kecuali untuk sedikit (jarang)

penderita dengan hidrosefalus atau dengan komplikasi berat kompresi medula spinalis

servikalis atau lumbalis. Rata-rata tinggi orang dewasa pada akondroplasia sekitar 131,5

cm pada pria dan 125cm pada wanita. 3 Bayi yang homozigot pada akondroplasia jarang

yang bertahan hidup lebih dari beberapa bulan. Akondroplasia yang bersifat homozigotik

disebabkan oleh adanya 2 alel yang mutan pada nukleotida 1138 dari gen FGFR3,

merupakan penyakit yang serius sehubungan dengan perubahan-perubahan radiologi yang

secara kualitatif berbeda dari kebanyakan kasus akondroplasia. Kematian dini terjadi

karena insufisiensi pernapasan yang berhubungan dengan kecilnya kavum toraks dan

defisit neurologis karena stenosis medula spinalis daerah servikal. Kematian karena

penyakit jantung yang terjadi pada umur 25-35 tahun, sepuluh kali lebih tinggi

dibandingkan dengan kematian pada populasi umum. 4

2.9. Pencegahan

Satu-satunya bentuk pencegahan adalah melalui genetika konseling, yang dapat

membantu orang tua mereka menilai risiko memiliki anak dengan achondroplasia.

Pembelajaran dan penelitian mengenai penyakit ini, pencegahan dan penanggulangannya

dirasakan perlu mendapat perhatian yang besar dan mendalam sehingga kemunculan

penyakit ini pada kelahiran bayi dapat diminimalisir, dengan begitu angka kematian dan

jumlah individu pengidap penyakit ini pun dapat dikurangi.

18

Page 19: Paper Orto Dian New (2)

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Achondroplasia merupakan suatu penyakit genetika yang diturunkan secara autosom

dominan, namun sebagian besar kasus juga terjadi karena adanya mutasi dalam gen secara

spontan. Achondroplasia disebut juga dwarfisme atau kekerdilan. Pada

penyakit Achondroplasia, kelainan menyebabkan pertumbuhan tulang, terutama pada

bagian tangan dan kaki, menjadi terhambat dimana pada saat itu juga terjadi proses

19

Page 20: Paper Orto Dian New (2)

penebalan tulang. Tingkat prevalensi achondroplasia diperkirakan antara 0,5 dan 1,5 dari

10.000 kelahiran dengan kadar mutasi 0.000014. Achondroplasia memiliki gejala yang

dapat diketahui sejak lahir seperti tungkai yang pendek, tulang-tulang yang pendek, kepala

yang besar, dll. Diagnosis molekul achondroplasia sebelum kelahiran mungkin dilakukan

jika ada kecurigaan diagnosis atau peningkatan risiko (seperti orangtua memiliki riwayat

achondroplasia). Dalam suatu keluarga dengan kedua orang tua memiliki achondroplasia,

diagnosis prenatal mungkin sangat berguna. Sedangkan, untuk pengobatan sindrom

achondroplasia, saat ini telah tersedia banyak pilihan pengobatan untuk penderita

achondroplasia, diantaranya terapi peptida BMN-111 dan operasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hartiono, V dan Satriono, R. Sub.Bagian Endokrinologi BIKA FK - Unhas RSUP

Dr. Wahidin Sudirohusodo. Akondroplasia. [online]. Available from:

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15_Akonroplasia.pdf/15_Akonroplasia.html

2. Best, M.A, MD, MPH, MBA, FCAP,FASCP.Achondroplasia.[online].

Availablefrom:http://www.accessdna.com/condition/Achondroplasia/15?gclid =

COXav5fRiqACFdRR6wodJ2bFcA URL : www.freemedicaljournals.com

20

Page 21: Paper Orto Dian New (2)

3. Hall, B.D. Akondroplasia. Gangguan Tulang dan Sendi. In: Nelson Ilmu Kesehatan

Anak (Nelson Textbook of Pediatrics) Edisi 15 Vol.3. Nelson, MD et.al. Trans:

Wahab, Prof.DR.dr.SpA. EGC. Jakarta. 2000; 2397-2398

4. Khan, A.N. MBBS, FRCS, FRCP, FRCR. Achondroplasia. [online]. Available

from : http://emedicine.medscape.com/article/415494-overview

5. Favus, M.J and Vokes, T.J. Achondroplasia. Paget Disease and Other Dysplasias

of The Bone. In : Harrison’s Principles of Internal Medicine. 15 th Ed. Braunwald

et.al. Mc.Graw Hill. India. 2003; 2244

6. Renton, P and Green, R. Achondroplasia. Congenital Skeletal Anomalies : Skeletal

Dysplasias, Chromosomal Disorders. In : Textbook of Radiology and Imaging.

Volume II. 7th Edition. Sutton D. (Editor). Elsevier Churchill Livingstone.

Philadelphia. 2003; 1062, 1138-1141

7. Reiter, E.O and Rosenfeld, R.G. Achondroplasia. Normal and Aberrant Growth. In

: Williams Textbook of Endocrinology. 10th Ed. Larsen, et.al. Saunders.

Philadelphia. 2003; 1034-1035

8. Murray, J.R.D, Holmes, E.J, Misra, R.R. Dysplasia:Developmental Disorders. In:

A-Z of Musculoskeletal and Trauma Radiology. Misra, R.R. Cambridge University

Press. Cambridge. 2008; 55

9. Bracchman. Skeletal Dysplasias. Scoliosis and Kyphosis. In: Campbell’s Operative

Orthopaedics. Vol2. 10th Ed. Canale, S.T. Mosby. Toronto. 2003;1931-1933

10. Helms, C.A. Achondroplasia. Miscellaneous Bone Lesions. In: Fundamental of

Diagnostic In Radiology. 2nd Ed. Brant, W.E, Helms, C.A. Lippincott Williams and

Wilkins. Virginia. 2007; 1183-1185

11. Carter, M.A. Anatomi dan Fisiologi Tulang dan Sendi. Gangguan Sistem

Muskuloskeletal dan Jaringan Ikat. In: Patofisiologi Konsep-Konsep Klinis

Penyakit. Vol.2. Ed.6. Price, S.A, Wilson, L.M. Trans: Pendit,dkk. EGC. Jakarta.

2006; 1357-1363

12. DeWitt, R.C, MD. Achondroplasia. [online]. Available from:

http://healthtools.aarp.org/galecontent/achondroplasia-2/3

URL:www.freemedicaljournals.com

13. Anonym. Achondroplasia. [online]. Available from:

http://www.lifescript.com/Health/A-Z/Conditions_A-Z/Conditions/A/Achondropla

sia.aspx?

21

Page 22: Paper Orto Dian New (2)

gclid=CPrZ6JzPiqACFclA6wodQHCsdA&trans=1&du=1&ef_id=1350:3:s_09ca0

1afe9b7cdae46cf140e563f6a96_2630480431:S4TrldBbriUAAHamMm4AAABA:2

0100224090421 URL :www.freemedicaljournals.com

14. Eastman, G.W, MD. Generalized Bone Diseases. Disease of The Bone. In: Getting

Started in Clinical Radiology, From Image to Diagnosis. Eastman, G.W, Wald, C,

Crossin, J, MD. Thieme. Germany. 2006; 135-137

15. Patel, P.R. Siringomielia. Neuroradiologi. In: Lecture Notes Radiologi Ed.2. Patel,

P.R. Trans: Umami, V, dr. Erlangga. Jakarta; 286

22